Anda di halaman 1dari 9

JURNAL KOMPLIKASI ANESTESI

VOLUME 4 NOMOR 2, MARET 2017

LAPORAN KASUS

PENATALAKSANAAN GUILLAIN-BARRE SYNDROME DI ICU

Sudadi, Sri Rahardjo, Adi Hidayat*


Konsultan Anestesiologi dan Terapi Intensif FK UGM / RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
*Peserta PPDS I Anestesiologi dan Terapi Intensif FK UGM / RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

ABSTRAK
Telah dilakukan perawatan terhadap pasien perempuan usia 43 tahun dengan Guillain-Barre Syndrome (GBS).
Selama di ICU pasien mengalami distress respirasi sehingga dilakukan intubasi pada hari kedua. Pasien juga
mengalami komplikasi pneumonia. Perawatan yang dilakukan berupa monitoring pernafasan, monitoring
hemodinamik dan plasmapharesis. Terapi plasmapharesis dilakukan dua kali di ICU. Setelah hari ke enam,
pasien dilakukan ekstubasi Selama perawatan di ICU kondisi pasien cenderung membaik dan kembali ke
bangsal setelah perawatan hari ke sepuluh.

Kata kunci : Gullain-Barre Syndrom, Plasmapharesis, ICU

ABSTRACT
Therapy done to a female patient, 43 years of age with Guillain Barre Syndrome (GBS). During her stay in
ICU, patient had respiratory distress and had to be intubated on the second day. Patient also had pneumonia.
Breathing rate and hemodynamic was measured. Plasmaphoresis was also done twice in ICU. Extubation
was made on the sixth day. Patient was recovering well during her stay in ICU and was transferred to the
patient’s ward on the tenth day.

Keywords : Gullain-Barre Syndrome, Plasmaphoresis, ICU

A. PENDAHULUAN sempurna dalam beberapa bulan. Pada tahun 1859,


Sindrom Guillain Barre merupakan polineuropati Landry melaporkan paralisis ascenden akut pada
demielinisasi akut dengan berbagai macam jenis 10 pasien, 2 diantaranya meninggal dunia. Guillain
yaitu: GBS motor-sensoris, GBS motor murni, Barred dan Strohl pada tahun 1916 melaporkan 2
Miller Fisher, bulbar, GBS aksonal primer. Insidensi kasus kelemahan motorik, parestesia dan nyeri otot
GBS 1-2 per 100.000 orang dewasa.GBS sering yang berhubungan dengan peningkatan protein di
dicetuskan oleh penyakit infeksi termasuk infeksi cairan serebrospinal. Sindroma yang teridentifikasi
Campylobacter jejuni, cytomegalovirus, virus herpes ini dinamakan Guillain-Barre Syndrome, yaitu
simpleks dan infeksi saluran nafas atas. Proses ini gangguan fungsi saraf perifer yang dimediasi
termasuk aktivasi komplemen yang mencetuskan imunologis 12 .
destruksi myelin di sistem saraf perifer 3. Manajemen GBS meliputi perawatan suportif
dari komplikasi yang menyertai, terutama gagal
B. SEJARAH nafas dan disfungsi otonom. Pasien dapat diterapi
Pada tahun 1834, James Wardrop melaporkan dengan plasmaparesis atau immunoglobulin
kasus gangguan sensoris dan kelemahan ascenden intravena. Monitoring tekanan darah, status cairan,
pada laki-laki berusia 35 tahun, yang menyebabkan dan irama jantung merupakan hal yang esensial
quadriparesis komplit dalam 10 hari dan pemulihan karena potensial terjadi disfungsi otonom 3.

35
RPD : Riwayat febris (+), riwayat trauma (-)
Jurnal Komplikasi Anestesi ~ Volume 4 Nomor 2, Maret 2017
PEMERIKSAAN FISIK
RPD : Riwayat febris (+), riwayat trauma (-)
LAPORAN KASUS Thorax KU lemah, CM
: Gerakan dada simetris,
Dilaporkan pasien perempuan
PEMERIKSAAN berusia
FISIK 43 th Tanda vitalketinggalan
: TD 100/70, N gerak90x/mnt, RR 20x/mnt,
(-), retraksi (-) t 37,3° C
KU lemah, CM
dengan pekerjaan sebagai dokter umum di RSUD Kepala : Konjunctiva anemis (-), Sklera(-)
ikterik (-), pupil isokor ø 3mm/3mm, RC +
Cor :S1-2 reguler, bising
RK +/+, Meningeal Sign (-), Kaku kuduk (-)
Purworejo dengan alamat kutuarjo, purworejo, jawa
Tanda vital : TD 100/70, N 90x/mnt, RR 20x/mnt, t 37,3° C
Pulmo :vesikuler +/+, rhonki -/-,
Thorax : Gerakan dada simetris, ketinggalan gerak (-), retraksi (-)
tengah. Kepala : Konjunctiva anemis (-), Sklera ikterik (-), pupil isokor ø 3mm/3mm, RC +/+,
wheezing -/-:S1-2 reguler, bising (-)
RK +/+, Meningeal Sign (-), Kaku kuduk (-) Cor
Thorax Abdomen
: Gerakan dada simetris, ketinggalan : retraksi
gerak (-), Supel, (-) peristaltik
Pulmo
(+) normal
:vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Anamnesis Hati/Limpa tak(+) teraba
Cor :S1-2 reguler, bising Abdomen
(-) : Supel, peristaltik normal
Keluhan utama : Pulmo Akral
:vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/- hangat, perfusi kuat, nadi
Hati/Limpa tak teraba
kelemahan empat anggotaAbdomengerak : Supel, peristaltik (+) normal
Extrimitas kuat : Akralangkat, oedem
hangat, perfusi kuat,(-)
nadi kuat angkat, oedem (-)
Hati/Limpa tak teraba Extrimitas : G T/T K 3/4/4 / 4/4/3 Rf +1/+1 Rp - / - Cl -/-
Riwayat penyakit sekarangExtrimitas
: : Akral hangat, perfusi kuat, nadi kuat
  angkat,
  oedem (-)
   T/T 3/4/4 / 4/4/3 +1/+1 -/-
Satu minggu sebelum masuk RS pasien G T/T demam, K 3/4/4 / 4/4/3 Rf +1/+1 Rp
PEMERIKSAAN PENUNJANG - / - Cl -/-
diare, batuk berdahak, pilek  dan radang
  tenggorokan
   T/T 3/4/4 / 4/4/3 +1/+1
Laboratorium -/-
kemudian pasien minum obat Ciprofloxacin,
PEMERIKSAAN Intunal
PENUNJANG AL :8,8 SGOT : 27 FiO2 : 0,3
F, Neurodex Laboratorium AE : 4,99 SGPT : 23 PH : 7,403
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Dua hari sebelum masuk ALRS keluhan :8,8 demam SGOT : 27 HbFiO2 : 0,3 :13,9 Cl :101 PCO2 : 24,6
Laboratorium
membaik, masih batuk berdahak,
AE kedua
: 4,99 telapak SGPT : 23 HctPH : 7,403
:40,1% Na :136 PO2 : 124,3
AL :8,8 SGOT : 27 FiO2 : 0,3
kaki kesemutan. Pasien masih Hb bisa :13,9
mengendarai Cl :101 AT PCO2 : 24,6:284 K : 3,6 SO2 : 97,6
AE : 4,99 SGPT : 23 PH : 7,403
sepeda motor dan bekerjaHct seperti biasa. :40,1% Na :136 PO2 : 124,3
Hb :13,9 Cl :101 PCO2 : 24,6
Satu hari sebelum masukATRS, pasien :284 mengeluh K : 3,6 SO2 : 97,6
Hct :40,1% Na :136 4PO2 : 124,3
kesemutan semakin meluas hingga tungkai atas
AT :284 K : 3,6 SO2 : 97,6
disertai rasa kebas dan kesemutan di ujung-ujung
Alb : 4,36 GDS : 165 HCO3 : 15
jari kedua tangan.
BUN : 18,7 PPT : 13,9/14,8 BE : -9
Hari masuk RS, pasien merasa keluhan baal dan
Cre : 0,69 APTT :29,9/35,2 INR : 1,01
kesemutan meluas hingga perut, juga kelemahan
HBsAg : non reaktif
kedua kaki (sulit mengangkat kaki), masih dapat
berjalan tanpa bantuan. Kedua tangan mulai
melemah tetapi masih dapat memegang benda Rontgent thorax :
Pasien merasakan kelemahan kedua kaki memberat, Pleural reaction bilateral, Cor dalam batas normal
tidak dapat berjalan, kedua tangan dirasa lemas; Pemeriksaan ENMG 7-6-2015 :
rasa baal(+). Karena tidak ada perbaikan, pasien Motor conduction study
berobat ke RSUD Purworejo kemudian dirujuk ke n. medianus kanan, ulnaris kanan dan ulnaris
RSUP Sardjito. kiri: normal
n. medianus kiri : neuropati aksonal
RPD : F wave medianus kanan : normal, F wave
Riwayat febris (+), riwayat trauma (-) medianus kiri: abnormal
n.tibialis kanan : normal
PEMERIKSAAN FISIK n. perenous kanan : neuropati aksonal
KU lemah, CM n. tibialis kiri : neuropati aksonal
Tanda vital : TD 100/70, N 90x/mnt, RR 20x/ n. peroneus kiri : normal
mnt, t 37,3° C H reflek tibialis posterior kanan : abnormal
Konjunctiva anemis (-), Sklera H reflek tibialis posterior kanan : abnormal
K e p a l a : ikterik (-), pupil isokor ø Kesimpulan :
3mm/3mm, RC +/+, RK +/+, Poliradikuloneuropati tipe aksonal ekstrimitas atas
Meningeal Sign (-), Kaku kuduk (-) dan bawah (mild to moderate)

