Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN POST

SECTIO CAESARIA

I. KONSEP DASAR PENYAKIT


A. DEFENISI
Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu
insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh
serta berat janin di atas 500 gram (Sarwono, 2009).
Sectio Caesaria adalah tindakan untuk melahirkan bayi melalui pembedahan abdomen
dan dinding uterus (Nugroho, Taufan. 2011).
Sectio Caesaria ialah tindakan untuk melahirkan janin dengan berat badan diatas 500
gram melalui sayatan pada dinding uterus yang utuh (Gulardi & Wiknjosastro, 2006).
Sectio caesaria atau bedah sesar adalah sebuah bentuk melahirkan anak dengan
melakukan sebuah irisan pembedahan yang menembus abdomen seorang ibu (laparotomi)
dan uterus (hiskotomi) untuk mengeluarkan satu bayi atau lebih (Dewi Yusmiati, 2007).

B. FAKTOR PREDISPOSISI/PENYEBAB
Menurut Manuaba (2002) indikasi ibu dilakukan Sectio caesaria adalah ruptur uteri
iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari janin adalah
fetal distres dan janin besar melebihi 4.000 gram. Dari beberapa faktor Sectio caesaria
diatas dapat diuraikan beberapa penyebab Sectio caesaria sebagai berikut:
a. CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion )
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai
dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat
melahirkan secara alami. Tulang-tulang panggul merupakan susunan beberapa
tulang yang membentuk rongga panggul yang merupakan jalan yang harus dilalui
oleh janin ketika akan lahir secara alami. Bentuk panggul yang menunjukkan
kelainan atau panggul patologis juga dapat menyebabkan kesulitan dalam proses
persalinan alami sehingga harus dilakukan tindakan operasi. Keadaan patologis
tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi asimetris dan ukuran-ukuran
bidang panggul menjadi abnormal.
b. PEB (Pre-Eklamsi Berat)
Preeklampsia berat atau PEB adalah hipertensi yang terjadi pada ibu hamil yang
biasanya terjadi pada trimester akhir. Preeklampsia merupakan suatu sindrom yang
dijumpai pada ibu dengan kehamilan diatas 20 minggu yang ditandai dengan
hipertensi dan proteinuria dengan atau tanpa edema (bengkak), (Triwahyuni tahun
2015).
PEB dan eklamsia sangat rawan untuk dilakukan persalinan pervaginam karena ibu
dan bayinya berisiko tinggi terjadinya injuri. Pada umumnya, ibu hamil yang
menderita PEB ataupun eklamsia acapkali berakhir dengan persalinan seksio sesarea
(Kosasih, 2015).
Penyebab preeklampsia sampai sekarang belum diketahui. Teori yang dapat diterima
menerangkan sebagai berikut :

a. Sering terjadi pada primigraviditas, kehamilan ganda, hidramnion,


dan molahidatidosa.
b. Sebab bertambahnya frekuensi dengan makin tuanya kehamilan.
c. Sebab dapat terjadi perbaikan keadaan ibu dengan kematian janin
dalam uterus.
d. Sebab jarangnya terjadi eklampsia pada kehamilan-kehamilan
berikutnya.
e. Sebab timbul hipertensi, edema, proteinuria, kejang dan koma
(Novitasari, 2015).
Ada beberapa hal tanda dan gejala post sectio caesarea pusing, mual,
muntah nyeri di sekitar luka operasiadanya luka bekas operasi peristaltik
usus menurun (Triwahyuni, 2015). Tabel 2.1 Manifestasi klinis PEB

