SECTIO CAESARIA
B. FAKTOR PREDISPOSISI/PENYEBAB
Menurut Manuaba (2002) indikasi ibu dilakukan Sectio caesaria adalah ruptur uteri
iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari janin adalah
fetal distres dan janin besar melebihi 4.000 gram. Dari beberapa faktor Sectio caesaria
diatas dapat diuraikan beberapa penyebab Sectio caesaria sebagai berikut:
a. CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion )
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai
dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat
melahirkan secara alami. Tulang-tulang panggul merupakan susunan beberapa
tulang yang membentuk rongga panggul yang merupakan jalan yang harus dilalui
oleh janin ketika akan lahir secara alami. Bentuk panggul yang menunjukkan
kelainan atau panggul patologis juga dapat menyebabkan kesulitan dalam proses
persalinan alami sehingga harus dilakukan tindakan operasi. Keadaan patologis
tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi asimetris dan ukuran-ukuran
bidang panggul menjadi abnormal.
b. PEB (Pre-Eklamsi Berat)
Preeklampsia berat atau PEB adalah hipertensi yang terjadi pada ibu hamil yang
biasanya terjadi pada trimester akhir. Preeklampsia merupakan suatu sindrom yang
dijumpai pada ibu dengan kehamilan diatas 20 minggu yang ditandai dengan
hipertensi dan proteinuria dengan atau tanpa edema (bengkak), (Triwahyuni tahun
2015).
PEB dan eklamsia sangat rawan untuk dilakukan persalinan pervaginam karena ibu
dan bayinya berisiko tinggi terjadinya injuri. Pada umumnya, ibu hamil yang
menderita PEB ataupun eklamsia acapkali berakhir dengan persalinan seksio sesarea
(Kosasih, 2015).
Penyebab preeklampsia sampai sekarang belum diketahui. Teori yang dapat diterima
menerangkan sebagai berikut :
Invasi bakteri
Gangguan rasa nyaman
Penurunan peristaltik usus
Akumulasi sekret Penurunan sensitivitas dan sensasi kandung
Resiko Infeksi
Konstipasi Nyeri
Ketidakefektifan bersihan jalan napas
Gangguan eliminasi urin
Bengkak
Kurang informasi tentang perawatan payudara
Bayi kurang mebndapat ASI
D. KLASIFIKASI
E. GELAJA KLINIS
1. Plasenta previa sentralis dan latealis (posterior)
2. Panggul sempit
Holemer mengambil batas terendah untuk melahirkan janin vias naturalis ialah CV = 8
cm. Panggul dengan CV = 8 cm dapat dipastikan tidak dapt melahirkan janin yang normal,
harus diselesaikan dengan Sectio caesaria. CV antara 8-10 cm boleh dicoba dengan partus
percobaan, baru setelah gagal dilakukan Sectio caesaria sekunder
3. Disproporsi sefalopelvik: yaitu ketidakseimbangan antara ukuran kepala dan panggul
4. Ruptura uteri mengancam
5. Partus lama (prolonged labor)
6. Partus tak maju (obstructed labor)
7. Distosia serviks
8. Pre-eklamsi dan hipertensi
9. Malpresentasi janin:
a. Letak lintang
Greenhill dan Eastman sama-sama sependapat
1) Bila ada kesempitan panggul, maka Sectio caesaria adalah cara yang terbaik
dalam segala letak lintang dengan janin hidup dan besar biasa
2) Semua primigravida dengan letak lintang harus ditolong dengan Sectio caesaria,
walau tidak ada perkiraan panggul sempit
3) Multipara dengan letak lintang dapat lebih dulu ditolong dengan cara-cara lain
b. Letak bokong
Sectio caesaria dianjurkan pada letak bokong bila ada:
1) Panggul sempit
2) Primigravida
3) Janin besar dan berharga
c. Presentasi dahi dan muka (letak defleksi) bila reposisi dan cara-cara lain tidak
berhasil
d. Presentasi rangkap, bila reposisi tidak berhasil
e. Gemelli, menurut Eastman Sectio caesaria dianjurkan:
1) Bila janin pertama letak lintang atau presentasi bahu (shoulder presentation)
2) Bila terjadi interlock (locking of the twins)
3) Distosia oleh karena tumor
4) Gawat janin, dan sebagainya
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemantauan janin terhadap kesehatan janin