36
Penatalaksanaan Guillain-Barre Syndrome ...

Pendapat :Mendukung kemungkinan GBS tipe RENCANA :


AMAN - Monitoring Airway, Breathing, Circulation
ASSESMENT : Tetraparese e.c GBS - Plasmapharesis

PERAWATAN DI ICU
Hari Klinis Lab Program Masalah Tindakan

Ke-0 KU: lemah, CM Hb:12,9 Inj. Ceftriaxon 1g/8jam Kelema- Edukasi


B1:NRM 8lt/mn,RR 24x/ Al: 19,22 Inj.Mecobalamin han motoric Keluarga
mnt,ves+/+, At:334 1000mcg/12j pada ex- untuk PE
Hari Klinis Rh+/+,wh-/-
Lab
AE:4,83
Program
Inj. Alinamin F 1A/24j
Masalah
trimitas
Tindakan
Konsul
Hari Klinis B2:TD130/90 mmHg, HR 110x/
Lab
Hct:37,3%
Program
Inj. Omeprazol 1A/24j
Masalah Tindakan
PK untuk
Ke-0 KU: lemah, CM Hb:12,9 Inj. Ceftriaxon 1g/8jam Kelemahan Edukasi
mnt, S1-2 reguler,bising (-) Alb:4,36
Al: 19,22 Inj. Metilprednisolon
Inj.Mecobalamin Plasma untuk
Keluarga
Ke-0 B1:NRM
KU: lemah, 8lt/mn,RR
CM 24x/mnt,ves+/+, Hb:12,9 Inj. Ceftriaxon 1g/8jam motoric
Kelemahan Edukasi
B3:E4V5M6, pupil isokor BUN:18,7
At:334
Al: 19,22 125 mg/8j
1000mcg/12j
Inj.Mecobalamin Exchange
PE
Keluarga untuk
Rh+/+,wh-/-
B1:NRM 8lt/mn,RR 24x/mnt,ves+/+, AE:4,83 Inj. Alinamin F 1A/24j pada
motoric Konsul PK
3/3mm,RC+/+
B2:TD130/90 Cre:0,69
At:334 Ambroxol 3x30mg
1000mcg/12j Meren-
PE
Rh+/+,wh-/- mmHg, HR 110x/mnt, S1- Hct:37,3% AE:4,83 Inj.
Inj. Omeprazol
Alinamin F1A/24j
1A/24j
extrimitas
pada untuk Plasma
B4: Supel, BU
2B2:TD130/90
reguler,bising (-)(+) normal
mmHg, HR 110x/mnt, S1- Na: 135
Alb:4,36 Inj.Nebulisasi
Metilprednisolon extrimitas canakan PK
Konsul
Hct:37,3% Inj. Omeprazol 1A/24j 125 Exchange
untuk Plasma
B5:
B3:E4V5M6, terpasang
2 reguler,bising DC UOP 0,7 ml/ K:4,5
(-) isokor 3/3mm,RC+/+ BUN:18,7
pupil Alb:4,36 ventolin:NaCl/8jam
mg/8j
Inj. Metilprednisolon 125 Plasma
Merencanakan
Exchange
Hari Klinis
B4: kg/jam
Supel, BU pupil
B3:E4V5M6, (+) normal
isokor 3/3mm,RC+/+ Lab
Cl:96 Cre:0,69
BUN:18,7 Program
Ambroxol
Plasma3x30mg
mg/8j exchange Masalah Tindakan
Plasma
exchange
Merencanakan
Na: 135
Cre:0,69 Nebulisasi
Ambroxol 3x30mg exchange
Plasma
B4:B6:
B5: terpasang
Supel, BUDC (+)UOPnormal0,7 ml/kg/jam Ca: 2,15 K:4,5
Na: 135
Fisioterapi
ventolin:NaCl/8jam
Nebulisasi
dada & ex- Konsul
Konsul
exchange RM
Ke-0 KU: B5:
B6 :Glemah,
T TCM
terpasang
G KDC UOP 0,7
4/4/4 4/4/4
Hb:12,9
ml/kg/jam Mg: Cl:96
1,84
K:4,5
Inj. Ceftriaxon
trimitas
Plasma 1g/8jam
exchange
ventolin:NaCl/8jam
Kelemahan Edukasi
RM
untuk untuk RM
Konsulfisioterapi
Al: 19,22 Inj.Mecobalamin Keluarga untuk
Hari B1:NRM
B6: G TT8lt/mn,RR
Klinis TT K 3/3/3 24x/mnt,ves+/+,
4/4/4 3/3/3
4/4/4 GDS:Lab 165
Ca: 2,15
Cl:96
At:334
Fisioterapi
Program dada
Plasma exchange
1000mcg/12j
& extrimitas motoric
Masalah fisioterapi
dada
Tindakan
PE
dan
untuk fisioterapi
Rh+/+,wh-/- Mg:
PH:7,34Ca: 1,84
2,15 Fisioterapi & extrimitas pada ekstrimitas
dada dan
Rf T - T - Rp 3/3/3 - - 3/3/3 AE:4,83
GDS: 165 Inj. Alinamindada
F 1A/24j dada
Konsul
Ro Thorax PK
dan
B2:TD130/90 - mmHg,
- - HR- 110x/mnt, S1- Mg: 1,84 extrimitas ekstrimitas
Ke-0 KU: Rf Rf
lemah, -CM- Rp - - PCO2:42
Hct:37,3%
Hb:12,9
PH:7,34
GDS: 165
Inj. Omeprazol 1A/24j
Ceftriaxon 1g/8jam Kelemahan ekstrimitas
untuk
Edukasi Plasma
Ro Thorax
2B1:NRM
reguler,bising- - (-)
8lt/mn,RR
- -
24x/mnt,ves+/+, PO2:197,9
Alb:4,36
Al: 19,22
PCO2:42 Inj. Metilprednisolon 125
Inj.Mecobalamin motoric
Exchange
Keluarga
Ro Thorax untuk
PH:7,34
BUN:18,7 mg/8j Merencanakan
B3:E4V5M6,
Rh+/+,wh-/- pupil isokor 3/3mm,RC+/+HCO3:22,2
