Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Demam adalah peninggian suhu tubuh dari variasi suhu normal

sehari-hari yang berhubungan dengan peningkatan titik suhu di hipotalamus.

Demam terjadi pada oral temperature >37,2°C (Dinarello & Gelfand, 2005).

Demam biasanya disebabkan oleh infeksi (bakteri, virus, jamur, atau

parasit), penyakit autoimun, keganasan, ataupun obat-obatan (Kaneshiro &

Zieve, 2010).

Resiko kejadian demam pada anak terhadap penyakit serius

tergantung pada usia anak. Pada neonatus yang terkena demam mempunyai

resiko yang lebih besar terkena penyakit serius dibandingkan dengan anak

dengan umur yang lebih tua. Hal ini dikarenakan dua alasan yaitu infeksi

pada neonatus yang berbeda dari infeksi pada anak pada umumnya dan

kemampuan sistem imun neonatus yang belum mampu mengatasi infeksi

(Graneto, 2010).

Di Asia, sekitar 10-15% anak-anak mengalami demam yang

berhubungan dengan gejala-gejala atau tanda dari suatu penyakit (Graneto,

2010).

Pemeriksaan hematologi merupakan salah satu pemeriksaan yang di

pakai sebagai penunjang diagnosis yang berkaitan dengan terapi dan

prognosis, untuk mendapatkan diagnosis yang tepat diperlukan hasil yang

1
2

teliti dan cepat. Dalam perkembangannya, berbagai test laboratorik untuk

diagnosis mengalami perbaikan dan kemajuan dalam menunjang pelayanan

kesehatan yang efisien, teliti, dan cepat (Ibrahim N, dkk, 2006).

Data prevalensi kejadian demam pada anak di RSIA Soerya Sidoarjo

menyatakan pada tahun 2014, 2015, 2016 berturut-turut adalah sebanyak

197 kasus, 261 kasus, dan 291 kasus. Jumlah kejadian demam pada RSIA

Soerya Sidoarjo setiap tahunnya terus meningkat, dan merupakan kejadian

demam paling banyak diantara rumah sakit yang ada di sidoarjo.

Salah satu diagnosis penunjang untuk penentuan penyakit yang

ditandai oleh demam adalah dengan cara melakukan pemeriksaan LED

otomatis, dan sudah dilakukan di RSIA Soerya Sidoarjo. Hasil pemeriksaan

LED digunakan sebagai penanda non spesifik perjalanan penyakit,

khususnya memantau proses inflamasi dan aktivitas penyakit akut (Pohan,

2004). Peningkatan nilai LED menunjukkan suatu proses inflamasi dalam

tubuh seseorang, baik inflamasi akut maupun kronis, atau adanya kerusakan

jaringan (Norderson, 2004).

Laju endap darah dapat digunakan sebagai indikator adanya suatu

penyakit. Pemeriksaan laju endap darah harus dilakukan secermat mungkin.

Selama pemeriksaan, tabung atau pipet harus tegak lurus dan dalam keadaan

tidak bergoncang, karena ini akan mempercepat pengendapan. Ada kalanya

laju endap darah dikategorikan di atas normal atau tinggi. Laju endap darah

tinggi akan menunjukkan gejala seperti demam, infeksi, nyeri sendi, dll (Jou

et al, 2011).
3

Banyak metode-metode pemeriksaan LED yang saat ini digunakan di

klinik, baik metode secara manual maupun otomatis. Metode pemeriksaan

LED otomatis, yaitu Zeta Sedimentation Ratio (ZSR), VES-MATIC,

SEDIMAT, Humaset dan masih banyak lagi lainnya yang telah digunakan di

berbagai laboratorium klinik di berbagai belahan dunia (Jou et al, 2011).

Dari hasil diagnosis dapat digunakan dalam pemberian penanganan

dan pengobatan yang tepat sehingga dapat mempercepat proses

penyembuhan dan mencegah perluasan penyakit.

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk

melakukan penelitian mengenai hubungan laju endap darah metode otomatis

dengan jumlah leukosit pada kejadian demam balita usia 2-5 tahun di RSIA

Soerya Sidoarjo.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti tertarik melakukan

penelitian tentang adakah hubungan laju endap darah metode otomatis dengan

jumlah leukosit pada kejadian demam balita usia 2-5 tahun di RSIA Soerya

Sidoarjo?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah untuk

menganalisis hubungan laju endap darah metode otomatis dengan jumlah

leukosit pada kejadian demam balita usia 2-5 tahun di RSIA Soerya Sidoarjo.
4

D. Manfaat Hasil Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan

khususnya pada bidang kedokteran dan memberikan informasi tentang

hubungan laju endap darah metode otomatis dengan jumlah leukosit

pada kejadian demam balita usia 2-5 tahun di RSIA Soerya Sidoardjo.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi peneliti

Penelitian ini dapat memberikan pengetahuan dan sikap ilmiah kritis

bagi mahasiswa untuk membandingkan berbagai metode pemeriksaan

darah dan fungsinya.

b. Bagi Tempat Pelayanan Kesehatan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan konstribusi pada

laboratorium yang secara fisik dan tenaga laboran terbatas, misalnya

Puskesmas dan laboratorium Rumah Sakit untuk mendapatkan

metode yang tepat memberikan hasil yang tepat.

c. Bagi Pengembangan Ilmu Pengetahuan

Sebagai sumber pengetahuan atau wawasan tentang manfaat

perhitungan Laju Endap Darah (LED) bagi pengobatan pasien.

d. Bagi Institusi terkait

Sebagai data tambahan untuk penelitian selanjutnya.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Demam

1. Pengertian Demam

Demam adalah kenaikan suhu tubuh yang dipengaruhi oleh kenaikan

titik ambang regulasi hipotalamus. Pusat regulasi atau pengaturan panas

hipotalamus mengendalikan suhu tubuh dengan menyeimbangkan sinyal dari

reseptor-reseptor neuronal perifer dingin dan panas. Faktor pengaturan lainnya

adalah suhu darah yang bersirkulasi dalam hipotalamus. Integrasi sinyal-sinyal

ini mempertahankan agar suhu didalam tubuh normal pada titik ambang 37 0C

(980F) dan sedikit berkisar antara 1-1,50C. Suhu aksila mungkin 10C lebih

rendah dari dalam tubuh, sebagian karena vasokonstriksi kulit, dan suhu oral

mungkin rendah palsu karena pernafasan yang cepat (Nelson, 2012).