2. Pemantauan EKG
3. JDL dengan diferensial
4. Elektrolit
5. Hemoglobin/Hematokrit
6. Golongan darah
7. Urinalisis
8. Amniosentesis terhadap maturitas paru janin sesuai indikasi
9. Pemeriksaan sinar x sesuai indikasi.
10. Ultrasound sesuai pesanan
(Tucker, Susan Martin, 1998)
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Pemberian cairan
Karena 6 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian cairan
perintavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi
hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa
diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL secara bergantian dan jumlah
tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi darah sesuai
kebutuhan.
2. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu dimulailah
pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman dengan jumlah yang
sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 8 jam pasca operasi, berupa air putih dan air
teh.
3. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
a. Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 8 jam setelah operasi
b. Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini
mungkin setelah sadar
c. Hari pertama post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan
diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
d. Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk
(semifowler)
e. Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar
duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri, dan pada
hari ke-3 pasca operasi.pasien bisa dipulangkan
4. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada penderita,
menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24
- 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.
5. Pemberian obat-obatan
a. Antibiotik
Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda setiap institusi
b. Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
1) Supositoria = ketopropen sup 2x/24 jam
2) Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
3) Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu
4) Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat diberikan
caboransia seperti neurobian I vit. C.
6. Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan berdarah harus
dibuka dan diganti.
7. Perawatan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan darah,
nadi,dan pernafasan.
H. KOMPLIKASI
1. Infeksi puerpuralis (nifas)
a. Ringan : Dengan kenaikan suhu beberapa hari saja
b. Sedang : Dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi, disertai dehidrasi atau perut
sedikit kembung
c. Berat : Dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik. Hal ini sering kita jumpai pada
partus terlantar dimana sebelumnya telah terjadi infeksi intrapartal karena ketuban
yang telah pecah terlalu lama.
2. Perdarahan, disebabkan karena
a. Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka
b. Atonia uteri
c. Perdarahan pada placenta bed
3. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila reperitonialisasi terlalu
tinggi.
4. Kemungkinan rupture uteri spontan pada kehamilan mendatang.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Observasi :
• Monitor tanda dan gejala
infeksi
2 Resiko infeksi Setelah dilakukan local dan sistemik
berhubungan efek tindakan keperawatan Terapeutik :
tindakan invasif 2x 24 jam diharapkan •Batasi jumlah pengunjung
dibuktikan dengan Tingkat infeksi • Berikan perawatan luka pada
adanya luka daerah menurun. area insisi
operasi didaerah perut Kriteria Hasil : • Cuci tangan sebelum dan
Tidak sesudah kontak dengan pasien
tampak adanya dan
lingkungan pasien
tanda infeksi • Pertahankan teknik aseptic
pada setiap tindakan
Edukasi :
• Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
• Ajarkan cuci tangan dengan
benar
• Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
• Anjurkan meningkatkan
asupan
cairan
Kolaborasi :
• Kolaborasi pemberian
antibiotik
Observasi :
• Identifikasi defisit tingkat
aktivitas
Monitor respon emosional,
fisik, sosial terhadap aktivitas
Terapeutik :
3 Intoleransi aktivitas • Lakukan pengendalian nyeri
berhubungan dengan Setelah dilakukan sebelum
immobilitas dibuktikan tindakan memulai latihan
dengan klien merasa keperawatan 2x24 jam • Berikan posisi tubuh optimal
lemah. diharapkan untuk
Toleransi aktivitas gerakan sendimpasif atau aktif
meningkat dengan • Fasilitasi menyusun jadwal
Kriteria Hasil : latihan
• Kemudahan dalam rentang gerak aktif atau pasif
melakukan • Berikan penguatan positif
aktivitas sehari-hari untuk
meningkat
• Kecepatan berjalan melakukan latihan bersama
meningkat Edukasi :
• Jarak berjalan • Jelaskan kepada pasien atau
meningkat keluarga tujuan dan
• Perasaan lemah rencanakan latihan
menurun bersama
• Anjurkan pasien duduk
ditempat
tidur, disisi tempat tidur
(menjuntai) atau di kursi
• Anjurkan melakukan latihan
rentang gerak pasif dan
aktif secara
sistematis
Observasi :
•Monitor tingkat kemandirian
• Identifikasi kebutuhan alat
bantu dalam melakukan
kebersihan diri,berpakaian,
berhias, dan makan.
