Anda di halaman 1dari 41

Departemen Patologi Klinik

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar

REFERAT

ASPEK LABORATORIUM

MALARIA

OLEH:
Hidro Muhammad Perdana
NIM: 70700119026

SUPERVISOR PEMBIMBING:
dr. Suci Aprianti, Sp.PK, M.Kes

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


DEPARTEMEN PATOLOGI KLINIK
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN ALAUDDIN MAKASSAR
TAHUN
2020
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur yang sebesar – besarnya penulis panjatkan kehadirat

Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan anugerah-Nya kepada kita semua

bahwa dengan segala keterbatasan yang penulis miliki akhirnya penulis dapat

menyelesaikan penulisan referat dengan judul “Aspek Laboratorium Malaria”

dalam rangka tugas kepaniteraan klinik Departemen Patologi Klinik, Program

Pendidikan Profesi Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN

Alauddin Makassar.

Keberhasilan penyusunan referat ini adalah berkat bimbingan, kerja sama,

serta bantuan moril dan materil dari berbagai pihak yang telah diterima penulis

sehingga segala rintangan yang dihadapi selama penulisan dan penyusunan referat

ini dapat terselesaikan dengan baik.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan memberikan

penghargaan yang setinggi-tingginya secara tulus dan ikhlas kepada yang

terhormat:

1. dr. Suci Aprianti Sp.PK, M.Kes selaku supervisor pembimbing.

2. Serta semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat penulis sebutkan

satu-persatu.

Tidak ada manusia yang sempurna maka penulis menyadari sepenuhnya

bahwa referat ini masih jauh dari sempurna, sehingga dengan segala kerendahan

hati penulis siap menerima kritik dan saran serta koreksi yang membangun dari

semua pihak.

Makassar, 2 September 2020

Hidro Muhammad Perdana

i
LEMBAR PENGESAHAN

Referat dengan judul


“Aspek Laboratorium Malaria”
Telah memenuhi persyaratan dan telah disetujui
Pada Tanggal…………….
Oleh:

Supervisor Pembimbing

dr. Suci Aprianti Sp.PK, M.Kes

Mengetahui,
Ketua Program Pendidikan Profesi Dokter
UIN Alauddin Makassar

dr. Azizah Nurdin Sp,OG, M.Kes


NIP: 198409052009012011

ii
DAFTAR ISI
JUDUL ............................................................................................................i
KATA PENGANTAR ....................................................................................i
PENGESAHAN REFERAT ..........................................................................ii
DAFTAR ISI.................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................2
A. Definisi .........................................................................................2
B. Epidemiologi ................................................................................3
C. Etiologi .........................................................................................4
D. Patogenesis ...................................................................................4
E. Klasifikasi ....................................................................................7
F. Manifestasi Klinis.........................................................................9
G. Diagnosis.....................................................................................10
H. Penatalaksanaan..........................................................................11
I. Prognosis.....................................................................................14
J. Komplikasi..................................................................................14
BAB III ASPEK LABORATORIUM ……………………………………. 15
Daftar Pustaka ……………………………………………………..............19

iii
BAB I

PENDAHULUAN

Malaria adalah penyakit serius dan terkadang fatal yang disebabkan

oleh parasit yang menginfeksi nyamuk Anopheles yang menggigit manusia.1,2

Parasit tersebut adalah Plasmodium, terutama tipe P. falciparum, P. vivax, P.

ovale, P. malaria dan P. knowlesi.2 Penderita malaria biasanya mengalami

demam tinggi, menggigil, dan penyakit seperti flu.1 Pada daerah endemis

diagnosis malaria tidak sulit. Umumnya diagnosis ditegakkan berdasarkan

gejala dan tanda klinik. Walaupun di daerah bukan endemis malaria,

diagnosis banding malaria harus dipikirkan pada riwayat demam tinggi

berulang, apalagi disertai gejala trias yaitu demam, splenomegali, dan

anemia.3

Meskipun diagnosis malaria merupakan hasil pertimbangan klinik,

pemeriksaan laboratorium masih diperlukan untuk diagnosis cepat karena

malaria menyebabkan banyak penyulit dan kematian, serta membebani

ekonomi nasional. Banyaknya negara dengan malaria merupakan negara

miskin, menyebabkan penyakit ini menjadi lingkaran setan penyakit dan

kemiskinan.1 Dengan demikian, diagnosis malaria yang cepat dan akurat

merupakan bagian integral dari tata laksana malaria dan bagian dari

pencegahan penyebaran infeksi lebih lanjut di masyarakat. Diperlukan

anamnesis yang meliputi riwayat perjalanan pasien, serta gejala dan

pemeriksaan fisis.1

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Malaria adalah suatu penyakit akut maupun kronik, yang disebabkan