Suhu tubuh normal berkisar antara 36,50C-37,20 C. Suhu subnormal

di bawah 360C. Dengan demam pada umumnya diartikan suhu tubuh di atas

37,20C. Hipereksia adalah suatu keadaan kenaikan suhu tubuh sampai setinggi

41,20C atau lebih, sedangkan hipotermi adalah keadaan suhu tubuh di bawah

350C. Biasanya terdapat perbedaan antara pengukuran suhu di aksila dan oral

maupun rektal (Nelwand, 2009).

2. Etiologi Demam

Demam dapat disebabkan oleh faktor infeksi maupun faktor non

infeksi. Demam akibat infeksi bisa disebabkan oleh infeksi bakteri, virus,

5
6

jamur, ataupun parasit. Infeksi bakteri yang pada umumnya menimbulkan

demam pada anak- anak antara lain pneumoni, bronkitis, osteomyelitis,

apendisitis, tuberkulosis, bakterimia, sepsis, meningitis, ensefalitis, selulitis,

otitis media, infeksi saluran kemih, dan lain-lainnya (Graneto, 2010).

Infeksi virus yang pada umumnya menimbulkan demam pada anak

antara lain viral pneumoni, influenza, demam berdarah dengue, demam

chikungunya dan virus-virus umum seprti H1N1 (Davis, 2011).

Demam akibat non infeksi dapat disebabkan oleh beberapa hal antara

lain faktor lingkungan (suhu lingkungan yang eksternal yang terlalu tinggi,

keadaan tumbuh gigi, dll), Keganasan (penyakin Hodgkin,leukimia,

hematoma, penyakit metastasis, limfoma, non hodgkin, leukoma, dll),

Penyakit autoimun (artritis, systemic lupus erythematosus, vaskulitis, dll), dan

pemakaian obat-obatan (antibiotik, dan antihistamin), penyakit radang

(penyakit radang usus) (Nelson, 2012).

3. Mekanisme Demam

Demam terjadi akibat adanya infeksi atau peradangan. Sebagai

respon masuknya mikroba, sel-sel fagositik tertentu (makrofag) mengeluarkan

suatu bahan kimia yang dikenal sebagai pirogen endogen. Selain efek-efeknya

dalam melawan infeksi juga bekerja pada pusat termoregulasi hipotalamus

untuk meningkatkan patokan thermostat (Sherwood, 2012).

Hipotalamus sekarang mempertahankan suhu ditingkat yang baru

dan tidak mempertahankannya di suhu normal tubuh. Jika, sebagai contoh,

pirogen endogen meningkatkan titik patokan menjadi 38,90C (1020 F), maka
7

hipotalamus mendeteksi bahwa suhu normal pra demam terlalu dingin

sehingga bagian otak ini memicu mekanisme respon dingin untuk

meningkatkan suhu menjadi 38,90C.

Gambar II.1 Mekanisme demam

Secara spesifik, hipotalamus memicu menggigil agar produksi panas

segera meningkat dan mendorong suhu naik dan menyebabkan menggigil

yang sering terjadi pada permulaan demam. Setelah suhu baru tercapai maka

suhu tubuh diatur sebagai normal dalam respon terhadap panas dan dingin

tetapi dengan patokan yang lebih tinggi. Karena itu, terjadi demam sebagai

respon terhadap infeksi adalah tujuan yang disengaja dan bukan disebabkan

oleh kerusakan mekanisme termoregulasi. Selama demam, pirogen endogen

meningkatkan titik patokan hipotalamus dengan memicu pelepasan lokal

prostaglandin, yaitu mediator kimiawi lokal yang bekerja langsung pada

hipolamus (Sherwood, 2012).


8

4. Patogenesis Demam

Berbagai macam agen infeksius, imunologis, atau agen yang yang

berkaitan dengan toksin (pirogen eksogen) mengimbas produksi pirogen

endogen oleh sel-sel radang hospes. Pirogen endogen ini adalah sitokin,

misalnya interleukin (IL-1.β IL-1.α IL-6). Faktor nekrosis tumor (TNF.α

TNF.β), dan interferon α (INF). Pirogen endogen menyebabkan demam dalam

waktu 10-15 menit, sedangkan respon demam terhadap pirogen eksogen

(misalnya, endotoksin) timbul lambat menimbulkan sintesis dan pelepasan

sitokin pirogenik. Sitokin endogen yang sifatnya pirogenik secara langsung

menstimulasi hipotalamus untuk memproduksi prostaglandin E yang

kemudian mengatur kembali titik ambang pengaturan suhu. Selanjutnya

transmisi neuronal ke perifer menyebabkan konservasi dan pembentukan

panas, dengan demikian suhu didalam tubuh meningkat (Nelson, 2012).

5. Faktor Risiko

Demam memiliki penyakit serius pada anak dan dipengaruhi oleh

usia. Pada umur tiga bulan pertama, bayi memiliki risiko yang lebih tinggi

untuk terkena infeksi bakteri yang serius dibanding dengan bayi dengan usia

lebih tua. Demam yang terjadi pada anak pada umumnya disebabkan oleh

infeksi virus, akan tetapi infeksi bakteri yang serius dapat pula terjadi pada

anak seperti meningitis, infeksi saluran kemih, pneumoni. Pada anak dengan

usia diantara dua bulan sampai dengan tiga tahun dapat meningkatkan risiko

terkena penyakit serius akibat kurangnya IgG yang merupakan bahan bagi

tubuh untuk membentuk komplemen yang berfungsi mengatasi infeksi bakteri.


