https://www.homeworkping.com/
Online Tutoring
https://www.homeworkping.com/
Disusun oleh:
Putri Nuraini
108103000003
Pembimbing :
dr. M. Yadi Permana, Sp. B(K)Onk
Kepaniteraan Klinik Bedah
Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Negri
Syarif Hidayatullah Jakarta
Periode 8 April 2013 – 16 Juni 2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah swt. karena atas rahmat dan karuniaNya kami
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul tumor parotis dengan baik.
Shalawat beserta salam semoga tak henti-hentinya tercurahkan kepada uswatun hasanah,
Nabi Muhammad saw. bereserta keluarga, sahabat,dan kepada kita semua selaku umatnya
semoga mendapatkan syafa’atnya kelak di akhir zaman, Aamiin. Ribuan terima kasih saya
sampaikan kepada pembimbing saya, dr.M. Yadi Permana, SpB (K) Onk. yang telah banyak
membantu saya menyelesaikan makalah ini.
Penyusunan makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan
satu persatu, maka dari itu penyusun mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah
membantu.
Tak ada gading yang tak retak. Begitu pula dengan makalah ini. Penyusun merasa masih
banyak kekurangan, karena itu segala kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan makalah ini akan penyusun terima dengan hati terbuka.
Akhir kata, penyusun berharap makalah ini dapat bermanfaat, bagi pembaca umumnya dan
bagi penyusun khususnya.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
Kelenjar liur atau kelenjar saliva adalah kelenjar yang mensekresikan cairan
saliva, terbagi menjadi dua golongan, yaitu mayor dan minor. Kelenjar saliva mayor
terdapat tiga pasang, yaitu kelenjar parotis, kelenjar submandibular, dan kelenjar
sublingual. Kelenjar saliva minor di mukosa traktus aerodigestif atas termasuk rongga
mulut, terutama selaput lendir palatum. 1
Kelenjar saliva mayor dan minor menghasilkan saliva yang berbeda-beda.
Kelenjar parotis mensekresikan liur serosa, sedangkan kelenjar submandibula
mensekresikan liur mukosa.1
Kelainan pada parotis meliputi tumor jinak maupun ganas, batu di duktus,
infeksi bakteri maupun virus, dan berbagai gangguan autoimun yang jarang
ditemukan. Pembahasan dalam makalah ini akan lebih fokus kepada tumor yang
terjadi di parotis, baik tumor jinak maupun ganas. Neoplasma kelenjar liur jarang
terjadi, hanya 3-6% dari tumor kepala leher, tumor kelenjar liur mengenai parotis
85%, submandibula 3-15%, kelenjar liur minor 5-8% dan sublingual <1%. Makin
kecil kelenjar liur yang terkena, makin besar kemungkinan keganasan.1
Secara klinis, jika didapatkan benjolan kelenjar parotis, maka cuping telinga
akan terangkat ke atas. Tumor pleiomorf tidak nyeri, tumbuh berangsur dan dapat
menjadi besar sekali bila dibiarkan.1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Anatomi
2.1.3 Fisiologi
Pada kondisi basal, sekitar 0,5 mililiter saliva, hampir seluruhnya dari tipe mucus,
disekresikan setiap detik sepanjang waktu kecuali selama tidur, saat sekresi menjadi
sangat sedikit. Sekresi ini sangat berperan penting dalam mempertahankan kesehatan
jaringan rongga mulut. Saliva membantu mencegah proses kerusakan jaringan mulut
yang dapat disebabkan oleh bakteri dengan cara membantu membuang bakteri
pathogen juga partikel-partikel makanan yang memberi dukungan metabolic bagi
bakteri dan saliva juga mengandung beberapa factor yang menghancurkan bakteri,
salah satunya adalah ion tiosianat dan lainnya adalah enzim proteolitik terutama
lizozim. Terakhir, saliva juga mengandung sejumlah besar antibodi protein yang dapat
menghancurkan bakteri rongga mulut, termasuk yang menyebabkan karies gigi.3,5,6
Setiap hari satu sampai dua liter air liur diproduksi dan hampir semuanya ditelan
dan direabsorbsi. Proses sekresi dibawah kendali saraf otonom. Makanan dalam mulut
merangsang serabut saraf yang berakhir pada nukleus pada traktus solitaries dan pada
akhirnya merangsang nukleus saliva pada otak tengah. Pengeluaran air liur juga
dirangsang oleh penglihatan, penciuman melalui impuls dari kerja korteks pada
nukleus saliva batang otak. Aktivitas simpatis yang terus menerus menghambat
produksi air liur seperti pada kecemasan yang menyebabkan mulut kering. Obat-
obatan yang menghambat aktivitas parasimpatis juga menghambat produksi air liur
seperti obat antidepresan, tranquillizers, dan obat analgesik opiate dapat menyebabkan
mulut kering (Xerostomia).3,5,7
Saluran air liur relatif impermeabel terhadap air dan mensekresi kalium,
bikarbonat, kalsium, magnesium, ion fosfat dan air. Jadi produk akhir dari kelenjar air
liur adalah hipotonik, cairan yang bersifat basa yang kaya akan kalsium dan fosfat.