oleh protozoa genus Plasmodium dengan manifestasi klinis berupa demam,

anemia dan pembesaran limpa. Sedangkan meurut ahli lain malaria

merupakan suatu penyakit infeksi akut maupun kronik yang disebakan oleh

infeksi Plasmodium yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan

ditemukannya bentuk aseksual dalam darah, dengan gejala demam,

menggigil, anemia, dan pembesaran limpa.4

Penyakit malaria memiliki 4 jenis, dan masing-masing disebabkan

oleh spesies parasit yang berbeda. Gejala tiap-tiap jenis biasanya berupa

meriang, panas dingin menggigil dan keringat dingin. Dalam beberapa kasus

yang tidak disertai pengobatan, gejala-gejala ini muncul kembali secara

periodik. Jenis malaria paling ringan adalah malaria tertiana yang disebabkan

oleh Plasmodium vivax, dengan gejala demam dapat terjadi setiap dua hari

sekali setelah gejala pertama terjadi (dapat terjadi selama 2 minggu setelah

infeksi).5

Demam rimba (jungle fever ), malaria aestivo-autumnal atau disebut

juga malaria tropika, disebabkan oleh Plasmodium falciparum merupakan

penyebab sebagian besar kematian akibat malaria. Organisme bentuk ini

sering menghalangi jalan darah ke otak, menyebabkan koma, mengigau, serta

kematian. Malaria kuartana yang disebabkan oleh Plasmodium malariae,

memiliki masa inkubasi lebih lama daripada penyakit malaria tertiana atau

tropika; gejala pertama biasanya tidak terjadi antara 18 sampai 40 hari setelah

infeksi terjadi. Gejala tersebut kemudian akan terulang kembali setiap 3 hari.

2
Jenis ke empat dan merupakan jenis malaria yang paling jarang ditemukan,

disebabkan oleh Plasmodium ovale yang mirip dengan malaria tertiana.6

Pada masa inkubasi malaria, protozoa tumbuh didalam sel hati;

beberapa hari sebelum gejala pertama terjadi, organisme tersebut menyerang

dan menghancurkan sel darah merah sejalan dengan perkembangan mereka,

sehingga menyebabkan demam.4

B. Epidemiologi

Malaria secara epidemiologi adalah penyakit endemik di daerah tropis

dunia. Di Indonesia, malaria terutama ditemukan di daerah Indonesia timur.

Daerah malaria meliputi hampir lima provinsi, yaitu Nusa Tenggara Timur,

Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat. Sedangkan, di provinsi

lainnya, risiko malaria berada dalam beberapa daerah kabupaten kecuali di

Jakarta, kota-kota besar, perkotaan, dan daerah turisme. Pada tahun 2015,

angka kejadian malaria (annual parasite incidence) adalah 0,85 per 1000

populasi yang berisiko, dengan total 209.413 kasus positif malaria.7,8

Malaria terjadi terutama di daerah tropis, tergolong sebagai penyakit

berbahaya yang dapat menimbulkan kematian bila tidak tertangani baik.

Malaria menjadi endemik di 97 negara-negara dunia, terutama di sub-Saharan

Afrika, Amerika Selatan dan Sentral, sebagian Karibia, Asia, Eropa Timur

dan Pasifik Selatan. Sekitar 214 juta kasus malaria terjadi secara global pada

tahun 2015, kematian terjadi pada 438.000 pengidap, yang terbanyak adalah

anak-anak Afrika. 9,10

Nyamuk Anopheles sp dapat ditemukan di seluruh dunia kecuali

Antartika. Spesies Anopheles yang menularkan penyakit ini berbeda di tiap

negara endemik, bahkan berbeda-beda pada tiap daerah endemik di suatu

3
negara. Hal ini kemungkinan berhubungan dengan perbedaan preferensi

habitat akuatik pada setiap spesies nyamuk tersebut.9,10

C. Etiologi

Ada 2 jenis makhluk yang berperan besar dalam penularan malaria

yaitu parasit malaria (yang disebut Plasmodium) dan nyamuk anopheles

betina. Pada keadaan lain, malaria berkembang pasca penularan transplasenta

atau sesudah transfuse darah yang terinfeksi, dimana keduanya melewati fase

pre-eritroser perkembangan parasit dalam hati. Malaria disebabkan oleh

protozoa darah yang termasuk ke dalam genus Plasmodium. Plasmodium ini

merupakan protozoa obligat intraseluler. Pada manusia terdapat 4 spesies

yaitu Plasmodium vivax, Plasmodium falciparum, Plasmodium malariae dan

Plasmodium ovale. Penularan pada manusia dilakukan oleh nyamuk betina

Anopheles ataupun ditularkan langsung melalui transfusi darah atau jarum

suntik yang tercemar serta dari ibu hamil kepada janinnya.11,12,13

Malaria vivax disebabkan oleh P. vivax yang juga disebut juga sebagai

malaria tertiana. P. malariae merupakan penyebab malaria malariae atau

malaria kuartana. P. ovale merupakan penyebab malaria ovale, sedangkan P.