Gangguan Hipertensi Tanda dan gejala Kriteria untuk diagnosis


Preeklamsia PIH, berat Tanda PIH berat, plus Hipertensi
1.Klonus 1. Sistolik >160 mm Hg
2.Penurunan fungsi ginjal 2. Diastolik >110 mm Hg
(peningkatan BUN, penurunan 3.Dua hasil pemeriksaan
haluaran urin, kreatinin serum >1,2 dengan jeda > 6 jam
mg/dl, penurunan bersihan
kreatinin) Proteinuria:
3.Sakit kepala 1. Awitan baru, atau
4.Gangguan visual 2. 3+4 dip
5.Ketidaknyamanan epigastrik 3. >5 g dalam urine 24 jam
mungkin memiliki awitan eklamsia,
edema paru dan sindrom hellp
(Farley, 2013)
Menurut Skor Poedji Rochjati atau yang biasanya disingkat dengan KSPR
biasanya digunakan untuk menentukan tingkat resiko pada ibu hamil. KSPR
dibuat oleh Poedji Rochjati dan pertama kali diguakan pada tahu 1992-1993.
KSPR telah disusun dengan format yang sederhana agar mempermudah kerja
tenaga kesehatan untuk melakukan skrining terhadap ibu hamil dan
mengelompokan ibu kedalam kategori sesuai ketetapan sehingga dapat
menentukan intervensi yang tepat terhadap ibu hamil. Salah satu masalah /
faktor resiko pada skor Poedji Rochjati yaitu terlalu muda hamil I ≤16 Tahun,
terlalu tua hamil I ≥35 Tahun, terlalu lambat hamil I kawin ≥4 Tahun, terlalu
lama hamil lagi
≥10 Tahun, terlalu cepat hamil lagi ≤ 2 Tahun, terlalu banyak anak, 4 atau lebih, terlalu tua
umur ≥ 35 Tahun, tekanan darah tinggi, Preeklampsia/kejang-kejang.

c. KPD (Ketuban Pecah Dini)


Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan dan
ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar ketuban pecah dini adalah
hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan di bawah 36 minggu.
d. Bayi Kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena kelahiran
kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada kelahiran satu
bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami sungsang atau salah letak lintang
sehingga sulit untuk dilahirkan secara normal.
e. Faktor Hambatan Jalan Lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak memungkinkan
adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada jalan lahir, tali pusat
pendek dan ibu sulit bernafas.
f. Kelainan Letak Janin
1) Kelainan pada letak kepala
a) Letak kepala tengadah
Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan dalam teraba UUB
yang paling rendah. Etiologinya kelainan panggul, kepala bentuknya bundar,
anaknya kecil atau mati, kerusakan dasar panggul.
b) Presentasi muka
Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang terletak paling
rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kira-kira 0,27-0,5 %.
c) Presentasi dahi
Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi terendah dan
tetap paling depan. Pada penempatan dagu, biasanya dengan sendirinya akan
berubah menjadi letak muka atau letak belakang kepala.
2) Letak Sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang
dengan kepala difundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri.
Dikenal beberapa jenis letak sungsang, yakni presentasi bokong, presentasi
bokong kaki, sempurna, presentasi bokong kaki tidak sempurna dan presentasi
kaki (Saifuddin, 2002).
C. PATOFISIOLOGI

 Fetal distress  Sectio caesaria

Post Anesthesi  Luka Post Operasi  Post partum nifas

 Distensi kandung kemih


 Penurunan medula oblongata
 Penurunan kerja pons  Jaringan terputus  Jaringan terbuka

Proteksi kurang   Edema dan memar di uretra


Merangsang area sensorik
 Penurunan kerja otot eliminasi
Penurunan refleks batuk

 Invasi bakteri
Gangguan rasa nyaman
 Penurunan peristaltik usus
 Akumulasi sekret  Penurunan sensitivitas dan sensasi kandung
 Resiko Infeksi

Konstipasi Nyeri
Ketidakefektifan bersihan jalan napas
Gangguan eliminasi urin

Penurunan progesteron & estrogen Psikologi

Kontraksi uterus Penambahan anggota baru

Merangsang pertumbuhan kelenjar susu dan pertumbuhan


 Involusi
Masa krisis Tuntutan anggota baru

Adekuat  Tidak adekuat


Perubahan pola peran
Bayi menangis
Peningkatan hormon prolaktin
 Pengeluaran lochea Perdarahan
Gangguan pola tidur
 Hemoglobin ↓ Merangsang laktasi oksitosin
Kekurangan vol. cairan & elektrolit
 Kurang O2 Ejeksi ASI

