Anda di halaman 1dari 14

Nama : Sri Noviyanti

Nim : 218036
Soal Kasus :
Seorang perempuan berumur 35 tahun post partum dengan
keluhan nyeri perineum (akibat ruptur/robek),keluhan menyertai asi belum
lancar keluar dan 2 hari belum BAB.

DIAGNOSIS KEPERAWATAN

ND
DIAGNOSA KEPERAWATAN INTERVENSI
X
1 Ketidaknyamanan pasca 1. Identifikasi lokasi,
partum berhubungan dengan karakteristik, durasi,
trauma perineum selama frekuensi, kualitas, intensitas
persalinan dan kelahiran nyeri.
ditandai dengan : 2. Identifikasi skala nyeri
DS : 3. Idenifikasi respon nyeri non
Klien mengatakan nyeri verbal
pada daerah perineum 4. Identifikasi faktor yang
akibat rupture setelah pos memperberat dan
partum memperingan nyeri.
DO : 5. Berikan teknik
1. Wajah pasien tampak nonfarmakologis untuk
meringis mengurangi rasa nyeri (mis.
2. Tampak nyeri tekan pada relaksasi napas dalam).
perineum 6. Kontrol lingkungan yang
3. Skala nyeri 4 memperberat rasa nyeri
(mis. Suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
7. Jelaskan penyebab, periode
dan pemicu nyeri.
8. Kolaborasi pemberian
Cetorolac 1 ml 3x8 jam/IV
2 Menyusui tidak efektif 1. Identifikasi keadaan
berhubungan dengan fisiologis emosional ibu saat akan
(ketidakadekuatan suplai ASI) dilakukan konseling
di tandai dengan : menyusui.
DS : 2. Identifikasi adanya keluhan
Klien mengatakan ASI nyeri, rasa tidak nyaman,
yang dikeluarkan belum pengeluaran, perubahan
lancar bentuk payudara dan puting
DO : 3. Identifikasi payudara
1. Mamae pasien tampak 4. Atur posisi nyaman untuk
membesar pemeriksaan dan jaga
2. Tampak nyeri tekan pada privasi
daerah mamae 5. Lakukan pemeriksaan
3. Saat puting susu pasien di dengan gerakan memutar
pencet tampak keluar ASI dan menekan jaringan
sedikit payudara melawan dinding
dada
6. Gunakan teknik
mendengarkan aktif (mis.
Duduk sama tinggi,
dengarkan permasalahan
ibu)
7. Ajarkan teknik menyusui
yang tepat sesuai kebutuhan
ibu
8. Healt education : keluarga
berencana

3 Konstipasi berhubngan 1. Periksa tanda dan gejala


dengan fisiologi konstipasi
(ketidakcukupan asupan serat) 2. Periksa pergerakan usus,
di tandai dengan : karakteristik feses
DS : (konsistensi, bentuk, volume
Klien mengatakan belum dan warna).
BAB selama 2 hari 3. Identifikasi factor resiko
DO : konstipasi (mis. Obat-
1. Perut pasien tampak obatan, tirah baring, dan diet
membesar rendah serat
2. Terdengar pekak saat di 4. Anjurkan diet tinggi serat
perkusi daerah abdomen 5. Anjurkan peningkatan
3. Peristaltik usus 4 x/Menit asupan cairan, jika tidak ada
kontraindikasi
6. Ajarkan cara mengatasi
konstipasi / impaksi.
7. Kolaborasi pemberian obat
dulcolax 5 mg 1x24
jam/suppositoria
4 Resiko infeksi ditandai 1. Monitor tanda dan gejala
dengan faktor resiko efek infeksi lokal dan sistemik.
prosedur invasif dibuktikan 2. Monitor keadaan lokea
dengan : (mis. warna, jumlah, bau
1. Kencing terasa perih dan bekuan)
2. Terdapat pengeluaran 3. Identifikasi riwayat obstetric
lokea dari vagina (mis. lama persalinan
3. Terdapat hacting sebelumnya dan
4. Perineum tampak kontraindikasi seperti
merah dan bengkak plasenta previa lengkap,
riwayat SC, dan kelainan
structural pelvis)
4. Dukung ibu untuk
melakukan ambulasi dini
5. Diskusikan kebutuhan
aktivitas dan istrahat
selama masa postpartum
6. Jelaskan tanda dan bahaya
nifas pada ibu dan keluarga
7. Ajarkan cara perawatan
perineum yang tepat
8. Ajarkan ibu mengatasi nyeri
secara nonfarmakologi
(mis. tekhnik distraksi)
9. Pertahankan teknik aseptic
pada pasien berisiko tinggi.
10. Ajarkan cara memeriksa
kondisi luka dan luka
operasi.
11. Kolaborasi pemberian obat
Ceftriaxone 1 gr 3x8 jam/IV