Komposisi ini penting untuk mencegah demineralisasi enamel gigi.7
Kelenjar parotis menghasilkan suatu sekret yang kaya akan air yaitu serous.
Saliva pada manusia terdiri atas 25% sekresi kelenjar parotis.5
Sel bisa menjadi kanker karena adanya kerusakan DNA. Didalam sel
normal, ketika DNA mengalami kerusakan, maka sel yang lain akan
memperbaikinya atau sel rusak tersebut akan mati. Sedangkan didalam sel
kanker, kerusakan DNA tersebut tidak diperbaiki. Sel tersebut juga tidak mati
seperti seharusnya. Bahkan sel ini akan membentuk sel baru yang tidak
dibutuhkan oleh tubuh dan memiliki kerusakan DNA yang sama seperti sel
pertama.8
2.2.2 Epidemiologi
Sebagian besar tumor parotis adalah jinak. Tumor jinak yang paling
sering adalah mixed tumor / pleomorfik adenoma, dan Wartin’s tumor. Hanya
sekitar 20% tumor parotis yang ganas.9,10
2.2.3 Etiologi
3) Tumor monomorphic
Tumor yang tumbuh lambat ini hanya berkisar kurang dari 5% dari
seluruh angka kejadian tumor kelenjar lidah. Monomorfik adenoma
dibedakan dari pleomorfik adenoma karena tumor ini hanya memiliki satu
morfologi sel. Monomorfik adenoma memiliki subklasifikasi menjadi grup
neoplasma epitelial dan mioepitelial yang termasuk didalamnya yaitu basal
cell adenomas, canalicular adenomas, oncocytomas atau oxyphilic
adenomas, dan myoepitheliomas.2,
Tumor ini dapat mengenai semua umur dengan insiden paling tinggi
pada usia pertengahan dan usia tua. Tidak ada perbedaan insiden antara pria
dan wanita. Pertumbuhannya lambat dan kebanyakan memiliki gradasi yang
rendah. dapat berulang setelah dilakukan pembedahan, kadang-kadang
beberapa bulan setelah operasi.1,21
Gejala klinis yang terjadi pada tumor ini tergantung pada ukuran tumor
dan lokasi dari tumor. Pada lesi yang dini pada kelenjar liur, tampak adanya
massa dengan pertumbuhan yang lambat tanpa rasa nyeri pada daerah mulut
ataupun wajah. Pada lesi yang sudah lanjut, gejala yang timbul disertai
dengan rasa nyeri dan adanya nervus paralyse oleh karena sel-sel tumor
sudah menginvasi saraf perifer.1,21
3) Adenokarsinoma
Terdapat beberapa tipe adenokarsinoma:
2. Pemeriksaan fisik
a.) Status general
Pemeriksaan umum dari kepala sampai kaki, tentukan :
1. penampilan (Karnofski / WHO)
2. keadaan umum
adakah anemia, ikterus, periksa T,N,R,t, kepala, toraks,
abdomen, ekstremitas,vertebra, pelvis
3. apakah ada tanda dan gejala ke arah metastase jauh (paru, tulang
tengkorak, dll)
b.) Satus lokal
1. Inspeksi (termasuk inraoral, adakah pedesakan tonsil/uvula)
2. Palpasi (termasuk palpasi bimanual, untuk menilai konsistensi,
permukaan, mobilitas terhadap jaringan sekitar)
3. Pemeriksaan fungsi n.VII,VIII,IX,X,XI,XII karena lintasan nervus-
nervus tersebut dekat dengan kelenjar parotis.
