Drawning
Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mengikuti Kepanitraan Klinik Forensik Di
RSUD Dr. R.M Djoelham Kota Binjai
Oleh
Pembimbing :
Kata Pengantar.................................................................................................................................i
Daftar Isi..........................................................................................................................................1
BAB I Pendahuluan.........................................................................................................................2
BAB II Pembahasan........................................................................................................................3
2.1 Definisi.........................................................................................................................3
2.2 Penyebab......................................................................................................................3
2.5 Klasifikasi....................................................................................................................5
2.6 Patofisiologi.................................................................................................................6
2.7 Tatalaksana..................................................................................................................11
2.8 Komplikasi..................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................20
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI
2.2 PENYEBAB
Near drowning terjadi ketika korban tidak dapat bernafas dalam air dalam periode
waktu tertentu. Selama tenggelam, intake oksigen akan mengalami penurunan dan
sistem utama tubuh dapat berhenti akibat kekurangan oksigen. Dalam beberapa kasus
terutama yang terjadi pada anak, hal ini dapat terjadi dalam hitungan detik sedangkan
pada dewasa terjadi lebih lama. Sangat penting untuk diingat bahwa selalu ada
kemungkinan untuk menyelamatkan seseorang yang tenggelam walaupun dalam
waktu cukup lama.
3
2.3 MANIFESTASI KLINIS
4
2.4 FAKTOR RESIKO
2.5 KLASIFIKASI
Beberapa klasifikasi tenggelam adalah sebagai berikut :
a. Berdasarkan Kondisi Paru-Paru Korban
1) Typical Drawning, keadaan dimana cairan masuk ke dalam saluran pernapasan
korban saat korban tenggelam.
2) Atypical Drawning
a) Dry Drowning, keadaan dimana hanya sedikit bahkan tidak ada cairan
yang masuk ke dalam saluran pernapasan.
b) Immersion Syndrom, terjadi terutama pada anak-anak yang tiba-tiba
terjun ke dalam air dingin ( suhu < 20°C ) yang menyebabkan terpicunya
reflex vagal yang menyebabkan apneu, bradikardia, dan vasokonstriksi
dari pembuluh darah kapiler dan menyebabkan terhentinya aliran darah
koroner dan sirkulasi serebaral.
c) Submersion of the Unconscious, sering terjadi pada korban yang
menderita epilepsy atau penyakit jantung khususnya coronary atheroma,
hipertensi atau peminum yang mengalami trauma kepala saat masuk ke
air.
d) Delayed Dead, keadaan dimana seorang korban masih hidup setelah
lebih dari 24 jam setelah diselamatkan dari suatu episode tenggelam.
5
b. Berdasarkan Kondisi Kejadian
1) Tenggelam (Drowning)
Suatu keadaan dimana penderita akan meneguk air dalam jumlah yang
banyak sehingga air masuk ke dalam saluran pernapasan dan saluran nafas atas
tepatnya bagian apiglotis akan mengalami spasme yang mengakibatkan saluran
nafas menjadi tertutup serta hanya dapat dilalui oleh udara yang sangat sedikit.
2) Hampir Tenggelam (Near Drowning)
Suatu keadaan dimana penderita masih bernafas dan membatukkan air keluar.
c. Berdasarkan jenis air
1) Air tawar, seperti air sungai, danau, kolam renang
2) Air laut
2.6 PATOFISIOLOGI
Anak yang terbenam dengan spontan akan berusaha menyelamatkan diri secara
panik disertai berhentinya pernapasan (breath holding). 10 sampai 12% korban
tenggelam dapat langsung meninggal, dikenal sebagai dry drowing karena tidak
dijumpai aspirasi air di dalam paru. Mereka meninggal akibat asfiksia waktu
tenggelam yang disebabkan spasme laring. Spasme laring tersebut akan diikuti
asfiksia and penurunan kesadaran serta secara pasif air masuk ke jalan napas dan
paru. Akibatnya, terjadilah henti jantung dan kematian yang disertai aspirasi cairan
dan dikenal sebagai wet drowning. Kasus seperti ini lebih banyak terjadi, yakni 80
sampai 90%. Perubahan patofisiologi yang diakibatkan oleh tenggelam, tergantung
pada jumlah dan sifat cairan yang terhisap serta lamanya hipoksemia terjadi. Setiap
jaringan pada tubuh mempunyai respons yang berbeda-beda terhadap hipoksemia
dan kepekaan jaringan otak merupakan organ yang dominan mengalami disfungsi
sistem organ pada tubuh terhadap hipoksia.
