Anda di halaman 1dari 14

Nama : Indaryani

Nim : 218016
Kelas : Akper 2A
Kasus :

Seorang perempuan umur 35 tahun post partum dengan keluhan


nyeri pada perineum karena adanya luka ruptur. Keluhan yang menyertai
yaitu ASI belum lancar keluar dan sudah 2 hari belum BAB. Tentukan
diagnosis dan intervensinya.

DATA

Data Subjektif Data Objektif


1. Klien mengatakan nyeri pada 1. Wajah klien tampak meringis
perineum akibat Robek saat nyeri
setelah melahirkan 2. Skala nyeri 4
3. Nyeri tekan pada pada
perineum

2. - 1. Perineum tampak bengkak


2. Perineum tampak merah
3. Tampak Hecting pada perineum

3. Klien mengeluh ASI yang 1. Mammae tampak membesar


dikeluarkan belum lancar 2. Nyeri tekan pada mammae
3. Tampak ASI keluar sedikit saat
puting susu dipencet

4. Klien mengatakan belum 1. Perut tampak membesar


BAB selama 2 hari 2. Hasil perkusi Pekak
3. Peristaltik usus 4 kali/menit

DIAGNOSIS & INTERVENSI KEPERAWATAN


ND DIAGNOSIS KEPERAWATAN INTERVENSI
X KEPERAWATAN
1. Ketidaknyamanan pasca 1. Identifikasi lokasi,
partum berhubungan dengan karakteristik, durasi,
trauma perineum selama frekuensi, kualitas dan
persalinan dan kelahiran intensitas nyeri
ditandai dengan : 2. Identifikasi skala nyeri
Ds : 3. Identifikasi respon nyeri non
1.Klien mengatakan nyeri pada verbal
perineum akibat ruptur setelah 4. Identifikasi faktor yang
post partum memperberat dan
memperingan nyeri
Do : 5. Kontrol lingkungan
1. Wajah klien tampak memperberat rasa nyeri (mis,
meringis saat nyeri suhu ruangan, pencahayaan,
2. Skala nyeri 4 kebisingan)
3. Nyeri tekan pada pada 6. Berikan teknik
perineum nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis,
hypnosis, akupresur, terapi
music, terapi pijat, kompres
hangat/dingin)
7. Jelaskan penyebab, periode
dan pemicu nyeri
8. Kolaborasi pemberian
Cetorolac 3 mg 3x/8 jam/IV
2. Resiko Infeksi ditandai dengan 1. Monitor tanda dan gejala
Efek prosedur invasif, infeksi local dan sistematik
diibuktikan dengan: 2. Pertahankan teknik
DS:- aseptic pada pasien
DO: berisiko tinggi
1. Perineum tampak bengkak 3. Cuci tangan sebelum dan
2. Perineum tampak merah sesudah kontak dengan
3. Tampak luka Hecting pada pasien dan lingkungan
perineum 4. Ajarkan cara mencuci
tangan dengan benar
5. Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
6. Ajarkan cara memeriksa
kondisi luka atau luka
operasi
7. Kolaborasi pemberian obat
Ceptriaxone 1 gram
2x12/24 jam/IV
3. Menyusui tidak efektif 1. Identifikasi keadaan
berhubungan dengan fisiologis emosional ibu saat akan
(ketidakadekuatan suplai ASI) dilakukan konseling
ditandai dengan : menyusui
Ds : 2. Identifikasi keinginan dan
1. Klien mengatakan ASI yang tujuan menyusui
dikeluarkan belum lancar 3. Identifikasi permasalahan
Do : yang ibu alami selama
1. Mammae tampak membesar proses menyusui
2. Nyeri tekan pada mammae 4. Gunakan teknik
3. Tampak ASI keluar sedikit mendengarkan aktif (mis,
saat puting susu dipencet duduk sama tinggi, degarkan
permasalahan ibu)
5. Berikan pujian terhadap
perilaku ibu yang benar
6. Ajarkan teknik menyusui
yang tepat sesuai kebutuhan
ibu
7. Berikan Healt education :
Keluarga Berencana

