Anda di halaman 1dari 8

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

` Terjadinya transisi epidemiologi yang paralel dengan transisi demografi dan transisi
teknologi di Indonesia dewasa ini telah mengakibatkan perubahan pola penyakit dari penyakit
infeksi ke penyakit tidak menular (PTM) meliputi penyakit degeneratif dan man made diseases
yang merupakan faktor utama masalah morbiditas dan mortalitas. Terjadinya transisi
epidemiologi ini disebabkan terjadinya perubahan sosial ekonomi, lingkungan dan perubahan
struktur penduduk, saat masyarakat telah mengadopsi gaya hidup tidak sehat, misalnya merokok,
kurang aktivitas fisik,makanan tinggi lemak dan kalori, serta konsumsi alkohol yang
didugamerupakan faktor risiko PTM (Depkes R.I., 2006; Bonita, R., 2001, Syah, B., 2002). Pada
abad ke-21 ini diperkirakan terjadi peningkatan insidens dan prevalensi PTM secara cepat, yang
merupakan tantangan utama masalah kesehatan dimasa yang akan datang. WHO memperkirakan,
pada tahun 2020 PTM akan menyebabkan 73% kematian dan 60% seluruh kesakitan di dunia.
Diperkirakan negara yang paling merasakan dampaknya adalah negara berkembang termasuk
Indonesia (Syah B., 2002, WHO, 2005).
Salah satu PTM yang menjadi masalah kesehatan yang sangat serius saat ini adalah
hipertensi yang disebut sebagai the silent killer. Di Amerika, diperkirakan 1 dari 4 orang dewasa
menderita hipertensi (CDC, 2002). Apabila penyakit ini tidak terkontrol, akan menyerang target
organ, dan dapat menyebabkan serangan jantung, stroke, gangguan ginjal, serta kebutaan. Dari
beberapa penelitian dilaporkan bahwa penyakit hipertensi yang tidak terkontrol dapat
menyebabkan peluang 7 kali lebih besar terkena stroke, 6 kali lebih besar terkena congestive
heart failure, dan 3 kali lebih besar terkena serangan jantung. Menurut WHO dan the
International Society of Hypertension (ISH), saat ini terdapat 600 juta penderita hipertensi di
seluruh dunia, dan 3 juta di antaranya meninggal setiap tahunnya. Tujuh dari setiap 10 penderita
tersebut tidak mendapatkan pengobatan secara adekuat (WHO-SEARO, 2005; JNC-7, 2003;
WHO-ISH, 2003).
Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1980, 1986, 1992, 1995
dan 2001, trend proporsi penyebab kematian telah bergeser dari penyakit menular ke penyakit
tidak menular. penyebab kematian karena penyakit kardiovaskuler tahun 1986, 1992, 1995 dan

1
2

2001 cenderung meningkat. Faktor risiko penyakit Kardiovaslerantara lain merokok, obesitas,
diet rendah serat tinggi lemak dengan akibat gangguan kadar lemak dalam darah, dan kurangnya
olah raga. Diperoleh data bahwa di Indonesia terdapat 28 % perokok pada usia 10 tahun ke atas,
kurang aktivitas fisik merupakan proporsi terbanyak yaitu 92% dari penduduk usia 15 tahun ke
atas di pulau Jawa dan Bali terutama untuk kelompok perempuan. Overweight dan obesitas lebih
tinggi prevalensinya pada perempuan dan cenderung meningkat dengan bertambahnya umur.
Sedangkan angka penderita Hipertensi kian hari semakin mengkhawatirkan, seperti yang dilansir
oleh The Lancet tahun 2000 sebanyak 972 juta (26%) orang dewasa di dunia menderita
Hipertensi. Angka ini terus meningkat tajam, diprediksikan oleh WHO pad a tahun 2025 nanti
sekitar 29% orang dewasa di seluruh dunia yang menderita Hipertensi (Depkes, R.I., 2006).