Pengertian Nifas
Periode masa nifas (puerperium) adalah periode waktu selama 6-8
minggu setelah persalinan. Proses ini dimulai setelah selesainya
persalinan dan berakhir setelah alat-alat reproduksi kembali seperti
keadaan sebelum hamil/tidak hamil sebagai akibat dari adanya perubahan
fisiologi dan psikologi karena proses persalinan.

Postpartum (puerperium) adalah masa yang dimulai setelah plasenta


keluar dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali pulih seperti
semula. Selama masa pemulihan tersebut berlangsung, ibu akan
mengalami banyak perubahan fisik yang bersifat fisiologis dan banyak
memberikan ketidaknyamanan pada awal postpartum, yang tidak menutup
kemungkinan untuk menjadi patologis bila tidak diikuti dengan perawatan
yang baik.

Masa nifas adalah suatu periode dalam minggu-minggu pertama


setelah kelahiran. Lamanya periode ini tidak pasti, sebagian besar
menganggapnya antara 4 sampai 6 minggu. Walaupun merupakan masa
yang relatif tidak kompleks dibandingkan dengan kehamilan, nifas ditandai
dengan banyak perubahan fisiologis. Beberapa dari perubahan tersebut
mungkin hanya sedikit mengganggu ibu baru, walaupun komplikasi serius
mungkin dapat terjadi.

Masa ini merupakan masa yang cukup penting bagi tenaga


kesehatan untuk selalu melakukan pemantauan karena pelaksanaan yang
kurang maksimal dapat menyebabkan ibu mengalami berbagai masalah,
bahkan dapat berlanjut pada komplikasi masa nifas, seperti sepsis
puerperalis. Jika ditinjau dari penyabab kematian para ibu, infeksi
merupakan penyebab kematian terbanyak nomor dua setelah perdarahan
sehingga sangat tepat jika para tenaga kesehatan memberikan perhatian
yang tinggi pada masa ini