4. Konstipasi berhubungan 1. Periksa tanda dan gejala


degan ketidakcukupan asupan konstipasi
serat ditandai dengan : 2. Periksa pergerakan usus,
Ds : karakteristik feses
1. Klien mengatakan belum (konsistensi, bentuk, volume,
BAB selama 2 hari dan warna)
Do : 3. Identifikasi faktor resiko
1. Perut tampak membesar konstipasi (mis. Obat-obatan,
2. Hasil perkusi Pekak tirah baring, dan diet rendah
3. Peristaltik usus 4 kali/menit serat)
4. Anjurkan diet tinggi serat
5. Anjurkan peningkatan
asupan cairan , jika tidak ada
kontraindikasi
6. Kolaborasi pemberian obat
dulcolax 5 mg 1x/24 jam/
suppositoria

TUGAS II

A. Nifas
Nifas menurut bahasa artinya melahirkan. Sedangkan menurut
syara’ nifas adalah darah yang keluar setelah melahirkan. Disebut
nifas karena darah tersebut keluar setelah nafs (jiwa, yakni anaknya),
dan bagi wanita yang sedang mengalami nifas secara fikih disebut
nufasa’.
Masa nifas (puerperium) dimulai setelah plasenta lahir dan
berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum
hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu atau 42 hari,
namun secara keseluruhan akan pulih dalam waktu 3 bulan
(Anggraini, Y, 2010).
Masa Nifas atau Puerperium adalah masa setelah persalinan
selesai sampai 6 minggu atau 42 hari. Asuhan selama periode nifas
perlu mendapat perhatian karena sekitar 60% angka kematian ibu
terjadi pada periode ini (Martalina D., 2012)
B. Kala l,ll,lll, dan lV
1. Kala satu (kala pembukaan)
Kala satu persalinan dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus
atau dikenal dengan “his” yang teratur dan meningkat (baik
frekuensi maupun kekuatannya) hingga serviks berdilatasi hingga
10 cm (pembukaan lengkap) atau kala pembukaan berlangsung
dari mulai adanya pembukaan sampai pembukaan lengkap. Pada
permulaan kala satu, his yang timbul tidak begitu kuat sehingga
ibu masih koperatif dan masih dapat berjalan-jalan. Kala satu
persalinan dibagi menjadi tiga fase, yaitu:
a. Fase laten
1) Pembukaan servik 0 cm (awal) sampai 5 cm (akhir).
2) Kontraksi tidak teratur dan kemajuan dari teratur menjadi
ringan ke sedang, durasi 5 sampai 30 menit terpisah, 30
sampai 45 detik.
3) Pembukaan dan penipisan servik sebagian.
4) Pecahnya membrane/ketuban secara spontan (SROM)
atau pecahnya membran/ketuban buatan (AROM).
5) Ibu banyak berbicara dan bersemangat.
b. Fase aktif : Tahap 1 berakhir 8 sampai 20 jam (primigravida)
atau 2 sampai 14 jam (multigravida/multipara) setelah
mencapai fase ini.
1) Pembukaan servik 4 cm (awal) sampai 7 cm (akhir)
2) Kontraksi tidak teratur, sedang menjadi kuat, durasi 3
sampai 5 menit terpisah, 40 sampai 70 detik.
3) Servik membuka 7 cm dengan penipisan servik yang
cepat.
4) Dimulainya penurunan janin.
5) Ibu menjadi sangat cemas dan gelisah seiring dengan
kontraksi yang intensif; perasaan ketidaberdayaan
mungkin dilaporkan.
c. Fase transisi : Berakhir saat pembukaan lengkap pada 10 cm
6) Pembukaan serviks 8 sampai 10 cm.
7) Kontraksi teratur, kuat menjadi sangat kuat, durasi 2
sampai 3 menit terpisah, 45 sampai 90 detik.
8) Ibu lelah, marah, gelisah dan merasa tidak berdaya dan
tidak mampu menangani persalinan (ini adalah fase
tersulit dalam persalinan).
9) Mual dan muntah dan sensasi kebutuhan untuk memiliki
gerakan usus mungkin terjadi.
10) Desakan untuk mengejan terjadi.
11) Blood show/pengeluaran lendir darah meningkat seiring
dengan pengeluaran air ketuban.
2. Kala dua (pengeluaran bayi)
Kala dua persalinan dimulai ketika pembukaan serviks sudah
lengkap (10 cm) dan berakhir dengan kelahiran bayi. Kala dua
disebut juga dengan kala pengeluaran bayi. Tanda dan gejala kala
dua adalah:
a. Ibu merasa ingin meneran bersama dengan terjadinya
kontraksi.
b. Ibu merasakan adanya peningkatan tekanan pada rektum
dan/atau vaginanya.
c. Perineum menonjol.
d. Vulva-vagina dan spingter ani membuka.
e. Meningkatnya pengeluaran lendir bercampur darah.

