Anda di halaman 1dari 14

REVIEW JURNAL

Furofuran Lignans Of Artemisia Genus And Identification of A Binding Protein For


Sesamin And Characterization of Its Roles In Plant Growth

Nama jurnal :

journal of the Serbian chemical society ( 26 Hal ) tahun 2020 yang ditulis oleh Joava D.
Ickovski, Jovana lj. Pavlovic , Milan N. mitic, Ivan R palic, Daniela A. kostic, Goran M.
petrovic and Gordana S. stojanovic.

scientific reports ( 10 Hal ) tahun 2019 yang ditulis oleh Masayuki Tera, Tomotsugu Koyama,
Jun Murata, Ayako Furukawa, Shoko Mori, Toshiaki Azuma, Takehiro Watanabe, Katsuhito
Hori, Atsushi Okazawa, Yasuaki Kabe, Makoto Suematsu, Honoo Satake, Eiichiro Ono &
Manabu Horikawa.

Reviewer oleh Khairunnisa ( 20720010 ) Mahasiswa Pascasarjana Biologi Farmasi ITB


Bandung.

Diriview Pada tanggal 31 November 2020

A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Tumbuhan herbal adalah tumbuhan atau tanaman obat yang dapat dimanfaatkan
untuk pengobatan tradisional, tanaman herbal telah digunakan sebagai obat oleh
manusia sejak ribuan tahun yang lalu. Saat ini, semua budaya dunia memiliki
pengetahuan yang luas tentang herbal obat. Pengobatan tradisional pada awalnya
merupakan tradisi turun - temurun yang disampaikan secara lisan dari satu generasi ke
generasi berikutnya. Artemisia L. adalah genus tumbuhan dan semak kecil yang
ditemukan di daerah beriklim utara, yang mana merupakan family dari Asteraceae,
salah satu dari kelompok tumbuhan yang paling banyak jumlahnya terdiri dari sekitar
1.000 generasi dan lebih dari 20.000 spesies. Di dalam familynya Artemisia termasuk
dalam suku Anthemideae yang terdiri lebih dari 500 spesies, yang sebagian besar
ditemukan di Asia, Eropa dan Amerika Utara. Artemisia yang dikenal mempunyai
kandungan kimia yang banyak seperti lignan.
Iignan suatu sekelompok golongan senyawa fenolik alami yang tersebar luas
didalam tumbuhan mulai dari akar, batang, daun, umbi, kulit, kayu, biji, dan serangga
bahkan mamalia, yang mana senyawa ini terdiri dari dua unit fenilpropanoid C6-C3
yang terikat dengan dimer fenil propane melalui atom karbon β-β ′ (8-8 ′), yang artinya
berbeda dengan lignin yang merupakan suatu polimer rasemat yang dibuat dari alcohol
hidroksisinamik, coniferyl alcohol dan sinaphyl alcohol dengan sedikit p-alkohol
kumaril. Lignan diklasifikasikan menjadi enam subkelompok yakni dibenzyl-butane,
dibenzylbutyrolactones, arylnaphthalenes, dibenzocyclooctadienes, sub-stituted
tetrahydrofurans dan 2,6-diarylfurofurans. selain itu juga lignan mempunyai aktivitas
farmakologi yakni antiinflamasi, imunosupresi, kardiovaskuler dan antioksidan.
Beberapa lignan juga terdapat pada tumbuhan lain seperti tanaman wijen.
Tanaman wijen ( sesamum indicum L ) ialah tanaman yang mengandung
senyawa bioaktif yang diantaranya adalah lignan larut larut lemak ( sesamin, sesamol,
dan sesamolin ), lignan glukosida ( sesaminol, triglukosida, pinoresinol dan
sesamolinol glukosida ). Sesamin adalah lignan tipe furofuran yang banyak ditemukan
pada biji wijen ( sesamum indicum ), dalam biji wijen sesamin disintesis dari
pinoresinol melalui pembentukan dua jembatan secara berurutan dalam reaksi yang
dikatalisis oleh monooksigenase P450 CYP81Q1 yang kemudian sebagian sesamin
diubah secara oksidatif menjadi sesamolin dan sesaminol yang terakumulasi sebagai
sesaminol triglukosiada oleh enzim P450 Monooksigenase CYP92B14. sesamin juga
mempunyai aktivitas biolgis seperti antioksidan, antiinflamasi, hipokolestromik dan
imunodulator serta sebagai suplemen dalam meningkatkan kesehatan.
Pada sesamum telah diidentifikasi secara eksklusif bahwa memilki tiga protein
minor dengan sebutan SOP 1 2 dan 3, yang mana pada urutan cDNA yang
mengkodekan wije Sop 1 ialah caleosin untuk kapasitas pengikatan kalium, struktur
caleosin terdiri dari tiga domain yang berbeda, yakni domain hidrofilik N-Terminal,
pusat penahan hidrofobik sentral dan dominan hidrofilik C-Terminal. Dan pada SOP 2
disebut dengan steroleosin yang mana dapat diperoleh dengan imunoskiriningyang
kemudian dikonfirmasi dengan sequencing asam amino dan pengenalan imunologis
protein yang diekspresikan pada Escherichia coli. Pengenalan silang menunjukan
bahwa SOP 2 ( steroleosin ) ada pada biji wijen,

