Anda di halaman 1dari 39

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah dari penelitian ini, diperoleh data dari

lembar observasi aktivitas mahasiswa, Lembar Kerja Mahasiswa (LKM) inkuiri

berbasis argumen yang dilengkapi dengan lembar argumen tentatif, lembar

penilaian presentasi argumen tentatif, lembar penilaian pendapat, dan lembar

penilaian laporan hasil percobaan atau praktikum, dan tes hasil belajar. Hasil

penelitian mahasiswa yang akan dipaparkan adalah deskripsi aktivitas mahasiswa

ketika pembelajaran menggunakan model inkuiri berbasis argumen, kemampuan

mahasiswa dalam menyelesaikan LKM inkuiri berbasis argumen, dan kemampuan

Keterampilan Berpikir Kritis (KBKr) mahasiswa setelah pembelajaran dengan

menggunakan model inkuiri berbasis argumen.

Penelitian ini dilaksanakan mulai tanggal 5-8 April 2017. Dalam penelitian

ini dilakukan tiga kali pertemuan. Pertemuan pertama dilaksanakan pada tahapan

pembelajaran fase satu sampai empat. Pertemuan kedua dilaksanakan pada fase

lima sampai tujuh. Selanjutnya, pertemuan ketiga dilaksanakan untuk mengukur

keterampilian berpikir kritis mahasiswa dengan menggunakan tes hasil belajar

yang dibuat berdasarkan indikator KBKr. Sebelum dilakukan pengolahan data,

mahasiswa dikelompokan terlebih dahulu menjadi kelompok tinggi, sedang, dan

rendah berdasarkan nilai Ujian Akhir Semester (UAS) pada Mata Kuliah Kimia

Dasar I di Semester I dengan menggunakan standar deviasi. Pemaparan hasil

penelitian terhadap mahasiswa semester II kelas A Program Studi Pendidikan

67
2

Kimia UIN Sunan Gunung Djati Bandung yang mengambil mata kuliah kimia

dasar II adalah sebagai berikut.

1. Deskripsi Aktivitas Mahasiswa ketika Proses Pembelajaran Inkuiri

Berbasis Argumen pada Konsep Sel Volta

Pada pertemuan pertama, mahasiswa dikondisikan terlebih dahulu agar

siap mengikuti pembelajaran. Sebelum diajarkan konsep sel Volta, terlebih dahulu

diulang kembali konsep sebelumnya, yakni tentang penyetaraan reaksi redoks.

Mahasiswa diarahkan agar dapat mencari keterkaitan antara konsep reaksi redoks

dengan sel Volta. Mahasiswa diberi motivasi pembelajaran, kemudian mahasiswa

dikelompokan menjadi 8 kelompok belajar secara heterogen.

Hasil keterlaksanaan pembelajaran sel Volta dengan menggunakan model

inkuiri berbasis argumen dapat dilihat dari aktivitas yang dilakukan oleh

mahasiswa. Berikut ini hasil keterlaksanaan dan penjelasan keterlaksanaan

mahasiswa berdasarkan tahap pembelajaran inkuiri berbasis argumen:

a. Fase 1: Exploration of pre-instruction understanding (menggali

pengetahuan/pemahaman sebelum pembelajaran).

Pada fase ini, mahasiswa diberikan pertanyaan mengenai konsep

penyetaraan reaksi redoks. Penyetaraan reaksi redoks merupakan konsep prasyarat

bagi sel Volta. Oleh sebab itu, mahasiswa harus memahami konsep penyetaraan

reaksi redoks terlebih dahulu agar dapat mempelajari konsep sel Volta.

Selanjutnya, mahasiswa diberikan pertanyaan mengenai aplikasi dari sel Volta

dalam kehidupan sehari-hari seperti baterai sebagai motivasi agar mahasiswa

antusias mempelajari konsep sel Volta. Berdasarkan hasil observasi yang


3

dilakukan saat proses pembelajaran, dapat diketahui bahwa mahasiswa pada

kelompok mengerjakan soal mengenai penyetaraan reaksi redoks. Namun ketika

diberikan pertanyaan mengenai baterai sebagai aplikasi dari konsep sel Volta,

tidak semua mahasiswa dapat menjawab pertanyaan tersebut. Begitu pula ketika

peneliti sedang menjelaskan sedikit konsep mengenai elektrokimia sebagai

pendahuluan, ada beberapa mahasiswa pada kelompok yang tidak menyimak

dengan baik. Secara keseluruhan, aktivitas mahasiswa pada fase satu diperoleh

83,33% dan dapat dikategorikan sangat baik. Aktivitas pada fase ini dapat dilihat

pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1 Aktivitas mahasiswa pada fase 1: exploration of pre-instruction


understanding atau menggali pengetahuan/pemahaman
sebelum pembelajaran
4

b. Fase 2: Participation in laboratory activity (ikut serta dalam aktivitas

praktikum).

Pada fase ini mahasiswa akan diarahkan untuk melakukan percobaan

melalui Lembar Kerja Mahasiswa (LKM) inkuiri berbasis argumen. Untuk dapat

melaksanakan percobaan, mahasiswa dalam kelompok diminta untuk mengamati

wacana yang disajikan. Selanjutnya, peneliti memberikan arahan agar mahasiswa

membuat rumusan masalah, hipotesis, dan variabel percobaan berdasarkan

wacana tersebut. Mahasiswa membuat rumusan masalah berdasarkan pertanyaan-

pertanyaan yang ada pada LKM. Langkah selanjutnya yaitu mahasiswa diminta

untuk membuat rancangan percobaan untuk membuktikan hipotesis yang telah

dibuat, barulah mahasiswa melaksanakan praktikum dan mencatat setiap

pengamatan yang dilakukan.

Pada pelaksanaannya, mahasiswa melakukan praktikum secara

berkelompok sesuai dengan arahan dari peneliti. Berdasarkan hasil observasi yang

dilakukan saat proses pembelajaran dapat diketahui bahwa semua mahasiswa pada

setiap kelompok mengamati wacana yang disajikan dalam LKM, ada yang

membaca bersama-sama dan ada pula yang membacakan satu orang, sementara

anggota kelompok yang lain menyimak. Selanjutnya ketika mahasiswa diminta

untuk membuat rumusan masalah dan hipotesis, ada beberapa mahasiswa yang

masih kesulitan sehingga peneliti selalu sigap memberikan arahan kepada

mahasiswa. Begitu pula saat mahasiswa diminta untuk membuat variabel bebas,

kontrol, dan terikat, dan membuat rancangan percobaan yang akan dilakukan, ada

beberapa mahasiswa yang masih kesulitan dalam membuatnya, sehingga


5

mahasiswa aktif bertanya kepada peneliti. Saat melakukan percobaan setiap

mahasiswa aktif melakukan percobaan dengan cara membagi tugas dalam

kelompok dan ada pula yang berperan sebagai pencatat hasil pengamatan. Secara

keseluruhan, aktivitas mahasiswa pada fase 2 diperoleh 100% dan dapat

dikategorikan sangat baik. Aktivitas mahasiswa pada fase ini dapat dilihat pada

Gambar 4.2.

Gambar 4.2 Aktivitas mahasiswa pada fase 2: participation in laboratory


activity atau ikut serta dalam aktivitas praktikum

c. Fase 3: Negotiation shape I: writing personal meaning for laboratory activity

(menuliskan pengertian/pemahaman individu dalam kegiatan praktikum).

Pada fase ini mahasiswa diminta untuk menginterpretasikan data hasil

percobaan yang ditulis masing-masing. Setiap mahasiswa dalam kelompok

diminta untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan praktikum

pada LKM. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan saat proses pembelajaran

dapat diketahui bahwa semua mahasiswa pada setiap kelompok bekerjasama

dalam menyelesaikan pertanyaan-pertanyaan yang ada pada LKM. Pada

pengerjaannya, terlihat beberapa kelompok membagi-bagi tugas dalam menjawab


6

pertanyaan-pertanyaan yang disajikan. Mahasiswa terlihat aktif dalam

mendiskusikan jawaban. Secara keseluruhan, aktivitas mahasiswa pada fase tiga

yakni negotiation shape I, writing personal meaning for laboratory activity atau

menuliskan pengertian/pemahaman individu pada kegiatan praktikum diperoleh

100%, dan dapat dikategorikan sangat baik. Aktivitas mahasiswa pada fase ini

dapat dilihat pada Gambar 4.3.