falciparum menyebabkan malaria falsiparum atau malaria tropika. Spesies

terakhir ini paling berbahaya, karena malaria yang ditimbulkannya dapat

menjadi berat sebab dalam waktu singkat dapat menyerang eritrosit dalam

jumlah besar, sehingga menimbulkan berbagai komplikasi di dalam organ-

organ tubuh.11,12,13

D. Patogenesis

Patofisiologi infeksi malaria berkembang melalui dua fase. Fase 1

dalam tubuh manusia dan fase 2 dalam tubuh nyamuk malaria : 14,15

4
A. Fase dalam tubuh manusia

Dalam tubuh manusia, terdapat dua tahapan yang terjadi, yaitu

siklus ekso eritrosit dan eritrosit : 16,17,18

a. Siklus ekso eritrosit

Ketika nyamuk betina Anopheles sp yang terinfeksi

plasmodium malaria menggigit manusia, sejumlah sporozoit

yang terdapat dalam air liur nyamuk masuk ke dalam

peredaran darah manusia. Sporozoit ini kemudian akan

menginvasi hepar, berkembang biak dan bertambah banyak

secara aseksual. Situasi ini berlangsung sekitar 8 hingga 30

hari secara asimtomatik.

Plasmodium menjadi dorman dalam hepar dalam suatu

periode waktu tertentu, kemudian organisme ini akan

melepaskan ribuan merozoit ke dalam aliran darah seiring

dengan rupturnya sel-sel hepar. Merozoit ini akan memasuki

dan menginfeksi sel-sel darah merah untuk memulai siklus

eritrosit kehidupannya.

Sejumlah sporozoit dari Plasmodium vivax dan

Plasmodium ovale tidak segera berkembang menjadi

merozoit dalam siklus ekso-eritrosit nya tapi memproduksi

sejumlah hipnozoit. Hipnozoit ini mampu bertahan dalam sel-

sel hepar untuk jangka waktu panjang berbulan-bulan hingga

tahunan, secara tipikal 7-10 bulan. Setelah periode dorman,

hipnozoit ini akan kembali aktif dan memproduksi merozoit-

merozoit untuk dilepaskan ke dalam peredaran darah.

Hipnozoit

5
bertanggungjawab untuk masa inkubasi yang panjang dan

terjadinya relaps di kemudian hari.

b. Siklus eritrosit

Merozoit yang memasuki dan menginfeksi eritrosit

akan mengalami proses skizogoni menjadi tropozoit imatur

stadium cincin (ring stage) yang kemudian akan melalui 2

tahapan, yaitu : 16,17,18

A. Maturasi tropozoit

Tropozoit akan tumbuh dan berkembang

menjadi tropozoit matur yang lalu berubah menjadi

skizon. Skizon akan menyebabkan terjadinya rupture

eritrosit dan terlepas bebas ke dalam aliran

pembuluh darah untuk kemudian memasuki eritrosit

sehat dan membentuk tropozoit imatur kembali.

Adanya sejumlah tropozoit dalam peredaran

darah manusia, akan menjadikan tubuh manusia

melepaskan sitokin (cytokine) secara alami, sebagai

respon terhadap parasitemia tersebut.

B. Pembentukan gametosit

Tropozoit imatur juga akan berkembang

menjadi gametosit yang kemudian tumbuh dan

berkembang menjadi gametosit jantan (mikrogamet)

dan betina (makrogamet). Gametosit ini beredar

dalam darah. Apabila penderita digigit nyamuk

Anopheles, maka gamet jantan dan betina akan

masuk ke dalam tubuh

6
nyamuk, dan mulai menjalani siklus hidup

selanjutnya sampai membentuk sporozoit kembali.