3. Pemeriksaan Penunjang
Terdapat beberapa macam pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk
penegakan diagnosis tumor parotis meliputi pemeriksaan histopatologik dan
pemeriksaan radiologik ( foto polos, sialografi, CT- Scan, dan MRI)
a. Pemeriksaan Histopatologik
• Biopsi Aspirasi Jarum Halus (Fine – Needle Aspiration Biopsy)
• Bedah Diagnostik
b. Pemeriksaan Radiologi
• Sialografi
Tekhnik ini memerlukan suntikan bahan kontras yang larut dalam air
atau minyak langsung keduktus submandibula atau parotis. Setelah pemakaian
anastesi topical pada daerah duktus, tekanan yang lembut dilakukan pada
kelenjar, dan muara duktus yang kecil diidentifikasi oleh adanya aliran air liur.
Muara duktus dilebarkan dengan menggunakan sonde lakrimal. Kateter
ukuran 18, mirip dengan jenis yang digunakan untuk pemberian cairan
intravena, atau pipa polietilen secara lembut dimasukkan sekitar 2 cm kedalam
duktus.. Kateter dipastikan pada sudut mulut. Tekhnik ini sama untuk kelenjar
parotis dan submandibula. Bagaimanapun kanulasi duktus kelenjar
submandibula, memebutuhkan kesabaran dari pada pelebaran duktus parotis.
Film biasa sinar X diperoleh untuk meyakinkan bahwa tidak terdapat substansi
radioopak, seperti batu dalam kelenjar. Antara 1,5 dan 2 ml media kontras
disuntikan secara lembut melalui kateter kedalam kelenjar sampai penderita
merasakan adanya tekanan tetapi tidak melewati tititk ketika penderita
mengeluh nyeri. Dilakukan foto lateral, lateral oblik, oblik, dan
anteriposterior. Ketika kateter diangkat penderita dapat diberikan sedikit sari
buah lemon. Dalam 5 sampai 10 menit pengambilan foto ulang. Normal jika
seluruh media kontras dikeluarkan dalam waktu itu. Persistensi media kontras
dalam kelenjar 24 jam setelah test ini pasti abnormal.11,12
Terdapat keuntungan dan kerugian dari bahan kontras yang dapat larut
dalam air dan lemak. Sekarang ini Pantopaque dan Lipidol merupakan bahan
kontras yang paling popular.
• CT-Scan
Pemeriksaan CT scan dengan kontras dapat mengetahui letak tumor berada di
lobus superfisial atau lobus profunda. Gambaran kalsifikasi dalam massa
biasanya ditemukan pada adenoma pleomorfik. Nervus fasialis dan duktus
12,17, 18
stensen sulit dilihat dengan menggunakan CT scan.
Gambar 5. Adenoma pleomorfik pada kelenjar parotis kanan potongan axial leher11
CT-Scan dan MRI digunakan untuk menemukan tumor dan menggambarkan luasnya.
Sedangkan biopsi untuk menegaskan jenis sel.18
2.2.6 Staging Tumor Parotis
TNM Keterangan ST T N M
Terapi pilihan utama untuk tumor kelenjar liur ialah pembedahan. Radioterapi
sebagai terapi ajuvan pasca bedah diberikan hanya atas indikasi, atau diberikan
pada karsinoma kelenjar liur yang inoperabel. Kemoterapi hanya diberikan
sebagai ajuvan, meskipun masih dalam penelitian, dan hasilnya masih belum
memuaskan.