Gambar 4.3 Aktivitas mahasiswa pada fase 3: negotiation shape I: writing


personal meaning for laboratory activity atau menuliskan
pengertian/pemahaman individu pada kegiatan praktikum

d. Fase 4: Negotiation shape II: sharing and comparing data interpretations in

small groups (bertukar pikiran dan membandingkan interpretasi data dalam

kelompok kecil).

Fase ini memungkinkan setiap mahasiswa untuk menyampaikan hasil

interpretasi datanya masing-masing dan memberikan kesempatan setiap

mahasiswa untuk meyampaikan klaim dan argumennya. Setiap kelompok diminta


7

untuk menggeneralisasikan data hasil praktikumnya dengan membuat argumen

tentatif berdasarkan pada setiap rumusan masalah yang dibuat. Berdasarkan hasil

observasi saat proses pembelajaran dapat diketahui bahwa mahasiswa aktif dalam

membuat argumen tentatif pada lembar argumen yang dibagikan. Mahasiswa

bekerjasama dalam menyelesaikan setiap bagian pada lembar argumen. Ada lima

kelompok yang mahasiswanya bertanya mengenai komponen-komponen yang

harus dilengkapi diantaranya membuat klaim, menuliskan data, pembenaran

(warrant), dan pendukung atau penguat (backing). Secara keseluruhan, aktivitas

mahasiswa pada fase 4 yakni negotiation shape II, sharing and comparing data

interpretations in small groups atau bertukar pikiran dan membandingkan

interpretasi data dalam kelompok kecil diperoleh 100%, dan dapat dikategorikan

sangat baik. Aktivitas mahasiswa pada fase ini dapat dilihat pada Gambar 4.4.

Gambar 4.4. Aktivitas mahasiswa pada fase 4: negotiation shape II:


sharing and comparing data interpretations in small groups
(bertukar pikiran dan membandingkan interpretasi data
dalam kelompok kecil).
8

e. Fase 5: Negotiation shape III: comparing science ideas to textbooks or other

printed resources (membandingkan ide-ide sains dengan buku teks atau

sumber lainnya).

Pada fase ini ada dua kegiatan yaitu memverifikasi argumen tentatif

dengan dasar teori ilmiah dan adu argumen. Pada fase ini, pernyataan-pernyataan

yang telah dibuat oleh mahasiswa setelah melakukan diskusi dalam kelompok,

selanjutnya dibandingkan dengan teori baik dari buku maupun sumber lain.

Selanjutnya, setiap kelompok melakukan kegiatan adu argumen berdasarkan

klaim yang dibuat pada argumen tentatif atau pada kegiatan di fase empat.

Berdasarkan hasil observasi saat proses pembelajaran diketahui bahwa mahasiswa

dalam kelompoknya masing-masing saling bertukar pendapat dan bekerjasama

dalam mencari teori yang dapat dijadikan dasar untuk memperkuat argumen

tentatif yang dibuat. Sebagian besar mahasiswa menggunakan buku sebagai dasar

teori, dan beberapa mahasiswa menggunakan internet untuk melengkapi informasi

yang dibutuhkan.

Pada saat kegiatan adu argumen, sebagian besar mahasiswa masih belum

dapat melaksanakan kegiatan berargumentasi dengan efektif. Enam dari delapan

kelompok melebihi batas waktu yang ditentukan. Selain itu, pembagian tugas saat

berargumentasi belum efektif sehingga tidak semua anggota dapat mengutarakan

klaim, pertanyaan, pendapat, maupun sanggahannya. Hal ini dapat dilihat melalui

persentase aktivitas mahasiswa pada saat adu argumen yang rata-rata hanya

mencapai 62,46% dan menunjukkan bahwa kegiatan argumentasi masih dalam

kategori cukup. Secara keseluruhan, aktivitas mahasiswa pada fase lima, yakni
9

negotiation shape III, comparing science ideas to textbooks or other printed

resources atau membandingkan ide-ide sains dengan buku teks atau sumber

lainnya diperoleh 100%, dan dapat dikategorikan sangat baik. Aktivitas

mahasiswa pada fase ini dapat dilihat pada Gambar 4.5.

Gambar 4.5 Aktivitas mahasiswa pada fase 5: negotiation shape III:


comparing science ideas to textbooks or other printed
resources (membandingkan ide-ide sains dengan buku teks
atau sumber lainnya).
f. Fase 6: Negotiation shape IV: individual reflections and writing (masing-

masing individu merefleksi dan menulis).

Pada fase ini, kemampuan mahasiswa dalam menulis ilmiah akan diamati,

karena setiap kelompok diminta untuk membuat laporan akhir hasil percobaan.

Dengan adanya adu argumen pada fase lima dapat memantapkan konsep ilmiah
10

mahasiswa yang akan dituliskan dalam bentuk laporan. Laporan yang dibuat oleh

setiap kelompok ini harus berdasarkan data hasil percobaan yang telah

dibandingkan dengan teori, juga berdasarkan hasil kegiatan adu argumentasi di

kelas. Berdasarkan hasil observasi dapat diketahui bahwa secara keseluruhan

setiap kelompok telah membuat laporan hasil percobaan. Beberapa kelompok

diantaranya ada yang masih kurang dalam membahas hasil percobaan. Sebagian

besar kelompok belum dapat membuat kesimpulan hasil percobaan secara efektif,

seperti masih panjangnya kesimpulan yang dibuat, tidak mengena pada inti dari

tujuan praktikum, dan menuliskannya dalam bentuk paragraf bukan poin per poin

ataupun diagram alir. Secara keseluruhan, aktivitas mahasiswa pada fase enam,

yakni negotiation shape IV, individual reflections and writing atau masing-masing

individu merefleksi dan menulis diperoleh 100%, dan dapat dikategorikan sangat

baik. Aktivitas mahasiswa pada fase enam dapat dilihat pada Gambar 4.6.

Gambar 4.6 Aktivitas mahasiswa pada fase 6: negotiation


shape IV: individual reflections and writing
(masing-masing individu merefleksi dan
menulis)
11

g. Fase 7: Exploration of post instruction understanding (menggali pengetahuan

atau pemahaman setelah pembelajaran).

Fase ketujuh adalah tahap eksplorasi yang merupakan fase terakhir dari

pembelajaran sel Volta menggunakan model inkuiri berbasis argumen. Pada fase

ini, eksplorasi ditujukan untuk menguatkan konsep yang telah didapatkan. Tahap

ini dilakukan dengan tanya jawab antara peneliti dan mahasiswa seputar materi sel

Volta yang telah diajarkan. Selanjutnya, mahasiswa diberikan tes hasil belajar

untuk mengetahui keterampilan berpikir kritis mahasiswa pada akhir

pembelajaran.

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan saat proses pembelajaran

diketahui bahwa semua mahasiswa dapat menyimak penjelasan yang diberikan

oleh peneliti. Akan tetapi, tidak semua mahasiswa dapat menjawab pertanyaan

dari peneliti saat mengulas materi yang telah didiskusikan ketika adu argumen,

hanya beberapa mahasiswa yang terlihat antusias dan aktif dalam menjawab

pertanyaan. Selanjutnya, tes hasil belajar dilakukan pada pertemuan ketiga dan

seluruh mahasiswa mengikuti tes hasil belajar untuk melihat keterampilan berpikir

kritisnya. Secara keseluruhan, aktivitas mahasiswa pada fase tujuh, exploration of

post instruction understanding atau menggali pengetahuan atau pemahaman

setelah pembelajaran diperoleh 91,67%, dan dapat dikategorikan sangat baik.

Aktivitas mahasiswa pada fase ini dapat dilihat pada Gambar 4.7.
12

Gambar 4.7 Aktivitas mahasiswa pada fase 7: exploration of post instruction


understanding (menggali pengetahuan atau pemahaman
setelah pembelajaran).