Pada kala dua persalinan his/kontraksi yang semakin kuat dan


teratur. Umumnya ketuban pecah pada pembukaan mendekati
lengkap dengan diikuti keinginan meneran. Kedua kekuatan, his
dan keinginan untuk meneran akan mendorong bayi keluar. Kala
dua berlangsung hingga 2 jam pada primipara dan 1 jam pada
multipara.
Pada kala dua, penurunan bagian terendah janin hingga
masuk ke ruang panggul sehingga menekan otot-otot dasar
panggul yang secara reflektoris menimbulkan rasa ingin meneran,
karena adanya penekanan pada rektum sehingga ibu merasa
seperti mau buang air besar yang ditandai dengan anus
membuka. Saat adanya his bagian terendah janin akan semakin
terdorong keluar sehingga kepala mulai terlihat, vulva membuka
dan perineum menonjol.
3. Kala tiga (pelepasan uri)
Kala tiga persalinan disebut juga dengan kala uri atau kala
pengeluaran plasenta. Kala tiga persalinan dimulai setelah
lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya plasenta dan selaput
ketuban. Setelah kala dua persalinan, kontraksi uterus berhenti
sekitar 5 sampai 10 menit. Dengan lahirnya bayi, sudah mulai
pelepasan plasenta pada lapisan Nitabuch, karena sifat retraksi
otot rahim. Lepasnya plasenta sudah dapat diperkirakan dengan
memperhatikan tanda-tanda:
a. Perubahan bentuk uterus dan tinggi fundus uteri.
1) Setelah bayi lahir dan sebelum miometrium mulai
berkontraksi, uterus berbentuk bulat penuh dan umum
tinggi fundus uteri di bawah pusat.
2) Setelah uterus berkontraksi dan plasenta terdorong ke
bawah, uterus berubah bentuk menjadi seperti buah
pear/alpukat dan tinggi fundus uteri menjadi di atas pusat.
b. Tali pusat bertambah panjang.
c. Terjadi semburan darah secara tiba-tiba perdarahan (bila
pelepasan plasenta secara Duncan/dari pinggir).