Terhadap air laut atau air tawar akan mengurangi perkembangan paru, karena air
laut bersifat hipertonik sehingga cairan akan bergeser dari plasma ke alveoli. Tetapi,
alveoli yang dipenuhi cairan masih bisa menjalankan fungsi perfusinya sehingga
6
menyebabkan shunt intra pulmonary yang luas. Sedangkan air tawar bersifat
hipotonik sehingga dengan cepat diserap ke dalam sirkulasi dan segera
didistribusikan. Air tawar juga bisa mengubah tekanan permukaan surfaktan paru
sehingga ventilasi alveoli menjadi buruk sementara perfusi tetap berjalan. Ini
menyebabkan shunt intrapulmonary dan meningkatkan hipoksia. Di samping itu,
aspirasi air tawar atau air laut juga menyebabkan oedem paru yang berpengaruh
terhadap atelektasis, bronchospasme, dan infeksi paru..
Hipoksia dan iskemia selama tenggelam akan terus berlanjut sampai ventilasi,
oksigenasi, dan perfusi diperbaiki. Sedangkan iskemia yang berlangsung lama bisa
menimbulkan trauma sekunder meskipun telah dilakukan resusitasi jantung paru
yang adekuat. Dedem cerebri yang difus sering terjadi akibat trauma sitotoksik yang
disebabkan oleh anoksia dan iskemia susunan syaraf pusat yang menyeluruh.
Kesadaran yang hilang bervariasi waktunya, biasanya setelah 2 sampai 3 menit
terjadi apnoe dan hipoksia. Kerusakan otak yang irreversible mulai terjadi setelah 4
sampai 10 menit anoksia. Ini memberikan gambaran bahwa hipoksia mulai terjadi
dalam beberapa detik setelah orang tenggelam, diikuti oleh berhentinya perfusi
dalam 2 sampai 6 menit. Otak dalam suhu normal tidak akan kembali berfungsi
setelah 8 sampai 10 menit anoksia walaupun telah dilakukan tindakan resusitasi.
7
Anoksia dan iskemia serebri yang berat akan mengurangi aktivitas metabolik akibat
peninggian tekanan intrakranial serta perfusi serebri yang memburuk. Ini dipercayai
menjadi trauma susunan saraf pusat sekunder.
Hipotonik Hipertonik
Hipervolemik Hipovolemik
Hemodilusi Hemokonsentrasi
Air tawar akan dengan cepat diserap dalam jumlah besar sehingga terjadi
hemodilusi yang hebat sampai 72 persen yang berakibat terjadinya hemolysis,
oleh karena terjadi perubahan biokimiawi yang serius, dimana Kalium dalam
plasma meningkat dan Natrium berkurang, juga terjadi anoksia yang hebat pada
myocardium. Hemodilusi menyebabkan cairan dalam pembuluh darah atau
sirkulasi menjadi berlebihan, terjadi penurunan tekanan systole, dan dalam waktu
beberapa menit terjadi fibrilasi ventrike. Jantung untuk beberapa saat masih
berdenyut dengan lemah, terjadi anoksia cerebri yang hebat, hal ini yang
menerangkan mengapa kematian terjadi cepat.
Mati mendadak segera setelah seseorang masuk ke dalam air yang dingin,
sering disinggung, walaupun tanpa penyebab langsung, oleh karena spasme laring
atau vagal refleks yang menyebabkan cardiac arrest. Keadaan tersebut, yaitu yang
mendadak tadi, hanya dapat dijelaskan oleh karena terjadinya fibrilasi ventrikel
pada koeban, dan dapat dibuktikan bahwa pada orang yang masuk ke air yang
dingin atau tersiram air yang dingin dapat menimbulkan ventricular ectopic beat.
2.7 TATALAKSANA
11
Resusitasi awal di rumah sakit ataupun di luar rumah sakit korban tenggelam
harus difokuskan kepada menjamin oksigenasi, ventilasi, sirkulasi yang adekuat,
tekanan gasa darah arteri, keadaan asam basa, serta saluran napas harus bebas dari
bahan muntah dan benda asing yang dapat mengakibatkan abstruksi dan aspirasi.