Berikut adalah rekapitulasi persentase aktivitas mahasiswa pada

pembelajaran sel Volta menggunakan model pembelajaran inkuiri berbasis

argumen dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Rekapitulasi Persentase Aktivitas Mahasiswa pada Pembelajaran


sel Volta dengan Menggunakan Model Inkuiri Berbasis Argumen

N Persentase pada setiap fase (%)


Nama Kelompok
o 1 2 3 4 5 6 7
1 Litium (Li) 66.67 100 100 100 100 100 66.67
2 Natrium (Na) 66.67 100 100 100 100 100 66.67
3 Kalium (K) 100 100 100 100 100 100 100
4 Magnesium (Mg) 100 100 100 100 100 100 100
5 Kalsium (Ca) 100 100 100 100 100 100 100
6 Barium (Ba) 100 100 100 100 100 100 100
7 Besi (Fe) 66.67 100 100 100 100 100 100
8 Nikel (Ni) 66.67 100 100 100 100 100 100
% Aktivitas rata-rata 83.34 100 100 100 100 100 91.67
Sangat Sangat Sangat Sangat Sangat Sangat Sangat
Interpretasi baik baik baik baik baik baik baik
Rata-rata Interpretasi Sangat baik
13

Keterangan:

1 : Exploration of pre-instruction understanding (eksplorasi pengetahuan awal)


2 : Participation in laboratory activity (melakukan atau mengamati percobaan)
3 : Negotiation shape I: writing personal meaning for laboratory activity (menginterpretasi data
tiap individu)
4 : Negotiation shape II: sharing and comparing data interpretations in small groups
(membandingkan klaim data dalam kelompok)
5 : Negotiation shape III: comparing science ideas to textbooks or other printed resources
(membandingkan klaim data dengan teori dan adu argumen antar kelompok)
6 : Negotiation shape IV: individual reflections and writing (menuliskan kembali claim hasil
argumentasi dan menulis laporan)
7 : Exploration of post instruction understanding (eksplorasi untuk menguatkan konsep)

2. Analisis Hasil Penyelesaian Lembar Kerja Mahasiswa yang dibuat

Berdasarkan Pembelajaran Inkuiri Berbasis Argumen pada Konsep Sel

Volta

Mahasiswa mengerjakan LKM bersama kelompok belajar. Kemampuan

mahasiswa dalam menyelesaikan LKM inkuiri berbasis argumen pada konsep sel

Volta dapat dilihat dari nilai yang diperoleh kelompok belajar mahasiswa pada

setiap fase atau tahapan dari inkuiri berbasis argumen.

Berikut adalah rekapitulasi nilai hasil penyelesaian LKM inkuiri berbasis

argumen pada pembelajaran sel Volta dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Nilai pada Tahapan Inkuiri Berbasis Argumen yang dicapai oleh
Setiap Kelompok pada LKM
Tahapan Rata-
Nilai Kelompok Kriteria
Inkuiri rata
Berbasis
Li Na K Mg Ca Ba Fe Ni
Argumen
66,6 Sangat
1 66,67 100 100 100 100 66,67 66,67 83,33
7 Baik
2 60 80 86,67 66,67 66,67 80 53,33 80 71,67 Baik
62,9
3 74,07 96,3 70,37 70,37 81,48 66,67 92,59 76,85 Baik
6
63,8
4 94,44 80,56 83,33 72,22 86,11 69,44 75 78,13 Baik
9
70,5
5 64,71 60,29 64,71 55,88 54,12 58,82 70,59 62,46 Cukup
9
Sangat
6 87,5 79,17 91,67 75 79,17 87,5 87,5 91,67 84,90
Baik
7 50 50 100 100 100 100 100 100 87,50 Sangat
14

Baik
68,5
Rata-rata 79,84 84,88 75 71,37 80,81 69,35 82,26 76,51 Baik
5
Keterangan:
1: Exploration of pre-instruction understanding (eksplorasi pengetahuan awal)
2: Participation in laboratory activity (melakukan atau mengamati percobaan)
3: Negotiation shape I: writing personal meaning for laboratory activity (menginterpretasi data tiap
individu)
4: Negotiation shape II: sharing and comparing data interpretations in small groups
(membandingkan claim data dalam kelompok)
5: Negotiation shape III: comparing science ideas to textbooks or other printed resources
(membandingkan claim data dengan teori dan adu argumen antar kelompok)
6: Negotiation shape IV: individual reflections and writing (menuliskan kembali claim hasil
argumentasi dan menulis laporan)
7: Exploration of post instruction understanding (eksplorasi untuk menguatkan konsep)

Nilai rata-rata yang diperoleh dari keseluruhuhan mahasiswa dalam

menyelesaikan LKM adalah 76,51. Hal ini menunjukkan bahwa mahasiswa

mampu menyelesaikan setiap tugas yang ada pada LKM dengan baik. Nilai rata-

rata tertinggi dalam menyelesaikan LKM diperoleh oleh kelompok Kalium yakni

sebesar 84,88 dan dapat dinyatakan sangat baik, sedangkan nilai rata-rata terendah

diperoleh oleh kelompok Litium yakni sebesar 68,55 dan dapat dinyatakan cukup.

Sementara kelompok yang lain memperoleh nilai rata-rata diantara 69 sampai

82,26. Adapun nilai rata-rata pada Tabel 4.2 didapatkan berdasarkan hasil analisis

data yang terlampir pada Lampiran B.3.

Nilai rata-rata tertinggi untuk tahap inkuiri berbasis argumen yaitu pada

fase tujuh, exploration of post instruction understanding atau refleksi untuk

menguatkan konsep sebesar 87,50 dan menunjukkan bahwa mahasiswa dapat

menjawab pertanyaan ulang dan menyimak penjelasan dari peneliti dengan sangat

baik. Nilai rata-rata terendah pada fase lima, negotiation shape III: comparing

science ideas to textbooks or other printed resources atau membandingkan claim


15

data dengan teori dan adu argumen antar kelompok sebesar 62,60, dan

menunjukkan bahwa mahasiswa belum terbiasa melakukan kegiatan argumentasi.

3. Analisis Keterampilan Berpikir Kritis Mahasiswa dengan Menggunakan

Pembelajaran Inkuiri Berbasis Argumen pada Konsep Sel Volta

Data yang digunakan untuk mengetahui peningkatan keterampilan berpikir

kritis mahasiswa setelah dilaksanakannya pembelajaran inkuiri berbasis argumen

yaitu dengan menggunakan tes hasil belajar yang disusun berdasarkan pada

indikator Keterampilan Berpikir Kritis (KBKr). Tes hasil belajar dilaksanakan

setelah pembelajaran inkuiri berbasis argumen. Tes ini terdiri dari 7 soal uraian.

Data dikelompokkan berdasarkan kelompok prestasi yaitu dari nilai Ujian Akhir

Semester I pada Mata Kuliah Kimia Dasar I.

Hasil belajar mahasiswa pada setiap indikator bedasarkan kelompok

prestasi dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Nilai Tes Hasil Belajar Mahasiswa Berdasarkan Kelompok Prestasi
Rata-
Kelompok Interpretasi
Nilai Tes Hasil Belajar rata
Prestasi
1 2a 2b 2c 3 4 5
Tinggi 92,5 95,83 100 93,75 96,88 71,88 95 92,26 Sangat Baik
Sedang 85,93 91,36 91,36 86,11 84,26 50,93 88,15 82,58 Sangat Baik
Rendah 65 100 75 87,5 81,25 56,25 65 75,71 Baik
Rata-rata 81,14 95,73 88,79 89,12 87,46 59,69 82,72 83,09 Sangat Baik
Keterangan:
Indikator KBKr no 1 membangun keterampilan dasar (mengamati dan mempertimbangkan hasil
pengamatan)
Indikator KBKr no 2a menyimpulkan (membuat dan menilai pertimbangan: mengaplikasikan
konsep, seperti prinsip, hukum, dan azas)
Indikator KBKr no 2b menyimpulkan (membuat dan menilai pertimbangan: mengaplikasikan
konsep, seperti prinsip, hukum, dan azas)
Indikator KBKr no 2c menyusun strategi dan taktik (memutuskan tindakan: memilih kriteria untuk
mempertimbangkan kemungkinan jalan keluar)
Indikator KBKr no 3 memberikan penjelasan sederhana (menganalisis argumen: mengidentifikasi
alasan yang dinyatakan)
16

Indikator KBKr no 4 menyusun strategi dan taktik (memutuskan tindakan: mengidentifikasi


masalah)
Indikator KBKr no 5 membuat penjelasan lebih lanjut (mengidentifikasi anggapan: alasan yang
tidak dinyatakan)

Berdasarkan Tabel 4.3, secara keseluruhan nilai rata-rata tes hasil belajar

untuk melihat keterampilan berpikir kritis mahasiswa pada kelompok prestasi

adalah 83,09 dengan kriteria sangat baik. Nilai tertinggi adalah kelompok tinggi

dengan nilai rata-rata 92,26 dan nilai terendah adalah kelompok rendah yaitu

75,71. Sementara kelompok sedang memiliki nilai rata-rata sebesar 82,58. Adapun

nilai rata-rata pada Tabel 4.3 ini didapatkan berdasarkan analisis data yang

terlampir pada Lampiran B.4.