Masalah/komplikasi yang dapat muncul pada kala tiga adalah


retensio plasenta, plasenta lahir tidak lengkap, perlukaan jalan
lahir. Pada kasus retensio plasenta, tindakan manuak plasenta
hanya dapat dilakukan dengan pertimbangan terdapat
perdarahan.
4. Kala empat (pemantauan)
Kala empat dimulai dari setelah lahirnya plasenta dan berakhir
dua jam setelah itu. Pada kala paling sering terjadi perdarahan
postpartum, yaitu pada 2 jam pertama postpartum.
Masalah/komplikasi yang dapat muncul pada kala empat adalah
perdarahan yang mungkin disebabkan oleh atonia uteri, laserasi
jalan lahir dan sisa plasenta. Oleh karena itu harus dilakukan
pemantauan, yaitu pemantauan kontraksi dan mencegah
perdarahan pervaginam. Pemantauan pada kala IV dilakukan:
a. Setiap 15 menit pada satu jam pertama pascapersalinan.
b. Setiap 20-30 menit pada jam kedua pascapersalinan.
c. Jika utrus tidak berkontraksi dengan baik, lakukan
penatalaksanaan atonia uteri yang sesuai.
Kontraksi uterus selama kala empat umumnya tetap kuat
dengan amplitudo sekitar 60 sampai 80 mmHg, kekuatan
kontraksi ini tidak diikuti oleh interval pembuluh darah tertutup
rapat dan terjadi kesempatan membentuk trombus. Melalui
kontraksi yang kuat dan pembentukan trombus terjadi
penghentian pengeluaran darah postpartum. Kekuatan his dapat
diperkuat dengan memberi obat uterotonika. Kontraksi ikutan saat
menyusui bayi sering dirasakan oleh ibu postpartum, karena
pengeluaran oksitosin oleh kelenjar hipofisis posterior.
Pengeluaran oksitosin sangat penting yang berfungsi:

a. Merangsang otot polos yang terdapat disekitar alveolus


kelenjar mamae, sehingg ASI dapat dikeluarkan.
b. Oksitosin merangsang kontraksi uterus dan mempercepat
involusi uteri.
c. Kontraksi otot uterus yang disebabkan oksitosin mengurangi
perdarahan postpartum.

C. Lochea
Lokhea adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas. Lokhea
berbau amis atau anyir dengan volume yang berbeda-beda pada
setiap wanita. Lokhea yang berbau tidak sedap menandakan adanya
infeksi. Lokhea mempunyai perubahan warna dan volume karena
adanya proses involusi. Lokhea dibedakan menjadi 4 jenis
berdasarkan warna dan waktu keluarnya :
a. Lokhea rubra
Lokhea ini keluar pada hari pertama sampai hari ke-4 masa
postpartum. Cairan yang keluar berwarna merah karena terisi
darah segar, jaringan sisa-sisa plasenta, dinding rahim, lemak
bayi, lanugo (rambut bayi), dan mekonium.
b. Lokhea sanguinolenta
Lokhea ini berwarna merah kecokelatan dan berlendir, serta
berlangsung dari hari ke-4 sampai hari ke-7 post partum.
c. Lokhea serosa
Lokhea ini berwarna kuning kecokelatan karena mengandung
serum,
