Anda di halaman 1dari 16

REFERAT

BRONKOPNEUMONIA PADA PASIEN PEDIATRI

Referat ini di buat untuk melengkapi persyaratan mengikuti


Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSU. Haji Medan

Pembimbing :
dr. Tity Wulandari, M.Ked (Ped), Sp.A

Disusun Oleh :
Badi Ussalam
19360232

KEPANITRAAN KLINIK SENIOR ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
RUMAH SAKIT UMUM HAJI MEDAN
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proses
penyusuran Referat dengan judul “Bronkopneumonia Pada Pasien Pediatri”.
Penyelesaian referat ini banyak bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu
adanya kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terimakasih yang sangat tulus
kepada: dr. Tity Wulandari, M.Ked (Ped), Sp.A selaku pembimbing yang telah
banyak memberikan ilmu, petunjuk, nasehat dan kesempatan kepada kami untuk
menyelesaikan referat ini.
Penulis menyadari bahwa referat ini tentu tidak lepas dari
kekurangan karena kebatasan waktu, tenaga dan pengetahuan penulis. Maka
sangat diperlukan masukan dan saran yang membangun. Semoga referat ini dapat
memberikan manfaat.

Brebes, 24 Agustus 2020

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan bagian bawah yang


melibatkan saluran udara dan parenkim dengan konsolidasi ruang alveolar.
Istilah infeksi saluran pernapasan bawah sering digunakan untuk mencakup
bronkitis, bronkiolitis, pneumonia, atau kombinasi dari ketiganya.
Pneumonitis adalah istilah umum untuk peradangan paru-paru yang mungkin
terkait atau tidak terkait dengan konsolidasi. Bronkopneumonia mengacu pada
peradangan paru-paru yang berpusat di bronkiolus dan mengarah pada
produksi eksudat mukopurulen yang menghalangi beberapa saluran udara
kecil ini dan menyebabkan konsolidasi lobulus yang berdekatan.1
Berdasarkan estimasi penyebab kematian spesifik dari WHO. World
Health Report 2005: Make Every Mother and Child Count. Geneva: World
Health Organization, 2005; estimasi kematian balita dari UNICEF. Kondisi
anak di dunia 2006. Baru York: United Nations Children's Fund, 2005. Dari
Wardlaw T, Salama P, Johansson EW: Pneumonia: penyebab kematian utama
anak-anak, Lancet 368: 1048–1050, 2006. Pneumonia adalah penyebab
kematian utama anak-anak di seluruh dunia, seperti yang ditunjukkan oleh
ilustrasi distribusi global penyebab kematian spesifik di antara anak-anak <5
thn pada tahun 2004. Pneumonia menyebabkan 19% dari semua kematian di
bawah 5 tahun. Ilustrasi ini, bagaimanapun, tidak termasuk kematian akibat
pneumonia selama periode neonatal. Diperkirakan 26% kematian neonatal,
atau 10% kematian balita, disebabkan oleh infeksi yang parah. Sebagian besar
infeksi ini disebabkan oleh pneumonia / sepsis. Jika kematian ini ditambahkan
ke perkiraan keseluruhan, pneumonia akan menyebabkan hingga 3 juta, atau
sebanyak sepertiga (29%), dari kematian balita di seluruh dunia.2 Diperkirakan
2 juta kematian di negara berkembang disebabkan oleh infeksi saluran
pernapasan akut setiap tahunnya.1
Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis dinyatakan dengan
adanya daerah infeksi yang berbecak dengan diameter sekitar 3 sampai 4 cm
yang mengelilingi dan melibatkan bronkus.3 Bronkopneumonia adalah radang
paru-paru pada bagian lobularis yang ditandai dengan adanya bercak-bercak
infiltrat yang disebabkan oleh agen infeksius seperti bakteri, virus, jamur dan
benda asing, yang ditandai dengan gejala demam tinggi, gelisah, dispnoe,
napas cepat dan dangkal (terdengar adanya ronki basah), muntah, diare, batuk
kering dan produktif.4
Bronkopneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas
anak berusia di bawah 5 tahun (balita). Diperkirakan hampir seperlima
kematian anak diseluruh dunia, lebih kurang 2 juta anak balita meninggal
setiap tahun akibat pneumonia, sebagian besar terjadi di Afrika dan Asia
Tenggara. Insiden pneumonia di negara berkembang yaitu 30-45% per 1000
anak di bawah usia 5 tahun, 16-22% per 1000 anak pada usia 5-9 tahun, dan 7-
16% per 1000 anak pada yang lebih tua.4
2. Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan referat ini adalah untuk mengetahui hal-
hal yang berkaitan dengan bronkopneumonia pada pasien pediatri dan sebagai
salah satu pemenuhan tugas kepanitraan anak Fakultas Kedokteran Universitas
Malahayati.
3. Manfaat
a. Menambah pengetahuan tentang menentukan penyebab
bronkopneumonia pada pasien pediatri.
b. Sebagai lini pertama dalam kesehatan untuk dapat menentukan
diagnosi pada bronkopneumonia pada pasien pediatri.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi

Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan bagian bawah yang melibatkan


saluran udara dan parenkim dengan konsolidasi ruang alveolar. Istilah infeksi
saluran pernapasan bawah sering digunakan untuk mencakup bronkitis,
bronkiolitis, pneumonia, atau kombinasi dari ketiganya. Pneumonitis adalah
istilah umum untuk peradangan paru-paru yang mungkin terkait atau tidak terkait
dengan konsolidasi. Bronkopneumonia mengacu pada peradangan paru-paru
yang berpusat di bronkiolus dan mengarah pada produksi eksudat mukopurulen
yang menghalangi beberapa saluran udara kecil ini dan menyebabkan konsolidasi
lobulus yang berdekatan.1
Definisi pneumonia bervariasi: Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
menggunakan gejala klinis batuk dan pernapasan cepat atau sulit untuk
menentukan pneumonia, yang mencirikan laju pernapasan lebih dari 50 napas /
menit untuk anak-anak berusia 2 hingga 12 bulan dan lebih dari 40 napas / min
untuk anak-anak berusia 1 sampai 5 tahun sebagai kecepatan yang tidak normal.
Di negara maju, pneumonia umumnya didefinisikan sebagai adanya demam
(suhu> 38.0 ° C) dan tanda-tanda infeksi saluran pernapasan bagian bawah
(misalnya batuk, takipnea, hipoksia) dengan atau tanpa kelainan pada foto
rontgen dada.2
Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis dinyatakan dengan
adanya daerah infeksi yang berbecak dengan diameter sekitar 3 sampai 4 cm
yang mengelilingi dan melibatkan bronkus.3 Bronkopneumonia adalah radang
paru-paru pada bagian lobularis yang ditandai dengan adanya bercak-bercak
infiltrat yang disebabkan oleh agen infeksius seperti bakteri, virus, jamur dan
benda asing, yang ditandai dengan gejala demam tinggi, gelisah, dispnoe, napas
cepat dan dangkal (terdengar adanya ronki basah), muntah, diare, batuk kering
dan produktif.4
2. Epidemiologi
Berdasarkan estimasi penyebab kematian spesifik dari WHO. World Health
Report 2005: Make Every Mother and Child Count. Geneva: World Health
Organization, 2005; estimasi kematian balita dari UNICEF. Kondisi anak di
dunia 2006. Baru York: United Nations Children's Fund, 2005. Dari Wardlaw T,
Salama P, Johansson EW: Pneumonia: penyebab kematian utama anak-anak,
Lancet 368: 1048–1050, 2006. Pneumonia adalah penyebab kematian utama
anak-anak di seluruh dunia, seperti yang ditunjukkan oleh ilustrasi distribusi
global penyebab kematian spesifik di antara anak-anak <5 thn pada tahun 2004.
Pneumonia menyebabkan 19% dari semua kematian di bawah 5 tahun. Ilustrasi
ini, bagaimanapun, tidak termasuk kematian akibat pneumonia selama periode
neonatal. Diperkirakan 26% kematian neonatal, atau 10% kematian balita,
disebabkan oleh infeksi yang parah. Sebagian besar infeksi ini disebabkan oleh
pneumonia / sepsis. Jika kematian ini ditambahkan ke perkiraan keseluruhan,
pneumonia akan menyebabkan hingga 3 juta, atau sebanyak sepertiga (29%), dari
kematian balita di seluruh dunia.2
Bronkopneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas
anak berusia di bawah 5 tahun (balita). Diperkirakan hampir seperlima kematian
anak diseluruh dunia, lebih kurang 2 juta anak balita meninggal setiap tahun
akibat pneumonia di negera berkembang, sebagian besar terjadi di Afrika dan
Asia Tenggara.1 Insiden pneumonia di negara berkembang yaitu 30-45% per
1000 anak di bawah usia 5 tahun, 16-22% per 1000 anak pada usia 5-9 tahun, dan
7-16% per 1000 anak pada yang lebih tua.4

