Kelas : Gizi B
Tugas : Resume
UNIVERSITAS TADULAKO
2020
A. Gangguan Sel Darah Merah
Sel darah merah atau eritrosit adalah cakram bikonkaf tidak berinti yang kira kira
berdiameter 8 µm, tebal bagian tepi µm, dan ketebalannya berukuran dibagian tengah
mejadi hanya 1 mm atau kurang (Gbr 17_1), karena lunak dan lentur maka selama
melewati mikrosirkulasi sel sel ini mengalami perubahan konfigurasi.
1. Anemia
Adalah berkurangnya hinggah dibawahnya nilai normal jumlah SDM, kuantitas
hemoglobin, dan volume packed red blood cells (hematokrit) per 100 ml darah.
Dengan demikian , anemia bukan suatu diagnosis melainkan suatu cerminan
perubahan patofisiologi yang mendasarkan yang di uraikan melalui anamnesis
yang seksama, pemeriksaan fisik, dan konfirmasi laboratorium. Anemia dapat
menimbulkan manifestasi klinis yang luas, bertanggung jawab pada:
1. Kecepatan timbulnya anemia
2. Usia individu
3. Mekanisme kompensasi
4. Tingkat Aktivitasnya
5. Keadaan penyakit yang mendasarinya
6. Beratnya Anemia.
2. Klasifikasi Anemia
Anemia dapata di klasifikasikan menurut (1) faktor faktor morfologik SDM dan
indeks indeksnya atau (2) etelogi. Pada klasifikasinya morfologik anemia, mikro-
menunjukakkan ukuran SDM dan kromik untuk menunjukan warnanya. Sudah di
kenal tiga kategori besar.
Kategori ketiga adalah anemia hipokromik mikrositik. Mikrositik berasal dari sel
kecil , dan hipokromik berarti pewarna yang berkurang. Karena warna berasal
dari hemoglobin, sel sel ini mengandungn hemoglobin dalam jumlah yang kurang
dari normal (penurunan MCV; penururnan MCHC). Anemia dapat juga
diklasifikasikan menurut etiologi. Penyebab utama yang difikirkan adalah (1)
peningkatan hilangnya SDM dan (2) penurunan atau kelainan pembentukan sel.
5. Anemia Megaloblastik
adalah anemia akibat kelainan genetik, yaitu ketika bentuk sel darah merah tidak
normal, sehingga mengganggu fungsinya untuk membawa darah yang kaya
oksigen ke seluruh tubuh. Pada keadaan normal, bentuk sel darah merah adalah
bundar dan lentur sehingga dapat dengan mudah bergerak dalam pembuluh darah.
Pada anemia sel sabit, sel darah merah berbentuk seperti sabit yang kaku dan
mudah menempel pada pembuluh darah kecil. Akibatnya, aliran darah yang
mengandung hemoglobin pembawa oksigen menjadi terganggu dan
mengakibatkan timbulnya rasa nyeri dan kerusakan jaringan. sel sabit disebabkan
mutasi gen yang diturunkan dari kedua orangtua (harus keduanya) atau disebut
resesif autosomal. Pada anak yang mewarisi mutasi gen hanya dari salah satu
orangtua saja, akan menjadi pembawa penyakit anemia sel sabit dan tidak
menunjukkan gejala apa pun. Mutasi gen yang terjadi pada pengidap anemia
menimbulkan berbagai gangguan pada tubuh. Hal tersebut terjadi karena produksi
sel darah merah berbentuk tidak normal.
Timbul sejak usia 4 bulan dan umumnya terlihat pada usia 6 bulan.
Gejala umum yang dialami pengidap di antaranya pusing, pucat, jantung
berdebar, terasa mau pingsan, lemas, serta mudah lelah.
Pada anak-anak, gejala dapat ditandai dengan pembesaran organ limpa.
Munculnya rasa nyeri akibat krisis sel sabit, sebagai gejala lain. Rasa nyeri
timbul karena sel darah merah yang berbentuk sabit menempel pada pembuluh
darah dan menghambat aliran darah, saat melalui pembuluh darah kecil di
dada, perut, sendi, maupun tulang.
Rentan terserang penyakit infeksi mulai dari yang ringan hingga yang berat,
akibat dari kerusakan organ limpa yang bertugas melawan infeksi.
Pertumbuhan anak-anak yang mengidap anemia sel sabit dapat terhambat,
karena tubuh kekurangan sel darah merah sehat yang membawa nutrisi dan
oksigen.