1. Tumor operabel
b. Terapi tambahan
2. Tumor inoperabel
a. Terapi utama
b. Terapi tambahan
a. Terapi utama
2.2.8 Komplikasi
Telah dilakukan penelitian selama 10 tahun antara 1996 Januari sampai 2006 Januari
pada pasien dengan tumor parotis yang telah menjalani terapi bedah di University of
Rome “La Sapienza”, Department of Maxillo-Facial surgery. Didapatkan 135 pasien
laki-laki dan 147 pasien perempuan dengan usia antara 10 tahun sampai 85 tahun dan
pasien usia terbanyak adalah 49 tahun. Dari total 282 pasien, setelah dilakukan follow
up ±60 bulan didapatkan 26 pasien mengalami komplikasi post operasi sebagai
berikut:
Komplikasi
yang sering
terjadi setelah
parotidektomi
• Nervus Fasialis
Nervus fasialis adalah nervus yang melintasi kelenjar parotis dan membaginya
menjadi lobus superfisialis dan profunda. Sekitar 15-20% kasus (15-20 dalam
100 pasien) nervus fasialisnya mengalami trauma sehingga terjadi kelemahan
pada otot-otot fasialis. Ini biasanya sembuh dalam 14 hari sampai 3 bulan
setelah operasi dan penyembuhan bisa lebih cepat dengan latihan terapi bicara
dan bahasa. Sebanyak 1% kasus terjadi kelemahan permanen dari nervus
fasialis. Beberapa pasien mengalami kelemahan nervus fasialis cabang-cabang
tertentu saja.
• Frey’s Syndrome
Nama lain Frey’s syndrome adalah Baillarger’s syndrome, Dupuy’s
syndrome, auriculotemporal syndrome, atau Frey-Baillarger syndrome
Merupakan komplikasi tersering pada pasien pasca operasi parotidektomi
yaitu sebanyak 6 orang dari 26 pasien. Frey’s syndrome adalah manifestasi
klinik berupa kemerahan dan berkeringat pada hemifasial setelah stimulus
kelenjar saliva dan mengunyah. Frey’s Syndrome ini biasanya terjadi setelah
cedera traumatik regio parotis seperti parotidektomi, fraktur kondilar, trauma
tumpul, insisi dan drainase abses. Sindrom ini bisa muncul setelah beberapa
minggu sampai beberapa tahun setelah trauma. Pemeriksaan dilakukan dengan
cara tes pati-iodine. Iodine cair dioleskan di atas kulit area preaurikular,
tunggu sampai kering, kemudian setelah itu ditaburkan pati jangung di
atasnya. Minta pasien untuk mengunyah makanan selama 5 menit untuk
merangsang gustatori. Akan tampak gambaran bercak biru kehitaman yang
berarti hasilnya positif, karena adanya kompleks iodine-pati yang terdilusi
oleh keringat.
• Hematoma
2.2.9 Prognosis
Prognosis pada tumor maligna sangat tergantung pada histologi, perluasan lokal
dan besarnya tumor dan jumlah metastasis kelenjar leher. Jika sebelum penanganan tumor
maligna telah ada kehilangan fungsi saraf, maka prognosisnya lebih buruk. Untuk tumor
maligna, pengobatan dengan eksisi dan radiasi menghasilkan tingkat kesembuhan sekitar
50%, bahkan pada keganasan dengan derajat tertinggi. Ketahanan hidup 5 tahun kira-kira
5%, namun hal ini masih tetap tergantung kepada histologinya. 12,13,15
2.2.10 Kontrol
Pengawasan harus terus tanpa batas waktu, sebagai kekambuhan lokal atau
metastasis jauh dapat menjadi jelas bertahun-tahun setelah pengobatan awal. Pasien harus
menjalani pemeriksaan fisik secara menyeluruh setiap 3 bulan selama 2 tahun, setiap 6
bulan selama 3 tahun, kemudian setiap tahun setelahnya. Tes fungsi hati dan rontgen dada
harus diperoleh setiap tahun.9,13,16
BAB III
1.1 Anamnesis
a) Identitas pasien
Nama : Tn. MH
Usia : 40 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SLTA
b) Keluhan Utama
Pasien datang ke poliklinik bedah RSF dengan keluhan satu benjolan dekat
telinga kanan yang baru disadari oleh pasien sejak ±4 bulan SMRS.