9

6. Tipe Demam

Ada lima tipe demam menurut Nelwan (2009) dari Ilmu Penyakit

Dalam, yang terdiri dari :

a. Demam Septik : Pada tipe demam septik, suhu badan berangsung

tinggi sekali pada malam hari dan turun kembali ketingkat diatas

normal pada pagi hari. Sering disertai menggigil dan berkeringat.

Bila demam yang tinggi tersebut turun ke tingkat yang normal

dinamakan juga demam hektik.

b. Demam Remiten : Pada tipe demam remiten, suhu badan dapat

turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai suhu badan

normal. Perbedaan suhu yang mungkin tercatat dapat mencapai

dua derajat dan tidak sebesar perbedaan suhu yang dicatat pada

demam septik.

c. Demam Intermiten : Pada tipe demam intermiten, suhu badan

turun ketingkat yang normal selama beberapa jam dalam satu

hari. Bila demam seperti ini terjadi setiap dua hari sekali disebut

tersiana dan bila terjadi dua hari bebas demam di antara dua

serangan demam disebut kuartana.

d. Demam Kontinyu : Pada tipe demam kontinyu variasi suhu

sepanjang hari tidak berbeda lebih dari satu derajat. Pada tingkat

demam yang terus menerus tinggi sekali disebut hiperpireksia.

e. Demam Siklik : Pada tipe demam siklik terjadi kenaikan suhu

badan selama beberapa hari yang diikuti oleh periode bebas


10

demam untuk beberapa hari kemudian diikuti oleh kenaikan suhu

seperti semula. Suatu tipe demam kadang dapat dihubungkan

dengan suatu penyakit tertentu, seperti misalnya tipe demam

intermiten untuk malaria. Seseorang pasien mungkin dapat

dihubungkan segera dengan suatu sebab yang jelas, seperti

misalnya : abses pneumoni, infeksi saluran kemih atau malaria;

tetapi kadang-kadang sama sekali tidak dapat dihubungkan

dengan suatu sebab yang jelas. Beberapa hal yang perlu

diperhatikan pada demam, adalah cara timbul demam, lama

demam, sifat harian demam, tinggi demam, dan keluhan serta

gejala lain yang menimbulkan demam (Nelwan, 2009).

B. Darah

1. Definisi darah

Darah merupakan bagian penting dari sistem transportasi zat-zat

dalam tubuh. Darah merupakan jaringan yang berbentuk cairan terdiri dari

dua bagian besar, yaitu:

a. Plasma darah merupakan bagian cair.

b. Bagian korpulsi yakni benda-benda darah yang terdiri atas sel darah

merah/eritrosit, sel darah putih/lekosit dan sel pembekuan

darah/trombosit. Fungsi sel darah merah adalah transport dan pertukaran

oksigen dan karbondioksida. Sedangkan leukosit bertanggung jawab

mengatasi infeksi, fagositosis pada reaksi radang serta trombosit untuk


11

hemostasis (Depkes RI, 2009).

2. Macam darah

Pemeriksaan hematologi biasanya dipakai darah kapier atau darah vena.

a. Darah kapiler

Pada orang dewasa dipakai ujung jari atau daun telinga. Untuk

mengambil darah kapiler pada bayi dan anak kecil boleh juga tumit atau

atau ibu jari kaki. Tempat yang dipilih itu tidak boleh yang memperlihatkan

gangguan peredaran darah seperti cyanosis atau pucat.

b. Darah vena

Biasanya pada orang dewasa dipakai salah satu vena dalam fossa

cubiti, pada bayi vena jugularis supervicalis dapat dipakai atau juga darah

dari sinus sagitalus superior (Gandasoebrata, 2007).

3. Penyimpanan specimen darah

Umumnya untuk pemeriksaan hematologi yang rutin dilakukan,

darah tidak banyak mengalami pengolahan terlebih dahulu yang diperlukan

biasanya cukup darah yang ditambah dengan antikoagulan. Sebaiknya seluruh

pemeriksaan di kerjakan secepatnya dan jangan ditunda. Dalam keadaan

dimana harus dilakukan penundaan pemeriksaan. Harus diperhatikan batas

waktu penundaan yang masih di perbolehkan (Gandasoebrata, 2007).


12

C. Pemeriksaan Darah Lengkap

1. Hemoglobin (Hb)

Hemoglobin adalah kompleks protein-pigmen yang mengandung zat

besi, kompleks tersebut berwarna merah dan terdapat dalam eritrosit,

hemoglobin mempunyai 4 gugus hame yang mengandung besi fero dan

empat rantai hemoglobin.

Hemoglobin merupakan senyawa pembawa O2 pada sel darah merah.

Hemoglobin dapat diukur secara kimia dan jumlah Hb/100 ml darah dapat

digunakan sebagai indeks kapasitas pembawa oksigen pada darah.

Sedangkan Menurut William, hemoglobin adalah suatu molekul yang

berbentuk bulat yang terdiri dari 4 subunit. Setiap subunit mengandung satu

bagian hame yang berkonjugasi dengan suatu polipeptida.

Hame adalah suatu derivat porfirin yang mengandung besi.

Polipeptida itu secara kolektif disebut sebagai bagian globin dari molekul

hemoglobin. Ada 2 pasangan polipeptida dalam tiap molekul hemoglobin, 2

subunit mengandung satu jenis polipeptida dan 2 mengandung lainnya. Pada

hemoglobin manusia dewasa normal (hemoglobin A), 2 jenis polipeptida

dinamai rantai α, masing-masingnya mengandung 141 gugusan asam amino

dan rantai β, yang masing - masingnya mengandung 146 gugusan asam

amino. Sehingga hemoglobin A dinamai α2β2. Pada penderita DBD

hemoglobin seseorang tertajadi penurunan dari biasanya.