Terjadinya kerusakan retina dan menyebabkan gangguan penglihatan. Hal ini
dikarenakan aliran darah terhambat di dalam mata.
Berikut ini pengobatan yang dapat dilakukan untuk menangani gejala anemia sel sabit,
antara lain:
Polisitemia sekunder adalah peningkatan jumlah sel darah merah akibat suatu
penyakit dasar. Polisitemia sekunder lebih cocok disebut sebagai eritrositosis atau
eritrositemia sekunder. Sedangkan istilah polisitemia biasanya mengarah pada
polisitemia vera. Jenis ini biasanya dipicu oleh keadaan hipoksemia kronis, seperti
pada emfisema dan penyakit jantung bawaan sianotik, yang menyebabkan
peningkatan produksi eritropoietin di ginjal. Pengidap polisitemia vera biasanya
tidak sadar bahwa dia memiliki penyakit ini karena penyakit ini dapat muncul dan
diam selama bertahun-tahun tanpa menimbulkan gejala. Pada beberapa pengidap,
gejala-gejala seperti berikut dapat muncul:
Nyeri kepala.
Pusing.
Lemah, letih, dan lesu.
Pandangan kabur.
Produksi keringat berlebih.
Gatal pada kulit terutama setelah mandi.
Nyeri dan bengkak pada satu sendi, yang paling sering pada jempol kaki.
Sesak napas.
Sensasi baal, kesemutan, rasa terbakar, atau kelemahan pada tangan
maupun kaki.
Demam.
Perut kembung, begah dan terasa penuh akibat pembesaran limpa.
Perdarahan minor, seperti munculnya memar pada kulit.
Penurunan berat badan signifikan yang tidak direncanakan.
Gangguan sel darah putih, leukositosis menunjukan peningkatan leukosit yang umumnya
melebihi 10.000/mm3. Granulositosis menunjukan peningkatan granulosit. Leukosit
meningkatkan sebagai respons fisiologis untuk melindungi tubuh dari serangan
mikroorganisme. Karena permintaan yang meningkatkan ini, bentuk neutrophil imatur,
yaitu yang dinamakan neutrophil batang , yang memasuki sirkulasi meningkat, proses ini
dinamakan pergeseran ke kiri.
1. Neutrofilia adalah jenis sel darah putih yang disebut juga leukosit
polimorfonuklear. Terdapat dua jenis gangguan yang terjadi jika
neutrofil mengalami kelainan, yaitu neutropenia dan neutrofilia.
Granulosit dilepaskan dari kelompok marginal sehingga jumlah
granulosit yang dapat di tarik ke dalam alat penentuan sampah
bertambah. Eosinofilia terjadi pada gangguan kulit seperti mikosis
fungoides dan eksema keadaan elergi seperti asma dan reaksi obat
dan infestasi parasite . Eosinofilia juga ditemukan pada keganasan
dan gangguan mieloproliferalif , seperti pada basofelia.
Agranulosisitosis adalah keadaan yang sangat serius yang di tandai dengan jumlah
leukosit yang sangat rendah dan tidak adanya neutrophil. Obat obat yang sering dikaitkan
adalah agen agen kemoterapi mielosupresif (Menentukan sumsum tulang) yang
digunakan pada pengobatan keganasan hematologi dan keganasan lainnya.
C. Gangguan Koagulasi
1. Kelainan Vaskular
Berbagai kelainan dapat terjadi pada tiap tingkat mekanisme hermostatik .
Pasien dengan kelainan pada system vascular biasanya datang dengan pendarahan
kulit, dan sering mengenai membran mukosa. Pendarahan dapat diklasifikasikan
menjadi purpura elergi dengan purapura nonalergi. Pada kedua keadaan ini,
fungus trombosit dan faktor koagulasi adalah normal.
Terdapat banyak bentuk purpura nonalergi, yaitu pada menyakit penyakit
ini tidak terdapat elergi sejatih tetapi terjadi berbagai bentuk vaskulasi. Jaringan
penyokong pembuluh darah yang mengalami perburukan, dan tidak efektif, yang
terjadi seiring proses penuaan, mengakibatkan purpura senilis. Bentuk purpura
vascular yang dominan autosomal,telangiectasia hemoragik herediter (Penyakit
Oslerweber Rendu), terhadap pada epistakis dan perdarahan saluran cerna yang
interminet dan hebat.
Purpura elergik atau purpura anafilaktoid diduga diakibatkan oleh
kerusakan imunologik pada pembuluh darah, di tandai dengan perdarahan petekie
pada bagian tubuh yang tergantung dan juga mengenai bokong.