Penekanan perut tidak boleh dilakukan secara rutin untuk mengeluarkan cairan di
paru apabila tidak terbukti efektif karena bisa meningkatkan risiko regurgitasi,
aspirasi, dan kehilangan kontrol akan memperberat trauma spinal. Kecepatan dan
efektivitas dalam melaksanakan resusitasi ini sangat menentukan kelangsungan
hidup neuron-neuron korteks, khususnya pada pasien-pasien yang sangat kritis.
Transfer oksigen yang tidak efektif akibat fungsi paru yang memburuk bisa
mengakibatkan hipoksia yang lebih berat dan berlanjut karena kerusakan organ
yang multipel.
Otak adalah organ yang dituju dalam pengobatan. Pencegahan trauma otak
pada korban dilakukan dengan mengangkat korban dari air secepatnya dan
resusitasi jantung paru dasar harus dilakukan. Ini perlu segera dilakukan karena
hipoksia dengan cepat berkembang dalam beberapa detik ke keadaan apnoe. Oleh
karena itu, apabila tidak mungkin mengangkat korban dari air, secepatnya
ventilasi mulut ke mulut harus dilakukan segera setelah penolong menarik korban.
Kemudian harus segera diberikan oksigen inspirsi yang tinggi. Dukungan oksigen
harus diberikan tanpa memandang keadaan pasien. Apabila korban dicurigai
mengalami trauma leher maka harus dibuat posisi netral dan melindunginya
dengan gips cervical (cervical colar).
Adapun bentuk bantuan hidup dasar yang bisa diberikan dibagi menjadi
dua jenis, yaitu untuk korban sadar dan korban tidak sadar
A. Korban Sadar
14
6. Jika Korban dalam keadaan tidak tenang dan terus berusaha
menggapai atau memegang penolong, maka segera lumpuhkan korban.
Hal ini dilakukan untuk mempermudah evakuasi, kemudian lakukan
tindakan seperti no 5 dan kemudian no. 3 di atas.
15
4. Ketika respon ada dan korban mulai sadar, maka segera lakukan
pemeriksaan fisik lainnya untuk mengetahui apakah ada cedera lain yang
dapat membahayakan nyawa korban. Jika tidak ada cedera dan korban
kemudian sadar, berikan pertolongan sesuai dengan yang diperlukan
korban, atau bisa juga dengan mengevakuasi korban ke fasilitas kesehatan
terdekat untuk pemeriksaan secara medis.
5. Jika tidak ada respon dan tidak ada nafas, segera buka jalan nafas dengan
cara ini, periksa jalan nafas dengan cara look, listen, feel selama 3-5 detik.
Jika tidak ada nafas maka segera berikan bantuan pernafasan (bantuan
hidup dasar) dengan cara ini lalu periksa nadi karotis. Apabila nadi ada,
maka berikan bantuan nafas buatan sesuai dengan kelompok umur korban
hingga adanya nafas spontan dari korban (biasanya nafas spontan ini
disertai dengan keluarnya air yang mungkin menyumbat saluran
pernafasan korban ketika tenggelam), lalu posisikan korban dengan posisi
pemulihan. Terus awasi jalan nafas korban sambil penolong berupaya
untuk menyadarkan seperti tindakan no. 4 di atas atau mencari bantuan
lain untuk segera mengevakuasi korban.
6. Ketika tindakan no.5 tidak berhasil (tidak ada respon, tidak nafas dan tidak
ada nadi), maka segera lakukan Resusitasi Jantung Paru, dengan cara
seperti ini.
16
air tawar, karena perbedaan dari sifat masing-masing jenis air tersebut. Air
laut mempunyai sifat hipertonik sehingga menarik cairan dari ekstrasel ke
intrasel, dan terjadilah hemokonsentrasi, maka dapat diberikan jenis cairan
koloid. Sedangkan yang terjadi pada air tawar adalah sebaliknya yaitu
hemodilusi, sehingga harus diberi cairan yang bersifat hipotonis seperti
NaCl 0,45%
2.8 KOMPLIKASI
Komplikasi yang terjadi adalah akibat dari keadaan hipoksia, aspirasi air
ke dalam paru dan infeksi yang terjadi setelahnya.
BAB III
KESIMPULAN
18
DAFTAR PUSTAKA
19