2. Hematokrit (Hct)
13

Hematokrit (Hct) adalah persentase seluruh volume eritrosit yang

dipisahkan dari plasma dengan cara memutarnya di dalam tabung khusus

dengan waktu dan kecepatan tertentu dimana nilainya dinyatakan dalam

persen (%). Untuk tujuan ini, darah diambil dalam semprit dengan volume

yang telah ditetapkan dan dipindahkan kedalam suatu tabung khusus

berskala hematokrit (tabung wintrobe). Untuk pemeriksaan hematokrit darah

tidak boleh dibiarkan menggumpal sehingga harus diberi antikoagulan.

Setelah tabung tersebut diputar dengan kecepatan dan waktu tertentu, maka

eritrosit akan mengendap. Pada penderita DBD biasanya, ditandai dengan

nilai Hematokrit (Hct) yang meningkat 20% dari nilai normalnya.

3. Trombosit

Trombosit (platelet) adalah jenis sel darah yang bertanggung jawab

untuk penggumpalan darah normal. Trombosit berdiameter 2-3 mikron,

tetapi bentuk yang besar muncul ketika produksi meningkat. Produksi

trombosit dikendalikan oleh thrombopoietin. Trombosit bertahan selama 8-

10 hari dan jumlah tertinggi terjadi selama tengah hari. Beberapa obat dapat

meningkatkan jumlah trombosit dengan merangsang produksi

thrombopoietin

4. Leukosit

Sel darah putih atau leukosit adalah sel yang membentuk

komponen darah. Sel ini berfungsi membantu tubuh melawan berbagai

penyakit infeksi sebagai bagian dari sistem kekebalan tubuh. Jumlah


14

leukosit normal secara umum adalah 4.000-10.000/µl, bila jumlahnya

lebih dari 10.000/µl, keadaan ini disebut leukositosis, bila kurang dari

4.000/µ disebut leukopenia.

Gambar II.2 Jenis-jenis sel darah putih

Leukosit terdiri dari dua golongan utama, yaitu agranular dan

granular. Leukosit agranular mempunyai sitoplasma yang tampak

homogen, dan intinya berbentuk bulat atau berbentuk ginjal. Leukosit

granular mengandung granula spesifik (yang dalam keadaan hidup

berupa tetesan setengah cair) dalam sitoplasmanya dan mempunyai inti

yang memperlihatkan banyak variasi dalam bentuknya. Terdapat 2 jenis

leukosit agranular yaitu; limfosit yang terdiri dari sel-sel kecil dengan

sitoplasma sedikit, dan monosit yang terdiri dari sel-sel yang agak besar

dan mengandung sitoplasma lebih banyak. Terdapat 3 jenis leukosit


15

granular yaitu neutrofil, basofil, dan asidofil (eosinofil) (Effendi, Z.,

2003).

D. Laju Endap Darah (LED)

1. Definisi LED

Laju Endap Darah (LED) adalah kecepatan mengendapnya eritrosit

dari suatu monster atau sampel darah yang diperiksa dalam suatu alat

tertentu yang dinyatakan dalam mm per jam.LED Sering juga diistilahkan

dalam bahasa asing BBS (Blood Bezenking Sneilhed), BSR (Blood

Sedimentation Rate), ESR (Erytrocyte Sedentation Rate) dan dalam bahasa

indonesianya adalah KPD (Kecepatan Pengendapan Darah) (Depkes, 2009).

Pemeriksaan Laju Endap Darah merupakan suatu pemeriksaan untuk

menentukan kecepatan eritrosit (darah yang telah diberi antikoagulan) jatuh

ke dasar sebuah tabung vertikal dalam waktu tertentu. Nilai LED di diukur

dari atas kolom eritrosit yang mengendap sampai batas cairan dalam periode

tertentu. Kecepatan pengendapan sangat dipengaruhi oleh kemampuan

eritrosit membentuk rouleaux. Rouleaux adalah gumpalan sel-sel darah

merah yang disatukan bukan oleh antibody atau ikatan kovalen tapi semata-

mata  oleh gaya tarik permukaan. Jika proporsi globulin terhadap albumin

meningkat atau jika kadar fibrinogen sangat tinggi, maka pembentukan

rouleaux akan meningkat dan kecepatan mengandap akan meningkat.

Adapun faktor-faktor lain yang mempengaruhi laju endap darah adalah rasio

sel darah merah terhadap plasma dan viskositas plasma (Depkes, 2009).
16

Pada orang normal, hanya sedikit terjadi pengendapan karena tarikan

gravitasi masing-masing sel darah merah hampir diimbangi oleh arus keatas

yang ditimbulkan oleh bergesernya plasma. Jika plasma sangat kental atau

kadar kolesterol sangat tinggi, arus ke atas mungkin bisa menetralkan

tarikan kebawah, sehingga pengendapan sangat sedikit.

Pada metode wintrobe darah dengan antikoagulan yang tidak

diencerkan dibiarkan menetap pada sebuah tabung yang tingginya 200 mm

dan garis tengah 2,8 mm selama satu jam. Nilai normal LED dengan metode

ini adalah sampai 8 mm/jam untuk laki-laki dan 15 mm/jam untuk

perempuan. Sedangkan metode westergren menggunakan sebuah tabung 200

mm. Pada teknik ini darah diberi antikoagulan dan diencerkan 20% dengan

salin atau larutan natrium sitrat dan dibiarkan mengendap selama satu jam.

Nilai normal LED menggunakan metode westergren ini adalah 15 mm/jam

untuk laki-laki dan 20 mm/jam untuk perempuan (Bridgen, 2004; Jou et al,

2011).

Nilai LED yang lebih besar dari 100 mm/jam dijumpai pada

diskrasia sel plasma seperti mieloma multipel (pada keadaan ini terjai

peningkatan kadar imunoglobulin) yang menyebabkan peningkatan roureaux

eritrosit, hal ini juga dapat ditemukan pada penyakit kolagen-vaskular,

keganasan, dan tuberkulosis (Bridgen, 2004; Jou et al, 2011).