B. Fase dalam tubuh nyamuk (Siklus Sporogonik)

Dalam tubuh nyamuk, mikrogamet akan melepaskan flagelanya,

siap bereproduksi dengan makrogamet secara seksual. Mikrogamet

akan melakukan penetrasi terhadap makrogamet dalam lambung

nyamuk, menghasilkan sejumlah zigot. Zigot, kemudian akan menjadi

motil dan memanjang, disebut sebagai ookinet. Sejumlah ookinet akan

menginvasi dinding usus nyamuk untuk membentuk ookis. Ookis

tumbuh, ruptur dan melepaskan sejumlah sporozoit, lalu beredar

memasuki kelenjar liur nyamuk dan siap menginfeksi host

berikutnya.19

E. Klasifikasi

Pembagian jenis-jenis malaria berdasarkan jenis plasmodiumnya antara

lain sebagai berikut : 20


A. Malaria Tropika (Plasmodium Falcifarum)

Malaria tropika/ falciparum malaria tropika merupakan bentuk

yang paling berat, ditandai dengan panas yang ireguler, anemia,

splenomegali, parasitemia yang banyak dan sering terjadi komplikasi.

Masa inkubasi 9-14 hari. Malaria tropika menyerang semua bentuk

eritrosit. Disebabkan oleh Plasmodium falciparum. Plasmodium ini

berupa Ring/ cincin kecil yang berdiameter 1/3 diameter eritrosit

normal dan merupakan satu-satunya spesies yang memiliki 2 kromatin

inti (Double Chromatin).

Plasmodium Falcifarum menyerang sel darah merah seumur

hidup. Infeksi Plasmodium Falcifarum sering kali menyebabkan sel

7
darah merah yang mengandung parasit menghasilkan banyak tonjolan

untuk melekat pada lapisan endotel dinding kapiler dengan akibat


obstruksi trombosis dan iskemik lokal. Infeksi ini sering kali lebih

berat dari infeksi lainnya dengan angka komplikasi tinggi (Malaria

Serebral, gangguan gastrointestinal, Algid Malaria, dan Black Water

Fever)

B. Malaria Kwartana (Plasmodium Malariae)

Plasmodium Malariae mempunyai tropozoit yang serupa

dengan Plasmoduim vivax, lebih kecil dan sitoplasmanya lebih

kompak/ lebih biru. Tropozoit matur mempunyai granula coklat tua

sampai hitam dan kadang-kadang mengumpul sampai membentuk

pita. Skizon Plasmodium malariae mempunyai 8-10 merozoit yang

tersusun seperti kelopak bunga/ rossete. Bentuk gametosit sangat

mirip dengan Plasmodium vivax tetapi lebih kecil.

Ciri-ciri demam tiga hari sekali setelah puncak 48 jam. Gejala

lain nyeri pada kepala dan punggung, mual, pembesaran limpa, dan

malaise umum. Komplikasi yang jarang terjadi namun dapat terjadi

seperti sindrom nefrotik dan komplikasi terhadap ginjal lainnya. Pada

pemeriksaan akan di temukan edema, asites, proteinuria,

hipoproteinemia, tanpa uremia dan hipertensi.

C. Malaria Ovale (Plasmodium Ovale)

Malaria Tersiana (Plasmodium Ovale) bentuknya mirip

Plasmodium malariae, skizonnya hanya mempunyai 8 merozoit

dengan masa pigmen hitam di tengah. Karakteristik yang dapat di

pakai untuk identifikasi adalah bentuk eritrosit yang terinfeksi

Plasmodium Ovale biasanya oval atau ireguler dan fibriated. Malaria

ovale merupakan bentuk yang paling ringan dari semua malaria

disebabkan oleh Plasmodium ovale. Masa inkubasi 11-16 hari, walau

8
pun periode laten sampai 4 tahun. Serangan paroksismal 3-4 hari dan

jarang terjadi lebih


dari 10 kali walau pun tanpa terapi dan terjadi pada malam hari.

D. Malaria Tersiana (Plasmodium Vivax)

Malaria Tersiana (Plasmodium Vivax) biasanya menginfeksi

eritrosit muda yang diameternya lebih besar dari eritrosit normal.

Bentuknya mirip dengan plasmodium Falcifarum, namun seiring

dengan maturasi, tropozoit vivax berubah menjadi amoeboid. Terdiri

dari 12-24 merozoit ovale dan pigmen kuning tengguli. Gametosit

berbentuk oval hampir memenuhi seluruh eritrosit, kromatinin

eksentris, pigmen kuning. Gejala malaria jenis ini secara periodik 48

jam dengan gejala klasik trias malaria dan mengakibatkan demam

berkala 4 hari sekali dengan puncak demam setiap 72 jam.

F. Manifestasi Klinis

Gejala-gejala klasik umum yaitu terjadinya trias malaria (malaria

proxym) secara berurutan yang disebut trias malaria, yaitu : 20

A. Stadium dingin (cold stage)

Stadium ini berlangsung + 15 menit sampai dengan 1 jam.