1.2 Tujuan
- Mengetahui Defenisi Hipertensi
- Mengetahui Etiologi Hipertensi
- Mengetahui Manifestasi Klinis Hipertensi
- Mengetahui Patofisiologi Hipertensi
- Mengetahui Penatalaksanaan Hipertensi
- Mengetahui Epidemiologi Penyakit Hipertensi
3

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi

Hipertensi menurut Sudabutar, RP dan Wiguna P (1990) adalah suatu keadaan di mana
terjadi peningkatan tekanan darah (hasil perkalian antara curah jantung dan resistensi perifer), di
mana seseorang dapat dikatakan menderita hipertensi bila tekanan sistolik sama atau lebih dari
130 mmHg dan tekanan diastolik sama atau lebih dari 90 mmHg. Tingginya tekanan sistolik
berhubungan dengan besarnya curah jantung sedangkan tingginya tekanan diastolik berhubungan
dengan besarnya resistensi perifer dapat meningkatkan tekanan darah. Hipertensi juga
didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan
tekanan diastolik diatas 90 mmHg. Pada populasi lanjut usia, Hipertensi didefinisikan sebagai
tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg (Sheps, 2005). Hipertensi menurut
Kaplan N.M (2006) adalah keadaan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan
diastolik lebih dari 90mmHg.

2.2 Etiologi

Pada sekitar 90% penderita hipertensi, penyebabnya tidak diketahui dan keadaan ini
dikenal sebagai hipertensi esensial atau hipertensi primer. Hipertensi esensial kemungkinan
memiliki banyak penyebab. Jika penyebabnya diketahui, maka hipertensi jenis ini disebut
hipertensi sekunder. Yang terbanyak dari hipertensi sekunder adalah disebabkan penyakit ginjal.
Penyebab lain yang juga sering adalah kelainan hormonal, pemakaian obat tertentu (misalnya pil
KB), koartasio aorta, preeklamsi pada kehamilan, keracunan timbal akut.

2.3 Manifestasi Klinis

Pada sebagian besar penderita, Hipertensi tidak menimbulkan gejala, meskipun secara
tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan dengan tekanan
darah tinggi walaupun sesungguhnya tidak tepat sepenuhnya. Gejala yang dimaksud adalah sakit
kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan dan kelelahan yang bisa saja terjadi

3
4

baik pada penderita Hipertensi, maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal. Pada
Hipertensi berat atau menahun serta tidak diobati, bisa timbul seperti gejala sakit kepala,
kelelahan, mual, muntah, sesak nafas, gelisah, pandangan menjadi kabur yang terjadi karena
adanya kerusakan pada otak, mata, jantung dan ginjal. Kadang penderita Hipertensi berat
mengalami penurunan kesadaran dan bahkan koma karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan
ini disebut Ensefalopati Hipertensif dan memerlukan penanganan segera (Sudoyo, A.W., 2009).

2.4 Patogenesis

Hipertrofi ventrikel kiri (HVK)merupakan kompensasi jantung menghadapi tekanan


darah tinggi ditambah dengan faktor neurohumoral yang ditandai oleh penebalan konsentrik otot
jantung (hipertrofi konsentrik). Fungsi diastolik akan mulai terganggu akibat dari gangguan
relaksasi ventrikel kiri (hipertrofi eksentrik). Rangsangan simpatis dan aktivasi sistem RAA
memacu mekanisme Frank-Starling melalui peningkatan volume diastolik ventrikel samapi tahap
tertentu dan pada akhirnya akan terjadi gangguan kontraksi miokard (penurunan/gangguan
nfungsi sistolik). Iskemik miokard dapat terjadi karena kombinasi akselerasi proses
aterosklerosis dengan peningkatan kebutuhan oksigen miokard akibat dari HVK, iskemik
miokard dan gangguan fungsi endotel merupakan faktor utama kerusakan miosit pada hipertensi
(Sudoyo, A.W., 2009).

