Anda di halaman 1dari 43

SMF/Bagian Ilmu Penyakit Dalam TOP TEN DISEASE

RSUD Dr. T. C. Hillers November 2020


Fakultas Kedokteran
Universitas Nusa Cendana

UNSTABLE ANGINA PEKTORIS (UAP)

Disusun Oleh:

Maria Magdalena Tiansy Meko

2008020032

Pembimbing:

dr. Angela Merici, Sp.PD

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK


SMF/BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA
RSUD DR.T.C.HILLERS MAUMERE
2020
BAB 1

PENDAHULUAN

Penyakit kardiovaskular adalah sekelompok penyakit yang mencakup

jantung dan pembuluh darah. Penyakit jantung koroner (PJK) adalah

gangguan fungsi jantung akibat otot jantung kekurangan darah karena

adanya penyempitan pembuluh darah koroner. Akibat terbatasnya suplai

darah pada jantung adalah iskemia, sehingga PJK juga terkadang disebut

Ischemic Heart Disease (IHD). Secara klinis, ditandai dengan nyeri dada

atau terasa tidak nyaman di dada atau dada terasa tertekan berat ketika

sedang mendaki/kerja berat ataupun berjalan terburu-buru pada saat berjalan

di jalan datar atau berjalan jauh.(1)

Sindrom Koroner Akut (SKA) merujuk kepada kondisi yang

mencakup infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST),

infark miokard akut dengan non-elevasi segmen ST (IMA-NEST) dan

angina pektoris tidak stabil (APTS). Sindrom Koroner Akut (SKA)

merupakan suatu masalah kardiovaskular yang utama karena menyebabkan

angka perawatan rumah sakit dan angka kematian yang tinggi. (2)

Penyakit kardiovaskular tetap menjadi penyebab utama kematian di

seluruh dunia, tak terkecuali benua besar seperti Amerika dan Eropa.

Penyakit jantung adalah penyebab utama kematian di Amerika Serikat,

dengan nyeri dada adalah salah satu alasan utama kunjungan gawat darurat.

Penyakit Jantung Koroner mempengaruhi 15,5 juta orang di Amerika


Serikat. The American Heart Association memperkirakan seseorang

mengalami serangan jantung setiap 41 detik.(3)

The Global Burden of Disease mengeluarkan studi yang

memperkirakan bahwa 29,6% dari seluruh kematian di seluruh dunia

disebabkan oleh penyakit kardiovaskular pada tahun 2010, lebih dari semua

penyakit menular, penyakit maternal, neonatal, dan gizi yang digabungkan

dan menggandakan jumlah kematian yang disebabkan oleh kanker.

Sementara untuk angka dari PJK sendiri, menyebabkan hampir 1,8 juta

kematian atau 20% dari semua kematian di Eropa setiap tahun, dan PJK

menyumbangkan 1 dari 5 kematian. (4)

Penyakit jantung koroner juga mengambil tempat yang cukup besar di

Indonesia. Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2018 menunjukan prevalensi

penyakit jantung koroner di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter adalah

sebesar 1,5% atau diperkirakan sekitar 1.017.290 orang. Prevalensi jantung

koroner berdasarkan terdiagnosis dokter tertinggi Kalimantan Utara (2,2%)

diikuti Gorontalo, dan DI Yogyakarta dengan 2,0%, dengan Nusa Tenggara

Timur di posisi terakhir dengan 0,7%.(5)

Berdasarkan kelompok umur, prevalensi tertinggi pada kelompok

umur diatas 75 tahun, yaitu 4,7 %, diikuti oleh umur 65-74 tahun dengan

persentase 4,6%. Sementara berdasarkan jenis kelamin, prevalensi lebih

tinggi pada perempuan dibandingkan laki-laki, yaitu 1,6% dan 1,3%.

Prevalensi PJK lebih tinggi pada masyarakat dengan pekerjaan

PNS/TNI/Polri/BUMN BUMD, yaitu 2,7% diikuti dengan yang tidak


bekerja yaitu 2,3% dan lebih banyak di perkotaan dari pada pedesaan, yaitu

1,6%. (5)

Faktor risiko kejadian PJK adalah usia tua, pria, perokok, penderita

hipertensi, hyperlipidemia, insulin resistance dan diabetes, kurang aktivitas

fisik serta obesitas, selain itu berdasarkan penelitian stres dan depresi yang

lama dapat menjadi salah satu faktor risiko terjadinya PJK.(4)

Penyakit jantung koroner merupakan penyebab utama kematian dan

kecacatan di negara maju maupun negara berkembang sehingga sebagian

besar beban ini akan jatuh kepada negara-negara berpenghasilan rendah dan

menengah. Insidensi penyakit jantung koroner cenderung menurun pada

banyak negara maju karena peningkatan upaya promotif, preventif,

diagnosis dan terapi khususnya penurunan jumlah perokok di kalangan

orang dewasa dan tingkat tekanan darah dan kolestrol yang lebih rendah,

namun prevalensi PJK masih meningkat pada negara berkembang dan

negara-negara transisional, sebagian sebagai akibat dari peningkatan umur

harapan hidup, urbanisasi dan perubahan gaya hidup. PJK di prediksikan

akan terus meningkat 30-60% antara tahun 1990 sampai 2020.(6,7)


BAB 2

LAPORAN KASUS

2.1. Identitas Pasien

Nama : Tn PP

Umur : 75 Tahun

Jenis Kelamin : Laki Laki

Pekerjaan : Petani

Agama : Katolik

Status Pernikahan : Menikah

Ruang : Flamboyan

Bed : 3B7

Masuk Rumah Sakit : 27 November 2020

Keluar Rumah Sakit : 31 November 2020

2.2. Anamnesis

Anamnesis dilakukan secara heteroanamnesis pada tanggal 29 November

2020 di Ruang Flamboyan kelas III.

Keluhan Utama : Sesak 1 hari SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke IGD dengan keluhan sesak

yang dirakan 1 hari SMRS dan memberat saat kurang lebih 1 jam SMRS.

Sesak dirasakan memberat saat pasien berjalan dan berbaring. Keluhan

sesak juga disertai batuk berdahak dengan warna dahak putih kekuningan,
kadang-kadang sulit keluar sejak kurang lebih 2 bulan. Sesak dirasakan saat

pasien berbaring dan berjalan, pasien merasa lebih enakkan saat duduk

dengan sedikit membungkuk. Pasien juga mengeluhkan nyeri dada kanan

dan kiri, lebih nyeri bagian kiri dan menjalar ke bahu kanan sejak kurang

lebih 1 hari SMRS dan memberat saat masuk IGD ini kali pertama pasien

merasa nyeri dada. Nyeri dada yang dirasakan seperti tertidih beban dan

terjadi terus menerus. Pasien juga mengeluh nyeri ulu hati yang muncul

bersamaan dengan sesak dan merasa mual. Muntah (-).