Dimulai dengan menggigil dan perasaan sangat dingin, gigi

gemeretak, nadi cepat tetapi lemah, bibir dan jari-jari pucat kebiru-

biruan (sianotik), kulit kering dan terkadang disertai muntah.

B. Stadium demam (hot stage)

Stadium ini berlangsung + 2 – 4 jam. Penderita merasa

kepanasan. Muka merah, kulit kering, sakit kepala dan sering kali

muntah. Nadi menjadi kuat kembali, merasa sangat haus dan suhu

tubuh dapat meningkat hingga 410C atau lebih. Pada anak-anak, suhu

tubuh yang sangat tinggi dapat menimbulkan kejang-kejang.

C. Stadium berkeringat (sweating stage)

9
Stadium ini berlangsung + 2 – 4 jam. Penderita berkeringat

sangat banyak. Suhu tubuh kembali turun, kadang-kadang sampai di

bawah normal. Setelah itu biasanya penderita beristirahat hingga

tertidur. Setelah bangun tidur penderita merasa lemah tetapi tidak ada

gejala lain sehingga dapat kembali melakukan kegiatan sehari-hari.

Gejala klasik (trias malaria) berlangsung selama 6 – 10 jam, biasanya

dialami oleh penderita yang berasal dari daerah non endemis malaria,

penderita yang belum mempunyai kekebalan (immunitas) terhadap malaria

atau penderita yang baru pertama kali menderita malaria.20

Di daerah endemik malaria dimana penderita telah mempunyai

kekebalan (imunitas) terhadap malaria, gejala klasik timbul tidak berurutan,

bahkan tidak selalu ada, dan seringkali bervariasi tergantung spesies parasit

dan imunitas penderita. Di daerah yang mempunyai tingkat penularan sangat

tinggi (hiperendemik) seringkali penderita tidak mengalami demam, tetapi

dapat muncul gejala lain, misalnya: diare dan pegal-pegal.20

Gejala klasik (trias malaria) lebih sering dialami penderita malaria

vivax, sedangkan pada malaria falciparum, gejala menggigil dapat

berlangsung berat atau malah tidak ada. Diantara 2 periode demam terdapat

periode tidak demam yang berlangsung selama 12 jam pada malaria

falciparum, 36 jam pada malaria vivax dan ovale, dan 60 jam pada malaria

malariae.20

G. Diagnosis

A. Anamnesis

Keluhan utama dapat meliputi demam, menggigil, dapat disertai

sakit kepala, mual, muntah, diare dan nyeri otot atau pegal-pegal.

Riwayat berkunjung dan bermalam 1-4 minggu yang lalu ke daerah

10
endemik malaria. Riwayat tinggal didaerah endemik malaria. Riwayat
sakit malaria.21

Selain hal-hal tadi, pada pasien penderita malaria berat, dapat

ditemukan keadaan seperti Gangguan kesadaran dalam berbagai derajat,

Keadaan umum yang lemah, Kejang-kejang, Panas sangat tinggi, Mata

dan tubuh kuning, Perdarahan hidung, gusi, tau saluran cerna, Nafas

cepat (sesak napas), Muntah terus menerus dan tidak dapat makan

minum, Warna air seni seperti teh pekat dan dapat sampai kehitaman,

Jumlah air seni kurang bahkan sampai tidak ada dan telapak tangan

sangat pucat.21

B. Pemeriksaan Fisis

Demam (pengukuran dengan termometer ≥ 37,5°C), Konjungtiva


atau telapak tangan pucat, Pembesaran limpa (splenomegali), dan

Pembesaran hati (hepatomegali).21

Gangguan status mental, Kejang multipel, Koma, Hipoglikemia:

gula darah < 50 mg/dL, Distress pernafasan, Temperatur > 40oC, tidak

responsif dengan asetaminofen, Hipotensi, Oliguria atau anuria,

Anemia dengan nilai hematokrit <20% atau menurun dengan cepat,

Kreatinin > 1,5 mg/dL, Parasitemia > 5%, Bentuk Lanjut (tropozoit

lanjut atau schizont) P. falciparum pada apusan darah tepi,

Hemoglobinuria, Perdarahan spontan, dan kuning.21

H. Penatalaksanaan

A. Artemeter + Lumefantrin

Artemeter + lumefantrin tersedia dalam bentuk tablet 20/120 mg

dan 40/240 mg. artemeter + lumefantrin diberikan 2 kali sehari selama

3 hari dengan 2 dosis pertama sebaiknya berjarak 8 jam. Dosis obat

yang diberikan berdasarkan berat badan adalah sebagai berikut : 22,23

11
a. 5-15 kg: 20/120 mg 2 kali sehari, selama 3 hari

b. 15-25 kg: 40/240 mg 2 kali sehari, selama 3 hari

c. 25-35 kg: 60/360 mg 2 kali sehari, selama 3 hari

d. >35 kg: 80/480 mg 2 kali sehari, selama 3 hari

B. Artesunat + Amodiakuin

Artesunat + amodiakuin tersedia dalam bentuk tablet 25/67.5 mg,

50/135 mg, dan 100/270 mg. Dosis obat yang diberikan berdasarkan

berat badan adalah sebagai berikut : 22,23

a. 4.5-9 kg: 25/67.5 mg 1 kali per hari, selama 3 hari

b. 9-18 kg: 50/135 mg 1 kali per hari, selama 3 hari

c. 18-36 kg: 100-270 mg 1 kali per hari, selama 3 hari

d. >36 kg: 200/540 mg 1 kali per hari, selama 3 hari

C. Artesunat + Meflokuin

Artesunat + meflokuin tersedia dalam bentuk tablet pediatrik 25/55

mg dan tablet dewasa 100/220 mg. Dosis obat yang diberikan

berdasarkan berat badan adalah sebagai berikut : 22,23

a. 5-9 kg: 25/55 mg 1 kali per hari, selama 3 hari

b. 9-18 kg: 50/110 mg 1 kali per hari, selama 3 hari

c. 18-30 kg: 100/220 mg 1 kali per hari, selama 3 hari

d. >30 kg: 200/440 mg 1 kali per hari, selama 3 hari

D. Dihidroartemisinin + Piperakuin

Dihidroartemisinin + piperakuin tersedia dalam bentuk tablet

pediatrik 20/160 mg dan tablet dewasa 40/320 mg. Dosis obat yang

diberikan berdasarkan berat badan adalah sebagai berikut : 22,23

12
a. 5-8 kg: 20/160 mg 1 kali per hari, selama 3 hari

b. 8-11 kg: 30/240 mg 1 kali per hari, selama 3 hari

c. 11-17 kg: 40/320 mg 1 kali per hari, selama 3 hari

d. 17-25 kg: 60/480 mg 1 kali per hari, selama 3 hari

e. 25-36 kg: 80/640 mg 1 kali per hari, selama 3 hari

f. 36-60 kg: 120/960 mg 1 kali per hari, selama 3 hari

g. 60-80 kg: 160/1280 mg 1 kali per hari, selama 3 hari

h. >80 kg: 200/1600 mg 1 kali per hari, selama 3 hari

E. Artesunat + Sulfadoksin-Pirimetamin

Artesunat + sulfadoksin-pirimetamin tersedia dalam bentuk

terpisah berupa tablet artesunat 50 mg dan tablet sulfadoxine-

pirimetamin 500/25 mg. Dosis obat yang diberikan berdasarkan berat

badan adalah sebagai berikut : 22,23

13
F. Pengobatan Malaria Plasmodium falciparum Tanpa Komplikasi

Pada malaria yang disebabkan Plasmodium falciparum tanpa

komplikasi, obat yang diberika adalah kombinasi dihidroartemisinin +

piperakuin. Obat ini boleh diberikan pada anak dan dewasa, kecuali

pada wanita hamil semester pertama.22,23

G. Pada malaria yang resisten chloroquine

Berikan dihidroartemisinin + piperakuin, artesunat + meflokuin,

atau artemeter + lumefantrin.22,23

I. Prognosis

Prognosis buruk dengan mortalitas yang tinggi bilamana manusia

terinfeksi dengan jenis Plasmodium falciparum yang tidak diobati, Penderita

malaria dengan asidosis laktat di mana kadarnya dalam darah vena mencapai

45 mg/dL, prognosisnya buruk. Namun, dengan diagnosis dini dan tata

laksana yang benar prognosisnya baik.15

J. Komplikasi

Malaria serebral merupakan penyebab kematian paling sering.

