Anda di halaman 1dari 10

Analgetik-Antipiretik

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kehamilan merupakan proses alamiah dalam kehidupan biologik wanita. Seperti halnya
individu-individu lain dalam populasi, maka seorang wanita hamil suatu saat dalam masa
kehamilannya memerlukan terapi obat oleh karena gangguan kesehatan yang diderita.Seorang
ibu hamil kemungkinan akan menderita berbagai keluhan atau gangguan kesehatan seperti pada
populasi pada umumnya, tetapi disamping itu juga dapat menderita berbagai keluhan atau
gangguan pada kehamilannya, seringkali diperlukan farmakoterapi. Kenyataan ini mendorong
untuk menekan serendah mungkin pemakaian obat selama kehamilan dengan menghindari
pemakaian obat secara sembarangan.
Seorang praktisi medik dalam praktek sehari-hari sering dihadapkan pada berbagai permasalahan
pengobatan yang kadang memerlukan pertimbangan-pertimbangan khusus, seperti misalnya
pengobatan pada wanita dengan kehamilan. Meskipun prinsip dasar dan tujuan terapi pada
kelompok tersebut tidak banyak berbeda, tetapi mengingat masing-masing memiliki
keistimewaan dalam penatalaksanaan maka diperlukan pendekatan-pendekatan yang sedikit
berbeda dengan kelompok dewasa lainnya.
Pertimbangan pengobatan pada keaadaan hamil, tidak hanya saja berdasarkan pada ketentuan
dewasa tetapi perlu beberapa penyesuaian dan perhatian lebih besar pada kemungkinan efek obat
pada janin.

1.2. Rumusan Masalah


a. Pengertian analgetik-antipiretik
b. Penggunaan analgetik–antipiretik dalam kehamilan
c. Studi kasus analgetik-antipiretik dalam kehamilan

1.3. Tujuan
a. Mengetahui pengertian analgetik-antipiretik
b. Mengetahui penggunaan analgetik-antipiretik dalam kehamilan.
c. Mempelajari studi kasus analgetik-antipiretik dalam kehamilan

1.4. Manfaat
Menambah ilmu pengetahuan tentang obat-obat yang berpengaruh pada kehamilan, dan
diharapkan dapat diterapkan pada praktek klinik

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Analgetik-Antipiretik

Analgetik adalah adalah obat yang mengurangi atau melenyapkan rasa nyeri tanpa
menghilangkan kesadaran.
Antipiretik adalah obat yang menurunkan suhu tubuh yang tinggi. Jadi analgetik-antipiretik
adalah obat yang mengurangi rasa nyeri dan serentak menurunkan suhu tubuh yang tinggi.
Rasa nyeri hanya merupakan suatu gejala, fungsinya memberi tanda tentang adanya gangguan-
gangguan di tubuh seperti peradangan, infeksi kuman atau kejang otot. Rasa nyeri disebabkan
rangsang mekanis atau kimiawi, kalor atau listrik, yang dapat menimbulkan kerusakan jaringan
dan melepaskan zat yan disebut mediator nyeri (pengantara).
Zat ini merangsang reseptor nyeri yang letaknya pada ujung syaraf bebas di kulit, selaput lendir
dan jaringan lain. Dari tempat ini rangang dialaihkan melalui syaraf sensoris ke susunan syaraf
pusat (SSP), melalui sumsum tulang belakang ke talamus (optikus) kemudian ke pusat nyeri
dalam otak besar, dimana rangsang terasa sebagai nyeri.

Cara Pemberantasan Rasa Nyeri:


a. Menghalangi pembentukan rangsang dalam reseptor nyeri perifer oleh analgetik perifer atau
oleh anestetik lokal.
b. Menghalangi penyaluran rangsang nyeri dalam syaraf sensoris, misalnya dengan anestetik
local.
c. Menghalangi pusat nyeri dalam SSP dengan analgesik sentral (narkotik) atau dengan anestetik
umum.
Umumnya cara kerja analgetik-antipiretik adalah dengan menghambat sintesa neurotransmitter
tertentu yang dapat menimbulkan rasa nyeri & demam. Dengan blokade sintesa neurotransmitter
tersebut, maka otak tidak lagi mendapatkan "sinyal" nyeri, sehingga rasa nyerinya berangsur-
angsur menghilang.