Riwayat Penyakit Dahulu: Riwayat hipertensi atau DM disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada anggota keluarga yang pernah

sakit dengan gejala yang serupa.

Riwayat Pengobatan : Tidak ada.

Riwayat Kebiasaan : Riwayat perokok aktif saat masih muda dan sudah

berhenti dari 20 tahun yang lalu, sekitar 5-10 batang dalam 1 hari. Pasien

mengaku sering mengkonsumsi alkohol saat masih muda dan sudah berhenti

sekitar 20 tahun yang lalu.

2.3. Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos Mentis (E4V5M6)

TTV

- TD : 110/60 mmHg

- Nadi : 86x/menit

- Suhu : 36 OC
- RR : 32 x/menit

- SpO2 : 94%

Status Generalisata

- Kulit : Ikterik (-), Sianosis (-), pucat (-)

- Kepala : rambut hitam , tidak mudah dicabut

- Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor

3mm/3mm, refleks cahaya langsung dan tidak langsung (+/+), mata

cekung (-/-)

- Hidung : Tidak ada deformitas, sekret (-), deviasi septum (-/-),

pernapasan cuping hidung (-)

- Telinga : Simetris, tidak ada deformitas, otorea (-), nyeri tekan

mastoid (-)

- Mulut : Mukosa bibir lembab, sianosis (-), pucat (-), perdarahan

gusi (-), plak putih(-), atrofi lidah (-)

- Leher : tidak ada pembesaran KGB, tidak ada pembesaran tiroid,

tidak ada distensi vena jugularis

Thorax

- Bentuk : simetris, penggunaan otot bantu napas (-), scar (-)

- Pulmo anterior

- Inspeksi : simetris saat statis dan dinamis, otot bantu

pernapasan (-), pelebaran sela iga (-)

- Palpasi : taktil fremitus D=S, nyeri tekan (-) pada kedua

dinding dada
- Perkusi : sonor diseluruh lapangan paru

- Auskultasi : vesikuler (+/+), Wheezing (-/-), Ronkhi (+/+)

- Pulmo posterior

- Inspeksi : simetris saat statis dan dinamis, otot bantu

pernapasan (-), pelebaran sela iga (-)

- Palpasi : taktil fremitus D=S, nyeri tekan (-) pada kedua

dinding dada posterior.

- Perkusi : sonor diseluruh lapangan paru.

- Auskultasi : vesikuler (+/+), Wheezing (-/-), Ronkhi (+/+)

Cor

- Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat

- Palpasi : ictus cordis teraba di ICS 5 midclavicula line sinistra,

thrill (-)

- Perkusi :

- Batas kanan atas ICS 2 parasternal dektra

- Batas kanan bawah ICS 4 parasternal dextra

- Batas kiri atas ICS 2 parasternal sinistra

- Batas kiri bawah ICS 5 midclavicula sinistra

- Auskultasi : BJ I,II tunggal,regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

- Inspeksi : kesan datar, tidak terlihat pelebaran vena

- Auskultasi : bising usus (+)


- Palpasi : Distensi (-), Nyeri tekan epigastrium (+), hepar dan lien

tidak teraba dibawah arcus costa

- Perkusi : timpani pada seluruh regio abdomen

Ekstermitas :

- Akral teraba hangat, CRT < 2 detik, Edema (-), jejas (-), nyeri pada

persendian (+)

- Kekuatan motorik

5 5

5 5

2.4. Pemeriksaan Penunjang

Darah Lengkap (27/10/2020)

Parameter Hasil Ket Satuan Nilai Rujukan


WBC 7.35 N 10^3/uL 4,5 – 11
RBC 4.57 N 10^6/uL 4,70-6,00
HB 8.9 L g/dL 13,5-17,5
MCV 65.8 L Fl 78 – 100
MCH 19.5 L Pg 27-31
MCHC 29.6 L g/dL 32,0-36,0
HCT 30.1 L % 41-53
PLT 230 N 10^3/L 150-450
Neutrofil 66.0 N % 52,0-76,0
Eosinofil 0.9 N % 0,0-4,0
Basofil 0.1 N % 0,0-1,0
Limfosit 28.8 N % 20,0-44,0
Monosit 4.2 N % 2,0-9,0

Fungsi Hati (27/10/2020)


Parameter Hasil Ket Satuan Nilai Rujukan
SGOT 40 N U/L 10-40
SGPT 32 N U/L 10-40

Fungsi Ginjal (27/10/2020)

Parameter Hasil Ket Satuan Nilai Rujukan


Ureum 107 H mg/dL 17,1 – 42,8
P : 0,5 – 11 ;
Kreatinin 1.39 H mg/dL
L : 0,7 – 1,3
BUN 50 H mg/dL 7 – 21

Gula Darah (27/10/2020)

Parameter Hasil Ket Satuan Nilai Rujukan


GDS 112 N mg/dL <200

Penanda Jantung (27/10/2020)

Parameter Hasil Ket Satuan Nilai Rujukan


CKMB 22 N U/L 5-25

Radiologi

27/10/2020
Hasilnya :

- cardiomegali dan udema pulmonum

- opasitas inhomogen dengan air bronchogram di parahiler dextra, mengarah

ke konsolidasi pneumonia.

EKG

27/10/2020

Irama Sinus : T Inverted pada Lead 1, AVL,V4, V5 dan V6

2.5. Diagnosis

Diagnosis awal

1. Tipical chest pain ec UAP (PJK)

2. CHF NYHA Fc I-II


3. CAP

4. Dyspepsia

5. Anemia ringan

Diagnosis akhir

1. PJK / Iskemik Lateral

2. CHF NYHA Fc I-II

3. CAP

4. Dyspepsia

5. Anemia ringan

2.6. Planning

a. Planning Diagnosis

DL, CKMB, EKG, GDS, SGOT, SGPT, Elektrolit, Ureum, Creatinin

b. Planning Terapi

1. Tirah Baring

2. NaCl 0,9% 500 cc/24 jam

3. Oksigen 2-4 lpm via nasal canule (bila sesak)

4. Ambroxol 3 x 30 mg po

5. Furosemide 1 x 20 mg iv

6. Ranitidine 2 x 50 mg iv

7. Aspilet 1 x 80 mg po

8. ISDN 3 x 5 mg po (bila nyeri dada)

9. Simvastatin 1 x 20 mg (malam) po

10. SF 3x1 tab po


11. + Clopidogrel 1 X 75 mg po

c. Planning Monitoring

1. EKG

2. Tanda-tanda Vital

3. Nyeri dada

4. Sesak

2.7. Edukasi

1. Istirahat yang cukup, hindari aktivitas yang terlalu berat

2. Makan makanan yang bergizi dan rendah lemak

3. Minum obat yang teratur

4. Berhenti merokok dan minum minuman beralkohol


BAB 3

PEMBAHASAN

3.1 Anatomi Jantung(8,9,10)

Sumber : Gross Anatomy of Heart

Sumber : Tortora, G.J., Derrickson, B., 2012. The Cardiovascular System: The Heart. In: Roesch, B., et al.,