 Kelemahan Resiko syok hipovolemik Efektif Tidak efektif

Nutrisi bayi terpenuhi


Defisit perawatan diri

Bengkak
Kurang informasi tentang perawatan payudara
Bayi kurang mebndapat ASI

Defisiensi pengetahuan Ketidakefektifan pemberian ASI


C. PATHWAY

D. KLASIFIKASI

1. Menurut NANDA (2015) operasi SC dapat dibedakan menjadi :


a. Sectio caesaria abdomen
Seksio secara transperitonealis:
1) Sectio caesaria klasik atau korporal dengan insisi memanjang pada korpus uteri
2) Sectio caesaria ismika atau profunda atau low cervical dengan insisi pada segmen
bawah rahim
3) Sectio caesaria ekstraperitonealis,yaitu tanpa membuka peritonium parietalis,
dengan demikian tidak membuka kavum abdominal
b. Sectio caesaria vaginalis
Menurut arah sayatan pada rahim, Sectio caesaria dapat dilakukan sebagai berikut:
1) Sayatan memanjang (longitudinal) menurut Kronig
2) Sayatan melintang (transversal) menurut Kerr
3) Sayatan huruf T (T-incision)
c. Sectio caesaria klasik (Corporal)
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira
sepanjang 10 cm. Tetapi saat ini teknik ini jarang dilakukan karena memiliki banyak
kekurangan namun pada kasus seperti operasi berulang yang memiliki banyak
perlengketan organ cara ini dapat dipertimbangkan.
Kelebihan:
1) Mengeluarkan janin lebih cepat
2) Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik
3) Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal
Kekurangan
1) Infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena tidak ada
reperitonealisasi yang baik
2) Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi ruptura uteri spontan
d. Sectio caesaria ismika (Profunda)
Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada segmen bawah rahim
(low cervical transfersal) kira-kira sepanjang 10 cm.
Kelebihan:
1) Penjahitan luka lebih mudah
2) Penutupan luka lebih mudah
3) Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan penyebaran isi
uterus ke rongga periotoneum
4) Perdarahan berkurang
5) Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptura uteri spontan
kurang/lebih kecil
Kekurangan:
1) Luka dapat melebar ke kiri, kanan, dan bawah, sehingga dapat menyebabkan
arteri uterina terputus sehingga mengakibatkan perdarahan yang banyak
2) Keluhan pada kandung kemih postoperatif tinggi

E. GELAJA KLINIS
1. Plasenta previa sentralis dan latealis (posterior)
2. Panggul sempit
Holemer mengambil batas terendah untuk melahirkan janin vias naturalis ialah CV = 8
cm. Panggul dengan CV = 8 cm dapat dipastikan tidak dapt melahirkan janin yang normal,
harus diselesaikan dengan Sectio caesaria. CV antara 8-10 cm boleh dicoba dengan partus
percobaan, baru setelah gagal dilakukan Sectio caesaria sekunder
3. Disproporsi sefalopelvik: yaitu ketidakseimbangan antara ukuran kepala dan panggul
4. Ruptura uteri mengancam
5. Partus lama (prolonged labor)
6. Partus tak maju (obstructed labor)
7. Distosia serviks
8. Pre-eklamsi dan hipertensi
9. Malpresentasi janin:
a. Letak lintang
Greenhill dan Eastman sama-sama sependapat
1) Bila ada kesempitan panggul, maka Sectio caesaria adalah cara yang terbaik
dalam segala letak lintang dengan janin hidup dan besar biasa
2) Semua primigravida dengan letak lintang harus ditolong dengan Sectio caesaria,
walau tidak ada perkiraan panggul sempit
3) Multipara dengan letak lintang dapat lebih dulu ditolong dengan cara-cara lain

b. Letak bokong
Sectio caesaria dianjurkan pada letak bokong bila ada:
1) Panggul sempit
2) Primigravida
3) Janin besar dan berharga
c. Presentasi dahi dan muka (letak defleksi) bila reposisi dan cara-cara lain tidak
berhasil
d. Presentasi rangkap, bila reposisi tidak berhasil
e. Gemelli, menurut Eastman Sectio caesaria dianjurkan:
1) Bila janin pertama letak lintang atau presentasi bahu (shoulder presentation)
2) Bila terjadi interlock (locking of the twins)
3) Distosia oleh karena tumor
4) Gawat janin, dan sebagainya