2.2 Penggunaan Analgetik-Antipiretik dalam Kehamilan.


Penggunaan obat Analgetik-Antipiretik pada saat mengandung bagi ibu hamil harus
diperhatikan. Ibu hamil yang mengkonsumsi obat secara sembarangan dapat menyebabkan cacat
pada janin. Sebagian obat yang diminum oleh ibu hamil dapat menembus plasenta sampai masuk
ke dalam sirkulasi janin, sehingga kadarnya dalam sirkulasi bayi hampir sama dengan kadar
dalam darah ibu yang dalam beberapa situasi akan membahayakan bayi.
Pengaruh buruk obat terhadap janin, secara umum dapat bersifat toksik, teratogenik, maupun
letal tergantung pada sifat obat dan umur kehamilan pada saat minum obat. Pengaruh toksik
adalah jika obat yang diminum selama masa kehamilan menyebabkan terjadinya gangguan
fisiologik atau bio-kimiawi dari janin yang dikandung, dan biasanya gejalanya baru muncul
beberapa saat setelah kelahiran. Pengaruh obat bersifat teratogenik, jika menyebabkan terjadinya
malformasi anatomic (kelainan/kekurangan organ tubuh) pada pertumbuhan organ janin.
Pengaruh teratogenik ini biasanya terjadi pada dosis subletal. Sedangkan pengaruh obat yang
bersifat letal adalah yang mengakibatkan kematian janin dalam kandungan.
Secara umum pengaruh obat pada janin dapat beragam sesuai dengan fase-fase berikut:
1. Fase Implantasi yaitu pada umur kehamilan kurang dari 3 minggu.Pada fase ini obat dapat
member pengaruh buruk atau mingkin tidak sama sekali.Jika terjadi pengaruh buruk biasanya
menyebabkan kematian embrio atau berakhirnya kehamilan (abortus).
2. Fase Embrional atau Organogenesis,yaitu pada umur kehamilan antara 4-8 minggu.Pada fase
ini terjadi diferensiasi pertumbuhan untuk pembentukan organ-organ tubuh, sehingga merupakan
fase yang paling peka untuk terjadinya malformasi anatomik (pengaruh teratogenik). Selama
embriogenesis kerusakan bergantung pada saat kerusakan terjadi, karena selama waktu itu organ-
organ dibentuk dan blastula mengalami deferensiasi pada waktu yang berbeda-beda. Jika blastula
yang dipengaruhi masih belum berdeferensiasi dan kerusakan tidak letal maka terdapat
kemungkinan untuk restitutio ad integrum. Sebaliknya jika bahan yang merugikan mencapai
blastula yang sedang dalam fase deferensiasi maka terjadi cacat (pembentukan salah)Berbagai
pengaruh buruk yang terjadi pada fase ini antara lain:
Gangguan fungsional atau metabolic yang permanen yang biasanya baru muncul kemudian
jadi tidak timbul secara langsung pada saat kehamilan
Pengaruh letal berupa kematian janin atau terjadinya abortus
 Pengaruh sub-letal,tidak terjadi kematian janin tetapi terjadi malformasi anatomik (struktur)
pertumbuhan organ atau pengaruh teratogenik. Kata teratogenik sendiri berasal dari bahasa
yunani yang berarti monster.
3. Fase Fetal yaitu pada trimester kedua dan ketiga kehamilan.Dalam fase ini terjadi maturasi dan
pertumbuhan lebih lanjut dari janin.Pengaruh buruk senyawa asing bagi janin dalam fase ini
dapat berupa gangguan pertumbuhan baik terhadap fungsi-fungsi fisiologik atau biokimiawi
organ-organ.
Keluhan nyeri selama masa kehamilan umum di jumpai. Hal ini berkaitan dengan masalah
fisiologis dari si ibu karena adanya karena adanya tarikan otot-otot dan sendi karena kehamilan
maupun sebab-sebab yang lain.Untuk nyeri yang tidak berkaitan dengan proses
radang,pemberian obat pengurang nyeri biasanya dilakukan dalam jangka waktu relatife
pendek.Untuk nyeri yang berkaitan dengan proses radang,umunya diperlukan pengobatan dalam
waktu tertentu. Penilaian yang seksama terhadap pereda nyeri perlu dilakukan agar dapat
ditentukan pilihan jenis obat yang paling tepat.
Pemakaian NSAID(Non steroid anti infamantory Drug ) sebaiknya dihindari pada TM III. Obat-
obat tersebut menghambat sintesis prostaglandin dan ketika diberikan pada wanita hamil dapat
menyebabkan penutupan ductus arteriousus, gangguan pembentukan ginjal janin, menghambat
agregasi trombosit dan tertundanya persalinan dan kelahiran. Pengobatan NSAID selama
trimester akhir kehamilan diberikan sesuai dengan indikasi. Selama beberapa hari sebelum hari
perkiraan lahir, obat-obat ini sebaiknya dihindari. Yang termasuk golongan ini adalah diklofenac,
diffunisal, ibuprofen, indomethasin, ketoprofen, ketorolac, asam mefenamat, nabumeton,
naproxen, phenylbutazon, piroksikam, sodium salisilat, sulindac, tenoksikam, asam tioprofenic
mempunyai mekanisme lazim untuk menghambat sintesa prostaglandin yang terlibat dalam
induksi proses melahirkan, NSAID dapat memperpanjang masa kehamilan.