At:334
PO2:197,9
PCO2:42
1000mcg/12j
pada
PE
Cre:0,69
AE:4,83 Ambroxol
Inj. Alinamin 3x30mg
F 1A/24j Plasma
Konsul PK
B4: Supel, BUmmHg,
B2:TD130/90 (+) normal HR 110x/mnt, S1-BE:-3,5
HCO3:22,2
Na:PO2:197,9
135 Nebulisasi extrimitas exchange
Hct:37,3%
BE:-3,5 Inj. Omeprazol 1A/24j untuk Plasma
B5: terpasang DC
2 reguler,bising (-) UOP 0,7 ml/kg/jam SO2:
HCO3:22,2
K:4,5
99,6%
Alb:4,36 ventolin:NaCl/8jam
Inj. Metilprednisolon 125 Konsul
Exchange RM
SO2: 99,6%
BE:-3,5
B6
Ke-1Ke-1 : Gtampak
B3:E4V5M6,
KU: T T gelisah,
K
pupil4/4/4
isokor 4/4/4
lemah, 3/3mm,RC+/+
CM,gelisah
Cl:96
BUN:18,7
PH:
SO2:7,378 Plasma
Tx lainexchange
mg/8j dilanjutkan Tampak Sesak untuk fisioterapi
Merencanakan
Intubasi
KU:T tampak
TBU (+) gelisah,3/3/3
3/3/3 lemah, PH:Ca: 2,1599,6%
7,378
Cre:0,69
PCO2: 38,1 Tx lain3x30mg
Fisioterapi
Ambroxol
Sedasi dilanjutkan
dada Tampak
& extrimitasdg Gelisah
kontinyu Intubasi dan
dada
Plasma
Ke-1 B4:B1:
KU: Supel,
terpasang
tampak
RfCM,gelisah
ET
gelisah,
- - Rp - -
normal
no 7 onCM,gelisah
lemah, ventilator, Mg:
Na:
PCO2:
PH:
PO2:
7,378
1,84
135
38,1
162,6
Tx lain dilanjutkan
Nebulisasi
Sedasi kontinyu
midazolam
Tampak Sesak ekstrimitas
mg/jam)dg dg Gelisah
(1kontinyu Sesak
Intubasi
exchange
B5:
B1:terpasang
Mode SIMV DC UOP
- - 450,ET
terpasang RR 0,7 ml/kg/jam
12x/mnt PCO2:16538,1 Sedasi
ET- no
no- 77ononventi-
ventilator, GDS:
K:4,5
BE: -2,8 ventolin:NaCl/8jam
Fentanyl kontinyu 0,5 Ro Thorax RM
Konsul
B1: terpasang PO2: 162,6
PO2: 162,6 midazolam
midazolam (1 (1 mg/jam)
mg/jam) Gelisah
B6 : lator,
ModeG T SIMV
T K450,
Mode SIMV
RR 12x/mnt
4/4/4 4/4/4
450, RR 12x/
PH:7,34
Cl:96
HCO3:22,6
BE:
BE: PCO2:42
-2,8 -2,8
Plasma exchange
mcq/KgBB/Jam
Fentanyl
Fentanyl kontinyu 0,5
untuk fisioterapi
T T 3/3/3 3/3/3 Ca: 2,15
SO2:97,8 Fisioterapi dadakontinyu 0,5
& extrimitas dada dan
HCO3:22,6
PO2:197,9 mcq/KgBB/Jam
Ke-2 KuRf:mnt Cukup,- -CMRp - - HCO3:22,6
Mg: 1,84
SO2:97,8
HCO3:22,2
GDS: 165
Txmcq/KgBB/Jam
lain dilanjutkan ekstrimitas
Konsul
Ro ThoraxPlasma
PK
Ke-2 Ku : Cukup, CM - - - - SO2:97,8
BE:-3,5 Tx lain dilanjutkan untuk
Konsul PK
PH:7,34 Exchange
SO2: 99,6% untuk Plasma
Ke-2 Ku : Cukup, CM PCO2:42 Tx lain dilanjutkan Konsul
K/S sputum
Exchange
Ke-1 KU: tampak gelisah, lemah, CM,gelisah PH: 7,378
PO2:197,9 Tx lain dilanjutkan Tampak Sesak Intubasi
PK
K/S untuk
sputum
B1: terpasang ET no 7 on ventilator, PCO2:
HCO3:22,2 38,1 Sedasi kontinyu dg Gelisah
Ke-3 Mode SIMV 450, RR 12x/mnt
KU: Cukup, CM Ph:7,481
PO2:
BE:-3,5 162,6 Tx lain
midazolam dilanjutkan
(1 mg/jam) Plasma
Pasang HD cath
Ke-3 B1: Cukup, CMET no 7 on ventilator, BE:
KU: terpasang PCO
SO2: -2,8
2:37,4
99,6%
Ph:7,481 Fentanyl kontinyu
Tx lain dilanjutkan 0,5 Exchange
(klrga
PasangaccHD PE)cath
Ke-1 KU: tampak gelisah, lemah, CM,gelisah PO
HCO3:22,6
PH:PCO :103
27,378 :37,4 mcq/KgBB/Jam
Tx lain dilanjutkan Tampak Sesak Ro Thorax
Intubasi
K/S sputum
(klrga acc post
PE)
Mode SIMV, VTET
B1: terpasang 450,noRR7 12x/mnt
on ventilator, SO2:97,8
SO
2
B1: terpasang ET no 7 on ventilator, PO22:96,9%
PCO2: :10338,1 Sedasi kontinyu dg Gelisah pemasangan
Ro Thorax HD post
Ke-2 Ku B2:
Mode TDSIMV,
: Cukup, 130/78,
CM VT 450, HRRR92x/mnt,
12x/mnt S1-2 PO2: BE:4,4 162,6
SO2:96,9% Tx lain dilanjutkan
midazolam (1 mg/jam) Cath
Konsul
pemasanganPK HD
Mode SIMV 450, RR 12x/mnt
Ke-3reguler,
B2:KU: TD bising
Cukup, (-)
130/78,CM HR 92x/mnt, S1-2 HCO3:28,1
BE:
Ph:7,481 -2,8