leukosit, dan robekan atau laserasi plasenta. Keluar pada hari ke-
7 sampai hari ke-14.
d. Lokhea alba
Lokhea ini mengandung leukosit, sel desidua, sel epitel, selaput
lendir serviks, dan serabut jaringan yang mati. Lokhea alba ini
dapat berlangsung selama 2-6 minggu post partum. Lokhea yang
menetap pada awal periode post partum menunjukkaan adanya
tanda-tanda perdarahan sekunder yang mungkin disebabkan oleh
tertinggalnya sisa atau selaput plasenta. Lokhea alba atau serosa
yang berlanjut dapat menandakan adanya endometritis, terutama
bila disertai dengan nyeri pada abdomen dan demam. Bila terjadi
infeksi, akan keluar cairan nanah berbau busuk yang disebut
dengan “lokhea purulenta”. Pengeluaran lokhea yang tidak lancar
disebut “lokhea statis”.
D. Berapa Kotiledon pada plasenta?
Permukaan maternal adalah permukaan yang menghadap dinding
rahim, berwarna merah dan terbagi oleh celah-celah yang berasal dari
jaringan ibu. Jumlah celah pada plasenta dibagi menjadi 16-20
kotiledon.
E. Infeksi pada nifas
Infeksi masa nifas adalah kondisi yang terjadi ketika bakteri masuk
dan menginfeksi rahim serta daerah sekitarnya setelah seorang
perempuan melahirkan. Kondisi ini dikenal juga dengan sebutan
puerperal infection atau postpartum infection. Diperkirakan 10 persen
penyebab meninggal terkait kehamilan di Amerika Serikat disebabkan
oleh infeksi. Angka kematiannya pun diperkirakan lebih tinggi di
daerah yang tidak memiliki sanitasi yang layak. Infeksi ini biasanya
ditandai dengan adanya kenaikan suhu sampai 38 derajat Celcius
atau lebih selama selama 2-10 hari pertama pasca persalinan.
F. Komplikasi pada nifas
Ada beberapa komplikasi yang jarang terjadi pada masa nifas,
namun tetap harus diwaspadai. Contoh tanda bahaya nifas ini meliputi
sepsis atau infeksi darah, deep vein thrombosis (DVT), masalah
kardiovaskular, stroke, serta emboli.
G. Endometritis
Endometritis adalah peradangan yang terjadi pada endometrium,
yaitu lapisan sebelah dalam pada dinding rahim, yang terjadi akibat
infeksi.
H. Peritonitis
Peritonitis adalah radang peritoneum dengan eksudasi serum,
fibrin, sel – sel, dan pus, biasanya disertai dengan gejala nyeri
abdomen dan nyeri tekan pada abdomen, konstipasi, muntah, dan
demam peradangan yang biasanya disebabkan oleh infeksi pada
peritoneum
I. Masitis
Mastitis adalah peradangan pada jaringan payudara. Mastitis
merupakan kondisi yang sering terjadi pada ibu menyusui, dan bisa
mengganggu proses pemberian nutrisi kepada bayi.
Mastitis biasanya menyerang ibu menyusui pada trimester awal,
tapi bisa juga terjadi saat proses menyusui sudah berjalan
lama. Mastitis bisa membuat ibu mengalami kesulitan memberikan
ASI karena payudara terasa sakit.