Berikut contoh obat-obat analgesik antipiretik yang beredar di Indonesia:


1. Paracetamol
Paracetamol merupakan analgesik-antipiretik dan anti-inflamasi non-steroid (AINS) yang
memiliki efek analgetik (menghilangkan rasa nyeri), antipiretik (menurunkan demam), dan anti-
inflamasi (mengurangi proses peradangan).
Paracetamol paling aman jika diberikan selama kehamilan. Parasetamol dalam dosis tinggi dan
jangka waktu pemberian yang lama bisa menyebabkan toksisitas atau keracunan pada ginjal.
sehingga dikategorikan sebagai analgetik-antipiretik. Golongan analgetik-antipiretik adalah
golongan analgetik ringan.Parasetamol merupakan contoh obat dalam golongan ini.Beberapa
macam merk dagang, contohnya Parasetamol (obat penurun panas atau penghilang nyeri) bisa
diperdagangkan dengan merk Bodrex, Panadol, Paramex
2. Antalgin
Antalgin adalah salah satu obat penghilang rasa sakit (analgetik) turunan NSAID, atau Non-
Steroidal Anti Inflammatory Drugs. Antalgin lebih banyak bersifat analgetik. Pemakaiannya
dihindari saat hamil TM I dan 6 minggu terakhir.
3. Analgesik opiat
. Pemakaian obat-obatan analgetika narkotik pada kelahiran kemungkinan dapat menyebabkan
terjadinya depresi respirasi pada janin yang manifest sebagai asfiksia pada waktu lahir. Namun
demikian ternyata berdasar penelitian, morfin sendiri tanpa disertai dengan faktor-faktor
pendorong lain, baik yang berasal dari ibu atau janin, tidak secara langsung menyebabkan
asfiksia. Tetapi hal ini bukan berarti bahwa obat-obat opiate dapat dipakai begitu saja.dalam
proses kelahiran. Risiko terjadinya depresi kardiorespirasi harus selalu diperhitungkan pada
pemakaian obat-obat analgetika narkotik paada kelahiran. Kemungkinan lain juga dapat terjadi
bradikardi pada neonatus. Petidin merupakan analgetika narkotika yang dianggap paling aman
untuk pemakaian selama proses persalinan (obstetric-analgesics). Tetapi kenyataannya bayi-bayi
yang lahir dari ibu yang mendapatkan petidin selama proses kelahiran menunjukkan skala
neuropsikologik lebih rendah dibanding bayi-bayi yang ibunya tidak mendapatkan obat apapun
atau yang mendapatkan anestesi lokal. Sehingga karena alasan ini maka pemakaian petidin pada
persalinan hanya dibenarkan apabila anestesi epidural memang tidak memungkinkan.
Pemakaian analgetika narkotik selama kehamilan atau persalinan dapat mengurangi
kontraktilitas uterus sehingga memperlambat proses kelahiran. Terhadap ibu, karena depresi
fungsi otot polos dapat terjadi penurunan motilitas usus dan stasis lambung dengan segala
konsekuensinya.
Penyalahgunaan obat-obat analgetika narkotik oleh ibu hamil dapat menyebabkan
ketergantungan pada janin dalam kandungan. Hal ini akan manifest dengan munculnya gejala –
gejala withdrawl pada bayi yang baru lahir. Gejala-gejala tersebut meliputi muntah, diare,
tremor, mudah terangsang sampai kejang.
4. Aspirin
Aspirin menghambat sintesis prostaglandin. Ketika diberikan kepada wanita hamil dapat
menyebabkan penutupan prematur ductus arteriousus janin, persalinan dan kelahiran tertunda,
meningkatkan waktu perdarahan pada janin maupun ibu karena efek anti plateletnya.Penggunaan
aspirin yang kronik di awal kehamilan berhubungan dengan anemia pada wanita hamil. Aspirin
terbukti menimbulkan gangguan proses tumbuh kembang janin. Selain itu, aspirin memicu
komplikasi selama kehamilan. Bahkan, kandungan aspirin masih ditemukan dalam ASI. Tubuh
bayi akan menerima 4-8% dosis aspirin yang dikonsumsi oleh ibu. Penelitina mengatakan bahwa
bayi memilim ASI dari ibu yang mengkonsumsi aspirin berisiko untuk menderita Reye’s
Syndrome yang merupakan suatu penyakit gangguan fungsi otak dan hati. Karenanya, hindari
pemakaian aspirin, terutama selama trimester tiga.
5. Ibuprofen
Ibuprofen merupakan derivat asam propionat yang diperkenalkan banyak negara. Obat ini
bersifat analgesik dengan daya antiinflamasi yang tidak terlalu kuat. Efek analgesiknya sama
dengan aspirin. Ibuprofen tidak dianjurkan diminum oleh wanita hamil dan menyusui.
Obat Penurun Demam (Antipiretik)