2. Tujuan Penelitian
a. Untuk Mengisolasi dan Identifikasi lignan pada beberapa Genus Artemisia
b. Untuk mengidentifikasi Steroleosin B sebagai pengikat protein di sesamin dalam
perkembangan benih biji wijen dan perkecambahan benih biji wijen.
B. BIOSINTESIS LIGNAN

Jalur yang berperan pada biosintesi lignan ialah jalur shikimate yang mana jalur ini
nantinya akan menghasilkan biosintesis korismat yang akan diubah menjadi asam prephenate
dan menghasilkan asam fenilpiruvat dan transminasi yang bergantung pada fosfat piridoksal
L-Fenilalanin melalui aromatis dekarboksilatis. Lalu fenilpropanoid menjadi asam
hidroksinamatika dan monolignols yang mana merupakan titik awal jalur fenilpropanoid.
Untuk jalur ini fenilalanin ammonia lyase dan tirosin amoni liase mengkatalisis deaminasi non
oksidatif dari fenilalanin menjadi trans-sinamat, kemudian hidroksilasi asam sinamat oleh
sinamat 4-hidroksilase yang mengarah pada biosintesi p-asam kumarat dan aktivasi untuk
asam kumarat oleh 4-kumaryl asetil kaolin ligase yang mengarah pada p-kumaril CoA. P-
kumaril CoA adalah prekusor untuk biosintesis p-alkohol kumaril dan alcohol coniferyl. Pada
jalur shikimate juga banyak enzim yang terlibat dalam biosintesisnya seperti DAHP, 3-dehidro
quinat, 3-dehidroquinat dehydratase, shikimate dehidroginase, shikimate kinase, 5-
enolpyruvylshikimat 3-phospate. Sedangkan pada jalur fenilpropanoid yakni phenylalanine,
asam kumarik, cynamol CoA NADP oxidoreductase dll.
Gambar 1 Skema biosisntesis lignan pada genus artemisia