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemantauan janin terhadap kesehatan janin
2. Pemantauan EKG
3. JDL dengan diferensial
4. Elektrolit
5. Hemoglobin/Hematokrit
6. Golongan darah
7. Urinalisis
8. Amniosentesis terhadap maturitas paru janin sesuai indikasi
9. Pemeriksaan sinar x sesuai indikasi.
10. Ultrasound sesuai pesanan
(Tucker, Susan Martin, 1998)

G. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Pemberian cairan
Karena 6 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian cairan
perintavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi
hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa
diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL secara bergantian dan jumlah
tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi darah sesuai
kebutuhan.
2. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu dimulailah
pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman dengan jumlah yang
sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 8 jam pasca operasi, berupa air putih dan air
teh.
3. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
a. Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 8 jam setelah operasi
b. Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini
mungkin setelah sadar
c. Hari pertama post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan
diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
d. Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk
(semifowler)
e. Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar
duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri, dan pada
hari ke-3 pasca operasi.pasien bisa dipulangkan
4. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada penderita,
menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24
- 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.
5. Pemberian obat-obatan
a. Antibiotik
Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda setiap institusi
b. Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
1) Supositoria = ketopropen sup 2x/24 jam
2) Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
3) Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu
4) Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat diberikan
caboransia seperti neurobian I vit. C.

6. Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan berdarah harus
dibuka dan diganti.
7. Perawatan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan darah,
nadi,dan pernafasan.

H. KOMPLIKASI
1. Infeksi puerpuralis (nifas)
a. Ringan : Dengan kenaikan suhu beberapa hari saja
b. Sedang : Dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi, disertai dehidrasi atau perut
sedikit kembung
c. Berat : Dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik. Hal ini sering kita jumpai pada
partus terlantar dimana sebelumnya telah terjadi infeksi intrapartal karena ketuban
yang telah pecah terlalu lama.
2. Perdarahan, disebabkan karena
a. Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka
b. Atonia uteri
c. Perdarahan pada placenta bed
3. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila reperitonialisasi terlalu
tinggi.
4. Kemungkinan rupture uteri spontan pada kehamilan mendatang.

II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


A. PENGKAJIAN
Hal-hal yang perlu dikaji pada wanita pasca partum Sectio caesaria meliputi:
1. Identitas Pasien dan penanggung jawab/suami
2. Yang terdiri atas: nama, umur, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, agama,
suku, alamat, No. CM, tanggal MRS, Tanggal pengkajian, sumber informasi.
3. Penanggung jawab/suami
4. Yang terdiri atas: nama, umur, pendidikan, pekerjaan, alamat.
5. Alasan dirawat
6. Yang terdiri atas: alasan MRS dan keluhan saat dikaji
7. Riwayat Masuk Rumah Sakit
8. Yang terdiri atas: keluhan utama (saat MRS dan sekarang), riwayat persalinan
sekarang (diuraikan kala I sampai dengan kala IV dan keadaan bayi saat lahir:
APGAR score, BB, Lingkar kepala,lingkar dada, lingkar perut, dan lain-lain).
9. Riwayat Obstetri dan Ginekologi
a. Riwayat menstruasi
b. Yang terdiri atas: umur menarche dan siklusnya, banyak darah, lama menstuasi,
keluhan saat menstruasi, dan HPHT).
c. Riwayat pernikahan
d. Yang terdiri atas: banyak pernikahan yang dilakukan dan lama pernikahan berapa
tahun
e. Riwayat kelahiran, persalinan, nifas yang lalu
f. Riwayat keluarga berencana
g. Yang terdiri atas: jenis KB yang digunakan dan lama pemakaian, masalah selama
penggunaan KB, rencana KB yang akan digunakan berikutnya
10. Pola Fungsional Kesehatan
11. Yang terdiri atas:
a. Pola manajemen kesehatan-persepsi kesehatan
b. Pola metabolik-nutrisi
c. Pola eliminasi
d. Pola aktivitas-latihan
e. Pola istirahat tidur
f. Pola persepsi-kognitif
g. Pola konsep diri-persepsi diri
h. Pola hubungan peran
i. Pola reproduktif-seksualitas
j. Pola toleransi terhadap stres-koping
k. Pola keyakinan-nilai
12. Pemeriksaan Fisik
Yang terdiri atas: Keadaan umum (GCS, tingkat kesadaran, TTV, BB), head to toe,
13. Data Penunjang
Yang terdiri atas: pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologi.
14. Diagnosa Medis
15. Pengobatan