2.5 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan umum hipertensi mengacu kepada tuntunan umum (JNC VII 2003,
ESH/ESC 2003). Pengelolaan lipid agresif dan pemberian aspirin sangat bermanfaat. Pasien
hipetensi pasca infark jantung sangat mendapat manfaat pengobatan dengan penyekat beta,
penghambat ACE atau antialdosteron. Pasien hipertensi dengan resiko PJK yang tinggi mendapat
manfaat denagn penobatan diuretik, penyekat beta dan penghambat kalsium. Pada hipertensi
dengan gangguan fungsi ventrikel mendapat manfaat tinggi dengan pengobatan diuretik,
penghambat, ACE/ARB, penyekat beta dan antagonis aldosteron. Bila sudah dalam tahap gagal
jantung hipertensi, maka prinsip pengobatannya sama dengan pengobatan gagal jantung yang
lain, yaitu diuretik, penghambat ACE/ARB, penghambat beta dan penghambat aldosteron
(Sudoyo, A.W., 2009).
5

2.6 Epidemiologi Penyakit Hipertensi

Hasil analisis menunjukkan prevalensi hipertensi di Indonesia (32,2%) lebih tinggi dari
temuan penelitian sebelumnya (Setiawan, dkk., 2004). Peningkatan prevalensi harus segera di
tindak lanjuti dengan program pencegahan hipertensi yangefektif. Hasil analisis lanjut ini juga
mendapatkan kasus hipertensi yang sudah terdiagnosis oleh tenaga kesehatan atau yang telah
minum obat hipertensi masih rendah yaitu hanya 24,2%, yang menunjukkan 75,8% kasus
hipertensi dimasyarakat belum terjangkau pelayanan kesehatan. Mengingat komplikasi yang
ditimbulkan dari kasus hipertensi yang tidak mendapat pengobatan yang adekuat misalnya
terjadinya penyakit jantung koroner, stroke, dan gagal ginjal, (Kaplan, 2002). Pemerintah dalam
hal ini Departemen Kesehatan juga harus memperhatikan masalah ini, antara lain melalui
program peningkatan deteksi dini di masyarakat dan peningkatan sarana pengobatan hipertensi di
Puskesmas. Mengingat tingginya prevalensi hipertensi dan tingginya kasus hipertensi yang
belum terjangkau pelayanan kesehatan yang ditemukan dari analisis ini, Provinsi Kalimantan
Selatan dan Sulawesi Barat perlu lebih memprioritaskan program pencegahan dan
penanggulangan hipertensi di masyarakat. nsi adalah suatu gangguan pada sistem peredaran
darah, yang cukup banyak mengganggu kesehatan masyarakat. Pada umumnya, terjadi pada
manusia yang setengah umur (Iebih dari 40 tahun). Namun banyak orang tidak menyadari bahwa
dirinya menderita hipertensi. Hal ini disebabkan gejalanya tidak nyata dan pada stadium awal
belum menimbulkan gangguan yang serius pada kesehatannya. Boedi Darmoyo dalam
penelitiannya menemukan bahwa antara 1,8% -28,6% penduduk dewasa adalah penderita
hipertensi. Prevalensi hipertensi di seluruh dunia diperkirakan antara 15-20%. Pada usia setengah
baya dan muda, hipertensi ini lebih banyak menyerang pria daripada wanita. Pada golongan
umum 55 -64 tahun, penderita hipertensi pada pria dan wanita sama banyak. Pada usia 65 tahun
ke atas, penderita hipertensi wanita lebih banyak daripada pria. Penelitian epidemiologi
membuktikan bahwa tingginya tekanan darah berhubungan erat dengan kejadian penyakit
jantung. Sehingga, pengamatan pada populasi menunjukkan penurunan tekanan darah dapat
menurunkan terjadinya penyakit jantung (Depkes, R.I., 2006).
6

BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Terjadinya transisi epidemiologi yang paralel dengan transisi demografi dan transisi
teknologi di Indonesia dewasa ini telah mengakibatkan perubahan pola penyakit dari penyakit
infeksi ke penyakit tidak menular (PTM) meliputi penyakit degeneratif dan man made diseases
yang merupakan faktor utama masalah morbiditas dan mortalitas. Salah satu PTM yang menjadi
masalah kesehatan yang sangat serius saat ini adalah hipertensi yang disebut sebagai the silent
killer. Di Amerika, diperkirakan 1 dari 4 orang dewasa menderita hipertensi (CDC, 2002).
Pada sekitar 90% penderita hipertensi, penyebabnya tidak diketahui dan keadaan ini
dikenal sebagai hipertensi esensial atau hipertensi primer. Hipertensi esensial kemungkinan
memiliki banyak penyebab. Jika penyebabnya diketahui, maka hipertensi jenis ini disebut
hipertensi sekunder.