C. METODE PENELITIAN
1. Sampel penelitian
Beberapa genus tanaman artemisia yakni : artemisia abinticium, artemisisa
arboresensces, dan artemisia carui folia dan Biji tanaman wijen serta tanaman Arabidopsis
2. Pembuatan ekstrak
a. Artemisia
Pengekstraksian tanaman genus artemisia dengan cara bagian genus tanaman artemisia
dicuci kemudian dikeringkan, setelah dikeringkan simplisia tersebut di Rajang sampai
menjadi serbuk, lalu diekstraksi dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol
70% selama 3 hari,
b. Bibit Biji Wijen
1 gr sampel bibit segar digiling menjadi serbuk halus dengan nitrogen cair, lalu setiap
sampel bubuk dilarutkan dalam 2,5 ml buffer ekstraksi yang mengandung 100 mM tris-
CL ( PH 8 ), 0,1 beta mercaptoetanol dan koktail protease inhibitor. Kemudian
dihomogenkan dengan menghilangkan garamnya dengan kolom PD-10.
3. Isolasi lignan pada artemisia
Pada isolasi genus artemisisa ini menggunakan beberapa metode isolasi yang berbeda
untuk tiap genusnya seperti pada artemisia bisintium dengan cara setelah pengupan pelarut
dibawah tekanan tereduksi, maka residu tersupensi dalam air dan diekstrasi kembali dengan
petroleum eter, klorofom dan etil asetat secara berturut. Lalu Residu lapisan CHCL3
difraksinasi dengan kromatografi kolom silika gel menggunakan gradien bertahap dari
petroleum eter dan etanol yang mana akan menghasilkan enam fraksi dimana 4 fraksinya
digunakan untuk kromatografi kolom silika gel ( CHCL2 : CH3OH, 98:2-40:60 ) dan akan
menghasilkan banyak subfraksi kemudian subfraksi ini dipisahkan lagi untuk mendapatkan
subfraksi yang diinginkan dengan semipreparative HPLC secara isokratik ( H2O : Aseton,
40:60 ) dan kromatografi kolom sephadex LH20 dengan ( CHCL3 : CH3OH, 1:1 ).
Sedangkan untuk tanaman artemisia arborescens, tanaman diekstraksi dengan maserasi
lalu hasil dari maserasi diambil dan dilakukan pemisahan dengan menggunakan
kromatografi kolom dengan menggunakan fase diam silika gel dan fase gerak heksana :
eter ( 2:1 ) dan eter : CH3OH ( 6:1 ) maka akan menghasilkan 3 fraksi dan untuk artemisia
carui folia juga dilakukan pengekstraksian dengan maserasi yang mana nantinya hasil
ekstrak pekat yag didapatkan dilakukan isolasi dengan menggunakan kromatografi dengan
fase diam silika gel dan dafe geraknya heksana : etil asetat 7:3 dan etil asetat : etanol : air
6:2:1 akan menghasilkan 4 fraksi lalu fraksi ini dipisahkan lagi dengan methanol dan akan
menghasilkan 3 subfraksi yang kemudian dilakukan klt preparative untuk sub fraksi 1
dengan pelarut yang digunakan benzene : aseton 9 : 1 akan didapatkan sesamin dan
sesartemin dan untuk subfraksi 2 dan 3 dilakukan kolom dengan methanol lalu laukakan
HPLC preparative dana akan menghasilkan carulignanans.
4. Pemurnian afinitas SBP ( Sesamin binding protein ) menggunakan SIB
Untuk memurnikan SBP maka buatlah SIB dan AIB terlebih dahulu kemudian baru
dilakukan pemurnian SBP, untuk pembuatan SIB dan AIB pertama ambilah 2 mg alikulot
magnetic FG Nano-Beads, kemudian diperlakukan dengan probe sesamin dengan
konsentrasi rendah dan tinggi masing-masing 0,2 dan 2 mM, lalu lakukan pencucian DMF
( dimethylformamide ), kemudian gugus amino yang di bereaksi dengan nano-beads itu
ditutup dengan anhidrat asetat 200 Mm selama 2 jam untuk mendapatkan SIB. Selanjutnya