Nilai rata-rata tertinggi untuk keseluruhan kelompok prestasi ada pada soal

nomor 2a dengan nilai sebesar 95,73 dan dapat dikatakan mahasiswa dapat

menjawab soal dengan sangat baik pada nomor ini. Pada soal nomor 2a

mahasiswa diminta untuk memilih diantara dua persamaan reaksi redoks yang

berlangsung spontan dan tidak spontan. Sementara nilai rata-rata terendah untuk

keseluruhan kelompok prestasi ada pada nomor 4 dengan nilai sebesar 59,69 atau

jika dibulatkan hanya mencapai nilai 60. Pada soal nomor 4 ini dapat dikatakan

bahwa mahasiswa belum dapat menjawab soal dengan baik. Pada soal nomor 4

mahasiswa diminta untuk memilih pasangan logam dan larutan elektrolit yang

paling tepat untuk menggantikan peran baterai dengan voltase minimal 2,5 volt.

Pada saat uji coba, soal nomor 4 tidak valid, sehingga harus diganti sesuai saran

dari validator dan dosen pembimbing sehingga soal nomor 4 menjadi soal yang

memiliki tingkat kesukaran paling tinggi.


17

B. Pembahasan

Penelitian ini mengenai penerapan pembelajaran inkuiri berbasis argumen

untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis pada konsep sel Volta. Hasil

observasi menunjukkan bahwa persentase aktivitas mahasiswa pada saat proses

pembelajaran ada pada rentang 83,33-100% dengan rata-rata sebesar 96,43% dan

dapat dikategorikan sangat baik.

Adapun indikator pembelajaran pada tahap pertama atau fase satu yakni

eksplorasi pengetahuan awal dari inkuiri berbasis argumen ialah mahasiswa dapat

menjawab pertanyaan mengenai penyetaraan reaksi redoks sebagai konsep

prasyarat dari sel Volta, menjawab pertanyaan seputar aplikasi sel Volta dalam

kehidupan seperti baterai kering, dan menyimak penjelasan singkat mengenai

elektrokimia yang disampaikan oleh peneliti. Persentase aktivitas mahasiswa pada

tahap ini adalah 83,33% dan dikategorikan sangat baik.

Fase ini merupakan tahapan yang paling rendah persentase aktivitasnya.

Hal ini terjadi karena pada indikator menjawab pertanyaan seputar baterai sebagai

aplikasi dari sel Volta ada empat kelompok yang tidak menjawab, yaitu kelompok

Litium, Natrium, Besi, dan Nikel. Hampir semua anggota kelompok tersebut

hanya diam dan tidak memberikan jawaban. Hal ini disebabkan karena kurang

termotivasinya mahasiswa dengan pertanyaan yang diberikan. Menurut Dimyati

dan Mudjiono (2013: 80) motivasi merupakan dorongan mental yang

menggerakan dan mengarahkan perilaku manusia, termasuk belajar. Lebih lanjut


18

Dimyati dan Mudjiono (2013: 85) berpendapat bahwa motivasi belajar menjadi

hal yang penting bagi peserta didik dan pengajar. Pentingnya motivasi bagi

pengajar diantaranya adalah: 1) membangkitkan, meningkatkan, dan memelihara

semangat belajar peserta didik; 2) mengetahui dan memahami motivasi belajar

peserta didik di kelas yang bermacam-macam; 3) meningkatkan dan menyadarkan

pendidik untuk memilih satu dianatara berbagai peran seperti sebagai fasilitator,

penasehat, teman diskusi, penyemangat, dan lain-lain yang berkaitan dengan

kompetensi pedagogik, dan 4) memberi peluang bagi pendidik untuk

melaksanakan kompetensi pedagogiknya. Sehingga tugas dari pendidik dalam hal

ini berarti peneliti adalah mengubah mahasiswa yang tidak berminat belajar

menjadi semangat belajar.

Tahap kedua atau fase 2 yakni terlibat dalam kegiatan praktikum

indikator pembelajarannya adalah mahasiswa dapat membuat rumusan masalah,

hipotesis, variabel percobaan, rancangan percobaan, melakukan percobaan, dan

mencatat hasil pengamatan mengenai sel Volta. Persentase aktivitas mahasiswa

pada tahap ini adalah 100% dan dapat dikategorikan sangat baik. Berdasarkan

hasil observasi, semua mahasiswa dalam kelompoknya bekerjasama dan saling

membagi tugas dalam membuat rumusan masalah, hipotesis, variabel, dan

rancangan percobaan. Hal ini menunjukkan keseriusan mahasiswa dalam

mengikuti proses pembelajaran mengenai sel Volta sudah baik.

Pada fase ini ada dua kelompok yang masih kesulitan membuat rumusan

masalah, yakni kelompok Kalium dan Magnesium. Kesulitan ini diakibatkan oleh

keraguan mahasiswa dengan hipotesis yang akan dibuat untuk menjawab rumusan
19

masalah tersebut. Menurut Azwar (2010: 3) ketidakpastian akan menimbulkan

keraguan dan ketakutan berbuat salah, sehingga akan menghambat proses belajar.

Oleh karena itu, peneliti harus berperan sebagai fasilitator dan motivator agar

kesulitan yang dialami mahasiswa dapat diatasi.

Tahap ketiga atau fase 3 yakni menginterpretasikan data hasil percobaan

dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan terkait percobaan yang telah dilakukan

indikator pembelajarannya adalah mahasiswa dapat menginterpretasikan data hasil

percobaan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) interpretasi adalah

pemberian kesan, pendapat, atau pandangan teoritis terhadap sesuatu, atau

tafsiran. Menginterpretasi berarti menafsirkan atau memberikan pendapat. Dalam

hal ini, mahasiswa menjawab pertanyaan-pertanyaan setelah melakukan

percobaan berdasarkan interpretasi hasil pengamatannya. Kegiatan

menginterpretasi ini sama dengan kegiatan menganalisis data pada tahap inkuiri.

Menurut Trianto (2009:167) proses inkuiri dimulai dari merumuskan masalah,

mengajukan hipotesis, mengumpulkan data, menganalisis data, dan membuat

kesimpulan. Persentase aktivitas mahasiswa pada tahap ini adalah 100% dan

dikategorikan sangat baik.

Berdasarkan hasil observasi pada fase ini, setiap kelompok terlihat aktif

dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada pada LKM. Semua kelompok

bekerjasama dan berdiskusi dalam menyelesaikan setiap soal. Beberapa kelompok

terlihat membagi-bagi tugas dalam menyelesaikan soal-soal pada LKM seperti

kelompok Besi dan Nikel. Kedua kelompok tersebut terlihat membagikan soal

kepada setiap anggota kelompok untuk kemudian didiskusikan jawabannya. Hal


20

ini sudah sesuai dengan aktivitas yang diharapkan muncul pada fase 3. Menurut

Anitah W. (2008: 22) jika diskusi berjalan dengan baik, maka diskusi dapat

mendorong pebelajar berpikir kritis dan meningkatkan kemampuan pebelajar yang

berprestasi rata-rata maupun yang kurang untuk berpartisipasi dalam proses

belajar.

Tahap keempat atau fase 4 yakni membandingkan data hasil percobaan

dalam kelompok indikator pembelajarannya adalah mahasiswa dapat membuat

argumen tentatif berdasarkan hasil percobaan. Menurut KBBI, tentatif berarti

belum pasti, masih dapat berubah, atau sementara waktu. Jadi, argumen yang

dibuat oleh mahasiswa bersifat sementara atau dapat berubah pada waktu tertentu.

Persentase aktivitas mahasiswa pada tahap ini adalah 100% dan dikategorikan

sangat baik.

Berdasarkan hasil observasi, seperti pada tahap sebelumnya, dalam

menyelesaikan tugas pembuatan argumen tentatif ini mahasiswa terlihat aktif

berdiskusi, membagi tugas, dan mencari keterkaitan antara data yang diperoleh

dengan klaim yang dibuat melalui buku sumber belajar dan internet. Mahasiswa

terlihat aktif dalam mengutarakan pendapat. Pada tahap ini, aktivitas mahasiswa

yang lebih dimunculkan adalah menuliskan gagasan atau ide masing-masing

untuk membuat argumen tentatif. Menurut Mulyati (2015: 14) keterampilan

menulis merupakan keterampilan yang bersifat aktif-produktif, karena tidak hanya

memindahkan kata-kata dan kalimat-kalimat; tetapi juga menuangkan dan

mengembangkan pikiran-pikiran, gagasan-gagasan, ide, dalam suatu struktur


21

tulisan yang teratur, logis, sistematis, sehingga mudah ditangkap oleh

pembacanya.