Kala 1 sampai 4
a. Kala I (Pembukaan)
Menurut Rohani dkk (2011) inpartu ditandai dengan keluarnya
lendir bercampur darah karena serviks mulai membuka dan mendatar.
Darah berasal dari pembuluh darah kapiler sekitar kanalis servikalis
karena pergeseran-pergeseran ketika serviks mendatar dan membuka.
Kala I adalah kala pembukaan yang berlangsung antara pembukaan 0-
10 cm (pembukaan lengkap). Proses ini terbagi menjadi 2 fase, yaitu
fase laten (8 jam) dimana serviks membuka sampai 3 cm dan aktif (7
jam) dimana serviks membuka antara 3-10 cm. Kontraksi lebih kuat
dan sering terjadi selama fase aktif. Pada pemulaan his, kala
pembukaan berlangsung tidak begitu kuat sehingga parturient (ibu
yang sedang bersalin) masih dapat berjalan-jalan. Lama kala I untuk
primigravida berlangsung 12 jam sedangkan pada multigravida sekitar
8 jam. Berdasarkan Kunve Friedman, diperhitungkan pembukaan
multigravida 2 cm per jam. Dengan perhitungan tersebut maka waktu
pembukaan lengkap dapat diperkirakan (Sulasetyawati dan
Nugraheny, 2010, hlm. 7). Menurut Friedmen, fase percepatan
memulai fase persalinan dan mengarah ke fase lengkung maksimal
adalah waktu ketika pembukaan serviks terjadi paling cepat dan
meningkat dari tiga sampai empat sentimeter sampai sekitar 8
sentimeter. Pada kondisi normal kecepatan pembukaan konstanta,
rata-rata tiga sentimeter per jam, dengan kecepatan maksimal tidak
lebih dari 1,2 sentimeter per jam pada nulipara. Pada multipara,
kecepatan rata-rata pembukaan selama fase lengkung maksimal 5,7
sentimeter per jam. Fase perlambatan adalah fase aktif. Selama waktu
ini, kecepatan pembukaan melambat dan serviks mencapai
pembukaan 8 sampai 10 sentimeter sementara penurunan mencapai
kecepatan maksimum penurunan rata-rata nulipara adalah 1,6
sentimeter per jam dan normalnya paling sedikit 1,0 sentimeter per
jam. Pada multipara, kecepatan penurunan rata-rata 5,4 sentimeter per
jam, dengan kecepatan minimal 2,1 sentimeter per jam (Varney, 2004,
hlm. 679).

b. Kala II (Pengeluaran Janin)


Kala II mulai bila pembukaan serviks lengkap. Umumnya pada
akhir kala I atau pembukaan kala II dengan kepala janin sudah masuk
dalam ruang panggul, ketuban pecah sendiri.Bila ketuban belum
pecah, ketuban harus dipecahkan. Kadang-kadang pada permulaan
kala II wanita tersebut mau muntah atau muntah disertai rasa ingin
mengedan kuat. His akan lebih timbul sering dan merupakan tenaga
pendorong janin pula. Di samping itu his, wanita tersebut harus
dipimpin meneran pada waktu ada his. Di luar ada his denyut jantung
janin harus diawasi (Wiknjosastro, 1999, hlm.194).Menurut
Wiknjosastro (2008, hlm.77) gejala dan tanda kala II persalinan adalah:
1) Ibu merasa ingin meneran bersamaan adanya kontraksi
2) Ibu merasakan adanya peningkatan tekanan pada rektum dan/atau
vaginanya;
3) Vulva-vagina dan sfingter ani membuka;
4) Meningkatnya pengeluaran lender bercampur darah.

Penatalaksanaan Fisiologis Kala II


Penatalaksanaan didasarkan pada prinsip bahwa kala II
merupakan peristiwa normal yang diakhiri dengan kelahiran normal
tanpa adanya intervensi.Saat pembukaan sudah lengkap, anjurkan ibu
meneran sesuai dorongan alamiahnya dan beristirahat di antara dua
kontraksi. Jika menginginkan, ibu dapat mengubah posisinya, biarkan
ibu mengeluarkan suara selama persalinan dan proses kelahiran
berlangsung. Ibu akan meneran tanpa henti selama 10 detik atau lebih,
tiga sampai empat kali perkontraksi (Sagady, 1995). Meneran dengan
cara ini dikenal sebagai meneran dengan tenggorokan terkatup atau
valsava manuver. Meneran dengan cara ini berhubungan dengan
kejadian menurunnya DJJ dan rendahnya APGAR.

c. Kala III (Pengeluaran Plasenta)


Partus kala III disebut pula kala uri. Kala III ini, seperti dijelaskan
tidak kalah pentingnya dengan kala I dan II. Kelainan dalam memimpin
kala III dapat mengakibatkan kematian karena perdarahan. Kala uri
dimulai sejak dimulai sejak bayi lahir lengkap sampai plasenta lahir
lengkap. Terdapat dua tingkat pada kelahiran plasenta yaitu:
1) melepasnya plasenta dari implantasi pada dinding uterus
2) pengeluaran plasenta dari kavum uteri (Wiknjosastro, 1999, hlm.
198).
Perubahan Fisiologis Kala III
Pada kala III persalinan, otot uterus menyebabkan berkurangnya
ukuran rongga uterus secara tiba-tiba setelah lahirnya bayi.
Penyusutan ukuran rongga uterus ini menyebabkan implantasi
plasenta karena tempat implantasi menjadi semakin kecil, sedangkan
ukuran plasenta tidak berubah. Oleh karena itu plasenta akan
menekuk, menebal, kemudian terlepas dari dinding uterus. Setelah
lepass, plasenta akan turun ke bagian bawah uterus atau bagian atas
vagina (Rohani dkk, 2011, hlm. 8)