Terutama disebabkan oleh infeksi Plasmodium falciparum, ditandai dengan

kesadaran terganggu hingga koma, dapat disertai kejang-kejang,

hematemesis, melena, dan epistaksis.15

14
BAB III

ASPEK LABORATORIUM

A. Pemeriksaan Mikroskopik

Dengan pemeriksaan mikroskopik, parasit malaria dapat diidentifikasi

dengan memeriksa setetes darah pasien di bawah mikroskop. Sebelum

pemeriksaan, spesimen diwarnai untuk memberikan morfologi yang berbeda

pada parasit. Teknik ini tetap menjadi baku emas untuk konfirmasi

laboratorium malaria.24

Spesimen untuk diagnosis diambil sebelum pemberian obat antimalaria

dan dilakukan saat puncak demam yang merupakan waktu jumlah parasit

terbanyak dalam darah.24

Spesimen dapat diperoleh dengan menusuk jari atau daun telinga karena

densitas perkembangan trofozoit atau skizon lebih besar di daerah kaya

kapiler, untuk kemudian dibuat slide tetes darah tipis dan tebal. Sediaan tetes

darah tebal digunakan untuk mendeteksi adanya parasit, sedangkan sediaan

tipis untuk menentukan spesiesnya. Pada jari yang ditusuk lancet, ditekan

lembut dan dikumpulkan setetes kecil darah kemudian ditempelkan ke bagian

tengah kaca objek. Berikan tekanan lebih lanjut untuk memperoleh lebih

banyak darah dan dikumpulkan dua atau tiga tetes lebih besar, sekitar 1 cm

dari tetes untuk sediaan tipis. Untuk sediaan tipis, spreader diletakkan pada

sudut 45° di depan tetes darah pada bagian tengah kaca objek, lalu ditarik ke

belakang sampai menyentuh tetes darah tersebut. Setelah darah melebar

sepanjang tepi kaca spreader, kemudian kaca speader didorong hingga

terbentuk sediaan tipis.24

15
Dengan salah satu sudut kaca spreader, ketiga tetes darah digabungkan

dan dilebarkan sehingga membentuk tetes darah tebal. Sediaan diletakkan

pada

12
permukaan datar dan rata terlindung dari lalat, debu dan panas, dibiarkan

mengering. Pelabelan dilakukan setelah sediaan kering.24

Sebelum pewarnaan, untuk sediaan tipis dilakukan fiksasi dengan

metanol absolut sebentar saja agar titik Shuffner dapat terlihat, sedangkan

untuk sediaan tebal dilakukan dehemoglobinisasi dengan air sehingga eritrosit

larut serta hanya menyisakan parasit dan leukosit. Pewarnaan yang paling

sering digunakan adalah pewarnaan Giemsa, Wright, atau Field, dan yang

paling sering adalah Giemsa.24

Pemeriksaan mikroskopik dengan lensa objektif 100x dapat dijumpai

parasit malaria dalam berbagai stadium. Jumlah parasit per mikroliter darah

dapat dilakukan dengan menghitung jumlah parasit setiap 200 leukosit pada

tetes tebal. Bila yang terhitung adalah <10 parasit, maka penghitungan

dilanjutkan hingga 500 leukosit. Jumlah parasit/uL dihitung berdasarkan

rumus jumlah parasit yang ditemukan dikalikan jumlah leukosit/ul, kemudian

dibagi dengan 200 atau 500. Bila tidak ada data jumlah leukosit / uL, WHO

menggunakan standar leukosit 8000/uL.24

Untuk sediaan tipis, pemeriksaan dimulai dengan lensa objektif 10x dan

dilanjutkan 100x, untuk menentukan spesies parasit malaria. Jumlah parasit

dapat dinyatakan dalam persen parasitemia sesuai rumus jumlah eritrosit

mengandung parasit malaria dibagi jumlah eritrosit dikalikan 100, atau

jumlah parasit per mikroliter sesuai rumus jumlah eritrosit mengandung

parasit malaria dikalikan jumlah eritrosit/uL, kemudian dibagi dengan jumlah

eritrosit. Bila tidak ada data jumlah eritrosit/uL, menggunakan standar

eritrosit 4000 000/uL. Identifikasi spesies parasit malaria dilakukan dengan

memperhatikan perubahan pada eritrosit, bentuk dan stadium parasit. Jumlah

gametosit dihitung dan dilaporkan terpisah dari stadium aseksual.24

16
B. Rapid Diagnostic Test (RDT)

Rapid Diagnostic Test (RDT) adalah cara alternatif untuk menegakkan

diagnosis infeksi malaria secara cepat. Tes ini menggunakan prinsip

imunokromatografi untuk mendeteksi antigen malaria spesifik dalam darah

seseorang. Spesimen darah diteteskan ke kertas strip yang mengandung emas

dilapis antibodi anti malaria.24

Bila pada darah terdapat parasit malaria, maka terjadi ikatan antara

antigen malaria dengan antibodi anti malaria. Antibodi ini akan membentuk

kompleks perantara dengan antigen malaria dari spesimen, kemudian

kompleks ini akan bergerak melalui zona deteksi akibat daya capillary. Pada

posisi test line akan terbentuk kompleks sandwich dengan antibodi kedua

(antibodi anti P. falciparum atau antibodi anti Plasmodium selain P.

falciparum) bila terdapat antigen malaria, sedangkan spesimen yang tidak

mengandung antigen malaria tidak akan membentuk kompleks sandwich.