17

2. Fase-fase dalam LED

Pengendapan eritrosit dalam penentuan LED tidak sekaligus melainkan fase

demi fase sebagai berikut:

a) Fase pertama

Fase ini disebut phase of aggregation oleh karena dalam fase ini eritrtosit

baru mulai menyatu diri atau membentuk rouleaux sehingga pengendapan

eritrosit dalam fase.

b) Fase kedua

Dalam fase ini pengendapan eritrosit dengan cepat (kecepatan maksimum)

oleh karena telah terjadi agregasi atau pembentukan rouleaux atau dengan

kata lain partikel-partikel eritrosit menjadi lebih besar dengan

permukaannya lebih kecil dan oleh karena cepat pula mengendapnya.

Seandainya ada faktor yang mempecepat terbentuknya roleaux atau

sebaliknya memperlambat LED menjadi lebih tinggi atau lebih rendah.

c) Fase ketiga

Dalam fase ini kecepatan mengendapnya eritrosit sudah mulai berkurang

oleh karena sudah mulai terjadi pemantapan dari eritrosit (Depkes, 2009).

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi LED

a. Faktor eritrosit

Faktor terpenting yang menentukan kecepatan endapan eritrosit adalah

ukuran atau masa dari partikel endapan.Pada beberapa penyakit dengan

gangguan fibrinogen plasma dan globulin, dapat menyebabkan perubahan

permukaan eritrosit dan peningkatan LED. LED berbanding terbalik


18

dengan vikositas plasma.

b. Faktor plasma

Beberapa protein plasma mempunyai muatan positif dan mengakibatkan

muatan permukaan eritrosit menjadi netral, hal ini menyebabkan gaya

menolak eritrosit menurun dan mempercepat terjadinya agregasi atau

endapan eritrosit. Beberapa protein fase akut memberikan kontribusi

terjadinya agregasi.

c. Faktor teknik dan mekanik

Faktor terpenting pemeriksaan LED adalah tabung harus betul-betul tegak

lurus, perubahan dan menyebabkan kesalahan sebesar 30%. Selain itu

selama pemeriksan rak tabung tidak boleh bergetar atau bergerak. Panjang

diameter bagian dalam tabung LED juga mempengaruhi hasil pemeriksaan

(Pohan,2004)

4. Faktor yang meningkatkan LED

a. Jumlah eritrosit yang menurun, misalnya pada anemia

b. Peningkatan protein fase akut (CRP), penurunan albumin pada proses

inflamasi atau radang, infeksi, kerusakan jaringan pada keganasan

c. Usia tua, wanita, kehamilan, menstruasi, anemia, abnormalitas, eritrosit

(macrocytosis).

d. Pemeriksaan LED yang dilakukan lebih dari dua jam setelah

pengambilan darah (Estridge et al, 2000; Norderson, 2004).


19

5. Faktor yang menurunkan LED

Lekositosis berat, polsitemia, hipofibrinogenemia, gagal jantung kongestif,

poikilositosis, sferositosis, anemia sel sabit, abnornomalitas protein

(hiperviskositas ), faktor teknik (masalah pengenceran, darah sampel beku,

tabung LED pendek, getaran pada saat pemeriksaan) (Pohan, 2004).

6. Metode Pemeriksaan

Metode yang dipakai dalam pengukuran LED ada 2 cara yaitu

pengukuran LED secara makro dan mikro. Dalam hal ini yang sering

dipakai dalam cara makro dengan metode wintrobe dan westergren. Dimana

hasil pemeriksaan Laju Endap Darah dengan memakai metode wintrobe dan

westergren tidak seberapa selisihnya. Jika Laju Endap Darah itu dalam

batasan normal. Akan tetapi nilai itu berselisih jauh pada keadaan

mencepatnya Laju Endap Darah. Dengan metode westergen didapat nilai

yang lebih tinggi, hal ini disebabkan tabung westergren yang hampir dua

kali panjang wintrobe. Kenyataan ini menyebabkan para klinisi lebih

menyukai metode westergren daripada metode wintrobe (Gandasoebrata,

2007).

Metode pemeriksaan LED:

1. Metode westergren

Tujuan : mengetahui laju endap darah

Prinsip : darah dengan antikoagulan yang telah di campur dengan baik di

tuang dalam tabung westergren dan di letakkan pada rak westergren

kemudian ditnggu selama 1 jam dicatat kecepatan pengendapan eritrosit


20

dalam satuan mm sebagai laju endap darah.

Alat :

a) Tabung dari westergren

panjang 300 mm, garis tengah bagian dalam 2,5 mm. Diberi

pembagian antara 0 – 200 , isi tabung kurang lebih 2,0mm. Kedua

ujung tabung terbuka.

b) Rak dari westergren

a. Menempatkan tabung westergren dalam keadaa vertikal.

b. Dibagian bawah terdapat karet untuk menutup lubang tabung.

c. Dibagian atas terdapat pegas untuk menekan tabung ke bawah.

Harga normal :

1. Laki –laki (♂) : 2-13 mm/ jam

2. Perempuan (♀) : 2-20 mm / jam

2. Metode wintrobe- Landsberg

Tujuan : mengetahui laju endap darah

Prinsip : Darah dengan antikoagulan yang telah di campur dengan baik

dituang selama 1 jam , di catat kecepatan pengendapan eritrosit dalam

mm sebagai laju endap darahnya.

Alat:

a. Tabung dari wintrobe

Panjang tabung 120 mm. Garis tengah bagian dalam 2,5 mm, diberi

pembagian 0-100 ke bawah dan ke atas .

b. Pipet tetes untuk tabung wintrobe


21

c. Rak untuk tabung wintrobe

Harga normal :

1. Laki –laki (♂) : 0-10 mm/ jam

2. Perempuan (♀) : 0-20 mm / jam

(Gandasoebrata, 2007)

7. Antikoagulan

Dalam pemeriksaan LED sering dipakai 3 antikoagulan yaitu Na

citrat 3,8%, yaitu larutan yang isotonik dengan darah. Antikoagulan yang

kedua EDTA 10% (Ethylene diamine tetracetat) sebagai garam kaliumnya.