d. Kala IV (Observasi)
Setelah plasenta lahir lakukan rangsangan taktil (masase uterus)
yang bertujuan untuk merangsang uterus berkontraksi baik dan
kuat.Lakukan evaluasi tinggi fundus dengan meletakkan jari tangan
secara melintang dengan pusat sebagai patokan. Umumnya, fundus
uteri setinggi atau beberapa jari di bawah pusat. Kemudian perkirakan
kehilangan darah secara keseluruhan periksa kemungkinan
perdarahan dari robekan perineum. Lakukan evaluasi keadaan umum
ibu dan dokumentasikan semua asuhan dan temuan selama
persalinan kala IV (Wiknjosastro, 2008, hlm. 110).
Menurut Sulisetyawati dan Nugraheny (2010) kala IV mulai dari
lahirnya plasenta selama 1-2 jam. Kala IV dilakukan observasi
terhadap perdarahan pascapersalinan, paling sering terjadi 2 jam
pertama.
Observasi yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1) Tingkat kesadaran pasien
2) Pemeriksaan tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, suhu, dan
pernafasan.
3) Kontraksi uterus
4) Terjadinya perdarahan. Perdarahan dianggap masih normal bila
jumlahnya tidak melebihi 400-500 cc.

Berapa Koteledon pada plasenta?

Permukaan maternal adalah permukaan yang menghadap dinding


rahim, berwarna merah dan terbagi oleh celah-celah yang berasal dari
jaringan ibu. Jumlah celah pada plasenta dibagi menjadi 16-20 kotiledon.

Pengertian Lokhea

Lokhea adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas. Lokhea


berbau amis atau anyir dengan volume yang berbeda-beda pada setiap
wanita. Lokhea yang berbau tidak sedap menandakan adanya infeksi.
Lokhea mempunyai perubahan warna dan volume karena adanya proses
involusi. Lokhea dibedakan menjadi 4 jenis berdasarkan warna dan waktu
keluarnya :
1. Lokhea rubra
Lokhea ini keluar pada hari pertama sampai hari ke-4 masa
postpartum. Cairan yang keluar berwarna merah karena terisi darah
segar, jaringan sisa-sisa plasenta, dinding rahim, lemak bayi, lanugo
(rambut bayi), dan mekonium.
2. Lokhea sanguinolenta
Lokhea ini berwarna merah kecokelatan dan berlendir, serta
berlangsung dari hari ke-4 sampai hari ke-7 post partum.

3. Lokhea serosa
Lokhea ini berwarna kuning kecokelatan karena mengandung
serum, leukosit, dan robekan atau laserasi plasenta. Keluar pada hari
ke-7 sampai hari ke-14.

4. Lokhea alba
Lokhea ini mengandung leukosit, sel desidua, sel epitel, selaput
lendir serviks, dan serabut jaringan yang mati. Lokhea alba ini dapat
berlangsung selama 2-6 minggu post partum.

Lokhea yang menetap pada awal periode post partum


menunjukkaan adanya tanda-tanda perdarahan sekunder yang
mungkin disebabkan oleh tertinggalnya sisa atau selaput plasenta.
Lokhea alba atau serosa yang berlanjut dapat menandakan adanya
endometritis, terutama bila disertai dengan nyeri pada abdomen dan
demam. Bila terjadi infeksi, akan keluar cairan nanah berbau busuk
yang disebut dengan “lokhea purulenta”. Pengeluaran lokhea yang
tidak lancar disebut “lokhea statis”.

