Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN HALUSINASI PENDENGARAN

Disusun oleh :

Nama : Lasmita ismiana

Nim : 0432950118054

Prodi D3 Keperawatan

Stikes Bani Saleh

Tahun 2020/2021

Jl. R.a. Kartini no.66, Margahayu, Bekasi Timur, Margahayu Kota Bekasi, Jawa barat
I. Kasus
Tn. A berusia 25 tahun di rawat di Rsj duren sawit Ruang mawar dengan diagnosa
gangguang halusinasi pendengaran.
DO : - klien tampak seperti sedang berbicara atau menjawab pertanyaan.
- Klien tampak seperti sedang mendengarkan sesuatu
- Merilik mata seperti mencari orag yang berbicara

DS : - Klien mengatakan mendengar seseorag berbicara kepadanya

A. Masalah utama

Gangguan halusinasi pendengaran

B. Pengertian halusinasi pendengaran

Persepsi adalah proses akhir dari pengamatan oleh proses pengindraan


(Sunaryo, 2004). Sensori adalah mekanisme neurologis yang terlibat dalam
pengindraan (Sunaryo, 2004). Gangguan persepsi sensori diantaranya adalah
halusinasi. Halusinasi diantaranya merasakan sensasi berupa suara, penglihatan,
pengecapan, perabaan atau penghiduan tanpa stimulus nyata (Keliat, 2011).
Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan
rangsangan internal (pikiran ) dan rangsangan ekternal (dunia luar). Klien memberi
persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa objek atau rangsangan yang nyata.
Sebagai contoh klien mendengarkan suara padahal tidak ada orang yang berbicara
( Kusumawati & Hartono 2010).
Halusinasi pendengaran atau akustik adalah kesalahan dalam
mempersepsikan suara yang di dengar klien. Suara bisa menyenangkan, ancaman,
membunuh dan merusak (Yosep, 2007).
Berdasarkan pengertian halusinasi pendengaran diatas penulis menyimpulkan
bahwa halusinasi pendengaran adalah kesalahan mempersepsikan rangsangan yang
diterima oleh klien melalui indra pendengarannya yang sebenarnya rangsangan
tersebut tidak ada, tidak nyata dan tidak dapat dibuktikan.
C. Jenis – jenis halusinasi
Jenis – jenis halusinasi menurut Stuart 2007 antara lain :
1. Halusinsi pendengaran
Karakteristik ditandai dengan suara, terutama suara –suara orang,biasanya klien
mendengar suara orang sedang berbicara apa yang sedang dipikirkan dan
memerintahkan untuk melakukan sesuatu.
2. Halusinasi penglihatan

Karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran


cahaya, gambaran geometrik, gambaran kartun dan/atau panorama yang luas dan
kompleks. Penglihatan bisa menyenangkan atau menakutkan.
3. Halusinasi penghidung
Karakteristik di tandai dengan adanya bau busuk,amis dan bau yang menjijikan
seperti darah urine atau feses. Kadang–kadang bau harum. Biasanya
berhubungan dengan stroke tumor kejang dan dementia.
4. Halusinasi peraba
Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa
stimulus yang terlihat contoh merasa sensasi listrik datang dari tanah, benda mati
atau orang lain.
5. Halusinasi pengecap
Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk,amis dan
menjijikan,merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
6. Halusinasi kenestetik
Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah
mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan
urine.