Benjolan awalnya kecil, kira-kira sebesar kelereng, makin lama makin
membesar namun lambat menjadi sebesar telur puyuh. Tidak terasa nyeri,
tidak terasa hangat, tidak memerah, dan tidak demam. Keluhan lain seperti
bibir mencong, sulit menutup mata, sulit menelan, nyeri tenggorokan,
gangguan pendengaran disangkal. Benjolan di leher dan di tempat lain juga
disangkal. Terdapat penurunan nafsu makan, penurunan berat badan tidak
diketahui. Benjolan ini belum pernah diobati sebelumnya.
Pasien baru pertama kali mengalami keluhan seperti ini. Tidak ada
Hipertensi, DM, kolesterol, asma, storke, jantung, dan trauma. Pasien juga
tidak pernah menjalani terapi radiasi atau UV pada daerah kepala dan
leher.
e) Riwayat Keluarga
Koperasi: kooperatif
Berat badan: 79 kg
BMI: 27.3
Tekanan darah: kanan 110/90 mmHg kiri: 110/90 mmHg
Nadi: 84 x/menit
Suhu: 36,7 oC
Pernapasan: 20 x/menit
Pemeriksaan Kepala
Jantung
Palpasi : Pulsasi ictus cordis teraba di ICS V, 1 jari lateral dari linea
midclavicula sinistra
Paru :
Abdomen:
Inspeksi : Datar
Ekstremitas:
Status neurologis :
N. VII Kanan Kiri
Motorik Orbitofrontal : baik baik
Motorik Orbicularis : baik baik
N. VIII
Vestibular
Vertigo : (-)
Nistagmus : (-)
Cochlear
Tuli Konduktif : (-)
Tuli Perspeptif : (-)
N. IX, X
Motorik : tidak ada deviasi uvula, arcus faring simetris
Sensorik : refleks muntah (+), refleks menelan (+)
N. XI Kanan Kiri
Mengangkat bahu : baik baik
Menoleh : baik baik
N. XII
Pergerakan Lidah : baik, tidak ada deviasi
Atrofi : (-)
Fasikulasi : (-)
Tremor : (-)
Status lokalis :
Pada regio infraaurikula dekstra terdapat benjolan, soliter, ukuran 5x3x2cm,
padat, batas tegas, permukaan licin rata, immobile, tidak nyeri, suhu dan warna
seperti jaringan sekitar.
a. FNAB
d. Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan Interpretasi
27/11/2012
Hematologi
- Hemoglobin 14.8 13.2-17.3 g/dl Normal
- Hematokrit 49 33-45 % Meningkat
- Leukosit 6.9 5-10 ribu/ul Normal
- Trombosit 234 150-440 ribu/ul Normal
- Eritrosit 5,65 4.40-5.90 juta/ul Normal
- LED 1,0 0.0-10.0 mm
VER/HER/ KHER/RDW
- VER 86,9 80.0-100.0 fl Normal
- HER 26,1 26.0-34.0 pg Normal
- KHER 30,1 32.0-36 mg/dl Normal
- RDW 13.6 11.5-14.5 % Normal
Kimia Klinik
Fungsi Hati
- SGOT 25 0-34 U/I Normal
- SGPT 32 0-40 U/I Normal
- Bilirubin total 0,80 0,10-1,00 mg/dl Normal
- Bilirubin direk 0,30 < 0,2 mg/dl Meningkat
Fungsi Ginjal
- Ureum Darah 28 20-40 mg/dl Normal
- Creatinin Darah 1,4 0.6-1.5 mg/dl Normal
Diabetes
- Gula darah sewaktu 83 70-140 mg/dl Normal
Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan Interpretasi
24/04/2013
Hematologi
- Hemoglobin 15.4 13.2-17.3 g/dl Normal
- Hematokrit 49 33-45 % Meningkat
- Leukosit 7.7 5-10 ribu/ul Normal
- Trombosit 232 150-440 ribu/ul Normal
- Eritrosit 5.58 4.40-5.90 juta/ul Normal
VER/HER/ KHER/RDW
- VER 86,8 80.0-100.0 fl Normal
- HER 27,6 26.0-34.0 pg Normal
- KHER 31,8 32.0-36 mg/dl Normal
- RDW 13.5 11.5-14.5 % Normal
Sero-Imunologi
- Golongan darah A/Rhesus (+)
Parotidektomi superfisial
• Pasien dalam posisi supine di atas meja operasi dengan general anastesi, bahu
diganjal, dibuat desain blaire modifikasi
• Asepsis dan antisepsis daerah operasi dan sekitarnya, droupping, tampak sudut
mata kanan dan sudut mulut
• Operasi selesai
1.8 Instruksi post-op:
• Awasi TNSP
• Diet biasa
• Ceftriakson 1x2 gr iv
1.9 Follow Up
S : Nyeri pada luka post-operasi (VAS 3), gangguan motorik (-)
O: KU: TSR/ CM, TD : 110/90, N: 84, S: 36,5, RR: 18
Status lokalis: luka tertutup kassa, rembesan-,
drain produksi hemoragik 70cc.