Tahap kelima atau fase 5 yakni membandingkan klaim dengan teori dan

melaksanakan adu argumen indikator pembelajarannya adalah mahasiswa dapat

melaksanakan adu argumen atau kegiatan argumentasi berdasarkan argumen

tentatif yang telah dibuat. Menurut Andrews (2010: 39) kegiatan argumentasi

dianggap sebagai proses pengembangan argumen, bertukar pikiran atau

pandangan, mencari dan menyediakan bukti yang baik untuk mendukung klaim

dan proposisi. Persentase aktivitas mahasiswa pada tahap ini adalah 100% dan

dikategorikan sangat baik.

Berdasarkan hasil observasi pada saat kegiatan argumentasi, meskipun

secara keseluruhan rata-rata aktivitas mahasiswa mencapai persentase 100%, ada

beberapa kelompok yang anggotanya tidak aktif dalam kegiatan argumentasi.

Seperti yang terjadi pada kelompok Besi hanya dua orang yang mendominasi

kegiatan argumentasi ini, baik saat bertanya maupun saat mempertahankan

argumennya. Hal yang sama terjadi pada kelompok Kalsium, yang mendominasi

kegiatan argumentasi hanya dua orang, sementara anggota yang lain tidak aktif

menjawab maupun mengajukan pertanyaan kepada kelompok lain. Hal ini terjadi

karena ketidakpercayaan diri mahasiswa saat mengutarakan pendapat.

Ketidakpercayaan diri ini terlihat saat akan memberikan jawaban terhadap

pertanyaan dari kelompok lawan, mahasiswa yang sudah memiliki jawaban tidak

berani mengatakannya sehingga disampaikan kepada teman sekelompoknya.

Menurut Adywibowo (2010: 38) kepercayaan diri seorang peserta didik dapat
22

ditingkatkan melalui pengalaman. Sehingga peserta didik perlu mendapatkan

pengalaman sukses atau berhasil dalam hidupnya sebanyak mungkin, mulai dari

hal-hal kecil sekalipun. Dengan demikian tingkat kepercayaandiri mahasiswa

dapat ditingkatkan sehingga akan semakin banyak mahasiswa yang aktif

berpendapat. Oleh Karena itu, pada saat pelaksanaan argumentasi, peneliti

berusaha memotivasi mahasiswa agar dapat mengutarakan pendapatnya dengan

percaya diri.

Tahap keenam atau fase 6 yakni menuliskan kembali klaim dan

menuliskan laporan indikator pembelajarannya adalah mahasiswa dapat membuat

laporan hasil percobaan. Tujuan dari tahap ini adalah untuk menilai aktivitas

mahasiswa saat menulis laporan sebagai karya tulis ilmiah. Seperti pada tahap

keempat, aktivitas menulis ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa dalam

mengembangkan kemampuannya menulis suatu karya ilmiah. Menurut Sarwono

(2010: 3) karya tulis ilmiah memiliki karakteristik tertentu, yaitu mengikuti

kaidah tertentu, metode ilmiah, berdasarkan pada data hasil observasi, dan

memiliki gaya penulisan tertentu. Hal ini sejalan dengan laporan hasil percobaan

yang ditugaskan kepada mahasiswa. Mahasiswa harus membuat laporan

percobaan berdasarkan aturan-aturan penulisan yang ditentukan. Persentase

aktivitas mahasiswa dalam tahap ini adalah 100% dan dikategorikan sangat baik.

Berdasarkan hasil observasi pada saat penugasan penulisan laporan hasil

percobaan, terlihat beberapa mahasiswa aktif bertanya mengenai sistematika

penulisan laporan hasil percobaan yang sesuai dengan ketentuan dari peneliti. Di

sisi lain, mahasiswa tidak bertanya mengenai sistematika penulisan laporan.


23

Sehingga hasil tulisannya tidak sesuai dengan kaidah penulisan yang benar.

Namun, secara keseluruhan mahasiswa mengumpulkan tugas penulisan laporan

hasil percobaan tepat waktu. Hal ini menunjukkan keseriusan, disiplin, dan

tanggung jawab mahasiswa yang baik.

Tahap ketujuh atau fase 7 yakni eksplorasi untuk menguatkan konsep

indikator pembelajarannya adalah menjelaskan kembali konsep yang telah

didapatkan. Pada tahap ini, untuk menjelaskan kembali konsep sel Volta,

mahasiswa diberikan pertanyaan secara lisan oleh peneliti mengenai definisi dan

prinsip kerja dari sel Volta. Tujuan dari tahap ini adalah untuk mengecek

pemahaman mahasiswa mengenai konsep sel Volta. Tahap ini dapat pula disebut

sebagai tahap konfirmasi. Menurut KBBI, konfirmasi adalah penegasan,

pengesahan, atau pembenaran. Jadi pada tahap ini, selain mengajukan pertanyaan

kepada mahasiswa, peneliti mengoreksi klaim yang belum sesuai dengan teori dari

setiap kelompok setelah adu argumen dan menambahkan informasi atau konsep

yang belum mahasiswa dapatkan. Persentase aktivitas mahasiswa pada tahap ini

adalah 91,67% dan dikategorikan sangat baik.

Berdasarkan hasil observasi dapat dilihat pada tahap ini mahasiswa

menyimak penjelasan yang diberikan oleh peneliti terkait konsep sel Volta.

Namun ketika peneliti mengajukan pertanyaan mengenai definisi sel Volta dan

prinsip kerja dari sel Volta tidak semua mahasiswa aktif mengangkat tangan untuk

menjawab. Kelompok Kalium yang paling aktif menjawab pertanyaan dari

peneliti. Sedangkan kelompok Litium dan Natrium tidak ada yang mengangkat

tangan untuk menjawab pertanyaan. Hal ini terjadi kemungkinan karena fokus
24

mahasiswa sudah berkurang setelah melakukan kegiatan argumentasi. Hal ini

sejalan dengan pendapat Rooijaikker (dalam Dimyati dan Mudjiono: 2013: 239)

bahwa konsentrasi belajar selama 30 menit telah menurun. Oleh Karena itu,

peneliti memiliki strategi agar fokus mahasiswa dapat meningkat kembali yaitu

dengan memberikan selingan istirahat selama beberapa menit.

Lembar Kerja Mahasiswa (LKM) inkuiri berbasis argumen pada konsep

sel Volta dikembangkan berdasarkan tahapan pembelajaran inkuiri berbasis

argumen. LKM ini berfungsi sebagai panduan bagi mahasiswa dalam melakukan

kegiatan saat mempelajari sel Volta. Mahasiswa menyelesaikan tugas pada LKM

secara berkelompok. Adapun analisis kemampuan mahasiswa dalam

menyelesaikan LKM inkuiri berbasis argumen secara terperinci pada setiap tahap

inkuiri berbasis argumen adalah sebagai berikut:

Pada fase pertama yakni exploration of pre-instruction understanding

mahasiswa digali pengetahuan mengenai konsep sebelumnya yang berkaitan

dengan konsep sel Volta. Mahasiswa diberikan pertanyaan secara lisan oleh

peneliti mengenai penyetaraan reaksi redoks. Seluruh mahasiswa mengerjakan

pada buku catatan masing-masing dan salah seorang mahasiswa maju ke depan

sebagai perwakilan untuk mengerjakan penyetaraan reaksi redoks di papan tulis.

Selanjutnya mahasiswa diberikan pertanyaan motivasi mengenai baterai sebagai

aplikasi dari konsep sel Volta. Hal ini sejalan dengan pendapat Krismanto (2003:

10) bahwa kegiatan pada tahap pendahuluan suatu pembelajaran diantaranya

adalah apersepsi/revisi dan motivasi, dan penyampaian tujuan pembelajaran.

Lebih lanjut Krismanto (2013: 10) menyebutkan bahwa kegiatan apersepsi yakni
25

mengingatkan dan memperbaiki kemampuan awal peserta didik pada konsep

terdahulu yang berkaitan dengan konsep yang akan dipelajari yang dapat

dilakukan dengan memberikan pertanyaan secara lisan atau tertulis. Sedangkan

motivasi ialah usaha membangkitkan daya penggerak pada peserta didik untuk

melakukan kegiatan belajar (Krismanto, 2013: 10).