SIB dicuci secara berurutan dengan DMF, Metanol, dan fosfat buffer salin ( PBS ) lalu
dilakukan uji afinitas pull down. Dan lakukan cara diatas untuk membuat AIB dengan
asetilasi manik amina.
Setelah mendapat SIB yang diinginkan kemudian lakukan pemurnian SBP dengan SIB
tadi dengan cara ambil 2 mg SIB lalu inkubasi dengan ekstrak bijj wijen dalam 1 ml aluikot
PBS yang mengandung 0,1% NP-40. Lalu pisahkanlah protein yang terelusi dengan SDS
yang mengandung PBS dengan menggunakan SDS-PAGE dan divisualisasikan dengan
pewarnaan perak. Kemudian lalukan anlisis sidik jari menggunakan spektrometri massa.
5. Produksi protein fusi GST-Steoleosin B
Siapkan E.colli, lalu sel dari bakteri tersebut ditransformasikan dengan Pdest15-gst-
Steroleosin B dan didiamkan semalaman dalam 3 ml media LB pada suhu 37 ° C .
kemudian siapkan labu ukur dan isilah labu tersebut dengan 50 ml media LB dan
tambahkan 50- µ g / ml kanamisin, kemudian diinokulasi dengan 500 µ aluikot kultur
jenuh. Biakan kultur tersebut dengan 1 mM isopryl β- D-1-thiogalactopyranoside (IPTG)
selama 3 jam pada suhu 23 ° C. selajutnya sela disentrifugasi selama 10 menit dengan
kecepatan 10000 x g pada suhu 4 ° C, lalu keluarkan supernatant secara perlahan dan
simpanlah pellet sel di suhu 80 ° C sampai pemurnian Steroleosin B berfusi GST.
6. Analisis STD-NMR dari sesamin dan Steroleosin B berfusi GST
Spektrum STD-NMR diperoleh menggunakan spektrometer Bruker AVANCE III HD
800 yang dilengkapi dengan probe cryogenic TCI 5 mm dan gradien sumbu Z (Bruker
Biospin AG, Swiss). Semua spektrum diukur pada 298K menggunakan tabung Wilmad
5mm NMR dengan urutan pulsa standar Bruker yang digunakan dan sinyal air sisa ditekan
dengan menerapkan urutan patung eksitasi.
7. Analisis ekspresi gen
Total RNA diisolasi dari jaringan individu wijen dan Arabidopsis tanaman
menggunakan RNeasy Plant Mini Kits (Qiagen) dan ditranskripsikan terbalik
menggunakan SuperScript III (Life Technologies) menggunakan primer oligo dT. Aliquot
cDNA diamplifikasi menggunakan ExTaq dengan set primer dan thermal cycler
konvensional. Fragmen yang telah dihasilkan dari amplifikasi kemudian dipisahkan pada
gel agarosa dan divisualisasikan menggunakan etidium bromida. Analisis PCR waktu nyata
kuantitatif dilakukan menggunakan sistem PCR waktu nyata StepOnePlus dan Kit
Campuran PCRMaster SYBRGreen dengan set primer yang. CYP81Q1 tingkat ekspresi
gen dikuantifikasi relatif terhadap ACT2 ekspresi menggunakan StepOne Software v2.0.
8. Analisis fenotipe Arabidopsis tanaman
Untuk menghitung panjang daun, daun pada posisi keempat tanaman Arabidopsis
berumur empat difoto dan diukur sepanjang sumbu longitudinal. Perbandingan jumlah sel
daun dilakukan dengan cara mengurangi transparansi daun pada posisi keempat dan
menghitung jumlah sel mesofil palisade pada lapisan sub-epidermis sepanjang sumbu
longitudinal menggunakan mikroskop cahaya. Sedangkan untuk menghitung panjang akar,
akar utama bibit berumur dua minggu dipisahkan dan diukur langsung menggunakan
penggaris. Analisis statistik dilakukan menggunakan perangkat lunak BellCurve for Excel
dengan pengaturan default ( https://bellcurve.jp/ex/ ). ANOVA satu arah dilakukan, diikuti
dengan uji Dunnett. P < 0,05 dianggap signifikan secara statistik.