eds. Principles of Anatomy and Physiology. 13th ed. USA: John Wiley & Sons, 763
Jantung adalah sebuah pompa muskular yang memiliki dua fungsi, yaitu

mengumpulkan darah dari jaringan tubuh dan dipompakan ke paru paru dan yang

kedua mengumpulkan darah dari paru-paru dan dipompakan ke jaringan di dalam

tubuh. Jantung terletak di rongga toraks di antara paru – paru, yang dinamakan

mediastinum, yang dibungkus dan dilindungi oleh membran yang disebut

perikardium. Perikardium menahan posisi jantung agar tetap berada di dalam

mediastinum, namum tetap memberikan cukup kebebasan untuk kontraksi jantung

yang cepat dan kuat. Perikardium terdiri dari dua bagian, yaitu perikardium

fibrosa dan perikardium serosa. Perikardium fibrosa terdiri dari jaringan ikat yang

kuat, padat, dan tidak elastis. Sedangkan perikardium serosa lebih tipis dan lebih

lembut dan membentuk dua lapisan mengelilingi jantung. Lapisan parietal dari

perikardium serosa bergabung dengan perikardium fibrosa. Lapisan viseral dari

perikardium serosa, disebut juga epikardium, melekat kuat pada permukaan

jantung. Di antara perikardium parietal dan viseral terdapat cairan serosa yang

diproduksi oleh sel perikardial. Cairan perikardial ini berfungsi untuk mengurangi

gesekan antara lapisan – lapisan perikardium serosa saar jantung berdenyut.

Rongga yang berisi cairan perikardial disebut sebagai kavitas perikardial.

Bagian dalam dari anatomi jantung terdiri dari empat buah ruang yang

terdiri dari rongga utama dan aurikula di luar, bagian dalamnya membentuk suatu

rigi atau krista terminalis. Bagian utama atrium yang terletak posterior terhadap

rigi terdapat dinding halus yang secara embriologis berasal dari sinus venosus.

Bagian atrium yang terletak di depan rigi mengalami trabekulasi akibat berkas

serabut otot yang berjalan dari krista terminalis. Permukaan dalam ventrikel
memperlihatkan alur-alur ototyang disebut trabekula. Beberapa alur tampak

menonjol, yangdisebut muskulus papilaris. Ujung muskulus papilaris

dihubungkan dengan tepi daun katup atrioventrikuler oleh serat-serat yang disebut

korda tendinae

a. Atrium Kanan

Merupakan ruangan jantung yang menerima darah kaya CO2 dari vena

cava inferior dan vena cava superior. Vena cava superior mengirim

pasokan darah terdeoksigenisasi dari bagian tubuh atas, sedangkan vena

cava inferior dari bagian tubuh bawah.

b. Atrium Kiri

Terdiri dari rongga utama dan aurikula, terletak di belakang atrium

kanan membentuk sebagian besar basis, di belakang atrium sinistra

terdapat sinus obliqque perikardium serosum dan perikardium fibrosum.

Bagian dalam atrium sinistra halus dan bagian aurikula mempunyai rigi

otot seperti aurikula dextra. Atrium kiri berfungsi sebagai penerima

darah yang kaya oksigen dari kedua paru melalui 4 buah vena

pulmonalis. Kemudian darah mengalir ke ventrikel kiri, dan selanjutnya

keseluruh tubuh melalui aorta.

c. Ventrikel Kanan

Berhubungan dengan atrium kanan melalui osteom artiventrikuler

dextrum dan dengan traktus pumonalis memalui osteom pulmonalis.

Dinding ventrikel kanan jauh lebih tebal dari atrium kanan. Ventrikel
kanan menerima darah dari atrium kanan dandipompakan ke paru-paru

melalui arteri pulmonalis.

d. Ventrikel Kiri

Ventrikel kiri berhubungan dengan atrium sinistra melalui osteom

atriventrikuler sinistra dan dengan aorta melalui osteom aorta. Dinding

ventrikel sinistra 3 kali lebih tebal dari ventrikel kanan. Ventrikel kiri

menerima darah dari atrium kiri dan dipompakan ke seluruh tubuh

melalui aorta.

Keempat katup jantung berfungsi untuk mempertahankan aliran darah

searah melalui bilik-bilik jantung. Ada dua jenis katup: katup atrioventrikularis

(AV), yang memisahkan atrium dengan ventrikel dan katup semilunaris, yang

memisahkan arteria pulmonalis dan aorta dari ventrikel yang bersangkutan.

Katup-katup ini membuka dan menutup secara pasif menanggapi perubahan

tekanan dan volume dalam bilik dan pembuluh darah jantung. Katup trikuspidalis

yang terletak antara atrium dan ventrikel kanan mempunyai tiga buah daun katup,

katup mitralis yang memisahkan atrium dan ventrikel kiri merupakan katup

bikuspidalis dengan dua buah daun katup. Kedua katup semilunaris sama

bentuknya. Katup ini terdiri dari tiga daun katup simetris menyerupai corong yang

melekat pada anulus fibrosus. Katup aorta terletak antara ventrikel kiri dan aorta,

sedangkan katup pulmonalis terletak antara ventrikel kanan dan arteriapulmonalis.

Setiap denyut jantung mempunyai dua fase (tahap), systole ketika jantung

memompa atau berkontraksi dan diastole ketika bilik-bilik jantung diisi dengan
darah pada saat otot jantung berelaksasi. Adapun proses sirkulasi darah pada

jantung, yaitu:

a. Darah memasuki atrium kanan dari tubuh melalui vena cava

superior dan vena cava inferior yang banyak mengandung CO2.

b. Atrium kanan berkontraksi sehingga darah masuk ke dalam

ventrikel kanan melalui katup trikuspid.

c. Denyut jantung systolic mengirim darah melalui katup pulmonal

yang memisahkan ventrikel kanan dan arteri pulmonari, ke paru-

paru.

d. Didalam paru-paru, terjadi pertukaran antara oksigen dan karbon

dioksida, dimana oksigen dibawa oleh darah dan sisa sisa hasil

metabolisme dikeluarkan melalui paru-paru.

e. Darah yang mengandung oksigen kembali ke atrium kiri.

f. Atrium kiri berelaksasi sehingga darah mengalir melalui katup

mitral ke dalam ventrikel kiri.

g. Denyut jantung sistolik menyebabkan ventrikel kiri jantung

berkontraksi dan mengirim darah melalui klep aorta yang

memisahkan ventrikel kiri dan aorta.

h. Darah keluar melalui aorta ke seluruh tubuh mengantar oksigen ke

jaringan-jaringan tubuh.

