Anda di halaman 1dari 5

A.

Pembahasan

1. Analisa Univariat

a. Status Gizi

Hasil penelitan mengenai hubungan pengetahuan ibu tentang gizi dan tingkat

pendidikan dengan status gizi pada balita di Posyandu Abung Timur Wilayah Kerja

Puskesmas Bumi Agung Kabupaten Lampung Utara ini menunjukkan bahwa dari 62

responden didapatkan bahwa sebagian besar (59,7%) status gizi kurang dan (40,3%)

status gizi baik. Hal ini berarti lebih dari separoh responden mempunyai status gizi

kurang.

Status Gizi adalah ekspresi dan keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu

atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu (Sibagarjang, 2010;

Susanti, 2017). Menurut Sunita Almatsiter (2011), zat gizi adalah ikatan kimia yang

diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya, yaitu menghasilkan energi,

membangun dan memelihara jaringan, serta mengatur proses-proses kehidupan.

Terdapat empat cara penilaian status gizi secara langsung, yaitu melalui pengukuran

antropometri; pemeriksaan klinis; pemeriksaan biokimia; dan pemeriksaan biofisis.

Penilaian status gizi melalui pengukuran antropometri termasuk penilaian yang paling

mudah untuk dilakukan, namun sudah bisa memberikan hasil yang cukup signifikan.

Pengukuran antropometri akan menghasilkan tiga macam indeks antropometri,

meliputi tinggi atau panjang badan berdasarkan umur (TB/U atau PB/U); berat badan

menurut tinggi atau panjang badan (BB/TB atau BB/PB); serta berat badan menurut

umur (BB/U) (Supariasa, 2002 dalam Sari, 2018).


Masalah gizi merupakan masalah kesehatan masyarakat yang disebabkan dari

berbagai faktor yang saling berkaitan. Persatuan ahli gizi Indonesia (Persagi),

merumuskan faktor-faktor yang menyebabkan gizi kurang. Pokok permasalahan yang

menyebabkan terjadinya gizi kurang adalah kemiskinan, kurang pendidikan, dan

kurang pengetahuan. Faktor-faktor tersebut akan mempengaruhi persediaan makanan

dirumah, kemampuan orangtua dalam menerapkan pola asuh kepada anak, perawatan

pada ibu hamil, dan pemanfaatan pelayanan kesehatan. Hal tersebut akan

menyebabkan asupan makanan menurun dan penyakit infeksi yang merupakan

penyebab langsung dari masalah gizi kurang (Supariasa, 2002 dalam Mirayanti,

2012).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa status gizi kurang pada balita masih cukup

banyak. Status gizi balita didapatkan bahwa sebagian besar (59,7%) status gizi

kurang. Sehingga dibutuhkan adanya upaya untuk tetap mempertahankan status gizi

para balita yang sudah baik dan memperbaiki gizi bagi para balita yang bersetatus

kurang.

b. Pengetahuan Ibu Tentang Gizi

Hasil penelitan mengenai hubungan pengetahuan ibu tentang gizi dan tingkat

pendidikan dengan status gizi pada balita di Posyandu Abung Timur Wilayah Kerja

Puskesmas Bumi Agung Kabupaten Lampung Utara ini menunjukkan bahwa dari 62

responden didapatkan pengetahuan ibu tentang gizi bahwa sebagian besar (56,5%)

kurang dan (43,5%) baik. Hal ini berarti lebih dari separoh responden mempunyai

pengetahuan tentang gizi yang kurang.


Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan terjadi setelah orang melakukan penginderaan

terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yaitu

indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar

pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2012).

Pengetahuan merupakan domain penting dalam membentuk tindakan dan perilaku

seseorang. Pengetahuan dapat membuat keyakinan tertentu sehingga seseorang

berperilaku sesuai dengan keyakinan tersebut (Notoatmodjo, 2012). Pengetahuan ibu

merupakan salah satu faktor tidak langsung yang mempengaruhi status gizi balita.