A: Tumor parotis dekstra suspek jinak post parotidektomi superfisial
P: Diet biasa
IVFD KaenMg3:RL = 2:2 / 24 jam
Ceftriakson 1x2gr
Ketesse 3x1 amp
Vacum drain/ 12 jam
Hasil PA :
Makroskopik :
Jaringan permukaan tidak teratur, compang camping 30 cc. Penampang irisan
sebagian putih, padat, sebagian tidak teratur kecoklatan, agak rapuh.
Mikroskopik :
Sediaan dengan keterangan tumor parotis menunjukkan massa tumor dengan
arsitektur yang bervariasi tubuler, tubulokistik dengan massa amorf eusinofilik dalam
lumen, solid dan cribriform. Sel pleomorfik, hyperkromatik. Mitosis mudah
ditemukan.
Kesimpulan :
Adenoid cystic carcinoma
1.10 Resume :
Pasien, laki-laki, usia 40 tahun datang ke poliklinik RSUPF dengan keluhan
satu benjolan dekat telinga kanan yang baru disadari oleh pasien sejak ±4 bulan
yang lalu. Benjolan awalnya kecil, kira-kira sebesar kelereng, makin lama makin
membesar namun lambat menjadi sebesar telur puyuh. Tidak terasa nyeri, tidak
terasa hangat, tidak memerah, dan tidak demam. Keluhan lain seperti bibir
mencong, sulit menutup mata, sulit menelan, nyeri tenggorokan, gangguan
pendengaran disangkal. Benjolan di leher dan di tempat lain juga disangkal.
Terdapat penurunan nafsu makan, penurunan berat badan tidak diketahui.
Benjolan ini belum pernah diobati sebelumnya. Pasien tidak pernah menjalani
terapi radiasi atau UV pada daerah kepala dan leher. Paman pasien mengalami
keluhan benjolan pada daerah pipi.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan pada regio infraaurikula dekstra terdapat
benjolan, soliter, ukuran 5x3x2cm, padat, batas tegas, permukaan licin rata,
immobile, tidak nyeri, suhu dan warna seperti jaringan sekitar.
Pada pemeriksaan sediaan apusan FNAB didapatkan kesan adenoma
pleomorfik.
Diagnosis sebelum operasi adalah tumor parotis superfisial dekstra susp
benigna dengan recana operasi parotidektomi. Pada saat operasi ditemukan massa
tumor berasal dari parotis superfisial. Kemudian dilakukan parotidektomi
superfisial. Diagnosis setelah operasi adalah tumor parotis superfisial dekstra susp
benigna.
Pada follow up, pada pasien tidak didapatkan pasien keluhan gangguan
motorik. Pada hasil pemeriksaan PA didapatkan kesimpulan adenoid kistik
karsinoma yang merupakan tumor ganas.
BAB IV
ANALISIS KASUS
Pasien adalah seorang laki-laki berusia 40 tahun, sesuai dengan tinjauan pustaka yang
menyatakan bahwa tumor parotis lebih sering pada laki-laki dengan insidensi sekitar 1.41
kasus per 100.000 laki-laki, dibandingkan dengan perempuan yang hanya 1.00. Tumor
parotis bisa mengenai semua umur, namun kebanyakan pasien didiagnosis pada usia >64
tahun. Baik adenoma pleomorfik maupun adenoid kistik karsinoma, insiden keduanya dapat
terjadi pada semua umur. Pasien bekerja sebagai pegawai swasta, dimana pasien tidak sering
terpapar oleh sinar radiasi yang menjadi faktor risiko tumor parotis.