Hal yang harus diperhatikan


1. Obat penurun demam hanya mengurangi gejala penyakit, tidak mengobati penyakit.
2. Segera bawa ke dokter atau unit pelayanan kesehatan bila:
a. Demam berlanjut lebih dari dua hari
b. Disertai gejala lain menggigil, bintik-bintik merah pada kulit, kejang, pingsan, nyeri hebat,
dan diare
c. Setelah melahirkan atau keguguran
d. Obat demam digunakan bila demam tidak dapat diatasi

Demam dan penyebab demam


Demam adalah gejala penyakit dimana suhu tubuh lebih tinggi dari 37 derajat Celsius. Kenaikan
suhu 38 derajat Celsius pada anak di bawah 5 tahun dapat menimbulkan febrile-konvulsi.
Penyebab demam:
1. Interaksi kuman, parasit atau mikroorganisme lain
2. Non-infeksi, tirotoksitosis, dehidrasi, alergi, stress, trauma, kanker, dan lain-lain

Terapi alternative
1. Banyak minum atau minum air ditambah madu
2. Minum the manis hangat atau ditambah jahe agar berkeringaat dan menurunkan panas
3. Satu sendok the selasi dan gula secukupnya diseduh dengan air panas
4. Sepotong cincau dan gula secukupnya diseduh dengan air hangat
5. Kompres es, alcohol dilipatan dan permukan tubuh yang panas
6. Kompres minyak kayu putih atau balsam atau botol air panas pada permukaan tubuh yang
dingin

Terapi obat
1. Parasetamol
Hal yang harus diperhatikan
a. Dosis harus tepat, tidak berlebihan karena dapat menimbulkan gangguan fungsi hati dan ginjal.
b. Hindari penggunaan campuran obat demam karena dapat menimbulkan overdosis
c. Hindari penggunaan bersama dengan alcohol karena meningkatkan resiko gangguan hati.
d. Minta petunjuk dokter untuk penderita penyakit ginjal