Sedangkan faktor langsung yang mempengaruhi status gizi balita yaitu konsumsi

pangan dan penyakit infeksi (Supariasa, 2002). Pengetahuan bukan faktor langsung

yang mempengaruhi status gizi anak balita, namun pengetahuan gizi memiliki peran

penting, karena dengan memiliki pengetahuan yang cukup khususnya dibidang

kesehatan, seseorang dapat mengetahui berbagai macam gangguan kesehatan yang

mungkin akan timbul sehingga dapat dicari pemecahannya (Notoatmodjo, 2007

dalam Puspitasari, 2017).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan ibu tentang gizi sebagian besar

(56,5%) pengeatahuannya kurang. Pengetahuan bukan faktor langsung yang

mempengaruhi status gizi anak balita, namun pengetahuan gizi memiliki peran

penting. Semakin baik pengetahuan individu tentang masalah kesehatan akan sangat

membantu dalam pencegahan terjadinya masalah status gizi pada anak. Pengetahuan

akan membentuk sikap ibu, dan akhirnya akan lebih mengerti dalam memenuhi gizi

seimbang untuk anaknya.

c. Tingkat Pendidikan
Hasil penelitan mengenai hubungan pengetahuan ibu tentang gizi dan tingkat

pendidikan dengan status gizi pada balita di Posyandu Abung Timur Wilayah Kerja

Puskesmas Bumi Agung Kabupaten Lampung Utara ini menunjukkan bahwa dari 62

responden didapatkan sebagian besar (61,3%) pendidikan dasar (SD-SMP), (33,9%)

pendidikan menengah (SMA-SMK) dan (4,8%) pendidikan tinggi. Hal ini berarti

lebih dari separoh responden hanya pendidikan dasar (SD-SMP).

Pendidikan juga memiliki definisi secara yuridis dalam Undang-Undang Nomor 20

Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional (sisdiknas) yang menyebutkan

bahwa: “pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang dibutuhkan bagi

dirinya, masyarakat, dan bangsa.

Tingkat pendidikan adalah suatu proses jangka panjang yang menggunakan prosedur

sistematis dan terorganisir, yang mana tenaga kerja manajerial mempelajari

pengetahuan konseptual dan teoritis untuk tujuan-tujuan umum (Andrew E. Sikula,

2000 dalam Nurmaliza, 2018)

Faktor tingkat pendidikan turut menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan

memahami pengetahuan gizi yang mereka peroleh. Makin tinggi tingkat pendidikan,

pengetahuan dan keterampilan, terdapat kemungkinan makin baik tingkat ketahanan

pangan keluarga, pola asuh, dan kesadaran keluarga untuk memanfaatkan pelayanan

kesehatan (Depkes, 2012).


Seseorang yang hanya tamatan Sekolah Dasar belum tentu kurang mampu menyusun

makanan yang memenuhi persyaratan gizi dibandingkan orang lain yang memiliki

pendidikan tinggi. Orang yang berpendidikan rendah jika, orang tersebut rajin

mendengarkan penyuluhan gizi bukan mustahil pengetahuan gizinya akan lebih baik

(Depkes, 2012)

Ketidaksesuain bisa terjadi karena pendidikan bukan satu-satunya faktor yang

mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang, artinya pendidikan yang tinggi belum

tentu diikuti oleh sikap dan perilaku yang baik pula. Hal ini juga disebabkan oleh

faktor-faktor lain seperti keadaan ekonomi, penyakit infeksi, keluarga miskin, tradisi

dan keadaan lingkungan (Fisher, 2012).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendidikan responden sebagian besar

pendidikan dasar SD-SMP (61,3%). Hal ini menunjukkan sebagaian besar akan

berpotensi meningkatkan resiko status gizi kurang dikarenakan semakin tinggi

tingkat pendidikan maka semakin mudah seseorang untuk menerima informasi dan

mengimplementasikan pengetahuannya dalam perilaku khususnya di bidang

kesehatan dan gizi. Pendidikan ibu yang relatif rendah berkaitan dengan sikap dan

tindakan ibu dalam menangani masalah gangguan gizi pada anak balitanya.

Anda mungkin juga menyukai