3. Etiologi
Meskipun sebagian besar kasus pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme,
penyebab non-infeksi meliputi aspirasi makanan atau asam lambung, benda asing,
hidrokarbon, dan zat lipoid, reaksi hiper-sensitif, dan pneumonitis akibat obat atau
radiasi. Penyebab pneumonia pada pasien individu seringkali sulit ditentukan
karena kultur langsung jaringan paru bersifat invasif dan jarang dilakukan. Kultur
yang dilakukan pada spesimen yang diperoleh dari saluran pernapasan bagian atas
atau "dahak" seringkali tidak secara akurat mencerminkan penyebab infeksi
saluran pernapasan bagian bawah. Dengan penggunaan pengujian diagnostik yang
canggih, penyebab pneumonia bakterial atau virus dapat diidentifikasi pada 40-
80% anak-anak dengan pneumonia yang didapat dari komunitas. Streptococcus
pneumoniae (pneumococcus) adalah patogen bakteri yang paling umum pada
anak-anak usia 3 minggu sampai 4 tahun, sedangkan Mycoplasma pneumoniae
dan Chlamydophila pneumoniae adalah patogen yang paling sering terjadi pada
anak-anak berusia 5 tahun ke atas. Selain pneumococcus, bakteri penyebab
pneumonia lainnya pada anak-anak yang sebelumnya sehat di AS termasuk grup
A streptococcus (Strepto-coccus pyogenes) dan Staphylococcus aureus.10