Pada fase ini mahasiswa tidak diberikan pertanyaan atau soal tentang

konsep secara tertulis pada LKM. Sehingga, analisis penyelesaian LKM diperoleh

dari lembar observasi aktivitas mahasiswa yang dapat dilihat pada rumusan

masalah pertama yaitu deskripsi aktivitas mahasiswa pada pembelajaran inkuiri

berbasis argumen. Indikator KBKr yang dikembangkan pada fase ini adalah

memberikan penjelasan sederhana melalui pertanyaan-pertanyaan yang diberikan

oleh peneliti. Memberikan penjelasan sederhana dalam hal ini ialah memfokuskan

pertanyaan yang diajukan peneliti, sehingga kecakapan atau kemampuan

mahasiswa yang diharapkannya adalah mahasiswa dapat mengidentifikasi atau

merumuskan kriteria untuk mempertimbangkan kemungkinan jawaban (Ennis,

1985: 46).

Berdasarkan pada Tabel 4.2, pada fase ini nilai rata-rata penyelesaian

LKM yang diperoleh adalah 83,33. Perolehan nilai tersebut sesuai dengan

aktivitas mahasiswa pada tahap ini yang hanya mencapai 83,33%. Hal ini

menunjukkan bahwa mahasiswa dapat menyelesaikan tahap dengan sangat baik.

Salah satu faktor yang menyebabkan mahasiswa mendapatkan nilai yang sangat

baik ini adalah karena mahasiswa telah dikondisikan agar belajar mengenai

konsep reaksi redoks sebelum mengikuti kegiatan pembelajaran sel Volta di kelas.
26

Ketika mahasiswa dapat menjawab pertanyaan mengenai reaksi redoks dan

pertanyaan mengenai hubungan konsep reaksi redoks dengan sel Volta, berarti

mahasiswa mulai dapat mempertimbangkan kemungkinan jawaban yang

diharapkan dan telah melakukan kegiatan belajar bermakna. Hal ini sejalan

dengan pendapat Dahar (2011: 96) yang menyatakan bahwa belajar bermakna

terkait dengan proses asimilasi informasi baru pada pengetahuan yang sudah ada

pada struktur kognitif seseorang.

Pada fase kedua yakni participation in laboratory activity mahasiswa

diharapkan dapat membuat masing-masing tiga rumusan masalah, hipotesis, dan

variabel pada setiap rumusan masalah berdasarkan wacana yang disajikan pada

LKM, dapat membuat rancangan percobaan, melakukan percobaan, dan mencatat

hasil pengamatan. Mahasiswa bekerjasama dalam kelompoknya untuk dapat

menyelesaikan setiap tugas yang diberikan pada tahap ini. Indikator KBKr yang

dikembangkan pada tahap ini adalah membangun keterampilan dasar.

Membangun keterampilan dasar dalam hal ini ialah mengamati dan

mempertimbangkan data hasil pengamatan sehingga kemampuan mahasiswa yang

diharapkannya ialah mengurangi praduga dan mencatat hal-hal yang sangat

diperlukan pada saat percobaan (Ennis, 1985: 46).

Berdasarkan Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa kemampuan mahasiswa dalam

menyelesaikan fase ini mendapat nilai rata-rata sebesar 71,67, dapat dikatakan

bahwa secara keseluruhan membangun keterampilan dasar pada mahasiswa sudah

dapat dikembangkan dan mahasiswa dapat menyelesaikan tugas dengan baik.

Mahasiswa terlihat bekerjasama dengan baik dengan cara membagi-bagi tugas


27

saat melaksanakan praktikum dan mencatat pengamatan. Meskipun aktivitas

mahasiswa pada tahap ini mencapai 100%, akan tetapi ada empat kelompok yang

terlihat masih kesulitan pada saat membuat rumusan masalah dan hipotesis

sebelum praktikum. Hal ini dapat dilihat dari nilai yang diperoleh kelompok

tersebut pada Tabel 4.2. Selain itu, rumusan masalah yang dibuat kurang relevan

dengan tugas yang diberikan. Hal ini terjadi karena mahasiswa dalam kelompok

tidak semuanya aktif dalam menyampaikan gagasan dan bersikap mengandalkan

kepada salah satu anggota kelompok saja. Keaktifan mahasiswa pada saat belajar

dipengaruhi oleh motivasi yang ada pada diri mahasiswa. Hal ini sejalan dengan

pendapat Dimyati dan Mudjiono (2013: 80) bahwa aktivitas belajar peserta didik

didorong oleh kekuatan mentalnya yang dalam hal ini berarti motivasinya.

Kekuatan mental tersebut ada yang tergolong tinggi dan rendah. Lebih lanjut

Dimyati dan Mudjiono (2013: 109) menyatakan bahwa motivasi belajar peserta

didik perlu untuk terus dihidupkan agar mencapai hasil belajar yang optimal.

Pada fase ketiga yakni negotiation shape I: writing personal meaning for

laboratory activity diharapkan mahasiswa dapat menginterpretasikan data hasil

percobaannya sehingga dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada pada

LKM setelah melakukan percobaan. Ada Sembilan pertanyaan yang harus dijawab

oleh mahasiswa dalam kelompoknya, dan sebagian besar pertanyaan yang

disajikan harus dilengkapi dengan alasan saat menjawabnya. Setiap anggota

kelompok harus menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada pada LKM. Indikator

KBKr yang dikembangkan pada fase ini adalah menyimpulkan. Menyimpulkan

dalam hal ini adalah membuat deduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi,
28

sehingga kemampuan mahasiswa yang diharapkan adalah dapat

menginterpretasikan suatu pernyataan (Ennis, 1985: 46). Menurut Sari (2016: 84)

deduktif merupakan proses pengambilan kesimpulan dari suatu atau beberapa

kasus khusus berdasarkan pada fakta umum.

Berdasarkan pada Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa kemampuan mahasiswa

dalam menyelesaikan fase ini mendapat nilai rata-rata sebesar 76,85, dan dapat

dikatakan bahwa kemampuan mahasiswa dalam menyelesaikan pertanyaan-

pertanyaan pada LKM menunjukkan indikator menyimpulkan dapat

dikembangkan dengan baik. Namun, ada dua kelompok yang mendapatkan nilai

rata-rata terendah yakni 62,96 dan 66,67. Hal ini menunjukkan bahwa kelompok

tersebut belum dapat dikatakan baik dalam menjawab setiap pertanyaan yang

disajikan. Sementara itu, pada Tabel 4.2 menunjukkan bahwa enam kelompok

yang lain sudah dapat menjawab setiap pertanyaan dengan baik dan bahkan sangat

baik. Dalam menyelesaikan tugas pada tahap ini diperlukan proses kognitif.

Menurut Khanifah, dkk. (2012: 72) ranah kognitif meliputi kegiatan mental (otak)

yang berhubungan dengan kemampuan berfikir, termasuk didalamnya

kemampuan menghafal, memahami, mengaplikasi, menganalisis, mensintesis,

serta kemampuan mengevaluasi.

Pada fase keempat yakni negotiation shape II: sharing and comparing

data interpretations in small groups diharapkan mahasiswa dapat membuat

argumen tentatif dengan cara berdiskusi dalam kelompoknya masing-masing.

Adapun komponen-komponen argumen tentatif yang harus dipaparkan adalah

klaim, data, pembenaran (warrant), dan pendukung atau penguat dari klaim
29

(backing). Hal ini sejalan dengan Toulmin (2003: 97) yang mengajukan pola

argumentasi cukup kompleks, yaitu klaim (claim), data (datum), pembenaran

(warrant), penguatan (backing), dan sanggahan (rebuttal). Setiap kelompok

diharapkan membuat masing-masing argumen tentatif untuk setiap rumusan

masalah. Indikator KBKr yang dikembangkan pada tahap ini adalah membuat

penjelasan lebih lanjut. Membuat penjelasan lebih lanjut dalam hal ini ialah

mengidentifikasi anggapan, sehingga kemampuan mahasiswa yang diharapkan

adalah menyatakan alasan yang tidak diutarakan serta asumsi yang diperlukan,

dan merekontruksi argumen (Ennis, 1985: 46).

Berdasarkan pada Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa kemampuan mahasiswa

dalam menyelesaikan fase ini mendapat nilai rata-rata sebesar 78,13 dan dapat

dikatakan bahwa secara keseluruhan indikator membuat penjelasan lebih lanjut

dapat dikembangkan dengan baik. Namun ada dua kelompok yang mendapat nilai

rata-rata sebesar 63,89 dan 69,44 yang menunjukkan bahwa mahasiswa pada

kelompok tersebut belum mencapai kategori baik dalam membuat argumen

tentatif. Sementara enam kelompok yang lain sudah mampu menyelesaikan tugas

dengan baik dan bahkan sangat baik. Pada tahap membuat argumen tentatif ini

dibutuhkan daya nalar dari mahasiswa. Daya nalar atau reasoning menurut

Shurter dan Pierce (dalam Haji, 2007: 3)

ialah suatu proses dalam mendapatkan kesimpulan yang logis berdasarkan fakta

atau data hasil observasi.