BE:4,4 Fentanyl kontinyu
Tx lain dilanjutkan 0,5 untuk
Cath Plasma
Pasang HD
B3: E4VTM6, pupil isokor GDS: 176 Exchange
7 on 3/3mm,
ventila- RC
reguler, bising (-) HCO3:22,6
HCO3:28,1 mcq/KgBB/Jam
B1: terpasang ET no PCOSO2:97,8
Ro :37,4
2GDS: thorax cath
K/S (klrga
sputum
+/+
B3:tor, E4VTM6, pupil isokor 3/3mm, RC 176
Ke-2 Ku Mode SIMV, VT 450, RR 12x/ PO :103
pleural acc PE)
+/+: mnt
Cukup, CM normal 2 Ro thorax Tx lain dilanjutkan Konsul PK
B4: supel, BU(+) reaction,
pleural cor
SO2Ph:7,481
:96,9% Ro Thorax
untuk Plasma
Ke-3 KU:B5:
B4:B2:Cukup,
terpasang
supel, CM DC UOP
BU(+) normal 0,8ml/kg/jam dbn, terpasang
reaction, cor
Tx lain dilanjutkan Pasang
Exchange
HD cath
B1: TD 130/78, HR
no 92x/mnt, S1-2 BE:4,4PCO 2:37,4 postacc
(klrga pema-
PE)
B5::terpasang
B6 terpasang
G T T ET
DCK UOP
4/4/4 74/4/4
on ventilator,
0,8ml/kg/jam PO
ETT
dbn,
2:103
dg ujung
terpasang K/S sputum
Rosangan
ThoraxHD post
Mode reguler,
SIMV, bising
VT (-)
450, RR 12x/mnt HCO3:28,1
distal setinggi
B6 B3:: GE4VTM6,
TT TT K 3/3/3 3/3/3
4/4/4isokor
pupil 4/4/43/3mm, GDS: SO ETT
Vth 2:96,9%
176
distal
dg ujung
4, setinggi pemasangan HD
Cath
Ke-3 B2:
KU: RC TD
Rf -T
Cukup, 130/78,
-T Rp 3/3/3
CM HR 92x/mnt, S1-2 BE:4,4
- - 3/3/3 Ph:7,481
terpasang
Vth 4, HD
Tx lain dilanjutkan Cath
Pasang HD cath
reguler, Rf+/+
B1: terpasang - - - - (-)ET
bising Rp-no - - 7- on ventilator, Ro thorax
HCO3:28,1
PCO
cath 2:37,4
denganHD (klrga acc PE)
terpasang
B3: B4: supel, BU(+)
E4VTM6, pupil normal
isokor 3/3mm, RC pleural
GDS:
PO 2:103reaction,
176 Ro Thorax post
Mode SIMV, - - VT 450, - RR - 12x/mnt ujung
cath distal
dengan
+/+ B5: terpasang DC UOP 0,8ml/kg/ cor Ro SO
dbn, 2thorax
:96,9%
setinggi terpas-
ujung distal SIC 5 pemasangan HD
B2: TD 130/78, HR 92x/mnt, S1-2 BE:4,4 pleural
dextra Cath
B4: supel,
jam
reguler, BU(+)
bisingCM (-) normal ang ETT
setinggi
reaction,
HCO3:28,1 dg ujung
SIC
cor 5
Ke-4 B5:KUterpasang
:B6Cukup,
: DC UOP 0,8ml/kg/jam distal dextra
setinggi
Tx Lain dilanjutkan Plasma
dbn,
GDS: 176 Vth Tamoliv infuse k/p
terpasang
Ke-4 B3:KUG E4VTM6,
: Cukup, CM pupil isokor 3/3mm, RC Tx Lain dilanjutkan Exchange
Plasma I
+/+ : G T T K 4/4/4 4/4/4
ETT
Ro thorax
4, terpasang dg ujung HD PE
B6 hari Iniinfuse k/p
Tamoliv Exchange I
distal
pleural setinggi
Ke-5 B4:KU:supel,
Cukup, T CM normal
T BU(+) 3/3/3 3/3/3 Alb:
cathVth dengan 4 Tx Lain dilanjutkan
4, corujung PE hari Ini
reaction,
Ke-5 B5:KU: RfCukup,
terpasang
- - CM Rp - -
DC UOP 0,8ml/kg/jam distal Alb: 4 HDSIC Inj.
setinggi
terpasang
dbn, terpasang Tx LainMetilprednisolon
dilanjutkan 125 Kekuatan PE II besok
mg/12 j  tapp 125 membaik Weaning
B6 :Rf
- -
G T T K 4/4/4 4/4/4
- - cath
5 dextra
ETT dengan
dg ujung Inj. Metilprednisolon Kekuatan PE II besok
Ventilator
ujung distal
distal setinggi mg/12 j  tapp membaik Weaning
T T 3/3/3 3/3/3 setinggi Ventilator
Vth 4, SIC 5
Rf - - Rp - - dextra
terpasang HD 6
Ke-4 KU : Cukup, - - CM - - cath dengan Tx Lain dilanjutkan Plasma
6
ujung distal Tamoliv infuse k/p Exchange I
setinggi SIC 5 PE hari Ini
Ke-5 KU: Cukup, CM Alb:
dextra 4 Tx Lain dilanjutkan
Ke-4 KU : Cukup, CM Inj.
Tx Lain Metilprednisolon
dilanjutkan 125 Kekuatan PE II besok
Plasma
mg/12
Tamoliv j tapp k/p
infuse membaik Weaning I
Exchange
PE hari Ini Ventilator
Ke-5 KU: Cukup, CM Alb: 4 Tx Lain dilanjutkan 37
Inj. Metilprednisolon 125 Kekuatan PE II besok
mg/12 j  tapp membaik Weaning6
Ventilator

