Pembimbing :
dr. Tity Wulandari, M.Ked (Ped), Sp.A
Disusun Oleh :
Badi Ussalam
19360232
Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proses
penyusuran Referat dengan judul “Bronkopneumonia Pada Pasien Pediatri”.
Penyelesaian referat ini banyak bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu
adanya kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terimakasih yang sangat tulus
kepada: dr. Tity Wulandari, M.Ked (Ped), Sp.A selaku pembimbing yang telah
banyak memberikan ilmu, petunjuk, nasehat dan kesempatan kepada kami untuk
menyelesaikan referat ini.
Penulis menyadari bahwa referat ini tentu tidak lepas dari
kekurangan karena kebatasan waktu, tenaga dan pengetahuan penulis. Maka
sangat diperlukan masukan dan saran yang membangun. Semoga referat ini dapat
memberikan manfaat.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
3. Etiologi
Meskipun sebagian besar kasus pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme,
penyebab non-infeksi meliputi aspirasi makanan atau asam lambung, benda asing,
hidrokarbon, dan zat lipoid, reaksi hiper-sensitif, dan pneumonitis akibat obat atau
radiasi. Penyebab pneumonia pada pasien individu seringkali sulit ditentukan
karena kultur langsung jaringan paru bersifat invasif dan jarang dilakukan. Kultur
yang dilakukan pada spesimen yang diperoleh dari saluran pernapasan bagian atas
atau "dahak" seringkali tidak secara akurat mencerminkan penyebab infeksi
saluran pernapasan bagian bawah. Dengan penggunaan pengujian diagnostik yang
canggih, penyebab pneumonia bakterial atau virus dapat diidentifikasi pada 40-
80% anak-anak dengan pneumonia yang didapat dari komunitas. Streptococcus
pneumoniae (pneumococcus) adalah patogen bakteri yang paling umum pada
anak-anak usia 3 minggu sampai 4 tahun, sedangkan Mycoplasma pneumoniae
dan Chlamydophila pneumoniae adalah patogen yang paling sering terjadi pada
anak-anak berusia 5 tahun ke atas. Selain pneumococcus, bakteri penyebab
pneumonia lainnya pada anak-anak yang sebelumnya sehat di AS termasuk grup
A streptococcus (Strepto-coccus pyogenes) dan Staphylococcus aureus.10
4. Patofisiologi
Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme penyebab terhisap ke
paru perifer melalui saluran napas menyebabkan reaksi jaringan berupa edema
yang mempermudah proliferasi dan penyebaran kuman. Bronkopneumonia dalam
perjalanan penyakitnya akan menjalani beberapa stadium.6
Stadium kongesti (4-12 jam pertama). Mengacu pada peradangan permulaan
yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan
peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler. Ini terjadi akibat pelepasan
mediator peradangan dari sel mast. Mediator tersebut mencakup histamin dan
prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen
bekerjasama dengan histamine dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos
vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini menyebabkan
perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstitial sehingga terjadi
pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus, yang meningkatkan jarak
yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini
paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen
hemoglobin.
Stadium hepatisasi merah (48 jam berikutnya) lobus dan lobules yang terkena
menjadi padat tidak mengandung udara, warna menjadi merah dan pada perabaan
seperti hepar. Dalam alveolus didapatkan fibri, leukosit neutrophil, eksudat, dan
banyak sekali eritrosit dan kuman. Stadium ini berlangsung sangat pendek.
Stadium hepatisasi kelabu (3-8 hari). Lobus masih tetap padat dan warna
merah berubah menjadi pucat kelabu terjadi karena sel-sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Permukaan pleura suram karena
diliputi oleh fibrin. Alveolus terisi fibrin dan leukosit, tempat terjadi fagositosis,
kapiler tidak lagi kongestif.
Stadium resolusi (7-11 hari) disebut juga stadium resolusi yang terjadi
sewaktu respon imun dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudasi
lisis. Eksudat berkurang. Dalam alveolus makrofag bertambah dan leukosit
mengalami nekrosis dan degenerasi lemak. Fibrin diresorbsi dan menghilang.
Proses kerusakan yang terjadi dapat di batasi dengan pemberian antibiotic sedini
mungkin agar sistem bronkopulmonal yang tidak terkena dapat diselamatkan. 6
5. Manifestasi Klinis
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas
selama beberapa hari. Suhu dapat naik sangat mendadak sampai 39-40 oC dan
mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispnu,
pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis
sekitar hidung dan mulut. Kadang-kadang disertai muntah dan diare. Batuk
biasanya tidak ditemukan pada permulaan penyakit, mungkin terdapat batuk
setelah beberapa hari, mula-mula kering kemudian menjadi produktif.5
Pada stadium permulaan sukar dibuat diagnosis dengan pemeriksaan fisik,
tetapi dengan adanya nafas cepat dan dangkal, pernafasan cuping hidung dan
sianosis sekitar mulut dan hidung, harus dipikirkan kemungkinan pneumonia.
Pada bronkopneumonia, hasil pemeriksaan fisik tergantung daripada luas daerah
yang terkena. Pada perkusi toraks sering tidak ditemukan kelainan. Pada
auskultasi mungkin hanya terdengar ronki basah nyaring halus atau sedang. Bila
sarang bronkopneumonia menjadi satu (konfluens) mungkin pada perkusi
terdengan keredupan dan suara pernafasan pada auskultasi terdengar mengeras.