3.2 Komponen Jantung(8,9,10)

a. Nodus Sinoatrial
Nodus sinoatrial merupakan kepingan berbentuk sabit, yang

berhubungan langsung dengan atrium sehingga setiap potensial

aksi yang mulai pada simpul sinoatrial segera menyebar ke atrium.

b. Nodus Atrioventricular

Ujung serabut simpul sinoatrial bersatu dengan serabut otot atrium

yang ada disekitarnya, dan pontensial yang berasal dari simpul

sinoatrial berjalan ke luar, masuk tersebut, dengan jalan ini,

pontensial aksi menyebar ke seluruh masa otot dan akhirnya juga

ke simpul atrioventrikular. Sel-sel dalam AV Node dapat juga

mengeluarkan impuls dengan frekuensi lebih rendah dan pada SA

Node yaitu : 40 – 60 kali permenit. Oleh karena AV Node

mengeluarkan impuls lebih rendah, maka dikuasai oleh SA Node

yang mempunyai impuls lebih tinggi. Bila SA Node rusak, maka

impuls akan dikeluarkan oleh AV Node.

c. Berkas His

Terletak di septum interventrikular dan bercabang 2, yaitu cabang

berkas kiri ( Left Bundle Branch) dan Cabang berkas kanan ( Right

Bundle Branch ). Setelah melewati kedua cabang ini, impuls akan

diteruskan lagi ke cabang-cabang yang lebih kecil yaitu serabut

purkinye. Serabut purkinye ini akan mengadakan kontak dengan

sel-sel ventrikel. Dari sel-sel ventrikel impuls dialirkan ke sel-sel

yang terdekat sehingga seluruh sel akan dirangsang, pada ventrikel


juga tersebar sel-sel pace maker (impuls) yang secara otomatis

mengeluarkan impuls dengan frekuensi.

3.3 Vaskularisasi dan Inervasi Jantung(8,9,10)

Sumber : https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK537357/figure/article-28593.image.f1/
a. Vena Cava

Vena ini menuangkan darahnya ke dalam atrium kanan. Vena cava

bercabang-cabang menjadi pembuluh yang lebih kecil, yaitu vena.

Vena bercabang-cabang lagi menjadi kapiler vena yang disebut

venula. Venula berada didalam sel-sel tubuh dan berhubungan

dengan kapiler ateri. Ada 2 macam vena cava, yaitu vena cava

superior dan vena cava inferior, dimana vena cava superior adalah

salah satu dari dua pembuluh darah utama yang membawa darah

yang suda dideoksigenasi dari tubuh ke jantung. Vena ini

membawa darah dari kepala dan tubuh bagian atas umpan ke v.

kava superior, yang bermuara di atrium kanan jantung dan Vena

kava inferior adalah salah satu dari dua pembuluh darah utama

yang membawa darah yang suda dioksigenasi dari tubuh ke


jantung. Vena dari kaki dan umpan dada rendah ke v. kava inferior,

yang bermuara di atrium kanan jantung.

b. Vena Pulmonalis

Vena pulmonalis adalah pembuluh darah yang mengangkut darah

yang dudah dioksigenasi dari paru-paru ke atrium kiri.

c. Arteri Pulmonalis

Arteri pulmonalis adalah pembuluh darah yang berfungsi

membawa darah yang tidak teroksigenasi dari ventrikel kanan ke

paru-paru. Pembuluh ini banyak mengandung karbon dioksida

yang akan dilepaskan ke paru-paru. Didalam paru-paru, yaitu di

alveolus, darah melepas karbon dioksida dan mengikat oksigen.

Dari kapiler di paru-paru, darah akan menuju ke venula, kemudian

ke vena pulmonalis dan kembali ke jantung.

d. Aorta

Aorta adalah arteri terbesar di tubuh yang menerima curah jantung

dari ventrikel kiri dan memasok tubuh dengan darah beroksigen

melalui sirkulasi sistemik. Aorta dapat dibagi menjadi empat

bagian, meliputi : aorta asenden, arkus aorta, aorta torakalis (aorta

descenden), aorta abdominalis, dan berakhir setinggi vertebra

lumbalis IV dengan bifurkasio menjadi arteri iliaca comunis

sinistra dan dekstra.

e. Arteri Koroner
Arteri koroner adalah jaringan pembuluh darah yang membawa

darah kaya oksigen dan nutrisi ke jaringan otot jantung. Arteri ini

keluar dari katup aorta tepat di atas katup aorta dan berjalan ke

bawah masing-masing pada permukaan sisi kanan dan kiri jantung,

memberikan cabang ke otot untuk myocardium. Arteri ini

menyuplai masing-masing sisi jantung, tetapi memiliki variasi

individual dan pada beberapa orang arteri coronaria dextra

menyuplai sebagian ventrikel kiri. Arteri ini memiliki lebih sedikit

sedikit anastomosis antara arteria dextra dan sinistra.

Setiap kali jantung memompa darah dia akan mengalirkan

darahnya melalui arteri untuk disebarkan keseluruh tubuh. Arteri

ini akan bercabang menjadi arteri besar, sedang dan pembuluh

arteri kecil yang disebut arteriol. Kemudian arteriol bercabang lagi

membentuk jaringan pembuluh mikroskopik yang disebut kapiler.

Dan kemudian terkumpul di dalam pembuluh-pembuluh kecil yang

disebut venula. Venula-venula ini selanjutnya akan bersatu

membentuk vena, setelah itu gabungan dari vena-vena ini akan

membawa darah kembali ke jantung. Arteri merupakan pembuluh

darah berdinding tebal dan membawa darah yang teroksigenasi.

Kecuali truncus pulmoner yang bercabang menjadi dua arteri

pulmoner yang membawa darah yang terdeoksigenasi dari

ventrikel kanan ke paru-paru. semua arteri punya tiga lapisan.

Arteriol memiliki tiga struktur yang sama seperti arteri, tetapi


tunika intima dan mediana yang lebih tipis, sedangkan tunika

adventisianya relative lebih tebal dibanding tunika adventisia

arteri. Pada arteriol juga terdapat lebih banyak serabut otot dan

lebih sedikit serabut elastin.