D. Rentang respon neurobiologis


Respon Adaptif Respon Maladaptif
Pikiran logis Proses pikir kadang terganggu Gangguan proses pikir Waham
Persepsi akurat Ilusi Halusinasi
Emosi konsisiten Emosi berlebihan/kurang Kerusakan proses emosi
Perilaku sesuai Perilaku tidak terorganisir Perilaku tidak sesuai
Hub sosial harmonis Isolasi sosial

II. Data yang perlu dikaji


A. Data obyektif
Apakah klien terdapat tanda dan gejala seperti dibawah ini
1. Merilikan mata ke kiri atau kanan seperti sedang mencari siapa atau
apa yang berbicara
2. Mendengarkan dengan penuh perhatian pada orang lain yang tidak
sedang berbicara
3. Menggerak-gerakan mulut seperti sedang berbicara atau sedang
menjawab suara
4. Tidur kurang atau terganggu
5. Penampilan diri kurang
6. Keberanian kurang
7. Bicara tidak jelas
8. Merasa malu
9. Mudah panik
10. Duduk menyendiri
11. Tampak melamun
12. Tidak peduli lingkungan
13. Menghindar dari orang lain
14. Adanya peningkatan aktifitas motorik
15. Perilaku aktif ataupun destruktif
B. Data Subyektif
Pasien mengatakan sering mendengar suara-suara tanpa wujud yang tampa
III. Proses terjadinya masalah
Proses terjadinya halusinasi dijelaskan dengan menggunakan konsep stress
adaptasi Stuart yang meliputi stressor dari faktor predisposisi dan presipitasi.
a. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi halusinasi terdiri dari :
1) Faktor Biologis :
Adanya riwayat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa (herediter),
riwayat penyakit atau trauma kepala, dan riwayat penggunaan narkotika,
psikotropika dan zat adiktif lain (NAPZA).
2) Faktor Psikologis
Memiliki riwayat kegagalan yang berulang. Menjadi korban, pelaku maupun
saksi dariperilaku kekerasan serta kurangnya kasih sayang dari orang-orang
disekitar atau overprotektif.
3) Sosiobudaya dan lingkungan
Sebahagian besar pasien halusinasi berasal dari keluarga dengan sosial ekonomi
rendah, selain itu pasien memiliki riwayat penolakan dari lingkungan pada usia
perkembangan anak, pasien halusinasi seringkali memiliki tingkat pendidikan
yang rendah serta pernahmmengalami kegagalan dalam hubungan sosial
(perceraian, hidup sendiri), serta tidak bekerja. kebutuhannya dan mengabaikan
hubungan sosialisasi dengan lingkungan sekitarnya.
b. Faktor Presipitasi
Stressor presipitasi pasien gangguan persepsi sensori halusinasi ditemukan adanya
riwayat penyakit infeksi, penyakit kronis atau kelainan struktur otak, adanya riwayat
kekerasan dalam keluarga, atau adanya kegagalan-kegagalan dalam hidup,
kemiskinan, adanya aturan atau tuntutan dikeluarga atau masyarakat yang sering
tidak sesuai dengan pasien serta konflik antar masyarakat.

Fase – Fase halusinasi


Halusinasi berkembang melalui empat fase menurut Stuart (2007),yaitu sebagai
berikut :
1. Fase Pertama
Disebut juga dengan fase comforting yaitu fase menyenangkan .
Pada tahap ini masuk dalam golongan nonpsikotik .
Karakteristik dari fase ini adalah klien mengalami stress, cemas ,
perasaan perpisahan, atau bersalah, kesepian yang memuncak dan dapat
di selesaikan. Klien mulai melamun dan memikirkan hal-hal yang
menyenangkan , cara ini menolong sementara.
Perilaku klien meliputi tersenyum atau tertawa tidak sesuai,
menggerakan bibir tanpa suara, penggerak mata cepat, respon verbal yang
lambat jika sedang asik dengan halusinasinya dan suka menyendiri.

2. Fase ke dua
Disebut dengan fase condemming yaitu halusinasi menjadi
menjijikan.Termasuk dalam psikotik ringan.

Karakteristik dari fase ini pengalaman sensori yang menjijikan dan


menakutkan kecemasan meningkat, melamun dan berfikir sendiri
jadi dominan. Mulai ada bisikan yang tidak jelas, klien tidak ingin
orang lain tahu dan dapat mengontrolnya.