D. HASIL PENELITIAN
1. Aktivitas biologi furofuran

Pada penelitian ini menunjukan literatur hasil adanya kandungan lignan pada tiap genus
artemisia yang berbeda, pada artemisia absintium bnyak terdapat lignan pada akar segar
dibandingkan daunnya yang mana pada genus ini terdapat epiaschantin, sesartemin, yangambin
( kardiovaskuler ) Diayangambin ( antiinflamais ), epiyangambin ( penghambatan produksi
oksida nitrat dalam sel ), caruuiilignan, sedangakan pada artemisia arborescens bagian yang
terdapatnya lignan ialah daun dengan senyawa lignan yang ada ialah sesamin ( antioksidan )
aschantin, pinoresinol ( penghambtan diesterase ), spinescen dan untuk artemisia caruifolia
bagian yang terdapat ialah pada akar segar dengan senyawa lignan yang dihasilkan ialah
carulignan. Berikut berbagai struktur lignan yang terisolasi pada genus artemisia.

Gambar 2 Berbagai struktur lignan pada genus artemisia


2. Identifikasi steroleosin B sebagai protein pengikat sesamin

Untuk identifikasi steroleosin sebagai pengikat protein sesamin pada pertumbuhan biji
wijen maka dalam penelitian ini melakukan analisis penapisan afinitas steroleosin
menggunakan SIB ( sesamin-immobilized nano-beads ) yang mana hasil yang di tampilkan
ialah berupa probe afinitas. Probe afinitas ini mengandung gugus karboksil yang diikat secara
kovalen pada amino-beads pada 0,2 dan 0,2 mM yang digunakan untuk membuat SIB dengan
densitas rendah ( LD ) dan juga densitas tinggi ( HD ), kemudian masing dari HD dan LD-SIB
diinkubasi dengan ekstrak protein dari bibit biji wijen. Protein yang terikat pada SIB dan
dianalisis dengan elektroforesis gel natrium dodesil sulfat-poliakrilamida dan divisualisasikan
dengan pewarna perak. Kemudian dilakukan verifikasi interaksi langsung dengan pengikatan
antara sesamin dan steroleosin B, dengan cara menggabungkan GST rekombinan. Dan hasil
dari SDS-PAGE ini akan menunjukan bahwa GST-fussed Steroleosin B ditangkap oleh SIB,
cara ini mirip dengan penyaringan afinitas. Begitu juga sebaliknya steroleosin B tidak
ditangkap oleh manik-manik control ( acetil immobillizied ) yang menunjukan bahwa GST-
Fused steroleosin B berikatan dengan SIB melalui moieties yang menampilkan sesamin. Hal
ini ditunjukan pada gambar dibawah ini :

Gambar 3 Nilai LD-SIB dan HD-SIB (a) Ekstrak sel utuh dari E.colli memproduksi
stereolisin B dengan fusi GST rekombinan dengan AIB dan SIB

Kemudian untuk interaksi antara steroleosin B dan SIB yang digabungkan dengan
GST rekombinan. Hasilnya menunjukan bahwa GST-fused stereolisin B ditangkap oleh SIB
dengan penyaringan afinitas, sehingga hal ini menandakan terjadinya ikatan antara stereolisin
B dengan sesamin, selain itu juga dilihat dari hasil STD-NMRnya yang mana pada metode ini
dilakukan untuk membuat peta epitope dari ligan yang mengikat protein. Spektrum STD-NMR
untuk sesamin dan Steroleosin B ini berfusi GST pada rasio molar 60 : 1 yang kemudian
diidentifikasi disemua sinyal proton. Dan Intensitas sinyal proton ini menunjukan bahwa
stereolisin dalam mengikat sesamin itu ada pada cincin aromatic dari sesamin dan bukan pada
cincin furofurannya selama pengikatan. Begitu juga sebaliknya pada spektrum STD-NMR dari
campuran sesamin dan GST menunjukan sinyal proton yang terbatas.

Gambar 4. Analisis STD-NMR dari sesamin dan stereolisin B

Selanjutnya dilakukan ekpresi Steroleosin B selama pekembangan benih dan tahap


perkecambahannya, pada analisis ini dapat dilakukan dengan analisis reverse transcriptase-
polymerase chain reaction ( RT-PCR ) dimana ia menggunakan sampel RNA dari biji tanaman
tersebut. Dan pada analisis ini didapatkan hasil bahwa mRNA steroleosin B diekspresikan
selama pengembangan biji wijien, yang mana CYP81Q1 mRNA, yang mengkode sintesis
sesamin, yang kemudian terdeteksi disemua tahap perkembangan benih. Selain itu juga,
sterolisiin B dan CYP81Q1 keduanya diekpresikan selama tahap perkecambahan biji wijen dan
ini menunjukan bahwa ekpsresi steroleosin B bertepatan dengan CYP81Q1.