3.4 Penyakit Jantung Koroner(11,12)

3.5.1 Definisi

Penyakit jantung koroner adalah gangguan fungsi jantung akibat

otot jantung kekurangan darah karena adanya penyempitan pembuluh

darah koroner yang membuat jantung menjadi iskemik, yang secara klinis,

ditandai dengan nyeri dada atau terasa tidak nyaman di dada atau dada

terasa tertekan berat ketika sedang mendaki/kerja berat ataupun berjalan

terburu-buru pada saat berjalan di jalan datar atau berjalan jauh.

Penyempitan pembuluh darah koroner ini diakibatkan oleh plaque

aterosklerosis, yang merupakan suatu kelainan yang terdiri atas

pembentukan fibrolipid dalam bentuk plak-plak yang menonjol atau

penebalan yang disebut ateroma yang terdapat didalam tunika intima dan

pada bagian dalam tunika media. Proses ini dapat terjadi pada seluruh

arteri, tetapi yang paling sering adalah pada left anterior descendent arteri

coronaria, proximalarteri renalis dan bifurcatio carotis.

3.5.2 Patofisiologi

Penyempitan dan penyumbatan arteri koroner disebabkan zat

lemak kolesterol dan trigliserida yang semakin lama semakin banyak dan

menumpuk di bawah lapisan terdalam endothelium dari dinding pembuluh


arteri. Hal ini dapat menyebabkan aliran darah ke otot jantung menjadi

berkurang ataupun berhenti, sehingga mengganggu kerja jantung sebagai

pemompa darah. Efek dominan dari jantung koroner adalah kehilangan

oksigen dan nutrient ke jantung karena aliran darah ke jantung berkurang.

Pembentukan plak dalam arteri memengaruhi pembentukan bekuan aliran

darah yang akan mendorong terjadinya serangan jantung.

3.5.3 Sindrom Koroner Akut

a. Pengertian

Sindrom Koroner Akut adalah manifestasi akut dari plak

ateroma pembuluh darah koroner yang koyak atau pecah

akibat perubahan komposisi plak dan penipisan tudung

fibrosa yang menutupi plak tersebut.

b. Klasifikasi Sindrom Koroner Akut

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan

elektrokardiogram (EKG), dan pemeriksaan marka jantung,

Sindrom Koroner Akut dibagi menjadi:

1. STEMI

2. NSTEMI

3. UAP

Diagnosis NSTEMI dan angina pektoris tidak stabil

ditegakkan jika terdapat keluhan angina pektoris akut tanpa

elevasi segmen ST yang persisten di dua sadapan yang

bersebelahan. Rekaman EKG saat presentasi dapat berupa


depresi segmen ST, inversi gelombang T, gelombang T yang

datar, gelombang T pseudo-normalization, atau bahkan tanpa

perubahan. Sedangkan Angina Pektoris tidak stabil dan

NSTEMI dibedakan berdasarkan kejadian infark miokard

yang ditandai dengan peningkatan marka jantung. Marka

jantung yang lazim digunakan adalah Troponin I/T atau CK-

MB. Bila hasil pemeriksaan biokimia marka jantung terjadi

peningkatan bermakna, maka diagnosis menjadi Infark

Miokard Akut Segmen ST Non Elevasi (Non ST-Elevation

Myocardial Infarction, NSTEMI). Pada Angina Pektoris tidak

stabil marka jantung tidak meningkat secara bermakna. Pada

sindroma koroner akut, nilai ambang untuk peningkatan CK-

MB yang abnormal adalah beberapa unit melebihi nilai

normal atas (upper limits of normal, ULN).Jika pemeriksaan

EKG awal tidak menunjukkan kelainan (normal) atau

menunjukkan kelainan yang nondiagnostik sementara angina

masih berlangsung, maka pemeriksaan diulang 10-20 menit

kemudian. Jika ulangan EKG tetap menunjukkan gambaran

nondiagnostik sementara keluhan angina sangat sugestif

SKA, maka pasien dipantau selama 12-24 jam. EKG diulang

tiap 6 jam dan setiap terjadi angina berulang


UNSTABLE ANGINA PECTORIS (11,12)

Diagnosis angina pektoris tidak stabil (APTS/UAP) dan infark miokard non ST

elevasi (NSTEMI) ditegakkan atas dasar keluhan angina tipikal yang dapat

disertai dengan perubahan EKG spesifik, dengan atau tanpa peningkatan marka

jantung. Jika marka jantung meningkat, diagnosis mengarah NSTEMI; jika tidak

meningkat, diagnosis mengarah UAP. Sebagian besar pasien NSTEMI akan

mengalami evolusi menjadi infark miokard tanpa gelombang Q. Dibandingkan

dengan STEMI, prevalensi NSTEMI dan UAP lebih tinggi, di mana pasien-pasien

biasanya berusia lebih lanjut dan memiliki lebih banyak komorbiditas. Selain itu,

mortalitas awal NSTEMI lebih rendah dibandingkan STEMI namun setelah 6

bulan, mortalitas keduanya berimbang dan secara jangka panjang, mortalitas

NSTEMI lebih tinggi.

a. Presentasi Klinik

Angina tipikal berupa rasa tertekan/berat daerah retrosternal menjalar ke

lengan kiri, leher, area interskapuler, bahu, atau epigastrium; berlangsung

intermiten atau persisten (>20 menit); sering disertai diaphoresis,

mual/muntah, nyeri abdominal, sesak napas, dan sinkop.

Angina atipikal yang sering dijumpai antara lain nyeri di daerah penjalaran

angina tipikal, gangguan pencernaan (indigesti), sesak napas yang tidak dapat

diterangkan, atau rasa lemah mendadak yang sulit diuraikan. Keluhan atipikal

ini lebih sering dijumpai pada usia muda (25-40 tahun) atau usia lanjut (>75
tahun). Wanita, penderita diabetes, gagal ginjal menahun, atau demensia.

Walaupun keluhan angina atipikal dapat muncul saat istirahat, keluhan ini

patut dicurigai sebagai angina ekuivalen jika berhubungan dengan aktivitas,

terutama pada pasien dengan riwayat penyakit jantung coroner (PJK).

Hilangnya keluhan angina setelah terapi nitrat aublingual tidak prediktif

terhadap diagnosis SKA.

b. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mengidentifikasi faktor pencetus iskemia,

komplikasi iskemia, penyakit penyerta dan menyingkirkan diagnosis banding.