Pasien datang dengan keluhan benjolan soliter dekat telinga kanan yang baru disadari
oleh pasien sejak ±4 bulan SMRS. Gejala tumor parotis adalah adanya benjolan di
pre/infra/retro aurikula. Adenoma pleomorfik merupakan tumor tersering pada kelenjar liur
dan paling sering terjadi pada kelenjar parotis, sedangkan adenoid kistik karsinoma yang
jarang biasanya terjadi pada kelenjar liur mayor ataupun minor. Pasien tidak mengeluh nyeri,
nyeri biasanya dirasakan pada pasien yang mengalami keganasan tumor parotis. Pada adenoid
kistik karsinoma biasanya tidak ada keluhan nyeri pada lesi yang dini karena
pertumbuhannya yang lambat. Benjolan awalnya kecil, kira-kira sebesar kelereng, makin
lama makin membesar, menjadi sebesar telur puyuh, menunjukkan bahwa adanya
progresivitas dari sel tumor namun lambat, hal ini sesuai dengan adenoid kistik karsinoma
yang pertumbuhannya lambat. Tidak terasa hangat, tidak memerah, tidak demam,
menunjukkan bahwa ini bukan reaksi peradangan/inflamasi. Keluhan lain seperti bibir
mencong, muka asimetris, dan sulit menutup mata tidak ada, hal ini berarti tidak ada
keterlibatan nervus fasialis yang biasanya terjadi pada keganasan tumor parotis. Pasien tidak
mengeluh sulit menelan, nyeri tenggorok, dan gangguan pendengaran disangkal,
menunjukkan bahwa lobus profundus parotis tidak terlibat. Benjolan di leher dan di tempat
lain juga disangkal, hal ini menunjukkan tidak adanya metastasis ke kelenjar limfe dan di
organ jauh. Terdapat penurunan nafsu makan namun penurunan berat badan tidak diketahui
pasien menunjukkan adanya penyakit kronik. Paman pasien mengalami keluhan benjolan
pada daerah pipi, ini untuk mengetahui faktor risiko pasien, yaitu genetik. Pasien tidak pernah
menjalani radioterapi pada daerah kepala dan leher sebelumnya, yang merupakan faktor
risiko terjadinya tumor parotis.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan pada regio infraaurikula dekstra terdapat benjolan,
soliter, ukuran 5x3x2cm, padat kistik, batas tegas, permukaan licin rata, immobile, tidak
nyeri, suhu dan warna seperti jaringan sekitar. Tumor parotis pada umumnya hanya berupa
benjolan soliter. Konsistensinya kenyal padat/kistik, permukaan licin, berbatas tegas, tampak
berkapsul, tidak nyeri, dapat digerakkan, dan ukuran terbesarnya jarang melebihi 6 cm
merupakan ciri-ciri adenomapleomorfik. Dari pemeriksaan neurologis tidak didapatkan
parese nervus VII, VII, IX, X, XII, dan XII, hal ini menunjukkan bahwa lobus profunda tidak
terlibat.
Dari pemeriksaan FNAB didapatkan hasil terlihat beberapa kelompok-kelompok kecil
sel yang terdiri atas sel berinti bulat/oval, inti tampak uniform, kromatin tersebar merata.
Tampak pula fragmen-fragmen menyerupai chondromyroid. Yang menggambarkan kesan
adenoma pleomorfik.
Pasien didiagnosis dengan tumor parotis superfisial dekstra susp benigna. Kemudian
pasien direncanakan terapi operatif berupa parotidektomi, saat intraoperatif didapatkan tumor
berasal dari lobus superfisial sehingga akhirnya dilakukan parotidektomi superfisial. Lalu
dipasang drain untuk mengalirkan darah dan cairan post op.
Instruksi post operasi Awasi TNSP, hitung produksi drain / 24 jam, diet biasa, IVFD
KaenMg3/RL = 3:1 / 24 jam, ceftriakson 1 x 2 gr iv sebagai antibiotik profilaksis, ketesse 3
x 1 ampul iv sebagai analgesik dan pemeriksaan PA post-operasi.