6
Jurnal Komplikasi Anestesi ~ Volume 4 Nomor 2, Maret 2017

Hari Klinis Lab Program Masalah Tindakan

Ke-4 KU : Cukup, CM Tx Lain dilanjutkan Plasma


Tamoliv infuse k/p Exchange I
PE hari Ini

Ke-5 KU: Cukup, CM Alb: 4 Tx Lain dilanjutkan


Inj. Metilprednisolon K e k u a t a n PE II besok
125 mg/12 j  tapp membaik Weaning
Ventilator

Ke-6 KU: Baik, CM Ro thorax: Ambroxol 3x30mg K e k u a t a n Ekstubasi


Pleural reac- Nebulisasi membaik
tion bilaterall, ventolin:NaCl/8jam
perselubungn-
berkurang, bron-
chopneumonia
cor dbn,terpasang
ETT ,terpasang HD
cath,
dibanding foto
lama secara
radiologis tampak
perbaikan
Ke-7 KU: Baik, CM K/S darah : Tx lain dilanjutkan MRSA Inj.ceftriaxon
staphylococcus Inj.ceftriaxon 1A/8jam 1A/8jam 
aureus.Sensitif :  inj. Vancomycin inj. Vanco-
imipenem (30), 1g/12 jam mycin 1g/12
amikasin (20), Tamoliv inj k/p jam
sulfamethoksa- Plasma Ex-
sol(18), vankomis- change II
in (18), cefepim
(20).Resisten:
ampicillin,ampi/sul
bactam,ceftriaxon,
cefotaxim,ceftazid
in,clindamicin,cefp
iron,penicillin,oxac
illin,tetrasiklin,erit
romisin,cefoxitin
Ke-8 KU Baik, CM Tx lain dilanjutkan
Tamoliv
Ke-9 KU Baik, CM K/S sputum : Tx lain dilanjutkan
klebsiella pneu-
monia. Imipenem
(resisten), sensitif
amikasin (18),
Streptococcus
viridan, sensitif
ampisulbac (20),
ceftriaxon (25), I
: ampicillin (20),
cefotaxim (22)

38
Penatalaksanaan Guillain-Barre Syndrome ...

Hari Klinis Lab Program Masalah Tindakan

Ke- KU Baik, CM Al:14 inj. Vancomycin 1g/12


10 AE:3,57 jam pindah
HB:10 Inj.Mecobalamin bangsal
Hct:29,9 1000mcg/12j
At:427 Inj. Alinamin F 1A/24j
Na:134 Inj. Omeprazol 1A/24j
K:3,5 Inj. Metilprednisolon
Cl: 98 125 mg/24 j
GDS:154 Ambroxol 3x30mg
Ph:7,457 Nebulisasi
PCO2:34,4 ventolin:NaCl/8jam
PO2:96,9 Fisioterapi dada &
SO2:97,9% extrimitas
HCO3:24,5
BE: 1,7

PEMBAHASAN merupakan kontributor mayor terhadap morbiditas


Diagnosa GBS pada pasien ini ditegakkan dan mortalitas pada kasus yang tergantung ventilator.
berdasarkan anamnesa diperoleh keluhan Disotonom terdiri dari fluktuasi tekanan darah yang
kelemahan keempat anggota gerak, disertai lebar dan cepat. Penyebab lain hipotensi pada GBS
kesemutan dan baal yang dimulai pada kaki yang yaitu sepsis, emboli pulmoner, dan pooling vena.
meluas secara asenderen, onset akut progresif. Ortostatik atau hipotensi persisten, hipertensi
Keluhan lain yaitu batuk berdahak, pilek dan demam paroksismal dan bradikardi dapat terjadi, termasuk
1 minggu sebelumnya. Dari pemeriksaan ENMG takiaritmia ventrikuler yang fatal. Sinus takikardi
didapatkan poliradikuloneuropati tipe aksonal terlihat pada 30% kasus. Pasien menjadi hipersensitif
ekstrimitas atas dan bawah. EMG menunjukkan blok terhadap vasopressor, termasuk antihipertensi, dan
konduksi saraf motorik, konduksi distal memanjang, hipotensi paling baik diterapi dengan bolus cairan dan
dan konduksi saraf yang melambat. Penemuan posisi Tredelenburg. Ileus paralitik, retensi urin dan
awal yang penting yaitu pemanjangan, disperse keringat abnormal sering juga dijumpai 3,12 .
atau hilangnya gelombang F yang menunjukkan Mayoritas pasien menunjukkan penyakit minor
demielinisasi akar saraf 3 dalam 8 minggu sebelum gejala klinis utama,
Pada sindrom Miller-Fisher, varian dari GBS, dengan insidensi puncak 2 minggu sebelumnya.
abnormalitas nervus kranial predominan, dengan Setengah dari pasien mengalami parestesia yang
ataksia, arefleksia dan opthalmoplegia sebagai dimulai pada tangan dan kaki. Dua puluh lima
gejala utama. Sindrom ini berhubungan erat persennya mengeluh kelemahan motorik dan
dengan infeksi C. jejuni sebelumnya dan dengan sisanya mengalami keduanya. Kelemahan motorik
ditemukannya antibodi GQ1b 12. berkembang menjadi paralisis flasid yang menjadi
Subgrup yang lain menunjukkan neuropati keluhan dominan dari pasien. Hilangnya kekuatan
axonal primer- AMSAN. Pada kasus ini, akson motorik dan menurun atau hilangnya reflek tendon biasanya
dan sensorik menjadi target primer dari serangan terjadi dari distal dan naik, tetapi dapat juga terjadi
imun dibandingkan myelin. Pasien umumnya acak. Saraf kranial terlibat pada 45% kasus, yang
memiliki gejala yang berat dan lebih nyata, dan paling sering adalah nervus fasialis, diikuti nervus
berhubungan erat dengan infeksi C. jejuni. Kehilangan glossofaringeus, dan nervus vagus. Sepertiga pasien
sensoris umumnya ringan, dengan paresthesia atau membutuhkan ventilator 12 .
hilangnya vibrasi dan propriosepsi, namun hilangnya Pasien dilakukan intubasi pada hari ke 2
sensoris, nyeri atau hyperesthesia dapat menjadi perawatan di ICU karena pasien mulai mengalami
gambaran utama. Disfungsi otonom sering terjadi, distress respirasi. Gagal nafas merupakan salah satu