Regurgitasi katup mitral akut, suara jantung iga (S3), ronkhi basah halus dan

hipotensi hendaknya selalu diperiksa untuk mengidentifikasi komplikasi

iskemia. Ditemukannya tanda-tanda regurgitasi katup mitral akut, hipotensi,

diaphoresis, ronkhi basah halus atau edema paru meningkatkan kecurigaan

terhadap SKA. Pericardial friction rub karena perikarditis, kekuatan nadi

tidak seimbang dan regurgitasi katup aorta akibat diseksi aorta,

pneumotoraks, nyeri pleuritik disertai suara napas yang tidak seimbang perlu

dipertimbangkan dalam memikirkan diagnosis banding SKA.

c. Pemeriksaan Elektrokardiogram

EKG yang mungkin dijumpai pada pasien NSTEMI dan UAP antara lain:

1. Depresi segmen ST dan/atau inversi gelombang T; dapat disertai

dengan elevasi segmen ST yang tidak persisten (<20 menit)

2. Gelombang Q yang menetap

3. Nondiagnostik
4. Normal

d. Penanda biomarka jantung

Kreatinin kinase MB atau troponin I/T merupakan biomarka nekrosis miosit

jantung dan menjadi biomarka untuk diagnosis infrk miokard. Troponin I/T

sebagai biomarka nekrosis jantung mempunyai sensitivitas dan spesivitas

lebih tinggi dari CKMB. Dalam keadaan nekrosis miokard, pemeriksaan

CKMB atau troponin I/T menunjukkan kadar yang normal dalam 4-6 jam

setelah awitan SKA, sehingga pemeriksaan hendaknya diulang 8-12 jam

setelah awitan angina. Jika awitan SKA tidak dapat ditentukan dengan jelas,

maka pemeriksaan hendaknya diulang 6-12 jam setelah pemeriksaan pertama.

Kadar CKMB yang meningkat dapat dijumpai dengan seseorang dengan

kerusakan otot skeletal dengan waktu paruh yang singkat. Mengingat waktu

paruh yang singkat, CKMB lebih terpilih untuk mendiagnosis ekstensi infark

(infark berulang) maupun infark periprosedural.

e. Tatalaksana

1. Anti Iskemia
a. Penyekat Beta (Beta blocker).

Keuntungan utama terapi penyekat beta terletak pada efeknya

terhadap reseptor beta-1 yang mengakibatkan turunnya konsumsi

oksigen miokardium. Terapi hendaknya tidak diberikan pada pasien

dengan gangguan konduksi atrioventrikler yang signifikan, asma

bronkiale, dan disfungsi akut ventrikel kiri. Pada kebanyakan kasus,

preparat oral cukup memadai dibandingkan injeksi. Penyekat beta

direkomendasikan bagi pasien UAP atau NSTEMI, terutama jika

terdapat hipertensi dan/atau takikardia, dan selama tidak terdapat

indikasi kontra (Kelas I-B). penyekat beta oral hendaknya

diberikan dalam 24 jam pertama (Kelas I-B). Penyekat beta juga

diindikasikan untuk semua pasien dengan disfungsi ventrikel kiri

selama tidak ada indikasi kontra (Kelas I-B). Pemberian penyekat

beta pada pasien dengan riwayat pengobatan penyekat beta kronis

yang datang dengan SKA tetap dilanjutkan kecuali bila termasuk

klasifikasi Kilip ≥III (Kelas I-B).

b. Nitrat.

Keuntungan terapi nitrat terletak pada efek dilatasi vena yang

mengakibatkan berkurangnya preload dan volume akhir diastolik


ventrikel kiri sehingga konsumsi oksigen miokardium berkurang.

Efek lain dari nitrat adalah dilatasi pembuluh darah koroner baik

yang normal maupun yang mengalami aterosklerosis.  Nitrat oral

atau intravena efektif menghilangkan keluhan dalam fase akut dari

episode angina (Kelas I-C).  Pasien dengan UAP/NSTEMI yang

mengalami nyeri dada berlanjut sebaiknya mendapat nitrat

sublingual setiap 5 menit sampai maksimal 3 kali pemberian,

setelah itu harus dipertimbangkan penggunaan nitrat intravena jika

tidak ada indikasi kontra (Kelas I-C). Nitrat intravena diindikasikan

pada iskemia yang persisten, gagal jantung, atau hipertensi dalam

48 jam pertama UAP/NSTEMI. Keputusan menggunakan nitrat

intravena tidak boleh menghalangi pengobatan yang terbukti

menurunkan mortalitas seperti penyekat beta atau angiotensin

converting enzymes inhibitor (ACE-I) (Kelas I-B). Nitrat tidak

diberikan pada pasien dengan tekanan darah sistolik <90 mmHg

atau >30 mmHg di bawah nilai awal, bradikardia berat (<50 kali

permenit), takikardia tanpa gejala gagal jantung, atau infark

ventrikel kanan (Kelas III-C). Nitrat tidak boleh diberikan pada

pasien yang telah mengkonsumsi inhibitor fosfodiesterase: sidenafil

dalam 24 jam, tadalafil dalam 48 jam. Waktu yang tepat untuk

terapi nitrat setelah pemberian vardenafil belum dapat ditentukan

(Kelas III-C).
c. Calcium channel blockers (CCBs).

Nifedipin dan amplodipin mempunyai efek vasodilator arteri

dengan sedikit atau tanpa efek pada SA Node atau AV Node.

Sebaliknya verapamil dan diltiazem mempunyai efek terhadap SA

Node dan AV Node yang menonjol dan sekaligus efek dilatasi

arteri. Semua CCB tersebut di atas mempunyai efek dilatasi koroner

yang seimbang. Oleh karena itu CCB, terutama golongan

dihidropiridin, merupakan obat pilihan untuk mengatasi angina

vasospastik. Studi menggunakan CCB pada UAP dan NSTEMI

umumnya memperlihatkan hasil yang seimbang dengan penyekat

beta dalam mengatasi keluhan angina. CCB dihidropiridin

direkomendasikan untuk mengurangi gejala bagi pasien yang telah

mendapatkan nitrat dan penyekat beta (Kelas I-B). CCB non-

dihidropiridin direkomendasikan untuk pasien NSTEMI dengan

indikasi kontra terhadap penyekat beta (Kelas I-B). CCB

nondihidropiridin (long-acting) dapat dipertimbangkan sebagai

pengganti terapi penyekat beta (Kelas IIb-B). CCB


direkomendasikan bagi pasien dengan angina vasospastik (Kelas I-

C). Penggunaan CCB dihidropiridin kerja cepat (immediate-release)

tidak direkomendasikan kecuali bila dikombinasi dengan penyekat

beta. (Kelas III-B).

d. Antiplatelet

Aspirin harus diberikan kepada semua pasien tanda indikasi kontra

dengan dosis loading 150-300 mg dan dosis pemeliharaan 75-100

mg setiap harinya untuk jangka panjang, tanpa memandang strategi

pengobatan yang diberikan (Kelas I-A). Penghambat reseptor ADP

perlu diberikan bersama aspirin sesegera mungkin dan

dipertahankan selama 12 bulan kecuali ada indikasi kontra seperti

risiko perdarahan berlebih (Kelas I-A). Penghambat pompa proton

(sebaiknya bukan omeprazole) diberikan bersama DAPT (dual

antiplatelet therapy - aspirin dan penghambat reseptor ADP)

direkomendasikan pada pasien dengan riwayat perdarahan saluran

cerna atau ulkus peptikum, dan perlu diberikan pada pasien dengan

beragam faktor risiko seperti infeksi H. pylori, usia ≥ 65 tahun, serta

konsumsi bersama dengan antikoagulan atau steroid (Kelas I-A).