Pada follow up tidak didapatkan gangguan motorik pada pasien. Hal ini menunjukkan
pasien tidak mengalami komplikasi.
Pada hasil pemeriksaan PA didapatkan penampang irisan sebagian putih, padat,
sebagian tidak teratur kecoklatan, agak rapuh. Sediaan tumor parotis menunjukkan massa
tumor dengan arsitektur yang bervariasi tubuler, tubulokistik dengan massa amorf eusinofilik
dalam lumen, solid dan cribriform. Sel pleomorfik, hyperkromatik. Mitosis mudah
ditemukan. Kesimpulan adenoid cystic carcinoma yang merupakan tumor ganas. Pasien
masih memerlukan tatalaksana lebih lanjut yaitu berupa terapi radiasi.
KESIMPULAN
Umumnya, tumor kelenjar liur jarang terjadi, dan jika terjadi, sebagian besar tumor
pada kelenjar liur terjadi pada kelenjar parotis, dimana 75% - 85% dari seluruh tumor berasal
dari parotis dan 80% dari tumor ini adalah adenoma pleomorphic jinak (benign pleomorphic
adenomas). 1,2
Gambaran klinis tumor kelenjar liur baik itu jinak atau ganas akan muncul sebagai
suatu massa berbentuk soliter, berkembang diantara sel-sel pada kelenjar yang terkena.
Pertumbuhan yang cepat dari massa dan rasa sakit pada lesi itu berkaitan dengan perubahan
ke arah keganasan, tetapi bukan sebagai alat diagnostik. Keterlibatan saraf fasialis (N.VII)
umumnya sebagai indikator dari keganasan,walaupun gejala ini hanya nampak pada 3% dari
seluruh tumor parotis dan prognosisnya buruk. 4,7
Tumor parotis dapat dibagi menjadi 2 yaitu jinak dan ganas. Tumor kelenjar jinak
yang paling sering ditemui adalah adenoma Pleomorfik dan Limfomatosum Adenokistoma
Papilar (Tumor Warthin), sedangkan tumor ganas kelenjar liur paling sering pada anak adalah
karsinoma mukoepidermoid, biasanya derajatnya rendah. Pada dewasa dapat berupa
Karsinoma mukoepidermoid, Karsinoma sel skuamosa, Adenokarsinoma yang tidak
berdiferensiasi, Karsinoma adenokistik (silindroma). 4,6,7
Untuk terapi dilakukan tergantung stadiumnya, ada tumor yang masih dapat dioperasi
ada pula yang memerlukan terapi lain. Terapi tambahan berupa radiasi pasca operasi atau
kemoterapi. Untuk prognosis sesudah terapi adekuat pada tumor benigna terjadi residif lokal
kurang dari 1% kasus. Namun, jika tumor benigna tidak diangkat secara luas, sering timbul
residif lokal. 12,13,14
DAFTAR PUSTAKA
8. Kimberley Ho, Helen Lin, David K Ann, Peiguo G Chu, Yun Yen. An Overview of
The Rare Parotid Gland Cancer. Head & Neck Onconlogy 2011. h. 1-7.
13. Edge SB, Byrd DR, Compton CC, et al., eds.: AJCC Cancer Staging Manual. 7th
ed. New York: Springer; 2010. h. 79-86.
14. A Mag, S Cotulbea, S Lupescu, H tefãnescu, C Doros, et al. Parotid Gland Tumors.
Journal of Experimental Medical and Surgical Research 2010; 4: 259-63.
15. Albar, Zafiral Azdi. Protokol PERABOI 2003 edisi 1 Cetakan 1. Bandung : 2004
16. Ali SN, et al. diagnostic accuracy of fine needle aspiration cytology in parotid
lesion. International Scholarly Research Network. Volume 2011.
18. Scott, Vanderheiden. ed. Malignant Parotid Tumor Imaging. Emedicine 2011 may
27.
19. Jeannon JP, Calman F, Gleeson M, et al; Management of advanced parotid cancer.
A systematic review. Eur J Surg Oncol 2008 Nov 20.
20. Samson NG, Cathy Torjek, Allan Hovan. Management of Frey Syndrome Using
Botulinum Neurotoxin: A Case Report. CJDA November 2009; 75: h. 651-54.