Pada fase kelima yakni negotiation shape III: comparing science ideas to

textbooks or other printed resources diharapkan mahasiswa dapat memperkuat


30

argumen tentatif yang dibuat dengan teori-teori yang dapat dijadikan sebagai

dasar dari klaimnya. Selanjutnya mahasiswa diharapkan dapat melaksanakan

kegiatan argumentasi ilmiah dengan baik. Setiap kelompok akan dipasangkan

dengan satu kelompok yang lain untuk melaksanakan adu argumen. Indikator

KBKr yang dikembangkan pada fase ini adalah menyusun strategi dan taktik.

Menyusun strategi dan taktik dalam hal ini adalah berinteraksi dengan orang lain,

sehingga kemampuan mahasiswa yang diharapkannya adalah mahasiswa dapat

menyajikan atau mempresentasikan argumen baik lisan maupun tertulis (Ennis,

1985: 46).

Berdasarkan pada Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa kemampuan mahasiswa

dalam menyelesaikan fase ini mendapat nilai rata-rata sebesar 62,46 dan dapat

dikatakan bahwa secara keseluruhan indikator menyusun strategi dan taktik ini

belum dapat dikembangkan dengan baik, dan mahasiswa belum dapat

menyelesaikan tahap ini dengan baik hanya sampai pada kategori cukup. Hal ini

terjadi karena sebagian besar mahasiswa terlihat belum siap dengan strategi yang

akan digunakan saat melakukan kegiatan adu argumen. Hal tersebut berakibat

pada penggunaan waktu yang kurang efektif dan keaktifan mahasiswa saat

kegiatan adu argumen terlihat kurang. Hanya sebagian kecil mahasiswa yang aktif

berpendapat dan bertanya. Pada fase ini dibutuhkan kemampuan mahasiswa

dalam berpikir secara logis. Sehingga peneliti ketika akan melaksanakan kegiatan

berargumen memberikan arahan supaya mahasiswa dapat menggunakan logikanya

saat mengutarakan pendapat. Hal ini sejalan dengan Dimyati dan Mudjiono (2013:

173) yang menyatakan bahwa salah satu peranan pendidik yang penting pada
31

pembelajaran inkuiri adalah menciptakan suasana bebas berpikir sehingga peserta

didik berani bereksplorasi dalam penemuan dan pemecahan masalah.

Pada fase keenam yakni negotiation shape IV: individual reflections and

writing mahasiswa diharapkan dapat membuat karya tulis ilmiah berupa laporan

hasil percobaan. Laporan disusun berdasarkan data hasil percobaan dan hasil

kegiatan adu argumen. Indikator KBKr yang dikembangkan pada tahap ini adalah

membuat penjelasan lebih lanjut. Membuat penjelasan lebih lanjut dalam hal ini

adalah mengidentifikasi anggapan, sehingga kemampuan mahasiswa yang

diharapkan adalah mahasiswa dapat mengutarakan alasan yang tidak dinyatakan

dan dapat membuat asumsi yang dibutuhkan, serta membangun kembali argumen

(Ennis, 1985: 46).

Berdasarkan pada Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa kemampuan mahasiswa

dalam menyelesaikan fase ini mendapat nilai rata-rata sebesar 84,90 dan dapat

dikatakan bahwa indikator membuat penjelasan lebih lanjut dapat dikembangkan

dengan sangat baik. Namun ada kelompok yang masih kurang relevan dalam

membuat kesimpulan dari percobaan yang telah dilakukan dan pengutipan pada

dasar teori yang belum tepat. Ini disebabkan oleh mahasiswa yang tidak aktif

bertanya dan membaca kaidah penulisan karya ilmiah yang benar. Hal ini sejalan

dengan Rosidi (2009: 3) yang menyatakan bahwa kemampuan menulis harus

ditunjang dengan aktivitas membaca dan mendengarkan, karena berbagai

informasi yang dibutuhkan terkait hasil percobaan bisa didapatkan melalui

membaca dan mendengarkan. Dari Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa kelompok Nikel
32

dan Kalium mendapat nilai rata-rata tertinggi yaitu sebesar 91,67. Sementara tujuh

kelompok yang lain mendapatkan nilai dengan kategori baik dan sangat baik.

Fase ini memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk mengembangkan

kemampuannya dalam menulis. Kegiatan menulis laporan ini berguna dalam

menunjang pemahaman mahasiswa pada konsep sel Volta. Hal ini sejalan dengan

Rosidi (2009: 3) yang menyatakan bahwa kegiatan menulis menjadi kegiatan yang

penting dalam dunia pendidikan karena dapat membantu peserta didik dalam

berpikir, mengungkapkan ide, dan memecahkan masalah.

Pada fase ketujuh yakni exploration of post instruction understanding

diharapkan mahasiswa dapat menjelaskan kembali konsep yang telah diterima dari

kegiatan praktikum maupun adu argumen. Mahasiswa diharapkan mampu

menjawab pertanyaan-pertanyaan secara lisan dan menyimak dengan baik

penjelasan yang disampaikan oleh peneliti. Indikator KBKr yang dikembangkan

pada fase ini adalah membuat penjelasan lebih lanjut. Membuat penjelasan lebih

lanjut dalam hal ini ialah mengidentifikasi anggapan, sehingga kemampuan

mahasiswa yang diharapkan adalah mahasiswa dapat mengutarakan alasan yang

tidak dinyatakan dan dapat membuat asumsi yang dibutuhkan, serta membangun

kembali argumen (Ennis, 1985: 46).

Berdasarkan pada Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa mahasiswa dalam

menyelesaikan fase ini mendapat nilai rata-rata sebesar 87,50 dan menunjukkan

bahwa indikator membuat penjelasan lebih lanjut dapat dikembangkan dengan

sangat baik. Ketika peneliti mengajukan pertanyaan, sebagian besar mahasiswa

mengangkat tangan untuk menjawab. Hal ini menjadi indikator bahwasanya


33

mahasiswa sudah dapat menerima konsep sel Volta yang telah dipelajari. Namun,

ada dua kelompok yang terlihat tidak aktif pada tahap ini karena fokus mahasiswa

yang menurun saat peneliti menjelaskan konsep. Hal ini sejalan dengan pendapat

Desmita (2012: 193) bahwa setiap peserta didik memberikan respon yang berbeda

pada situasi tertentu tergantung proses pendekatan yang digunakannya. Oleh

karena itu, peneliti harus memiliki strategi agar mahasiswa dapat kembali fokus

belajar.

Secara keseluruhan, penyelesaian mahasiswa pada LKM inkuiri berbasis

argumen ini dikategorikan baik dengan perolehan nilai rata-rata sebesar 76,51.

Nilai rata-rata tertinggi penyelesaian LKM diperoleh pada fase exploration of post

instruction understanding atau refleksi untuk menguatkan konsep yaitu sebesar

87,50. Sedangkan nilai rata-rata terendah penyelesaian LKM diperoleh pada fase

negotiation shape III: comparing science ideas to textbooks or other printed

resources atau membandingkan klaim data dengan teori dan adu argumen antar

kelompok yaitu sebesar 62,46. Perolehan nilai rata-rata terendah ini diakibatkan

oleh beberapa faktor, diantaranya adalah mahasiswa belum terbiasa melakukan

kegiatan berargumentasi, tingkat kepercayaan diri mahasiswa yang belum

optimal, dan kemampuan berkomunikasi yang belum optimal. Hal ini sejalan

dengan Siswandi (2006: 27) bahwa belajar akan bermakna apabila peserta didik

memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik.

Perolehan nilai rata-rata tertinggi dalam penyelesaian LKM inkuiri

berbasis argumen ini didapatkan oleh kelompok Kalium dengan nilai sebesar

84,88, sementara nilai rata-rata terendah diperoleh oleh kelompok Litium dengan
34

nilai sebesar 68,55. Pada tahap pertama penyelesaian LKM ini kelompok Kalium

memperoleh nilai 100, sedangkan kelompok Litium hanya memperoleh nilai

66,67 karena kelompok Litium tidak aktif menjawab pertanyaan dari peneliti.