Setelah itu dilakukan pembuktian terhadap fungsi sesamin di tumbuhan, dan analisis
ini menggunakan metode perubahan fenotik dalam fisiologi dan juga morfologinya dengan
tanaman yang digunakan ialah Arabidopsis thaliana. Hasil dari percobaan ini ialah untuk
Arabidopsis thaliana tidak mampu mengakumulasi sesamin namun ia mengandung prekusor
pinoresinol endogen. yang mana prekusor ini nantinya dapat mengkonversikan pinoresinol
endogen menjadi sesamin dengan ekpresi heterolog gen CYP81Q1, sehingga dalam penelitian
ini untuk menginduksi ektopik sesamin dengan cara menerapkan ekpresi heterology dari gen
CYP81Q1 dengan pengkodean pada CYP81Q1 secara konstutif 35 S promotor Pro35S dan
hasil ini yang didapatkan nantinya akan digunakan untuk mengubah tanaman arabidopsis,
kemudian setelah pengkonfirmasian di ekpresi heterelog CYP81Q1 pada tanaman trangenik
Pro35S : CYP81Q1 Arabidopsi maka dilakukan deteksi akumulasi ektopik sesamin di akar
Pro35S : CYP81Q1. Dan secara bersamaan juga dengan gen stereolisin B yang dimasukan
kedalam Arabidopsis tipe liar dan didaptkan hasil Pro35S : Stereolisin B menunjukan adanya
ekspresi heterelog dari gen stereolisin B. dan hasil analissi fenotipenya menunjukan Pro35S :
CYP81Q1 dan Pro35s : Steroleosin B memberikan hasil morfologi dan pertumbuhan normal,
Oleh karena itu hasil akumulasi ektopik sesamin dan stereolisin B pada tanaman arabidiopsis secara
individual tidak berpengaruh pada fisiologi ataupun morfologinya.
Gambar 5. Reaksi biosintesis CYP81Q1 (a) Ekspresi dari CYP81Q1 di Pro35S (b) deteksi
akumulasi ektopik sesamin di bagian pucuk dan akar PRO35S:CYP81Q1 (c) ekspresi
heterology dari stereolisin B dan CYP81Q1 (d)

Dan untuk hasil dari perbandingan fenotipe morfologi dari empat generasi T3 Homozigot
Pro35s : stereolisin B / Pro35S : CYP81Q1 dan Pfast / Pro35S : CYP81Q1 menunjukan bahwa
daun yang dimiliki Pro35s : stereolisin B / Pro35S : CYP81Q1 lebih kecil daripada tipe liar
Pro35S : CYP81Q1, Pro35S : Stereolisin B dan Tanaman control Pfast / Pro35S : CYP81Q1.

Selain itu juga tanaman Arabidopsis Pro35S : Stereolisisn B / Pro35S : CYP81Q1Q


menunjukan pemanjangan akar yang agak tertekan berbeda dengan Pro35S : Tanaman
Stereolisisn B / Pro35S : CYP81Q1 Arabidopsis, transgenik tunggal menunjukan morfologinya
yang normal.
E. KESIMPULAN

Berdasarkan pada review kedua jurnal ini untuk analisis lignan pada genus artemisia
itu memberikan hasil bahwa adanya senyawa lignan yang berbeda dari tiap bagian bahkan
subtanaman artemisia, selain itu juga adanya aktivitas farmakologi yang dihasilkan dari tiap
genus artemisia.
Dan untuk identifikasi Stereolisin B dalam mengikat sesamin itu baik selain itu juga
untuk akumulasi ektopik yang dihasilkan bahawa akumulasi ektopik dari sesamin dan
stereolisin B pada tanaman arabisopsis terjadinya penekanan pertumbuhan daun dan
pemanjangan akar. Sedangkan akumulasi secara individual tidak berhasil atau tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap morfologinya.

F. DAFTAR PUSTAKA

Ickovski, J, Pavlović, J, et al.(2020). Furofuran Lignans Of Artemisia Genus: Isolation,


Biosynthesis And Biological Activity. J. Serb. Chem. Soc. 85 (5) 575–600.
https://doi.org/10.2298/JSC191210009I

Tera, M, Koyama, T, Murata, T, et al.(2019). Identifcation Of A Binding Protein For Sesamin


And Characterization Of Its Roles In Plant Growth. Scientific reports, 9:8631.
https://dx.doi.org/10.1038%2Fs41598-019-45003-7

Anda mungkin juga menyukai