3. Fase ke tiga
Adalah fase controlling yaitu pengalaman sensori menjadi
kuasa.Termasuk dalam gangguan psikotik.
Karakteristik difase ini bisikan, suara, isi halusinasi semakin
menonjol, menguasai dan mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa
dan tidak berdaya terhadap halusinasinya .
Perilaku klien difase ini kemampuan dikendalikan
halusinasinya,rentang perhatian lainya beberapa menit dan detik.
Tanda-tanda fisik berup klien berkeringat, tremor, dan tidak mampu
memantau perintah.
4. Fase ke empat
Adalah fase conquering atau panik yaitu klien kabur dengan
halusinasinya. Termasuk dalam psikotik berat.
Karakteristik difase ini halusinasi berubah menjadi
mengancam,memerintah dan memarahi klien. Klien menjadi takut,
tidak berdaya, hilang control, dan tidak dapat berhubungan secara
nyata dengan orang lain dilingkungan.Perilaku klien difase ini
adalah perilaku teror akibat panik, potensi bunuh diri, perilaku
kekerasan, agitasi, menarik diri, atau katatonik, tidak

IV. Pohon masalah dan prioritas diagnosa keperawatan

Pohon Masalah

Risiko perilaku kekerasan.......................................Effect


Gangguan Sensori Persepsi Hauisinasi Pendengaran …Core problem

Isolasi sosial..............................................Causa

Gangguan konsep diri : Harga diri rendah

Gambar II.2 Pohon masalah Keliat (2005).

 Diagnosa Keperawatan :
1. Gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran.(dx utama)
2. Risiko perilaku kekerasan : mecederai diri sendiri (dx Penyerta)

V. Rencana tindakan keperawatan


 Gangguan halusinasi pendengaran
Tum : Klien dapat mengontrol atau mencegah perilaku kekerasan baik secara
fisik,sosial, verbal,spiritual.
Tuk :
1. Bina hubungan saling percaya.
2. Klien dapat mengidentifikasikan perilaku kekerasan.
3. Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan
4. Klien dapat mengidentifikasikan perilaku kekerasan yang dapat di
lakukan.
5. Klien dapat mengontrol perilaku kekerasan.
Intervensi :
1) Bina hubungan saling percaya dengan menerapkan. Komunikasi terapeutik.
2) Bantu klien mengungkapkan perasaan.
3) Bantu klien untuk mengungkapkan tanda perilaku kekerasan.
4) Diskusikan dengan klien keuntungan dan kerugian perilaku kekerasan.
5) Diskusikan bersama klien cara mengontrol perilaku kekerasan.
6) Anjurkan klien mempraktekan latian.

 Resiko perilaku mencederai diri


 Tum : Klien dapat mengontrol atau mencegah perilaku kekerasan
baik secara fisik,sosial, verbal,spiritual.
 Tuk :
 Bina hubungan saling percaya.
 Klien dapat mengidentifikasikan perilaku kekerasan.
 Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.
 Klien dapat mengidentifikasikan perilaku kekerasan yang dapat
di lakukan.
 Klien dapat mengontrol perilaku kekerasan.

 Intervensi
 Bina hubungan saling percaya dengan menerapkan. Komunikasi
terapeutik.
 Bantu klien mengungkapkan perasaan.
 Bantu klien untuk mengungkapkan tanda perilaku kekerasan.
 Diskusikan dengan klien keuntungan dan kerugian perilaku
kekerasan.
 Diskusikan bersama klien cara mengontrol perilaku kekerasan.
 Anjurkan klien mempraktekan latian.

VI. REFERENSI
Keliat, Budi Anna dll. (1998). Proses Keperawatan Kesehatan jiwa
Stuart dan Sundeen (1995). Buku Saku Keperawatan Jiwa.Edisi 3. EGC:
Jakarta
Iyus Yosep (2007) Keperawatan Jiwa Edisi 4
Sunaryo. Psikologi untuk Keperawatan. Jakarta : EGC.2004.
Modul Keperawatan jiwa komprehensif : kemenkes ri

Anda mungkin juga menyukai