Pengertian Infeksi pada Masa Nifas


Infeksinifas adalah semua peradangan yang disebabkan oleh
kuman yang masuk ke dalam organ genital pada saat persalinan dan
masa nifas. Infeksinifas adalah infeksi bakteri pada traktus genitalia yang
terjadi setelah melahirkan, ditandai dengan kenaikan suhu sampai 38
derajat Celsius atau lebih selama 2 hari dalam 10 hari pertama pasca
persalinan, dengan mengecualikan 24 jam pertama (Joint Committee on
Maternal Welfare, AS).
Macam-macam Infeksi pada Masa Nifas
1. Peritonitis
Infeksi nifas dapat menyebar melalui pembuluh limfe di dalam
uterus langsung mencapai peritoneum dan menyebabkan peritonitis,
atau melalui jaringan diantara kedua lembar ligamentium latum
menyebabkan parametritis. Pertonitia adalah inflamasi peritoneum
lapisan membrane serosa rongga abdomen dan meliputi visera
merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut
maupun kronis/kumpulan tanda dan gejala, di antara nyeri tekan dan
nyeri lepas pada palpasi, defans muscular, dan tanda-tanda umum
inflamasi. Peritonitis adalah peradangan pada peritoneum yang
merupakan pembungkus visera dalam rongga perut. Peritonitis adalah
suatu respon inflamasi atau supuratif dari peritoneum yang disebabkan
oleh iritasi kimiawi atau infasi bakteri. Peritoneum adalah mesoderm
lamina lateralis yang tetap bersifat epithelial. Pada permulaan,
mesoderm merupakan dinding dari sepasang rongga yaitu coelom. Di
antara kedua rongga terdapat entoderm yang merupakan dinding
enteron. Enteron di dareh abdomen menjadi usus. Kedua rongga
mesoderm, dorsal dan ventral usus saling mendekat, sehingga
mesoderm tersebut kemudian menjadi peritoneum. Lapisan
Peritoneum dibagi menjadi 3 yaitu: Lembaran yang menutupi dinding
usus, disebut lamnia visceralis (tunika serosa), lembaran yang melapisi
dinding dalam abdomen disebut lamia parietalis, lembaran yang
menghubungkan lamina visceralis dan lamina parietalis.
2. Endometritis
Radang selaput lendir rahim atau endometritis adalah
peradangan yang terjadi pada endometrium, yaitu lapisan sebelah
dalam pada dinding rahim, yang terjadi akibat infeksi.Terdapat
berbagai tipe endometritis, yaitu endometritis post partum (radang
dinding rahim sesudah melahirkan), endometritis sinsitial (peradangan
dinding rahim akibat tumor jinak disertai sel sintitial dan trofoblas yang
banyak), serta endometritis tuberkulosa (peradangan pada dinding
rahim endometrium dan tuba fallopi, biasanya akibat Mycobacterium
tuberculosis.
3. Mastitis
Mastitis adalah penyakit yang sering menjangkiti pada ibu yang
sedang dalam kondisi menyusui bayi. Bentuk penyakit ini adalah
peradangan pada bagian payudara yang disertai dengan kemerahan
pada kulit hingga sampai di puting payudara. Kondisi seperti ini
menjangkiti ibu mulai di tiga bulan awal. Namun sering juga dialami
oleh para ibu yang sudah menyusui cukup lama.
Terdapat 2 jenis mastatis yang digolongkan menurut penyebabnya:
a. Mastitis tanpa infeksi (stasis ASI)
Disebabkan peyumbatan jaringan ASI, sehingga terjadi
penumpukan didalam payudara dan mengakibatkan bengkak
kadang hingga meradang.
b. Mastitis terinfeksi Disebabkan karena bakteri staphylococcus
aureus
4. Tromboflebitis
Suatu kondisi saat gumpalan darah di pembuluh darah
menyebabkan peradangan dan nyeri.