4. Patofisiologi
Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme penyebab terhisap ke
paru perifer melalui saluran napas menyebabkan reaksi jaringan berupa edema
yang mempermudah proliferasi dan penyebaran kuman. Bronkopneumonia dalam
perjalanan penyakitnya akan menjalani beberapa stadium.6
Stadium kongesti (4-12 jam pertama). Mengacu pada peradangan permulaan
yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan
peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler. Ini terjadi akibat pelepasan
mediator peradangan dari sel mast. Mediator tersebut mencakup histamin dan
prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen
bekerjasama dengan histamine dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos
vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini menyebabkan
perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstitial sehingga terjadi
pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus, yang meningkatkan jarak
yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini
paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen
hemoglobin.
Stadium hepatisasi merah (48 jam berikutnya) lobus dan lobules yang terkena
menjadi padat tidak mengandung udara, warna menjadi merah dan pada perabaan
seperti hepar. Dalam alveolus didapatkan fibri, leukosit neutrophil, eksudat, dan
banyak sekali eritrosit dan kuman. Stadium ini berlangsung sangat pendek.
Stadium hepatisasi kelabu (3-8 hari). Lobus masih tetap padat dan warna
merah berubah menjadi pucat kelabu terjadi karena sel-sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Permukaan pleura suram karena
diliputi oleh fibrin. Alveolus terisi fibrin dan leukosit, tempat terjadi fagositosis,
kapiler tidak lagi kongestif.
Stadium resolusi (7-11 hari) disebut juga stadium resolusi yang terjadi
sewaktu respon imun dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudasi
lisis. Eksudat berkurang. Dalam alveolus makrofag bertambah dan leukosit
mengalami nekrosis dan degenerasi lemak. Fibrin diresorbsi dan menghilang.
Proses kerusakan yang terjadi dapat di batasi dengan pemberian antibiotic sedini
mungkin agar sistem bronkopulmonal yang tidak terkena dapat diselamatkan. 6
5. Manifestasi Klinis
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas
selama beberapa hari. Suhu dapat naik sangat mendadak sampai 39-40 oC dan
mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispnu,
pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis
sekitar hidung dan mulut. Kadang-kadang disertai muntah dan diare. Batuk
biasanya tidak ditemukan pada permulaan penyakit, mungkin terdapat batuk
setelah beberapa hari, mula-mula kering kemudian menjadi produktif.5
Pada stadium permulaan sukar dibuat diagnosis dengan pemeriksaan fisik,
tetapi dengan adanya nafas cepat dan dangkal, pernafasan cuping hidung dan
sianosis sekitar mulut dan hidung, harus dipikirkan kemungkinan pneumonia.
Pada bronkopneumonia, hasil pemeriksaan fisik tergantung daripada luas daerah
yang terkena. Pada perkusi toraks sering tidak ditemukan kelainan. Pada
auskultasi mungkin hanya terdengar ronki basah nyaring halus atau sedang. Bila
sarang bronkopneumonia menjadi satu (konfluens) mungkin pada perkusi
terdengan keredupan dan suara pernafasan pada auskultasi terdengar mengeras.
Pada stadium resolusi, ronki terdengar lagi. Tanpa pengobatan biasanya
penyembuhan dapat terjadi sesudah 2-3 minggu.5
6. Anamnesa
Anamnesa pada kasus pneumonia khususnya pada pasien dengan di diagnosis
bronkopneumonia biasanya:
1) Didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas
2) Suhu naik sangat mendadak sampai 39-40oC
3) Bisa terjadi kejang karena demam yang sangat tinggi
4) Gelisah
5) Dispnu
6) Pernafasan cepat dan dangkal disertai adanya pernafasan cuping hidung
7) Sianosis disekitar hidung dan mulut5
8) Kadang-kadang disertai muntah dan diare
9) Batuk tidak ditemukan pada permulaan penyakit
10) Batuk timbul setelah beberapa hari dengan mula-mula kering kemudia
menjadi produktif. 5
7. Pemeriksaan Fisik
Pada bronkopneumonia, hasil pemeriksaan fisik tergantung daripada luas
daerah yang terkena. Pemeriksaan fisik pada kasus pneumonia khususnya pada
pasien dengan di diagnosis bronkopneumonia biasanya:
1) Pada perkusi toraks sering tidak ditemukan kelainan.
2) Pada auskultasi mungkin hanya terdengar ronki basah nyaring halus atau
sedang.
3) Bila sarang bronkopneumonia menjadi satu (konfluens) mungkin pada
perkusi terdengan keredupan
4) Suara pernafasan pada auskultasi terdengar mengeras.
5) Pada stadium resolusi, ronki terdengar lagi5
8. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan Rontgen Toraks
Pemeriksaan ini dapat menunjukan kelainan sebelum hal ini dapat
ditemukan secara pemeriksaan fisik. Pada bronkopneumonia bercak-bercak
infiltrate didapatkan pada satu atau beberapa lobus. Foto rontgen dapat juga
menunjukan adanya komplikasi seperti pleuritis, atelectasis, abses paru,
pneumotokel pneumotoraks, pneumomediastinum atau pericarditis. 5
2) Pemeriksaan Laboratorium
Gambaran darah menunjukan leukositosis, biasanya 15.000-40.000/mm3
dengan pergeseran ke kiri. Kuman penyebab dapat dibiak dari usapan
tenggorokan dan 30% dari darah. Urin biasanya berwarna lebih tua, mungkin
terdapat albuminuria ringan karena suhu yang naik dan sedikit torak hialin.5

Diagnosis pasti dilakukan identifikasi kuman penyebab pneumonia.


Identifikasi kuman penyebab dapat dilakukan melalui8:
1) kultur sputum/bilasan cairan lambung.
2) kultur nasofaring atau kultur tenggorokan (Throat swab), terutama virus.
3) Deteksi antigen bakteri.