Pada posisi control line terdapat antibodi berlabel emas berlebih.

Penambahan washing buffer akan membersihkan hemoglobion dan garis

17
deteksi menjadi tampak. Adanya garis merah di control line memastikan tes

tersebut valid.24

12
C. Pemeriksaan Serologi

Metode serologi digunakan untuk deteksi antibodi terhadap stadium

aseksual malaria dalam darah. Deteksi antibodi malaria untuk diagnosis klinis

dilakukan dengan menggunakan tes enzyme immunoasssays (EIA) yang

cukup sensitif pada keadaan akut.24

Oleh karena itu, deteksi malaria menggunakan EIA dapat digunakan

sebagai alat diagnostik tambahan bersamaan dengan pewarnaan Giemsa bila

dicurigai adanya malaria.24

Deteksi antibodi juga dapat dilakukan menggunakan tes indirect

fluorescent antibody (IFA). Prosedur IFA dapat digunakan sebagai alat

diagnostik untuk menentukan seorang pasien telah terinfeksi Plasmodium.

Karena waktu yang diperlukan untuk pembentukan antibodi dan persistensi

antibodi, tes serologis tidak praktis untuk diagnosis rutin malaria akut.24

D. Pemeriksaan PCR

PCR sangat sensitif untuk deteksi infeksi pada densitas parasit yang

rendah dan untuk menentukan spesies parasit. Namun pemeriksaan ini tidak

selalu tersedia pada fasilitas kesehatan dan memiliki harga yang cukup

mahal.24

18
DAFTAR PUSTAKA
1. Center for Disease Control and Prevention. Malaria. 2018
2. Tangpukdee N, Duangdee C, Wilairatana P. Malaria Diagnosis. Korean J
Parasitol. 2009
3. Halim ID, Rampengan NH, Edwin J. Malaria Berat Pada Anak yang
Mendapat Pengobatan Kombinasi Kina dan Primakuin. Maj Kedokt Indon.
2006
4. Center for Disease Control and Prevention. Malaria. 2017
5. Center for Disease Control and Prevention. Malaria. 2016
6. Center for Disease Control and Prevention. Malaria. 2015
7. WHO. List Countries , Territories, and Areas : Vaccination Requirements and
Recommendations for Internasional Travellers, Including Yellow Fever and
Malaria. WHO Geneva. 2016
8. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pengendalian Malaria.
Kemenkes RI. 2016
9. WHO. Malaria. 2016
10. WHO. Call to Close Gaps in Prevention and Treatment to Defeat Malaria.
2015
11. Center for Disease Control and Prevention. Infectious Disease Related to
Travel, in Malaria. Division of Parastic Diseases and Malaria. Atlanta. 2015
12. Russell TL. Determinants of Host Feeding Success by Anopheles farauti.
Malaria Journal. 2016
13. Center for Disease Control and Prevention. Anopheles Mosquitoes. 2015
14. Vaughan AM. Malaria Parasite Pre-Erythrocytic Stage Infection. Cell Host
Microbe. 2008. 4(3) : p. 209-18
15. BMJ. Malaria Infection : Pathophysiology. Journal BMJ. 2016
16. Robinson LJ. Strategies for Understanding and Reducing the Plasmodium
vivax and Plasmodium ovale Hypnozoite Reservoir in Papua New Guinean
Children : A Randomised Placebo-Controlled Trial and Mathematical Model.
2015
17. Renia L. Cerebral Malaria : Mysteries at the Blood-Brain Barrier. Journal
About Virulence. 2012
18. Center for Disease Control and Prevention. Malaria : Biology. 2016
19. Bousema T. Epidemiology and Infectivity of Plasmodium falciparum and
Plasmodium Vivax Gametocytes in Relation to Malaria Control and
Elimination. Journal Clinical Microbiology Reviews. 2011. 24(2) : p. 377-410
20. Sudoyo AW, Syam AF, dan Alwi S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II.
Edisi VI. Jakarta: Interna Publishing. 2014.
21. Balley JW. Guideline : The Laboratory Diagnosis of Malaria. Br J Haematol.
2013. 163(5) : p. 573-80
22. Center for Disease Control and Prevention. Malaria Treatments. 2017
23. WHO. Guidelines for the Treatments of Malaria. 2015
24. Rinawaty W, Henrika F. Diagnosis Laboratorium Malaria. Departemen
Patologi Klinik, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2019

19
12

Anda mungkin juga menyukai