39
Jurnal Komplikasi Anestesi ~ Volume 4 Nomor 2, Maret 2017

komplikasi GBS yang paling sering dan paling ditakuti. paradoksal menunjukkan kelemahan diafragma.
Persentase pasien GBS yang membutuhkan ventilasi Fungsi diafragma dapat dinilai dari kapasitas vital,
mekanik antara 25% sampai 44%. Demielinisasi volume tidal, dan tekanan negative inspirasi dimana
nervus phrenikus dan intercostal menyebabkan penurunan progresif mengindikasikan ancaman
mekanikal paru terbatas, kesulitan menelan akibat gagal nafas dan memerlukan intubasi serta bantuan
kelemahan otot faring menyebabkan risiko aspirasi. nafas. Tes fungsi paru dengan spirometri untuk
Ventilasi mekanik diberikan jika batuk tidak adekuat, menilai kapasitas vital (VC), tekanan inspirasi
kolaps pulmonal, berkembangnya konsolidasi, maksimal (MIP), dan tekanan ekspirasi maksimal
analisa gas darah abnormal, dispneu, takipneu atau (MEP) menjadi acuan perlu tidaknya intubasi.
terlihat kehabisan tenaga. Gagal nafas pada pasien Kapasitas vital ≤ 30 ml/kg ( nilai normal 60-70
GBS dapat terjadi tiba-tiba, mengancam nyawa dan ml/kg), batuk akan melemah, akumulasi sekret
menyebabkan morbiditas yang signifikan.Status di orofaring, terjadi atelectasis dan hipoksemia.
respirasi pasien GBS harus dimonitor hati-hati dan Intubasi diperlukan bila kapasitas vital paru 15 ml/
frekuen. Pemulihan pernafasan berlangsung lambat kg. MIP normal ≤ 70 cmH2O menunjukkan kekuatan
pada GBS, menyebabkan penggunaan ventilator diafragma dan otot inspirasi lainnya, dan secara
mekanik yang lama. Setengah dari pasien GBS yang umum menunjukkan kemampuan mempertahankan
terintubasi membutuhkan trakeostomi.2,4 pengembangan paru dan mencegah atelectasis.
Gangguan pernafasan merupakan manifestasi MEP normal ≥ 100 cmH2O menunjukkan kekuatan
kelemahan otot diafragma dan otot pernafasan otot ekspirasi dan berkolerasi dengan kekuatan
tambahan yang harus diantisipasi pada pasien batuk dan kemampuan membuang secret dari jalan
GBS dengan kelemahan anggota gerak serta nafas. Kriteria tambahan untuk intubasi adalah MIP
kesulitan menelan yang progresif. Gerakan nafas ≥ 30 cmH2O dan MEP < 40 cmH2O 8.

Tabel 1. Kriteria intubasi 8

Normal Kriteria intubasi Kriteria weaning Kriteria ekstubasi

Kapasitas vital >60ml/kg ≤15 ml/kg ≥10ml/kg ~ 25 ml/kg

Tekanan (-) inspirasi >70 cmH2O <20 cmH2O ≥20 cmH2O ~ 40 cmH2O

Tekanan(+)ekspirasi >100cmH2O <40cmH2O ≥40 cmH2O ~ 50 cmH2O

Pada pasien dengan nafas spontan, fisioterapi berkembangnya konsolidasi, gas darah arteri
dada dan monitoring fungsi respirasi merupakan hal abnormal, kapasitas vital kurang dari volume tidal
yang penting. Penilaian regular terhadap kapasitas yang diprediksi, pasien sesak nafas, takipneu atau
vital merupakan cara terbaik untuk menilai kegagalan tampak kelelahan 3,12.
respirasi. Pasien dengan kapasitas vital kurang dari Irama jantung dan tekanan darah harus di
15ml/kg atau 30% dari nilai yang diprediksikan, atau monitor. Sinus takikardi merupakan manifestasi
peningkatan PCO2 arterial membutuhkan ventilasi otonom yang paling sering pada GBS, biasanya tidak
mekanik. Keterlibatan bulbar harus hati-hati dicari, memerlukan terapi. Hipotensi ringan dan bradikardi
karena terdapat risiko sigknifikan aspirasi dari tidak membutuhkan terapi, terutama jika fungsi
sekresi jalan nafas atas, isi lambung atau makanan ginjal dan serebral terpelihara baik. Hipertensi
yang dicerna. Jika reflek batuk tidak adekuat, maka biasanya sementara, kadang-kadang membutuhkan
proteksi jalan nafas dengan intubasi trakea atau terapi obat yang sesuai. Hipoksia, hiperkarbi, nyeri
trakeostomi dibutuhkan. Makanan per oral harus dan distensi visceral harus disingkirkan sebagai
dihentikan pada pasien yang diduga mengalami penyebab 12.
keterlibatan bulbar. Indikasi ventilasi mekanik Obat yang berhubungan dengan instabilitas
jika batuk tidak adekuat, paru-paru kolaps atau kardiovaskular pada GBS :

40
Penatalaksanaan Guillain-Barre Syndrome ...

• Obat yang menyebabkan hipotensi yaitu • Discontinuous flow centrifugation : dibutuhkan