Terapeutik :
• Dampingi dalam melakukan
perawatan diri
• Fasilitasi kemandirian klien
4 Defisit perawatan diri • Jadwalkan rutinitas
berhubungan dengan Setelah dilakukan perawatan diri
kelemahan fisik tindakan keperawatan Edukasi :
dibuktikan dengan tidak 2x24 jam diharapkan • Anjurkan melakukan
mampumandi/berpakaian Perawatan diri perawatan diri
secara mandiri. meningkat. secara konsisten sesuai
Kriteria Hasil : kemampuan
• Kemampuan mandi • Anjurkan ke toilet secara
meningkat mandiri
Observasi :
• Identifikasi adanya nyeri atau
keluhan fisik lainnya
• Identifikasi toleransi fisik
melakukan pergerakan
Terapeutik :
• Fasilitas aktivitas mobilisasi
dengan
alat bantu
• Libatkan keluarga untuk
membantu
pasien dalam meningkatkan
pergerakan
5 Gangguan mobilitas fisik Edukasi :
berhubungan dengan Setelah dilakukan • Jelaskan tujuan dan prosedur
efek agen farmakologis tindakan mobilisasi
(anestesi) dibuktikan keperawatan 2x24 jam • Anjurkan mobilisasi dini
dengan fisik lemah. diharapkan •Ajarkan mobilisasi sederhana
Mobilitas fisik yang harus dilakukan (mis.
meningkat. duduk di
Kriteria Hasil : tempat tidur, pindah dari
• Nyeri menurun tempat tidur ke kursi
•Kelemahan fisik
menurun
•Kekuatan otot
meningkat
DAFTAR PUSTAKA
Caraspot. 2010. Proses Keperawatan NANDA, NOC & NIC. Yogyakarta: mocaMedia
Dewi, Yusmiati. 2007. Operasi Caesar Pengantar dari A Sampai Z. Jakarta : Edsa Mahkota.
Mansjoer, A. 2002. Asuhan Keperawatn Maternitas. Jakarta : Salemba Medika
Manuaba, I.B. 2002. Operasi Kebidanan Kandungan Dan Keluarga Berencana Untuk
Dokter Umum. Jakarta : EGC
Mochtar, Prof. Dr. Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri. Jakarta: EGC.
Muchtar. 2005. Obstetri patologi, Cetakan I. Jakarta : EGC
Nugroho, Taufan. 2011. Asuhan Keperawatan Maternitas, Anak, Bedah, dan Penyakit
Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika.
Prawirohardjo, Sarwono. 2000. Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.
PPNI (2018) Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Defenisi dan Kriteria Hasil
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika
Sarwono Prawiroharjo. 2009. Ilmu Kebidanan, Edisi 4 Cetakan II. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka
Tucker, Susan Martin .1998. Standart Perawatan Pasien, Proses Keperawatan Diagnosa dan
Evaluasi. Volume 3, Edisi 5. Jakarta: EGC.