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL


1. Nyeri berhubungan dengan agen cedera fisik dibuktikan dengan tampak
meringis.
2. Resiko infeksi berhubungan dengan efek tindakan invasif ( pembedahan )
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan imobilitas dibuktikan dengan
merasa lemah.
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik dibuktikan
dengan tidak mampu mandi/berpakaian secara mandiri.
5. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan efek agen farmakologis
(anestesi) dibuktikan dengan fisik lemah

C. INTERVENSI KEPERAWATAN

N DIAGNOSA TUJUAN DAN INTERVENSI


O KEPERAWATAN KRITERIA HASIL KEPERAWATAN
( SDKI ) ( SLKI ) ( SIKI )
1 Nyeri akut berhubungan Setelah dikakukan Observasi :
dengan agen cedera tindakan • Identifikasi lokasi,
fisik dibuktikan dengan keperawatan 2x24 jam karakteristik,
tampak meringis diharapkan frekuensi, intensitas nyeri
Tingkat nyeri menurun. • Identifikasi skala nyeri
Kriteria Hasil : • Identifikasi factor penyebab
• Keluhan nyeri nyeri
menurun • Monitor efek samping
• Tampak meringis penggunaan
menurun analgetik
• Sikap protektif Terapeutik :
menurun • Berikan teknik
nonfarmakologis
(tarik nafas dalam, kompres
hangat
atau dingin)
• Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (suhu,
pencahayaan, kebisingan)
• Fasilitas istirahat dan tidur
Edukasi :
• Jelaskan penyebab dan
pemicu nyeri
• Jelaskan strategi pereda nyeri
• Anjurkan monitor nyeri
secara
mandiri
• Anjurkan teknik
nonfarkamkologis
untuk mengurangi nyeri
Kolaborasi :
• Kolaborasi pemberian
analgetik
(jika perlu)

Observasi :
• Monitor tanda dan gejala
infeksi
2 Resiko infeksi Setelah dilakukan local dan sistemik
berhubungan efek tindakan keperawatan Terapeutik :
tindakan invasif 2x 24 jam diharapkan •Batasi jumlah pengunjung
dibuktikan dengan Tingkat infeksi • Berikan perawatan luka pada
adanya luka daerah menurun. area insisi
operasi didaerah perut Kriteria Hasil : • Cuci tangan sebelum dan
 Tidak sesudah kontak dengan pasien
tampak adanya dan
lingkungan pasien
tanda infeksi • Pertahankan teknik aseptic
pada setiap tindakan
Edukasi :
• Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
• Ajarkan cuci tangan dengan
benar
• Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
• Anjurkan meningkatkan
asupan
cairan
Kolaborasi :
• Kolaborasi pemberian
antibiotik

Observasi :
• Identifikasi defisit tingkat
aktivitas
 Monitor respon emosional,
fisik, sosial terhadap aktivitas
Terapeutik :
3 Intoleransi aktivitas • Lakukan pengendalian nyeri
berhubungan dengan Setelah dilakukan sebelum
immobilitas dibuktikan tindakan memulai latihan
dengan klien merasa keperawatan 2x24 jam • Berikan posisi tubuh optimal
lemah. diharapkan untuk
Toleransi aktivitas gerakan sendimpasif atau aktif
meningkat dengan • Fasilitasi menyusun jadwal
Kriteria Hasil : latihan
• Kemudahan dalam rentang gerak aktif atau pasif
melakukan • Berikan penguatan positif
aktivitas sehari-hari untuk
meningkat
• Kecepatan berjalan melakukan latihan bersama
meningkat Edukasi :
• Jarak berjalan • Jelaskan kepada pasien atau
meningkat keluarga tujuan dan
• Perasaan lemah rencanakan latihan
menurun bersama
• Anjurkan pasien duduk
ditempat
tidur, disisi tempat tidur
(menjuntai) atau di kursi
• Anjurkan melakukan latihan
rentang gerak pasif dan
aktif secara
sistematis

