TINJAUAN PUSTAKA
6
7
pada tahun 2012 ialah sekitar 3,3 dari 1000 kelahiran menderita kelainan
kongenital sistem urinarius (EUROCAT dalam Postoev, 2016).
Selanjutnya, di Asia seperti India Utara, insiden kelainan sistem urogenital
terjadi sekitar 39,1 per 1000 kelahiran pada periode 2012-2015 (Bhat et al.,
2016). Sedangkan di Taiwan, rata-rata insiden kelainan sistem urinarius
berkisar 0,42 dari 1000 kelahiran sejak tahun 2004-2011 (Tain et al.,
2016). Perbedaan ini terjadi mungkin karena beragam faktor terlibat
didalamnya seperti perbedaan ras, populasi, usia ibu, usia gestasi, berat
badan lahir, paritas, riwayat keluarga, riwayat penyakit selama kehamilan,
hingga kebiasaan seperti merokok, atau terpapar pestisida dan bahan kimia
lainnya.
Kelainan kongenital sistem urogenital memiliki dampak baik
mortalitas dan morbiditas yang cukup tinggi. Contohnya seperti
hidronefrosis yang dapat menyebabkan obstruksi dan disfungsi dari saluran
urinarius atas bahkan ginjal, dan infeksi urinarius yang berulang pada bayi
serta merupakan penyebab utama morbiditas anak yang bertanggung
jawab sekitar 30% - 50% dari seluruh anak didunia dengan gagal ginjal
kronik (Gheissari, 2012; Junior, Miranda dan Silva, 2014). Selain itu,
kelainan genital seperti hipospadia dapat berdampak pada aspek
perkembangan psikologi anak (Fernandez, 2012).
Pada kasus kelainan kongenital urogenital, beberapa kelainan
mudah dikenali, dan beberapa dapat tersamarkan. Kelainan yang mudah
ditemukan dengan pemeriksaan fisik saja antara lain seperti hipospadia,
dan ekstrofi kandung kemih. Sedangkan pada kasus kelainan kongenital
yang mengenai sistem urinarius, banyak anak yang memiliki keluhan samar
misalnya kegagalan tumbuh kembang, nyeri abdomen non spesifik, mual,
muntah, demam berulang yang tidak terjelaskan. Dan, apabila tidak diatasi
dengan cepat karena keterlambatan diagnosis akan menyebabkan anak
menderita gagal ginjal (Nogueria dan Paz, 2016).
11
2.1.4.7 Hipospadia
Hipospadia merupakan kelainan kongenital pada sistem
urogenital dimana posisi muara uretra tidak pada tempatnya akibat
penyatuan lipatan uretra yang tidak sempurna. Hipospadia biasanya
terjadi di dekat glans, di dekat pangkal penis, atau di sepanjang
batang penis. Insiden hipospadia sekitar 3-5/1000 kelahiran (Baskin,
et al., 2006; Sadler, 2013). Hipospadia dapat mengakibatkan
pancaran urin lemah ketika berkemih dan dapat berdampak pada
aspek perkembangan psikologi maupun infertilitas. Contohnya
seperti kurangnya rasa percaya diri, penurunan kapasitas untuk
hubungan sosial, terisolasi dalam lingkungan sosial, serta dapat
terjadi gangguan ejakulasi dan gangguan kuantitas semen (Krisna et
al., 2017: Singh et al., 2008).
Klasifikasi Gambaran
Tipe 1 Hipoplasia atau Agenesis duktus Muller
Vaginal
Servikal
Fundal
Tuba
Kombinasi
Tipe 2 Uterus unikornus
Ada hubungan (terdapat lapisan endometrium)
Tidak berhubungan (terdapat lapisan
endometrium)
Tanduk tanpa lapisan endometrium
Tanpa tanduk rudimenter
Tipe 3 Uterus didelfis
Tipe 4 Uterus bikornus
Komplit (mencapai ostium internum)
Parsial
Tipe 5 Uterus septum
Komplit (mencapai ostium internum)
Parsial
Gambar 4. Gambaran dari Variasi Defek yang dapat terjadi pada Organ
Genitalia Perempuan menurut Klasifikasi ASRM (Gould dan
Epelman, 2015)
2. GDNF
Pada mesenkim metanefros, gen SALL1, EYA1 dan SIX1
berperan dalam mengontrol ekspresi GDNF yang berperan penting
dalam percabangan ureter. Defisiensi EYA1 berhubungan dengan
branchio-otorenal syndrome yang ditandai dengan hipoplasia atau
agenesis ginjal. Begitu juga dengan mutasi pada SALL1 dapat
menyebabkan townes-brock syndrome yang ditandai dengan
imperforata anus, tuli sensorineural, agenesis ginjal, hipospadia,
dan hipodisplasia ginjal (Kohlhase et al., 1998; Sahay, 2013).
4. PAX2
PAX2 berada di lengan panjang kromosom 10. Gen ini
diekspresikan di duktus wolfii, tunas ureter, dan metanefros.
Beberapa contoh kelainan akibat mutasi PAX2 yaitu hipodisplasia
ginjal, multikistik displasia ginjal dan renal coloboma syndrome.
Renal coloboma syndrome ditandai dengan kelainan ginjal seperti
obstruksi pelvis ureter, dan displasia ginjal. (Junior, Miranda dan
Silva, 2014; Sahay et al., 2013)
24