Kegunaan obat
a. Mengurangi rasa sakit, misalnya sakit kepala, sakit gigi, nyeri haid.
b. Menurunkan demam, misalnya demam setelah imunisasi

Tidak boleh digunakan pada:


a. Penderita gangguan fungsi hati
b. Alergi terhadap obat ini
c. Pecandu berat alcohol

Aturan pemakaian
a. Dewasa : 325 mg atau 500-600 mg setiap 4 sampai 6 jam
b. Anak : 0-1 tahun : 60-120 mg setiap 4 jam atau 6 jam, 1-5 tahun : 120-150 mg setiap 4 jam
atau 6 jam, 6-12 tahun : 250-500 mg setiap 4 jam atau 6 jam
2. Asetosal (Aspirin)

Hal yang harus diperhatikan


a. Aturanpemakaian harus tepat, diminum setelah makan atau bersama makanan untuk mencegah
nyeri dan perdarahan lambung.
b. Hati-hati atau minta nasihat dokter bagi penderita gangguan ginjal atau hati, kehamilan, ibu
menyusui, dan dehidrasi.
c. Jangan diminum bersama dengan alcohol kerena dapat meningkatkan risiko perdarahan
lambung.
d. Hati-hati atau minta nasihat dokter bagi penderita yang menggunakan obat hipoglisemik,
metotreksat, urikosurik, heparin, kumarin, antikoagulan, kortikosteroid, fluprofen, penisilin, dan
vitamin C.

Kegunaan obat
a. Mengurangi rasa sakit, misalnya sakit kepala, nyeri otot, nyeri tulang, nyeri haid.
b. Menurunkan demam.
c. Anti radang, misalnya radang sendi dan tulang.

Tidak boleh digunakan pada


a. Penderita alergi termasuk asma.
b. Tukak lambung (maag) dan sering pendarahan di bawah kulit.
c. Penderita hemophilia dan trombositopenia

Efek yang tidak diinginkan


a. Nyeri lambung, mual, muntah
b. Pemakaian dalam waktu lama dapat menimbulkan tukak dan pendarahan lambung

Aturan pemakaian
a. Dewasa : 500-650 mg setaiap 4 jam (maksimal 4 hari)
b. Anak : 2-3 tahun : 80-160 mg setiap 4 jam, 4-5 tahun : 160-240 mg setiap 4 jam, 6-8 tahun :
250-240 mg setiap 4 jam, 9-10 tahun : 320-400 mg setiap 4 jam, > 11 tahun : 400-480 mg setiap
4 jam

Sumber : Kembali Sehat dengan Obat Oleh Sriana Aziz, Sudibyo Supardi, Max Joseph Herman,
Pustaka Populer Obor, Jakarta 2004

Sumber: http://id.shvoong.com/medicine-and-health/2138866-obat-penurun-demam-
antipiretik/#ixzz1aOJ1S02X
Demam Dan Obatnya (Antipiretika)

Demam adalah juga suatu gejala dan bukan


merupakan penyakit tersendiri. Kini para ahli bersependapat bahwa demam adalah suatu reaksi
tangkis yang berguna dari tubuh terhadap infeksi. Pada suhu 37 o C limfosit dan makrofag
menjadi lebih aktif. Bila suhu melampaui 40-41o C, barulah terjadi situasi kritis yang bisa
menjadi fatal, karena tidak terkendalikan lagi oleh tubuh (Ref: Obat-Obat Penting, 2002).