Phentolamin, Nitrogliserin, Edrophonium, satu kateter vena. Secara khusus, 300 ml darah
Thiopental, Morfin, Furosemid dihilangkan pada satu waktu dan diputar untuk
• Obat yang menyebakan hipertensi yaitu memisahkan plasma dari sel darah.
Fenilefrin, Efedrin, Dopamin, Isoprenalin • Continous flow centrifugation : dibutuhkan 2
• Aritmia yaitu Suksamethonium kateter vena. Metode ini membutuhkan lebih
sedikit volume darah untuk dikeluarkan dari
Jika memugkinkan makanan dapat diberikan tubuh pada satu waktu karena dapat secara
enteral atau via pipa nasogastrik jika menggunakan terus menerus memutar plasma.
ventilator 12 . • Filtrasi plasma : digunakan 2 kateter vena.
Pada pasien yang tidak menggunakan ventilator, Plasma difiltrasi menggunakan peralatan
sedasi harus dihindari karena dapat memperburuk hemodialisa standard. Proses ini membutuhkan
respirasi dan fungsi jalan nafas atas. Pada pasien kurang dari 100 ml darah untuk dikeluarkan
dengan ventilator, sedasi menjadi kurang dibutuhkan tubuh pada satu waktu.
jika pasien sudah terbiasa dengan ventilator, tetapi
sedasi malam hari diperlukan untuk menjaga irama Masing-masing metode memiliki keuntungan
diurnal. Nyeri anggota tubuh, terutama dengan dan kerugian. Pada plasmapharesis tradisional,
gerakan pasif, sangat sering terjadi dan terkadang agak setelah pemisahan plasma, sel darah (termasuk
parah. Analgesik non steroid dan obat antidepresan plasma yang mengandung antibodi) dikembalikan
dapat diberikan, tetapi jika nyeri sulit dikontrol, opioid ke orang yang menjalani terapi. Pada plasma
sering diperlukan. Metadon, fentanyl, gabapentin dan exchange, plasma yang dikeluarkan dibuang dan
tramadol juga dianjurkan 6,12 . pasien mendapat penggantian plasma donor,
Program fisioterapi komprehesif dapat diberikan albumin atau kombinasi albumin dan salin. Pada
oleh perawat dan fisioterapis. Infeksi oportunistik keadaan yang jarang, cairan pengganti lain seperti
harus dicari secara aktif dengan kultur urin dan sekret hidroxyethyl starch, dapat digunakan pada pasien.
respirasi minimal 2x seminggu. Masalah psikologi, Plasmapharesis didasarkan pada pemisahan
terutama depresi, sering terjadi, dan beberapa pasien plasma dari elemen seluler darah. Hal ini dapat
memerlukan obat antidepresi 12. dicapai dengan alat sentrifuge atau dengan
Pada pasien ini diperiksa ENMG, dengan hasil filter darah. Selama sentrifuge continuous atau
poliradikuloneuropati tipe aksonal ekstrimitas atas dan intermittent, komponen darah dipisahkan karena
bawah ( mild to moderate). Mendukung kemungkinan adanya perbedaan densitas. Di dalam ultrafiltrasi
GBS tipe aman, Pemeriksaan meliputi analisa membrane, pemisahan berdasarkan ukuran
cairan serebrospinal dan EMG. Cairan serebrospinal molekul. Pada filtrasi plasma, substansi dengan
menunjukkan peningkatan protein tetapi pada minggu berat molekul 3x10 6 dalton dapat dikeluarkan,
pertama protein masih normal. Pemeriksaan antibody termasuk immunoglobulin, kompleks imun, factor
untuk membedakan jenis GBS 3. komplemen, lipoprotein dan endotoksin 9.
Plasmapharesis adalah terapi membuang dan Plasmaparesis (plasma exchange) sangat
mengembalikan komponen plasma dari sirkulasi berharga pada GBS. Pada dua penelitian yang
darah. Plasmapharesis selanjutnya disebut sebagai besar memperlihatkan penurunan kebutuhan pasien
extracorporeal therapy atau prosedur medis yang terhadap ventilasi mekanik, mengurangi durasi
dilakukan di luar tubuh. Selama plasmapharesis, ventilsi mekanik pada pasien yang membutuhkan,
darah awalnya dikeluarkan dari tubuh melalui mengurangi waktu untuk pemulihan motorik
kateter plasma, kemudian dihilangkan dari tubuh dan waktu untuk berjalan sendiri tanpa asisten.
oleh pemisah sel (cell separator). Tiga prosedur yang Mortalitas tidak berubah. Plasma exchange paling
umumnya digunakan untuk memisahkan plasma efektif jika dilakukan dalam 7 hari dari onset.
dari sel darah : Plasma exchange dijadwalkan 3 sampai 5 kali, tiap

41
Jurnal Komplikasi Anestesi ~ Volume 4 Nomor 2, Maret 2017

kalinya 1-2 volume plasma (2-4 liter) selama 90-120 2 kali. Namun, prosedur PE yang lebih sering tidak
menit, dalam 1-2 minggu. Efek samping biasanya selalu lebih baik, pada GBS berat (membutuhkan
berhubungan dengan penyakit itu sendiri. Fresh ventilator) , 6 kali PE tidak lebih superior daripada 4.
frozen plasma dilaporkan memiliki efek samping Sebanyak 10% pasien yang diterapi PE mengalami
yang lebih banyak dibanding albumin sebagai cairan kekambuhan kelemahan setelah pemulihan awal.
pengganti. Kontraindikasi relatif plasmaparesis Hal ini mungkin disebabkan rebound pelepasan atau
yaitu sepsis, infark miokard dalam 6 bulan, produksi antibodi. Kontraindikasi untuk dilakukan
disotonom yang nyata dan perdarahan aktif. Efek PE ditemukan pada 4% sampai 27% pasien GBS,
samping meliputi reaksi vasovagal, hipovolemia, yaitu hemodinamik tidak stabil, koagulopati, sepsis
anafilaksis, hemolysis, hematom, hipokalsemia, dan masalah dengan akses vaskuler 4 .
trombositopenia, hipotermia dan hipokalemia 3,12 . Plasmapharesis juga memiliki risiko dan
Plasma exchange pada pasien ini direncanakan komplikasi. Insersi kateter intravena dengan
dengan target volume 65 kg X 200 cc =13.000 ml. jarum besar dapat menyebabkan perdarahan,
Direncanakan sebanyak 5 kali dalam 10 – 14 hari, trauma paru, dan jika kateter terlalu lama akan
jumlah prosedur disesuaikan kondisi klinis pasien. mudah menjadi focus infeksi. Saat prosedur, ketika
Hari pertama diambil sebanyak 1500 ml, hari ke dua darah dikeluarkan dari tubuh melewati mesin
dan seterusnya 2000 ml. Prosedur dilakukan dua hari plasmapharesis, darah memiliki tendensi untuk
sekali. Cairan pengganti yaitu gelofusal : NaCl 0,9% : menggumpal. Oleh sebab itu, salah satu prosedur
albumin = 1:1:1. PE pada pasien ini dilakukan pada hari yang umumnya dilakuakan adalah menginfuskan
perawatan ke 4 dan hari ke 7.Setelah dilakuakn PE, sitrat ketika darah melalui sirkuit. Sitrat mengikat
kekuatan otot pada pasien berangsur membaik dan kalsium di dalam darah, kalsium penting untuk
dilakukan ekstubasi pada hari perawatan ke 6 di ICU. pembekuan darah. Untuk mencegah hipokalsemi,
Patogenesis GBS dimediasi antibodi. kalsium diinfuskan intravena ketika pasien menjalani
Plasmapharesis atau plasma exchange (PE), plasmapharesis 9 .
menghilangkan immunoglobulin, komplemen, Pada kultur darah pasien ditemukan hasil MRSA
dan sitokin yang berperan dalam pathogenesis yaitu Methicillin Resistant Staphilococcus Aureus.
GBS. PE merupakan terapi pertama pada GBS MRSA adalah bakteri Staphylococcus aureus yang
yang terbukti efektif. Dari 6 penelitian RCT, 5 menjadi kebal atau resisten terhadap antibiotik
diantaranya memperlihatkan kemanjuran PE. Terapi jenis metisilin. MRSA mengalami resistensi karena
ini menurunkan jumlah pasien yang membutuhkan perubahan genetic yang disebabkan paparan
ventilasi mekanik, mempercepat ekstubasi, antibiotic yang tidak rasional. Transmisi bakteri
meningkatkan jumlah pasien yang pulih kekuatannya berpindah dari satu pasien ke pasien lainnya melalui
dalam 1 tahun, dan mengurangi jumlah pasien yang alat medis yang tidak diperhatikan sterilitasnya.
mengalami sequelae dalam 1 tahun. Penelitian juga Transmisi dapat pula melalui udara maupun fasilitas
menunjukkan bahwa terapi dalam 7 hari sejak onset ruangan misalnya selimut atau kain tempat tidur.
gejala adalah yang paling efektif 4. Faktor risiko terjadinya MRSA antara lain lingkungan,
PE sebaiknya dilakukan sedini mungkin dari populasi, kontak, kebersihan individu, riwayat
onset kelemahan. Penggantian dengan albumin perawatan, riwayat operasi, riwayat infeksi dan
lebih dipilih dibandingkan FFP karena komplikasi penyakit, riwayat pengobatan serta kondisi medis.
yang lebih rendah. Vancomisin merupakan pilihan utama pada pasien
Dosis optimal PE bervariasi, menurut the kritis dengan MRSA 5,7,10 .
French Cooperative Group pada GBS ringan Selama perawatan pasien mengalami komplikasi
(pasien bisa berjalan, tetapi tidak bisa berlari), 2 pneumonia. Pada kultur sputum ditemukan Klebsiela
kali PE lebih baik daripada tidak sama sekali. Pada pneumonia dan Streptococcus viridian. Pneumonia
GBS moderate (tidak dapat berjalan, tetapi tidak merupakan kondisi inflamasi pada paru-paru yang
memakai ventilator), 4 kali PE lebih baik daripada disebabkan infeksi bacterial, viral atau fungal.