Gejala hipertensi adalah sakit kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan
dan kelelahan yang bisa saja terjadi baik pada penderita Hipertensi, maupun pada seseorang
dengan tekanan darah yang normal. Pada Hipertensi berat atau menahun serta tidak diobati, bisa
timbul seperti gejala sakit kepala, kelelahan, mual, muntah, sesak nafas, gelisah, pandangan
menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata, jantung dan ginjal. Kadang
penderita Hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan bahkan koma karena terjadi
pembengkakan otak. Keadaan ini disebut Ensefalopati Hipertensif dan memerlukan penanganan
segera (Sudoyo, A.W., 2009). Penatalaksanaan umum hipertensi mengacu kepada tuntunan
umum (JNC VII 2003, ESH/ESC 2003).

Diperoleh data bahwa di Indonesia terdapat 28 % perokok pada usia 10 tahun ke atas,
kurang aktivitas fisik merupakan proporsi terbanyak yaitu 92% dari penduduk usia 15 tahun ke
atas di pulau Jawa dan Bali terutama untuk kelompok perempuan. Overweight dan obesitas lebih
tinggi prevalensinya pada perempuan dan cenderung meningkat dengan bertambahnya umur.

6
7

Sedangkan angka penderita Hipertensi kian hari semakin mengkhawatirkan, seperti yang dilansir
oleh The Lancet tahun 2000 sebanyak 972 juta (26%) orang dewasa di dunia menderita
Hipertensi. Angka ini terus meningkat tajam, diprediksikan oleh WHO pad a tahun 2025 nanti
sekitar 29% orang dewasa di seluruh dunia yang menderita Hipertensi (Depkes, R.I., 2006).

3.2 Saran

Memodifikasi gaya hidup merupakan suatu pencegahan dari penyakit dan sebagai
tindakan awal dari pengobatan. Hal-hal yang dapat dilakukan sebagai tindakan pencegahan
adalah sebagai berikut :

 Mengonsumsi makanan yang kaya akan serat (Sayur dan buah).


 Mengurangi konsumsi garam, alkohol, dan makanan yang berlemak tinggi.
 Mengurangi berat badan, istirahat yang cukup, dan olahraga yang teratur.
 Lakukan pengecekan tekanan darah secara rutin.
8

DAFTAR PUSTAKA

Bonita R., 2001. Surveillance of risk factors for non-communicable diseases: the WHO stepwise
approach. Summary. Geneva: World Health Organization
CDC, 2002. State-specific trend in self report 3rd blood pressure screening and high blood
pressure United States 1991-1999. MMWR. 2002;51(21):456.
Depkes, R.I., 2006. Operational study an integrated community-based intervention
program on common risk factors of major non-communicable diseases in Depok
Indonesia. Jakarta: Depkes RI.
JNC-7 (Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High
Blood Pressure) , 2003. The Seventh Report of the JNC (JNC-7). JAMA ;289(19):2560
72.
Sudoyo, A.W., dkk., 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V jilid II. Jakarta : Interna
Publishing.

Syah B., 2002 Non-communicable disease surveillance and prevention in South-East Asia
region. Report of an inter-country consultation. New Delhi: WHO-SEARO
WHO/SEARO, 2005 Surveillance of major non-communicable diseases in South–East Asia
region. Report of an inter-country consultation. Geneva: WHO.
WHO-ISH, 2003. Hypertension Guideline Committee. Guidelines of the management 15
of
hypertension. J Hypertension ;21(11): 1983-92.

Anda mungkin juga menyukai