Mekanisme Demam:
- MO masuk ke dalam tubuh membawa zat toksin yang dikenal sebagai pirogen endogen
- Tubuh akan melawan dan mencegahnya dengan memerintahkan tentara pertahanan tubuh
(limfosit, makrofag, leukosit) untuk memakannya (fagositosit)
- Tentara tubuh akan mengeluarkan senjatanya berupa pirogen endogen (khususnya Inteleukin /
IL-1) sebagai anti infeksi
- Pirogen endogen yang dikeluarkan akan merangsang sel-sel endotel hipotalamus yang memacu
pengeluaran Asam Arakhidonat yang akibatnya akan memacu pengeluaran PGE2
(Prostaglandin)
- PGE2 akan mempengaruhi kerja thermostat hipotalamus
- Hipotalamus merupakan pusat pengaturan suhu tubuh. Hipotalamus akan menjaga kestabilam
suhu tubuh dengan mengatur keseimbangan antara pengeluaran panas dengan produksi
panas yang berlebihan bila terjadi demam.

(Ref : Fisiologi Sheerwood)


Jenis-Jenis Obat Demam (Antipiretika):

1. Salisilat

Salisilat, khususnya asetosal merupakan obat yang


paling banyak digunakan sebagai analgetik, antipiretik, dan antiinflamasi. Aspirin dosis terapi
bekerja cepat dan efektif sebagai antipiretika.

Farmakokinetika: Pemberian oral, sebagian salisilat akan diabsorpsi dengan cepat dalam bentuk
yang utuh di lambung, tetapi sebagian besar di usus bagian atas. Kadar tertinggi dicapai kira-kira
2 jam setelah pemberian. Setelah diabsorpsi, salisilat akan menyebar di seluruh jaringan tubuh
dan cairan transeluler. Obat ini mudah menembus sawar darah otak dan sawar urin.
Biotransformasi salisilat terjadi di banyak jaringan terutama di mikosom dan mitokondria hati.
Salisilat akan diekskresi dalam bentuk metabolitnya melalui ginjal, keringat dan empedu.

Asetosal/aspirin dapat menimbulkan perdarahan lambung, sindroma Reye (tidak boleh diberikan
pada anak usis kurang dari 12 tahun)

Dosis: Untuk dewasa 325 mg- 650 mg, diberikan secara oral tiap 3 atau 4 jam. Untuk anak 15-20
mg/kgBB diberikan tiap 4-6 jam dengan dosis total tidak melebihi 3,6 gr per hari.

(Ref: Farmakologi & Terapi, 2008).

2. Salisilamid

Salisilamid adalah amida asam salisilat yang memperlihatkan efek analgetik-antipiretika mirip
asetosal, walaupun badan salisilamid tidak diubah menjadi salisilat. Efek analgetika-antipiretika
salisilamid lebih lemah dari salisilat karena salisilamid dalam mukosa usus mengalami
metabolisme lintas pertama, sehingga salisilamid yang diberikan masuk sirkulasi sebagai zat
aktif.
Dosis: Untuk dewasa 3-4 kali 300-600 mg sehari. Untuk anak 65 mg/kgBB/hari diberikan 6
kali/hari.

(Ref: Farmakologi & Terapi, 2008).

3. Diflunisal

Diflunisal merupakan derivate difluorofenil dari asam salisilat, tetapi in vivo diubah menjadi
asam salisilat.

Farmakokinetika: Setelah pemberian oral, kadar puncak dicapai dalam 2-3 jam. 99% akan terikat
di albumin dan waktu paruh berkisar 8-12 jam.

Dosis: Dosis awal 500 mg disusul 250-500 mg sehari dengan dosis pemeliharaan tidak melebihi
1,5 gram sehari

(Ref: Farmakologi & Terapi, 2008).

4. Para Amino Fenol

Derivat para amino fenol yaitu asetaminophen dan fenasetin. Mekanisme: menghambat
biosintesis PGE2 yang lemah.

Farmakokinetika: Diabsorpsi cepat dan sempurna melalui saluran cerna. Konsentrasi tertinggi
dalam plasma dicapai dalam waktu 0,5 jam dan masa paruh dalam plasma adalah 1-3 jam. Dalam
plasma, asetaminofen 25% dan fenasetin 30% terikat dalam protein plasma. Ekskresi melalui
ginjal dan sebagian asetaminofen dalam bentuk terkonjugasi.
Dosis: Dosis Lazim dewasa 500 mg untuk sekali dan 500mg-2gram untuk sehari (Ref: FI III,
1979).

Anda mungkin juga menyukai