Pada fase kedua, kelompok Litium memperoleh nilai 60, sementara kelompok

Kalium memperoleh nilai 86,67. Fase kedua ini berkaitan dengan pembuatan

rumusan masalah dan variabel. Hipotesis yang dibuat oleh kelompok Litium

kurang relevan dengan rumusan masalah. Begitu juga pada fase ketiga, kelompok

Litium hanya memperoleh nilai sebesar 62,96, sementara kelompok Kalium

memperoleh nilai sebesar 96,3. Pada fase ketiga jawaban pertanyaan-pertanyaan

dari kelompok Litium kurang sesuai dengan yang diharapkan. Gambar

penyelesaian LKM inkuiri berbasis argumen pada fase 2 pada kelompok Litium

dan Kalium dapat dilihat pada Gambar 4.8 dan Gambar 4.9.
35

Gambar 4.8 Penyelesaian LKM inkuiri berbasis


argumen pada fase 2 oleh kelompok
Litium

Gambar 4.9 Penyelesaian LKM inkuiri berbasis


argumen pada fase 2 oleh kelompok
Kalium
Pada Gambar 4.8 dan 4.9 terlihat perbedaan hasil penyelesaian LKM pada

fase 2 yang dibuat oleh kelompok Litium dan Kalium. Perbedaan tersebut

terutama pada bagian menuliskan hipotesis berdasarkan rumusan masalah yang

telah dibuat. Hipotesis yang dibuat oleh kelompok Kalium sudah sesuai dengan

harapan. Sementara hipotesis kelompok Litium belum sesuai dengan harapan.

Hipotesis yang diharapkan dari rumusan masalah pertama adalah bahwa tidak
36

semua logam mampu mengalami reaksi redoks spontan atau reaksi redoks spontan

terjadi apabila potensial reduksi standar logam lebih kecil daripada potensial

reduksi ion logam dalam elektrolit yang akan direaksikan. Hipotesis yang

diharapkan dari rumusan masalah kedua yakni pasangan logam dan larutan

elektrolit pada sel Volta akan mempengaruhi besarnya potensial sel yang

dihasilkan. Sedangkan hipotesis yang diharapkan dari rumusan masalah ketiga

yakni rangkaian sel Volta dengan menggunakan jembatan garam dan tidak

menggunakan jembatan garam dapat mempengaruhi lamanya reaksi redoks yang

berlangsung.

Berdasarkan hasil tes tulis KBKr yang dilaksanakan setelah penerapan

pembelajaran inkuiri berbasis argumen pada konsep sel Volta diperoleh nilai rata-

rata sebesar 83,52 dengan kategori sangat baik. Nilai rata-rata tersebut didapatkan

dari nilai rata-rata kelompok prestasi tinggi, sedang, dan rendah yaitu 92,26,

82,56, dan 75,71. Pada tes hasil belajar yang mengacu pada indikator KBKr ini

terdiri atas tujuh soal uraian yang sebagian besar soalnya harus dijawab dengan

menyertakan alasannya. Adapun indikator KBKr pada tes hasil belajar sel Volta

yang dikembangkan ialah indikator KBKr menurut Ennis (1985: 46). Indikator

KBKr pada nomor 1 yaitu membangun keterampilan dasar. Indikator KBKr pada

nomor 2a adalah menyimpulkan. Indikator KBKr pada nomor 2b adalah

menyimpulkan. Indikator KBKr pada nomor 2c adalah menyusun strategi dan

taktik. Indikator KBKr pada nomor 3 adalah memberikan penjelasan sederhana.

Indikator KBKr pada nomor 4 adalah menyusun strategi dan taktik. Sedangkan

indikator KBKr pada nomor 5 adalah membuat penjelasan lebih lanjut.


37

Berdasarkan pada Tabel 4.3 nilai rata-rata tes KBKr ini memiliki nilai

yang konstan, yakni nilai rata-rata kelompok prestasi lebih tinggi dari kelompok

sedang, dan kelompok sedang lebih tinggi dari kelompok rendah. Nilai rata-rata

terendah pada tes KBKr ini terdapat pada soal nomor empat yaitu sebesar 59.69

atau jika dibulatkan hanya sampai pada nilai 60 dan dikategorikan cukup.

Indikator KBKr yang dikembangkan pada nomor empat adalah menyusun strategi

atau taktik. Hal ini terjadi karena soal nomor empat memiliki tingkat kesukaran

paling tinggi sehingga dibutuhkan pemahaman dalam membaca soal ini. Sebagian

besar jawaban mahasiswa tidak sesuai dengan harapan. Hanya beberapa

mahasiswa yang dapat mengerjakan soal nomor empat dengan tepat, dan setiap

kelompok prestasi ada yang tepat dalam menjawab soal ini. Sementara nilai rata-

rata tertinggi pada tes KBKr ini terdapat pada soal nomor 2a yaitu sebesar 95,73.

Indikator KBKr yang dikembangkan pada soal nomor 2a adalah menyimpulkan

yaitu mengaplikasikan konsep. Hampir semua mahasiswa menjawab soal nomor

2a dengan tepat. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan mahasiswa dalam

menyimpulkan sudah baik.

Berdasarkan hasil observasi, ternyata beberapa mahasiswa yang memiliki

nilai KBKr tinggi dalam proses pembelajaran memiliki aktivitas yang bagus.

Begitupun sebaliknya, nilai KBKr mahasiswa yang rendah dalam proses

pembelajaran memiliki aktivitas yang kurang bagus. Salah seorang mahasiswa

yang mendapatkan nilai rata-rata yang tinggi pada saat tes KBKr yaitu sebesar

92.86, ternyata saat proses pembelajaran sering kali menjawab pertanyaan yang
38

diajukan oleh peneliti, juga mengajukan pertanyaan mengenai konsep yang belum

dipahami. Sementara mahasiswa yang aktivitasnya rendah ternyata mendapatkan

nilai rata-rata yang rendah pula yaitu sebesar 64,29. Hal terebut menunjukkan

bahwa aktivitas yang baik cenderung dapat menghasilkan pemahaman yang baik

pula. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Putra, dkk. (2017) bahwa

secara keseluruhan siswa yang memiliki aktivitas belajar yang tinggi maka akan

mendapatkan hasil belajar yang tinggi.

Dalam menyelesaikan soal yang disusun berdasarkan indikator KBKr ini

dibutuhkan daya nalar dan kemampuan argumen mahasiswa yang tinggi.

Keterampilan berpikir kritis ini merupakan kegiatan yang tidak tampak tetapi

dapat diukur melalui kegiatan tertentu seperti berbicara dan menulis. Kemampuan

seseorang dalam menulis mencerminkan kemampuannya dalam berpikir

(Setiyaningsih, 2008: 99). Sehingga daya nalar seseorang dapat dilihat

berdasarkan tulisannya.

Secara keseluruhan, keterampilan berpikir kritis mahasiswa setelah

pembelajaran inkuiri berbasis argumen pada konsep sel Volta ini dapat dikatakan

sudah mencapai optimal dengan perolehan nilai rata-rata yang mencapai 83,52.

Dapat dikatakan bahwa keterampilan berpikir kritis mahasiswa menjadi lebih

meningkat setelah diterapkannya pembelajaran inkuiri berbasis argumen. Jika

dibandingkan dengan nilai rata-rata yang diperoleh oleh mahasiswa pada saat

UAS pada mata kuliah kimia dasar I, ketika soalnya dibuat berdasarkan indikator

berpikir kritis hanya mencapai nilai rata-rata sebesar 61,96.


39

Perolehan hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Redhana

(2010: 148) bahwa model pembelajaran berbasis peta argumen efektif

meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa, baik untuk keseluruhan indikator

maupun sebagian besar indikator. Penelitian yang dilakukan Demirbag dan Gunel

(2014: 389) pun menunjukkan bahwa penerapan pembelajaran Argument Based

Science Inquiry (ABSI) dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik. Dengan

demikian, pembelajaran inkuiri berbasis argumen ini cocok diterapkan pada

pembelajaran kimia yang relevan, seperti pada jenis konsep abstrak dengan contoh

konkrit, dan konsep berdasarkan prinsip. Adanya kegiatan inkuiri dan berargumen

pada pembelajaran ini dimungkinkan dapat meningkatkan keterampilan berpikir

kritis mahasiswa. Akan tetapi, model-model pembelajaran lain pun bagus untuk

diterapkan pada pembelajaran kimia yang relevan sehingga tujuan pembelajaran

dapat tercapai.

Anda mungkin juga menyukai