9. Diagnosis Banding
Pneumonia harus dibedakan dari penyakit paru akut lainnya, termasuk
pneumonitis alergi, asma, dan fibrosis kistik; penyakit jantung, seperti edema paru
yang disebabkan oleh gagal jantung; dan penyakit autoimun, seperti vaskulitida
tertentu dan lupus eritematosus sistemik. Secara radiografik pneumonia harus
dibedakan dari trauma dan kontusio paru, perdarahan, aspirasi benda asing, dan
efusi simpatis akibat inflamasi subdiafragma.1

10. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pneumonia khususnya bronkopneumonia pada anak terdiri
dari 2 macam, yaitu penatalaksanaan umum dan khusus8,9:
a. Penatalaksaan Umum
1) Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit → sampai sesak nafas hilang atau
PaO2 pada analisis gas darah ≥ 60 torr.
2) Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.
3) Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena.
b. Penatalaksanaan Khusus
1) Mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak diberikan
pada 72 jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi
antibiotik awal.
2) Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi,
takikardi, atau penderita kelainan jantung.
3) Pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan
manifestasi klinis. Pneumonia ringan → amoksisilin 10-25
mg/kgBB/dosis (di wilayah dengan angka resistensi penisillin tinggi dosis
dapat dinaikkan menjadi 80-90 mg/kgBB/hari).

Pengobatan suspek pneumonia bakterial didasarkan pada penyebab dugaan


dan usia serta penampilan klinis anak. Untuk anak-anak yang sakit ringan yang
tidak memerlukan rawat inap, amoksisilin dianjurkan. Dalam komunitas dengan
persentase pneumokokus resisten penisilin yang tinggi, amoksisilin dosis tinggi
(80-90mg / kg / 24 jam) harus diresepkan. Alternatif terapi termasuk cefuroxime
axetil dan amoxicillin / clavulanate. Untuk anak usia sekolah dan anak yang
terinfeksi M. pneumoniae atau C. pneumoniae, antibiotik makrolida seperti
azitromisin adalah pilihan yang tepat. Pada remaja, fluoroquinolone pernapasan
(levofloxacin, moxifloxacin, gemi-floxacin) dapat dianggap sebagai alternatif. Di
negara berkembang hanya ≈54% anak dengan pneumonia (41% di sub-Sahara
Afrika) dibawa ke pengasuh yang tepat. Sebagai tanggapan, Organisasi Kesehatan
Dunia dan kelompok internasional lainnya telah mengembangkan sistem untuk
melatih para ibu dan penyedia layanan kesehatan lokal dalam mengenali dan
pengobatan pneumonia.10
Pengobatan empiris yang diduga pneumonia bakteri pada anak dirawat di
rumah sakit memerlukan pendekatan berdasarkan manifestasi klinis pada saat
presentasi. Sefotaksim parenteral atau seftriakson adalah terapi andalan saat
pneumonia bakterial disarankan. Jika gambaran klinis menunjukkan pneumonia
stafilokokus (pneumatoceles, empiema), terapi antimikroba awal juga harus
mencakup vankomisin atau klindamisin.10
Jika dicurigai pneumonia virus, terapi antibiotik perlu dihentikan, terutama
untuk pasien yang sakit ringan, memiliki bukti klinis yang menunjukkan adanya
infeksi virus, dan tidak mengalami gangguan pernapasan. Hingga 30% pasien
dengan infeksi virus yang diketahui mungkin memiliki patogen bakteri yang
hidup berdampingan. Oleh karena itu, jika keputusan dibuat untuk menahan terapi
antibiotik atas dasar diagnosis dugaan infeksi virus, penurunan status klinis
seharusnya menandakan kemungkinan infeksi bakteri, dan terapi antibiotik harus
dimulai.10
Indikasi untuk masuk ke rumah sakit. Di negara berkembang, zinc oral (20mg
/ hari) membantu mempercepat pemulihan dari pneumonia berat. Durasi optimal
pengobatan antibiotik untuk pneumonia belum ditetapkan dengan baik dalam
studi terkontrol. Untuk pneumonia pneumokokus, antibiotik sebaiknya dilanjutkan
sampai pasien demam selama 72 jam, dan durasi total tidak boleh kurang dari 10
sampai 14 hari (atau 5 hari jika azitromisin digunakan). Data yang tersedia tidak
mendukung pengobatan jangka panjang untuk pneumonia tanpa komplikasi.10