Penghentian penghambat reseptor ADP lama atau permanen dalam

12 bulan sejak kejadian indeks tidak disarankan kecuali ada indikasi


klinis (Kelas I-C). Ticagrelor direkomendasikan untuk semua pasien

dengan risiko kejadian iskemik sedang hingga tinggi (misalnya

peningkatan troponin) dengan dosis loading 180 mg, dilanjutkan 90

mg dua kali sehari. Pemberian dilakukan tanpa memandang strategi

pengobatan awal. Pemberian ini juga dilakukan pada pasien yang

sudah mendapatkan clopidogrel (pemberian clopidogrel kemudian

dihentikan) (Kelas I-B).

Clopidogrel direkomendasikan untuk pasien yang tidak bisa

menggunakan ticagrelor. Dosis loading clopidogrel adalah 300 mg,

dilanjutkan 75 mg setiap hari (Kelas I-A). Pemberian dosis loading

clopidogrel 600 mg (atau dosis loading 300 mg diikuti dosis

tambahan 300 mg saat IKP) direkomendasikan untuk pasien yang

dijadwalkan menerima strategi invasif ketika tidak bisa

mendapatkan ticagrelor (Kelas I-B). Dosis pemeliharaan clopidogrel

yang lebih tinggi (150 mg setiap hari) perlu dipertimbangkan untuk

7 hari pertama pada pasien yang dilakukan Pada pasien yang telah

menerima pengobatan penghambat reseptor ADP yang perlu

menjalani pembedahan mayor non-emergensi (termasuk CABG),

perlu dipertimbangkan penundaan pembedahan selama 5 hari

setelah penghentian pemberian ticagrelor atau clopidogrel bila

secara klinis memungkinkan, kecuali bila terdapat risiko kejadian

iskemik yang tinggi (Kelas IIa-C). Ticagrelor atau clopidogrel perlu

dipertimbangkan untuk diberikan (atau dilanjutkan) setelah


pembedahan CABG begitu dianggap aman (Kelas IIa-B). Tidak

disarankan memberikan aspirin bersama NSAID (penghambat

COX2 selektif dan NSAID non-selektif) (Kelas III-C).

e. Penghambat Reseptor Glikoprotein IIb/IIIa

Pemilihan kombinasi agen antiplatelet oral, agen penghambat

reseptor glikoprotein IIb/IIIa dan antikoagulan dibuat berdasarkan

risiko kejadian iskemik dan perdarahan (Kelas I-C). Penggunaan

penghambat reseptor glikoprotein IIb/IIIa dapat diberikan pada

pasien IKP yang telah mendapatkan DAPT dengan risiko tinggi

(misalnya peningkatan troponin, trombus yang terlihat) apabila

risiko perdarahan rendah (Kelas I-B). Agen ini tidak disarankan

diberikan secara rutin sebelum angiografi (Kelas III-A) atau pada

pasien yang mendapatkan DAPT yang diterapi secara konservatif

(Kelas III-A).

f. Antikogulan.

Terapi antikoagulan harus ditambahkan pada terapi antiplatelet

secepat mungkin. Pemberian antikoagulan disarankan untuk semua

pasien yang mendapatkan terapi antiplatelet (Kelas I-A). Pemilihan

antikoagulan dibuat berdasarkan risiko perdarahan dan iskemia, dan


berdasarkan profil efikasi-keamanan agen tersebut. (Kelas I-C).

Fondaparinuks secara keseluruhan memiliki profil keamanan

berbanding risiko yang paling baik. Dosis yang diberikan adalah 2,5

mg setiap hari secara subkutan (Kelas I-A). Bila antikoagulan yang

diberikan awal adalah fondaparinuks, penambahan bolus UFH (85

IU/kg diadaptasi ke ACT, atau 60 IU untuk mereka yang

mendapatkan penghambat reseptor GP Iib/IIIa) perlu diberikan saat

IKP (Kelas I-B). Enoksaparin (1 mg/kg dua kali sehari) disarankan

untuk pasien dengan risiko perdarahan rendah apabila

fondaparinuks tidak tersedia (Kelas I-B). Heparin tidak terfraksi

(UFH) dengan target aPTT 50-70 detik atau heparin berat molekul

rendah (LMWH) lainnya (dengan dosis yang direkomendasikan)

diindaksikan apabila fondaparinuks atau enoksaparin tidak tersedia

(Kelas I-C). Dalam strategi yang benar-benar konservatif,

pemberian antikoagulasi perlu dilanjutkan hingga saat pasien

dipulangkan dari rumah sakit (Kelas I-A). Crossover heparin (UFH

and LMWH) tidak disarankan (Kelas III-B).

g. Kombinasi Antiplatelet dan Antikoagulan

Penggunaan warfarin bersama aspirin dan/atau clopidogrel

meningkatkan risiko perdarahan dan oleh karena itu harus dipantau


ketat (Kelas I-A). Kombinasi aspirin, clopidogrel dan antagonis

vitamin K jika terdapat indikasi dapat diberikan bersama-sama

dalam waktu sesingkat mungkin dan dipilih targen INR terendah

yang masih efektif. (Kelas IIa-C). Jika antikoagulan diberikan

bersama aspirin dan clopidogrel, terutama pada penderita tua atau

yang risiko tinggi perdarahan, target INR 2- 2,5 lebih terpilih (Kelas

IIb-B).

h. Inhibitor ACE dan Penghambat Reseptor Angiotensin

Inhibitor angiotensin converting enzyme (ACE) berguna dalam

mengurangi remodeling dan menurunkan angka kematian penderita

pascainfark-miokard yang disertai gangguan fungsi sistolik jantung,

dengan atau tanpa gagal jantung klinis. Penggunaannya terbatas

pada pasien dengan karakteristik tersebut, walaupun pada penderita

dengan faktor risiko PJK atau yang telah terbukti menderita PJK,

beberapa penelitian memperkirakan adanya efek antiaterogenik.