Tromboflebitis biasanya terjadi pada pembuluh darah lapisan
permukaan yang terletak di area dengan aliran darah buruk. Dalam
kasus yang jarang terjadi, pembekuan bisa menunjukkan risiko kondisi
lebih serius yang disebut trombosis vena dalam.
5. Atonia uteri
Atonia uteri adalah kondisi serius yang terjadi setelah melahiran
bayi dimana uterus (rahim) gagal untuk berkontraksi setelah
mengeluarkan bayi, dan akibatnya terajadi perdarahan hebat post
partum yang sangat mengancam jiwa. Setelah bayi lahir, otot uterus
secara normal menebal atau berkontraksi untuk mengeluarkan
plasenta.
6. Retensio Plasenta
Retensio plasenta merupakan suatu kelainan plasenta yang
ditemukan setelah kelahiran. Kelainan tersebut berupa keterlambatan
plasenta yang belum lahir selama 30 menit setelah bayi lahir.
Normalnya plasentagt;dapat keluar segera setelah baru lahir. Kondisi
ini dapat menimbulkan gangguan pada proses jalan lahir dan
membahayakan ibu.
7. Inversio Uteri
Inversio uterus merupakan komplikasi persalinan yang sangat
serius berupa kondisi kolaps fundus yang mencapai kavitas
endometrium. Umumnya, pasien dengan inversio uterus datang ke
fasilitas kesehatan dengan kondisi postpartum. Akan tetapi, pada
beberapa kasus yang jarang, inversio uterus dapat terjadi tanpa
adanya persalinan.
8. Robekan Jalan Lahir
Ruptur perineum atau robekan jalan lahir wajar terjadi ketika
proses persalinan berlangsung. Perineum adalah area antara
pembukaan vagina dan anus. Namun ruptur perineum ini bisa terjadi
dengan tingkatan berbeda, bahkan bisa saja hanya terjadi di dalam
vagina saja. Ruptur perineum tingkat 1–2 adalah kondisi ketika terjadi
robekan pada jalan lahir, yaitu vagina dan daerah di sekitarnya,
setelah melahirkan. Robeknya jaringan kulit dan otot di area tersebut
bisa terjadi akibat peregangan atau tekanan yang kuat di jalan lahir
saat ibu mengejan untuk melahirkan bayinya.
Ruptur perineum merupakan kondisi yang cukup sering terjadi
dalam proses persalinan normal. Kondisi ini lebih berisiko terjadi pada
ibu yang baru pertama kali melahirkan, melahirkan janin berukuran
besar, menjalani proses persalinan lama, atau membutuhkan bantuan
persalinan, seperti forceps atau vakum.
9. Tertinggalnya sebagian sisa Plasenta dalam uterus
Retensi plasenta adalah kondisi ketika plasenta atau ari-ari
tertahan di dalam rahim. Kondisi ini sangat berbahaya, serta dapat
menyebabkan infeksi dan perdarahan pascamelahirkan yang
mengakibatkan kematian.Persalinan terbagi dalam tiga tahap. Pada
tahap pertama, ibu hamil akan mengalami kontraksi, yang memicu
pembukaan pada leher rahim. Kemudian, ibu hamil memasuki tahap
kedua atau proses persalinan. Pada tahap ini, ibu mulai mendorong
bayi keluar. Setelah bayi lahir, plasenta akan keluar beberapa menit
setelah bayi dilahirkan. Proses keluarnya plasenta ini adalah tahap
ketiga atau tahap terakhir. Umumnya persalinan normal akan melalui 3
tahapan tersebut. Akan tetapi pada ibu dengan retensi plasenta,
plasenta tidak keluar dari dalam rahim bahkan hingga lewat dari 30
menit.Plasenta adalah organ yang terbentuk di dalam rahim ketika
masa kehamilan dimulai. Organ ini berfungsi sebagai penyedia nutrisi
dan oksigen untuk janin, serta membuang limbah sisa metabolisme
dari darah.

Anda mungkin juga menyukai