11. Prognosis
Prognosis pasien ini adalah dubia ad bonam. Prognosis suatu penyakit
ditentukan oleh beberapa faktor salah satunya adalah lingkungan mikro, mini,
meso, dan makro. Lingkungan mikro adalah faktor dari ibu sendiri yang salah
satunya adalah pendidikan dan pengetahuan ibu mengenai penyakit dan
pemberian nutrisi. Lingkungan mini adalah lingkungan keluarga seperti suasana
dalam lingkungan rumah apakah mendukung untuk tercapainya kesembuhan.
Lingkungan meso adalah sarana dan prasarana yang memberikan pelayanan untuk
menunjang pengobatan. Sedangkan lingkungn makro adalah organisasi yang
berkecimpung dalam kesehatan anak.7
Dari keempat faktor lingkungan tersebut, lingkungan mikro adalah faktor
yang paling mempengaruhi.Pada kasus ini prognosis dubia ad bonamdikarenakan
penanganan yang cepat setelah timbulnya keluhan pada pasien, pasien segera
mendapatkan terapi antibiotik, dan pemberian ASI yang adekuat sejak lahir. Pada
kasus ini ibu pasien memilikipengetahuan yang cukup, terlihat dari bagaimana ibu
os yang mengaku selalu melakukan kontrol rutin ke bidan setempat selama
kehamilan, mengenai cara pemberian nutrisi ASI,dan penangananpenyakit dari
pasien. Namun ayah dari pasien ini memiliki kebiasaan merokok di dalam rumah,
ditambah dengan letak lingkungan pasien yang berdekatan dengan jalan raya bisa
menjadi salah satu faktor penyulit kesembuhan pasien.8
BAB III

KESIMPULAN

Penyakit bronkopneumonia memiliki bermacam-macam penyebab


sehingga perlu mencermati gejala, tanda, dan temuan laboratorium untuk
mengetahui derajat keparahan penyakit dan prognosis perjalanan penyakit. Terapi
utama untuk bronkopneumonia adalah terapi suportif. Prognosis pada kasus ini
adalah dubia ad bonam.
DAFTAR PUSTAKA

1. Marcdante KJ & Kliegman RM. Nelson “Essentials of Pediatrics” 7th Edition.

Philadelphia: Saunders Elsevier.

2. Aronson P L, Dkk. Netter’s Pediatrics. Philadelphia: Saunders Elsevier. 2010

3. Price, Sylvia A. Patofisiologi: konsep klinis proses perjalanan penyakit.

Jakarta: EGC; 2012.

4. Alexander DKN & Wulan AJ. Tatalaksana Terkini Bronkopneumonia pada

Anak di Rumah Sakit Abdul Moeloek [Jurnal Kedokteran]. Bandar Lampung:

Universitas Negeri Lampung Bandar Lampung. 2017.

5. FKUI. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta. 2007

6. Mason RJ, Broaddus VC, Martin T, King TE, Schraugnagel D, Murray JF, et

al. Murray and Nadel’s text book of respiratology medicine volume 1. Edisi

ke-1. Netherland: Elseiver Saunders; 2005.

7. Pardede, Nancy. Tumbuh kembang anak dan remaja. Jakarta : Sagung Seto;

2002.

8. Rahajoe NN, Supriyatno B, dan Setyanto DB. Buku ajar respirologi anak.

Edisi ke-1. Jakarta:IDAI; 2010

9. Bradley J.S., Byington C.L., Shah S.S., Alverson B., Carter E.R., Harrison C.,

Kaplan S.L., Mace S.E., Jr G.H.M., Moore M.R., Peter S.D.S., Stockwell J.A.

and Swanson J.T., 2011, The Management of Community-Acquired

Pneumonia in Infants and Children Older Than 3 Months of Age : Clinical


Practice Guidelines by the Pediatric Infectious Diseases Society and the

Infectious Diseases Society of America, Clinical Infectious Diseases, 1–52.

10. Kliegman MR. 2011. Nelson Textbook of Pediatrics 19th Edition.

Philadelphia: Saunders Elsevier.

Anda mungkin juga menyukai