Garam-garam kaliumnya banyak digunakan karena daya larutnya dalam air

kira-kira 15 kali lebih besar dibanding garam natriumnya. EDTA ini sangat

baik dipakai karena tidak terpengaruh terhadap besar dan bentuk eritrosit

dan leukosit. Sehingga antikoagulan ini banyak digunakan untuk

pemeriksaan hematologi. Ketiga double oxalat, antikoagulan ini terdiri atas

campuran dari kalium dan ammonium oxalate dalam perbandingan 4 : 6

ammonium oxalat menyebabkan eritrosit mengkerut (Depkes, 2009).

8. Kekurangan Laju Endap Darah Westergreeen

1. Darah yang digunakan untuk pemeriksaan dengan metode ini lebih

banyak sehingga dalam kasus tertentu tidak bisa di laksanakan

pemeriksaan Laju Endap Darah.

2. Metode pemeriksaan westergren tidak bisa digunakan untuk pembacaan

hematokrit karena darah untuk pemeriksaan ini diencerkan.


22

9. Sumber kesalahan Laju Endap Darah

1. Dalam suhu kamar pemeriksaan harus dilakukan dalam dua jam

pertama, apabila darah EDTA disimpan pada suhu 4oC pemeriksaan dapat

ditunda 6 jam.

2. Perhatikan agar pengenceran dan pencampuran antikoagulan

dikerjakan dengan baik.

3. Mencuci pipet westergren yang kotor dapat dilakukan dengan cara

membersihkannya dengan air, kemudian alkohol yang terakhir aseton.

Cara lain adalah membersihkan dengan air dan dibiarkan kering satu

malam dalam posisi vertikal, tidak dianjurkan memakai larutan bikromat

atau detergen.

4. Nilai normal pada umumnya berlaku untuk 18oC-25oC Pada

pemeriksaan

pipet harus benar-benar di letakkan vertikal (Tjokronegoro,2003).

10. Manfaat Laju Endap Darah

Laju Endap Darah dalam laboratorium klinik bermanfaat untuk

membantu diagnosis suatu penyakit dan memantau keberhasilan terapi

penyakit kronik (Fancies,2012).

11. Jenis parameter darah rutin

Parameter darah rutin meliputi: Hemoglobin, Hematokrit, Leukosit

(White Blood Cell / WBC), Trombosit (platelet), Eritrosit (Red Blood Cell /

RBC), Indeks Eritrosit (MCV, MCH, MCHC), Laju Endap Darah atau
23

Erithrocyte Sedimentation Rate (ESR), Hitung Jenis Leukosit, Platelet

Disribution Width (PDW) dan Red Cell Distribution Width (RDW). (Jou et al,

2011)

E. Pemeriksaan Laju Endap Darah Otomatis Metoda Humased 20

Metoda Humased 20 adalah cara untuk menentukan tingkat Laju

Endap Darah dengan penganalisa otomatis dalam jangka waktu 12 menit.

Komponen alat terdiri dari :

a. Tabung Humased

Tabung Humased adalah tabung yang didalamnya telah terisi Na Citrat

3,8 % sebanyak 0,5 ml dan mempunyai segel paten merupakan tabung

yang tidak hampa udara dengan kedua ujung yang tertutup dan salah

satunya dapat dibuka.

Tabung Humased panjangnya 115 mm dengan diameter 13 mm dan pada

tabung bagian atas terdapat garis sebagai batas isi sample. Isi tabung

kurang lebih 2 ml.

b. Humased 20 Analyzer
24

Gambar II.3 Humased 20 Analyzer

Humased 20 Analyzer adalah alat penganalisa otomatis dengan akses

acak untuk menentukan Laju Endap Darah dan merupakan alat tertutup. Ini

dikalibrasikan atau diukur untuk pengoperasian dengan tabung-tabung

Humased yang tidak hampa udara. Dan dapat menguji 5 sampel secara

bersamaan. Masing – masing tabung dilengkapi dengan sensor infra merah

dan sumber cahaya infra merah.

Humased 20 Analyzer tidak memerlukan tombol atau pengoperasian

computer dan hasil diperoleh setelah 12 menit. Hasil dapat diperlihatkan

dalam kesetaran Westergreen mm/jam yang nilainya menghubungkan 1 dan

2 jam manual.

Alat Humased dapat menghemat waktu 5 kali lebih cepat dari pada

LED Manual.Humased hasilnya akurat dan secara sempurna berhubungan

dengan metoda referensi Westergreen.

Prinsip metoda Humased : Darah dimasukkan ke dalam tabung

humased dan dihomogenkan, tabung tersebut dimasukkan ke dalm alat

Humased 20. Alat secara otomatis akan mengukur kecepatan pengendapan

eritrosit dalam waktu 12 menit.


BAB III

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

A. Kerangka Konsep

Demam

Pemeriksaan Darah Lengkap

Hemoglobin Hematokrit Trombosit LED Leukosit


(Hb) (Hct)

Diagnosis Penyakit

Gambar III. 1 Kerangka Konsep Penelitian

Keterangan:

= Tidak diteliti

= Diteliti

25
26

B. Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini adalah ada hubungan laju endap darah

metode otomatis dengan jumlah leukosit pada kejadian demam pada balita

usia 2-5 tahun di RSIA Soerya Sidoarjo.


BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian “cross sectional”

atau studi potong lintang, yang dimaksud dengan studi potong lintang

adalah jenis penelitian yang mempelajari hubungan antara variabel bebas

atau independent atau faktor resiko dengan variabel terikat atau dependen

atau efek, yang dilakukan dalam satu saat (Notoatmodjo, 2012). Penelitian

ini yang dianggap sebagai faktor resiko adalah pemeriksaan laju endap

darah otomatis dengan jumlah leukosit dan yang menjadi kejadian efek yang

diteliti pada penelitian ini adalah kejadian demam.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di RSIA Soerya Sidoarjo, waktu

penelitian ini akan dilakukan dari bulan Juni-Juli 2017.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

a. Populasi penelitian

Populasi penelitian ini adalah sisa sampel darah pasien yang

memeriksakan darah lengkap di laboratorium RSIA Soerya Sidoarjo.