Pada stadium resolusi, ronki terdengar lagi. Tanpa pengobatan biasanya
penyembuhan dapat terjadi sesudah 2-3 minggu.5
6. Anamnesa
Anamnesa pada kasus pneumonia khususnya pada pasien dengan di diagnosis
bronkopneumonia biasanya:
1) Didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas
2) Suhu naik sangat mendadak sampai 39-40oC
3) Bisa terjadi kejang karena demam yang sangat tinggi
4) Gelisah
5) Dispnu
6) Pernafasan cepat dan dangkal disertai adanya pernafasan cuping hidung
7) Sianosis disekitar hidung dan mulut5
8) Kadang-kadang disertai muntah dan diare
9) Batuk tidak ditemukan pada permulaan penyakit
10) Batuk timbul setelah beberapa hari dengan mula-mula kering kemudia
menjadi produktif. 5
7. Pemeriksaan Fisik
Pada bronkopneumonia, hasil pemeriksaan fisik tergantung daripada luas
daerah yang terkena. Pemeriksaan fisik pada kasus pneumonia khususnya pada
pasien dengan di diagnosis bronkopneumonia biasanya:
1) Pada perkusi toraks sering tidak ditemukan kelainan.
2) Pada auskultasi mungkin hanya terdengar ronki basah nyaring halus atau
sedang.
3) Bila sarang bronkopneumonia menjadi satu (konfluens) mungkin pada
perkusi terdengan keredupan
4) Suara pernafasan pada auskultasi terdengar mengeras.
5) Pada stadium resolusi, ronki terdengar lagi5
8. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan Rontgen Toraks
Pemeriksaan ini dapat menunjukan kelainan sebelum hal ini dapat
ditemukan secara pemeriksaan fisik. Pada bronkopneumonia bercak-bercak
infiltrate didapatkan pada satu atau beberapa lobus. Foto rontgen dapat juga
menunjukan adanya komplikasi seperti pleuritis, atelectasis, abses paru,
pneumotokel pneumotoraks, pneumomediastinum atau pericarditis. 5
2) Pemeriksaan Laboratorium
Gambaran darah menunjukan leukositosis, biasanya 15.000-40.000/mm3
dengan pergeseran ke kiri. Kuman penyebab dapat dibiak dari usapan
tenggorokan dan 30% dari darah. Urin biasanya berwarna lebih tua, mungkin
terdapat albuminuria ringan karena suhu yang naik dan sedikit torak hialin.5
9. Diagnosis Banding
Pneumonia harus dibedakan dari penyakit paru akut lainnya, termasuk
pneumonitis alergi, asma, dan fibrosis kistik; penyakit jantung, seperti edema paru
yang disebabkan oleh gagal jantung; dan penyakit autoimun, seperti vaskulitida
tertentu dan lupus eritematosus sistemik. Secara radiografik pneumonia harus
dibedakan dari trauma dan kontusio paru, perdarahan, aspirasi benda asing, dan
efusi simpatis akibat inflamasi subdiafragma.1
10. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pneumonia khususnya bronkopneumonia pada anak terdiri
dari 2 macam, yaitu penatalaksanaan umum dan khusus8,9:
a. Penatalaksaan Umum
1) Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit → sampai sesak nafas hilang atau
PaO2 pada analisis gas darah ≥ 60 torr.
2) Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.
3) Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena.
b. Penatalaksanaan Khusus
1) Mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak diberikan
pada 72 jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi
antibiotik awal.
2) Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi,
takikardi, atau penderita kelainan jantung.
3) Pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan
manifestasi klinis. Pneumonia ringan → amoksisilin 10-25
mg/kgBB/dosis (di wilayah dengan angka resistensi penisillin tinggi dosis
dapat dinaikkan menjadi 80-90 mg/kgBB/hari).
11. Prognosis
Prognosis pasien ini adalah dubia ad bonam. Prognosis suatu penyakit
ditentukan oleh beberapa faktor salah satunya adalah lingkungan mikro, mini,
meso, dan makro. Lingkungan mikro adalah faktor dari ibu sendiri yang salah
satunya adalah pendidikan dan pengetahuan ibu mengenai penyakit dan
pemberian nutrisi. Lingkungan mini adalah lingkungan keluarga seperti suasana
dalam lingkungan rumah apakah mendukung untuk tercapainya kesembuhan.
Lingkungan meso adalah sarana dan prasarana yang memberikan pelayanan untuk
menunjang pengobatan. Sedangkan lingkungn makro adalah organisasi yang
berkecimpung dalam kesehatan anak.7
Dari keempat faktor lingkungan tersebut, lingkungan mikro adalah faktor
yang paling mempengaruhi.Pada kasus ini prognosis dubia ad bonamdikarenakan
penanganan yang cepat setelah timbulnya keluhan pada pasien, pasien segera
mendapatkan terapi antibiotik, dan pemberian ASI yang adekuat sejak lahir. Pada
kasus ini ibu pasien memilikipengetahuan yang cukup, terlihat dari bagaimana ibu
os yang mengaku selalu melakukan kontrol rutin ke bidan setempat selama
kehamilan, mengenai cara pemberian nutrisi ASI,dan penangananpenyakit dari
pasien. Namun ayah dari pasien ini memiliki kebiasaan merokok di dalam rumah,
ditambah dengan letak lingkungan pasien yang berdekatan dengan jalan raya bisa
menjadi salah satu faktor penyulit kesembuhan pasien.8
BAB III
KESIMPULAN
6. Mason RJ, Broaddus VC, Martin T, King TE, Schraugnagel D, Murray JF, et
al. Murray and Nadel’s text book of respiratology medicine volume 1. Edisi
7. Pardede, Nancy. Tumbuh kembang anak dan remaja. Jakarta : Sagung Seto;
2002.
8. Rahajoe NN, Supriyatno B, dan Setyanto DB. Buku ajar respirologi anak.
9. Bradley J.S., Byington C.L., Shah S.S., Alverson B., Carter E.R., Harrison C.,
Kaplan S.L., Mace S.E., Jr G.H.M., Moore M.R., Peter S.D.S., Stockwell J.A.