J. Tromboflebitis
tromboflebitis adalah invasi/perluasan mikroorganisme patogen
yang mengikuti aliran darah disepanjang vena dan cabang-
cabangnya. Tromboflebitis didahului dengan trombosis, dapat terjadi
pada kehamilan tetapi lebih sering ditemukan pada masa nifas.
K. Atonia Uteri
Atonia uteri adalah kondisi pada wanita di mana rahim gagal
berkontraksi setelah persalinan bayi. Kondisi ini dapat mengakibatkan
pendarahan pascapersalinan yang dapat membahayakan nyawa.
Setelah persalinan, untuk mencegah pendarahan, umumnya
terjadi kontraksi untuk membantu menekan pembuluh darah yang
menempel pada plasenta. Otot-otot rahim juga akan berkontraksi dan
menegang untuk mengeluarkan plasenta. Jika otot rahim tidak cukup
kuat melakukan kontraksi, maka akan terjadi perdarahan. Situasi ini
memerlukan penanganan darurat untuk menghentikan pendarahan
dan mengganti darah yang hilang.
Atonia uteri atau kegagalan rahim untuk berkontraksi adalah
penyebab utama pendarahan pascapersalinan.  Sedangkan
perdarahan pascapersalinan merupakan salah satu faktor utama
penyebab kematian ibu, Atonia uteri dapat memicu pendarahan
pascabersalin dengan ciri-ciri meningkatnya detak jantung,
menurunnya tekanan darah, pendarahan yang banyak, serta nyeri
pada punggung.
L. Retensio Plasenta
Retensio plasenta adalah tertahannya plasenta berada di dalam
rahim dan tidak keluar dengan sendirinya secara alami. Ketika ini
terjadi, plasenta harus segera dikeluarkan dari rahim ibu.
Jika plasenta tetap tertahan di dalam rahim, kondisi ini dapat
mengancam jiwa, mengakibatkan infeksi dan bahkan kematian.
Biasanya plasenta akan keluar sekitar 5-10 menit setelah
kelahiran bayi, namun ada juga yang baru keluar setelah 30 menit.
Perlekatan antara kulit bayi dan ibu pada saat menyusui untuk
pertama kalinya dapat memicu aliran hormon oksitosin sehingga
mendorong pelepasan plasenta secara alami. Apabila hingga 1 jam
kelahiran bayi plasenta belum juga keluar, kondisi ini disebut retensio
plasenta.
M. Inversio Uteri
Inversio uteri adalah komplikasi persalinan yang jarang terjadi
dimana rahim sebagian atau seluruhnya ikut keluar ketika plasenta
lahir. Bagian rahim bagian atas (fundus) menjadi terbalik (inversi)
mengarah ke bawah, tergantung derajatnya bagian rahim ini bisa
sampai ke mulut rahim hingga keluar dari jalan lahir.
Meskipun inversio uteri tidak sering terjadi, namun ketika itu terjadi
ada risiko tinggi kematian akibat pendarahan hebat dan shock Namun,
bisa diobati dengan sukses ketika terdeteksi dengan cepat dan diberi
penanganan dengan tepat. Oleh sebab itu penting kiranya bagi kita
untuk mengetahui gejala, penyebab, dan langkah penanganan pada
inversio uteri ini.
N. Robekan Jalan lahir
Robekan Jalan lahir adalah terpotongnya selaput lendir vagina,
cincin selaput darah, serviks, porti septum rektovaginalis akibat dari
tekanan benda tumpul (Wiknjosastro, Sarwono : 178)
O. Tertinggalnya Sisa Plasenta dalam uterus
Pada umumnya, Plasenta lahir lengkap kurang dari setengah jam
sesudah anak lahir. Namun pada saat dilakukan pemeriksaan
kelengkapan Plasenta, kadang-kadang masih ada potongan-potongan
Plasenta yang tertinggal tanpa diketahui, inilah yang disebut Plasenta
Rest atau Sisa Plasenta. hal tersebut dapat menimbulkan perdarahan,
perdarahan ini merupakan salah satu faktor penyebabangka kematian
ibu menjadi meningkat.
Sisa plasenta adalah sisa plasenta dan selaput ketuban yang
masih tertinggal dalam rongga rahim yang dapat menyebabkan
perdarahan Post partum dini dan perdarahan postpartum lambat.
Tertinggalnya sebagian plasenta sewaktu suatu bagian dari
plasenta satu atau lebih lobus tertinggal, maka uterus tidak dapat
berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan
perdarahan. tetapi mungkin saja pada beberapa keadaan tidak ada
perdarahan dengan sisa plasenta.
Perdarahan post partum merupakan masalah penting dalam
bidang obstetri dan ginekologi. walaupun angka kematian maternal
telah menurun secara dramatis dengan adanya pemeriksaan-
pemeriksaan dan pera"atan kehamilan dan persalinan di rumah sakit
dan adanya fasilitas transfuse darah. Namun kematian ibu akibat
perdarahan masih merupakan faktor utama pada kematian maternal.
Perdarahan dalam bidang obstetri hampir selalu berakibat fatal bagi
ibu maupun  janin, terutama jika tindakan pertolongan terlambat
dilakukan atau keterlambatan diagnose.
Perdarahan postpartum di bagi menjadi 2 yaitu :
1. Perdarahan postpartum primer ialah perdarahan lebih dari 500 cc
yang terjadi dalam 24 jam pertama setelah anak lahir.
2. Perdarahan postpartum sekunder ialah perdarahan lebih dari 500
cc yang terjadi setelah 24 jam pertama setelah anak lahir,
biasanya antara hari ke 5 sampai 5 hari postpartum

Anda mungkin juga menyukai