27
28

Pengambilan sampel dilakukan secara konsekutif sesuai besar

sampel yang dibutuhkan.

b. Kriteria inklusi dan eksklusi

1) Kriteria Inklusi

a) Balita usia 2-5 tahun yang panas kurang dari 5 hari

b) Pasien demam dengan suhu aksiler 37,50C – 400C

c) Sampel darah EDTA yang < 2 jam dari saat

pengambilan darah

d) Tidak ada kelainan kongenital

2) Kriteria Eksklusi

Sampel lisis

2. Sampel Penelitian

a. Besar Sampel

Dalam penelitian ini besar sampel menggunakan rumus

Lameshowb dkk, 1997:

Za2 x P .Q
n= 2
(d )

1,96 2 x 0,1 x 0,9


n= 2
( 0,1)

n = 34,57
29

n = 35

Jadi, minimal sampel yang digunakan pada penelitian ini

sebesar 35 sampel.

Keterangan : n = besar sampel

Za2 = 1,96 (a = 0,5)


d = tingkat signifikan/ tingkat
kesalahan yang dipilih (0,1)
Q = 1-P
b. Tehnik Pengambilan Sampel

Sisa sampel darah pasien yang akan memeriksakan darah

lengkap di RSIA Soerya Sidoarjo yang dilakukan secara

konsekutif.

D. Variabel Penelitian

Adapun variabel yang akan diteliti adalah :

1. Variabel 1

Variabel bebas dari penelitian ini adalah laju endap darah.

2. Variabel 2

Variabel terikat dari penelitian ini adalah jumlah leukosit.


30

E. Definisi Operasional

Tabel IV.1: Definisi Operasional

Definisi Kategori &


No Variabel Skala
Operasional Kriteria

1. Alat laju Alat yang digunakan Nilai normal Nominal


endap darah dalam pemeriksaan laki-laki = 0-10
otomatis laju endap darah mm/jam
secara otomatis Perempuan = 0-
20 mm/jam
2. Jumlah Menghitung nilai Nilai normal Nominal
leukosit leukosit dewasa = 4000-
menggunakan 10.000 /mm3
hematologi analyzer. Nilai normal
pada anak =
9000-12.000
/mm3

F. Prosedur Penelitian, Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Prosedur Penggunaan ESR System Vesmatik Easy di RSIA

Sidoarjo

a. Sambungkan kabel adaptor ke alat (posisi lubang dibelakang

alat).

b. Aktifkan alat dengan klik ON/OFF dibelakang alat.

c. Pada layar akan muncul select function.

d. Tekan tombol Up atau Down untuk mencari menuh yang

diinginkan.

e. Cari menu ESR 1 Random (untuk akomodir sampel yang waktu

datangnya tidak bersamaan).


31

f. Setelah itu tekan OK tunggu hingga muncul di layar “FFFF

FFFF”.

g. Persiapan sampel:

1) Siapkan tabung Vestec Cuv_1_

2) Masukkan sampel darah sebanyak 1 cc ke tabung (ukurannya

di bawah garis batas pada tabung).

3) Kemudian dihomogenkan/shaking 10-15 kali (baiknya jangan

terdapat busa/gelembung).

h. Jika sampel siap baru masukkan sampel ke dalam chanel/lubang

pada alat.

i. Masukan sampel sesuai lubangnya secara perlahan hingga

terdengar bunyi “bip”.

j. Alat akan membaca sampel.

k. Alat akan memberikan keterangan diawal berupa print out yaitu:

1) “LOW” jika volume sampel kurang, berarti volume sampel

harus ditambah.

2) “HIGH” jika volume sampel berlebih, berarti volume sampel

harus dikurangi

l. Jika volume sampel sesuai akan keluar hasilnya berupa print out

sesuai dengan chanel/lubang yang diletakkan.

m. Jika hasil pembacaan sudah keluar, tabung dapat dikeluarkan dan

diganti dengan sampel yang baru untuk dibaca dan seterusnya.


32

n. Jika alat sudah tidak digunakan sebaiknya dimatikan dengan klik

tombol OFF kemudian mencabut kabel adaptornya.

2. Kualifikasi dan jumlah petugas

a. 1 peneliti

b. 2 petugas analis Rumah Sakit

3. Alur Penelitian

Pasien demam usia 2-5 tahun di RSIA Soerya


Sidoarjo

Demam kurang 5 hari

Darah 5 cc

Test LED otomatis

Hasil test

Pengumpulan Pengolahan Analisis Kesimpulan


data data data dan saran
Gambar IV.1 Alur Penelitian
33

4. Jadwal waktu Penelitian

Penelitian dilakukan kurang lebih selama enam bulan mulai bulan

Mei sampai Oktober 2015. Adapun jadwal pelaksanaan penelitian yang

dilakukan dapat dilihat dari matriks kegiatan penelitian di bawah ini:

Tabel IV.2: Jadwal Waktu Penelitian

Jenis kegiatan Bulan ke-


V VI VII VIII IX X
Persiapan
Penelitian

Analisis data

Penulisan laporan

G. Analisis Data

Variabel 1 dan variabel 2 dari masing-masing pemeriksa lalu dilakukan uji

t tidak berpasangan (independent sampel t-test) dan uji diagnsotik.


34

DAFTAR PUSTAKA

Arvin, A. M., 2012. Penyakit Infeksi: Demam. Dalam: Nelson, W.E., Behrman,
R. E., Kliegman, R., Arvin, A. M., dan Wahab, A. S., Ilmu Kesehatan Anak
dalam volume 2. Edisi 15. Jakarta: EGC, 854 -6.

Bridgen ML. 1999. Clinical utility of erythrocyte sedimentation rate.


http://www.aafp.org/afp/991001ap/1443.html.