Inhibitor ACE diindikasikan penggunaannya untuk jangka panjang,

kecuali ada indikasi kontra, pada pasien dengan fraksi ejeksi

ventrikel kiri ≤40% dan pasien dengan diabetes mellitus, hipertensi,

atau penyakit ginjal kronik (PGK) (Kelas I-A). Inhibitor ACE

hendaknya dipertimbangkan pada semua penderita selain seperti di

atas (Kelas IIa-B). Pilih jenis dan dosis inhibitor ACE yang telah

direkomendasikan berdasarkan penelitian yang ada (Kelas IIa-C).

Penghambat reseptor angiotensin diindikasikan bagi pasien infark


mikoard yang intoleran terhadap inhibitor ACE dan mempunyai

fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤40%, dengan atau tanpa gejala klinis

gagal jantung (Kelas I-B).

i. Statin

Tanpa melihat nilai awal kolesterol LDL dan tanpa

mempertimbangkan modifikasi diet, inhibitor

hydroxymethylglutary-coenzyme A reductase (statin) harus

diberikan pada semua penderita UAP/NSTEMI, termasuk mereka

yang telah menjalani terapi revaskularisasi, jika tidak terdapat

indikasi kontra (Kelas I-A). Terapi statin dosis tinggi hendaknya

dimulai sebelum pasien keluar rumah sakit, dengan sasaran terapi

untuk mencapai kadar kolesterol LDL <100 mg/ dL (Kelas I-A).

Menurunkan kadar kolesterol LDL sampai <70 mg/dL mungkin

untuk dicapai.

Algoritma Tatalaksana(11)
TATALAKSANA AWAL

1. Tirah baring (Kelas I-C)

2. Suplemen oksigen harus diberikan segera bagi mereka dengan saturasi O2

arteri <95% atau yang mengalami distres respirasi (Kelas I-C)

3. Suplemen oksigen dapat diberikan pada semua pasien SKA dalam 6 jam

pertama, tanpa mempertimbangkan saturasi O2 arteri (Kelas IIa-C)

4. Aspirin 160-320 mg diberikan segera pada semua pasien yang tidak

diketahui intoleransinya terhadap aspirin (Kelas I-A). Aspirin tidak


bersalut lebih terpilih mengingat absorpsi sublingual (di bawah lidah) yang

lebih cepat (Kelas I-C)

5. Penghambat reseptor ADP (adenosine diphosphate)

6. Nitrogliserin (NTG) spray/tablet sublingual bagi pasien dengan nyeri dada

yang masih berlangsung saat tiba di ruang gawat darurat (Kelas I-C). jika

nyeri dada tidak hilang dengan satu kali pemberian, dapat diulang setiap

lima menit sampai maksimal tiga kali. Nitrogliserin intravena diberikan

pada pasien yang tidak responsif dengan terapi tiga dosis NTG sublingual

(kelas I-C). dalam keadaan tidak tersedia NTG, isosorbid dinitrat (ISDN)

dapat dipakai sebagai pengganti

7. Morfin sulfat 1-5 mg intravena, dapat diulang setiap 10-30 menit, bagi

pasien yang tidak responsif dengan terapi tiga dosis NTG sublingual (kelas

IIa-B)

PERTANDA PENINGKATAN RESIKO(11)

1. Pertanda klinis. Selain dari berbagai pertanda klinis yang umum seperti

usia lanjut, adanya diabetes, gagal ginjal dan penyakit komorbid lain,

prognosis pasien dapat diperkirakan melalui presentasi klinis ketika pasien

tiba. Adanya gejala saat istirahat memberikan prognosis yang buruk.

Selain itu, nyeri yang berkelanjutan atau sering serta adanya takikardia,

hipotensi dan gagal jantung juga merupakan pertanda peningkatan risiko

dan memerlukan diagnosis dan penanganan segera.


2. Pertanda EKG. Hasil EKG awal dapat memperkirakan risiko awal. Pasien

dengan EKG yang normal saat tiba di RS memiliki prognosis yang lebih

baik dibandingkan mereka dengan inversi gelombang T. Selain itu, adanya

depresi segmen ST saat tiba, inversi gelombang T yang dalam di sadapan

anterior, depresi segmen ST ≥0,1 mV atau ≥0,05 mV di dua atau lebih

sadapan yang bersebelahan, dan elevasi segmen ST ≥0,1 mV di sadapan

aVR memberikan prognosis yang lebih buruk


BAB 4

KESIMPULAN

Telah dilaporkan sebuah kasus unstable angina pectoris pada

seorang pria usia 75 tahun. Pasien ini didiagnosa unstable angina pectoris

(UAP) berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

penunjang. Pasien ini dirawat dan diterapi selama 4 hari. Pasien

dipulangkan dalam keadaan membaik. Selama perawatan di rumah sakit

pasien mendapatkan perawatan yang sesuai indikasi.


DAFTAR PUSTAKA

1. Kementerian Kesehatan RI. RISET KESEHATAN DASAR. Jakarta:

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan; 2013.

2. Juzar DA, Danny SS, Irmalita, Tobing DP, Firdaus I, Widyantoro B, et al.

Pedoman Tata Laksana Sindrom Koroner Akut [Internet]. 4th ed.

Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia; 2018. Available

from: http://www.inaheart.org/upload/image/Buku-ACS-2018.pdf

3. Singh A, Museedi AS GS. Acute Coronary Syndrome [Internet]. NCBI;

2020. 1-9 p. Available from:

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK459157/

4. Nichols M, Townsend N, Scarborough P, Rayner M. Cardiovascular

disease in Europe 2014 : epidemiological update. Eur Heart J.

2014;35:2950–9.

5. Kementerian Kesehatan RI. RISET KESEHATAN DASAR. 2018.

6. Shrivastava AK, Singh HV, Raizada A, Singh SK. Egyptian Society of

Cardiology C-reactive protein , inflammation and coronary heart disease.

Egypt Hear J [Internet]. 2015;67(2):89–97. Available from:

http://dx.doi.org/10.1016/j.ehj.2014.11.005

7. Vedanthan R, Seligman B, Fuster V. Global Perspective on Acute

Coronary Syndrome. Am Hear Assoc J. 2014;1959–75.


8. Guyton, A. C. Dan hall, J. E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Ed 11.

Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

9. Pausen, f dan Waschke, J. 2013. Sobota jilid 2. (Ed 23). Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC.

10. O’Gara PT, Kushner FG, Ascheim DD, Casey DE, Chung MK, de Lemos JA,

et al. 2013 ACCF/AHA guideline for the management of ST-elevation

myocardial infarction. 2013.

11. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Pedoman

Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. Edisi Ketiga. 2015

12. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Panduan Praktik

Klinis & Clinical Pathway Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah. Edisi

Pertama. 2016.

Anda mungkin juga menyukai