42
Penatalaksanaan Guillain-Barre Syndrome ...

Pneumonia pada pasien ini termasuk dalam Hospital of the Massachussets General Hospital 5 th
acquired Pneumonia (HAP) yaitu pneumonia yang edition : Acute Weakness, Lippincott William
timbul dalam waktu 48 jam setelah rawat inap, dan & Wilkins,P481-6.
tidak dalam masa inkubasi pada saat pasien masuk. 4. Harms M, 2011, Inpatient Management of
Klebsiella pneumonia termasuk dalam pathogen Guillain Barre Syndrome, The Neurohospitalist
bakteri Multi Drug Resisten (MDR). 1(2) 78-84
Infeksi merupakan komplikasi paling umum 5. Haddadin AS, Fappiano SA, Lipsett PA, 2002,
pada pasien GBS di ICU. Sumber utama infeksi Methicillin Resistant Staphilococus Aureus in the
adalah paru-paru, saluran kemih, dan kateter Intensive Care Unit, Postgrad Med J , 78:385–392
vena sentral. Berbagai cara harus dilakukan untuk 6. Juel VC, 2005, Neuromuscular Disorder in the
mengidentifikasi bakteri agar dapat diberikan terapi ICU. In Fink, M dkk (eds). Textbook of Critical
antibiotic yang sesuai. Pemeriksaan rontgent thorax, Care. 5th ed. Elsevier Saunders, Philadelphia,
kultur sputum dan urin penting dilakukan. Pasien p370
seharusnya menerima terapi antibiotik hanya bila 7. Kohlenberg A, Schwab F, Behnke M, Geffers C,
ada bukti klinis adanya infeksi karena pengobatan Gastmeier P, 2011, Screening and Control of
antibiotic yang tidak sesuai akan meningkatkan Methicillin-Resistant Staphilococcus Aureus in
risiko infeksi oleh bakteri yang resisten 4. 186 Intensive Care Units : different Situations
Pasien memberikan respon baik terhadap and Individual Solutions, Critical care (15): 1-10.
terapi yang diberikan, antibiotic yaitu vancomisin, 8. Kozak OS, Wijdicks, 2008, Acute Neuromuscular
nebulisasi, dan mukolitik. Pada hari ke 10 perawatan, Respiratory Failure in Myasthenia Gravis and
pasien pindah ke bangsal 1,11 . Guillain Barre Syndrome. In: Critical Care
Medicine. Mosby-Elsevier, Philadelpia.p1359.
KESIMPULAN 9. Lehmann HC, 2006, Plasma Exchange in
Plasma exchange memperbaiki prognosis Neuroimmunological Disorders, Archives of
pada pasien dengan GBS secara dramatis. Gagal Neurology, 63:930-935.
nafas merupakan komplikasi GBS yang dapat 10. Mahmudah R, Soleha TU, Ekowati CN, 2013,
mengancam kehidupan, sebanyak 10-30% pasien Identifikasi Methicillin Resistant Staphilococcus
GBS membutuhkan ventilasi mekanik. Terapi Aureus pada Tenaga Medis dan Paramedis di
segera menggunakan plasma exchange, bersamaan Ruang Intensive Care Unit (ICU) pada Tenaga
dengan perawatan suportif umumnya akan sembuh Medis dan Paramedis di Ruang Intensive Care
sempurna. GBS mempunyai prognosis yang secara Unit (ICU) dan Ruang Perawatan Bedah Rumah
umum baik jika komplikasi dapat diterapi segera. Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek, Medical
Journal of Lampung University(2) No 4: 70-78.
DAFTAR PUSTAKA 11. Perdici, 2009, Panduan Tata Kelola Hospital
1. American Thoracic Society, 2005, Guidelines Acquired Pneumonia, Ventilator-Associated
for the Management of Adults with Hospital- Pneumonia dan Healthcare-Associated Pneumonia
acquired, Ventilator-associated, and Healthcare- Pasien Dewasa.Centra Communications.Jakarta
associated Pneumonia,Am J Respir Crit Care Med 12. Skowronski GA, 2009, Oh’s Intensive Care Manual
Vol 171. p 388–416 6thedition : Neuromuscular Disorder in Intensive
2. Begum H, Kumar M, Rahman S, Talukder M, Care, Elsevier, P 599-602.
Khatun S, 2006, Outcome of Guillain Barre 13. Shoemaker, A, Grenvik, H, 2000, Neuromuscular
Syndrome in DMCH ICU- A 5 Years Experience, Disorders in Critical Care. In : Text Book of Critical
Journal of BSA, Vol 19 (1): 9-13. Care, 4th Edition. W.B.Saunders Company, United
3. Greer D, George E, 2010, Critical Handbook States of America

43

Anda mungkin juga menyukai