Burns C. 2004. Routine hematology procedurs. In: McKenzie S. B., editor:


Clinical laboratory hematology. New Jersey: Pearson Education.

Davis, C.P., 2011. Fever in Adults. University of Texas Health Science Center at
San Antonio. Available from:
http://www.emedicinehealth.com/script/main/art.asp?articlekey=58831.

Depkes RI, 2009. Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta.

Desai SP, Isa-Pratt S. 2000. Clinician’s guide to laboratory medicine. Hudson,


Ohio: Lexi Comp Inc

Dharma R, imanuel S, Wawan R. 2012. Penilaian Hasil Pemeriksaan Hematologi


Rutin. Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta:
RSCM.

Dinarello, C.A., and Gelfand, J.A., 2005. Fever and Hyperthermia. In: Kasper,
D.L., et. al., ed. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 16th ed.
Singapore: The McGraw-Hill Company, 104-108.

Effendi Z. 2003. Peranan Leukosit sebagai Anti Inflamasi Alergik dalam Tubuh.
Fakultas Kedokteran : Universitas Sumatera Utara.

Estridge BH, Reynolds AP, Walters NJ. 2000. Basic medical laboratory
techniques. Albany, New York: Thomson Learning.

Fancies K Widman. 2012. Hematologi. Jakarta.

Gandasoebrata. 2007. Penuntun Labiratorium Klinik. Jakarta : Dian Rakyat

Graneto, J.W., 2010. Pediatric Fever. Chicago College of Osteopathic Medicine of


Midwestern University. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/801598-overview.
35

Herdiman T. Pohan. 2004. Manfaat klinik pemeriksaan laju endap darah. Dalam:
Djoko Widodo, Herdiman T. Pohan (penunting), Bunga rampai penyakit
infeksi. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Ibrahim N, dkk. Hasil Tes Laju Endap Darah Manual dan Automatik. Indonesia
Journal of Clinical Patologi and Medical Laboratory, vol 12 no.2 Makasar.
Maret 2006 : 45-8.

Jou JM, Lewis SM, Briggs C, Lee SH, De La Salle B, McFadden S. 2011. ICSH
review of the measurement of erythrocyte sedimentation rate. Int. Jnl. Lab.
Hem. 2011;33:125-32.

Kaneshiro, N.K., and Zieve, D. 2010. Fever. University of Washington. Available


from: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000980.htm

Katalog Prosedur Penggunaan ESR System Vesmatik Easy : RSIA Soerya


Sidoarjo

Lewis SM. 2001. Miscellaneous tests. In: Lewis SM, Bain BJ, Bates I (Eds.),
Dacie and lewis practical haematology. 9th ed. London: Harcourt Publisher
Limited.

Nelwan, R.H., 2009. Demam: Tipe dan Pendekatan. Dalam: Sudoyo, A.W.,
Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., dan Setiati, S., ed. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid III. Edisi 5. Jakarta: Interna Publishing, 2767 - 2768.

Norderson NJ. 2004. Erythrocyte sedimentation rate.


http://www.ehendrick.com/healthy/00503.htm.

Notoatmodjo, S. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta

Seldon M. 1998. Erythrocyte sedimentation rate.


http://www.haps.nsw.gov/edrsrch/edinfo/esr.html

Sherwood, L., 2012. Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem . Edisi 2. Jakarta:
EGC.

Tjokronegoro Arjatwo. 2003. Pemeriksaan Laboratorium Hematologi Sederhana.


Edisi 2. Jakarta : FKUI
36

SURAT PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

(Informed Consent)

Bapak/Ibu yang terhormat, sebelum penelitian dilakukan, ada baiknya


untuk mengetahui tujuan dan manfaat penelitian ini. Adapun tujuan dari penelitian
ini adalah peneliti ingin mengetahui hubungan laju endap darah metode otomatis
dengan jumlah leukosit pada kejadian demam pada balita usia 2-5 tahun di RSIA
Soerya Sidoarjo. Dengan terkumpulnya data penelitian ini, diharapkan nantinya
dapat memberikan manfaat sumber pengetahuan atau wawasan tentang manfaat
perhitungan Laju Endap Darah (LED) bagi pengobatan pasien.
Setelah mendapat penjelasan dengan baik tentang tujuan dan manfaat
penelitian yang berjudul “Hubungan Laju Endap Darah Metode Otomatis Dengan
Jumlah Leukosit Pada Kejadian Demam Pada Anak Usia 2-5 Tahun di RSIA
Soerya Sidoarjo”, Bapak/Ibu akan diminta untuk memberikan darah balita usia 2-
5 tahun yang mengalami demam kurang dari 5 hari sebanyak 5 cc untuk diperiksa
dengan menggunakan teknik LED otomatis. Bapak/Ibu memahami bahwa
penelitian ini tidak memiliki resiko apapun.
Bapak/Ibu Ibu mengerti bahwa catatan mengenai data penelitian akan
dirahasiakan, tidak akan dibuka atau disebarluaskan ke masyarakat, dan
kerahasiaannya ini akan dijamin oleh peneliti. Informasi mengenai hasil penelitian
akan tersimpan secara terpisah di tempat yang hanya peneliti yang mengetahui
keberadaannya.
Bapak/Ibu berhak menolak untuk berperan sebagai responden/ orang yang
diteliti dan berhak mengundurkan diri setiap saat tanpa adanya sanksi. Bapak/Ibu
juga akan diberi kesempatan untuk bertanya mengenai penelitian ini atau
mengenai keterlibatan Bapak/Ibu dalam penelitian ini, dan akan dijawab oleh
peneliti.
37

Apabila Bapak/Ibu telah memahami semua pernyataan diatas dan bersedia


secara sukarela untuk berperan dalam penelitian ini, dimohon untuk
menandatangani Surat Persetujuan Menjadi Responden.

Sidoarjo,................................
Responden,

(..........................................)
Saksi :
1. ........................................(tanda tangan)
(..........................................)(nama terang)

2. ........................................(tanda tangan)
(..........................................)(nama terang)

Anda mungkin juga menyukai