Observasi :
•Monitor tingkat kemandirian
• Identifikasi kebutuhan alat
bantu dalam melakukan
kebersihan diri,berpakaian,
berhias, dan makan.
Terapeutik :
• Dampingi dalam melakukan
perawatan diri
• Fasilitasi kemandirian klien
4 Defisit perawatan diri • Jadwalkan rutinitas
berhubungan dengan Setelah dilakukan perawatan diri
kelemahan fisik tindakan keperawatan Edukasi :
dibuktikan dengan tidak 2x24 jam diharapkan • Anjurkan melakukan
mampumandi/berpakaian Perawatan diri perawatan diri
secara mandiri. meningkat. secara konsisten sesuai
Kriteria Hasil : kemampuan
• Kemampuan mandi • Anjurkan ke toilet secara
meningkat mandiri
Observasi :
• Identifikasi adanya nyeri atau
keluhan fisik lainnya
• Identifikasi toleransi fisik
melakukan pergerakan
Terapeutik :
• Fasilitas aktivitas mobilisasi
dengan
alat bantu
• Libatkan keluarga untuk
membantu
pasien dalam meningkatkan
pergerakan
5 Gangguan mobilitas fisik Edukasi :
berhubungan dengan Setelah dilakukan • Jelaskan tujuan dan prosedur
efek agen farmakologis tindakan mobilisasi
(anestesi) dibuktikan keperawatan 2x24 jam • Anjurkan mobilisasi dini
dengan fisik lemah. diharapkan •Ajarkan mobilisasi sederhana
Mobilitas fisik yang harus dilakukan (mis.
meningkat. duduk di
Kriteria Hasil : tempat tidur, pindah dari
• Nyeri menurun tempat tidur ke kursi
•Kelemahan fisik
menurun
•Kekuatan otot
meningkat
DAFTAR PUSTAKA

Caraspot. 2010. Proses Keperawatan NANDA, NOC & NIC. Yogyakarta: mocaMedia
Dewi, Yusmiati. 2007. Operasi Caesar Pengantar dari A Sampai Z. Jakarta : Edsa Mahkota.
Mansjoer, A. 2002. Asuhan Keperawatn Maternitas. Jakarta : Salemba Medika
Manuaba, I.B. 2002. Operasi Kebidanan Kandungan Dan Keluarga Berencana Untuk
Dokter Umum. Jakarta : EGC
Mochtar, Prof. Dr. Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri. Jakarta: EGC.
Muchtar. 2005. Obstetri patologi, Cetakan I. Jakarta : EGC
Nugroho, Taufan. 2011. Asuhan Keperawatan Maternitas, Anak, Bedah, dan Penyakit
Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika.
Prawirohardjo, Sarwono. 2000. Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.

PPNI (2016). Standar Diagnosis Keeperawatan Indonesia : Defenisi dan Indikator

Diagnostik, edisi 1 Jakarta DPP PPNI

PPNI (2018) Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Defenisi dan Kriteria Hasil

Keperawatan, edisi 1 Jakarta DPP PPNI

PPNI (2018) Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Defenisi dan Tindakan

Keperawatan, edisi 1 Jakarta DPP PPNI

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika
Sarwono Prawiroharjo. 2009. Ilmu Kebidanan, Edisi 4 Cetakan II. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka
Tucker, Susan Martin .1998. Standart Perawatan Pasien, Proses Keperawatan Diagnosa dan
Evaluasi. Volume 3, Edisi 5. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai