Anda di halaman 1dari 49

Materi Kuliah:

Hukum dan Kebijakan Lingkungan

MEMAHAMI
UU NOMOR 32 TAHUN 2009
TENTANG
PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP
Materi Kuliah: Hukum dan Kebijakan Lingkungan

1. Apakah yang dimaksud dengan lingkungan hidup?


 Pengertian lingkungan hidup berdasarkan UU Nomor 32 Tahun 2009
Pasal 1 angka 1 adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya,
keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang
mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan
kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.

2. Apa yang dimaksud dengan “ruang” tersebut dan bagaimana


perbedaan pengertian ruang tersebut dengan pengertian ruang yang
diatur dalam UU Tata Ruang dan UU Agraria?
 Pengertian ruang berdasarkan UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang Pasal 1 angka 1 ditegaskan:“Ruang adalah wadah yang
meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di
dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan
makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara
kelangsungan hidupnya.”Pengertian atau rumusan ini menunjukkan
bahwa “ruang” itu sebagai wadah memiliki arti yang luas, yang
mencakup tiga dimensi, yakni: darat, laut dan udara yang disoroti baik
secara horizontal maupun vertikal.1

“Ruang” dalam konteks tata ruang dan penataan ruang dapat dipahami
sebagai wadah, konsep, dan pengertian.2 Ruang sebagai wadah, yang
juga dikenal dengan ruimte (Belanda), space (Inggris), dan spatium
(Latin) mula-mula diartikan sebagai datar (planum-planologi) yang
dalam perkembangannya kemudian mempunyai dimensi tiga dan berarti
tempat tinggal (dwelling house) yang harus ditata sebaik-baiknya demi
kebahagiaan, kesejahtaraan, dan kelestarian umat manusia.3

Ruang sebagai wadah merupakan tempat manusia melakukan


aktivitasnya, sehingga pemanfaatan jalan harus didasarkan kepada daya
dukung dan daya tampung ruang. Apabila pemanfaatannya melebihi
daya tampung dan daya dukung ruang, akibatnya timbul konflik,
menurunnya tingkat layanan ruang, melahirkan ketidanyamanan yang
menimbulkan berbagai ekses negatif. Oleh karena itu ruang diperlukan
penyelenggaraan penataannya secara efektif, efisien, transparan,
berwawasan lingkungan, dan partisipatif agar terwujud ruang yang
aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan, melalui sistem penataan
ruang terpadu4 sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 5: “Penataan
ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.”

Ruang sebagai pengertian (conseptio) terdiri dari unsur: bumi, air, dan
udara, mempunyai tiga dimensi.5

@Eko Nurmardiansyah, ITENAS, 22 November 2019

1
Materi Kuliah: Hukum dan Kebijakan Lingkungan

 Sedangkan UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-


pokok Agraria Pasal 1 ayat (1) menyatakan bahwa seluruh wilayah
Indonesia adalah kesatuan tanah-air dari seluruh rakyat Indonesia yang
bersatu sebagai bangsa Indonesia. Pasal 1 ayat (2) menyatakan bahwa
seluruh bumi, air dan ruang, termasuk kekayaan alam yang terkandung
didalamnya dalam wilayah Republik Indonesia, sebagai karunia Tuhan
Yang Maha Esa adalah bumi, air dan ruang angkasa bangsa Indonesia
dan merupakan kekayaan nasional. Dan Pasal 1 ayat (3) menyatakan
bahwa Hubungan antara bangsa Indonesia dan bumi, air serta ruang
angkasa adalah hubungan yang bersifat abadi.

Berdasarkan uraian di atas bahwa “ruang” menurut bidang lingkungan


hidup dilihat kelayakan untuk ditempati, menurut bidang tata ruang dilihat
dalam peruntukannya serta menurut bidang agraria sebagai hubunga hukum.
Guna memperjelas uraian mengenai pengertian ruang menurut UU PPLH,
UU Penataan Ruang dan UU Agraria, dan untuk lebih memudahkan
pembacaan dapat dilihat Gambar 1.

LINGKUNGAN HIDUP Kesatuan ruang


Ruang Sumber Daya Alam

a. darat;
b. air; dan
Wadah/
c. udara
tempat
d. di bawah perut bumi.

Kelayakan untuk
Lingkungan Hidup
ditempati
Manusia & Makhluk Hidup

Ruang Peruntukan
Kegiatan/perilaku

Agraria Hubungan Hukum

Keberlanjutan

Kesejahteraan

Gambar 1. Pengertian ruang menurut UU PPLH, UU Penataan Ruang dan UU Agraria.

3. Apakah yang dimaksud dengan perlindungan dan pengelolaan


lingkungan hidup?
 Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya
sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi
lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan,
pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum.
 Penambahan istilah “Perlindungan” dalam UU Nomor 32 Tahun 2009
didasarkan pada pandangan anggota Panja DPR RI dengan rasionalisasi
agar lebih memberikan makna tentang pentingnya lingkungan hidup
untuk memperoleh perlindungan, yang sebenarnya pengelolaan
lingkungan hidup merupakan konsep yang di dalamnya telah
mengandung unsur perlindungan lingkungan hidup di samping

@Eko Nurmardiansyah, ITENAS, 22 November 2019

2
Materi Kuliah: Hukum dan Kebijakan Lingkungan

pemanfaatan lingkungan hidup. Namun anggota Panja DPR RI


bersikeras dengan menyatakan: “RUU PLH sebaiknya juga
menekankan aspek perlindungan mengingat kondisi degradasi
lingkungan hidup yang semakin meningkat, maka diusulkan untuk
menambahkan istilah “perlindungan’ pada judul RUU PLH menjadi
RUU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) dan
memperkuat ketentuan-ketentuan yang berorientasi pada perlindungan,
bukan hanya pengelolaan.”6

4. Apa ruang lingkup perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup?


 Ruang lingkup perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup meliputi:
a. perencanaan;
b. pemanfaatan;
c. pengendalian;
d. pemeliharaan;
e. pengawasan; dan
f. penegakan hukum.
 Guna memperjelas uraian mengenai ruang lingkup perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup, dan untuk lebih memudahkan
pembacaan dapat dilihat Gambar 2.

PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

Inventarisasi a. keberlanjutan proses dan fungsi lingkungan hidup;


b. keberlanjutan produktivitas lingkungan hidup; dan
Penetapan wilayah c. keselamatan, mutu hidup, dan kesejahteraan masyarakat.
Perencanaan
ekoregion
a. KLHS;
Penyusunan RPPLH b. tata ruang;
c. baku mutu lingkungan hidup;
d. kriteria baku kerusakan lingkungan hidup;
Pemanfaatan Berdasarkan RPPLH
e. amdal;
f. UKL-UPL;
Daya dukung dan daya g. perizinan;
tampung h. instrumen ekonomi lingkungan hidup;
i. peraturan perundang-undangan berbasis lingkungan hidup;
Pencegahan j. anggaran berbasis lingkungan hidup;
k. analisis risiko lingkungan hidup;
l. audit lingkungan hidup; dan
m. instrumen lain sesuai dengan kebutuhan dan/atau perkembangan
Pengendalian Penanggulangan ilmu pengetahuan.

a. pemberian informasi peringatan pencemaran dan/atau kerusakan


Pemulihan lingkungan hidup;
b. pengisolasian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
hidup; dan
Konservasi SDA c. penghentian sumber pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
hidup;
Pemeliharaan Pencadangan SDA d. cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi.
Pelestarian fungsi
atmosfir a. Penghentian sumber pencemaran dan pembersihan unsur
Pengawasan pencemar;
b. Remediasi; dan
Administratif
c. rehabilitasi;
Penegakan d. Restorasi; dan/atau
Perdata
Hukum e. Cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan
Pidana dan teknologi.

Gambar 2. Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

@Eko Nurmardiansyah, ITENAS, 22 November 2019

3
Materi Kuliah: Hukum dan Kebijakan Lingkungan

5. PERENCANAAN PPLH
5.1. Bagaimana perencanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup dilaksanakan?
 Perencanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
dilaksanakan melalui tahapan:
a. inventarisasi lingkungan hidup;
b. penetapan wilayah ekoregion; dan
c. penyusunan RPPLH.
 Guna memperjelas uraian mengenai Tahapan Pelaksanaan Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan untuk lebih memudahkan
pembacaan dapat dilihat Gambar 3.

Gambar 3. Tahapan Pelaksanaan Perencanaan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan


Hidup.

5.2. Apakah yang dimaksud dengan Inventarisasi Lingkungan Hidup?


5.3. Meliputi apa saja inventarisasi lingkungan hidup?
 Inventarisasi lingkungan hidup terdiri atas inventarisasi lingkungan
hidup:
a. tingkat nasional;
b. tingkat pulau/kepulauan; dan
c. tingkat wilayah ekoregion.
5.4. Untuk apakah inventarisasi lingkungan hidup dilaksanakan?
 Inventarisasi lingkungan hidup dilaksanakan untuk memperoleh data
dan informasi mengenai sumber daya alam yang meliputi:
a. potensi dan ketersediaan;

@Eko Nurmardiansyah, ITENAS, 22 November 2019

4
Materi Kuliah: Hukum dan Kebijakan Lingkungan

b. jenis yang dimanfaatkan;


c. bentuk penguasaan;
d. pengetahuan pengelolaan;
e. bentuk kerusakan; dan
f. konflik dan penyebab konflik yang timbul akibat pengelolaan.
5.5. Apakah hubungan antara inventarisasi lingkungan hidup dengan
Penetapan Wilayah Ekoregion?
 Inventarisasi lingkungan hidup menjadi dasar dalam penetapan wilayah
ekoregion dan dilaksanakan oleh Menteri setelah berkoordinasi dengan
instansi terkait.
5.6. Apa yang perlu dipertimbangan dalam penetapan wilayah ekoregion?
 Penetapan wilayah ekoregion dilaksanakan dengan mempertimbangkan
kesamaan:
a. karakteristik bentang alam;
b. daerah aliran sungai;
c. iklim;
d. flora dan fauna;
e. sosial budaya;
f. ekonomi;
g. kelembagaan masyarakat; dan
h. hasil inventarisasi lingkungan hidup.
5.7. Apakah yang dimaksud dengan RPPLH?
 Rencana perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang
selanjutnya disingkat RPPLH adalah perencanaan tertulis yang memuat
potensi, masalah lingkungan hidup, serta upaya perlindungan dan
pengelolaannya dalam kurun waktu tertentu. (Pasal 1 angka 4 UU
Nomor 32 Tahun 2009).
5.8. RPPLH secara hierarkhi terdiri atas apa sajakah?
 RPPLH terdiri atas:
a. RPPLH nasional;
b. RPPLH provinsi; dan
c. RPPLH kabupaten/kota.
5.9. Bagaimanakah RPPLH Nasional disusun?
 RPPLH nasional disusun berdasarkan inventarisasi nasional.
5.10. Bagaimanakah RPPLH provinsi disusun?
 RPPLH provinsi disusun berdasarkan:
a. RPPLH nasional;
b. inventarisasi tingkat pulau/kepulauan; dan
c. inventarisasi tingkat ekoregion.
5.11. Bagaimanakah RPPLH kabupaten/kota disusun?
 RPPLH kabupaten/kota disusun berdasarkan:
a. RPPLH provinsi;
b. inventarisasi tingkat pulau/kepulauan; dan
c. inventarisasi tingkat ekoregion.
5.12. Siapakah yang menyusun RPPLH?

@Eko Nurmardiansyah, ITENAS, 22 November 2019

5
Materi Kuliah: Hukum dan Kebijakan Lingkungan

 RPPLH disusun oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai


dengan kewenangannya.
5.13. Melalui apakah RPPLH diatur?
 RPPLH diatur dengan:
a. peraturan pemerintah untuk RPPLH nasional;
b. peraturan daerah provinsi untuk RPPLH provinsi; dan
c. peraturan daerah kabupaten/kota untuk RPPLH kabupaten/kota.
 Guna memperjelas uraian mengenai Kewenangan Penyusunan RPPLH
dan Produk Pengaturan RPPLH, dan untuk lebih memudahkan
pembacaan dapat dilihat Gambar 4.

Gambar 4. Kewenangan Penyusunan RPPLH dan Produk Pengaturan RPPLH.

5.14. Apakah yang perlu diperhatikan dalam penyusunan RPPLH?


 Penyusunan RPPLH memperhatikan:
a. keragaman karakter dan fungsi ekologis;
b. sebaran penduduk;
c. sebaran potensi sumber daya alam;
d. kearifan lokal;
e. aspirasi masyarakat; dan
f. perubahan iklim.
5.15. Apa materi muatan dari RPPLH?
 RPPLH memuat rencana tentang:
a. pemanfaatan dan/atau pencadangan sumber daya alam;

@Eko Nurmardiansyah, ITENAS, 22 November 2019

6
Materi Kuliah: Hukum dan Kebijakan Lingkungan

b. pemeliharaan dan perlindungan kualitas dan/atau fungsi lingkungan


hidup;
c. pengendalian, pemantauan, serta pendayagunaan dan pelestarian
sumber daya alam; dan
d. adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim.
5.16. Bagaimana keterkaitan RPPLH dengan RPJP dan RPJM?
 RPPLH menjadi dasar penyusunan dan dimuat dalam rencana
pembangunan jangka panjang dan rencana pembangunan jangka
menengah.
 Guna memperjelas uraian mengenai posisi RPPLH dalam Sistem
Perencanaan Nasional terutama dalam rencana pembangunan jangka
panjang dan rencana pembangunan jangka menengah, dan untuk lebih
memudahkan pembacaan dapat dilihat Gambar 5.

Gambar 5. Posisi RPPLH Dalam Sistem Perencanaan Nasional. 7

6. PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM


6.1. Bagaimana pemanfaatan sumber daya alam dilakukan?
 Pemanfaatan sumber daya alam dilakukan berdasarkan RPPLH.
6.2. Bagaimana pemanfaatan SDA dilaksanakan dalam hal RPPLH belum
tersusun?
 Dalam hal RPPLH belum tersusun, pemanfaatan sumber daya alam
dilaksanakan berdasarkan daya dukung dan daya tampung lingkungan
hidup dengan memperhatikan:
a. keberlanjutan proses dan fungsi lingkungan hidup;
b. keberlanjutan produktivitas lingkungan hidup; dan

@Eko Nurmardiansyah, ITENAS, 22 November 2019

7
Materi Kuliah: Hukum dan Kebijakan Lingkungan

c. keselamatan, mutu hidup, dan kesejahteraan masyarakat.

7. PENGENDALIAN PENCEMARAN dan/atau KERUSAKAN LH


7.1. Bagaimana pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
hidup dilaksanakan?
 Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup
dilaksanakan dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup.
7.2. Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan meliputi
tindakan apa saja?
 Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup
meliputi:
a. pencegahan;
b. penanggulangan; dan
c. pemulihan.

8. Apa saja instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan


lingkungan hidup?
 Instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
hidup terdiri atas:
a. KLHS;
b. tata ruang;
c. baku mutu lingkungan hidup;
d. kriteria baku kerusakan lingkungan hidup;
e. amdal;
f. UKL-UPL;
g. perizinan;
h. instrumen ekonomi lingkungan hidup;
i. peraturan perundang-undangan berbasis lingkungan hidup;
j. anggaran berbasis lingkungan hidup;
k. analisis risiko lingkungan hidup;
l. audit lingkungan hidup; dan
m. instrumen lain sesuai dengan kebutuhan dan/atau perkembangan
ilmu pengetahuan.

9. KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS)


9.1. Apa yang dimaksud dengan Kajian Lingkungan Hidup Strategis
(KLHS)?
 Kajian lingkungan hidup strategis berdasarkan Pasal 1 angka 10 UU 32
Tahun 2009 adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh, dan
partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan
berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan
suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program.

Dari pengertian di atas dapat diuraikan bahwa KLHS:


1. Rangkaian kegiatan yang meliputi administrasi, yuridis, dan teknis
dalam upaya pencegahan dan perlindungan LH;

@Eko Nurmardiansyah, ITENAS, 22 November 2019

8
Materi Kuliah: Hukum dan Kebijakan Lingkungan

2. Melakukan analisis yang sistematis dan menyeluruh (metodologis:


reliable, valid, verifikatif);
3. Partisipatif: pelibatan masyarakat dan pemangku kepentingan:
prosedur yang terbuka (Pasal 18 ayat 1);
4. Memastikan: menjadi dasar dan terintegrasi yang dapat dikenali
(pengenal) dan dapat dibedakan (pembeda) yang dituangkan dalam
dokumen hukum;
5. KRP (kegiatan, rencana dan program) meliputi: rencana
pembangunan (RPJP, RPJM, RPJPD dan RPJMD, rencana tata
ruang, dan KRP lainnya.

Secara prinsip sebenarnya KLHS adalah suatu self assessment untuk


melihat sejauh mana Kebijakan, Rencana dan/atau Program (KRP) yang
diusulkan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah telah
mempertimbangkan prinsip pembangunan berkelanjutan, baik untuk
kepentingan ekonomi, dan sosial, selain lingkungan hidup. Dengan
KLHS ini pula diharapkan KRP yang dihasilkan dan ditetapkan oleh
Pemerintah dan pemerintah daerah menjadi lebih baik.

9.2. Siapakah yang wajib membuat KLHS?


Pemerintah dan pemerintah daerah wajib membuat KLHS untuk
memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar
dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan,
rencana, dan/atau program.

9.3. Dalam hal apakah Pemerintah dan pemerintah daerah wajib


melaksanakan KLHS?
Pemerintah dan pemerintah daerah wajib melaksanakan KLHS ke dalam
penyusunan atau evaluasi:
a. rencana tata ruang wilayah (RTRW) beserta rencana rincinya, rencana
pembangunan jangka panjang (RPJP), dan rencana pembangunan
jangka menengah (RPJM) nasional, provinsi, dan kabupaten/kota; dan
b. kebijakan, rencana, dan/atau program yang berpotensi menimbulkan
dampak dan/atau risiko lingkungan hidup.

KLHS dilakukan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah dalam


merumuskan RPJP, RPJM, dan RTRW serta KRP yang berpotensi
menimbulkan dampak dan/atau resiko lingkungan hidup. Pada prinsipnya
KLHS adalah suatu self assessment untuk melihat sejauh mana KRP yang
diusulkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah telah mempertimbangkan
prinsip pembangunan berkelanjutan.

Untuk menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup dan keselamatan


masyarakat, setiap perencanaan tata ruang wilayah wajib didasarkan pada
KLHS.

@Eko Nurmardiansyah, ITENAS, 22 November 2019

9
Materi Kuliah: Hukum dan Kebijakan Lingkungan

9.4. Apa manfaat melakukan KLHS?


KLHS merupakan salah satu instrumen pengelolaan lingkungan hidup yang
diterapkan pada tingkat/tataran hulu. Dengan dilakukannya KLHS pada
tataran hulu KRP maka potensi dihasilkannya KRP yang tidak sejalan
dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan yang pada akhirnya
berimplikasi pada terjadinya kerusakan lingkungan hidup dapat diantisipasi
sejak dini. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa manfat yang diperoleh
dengan melakukan KLHS adalah dihasilkannya KRP yang lebih baik dan
sejalan dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan.

Gambar 6. Mekanisme Pelaksanaan KLHS.

9.5. Bagaimana melaksanakan KLHS?


KLHS dilaksanakan dengan mekanisme:
a. pengkajian pengaruh kebijakan, rencana, dan/atau program terhadap
kondisi lingkungan hidup di suatu wilayah;
b. perumusan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana, dan/atau
program; dan
c. rekomendasi perbaikan untuk pengambilan keputusan kebijakan,
rencana, dan/atau program yang mengintegrasikan prinsip
pembangunan berkelanjutan.

Guna memperjelas uraian mengenai mekanisme KLHS dilaksanakan, dan


untuk lebih memudahkan pembacaan dapat dilihat Gambar 6.

9.6. Apa materi muatan dariKLHS?

@Eko Nurmardiansyah, ITENAS, 22 November 2019

10
Materi Kuliah: Hukum dan Kebijakan Lingkungan

Berdasarkan Pasal 16 UU Nomor 32 Tahun bahwa KLHS


memuatkajian antara lain:
a. kapasitas daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup untuk
pembangunan;
b. perkiraan mengenai dampak dan risiko lingkungan hidup;
c. kinerja layanan/jasa ekosistem;
d. efisiensi pemanfaatan sumber daya alam;
e. tingkat kerentanan dan kapasitas adaptasi terhadap perubahan iklim; dan
f. tingkat ketahanan dan potensi keanekaragaman hayati.

Gambar 7. Hubungan antara Proses Pembuatan KRP, Pelaksanaan Proses KLHS dan
Penjaminan Kualitas KLHS.

9.7. Hasil KLHS menjadi dasar bagi kebijakan, rencana, dan/atau program
pembangunan dalam suatu wilayah.
KLHS diperlukan sebagai sebuah instrument/tools dala rangka self
assessment untuk melihat sejauh mana KRP yang diusulkan oleh
Pemerintah dan/atau pemerintah daerah telah mempertimbangkan prinsip
pembangunan berkelanjutan.

Guna memperjelas uraian mengenai hubungan antara proses pembuatan


KRP, pelaksanaan proses KLHS, dan penjaminan kualitas KLHS, dan untuk
lebih memudahkan pembacaan dapat dilihat Gambar 7.

9.8. Apakah implikasi hukum dalam hal hasil KLHS menyatakan bahwa
daya dukung dan daya tampung sudah terlampaui,

@Eko Nurmardiansyah, ITENAS, 22 November 2019

11
Materi Kuliah: Hukum dan Kebijakan Lingkungan

Dalam hal hasil KLHS menyatakan bahwa daya dukung dan daya tampung
sudah terlampaui,
a. KRP pembangunan wajib diperbaiki sesuai dengan rekomendasi
KLHS; dan
b. segala usaha dan/atau kegiatan yang telah melampaui daya dukung dan
daya tampung lingkungan hidup tidak diperbolehkanlagi.

Gambar 8. Perbedaan AMDAL dengan KLHS. 8

9.9. Apa perbedaan KLHS dengan AMDAL?


KLHS merupakan instrumen yang digunakan untuk menyempurnakan KRP
dan menjamin tercapainya pengarusutamaan hasil pembangunan
berkelanjutan KRP merupakan acuan dalam menentukan opsi-opsi kegiatan
yang dapat dilakukan dan menjadi rambu-rambu terhadap usulan suatu
rencana usaha dan/atau kegiatan untuk dapat dilakukan. Sedangkan
AMDAL adalah instrumen yang digunakan untuk memastikan kelayakan
suatu rencana usaha dan/atau kegiatan riil yang diusulkan. Dengan kata lain
KLHS diterapkan pada ranah/tataran strategis pembangunan, sementara
AMDAL pada ranah/tataran operasional pembangunan.

@Eko Nurmardiansyah, ITENAS, 22 November 2019

12
Materi Kuliah: Hukum dan Kebijakan Lingkungan

Guna memperjelas uraian mengenai perbedaan KLHS dengan AMDAL,


dan untuk lebih memudahkan pembacaan dapat dilihat Gambar 8.

9.10. Bagaimana posisi KLHS dalam rentang perencanaan?


Posisi KLHS dalam rentang perencanaan

Gambar 9. Perbedaan Posisi Penerapan KLHS dan AMDAL.9

Guna memperjelas uraian mengenai posisi KLHS dalam rentang


perencanaan, dan untuk lebih memudahkan pembacaan dapat dilihat
Gambar 9.

Gambar 10. AMDAL – Good Design.10

@Eko Nurmardiansyah, ITENAS, 22 November 2019

13
Materi Kuliah: Hukum dan Kebijakan Lingkungan

Gambar 11. KLHS – Good Strategy.11

10. TATA RUANG


10.1. Apakah alasan menjadikan Tata Ruang sebagai salah satu bagian dari
instrumen pencegahan pencemaran dan perusakan lingkungan hidup?
 Tata ruang sebagai salah satu instrumen yuridis dalam PPLH yang pada
intinya untuk mencegah pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup
guna menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup dan kemaslahatan
masyarakat sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 14 dan Pasal 19 UU
Nomor 32 Tahun 2009, artinya, UU Nomor 32 Tahun 2009 juga
mengisyaratkan pentingnya penataan ruang sebagai bagian dari upaya
mewujudkan tujuan PPLH.
10.2. Apa alasan pengintegrasian tata ruang ke dalam perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup?
 Pengintegrasian UU No. 32 Tahun 2009 dengan UU No. 26 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang (UU Penataan Ruang) memangmenghendaki
sejak penyusunan Naskah Akademis UU No. 32 Tahun 2009. Salah satu
pertimbangan mengapa UU No. 32 Tahun 2009 adalah fakta yuridis
tentang lemahnya padu serasi antara UU sebelumnya, yaitu UU No. 32
Tahun 1997 dengan UU Penataan Ruang. Berikut ini identifikasi
masalah terkait dengan UU Penataan Ruang.
a. UU Penataan Ruang membagi daerah berdasarkan wilayah
administrasi pemerintahan bukan berdasarkan wilayah ekosistem.
UU No. 23/1997 mengatur mengenai fungsi-fungsi leingkungan
hidup tetapi sulit diterjemahkan ke dalam kebijakan dan pelaksanaan
tata ruang. Dalam UU Penataan Ruang dinyatakan bahwa
penyusunan rencana tata ruang wilayah nasional harus
memperhatikan, antara lain daya dukung dan daya tampung
lingkungan hidup (Pasal 19 huruf (e) UU Penataan Ruang). Namun
dalam UU 32/1997 hanya iatur ketentuan yang mewajibkan
pemerintah untuk mengembangkan dan menerapkan kebijaksanaan

@Eko Nurmardiansyah, ITENAS, 22 November 2019

14
Materi Kuliah: Hukum dan Kebijakan Lingkungan

nasional yang menjamin terpeliharanya daya dukung dan daya


tampung LH (Pasal 10 huruf d UUPPLH). Ketentuan pasal 19 huruf
(e) UU Penataan Ruang tersebut perlu dikaitkan secara tegas berupa
kewajiban penetapan daya dukung dan daya tampung nasional
sebagai dasar penetapan rencana tata ruang dan kebijakan lainnya.
b. Lemahnya pengaturan tentang koordinasi antara instansi yang
mengelola penataan ruang dengan lingkungan mengakibatkan
lemahnya internalisasi prinsip pengakuan pengakuan daya dukung
dan daya tampung lingkungan dalam pengambilan kebijakan dan
pelaksanaan penataan ruang. Kewenangan institusi engelolaan
lingkungan hidup yang belum menjangkau kepada proses penetapan
kebijakan penataan ruang dan pelaksanaannya mengakibatkan
lemahnya pula pengawasan penataan lingkungan dalam konteks
penataan ruang.
c. Dalam UU Penataan Ruang dinyatakan bahwa penyusunan rencana
tata ruang wilayah nasional harus memperhatikan salah satunya
adalah daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup (Pasal 19
huruf (e) UU Penataan Ruang). Artinya, salah satu pelanggaran tata
ruang dapat diakibatkan oleh pengabaian aspek lingkungan baik
pada tahap pengambilan kebijakan maupun pelaksanaannya. UU
Penataan Ruang mengatur secara tersendiri tentang Penyidik
Pegawai Negeri Sipil. Dengan lemahnya koordinasi yang selama ini
ada, keberadaan PPNS Penataan Ruang berpotensi berbenturan
dengan PPNS Lingkungan Hidup. Untuk itu perlu diatur mekanisme
koordinasi antar kewenangan kedua PPNS tersebut. Idealnya PPNS
Penataan Ruang sebaiknya digabng ke PPNS Lingkungan Hidup
mengingat bahwa pertimbangan lingkungan merupakan kewajiban
yang harus diperhatikan dalam penetapan kebijakan pelaksanaan
penataan ruang.

10.3. Apa alasan praktis pengintegrasian tata ruang ke dalam perlindungan


dan pengelolaan lingkungan hidup?
 UU No. 32 Tahun 2009 menjadikan tata ruang sebagai salah satu bagian
dari instrumen pencegahan pencemaran dan perusakan lingkungan
hidup. Meski demikian agar tidak menimbulkan tumpang tindih
pengaturan dengan rezim perundang-undangan penataan ruang,
UUPLH hanya mengatur mengenai keterkaiatan antara tata rang dengan
kegiatan KLHS. Sehingga maksud dari pencantuman tata ruang sebagai
instrumen pecegahan adalah untuk menegaskan bahwa kegiatan
perencanaan penataan ruang harus didasarkan pada KLHS. Rencana tata
ruang merupakan penjabaran spasial atas perencanaan pembangunan.
Oleh karena itu, rencana tata ruang tidak dapat dilepaskan dari
perencanaan pembangunan serta menjadi dasar bagi pemanfaatan ruang
melalui beberapa perizinan yang diberikan.
 Secara praktis, integrasi KLHS dalam perencanaan tata ruang dilakukan
dengan mengajukan “pertanyaan kunci” mengenai sejauh mana

@Eko Nurmardiansyah, ITENAS, 22 November 2019

15
Materi Kuliah: Hukum dan Kebijakan Lingkungan

kepentingan lingkungan hidup telah dipertimbangkan dalam


penyusunan renana tata ruang. Adapun kepentingan lingkungan hidup
yang dimaksud hendaknya mewakili tiga prinsip lingkunganhidup yang
merupakan kaidah-kaidah ekologi dan sosial ekonomi, yakni:
1. Prinsip pertimbangan keterkaitan/ketergantngan (interdependenci).
Prinsip ini engukur sejauhmana: (a) tingkat partisipasi pemangku
kepentingan (stakeholdes) dalam proses pengambilan keputusan
perencanaan tata ruang; (b) kesetaraan dalam proses pengambilan
keputusan antara pemangku kepentingan; (c) kejelasan tentang
mekanisme, prosedur, dan kewenangan dalam hubungan kerja antar
wilayah; (d) kejelasan digunakannya pendekatan ekosistem dalam
perencanaan penataan ruang; (e) keterkaitan RTRW Nasional,
Provinsi, dan Kabupaten/Kota, terutama antar kabupaten/kota dalam
satu ekosistem Daerah Aliran Sungai (DAS).
2. Prinsip pertimbangan kaidah-kaidah keberlanjutan (sustainability).
Prinsip ini untuk mengukur sejauhmana faktor-faktor penunjang
keberlanjutan, antara lain daya dukung dan daya tampung
lingkungan hidup serta faktor kemampuan sumber daya alam pulih
kembali (atau alih fungsi menjadi sumber daya produktif lainnya)
menjadi pertimbangan dalam perencanaan penataan ruang. Selain
faktor daya dukung, prinsip keberlanjutan juga menekankan
pentingnya prinsip kehati-hatian dalam alokasi dan pemanfaatan
ruang melalui pertimbangan implikasi dampaknya terhadap
ekosistem.
3. Prinsip pertimbangan keadilan sosial dan ekonomi dalam
emanfaatan sumber daya alam. Prinsip ini mencegah aktivitas
penataan ruang yang berakibat pada marjinalisasi dan kemiskinan
akibat ketidakadilan dalam akses, pemanfaatan, penguasaan, dan
pengendalian terhadap sumber daya alam. Pertimbangan ini juga
termasuk keadilan dalam akses infrastruktur dasar dan informasi
atas sumber daya.
 Ketiga prinsip tersebut merupakan indikator yang menunjukan seberapa
besar kepentingan lingkungan hidup telah terakomodir dalam proses
perencanaan penataan ruang. KLHS sebagai instrumen pencegahan
memastikan agar proses perencanaan penataan ruang serta dokumen
rencana tata ruang yang dihasilkan memperhatikan ketiga prinsip tersebut.

11. BAKU MUTU LINGKUNGAN HIDUP


11.1. Apakah yang dimaksud dengan Baku Mutu Lingkungan Hidup?
 Baku mutu lingkungan hidup adalah ukuran batas atau kadar makhluk
hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau
unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam suatu sumber
daya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup. (Pasal 1 angka 13 UU
32/2009).
11.2. Digunakan untuk apakah baku mutu lingkungan hidup?

@Eko Nurmardiansyah, ITENAS, 22 November 2019

16
Materi Kuliah: Hukum dan Kebijakan Lingkungan

 Penentuan terjadinya pencemaran lingkungan hidup diukur melalui


baku mutu lingkungan hidup.
11.3. Baku mutu lingkungan hidup meliputi apa saja?
 Baku mutu lingkungan hidup meliputi:
a. baku mutu air;
b. baku mutu air limbah;
c. baku mutu air laut;
d. baku mutu udara ambien;
e. baku mutu emisi;
f. baku mutu gangguan; dan
g. baku mutu lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
11.4. Persyaratan apa untuk dapat membuang limbah ke media lingkungan
hidup?
 Setiap orang diperbolehkan untuk membuang limbah ke media
lingkungan hidup dengan persyaratan:
a. memenuhi baku mutu lingkungan hidup; dan
b. mendapat izin dari Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai
dengan kewenangannya.

12. KRITERIA BAKU KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP


12.1. Apakah yang dimaksud dengan Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan
Hidup?
 Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup adalah ukuran batas
perubahan sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup yang
dapat ditenggang oleh lingkungan hidup untuk dapat tetap melestarikan
fungsinya. (Pasal 1 angka 15 UU Nomor 32 Tahun 2009).
12.2. Dalam hal apa kriteria baku kerusakan lingkungan hidup ditetapkan?
 Untuk menentukan terjadinya kerusakan lingkungan hidup,
ditetapkan kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.
12.3. Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup meliputi apa saja?
 Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup meliputi kriteria baku
kerusakan ekosistem dan kriteria baku kerusakan akibat perubahan
iklim.
12.4. Kriteria baku kerusakan ekosistem meliputi apa saja?
 Kriteria baku kerusakan ekosistem meliputi:
a. kriteria baku kerusakan tanah untuk produksi biomassa;
b. kriteria baku kerusakan terumbu karang;
c. kriteria baku kerusakan lingkungan hidup yang berkaitan dengan
kebakaran hutan dan/atau lahan;
d. kriteria baku kerusakan mangrove;
e. kriteria baku kerusakan padang lamun;
f. kriteria baku kerusakan gambut;
g. kriteria baku kerusakan karst; dan/atau

@Eko Nurmardiansyah, ITENAS, 22 November 2019

17
Materi Kuliah: Hukum dan Kebijakan Lingkungan

h.
kriteria baku kerusakan ekosistem lainnya sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
12.5. Kriteria baku kerusakan akibat perubahan iklim didasarkan pada
apa?
 Kriteria baku kerusakan akibat perubahan iklim didasarkan pada
paramater antara lain:
a. kenaikan temperatur;
b. kenaikan muka air laut;
c. badai; dan/atau
d. kekeringan.

13. ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN (AMDAL)


13.1. Apakah yang dimaksud dengan AMDAL?
 Analisis mengenai dampak lingkungan hidup, yang selanjutnya disebut
Amdal, adalah kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau
kegiatan yangdirencanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan
bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha
dan/atau kegiatan. (Pasal 1 angka 11 UU Nomor 32 Tahun 2009).
13.2. Siapakah yang wajib memilikiAMDAL?
 Setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap
lingkungan hidup wajib memiliki amdal.
13.3. Apakah yang dimaksud dengan dampak penting?
 Dampak penting ditentukan berdasarkan kriteria:
a. besarnya jumlah penduduk yang akan terkena dampak rencana
usaha dan/atau kegiatan;
b. luas wilayah penyebaran dampak;
c. intensitas dan lamanya dampak berlangsung;
d. banyaknya komponen lingkungan hidup lain yang akan terkena
dampak;
e. sifat kumulatif dampak;
f. berbalik atau tidak berbaliknya dampak; dan/atau
g. kriteria lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
13.4. Bagaimana kriteria usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting
yang wajib dilengkapi AMDAL?
 Kriteria usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting yang wajib
dilengkapi dengan amdal terdiri atas:
a. pengubahan bentuk lahan dan bentang alam;
b. eksploitasi sumber daya alam, baik yang terbarukan maupun yang
tidak terbarukan;
c. proses dan kegiatan yang secara potensial dapat menimbulkan
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup serta pemborosan
dan kemerosotan sumber daya alam dalam pemanfaatannya;
d. proses dan kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan
alam, lingkungan buatan, serta lingkungan sosial dan budaya;

@Eko Nurmardiansyah, ITENAS, 22 November 2019

18
Materi Kuliah: Hukum dan Kebijakan Lingkungan

e. proses dan kegiatan yang hasilnya akan mempengaruhi pelestarian


kawasan konservasi sumber daya alam dan/atau perlindungan cagar
budaya;
f. introduksi jenis tumbuh-tumbuhan, hewan, dan jasad renik;
g. pembuatan dan penggunaan bahan hayati dan nonhayati;
h. kegiatan yang mempunyai risiko tinggi dan/atau mempengaruhi
pertahanan negara; dan/atau
i. penerapan teknologi yang diperkirakan mempunyai potensi besar
untuk mempengaruhi lingkungan hidup.
13.5. Digunakan sebagai apakah dokumen AMDAL?
 Dokumen AMDAL merupakan dasar penetapan keputusan kelayakan
lingkungan hidup.
13.6. Memuat apa sajakah dokumen AMDAL?
 Dokumen amdal memuat:
a. pengkajian mengenai dampak rencana usaha dan/atau kegiatan;
b. evaluasi kegiatan di sekitar lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan;
c. saran masukan serta tanggapan masyarakat terhadap rencana usaha
dan/atau kegiatan;
d. prakiraan terhadap besaran dampak serta sifat penting dampak yang
terjadi jika rencana usaha dan/atau kegiatan tersebut dilaksanakan;
e. evaluasi secara holistik terhadap dampak yang terjadi untuk
menentukan kelayakan atau ketidaklayakan lingkungan hidup; dan
f. rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup.
13.7. Dengan melibatkan siapakan AMDAL disusun?
 Dokumen amdal disusun oleh pemrakarsa dengan melibatkan
masyarakat.
 Pelibatan masyarakat harus dilakukan berdasarkan prinsip pemberian
informasi yang transparan dan lengkap serta diberitahukan sebelum
kegiatan dilaksanakan.
 Masyarakat meliputi:
a. yang terkena dampak;
b. pemerhati lingkungan hidup; dan/atau
c. yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses amdal.
 Masyarakat dapat mengajukan keberatan terhadap dokumen amdal.
13.8. Pemrakarsa dalam menyusun dokumen AMDAl dapat meminta
bantuan siapakah?
 Dalam menyusun dokumen amdal, pemrakarsa dapat meminta bantuan
kepada pihak lain.
 Penyusun amdal wajib memiliki sertifikat kompetensi penyusun amdal.
 Kriteria untuk memperoleh sertifikat kompetensi penyusun amdal
meliputi:
a. penguasaan metodologi penyusunan amdal;
b. kemampuan melakukan pelingkupan, prakiraan, dan evaluasi
dampak serta pengambilan keputusan; dan

@Eko Nurmardiansyah, ITENAS, 22 November 2019

19
Materi Kuliah: Hukum dan Kebijakan Lingkungan

c. kemampuan menyusun rencana pengelolaan dan pemantauan


lingkungan hidup.
 Sertifikat kompetensi penyusun amdal diterbitkan oleh lembaga
sertifikasi kompetensi penyusun amdal yang ditetapkan oleh Menteri
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
13.9. Siapakah yang melakukan penilaian terhadap dokumen AMDAL?
 Dokumen amdal dinilai oleh Komisi Penilai Amdal yang dibentuk oleh
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
 Komisi Penilai Amdal wajib memiliki lisensi dari Menteri, gubernur,
atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
 Keanggotaan Komisi Penilai Amdal terdiri atas wakil dari unsur:
a. instansi lingkungan hidup;
b. instansi teknis terkait;
c. pakar di bidang pengetahuan yang terkait dengan jenis usaha
dan/atau kegiatan yang sedang dikaji;
d. pakar di bidang pengetahuan yang terkait dengan dampak yang
timbul dari suatu usaha dan/atau kegiatan yang sedang dikaji;
e. wakil dari masyarakat yang berpotensi terkena dampak; dan
f. organisasi lingkungan hidup.
 Dalam melaksanakan tugasnya, Komisi Penilai Amdal dibantu oleh tim
teknis yang terdiri atas pakar independen yang melakukan kajian teknis
dan sekretariat yang dibentuk untuk itu.
 Pakar independen dan sekretariat ditetapkan oleh Menteri, gubernur,
atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
 Berdasarkan hasil penilaian Komisi Penilai Amdal, Menteri, gubernur,
atau bupati/walikota menetapkan keputusan kelayakan atau
ketidaklayakan lingkungan hidup sesuai dengan kewenangannya.
13.10. Terhadap siapakah Pemerintah dan pemerintah daerah membantu
penyusunan AMDAL?
 Pemerintah dan pemerintah daerah membantu penyusunan amdal bagi
usaha dan/atau kegiatan golongan ekonomi lemah yang berdampak
penting terhadap lingkungan hidup. Bantuan penyusunan amdal tersebut
berupa fasilitasi, biaya, dan/atau penyusunan amdal.

14. UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAN UPAYA


PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP (UKL-UPL)
14.1. Apakah yang dimaksud dengan UKL-UPL?
 Upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan
lingkungan hidup, yang selanjutnya disebut UKL-UPL, adalah
pengelolaan dan pemantauan terhadap usaha dan/atau kegiatan yang
tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup yang diperlukan
bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha
dan/atau kegiatan. (Pasal 1 angka 12 UU 32/2009)
14.2. Siapakah yang wajib memiliki UKL-UPL?

@Eko Nurmardiansyah, ITENAS, 22 November 2019

20
Materi Kuliah: Hukum dan Kebijakan Lingkungan


Setiap usaha dan/atau kegiatan yang tidak termasuk dalam kriteria
wajib amdal wajibmemiliki UKL-UPL.
14.3. Siapakah yang menetapkan UKL-UPL?
 Gubernur atau bupati/walikota menetapkan jenis usaha dan/atau
kegiatan yang wajib dilengkapi dengan UKL-UPL.
14.4. Usaha dan/atau kegiatan yang tidak wajib UKL-UPL diwajibkan
melakukan apa?
 Usaha dan/atau kegiatan yang tidak wajib dilengkapi UKL-UPL
wajib membuat surat pernyataan kesanggupan pengelolaan dan
pemantauan lingkungan hidup.
14.5. Berdasarkan kriteria apa penetapan jenis usaha dan/atau
kegiatan?
 Penetapan jenis usaha dan/atau kegiatan dilakukan berdasarkan
kriteria:
a. tidak termasuk dalam kategori berdampak penting; dan
b. kegiatan usaha mikro dan kecil.

15. IZIN LINGKUNGAN


15.1. Apakah yang dimaksud dengan Izin Lingkungan?
 Izin lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang
melakukanusaha dan/atau kegiatan yang wajib amdal atau UKL-UPL
dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai
prasyarat untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan. (Pasal 1
angka 35 UU 32/2009)
15.2. Siapakah yang wajib memiliki izin lingkungan?
 Setiap usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki amdal atau
UKL-UPL wajib memiliki izin lingkungan.
15.3. Berdasarkan apa izin lingkungan diterbitkan?
 Izin lingkungan diterbitkan berdasarkan keputusan kelayakan
lingkungan hidup atau rekomendasi UKL-UPL.
15.4. Wajib mencantumkan persyaratan apa dalam izin lingkungan?
 Izin lingkungan wajib mencantumkan persyaratan yang dimuat
dalam keputusan kelayakan lingkungan hidup atau rekomendasi
UKL-UPL.
15.5. Siapakah yang wajib menerbitkan izin lingkungan?
 Izin lingkungan diterbitkan oleh Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
15.6. Dalam hal apa penerbit izin lingkungan (Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota) wajib menolak permohonan izin lingkungan?
 Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya
wajib menolak permohonan izin lingkungan apabila permohonan izin
tidak dilengkapi dengan amdal atau UKL-UPL.
15.7. Pada saat apa izin lingkungan dapat dibatalkan?
Izin lingkungan dapat dibatalkan apabila:

@Eko Nurmardiansyah, ITENAS, 22 November 2019

21
Materi Kuliah: Hukum dan Kebijakan Lingkungan

a. persyaratan yang diajukan dalam permohonan izin mengandung


cacat hukum, kekeliruan, penyalahgunaan, serta ketidakbenaran
dan/atau pemalsuan data, dokumen, dan/atau informasi;
b. penerbitannya tanpa memenuhi syarat sebagaimana tercantum
dalam keputusan komisi tentang kelayakan lingkungan hidup atau
rekomendasi UKL-UPL; atau
c. kewajiban yang ditetapkan dalam dokumen amdal atau UKL-UPL
tidak dilaksanakan oleh penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan.
15.8. Dalam hal apa penerbit izin lingkungan (Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota) wajib melakukan pengumuman dan dengan cara apa?
 Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya wajib mengumumkan setiap permohonan dan
keputusan izin lingkungan.
 Pengumuman dilakukan dengan cara yang mudah diketahui oleh
masyarakat.
15.9. Bagaimana keterkaitan izin lingkungan dengan izin usaha
dan/atau kegiatan?
 Izin lingkungan merupakan persyaratan untuk memperoleh izin
usaha dan/atau kegiatan.
 Dalam hal izin lingkungan dicabut, izin usaha dan/atau kegiatan
dibatalkan.
Guna memperjelas uraian mengenai keterkaitan izin lingkungan dengan izin
usaha dan/atau kegiatan, dan untuk lebih memudahkan pembacaan dapat
dilihat Gambar 12.

@Eko Nurmardiansyah, ITENAS, 22 November 2019

22
Materi Kuliah: Hukum dan Kebijakan Lingkungan

Gambar 12. Keterkaitan Izin Lingkungan dengan Izin Usaha dan/atau Kegiatan.

15.10. Dalam hal apa penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib
memperbaharui izin lingkungan?

Dalam hal usaha dan/atau kegiatan mengalami perubahan,
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib memperbarui
izin lingkungan.
15.11. Apakah yang dimaksud dengan kalimat “diintegrasikan ke dalam
izin lingkungan” sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 123 UU
32/2009?

Guna memperjelas uraian mengenai integrasi izin di bidang pengelolaan


lingkungan ke dalam izin lingkungan, dan untuk lebih memudahkan
pembacaan dapat dilihat Gambar 13.

Gambar 13. Integrasi Izin di Bidang Pengelolaan Lingkungan Hidup ke Dalam Izin
Lingkungan.

16. INSTRUMEN EKONOMI LINGKUNGAN HIDUP


16.1. Apakah yang dimaksud dengan Instrumen Ekonomi Lingkungan
Hidup?
 Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup adalah seperangkat kebijakan
ekonomi untuk mendorong Pemerintah, pemerintah daerah, atau setiap
orang ke arah pelestarian fungsi lingkungan hidup. (Pasal 1 angka 33
UU 32/2009).

@Eko Nurmardiansyah, ITENAS, 22 November 2019

23
Materi Kuliah: Hukum dan Kebijakan Lingkungan

16.2. Dalam rangka apa Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup


dikembangkan dan diterapkan serta meliputi apa saja?
 Dalam rangka melestarikan fungsi lingkungan hidup, Pemerintah dan
pemerintah daerah wajib mengembangkan dan menerapkan instrumen
ekonomi lingkungan hidup, Instrumen ekonomi lingkungan hidup
meliputi:
a. perencanaan pembangunan dan kegiatan ekonomi;
b. pendanaan lingkungan hidup; dan
c. insentif dan/atau disinsentif.

Guna memperjelas uraian mengenai instrumen ekonomi lingkungan


hidup, dan untuk lebih memudahkan pembacaan dapat dilihat Gambar 14.

PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

Perencanaan

Pemanfaatan

Pengendalian Pencegahan

Penanggulangan

Pemulihan
Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup

Pemeliharaan

Pengawasan

Penegakan Hukum Perencanaan Pembangunan Pendanaan Insentif dan/atau


dan Kegiatan Ekonomi Lingkungan Disinsentif

 neraca sumber daya alam dan lingkungan hidup;  jaminan pemulihan lingkungan hidup;  pengadaan barang dan jasa yang ramah lingkungan hidup;
 penyusunan produk domestik bruto dan produk domestik  dana penanggulangan pencemaran dan/atau  penerapan pajak, retribusi, dan subsidi lingkungan hidup;
regional bruto yang mencakup penyusutan sumber daya alam kerusakan dan pemulihan lingkungan hidup; dan  pengembangan sistem lembaga keuangan dan pasar modal
dan kerusakan lingkungan hidup;  dana amanah/bantuan untuk konservasi. yang ramah lingkungan hidup;
 mekanisme kompensasi/imbal jasa lingkungan hidup  pengembangan sistem perdagangan izin pembuangan limbah
antardaerah; dan dan/atau emisi;
 internalisasi biaya lingkungan hidup.  pengembangan sistem pembayaran jasa lingkungan hidup;
 pengembangan asuransi lingkungan hidup;
 pengembangan sistem label ramah lingkungan hidup; dan
 sistem penghargaan kinerja di bidang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup.

Gambar 14. Posisi Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup dalam Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup

16.3. Instrumen perencanaan pembangunan dan kegiatan ekonomi meliputi apa


saja?
 Instrumen perencanaan pembangunan dan kegiatan ekonomi meliputi:
a. neraca sumber daya alam dan lingkungan hidup;
b. penyusunan produk domestik bruto dan produk domestik regional
bruto yang mencakup penyusutan sumber daya alam dan kerusakan
lingkungan hidup;
c. mekanisme kompensasi/imbal jasa lingkungan hidup antardaerah;
dan
d. internalisasi biaya lingkungan hidup.
16.4. Instrumen pendanaan lingkungan hidup meliputi apa saja?

@Eko Nurmardiansyah, ITENAS, 22 November 2019

24
Materi Kuliah: Hukum dan Kebijakan Lingkungan

 Instrumen pendanaan lingkungan hidup meliputi:


a. dana jaminan pemulihan lingkungan hidup;
b. dana penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan dan
pemulihan lingkungan hidup; dan
c. dana amanah/bantuan untuk konservasi.

Guna memperjelas uraian mengenai pendanaan lingkungan, dan untuk


lebih memudahkan pembacaan dapat dilihat Gambar 15.

Gambar 15. Pendanaan Lingkungan.

16.5. Insentif dan/atau disinsentif antara lain diterapkan dalam bentuk apa
saja?
 Insentif dan/atau disinsentif antara lain diterapkan dalam bentuk:
a. pengadaan barang dan jasa yang ramah lingkungan hidup;
b. penerapan pajak, retribusi, dan subsidi lingkungan hidup;
c. pengembangan sistem lembaga keuangan dan pasar modal yang
ramah lingkungan hidup;
d. pengembangan sistem perdagangan izin pembuangan limbah
dan/atau emisi;
e. pengembangan sistem pembayaran jasa lingkungan hidup;
f. pengembangan asuransi lingkungan hidup;
g. pengembangan sistem label ramah lingkungan hidup; dan
h. sistem penghargaan kinerja di bidang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup.

@Eko Nurmardiansyah, ITENAS, 22 November 2019

25
Materi Kuliah: Hukum dan Kebijakan Lingkungan

Guna memperjelas uraian mengenai insentif dan/atau disinsentif, dan


untuk lebih memudahkan pembacaan dapat dilihat Gambar 16.

Gambar 16. Insentif dan/atau Disinsentif.

17. Apakah yang dimaksud dengan Konstitusi Hijau (Green


Constitution),Peraturan Perundang-undangan Berbasis Lingkungan
Hidup (Green Legislation), dan Anggaran Berbasis Lingkungan Hidup
(Green Budgeting)?
16.1. Konstitusi Hijau (Green Constitution)
 Konstitusi Hijau (Green Constitution) adalah norma lingkungan
hidupyang telah mengalami konstitusionalisasi menjadi materi muatan
konstitusi sebagai hukum tertinggi (green constitution).
 UUD NRI Tahun 1945 yang terakhir diubah pada tahun 2002
merupakan konstitusi hijau (green constitution)sebagaimana yang diatur
dalam Pasal 28H ayat (1) dan Pasal 33 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945.
 Dengan demikian, segala kebijakan dan tindakan pemerintahan dan
pembangunan haruslah tunduk kepada ketentuan mengenai hak asasi
manusia atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Tidak boleh ada
lagi kebijakan yang tertuang dalam bentuk undang-undang ataupun
peraturan di bawah undang-undang yang bertentangan dengan
ketentuan konstitusional yang pro-lingkungan ini (green legislation)
atau dengan perkataan lain kebijakan yang bernuansa lingkungan hidup
atau hijau harus tercermin dalam setiap peraturan perundang-undangan
(green legislation) sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 44 UU
Nomor 32 Tahun 2009 dan tentu saja diperkuat dengan norma

@Eko Nurmardiansyah, ITENAS, 22 November 2019

26
Materi Kuliah: Hukum dan Kebijakan Lingkungan

lingkungan hidup terkonstitusionalisasikan dalam UUD NRI Tahun


1945(green constitution) sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 28H
dan Pasal 33 ayat (4) UUD NRI Tahun 1945.

Guna memperjelas uraian mengenai konstitusi hijau (green constitution),


dan untuk lebih memudahkan pembacaan dapat dilihat Gambar 17.

Gambar 17: Green Constitution, Green Legislation serta Green Budgeting.

16.2. Peraturan Perundang-undangan Berbasis Lingkungan Hidup(Green


Legislation)
 Peraturan Perundang-undangan Berbasis Lingkungan Hidup (Green
Legislation) adalah penuangan kebijakan yang ramah terhadap
lingkungan (green policy) ke dalam produk perundang-undangan.
 Indonesia sebagai negara yang mendasarkan pada Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD
NRI Tahun 1945), segala aspek kehidupan dalam bidang
kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan termasuk pemerintahan
harus senantiasa berdasarkan atas hukum. Untuk mewujudkan negara
hukum tersebut pada tanggal 12 Agustus 2011 diundangkanlah Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan (UU Nomor 12 Tahun 2011)pengganti Undang-
Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan (UU Nomor 10 Tahun 2004)yang diperlukan

@Eko Nurmardiansyah, ITENAS, 22 November 2019

27
Materi Kuliah: Hukum dan Kebijakan Lingkungan

sebagai tatanan yang tertib di bidang pembentukan peraturan


perundang-undangan. Untuk membentuk peraturan perundang-
undangan yang baik, diperlukan berbagai persyaratan yang berkaitan
dengan sistem, asas, tata cara penyiapan dan pembahasan, teknik,
penyusunan maupun pemberlakuannya sebagaimana dijelaskan dalam
Penjelasan Umum UU Nomor 12 Tahun 2011. Dengan perkataan lain,
dalam penyusunan peraturan perundang-undangan harus berdasarkan
pada konsep atau norma dasar (good norms) dan sekaligus dalam rangka
memberikan pengayaan dan penyamaan pemahaman tentang apa yang
perlu dilakukan dan bagaimana proses dilakukan dalam penyusunan
suatu peraturan perundang-undangan tersebut (good process).
 Pengertian peraturan perundang-undangan terdapat dalam Pasal 1 angka
UU Nomor 12 Tahun 2011yang menyatakan:“Peraturan perundang-
undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang
mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga
negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan
dalam Peraturan Perundang-perundangan.Berdasarkan Ketentuan
tersebut dapat diketahui bahwa unsur-unsur yang membentuk peraturan
perundang-undangan yang meliputi 3 (tiga) hal, yaitu:
a. peraturan tertulis;
b. dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang;
c. mengikat secara umum.
 Untuk membentuk peraturan perundang-undangan yang baik
sebagaimana ditentukan dalam UU Nomor 12 Tahun 2011, diperlukan
berbagai persyaratan yang berkaitan dengan sistem, asas, tata cara
penyiapan dan pembahasan, teknik, penyusunan maupun
pemberlakuannya. Persyaratan yang berkaitan asas, UU Nomor 12
Tahun 2004 yang mengatur mengenai asas-asas pembentukan peraturan
perundang-undangan, asas-asas materi muatan peraturan perundang-
undangan dan asas-asas lain sesuai dengan bidang hukum peraturan
perundang-undangan yang diaturnya.
 Asas-asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (algemene
beginselen van behoorlijk wetgeving) dalam UU Nomor 12 Tahun 2011
diatur dalam Pasal 5 yang menyatakan bahwa dalam membentuk
Peraturan Perundang-undangan harus berdasarkan pada asas
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik meliputi:
a. kejelasan tujuan;
b. kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat;
c. kesesuaian antara jenis, hierarki dan materi muatan;
d. dapat dilaksanakan
e. kedayagunaan dan kehasilgunaan
f. kejelasan rumusan
g. keterbukaan
 Pembentukan Peraturan Perundang-undangan selain harus berdasarkan
asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan berdasarkan

@Eko Nurmardiansyah, ITENAS, 22 November 2019

28
Materi Kuliah: Hukum dan Kebijakan Lingkungan

Pasal 6 ayat (1) UU Nomor 12 Tahun 2011 juga harus memuat asas-asas
materi muatan peraturan perundang-undangan:
a. pengayoman;
b. kemanusiaan;
c. kebangsaan;
d. kekeluargaan;
e. kenusantaraan;
f. bhineka tunggal ika;
g. keadilan;
h. kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan;
i. ketertiban, kepastian hukum, dan/atau
j. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.
 Selain asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan dan asas
materi muatan peraturan perundang-undangan, Pasal 6 ayat (2) UU
Nomor 12 Tahun 2011 menyatakan bahwa selainasas-asas materi
muatan peraturan perundang-undangan, Peraturan Perundang-undangan
tertentu dapat berisi asas lain sesuai dengan bidang hukum Peraturan
Perundang-undangan yang bersangkutan.
 Berkaitan dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
dengan diundangkannya UU Nomor 32 Tahun 2009, maka dalam
pembentukan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan
perlindungan dan pengelolaan baik di pusat maupun daerah selain harus
memenuhi asas-asas pembentukan peraturan perundangan-undangan
sebagaimana diatur dalam Pasal 5 UU Nomor 12 Tahun 2011 dan asas-
asas materi muatan peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur
dalam Pasal 6 ayat (2) UU Nomor 12 Tahun 2011 harus pula memenuhi
asas-asas sebagaimana ditentukan dalam UU Nomor 32 Tahun 2009
yaitu prinsip atau asas perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
sebagaimana diatur dalam Pasal 2 UU Nomor 32 Tahun 2009 yang
menyatakan bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
dilaksanakan berdasarkan asas:
a. tanggung jawab negara,
b. kelestarian dan keberlanjutan,
c. keserasian dan keseimbangan,
d. keterpaduan,
e. manfaat,
f. kehati-hatian,
g. keadilan,
h. ekoregion,
i. keanekaragaman hayati,
j. pencemar membayar,
k. partisipatif,
l. kearifan lokal,
m. tata kelola pemerintahan yang baik; dan
n. otonomi daerah.

@Eko Nurmardiansyah, ITENAS, 22 November 2019

29
Materi Kuliah: Hukum dan Kebijakan Lingkungan

 Namun UU Nomor 32 Tahun 2009 mengamanatkan pula bahwa setiap


penyusunan atau pembentukan peraturan perundang-undangan baik
pada tingkat nasional maupun daerah wajib memperhatikan 2 (dua) hal
yaitu (1) perlindungan fungsi lingkungan hidup dan (2) prinsip
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagaimana diatur
dalam Pasal 44 yang menyatakan: “Setiap penyusunan peraturan
perundang-undangan pada tingkat nasional dan daerah wajib
memperhatikan perlindungan fungsi lingkungan hidup dan prinsip
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan
ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini.” Berdasarkan
ketentuan Pasal 44 UU Nomor 32 Tahun 2009 mengamanatkan
penuangan kebijakan lingkungan (green policy) ke dalam setiap
peraturan perundang-undangan yang tidak hanya dalam peraturan
perundang-undangan yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup tetapi juga terhadap semua peraturan perundang-
undangan. Penuangan kebijakan lingkungan (green policy) ke dalam
setiap peraturan perundang-undangan biasa diterjemahkan ke dalam
bahasa Inggris dengan green legislation, atau dapat diterjemahkan
dengan peraturan perundang-undangan hijau. Peraturan Perundang-
undangan hijau (green legislation) berdasarkan Pasal 44 UU Nomor 32
Tahun 2009 wajib memperhatikan 2 (dua) hal yaitu (1) perlindungan
fungsi lingkungan hidup dan (2) prinsip perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup sebagaimana telah dijelaskan di atas.

Guna memperjelas uraian mengenai peraturan perundang-undangan


berbasis lingkungan hidup (green legislation), dan untuk lebih
memudahkan pembacaan dapat dilihat Gambar 17.

16.3. Anggaran Berbasis Lingkungan Hidup(Green Budgeting)


 KonsepGreen Budgeting ini merupakan hal yang relatif baru di
Indonesia dan dapat dianggap pula sebagai paradigma. Green Budgeting
dimaknai sebagai paradigma penganggaran yang memprioritaskan
unsur kelestarian lingkungan dalam penyusunan, implementasi,
pengawasan sampai evaluasi dalam belanja pemerintah dan juga
pendapatan yang mendukungnya. Simplifikasinya, apapun yang ada di
belanja dan pendapatan pemerintah diupayakan untuk memenuhi
prinsip kelestarian lingkungan.
 KonsepGreen Budgeting muncul pada era akhir 1990-an selaras dengan
berkembangnya konsep sustainable development. Green budgeting
adalah suatu gagasan praktis tentang penerapan sustainable
development dalam sistem anggaran, yang terintegrasi dalam suatu
dokumen kebijakan yang didasarkan pada prinsip sustainability. Dalam
hal ini, walaupun green budgeting merupakan bagian dari kebijakan
ekonomi, tetapi dalam penerapannya green budgeting juga akan
menimbulkan dampak kebijakan yang sifatnya non-economical.

@Eko Nurmardiansyah, ITENAS, 22 November 2019

30
Materi Kuliah: Hukum dan Kebijakan Lingkungan

 KonsepGreen Budgeting telah diadopsi oleh UU Nomor 32 Tahun 2009


sebagaimana diatur dalam Pasal 45 dan Pasal 46.
 Alokasi anggaran yang memadai untuk membiayai kegiatan
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup danprogram
pembangunan yang berwawasan lingkungan hidup sebagaimana
diamanatkan dalam Pasal 45 ayat (1) UU Nomor 32 Tahun 2009
tersebut berbeda dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Nomor 20 Tahun 2003) dan
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (UU Nomor
36 Tahun 2009). UU Nomor 20 Tahun 2003 dalam Pasal 49 ayat (1)
mengamanatkan besar anggaran dialokasikan minimal 20% dari APBN
dan minimal 20% dari APBD. Sedangkan UU Nomor 36 Tahun 2009
dalam Pasal 171 mengamanatkan besar anggaran kesehatan Pemerintah
dialokasikan minimal sebesar 5% (lima persen) dari APBN di luar gaji
dan anggaran kesehatan pemerintah daeah provinsi, kabupaten/kota
dialokasikan minimal 10% (sepuluh persen) dari APBD di luar gaji. UU
Nomor 32 Tahun 2009 mengalokasikan anggaran yang memadai tidak
menyebutkan besaran, di mana perlu ditentukan ukuran atau kriteria
memadai tersebut dan penggunaan anggaran tersebut. Alokasi
anggaranyang memadai dapat didasarkanpada ukuran atau kriteria:12
a. jumlah penduduk;
b. kompleksitas dan kegiatan masyarakatyangberdampak
padalingkungan;
c. efekataupengaruhdaripencemarandan/ataukerusakanterhadapkeseha
tandankeselamatan warga;
d. dayapulihsebagaiakibatdari pencemaran dan/atau kerusakan;
e. masih rendahnya kesadaran hukum masyarakat terhadap lingkungan
hidup.
 Alokasi anggaran yang memadai dalam kegiatan perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup danprogram pembangunan yang
berwawasan lingkungan hiduptersebut dapat digunakan untuk:13
a. penyusunan RPPLH;
b. penyusunan KLHS;
c. perizinan;
d. pengawasan;
e. peningkatan kapasitas PPLHD/PPNS;
f. pemberdayaan masyarakat; dan
g. pengembangan dan sosialisasi peraturan perundang-undangan dan
kebijakan di bidang lingkungan hidup;
h. penegakan hukum; dan/atau
i. kegiatan dan program lainnya dalam rangka perlindungandan
pengelolaanlingkungan hidupdan program
pembangunanyangberwawasanlingkungan hidup.
 Kriteria kinerja perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 45UU ayat (2) UU Nomor 32
Tahun 2009 dijelaskan bahwa kriteria kinerja perlindungan dan

@Eko Nurmardiansyah, ITENAS, 22 November 2019

31
Materi Kuliah: Hukum dan Kebijakan Lingkungan

pengelolaan lingkungan hidup meliputi, antara lain, kinerja


mempertahankan kawasan koservasi dan penurunan tingkat pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup.
 Dalam mekanisme sistem, penganggaran (budgeting) merupakan
perencanaan kegiatan-kegiatan pemerintah yang dinyatakan dalam
ukuran keuangan. Penganggaran melahirkan anggaran yang memainkan
peran penting di dalam perencanaan, pengendalian, dan pembuatan
keputusan pemerintah. Anggaran ini mampu meningkatkan koordinasi
dan komunikasi antarlembaga terkait.Anggaran adalah wujud nyata
komitmen pemerintah untuk menanggulangi bermacam problematika di
masyarakat. Ketika pemerintah menginginkan kelestarian lingkungan,
komitmen pemerintah ini direfleksikan dalam anggaran lingkungan
hidup. Hal tersebut telah diamanatkan dalam Penjelasan Umum butir 9
UU Nomor 32 Tahun 2009
 Berdasarkan ketentuan tersebut, instansi yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup membutuhkan dukungan pendanaan dari anggaran
pendapatan dan belanja negara yang memadai untuk Pemerintah dan
anggaran pendapatan dan belanja daerah yang memadai untuk
pemerintah daerah.

Guna memperjelas uraian mengenai anggaran berbasis lingkungan hidup


(green budgeting), dan untuk lebih memudahkan pembacaan dapat dilihat
Gambar 17.

18. ANALISIS RISIKO LINGKUNGAN HIDUP


18.1. Apakah yang dimaksud dengan Analisis Risiko Lingkungan Hidup?
 Analisis risiko lingkungan hidup adalah prosedur yang antara lain
digunakan untuk mengkaji pelepasan dan peredaran produk rekayasa
genetik dan pembersihan (clean up) limbah B3.
18.2. Analisis risiko lingkungan hidup diwajibkan terhadap usaha dan/atau
kegiatan apa?
 Setiap usaha dan/atau kegiatan yang berpotensi menimbulkan dampak
penting terhadap lingkungan hidup, ancaman terhadap ekosistem dan
kehidupan, dan/atau kesehatan dan keselamatan manusia wajib
melakukan analisis risiko lingkungan hidup.
18.3. Meliputi apa saja analisis risiko lingkungan hidup?
 Analisis risiko lingkungan hidup meliputi:
a. pengkajian risiko;
b. pengelolaan risiko; dan/atau
c. komunikasi risiko.
 Pengkajian risiko meliputi seluruh proses mulai dari identifikasi bahaya,
penaksiran besarnya konsekuensi atau akibat, dan penaksiran
kemungkinan munculnya dampak yang tidak diinginkan, baik terhadap
keamanan dan kesehatan manusia maupun lingkungan hidup.

@Eko Nurmardiansyah, ITENAS, 22 November 2019

32
Materi Kuliah: Hukum dan Kebijakan Lingkungan

 Pengelolaan risiko meliputi evaluasi risiko atau seleksi risiko yang


memerlukan pengelolaan, identifikasi pilihan pengelolaan risiko,
pemilihan tindakan untuk pengelolaan, dan pengimplementasian
tindakan yang dipilih.
 Komunikasi risiko adalah proses interaktif dari pertukaran informasi
dan pendapat di antara individu, kelompok, dan institusi yang berkenaan
dengan risiko.

19. AUDIT LINGKUNGAN HIDUP


19.1. Apakah yang dimaksud dengan Audit Lingkungan Hidup?
 Audit lingkungan hidup adalah evaluasi yang dilakukan untuk menilai
ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap
persyaratan hukum dan kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah.
(Pasal 1 angka 28 UU Nomor 32 Tahun 2009).
19.2. Dalam rangka apa audit lingkungan hidup dilakukan?
 Pemerintah mendorong penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
untuk melakukan audit lingkungan hidup dalam rangka meningkatkan
kinerja lingkungan hidup.
19.3. Siapakah pihak yang mewajibkan audit lingkungan hidup?
 Menteri mewajibkanaudit lingkungan hidup kepada:
a. usaha dan/atau kegiatan tertentu yang berisiko tinggi terhadap
lingkungan hidup; dan/atau
b. penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang menunjukkan
ketidaktaatan terhadap peraturan perundang-undangan.
19.4. Siapakah pihak yang wajib melakukan audit lingkungan hidup?
 Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib melaksanakan audit
lingkungan hidup.
19.5. Bagaimana pelaksanaan audit lingkungan hidup yang dilakukan
secara berkala?
 Pelaksanaan audit lingkungan hidup terhadap kegiatan tertentu yang
berisiko tinggi dilakukan secara berkala.
19.6. Dalam hal apa Menteri dapat melaksanakan atau menugasi pihak
ketiga untuk audit lingkungan hidup?
 Apabila penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan tidak melaksanakan
kewajiban, Menteri dapat melaksanakan atau menugasi pihak ketiga
yang independen untuk melaksanakan audit lingkungan hidup atas
beban biaya penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang
bersangkutan.
19.7. Siapakah yang mengumumkan hasil audit lingkungan hidup?
 Menteri mengumumkan hasil audit lingkungan hidup.
19.8. Siapakah yang melaksanakan audit lingkungan hidup?
 Audit lingkungan hidup dilaksanakan oleh auditor lingkungan hidup
yang memiliki sertifikat kompetensi auditor lingkungan hidup.

@Eko Nurmardiansyah, ITENAS, 22 November 2019

33
Materi Kuliah: Hukum dan Kebijakan Lingkungan

19.9. Apa kriteria untuk memperoleh sertifikat kompetensi auditor


lingkungan hidup?
 Kriteria untuk memperoleh sertifikat kompetensi auditor lingkungan
hidup meliputi kemampuan:
a. memahami prinsip, metodologi, dan tata laksana audit lingkungan
hidup;
b. melakukan audit lingkungan hidup yang meliputi tahapan
perencanaan, pelaksanaan, pengambilan kesimpulan, dan pelaporan;
dan
c. merumuskan rekomendasi langkah perbaikan sebagai tindak lanjut
audit lingkungan hidup.
19.10. Siapakah pihak yang menerbitkan sertifikasi kompetensi auditor
lingkungan hidup?
 Sertifikat kompetensi auditor lingkungan hidup diterbitkan oleh
lembaga sertifikasi kompetensi auditor lingkungan hidup sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
19.11. Bagaimana hubungan audit lingkungan hidup dengan AMDAL?
 Instrumen pengelolaan lingkungan hidup yang sangat penting untuk
menciptakan pembangunan berwawasan lingkungan adalah audit
lingkungan, sebab audit lingkungan merupakan pemeriksaan terhadap
lingkungan pada suatu saat terhadap usaha dan/atau kegiatan yang telah
beroperasi.
 AMDAL dilaksanakan pada saat perencanaan, sedangkan audit
lingkungan hidup dilaksanakan pada saat suatu usaha dan/atau kegiatan
tengah beroperasi.
 Pada dasarnya AMDAL dan audit lingkungan hidup saling berkaitan.
Keduanya merupakan instrumen untuk menciptakan pembangunan
berwawasan lingkungan dalam kerangka menciptakan pembangunan
berkelanjutan. AMDAL terdiri atas empat dokumen yaitu KA
(Kerangka Acuan), ANDAL (Analisis Dampak Lingkungan), RKL
(Rencana Pengelolaan Lingkungan) dan RPL (Rencana Pemantauan
Lingkungan). Pelaksanaan RKL dan RPL sangat erat kaitannya dengan
audit lingkungan.

20. PENANGGULANGAN
Bagaimana melakukan penanggulangan pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup?
 Penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup
dilakukan dengan:
a. pemberian informasi peringatan pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup kepada masyarakat;
b. pengisolasian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup;
c. penghentian sumber pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
hidup; dan/atau
d. cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.

@Eko Nurmardiansyah, ITENAS, 22 November 2019

34
Materi Kuliah: Hukum dan Kebijakan Lingkungan

21. PEMULIHAN
Bagaimana melakukan pemulihan fungsi lingkungan hidup?
 Pemulihan fungsi lingkungan hidup dilakukan dengan tahapan:
a. penghentian sumber pencemaran dan pembersihan unsur pencemar;
b. remediasi;
c. rehabilitasi;
d. restorasi; dan/atau
e. cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.

22. PEMELIHARAAN LINGKUNGAN HIDUP


22.1. Apakah yang dimaksud dengan pemeliharaan lingkungan hidup?
 Pemeliharaan lingkungan hidup adalah upaya yang dilakukan untuk
menjaga pelestarian fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya
penurunan atau kerusakan lingkungan hidup yang disebabkan oleh
perbuatan manusia. (Penjelasan Pasal 57 UU 32/2009).
22.2. Melalui upaya apakah pemeliharaan lingkungan hidup dilakukan?
 Pemeliharaan lingkungan hidup dilakukan melalui upaya:
a. konservasi sumber daya alam;
b. pencadangan sumber daya alam; dan/atau
c. pelestarian fungsi atmosfer.
 Konservasi sumber daya alam meliputi kegiatan:
a. perlindungan sumber daya alam;
b. pengawetan sumber daya alam; dan
c. pemanfaatan secara lestari sumber daya alam.
 Pencadangan sumber daya alam merupakan sumber daya alam yang
tidak dapat dikelola dalam jangka waktu tertentu.
 Pelestarian fungsi atmosfer meliputi:
a. upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim;
b. upaya perlindungan lapisan ozon; dan
c. upaya perlindungan terhadap hujan asam.

23. PENGAWASAN
23.1. Apakah yang dimaksud dengan Pengawasan?
 Pengawasan adalah serangkaian kegiatan yang dilaksanakan oleh
Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup dan/atau Pejabat Pengawas
Lingkungan Hidup Daerah untuk mengetahui, memastikan, dan
menetapkan tingkat ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan atas ketentuan yang ditetapkan dalam izin lingkungan dan
peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup.
23.2. Siapakah yang melakukan Pengawasan?
 Pasal 71 UU Nomor 32 Tahun 2009 mengamanatkan bahwa Menteri,
gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya wajib

@Eko Nurmardiansyah, ITENAS, 22 November 2019

35
Materi Kuliah: Hukum dan Kebijakan Lingkungan

melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha


dan/atau kegiatan atas ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan
perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup.
23.3. Terhadap siapakah Menteri, gubernur, atau bupati/walikota dapat
mendelegasikan kewenangannya?
 Menteri, gubernur, atau bupati/walikota dapat mendelegasikan
kewenangannya dalam melakukan pengawasan kepada
pejabat/instansi teknis yang bertanggung jawab di bidang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
23.4. Menteri, gubernur, atau bupati/walikota dalam melaksanakan
pengawasan menetapkan mengangkat siapa?
 Dalam melaksanakan pengawasan, Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota menetapkan pejabat pengawas lingkungan hidup yang
merupakan pejabat fungsional.
23.5. Terhadap siapakah pengawasan dilakukan?
 Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya
wajib melakukan pengawasan ketaatan penanggung jawab usaha
dan/atau kegiatan terhadap izin lingkungan.
23.6. Apakah yang dimaksud dengan pengawasan rentang kendali, oversight
atau second line enforcement)?
 Menteri dapat melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung
jawab usaha dan/atau kegiatan yang izin lingkungannya diterbitkan oleh
pemerintah daerah jika Pemerintah menganggap terjadi pelanggaran
yang serius di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
(Pasal 73 UU 32/2009).

24. PEJABAT PENGAWASAN LINGKUNGAN HIDUP (PPLH) dan


PEJABAT PENGAWASAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH
(PPLHD)
24.1. Apakah yang dimaksud dengan Pejabat Pengawasan Lingkungan
Hidup (PPLH) dan Pejabat Pengawasan Lingkungan Hidup
Daerah (PPLHD) serta apa wewenangnya?
 Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup (PPLH) adalah pegawai negeri sipil
yang berada pada instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang diberi
tugas, wewenang, dan tanggung jawab untuk melakukan pengawasan.
 Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup Daerah (PPLHD) adalah pegawai
negeri sipil yang berada pada instansi yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
di provinsi atau kabupaten/kotayang diberi tugas, wewenang, dan
tanggung jawab untuk melakukan pengawasan.
 Pejabat pengawas lingkungan hidup berwenang:
a. melakukan pemantauan;

@Eko Nurmardiansyah, ITENAS, 22 November 2019

36
Materi Kuliah: Hukum dan Kebijakan Lingkungan

b. meminta keterangan;
c. membuat salinan dari dokumen dan/atau membuat catatan yang
diperlukan;
d. memasuki tempat tertentu;
e. memotret;
f. membuat rekaman audio visual;
g. mengambil sampel;
h. memeriksa peralatan;
i. memeriksa instalasi dan/atau alat transportasi; dan/atau
j. menghentikan pelanggaran tertentu.
 Dalam melaksanakan tugasnya, pejabat pengawas lingkungan hidup dapat
melakukan koordinasi dengan pejabat penyidik pegawai negeri sipil.
 Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dilarang menghalangi
pelaksanaan tugas pejabat pengawas lingkungan hidup.

25. PENEGAKAN HUKUM


25.1. Apakah yang dimaksud Penegakan hukum?
 Dalam prakteknya penegakan hukum dilaksanakan melalui tiga jalur,
yaitu penegakan hukum perdata, pidana, dan penegakan hukum
administrasi. Penegakan hukum perdata dalam penegakan hukum
lingkungan dilakukan oleh penguasa apabila sarana penegakan hukum
lingkungan administrasi kurang memadai. Penegakan hukum pidana
umumnya dilakukan untuk menindaklanjuti pelanggaran terhadap suatu
peraturan dan biasanya tidak dapat meniadakan akibat pelanggaran
tersebut. Untuk menghindari penindakan pidana secara berulang-ulang
pelaku (pencemar) sendirilah yang harus menghentikan keadaan itu, jadi
dalam penegakan hukum pidana lebih ditujukan terhadap pelaku
ataupun mereka yang potensial untuk menjadi pelaku. sedangkan
penegakan hukum melalui instrumen administratif bertujuan agar
perbuatan atau pengabaian yang melanggar hukum atau tidak memenuhi
persyaratan, berhenti atau mengembalikan kepada keadaan semula
(sebelum adanya pelanggaran). Jadi, fokus sanksi administratif adalah
perbuatan, sedangkan sanksi hukum pidana fokusnya adalah orangnya
(dader, offender)14. Dalam pengelolaan lingkungan hidup penegakan
hukum administrasi dipandang sebagai sanksi yang lebih efektif
daripada sanksi pidana atau gugatan keperdataan, karena dalam kasus
lingkungan diperlukan penegakan hukum yang bisa mengembalikan
lingkungan sesuai dengan fungsinya supaya tidak terjadi pencemaran
dan kerusakan yang lebih meluas dan keseimbangan lingkungan bisa
tetap terjaga.
 Hukum Lingkungan (environmental law, milieurecht, droit de
I’environmental, umweltrecht) adalah seperangkat kaidah hukum, baik
tertulis maupun yang tidak tertulis, yang mengatur tingkah laku manusia
(masyarakat) terhadap lingkungan hidup. Hukum lingkungan diciptakan
atau dibentuk dengan tujuan untuk memelihara, mengendalikan,

@Eko Nurmardiansyah, ITENAS, 22 November 2019

37
Materi Kuliah: Hukum dan Kebijakan Lingkungan

melindungi dan melestarikan lingkungan hidup. Untuk mencapai tujuan


itu, kaidah hukum di bidang lingkungan hidup berisi pedoman,
pegangan dan tuntunan bagaimana manusia bertingkah laku terhadap
lingkungan hidup. Dengan tujuan tersebut, kaidah hukum di bidang
lingkungan hidup berperan unuk membatasi tingkah laku orang
perorangan, kelompok orang, atau badan hukum dalam
mendayagunakan sumber daya alam, dengan tetap menjamin kelestarian
lingkungan hidup. Oleh karena itu dalam peraturan-peraturan
lingkungan hidup terdapat kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan
oleh subyek hukum dan larangan-larangan untuk melakukan perbuatan-
perbuatan tertentu terhadap lingkungan hidup.
 Keith Hawkins membedakan sifat pengaturan hukum lingkungan
menjadi dua strategi, yakni penaatan (compliance) dan sanksi
(sanctioning). Perbedaan kedua strategi itu mnecerminkan perbedaan
dalam konsep penegakan hukumnya. Dalam strategi compliance,
karakteristiknya adalam conciliatory dengan penegakan hukum yang
prospektif dan negosiable untuk menuju konformitas terhadap ukuran-
ukuran yang telah ditentukan. Sebaliknya dalam strategi sanctioning,
karakteristiknya adalah accusatory dengan penegakan hukum yang
reflektif dengan menentukan apa yang dilanggar dan penerapan sanksi
bagi pelanggarnya.15

25.2. PENEGAKAN HUKUM ADMINISTRASI


25.2.1. Apakah yang dimaksud dengan penegakan hukum administrasi?
 Dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU 32 Tahun 2009), strategi
compliance dirumuskan dalam Pasal 71 sampai dengan Pasal 75,
sedangkan strategi sanctioning dirumuskan dalam, Pasal 76 sampai
dengan 83 (sanksi administratif). Jika dihubungkan dengan pendapat
Keith Hawkin, kedudukan sanksi administrasi dalam UUPPLH berada
baik dalam strategi compliance maupun sanctioning.
 Pada umumnya sanksi administrasi diatur dalam pelbagai peraturan
perundang-undangan yang mengatur mengenai penguasaan dan
pemanfaatan sumber daya alam tertentu (sektoral) atau dicantumkan
dalam pelbagai perizinan yang mencantumkan syarat-syarat tertentu,
yang apabila dilanggar akan dikenakan sanksi administrasi oleh pajabat
administrasi. Sedangkan dalam UU Nomor 32 Tahun 2009 diadakan
secara khusus pasal yang mengatur sanksi administrasi dalam
penegakan hukum lingkungan, yang dapat dilaksanakan oleh Gubernur,
Bupati/Walikota atau pejabat yang memberikan izin atas usul Gubernur,
Bupati/Walikota.
 Menurut Paulus Effendi Lotulung, efektifitas penegakan hukum
lingkungan sebenarnya terletak pada jalur administrasi. Jalur inilah yang
pertama harus diusahakan dan diterapkan, sedangkan jalur perdata
maupun pidana (jalur pengadilan) baru ditempuh apabila timbul konflik.
Dalam praktek penjatuhan sanksi administrasi belum begitu banyak

@Eko Nurmardiansyah, ITENAS, 22 November 2019

38
Materi Kuliah: Hukum dan Kebijakan Lingkungan

diterapkan, dengan segala kendala yang dihadapinya. Padahal


mekanisme pengawasan dan penjatuhan sanksi administrasi oleh
aparatur pemerintah lebih berdaya guna dan berhasil guna untuk
menjamin kelestarian lingkungan asalkan dilakukan secara terus
menerus (kontinu) dan taat asas (konsisten).16
 Pengaturan penegakan hukum lingkungan melalui sanksi administrasi
disebabkan (1) penegakan hukum administrasi mempunyai fungsi
sebagai instrumen pengendalian, pencegahan dan penanggulangan
perbuatan yang dilarang oleh ketentuan-ketentuan lingkungan hidup; (2)
melalui sanksi administasi yang dimaksudkan agar perbuatan
pelanggaran itu dihentikan, maka sanksi administrasi itu merupakan
instrument yuridis yang bersifat represif untuk mengakhiri atau
menghentikan pelanggaran ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam
syarat-syarat perlindungan lingkungan hidup; (3) selain bersifat refresif,
sanksi administrasi juga mempunya sifat reparatoir, artinya
memulihkan keadaan semula, oleh karena itu pendayagunaan sanksi
administarsi dalam penegakan hukum lingkungan penting bagi upaya
pemulihan media lingkungan yang rusak atau tercemar; (4) berbeda
dengan sanksi perdata maupun sanksi pidana, penerapan sanksi
administrasi oleh pejabat administrasi dilakukan tanpa harus melalui
proses pengadilan, sehingga penerapan sanksi administrasi relatif lebih
cepat dibandingkan dengan sanksi lainnya dalam upaya untuk
menegakkan hukum lingkungan.
 Di dalam Hukum Administrasi Lingkungan perizinan, pengawasan, dan
penegakan sanksi merupakan instrumen yuridis yang amat penting dan
strategis dalam pencegahan kerusakan dan pencemaran lingkungan.
25.2.2. Siapakah yang menerapkan sanksi administratif?
 Menteri, gubernur, atau bupati/walikota menerapkan sanksi
administratif kepada penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan jika
dalam pengawasan ditemukan pelanggaran terhadap izin lingkungan.
25.2.3. Terdiri atas berapa jenis sanksi administratif?
 Berdasarkan Pasal 76, Pasal 81 dan Pasal 40 ayat (2) UU Nomor 32
Tahun 2009 disebutkan bahwa Menteri, gubernur, atau bupati/walikota
menerapkan sanksi administratif kepada penanggungjawab usaha
dan/atau kegiatan jika dalam pengawasan ditemukan pelanggaran
terhadap izin lingkungan dengan mengenakan sanksi administratif
berupa:
a. teguran tertulis;
b. paksaan pemerintah;
c. pembekuan izin lingkungan; atau
d. pencabutan izin lingkungan;
e. denda administratif;
f. pembatalan izin lingkungan.
25.2.4. Dalam hal apa Menteri dapat menerapkan sanksi administratif
terhadap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan?

@Eko Nurmardiansyah, ITENAS, 22 November 2019

39
Materi Kuliah: Hukum dan Kebijakan Lingkungan


Menteri dapat menerapkan sanksi administratif terhadap penanggung
jawab usaha dan/atau kegiatan jika Pemerintah menganggap pemerintah
daerah secara sengaja tidak menerapkan sanksi administratif terhadap
pelanggaran yang serius di bidang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup.
25.2.5. Apakah sanksi administrasi membebaskan penanggung jawab
usaha dan/atau kegiatan dari tanggung jawab pemulihan dan
pidana?
 Sanksi administratif tidak membebaskan penanggung jawab usaha
dan/atau kegiatan dari tanggung jawab pemulihan dan pidana.
25.2.6. Dalam hal apa pengenaan sanksi administratif pembekuan atau
pencabutan izin dikenakan?
 Pengenaan sanksi administratif berupa pembekuan atau pencabutan
izin lingkungan dilakukan apabila penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan tidak melaksanakan paksaan pemerintah
25.2.7. Terdiri atas apa saja sanksi paksaan pemerintah?
 Paksaan pemerintah sebagaimana dimaksud diamanatkan dalam
Pasal 80 ayat (1) berupa:
a. penghentian sementara kegiatan produksi;
b. pemindahan sarana produksi;
c. penutupan saluran pembuangan air limbah atau emisi;
d. pembongkaran;
e. penyitaan terhadap barang atau alat yang berpotensi
menimbulkan pelanggaran;
f. penghentian sementara seluruh kegiatan; atau
g. tindakan lain yang bertujuan untuk menghentikan pelanggaran
dan tindakan memulihkan fungsi lingkungan hidup.

@Eko Nurmardiansyah, ITENAS, 22 November 2019

40
Materi Kuliah: Hukum dan Kebijakan Lingkungan

SUMBER

Pengaduan Hasil
Rekomendasi
masyarakat pengawasan

Verifikasi:
 Administrasi
 Faktual

Analisis yuridis:
 Pasal yang dilanggar;
 Jenis Sanksi Administratif

KEPUTUSAN SANKSI

Sanksi Administrasi

 Peringatan 2 (dua) kali


Teguran Tertulis  Baku Mutu Emisi Efluen
 Gangguan

 Teguran tertulis tidak ditaati


 Tanpa didahului teguran tertulis jika terjadi
Paksaan Pemerintah pelanggaran serius (a, b, c)
 Tidak melaksanakan paksaan pemerintah
dikenakan sanksi pidana

Pembekuan Izin Paksaan pemerintah tidak ditaati

 Perintah dalam pencabutan izin


Pencabutan Izin
 Paksaan pemerintah tidak dilaksanakan

25.2.8. Dalam hal apa pengenaan paksaan pemerintah dapat dijatuhkan


tanpa didahului teguran?
 Pengenaan paksaan pemerintah dapat dijatuhkan tanpa didahului
teguran apabila pelanggaran yang dilakukan menimbulkan:
a. ancaman yang sangat serius bagi manusia dan lingkungan
hidup;
b. dampak yang lebih besar dan lebih luas jika tidak segera
dihentikan pencemaran dan/atau perusakannya; dan/atau
c. kerugian yang lebih besar bagi lingkungan hidup jika tidak
segera dihentikan pencemaran dan/atau perusakannya.
25.2.9. Dapat tindakan apa terhadap setiap penanggung jawab usaha
dan/atau kegiatan yang tidak melaksanakan paksanaan
pemerintah?
 Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang tidak
melaksanakan paksaan pemerintah dapat dikenai denda atas setiap
keterlambatan pelaksanaan sanksi paksaan pemerintah.

25.3. PENEGAKAN HUKUM PERDATA


25.3.1. Apakah yang dimaksud dengan Penegakan Hukum Perdata?
 Sengketa lingkungan pada dasarnya adalah perselisihan yang timbul
sebagai akibat adanya atau diduga adanya dampak lingkungan hidup.
Dalam Pasal 1 angka 25 UU Nomor 32 Tahun 2009 dirumuskan bahwa

@Eko Nurmardiansyah, ITENAS, 22 November 2019

41
Materi Kuliah: Hukum dan Kebijakan Lingkungan

sengketa lingkungan adalah perselisihan antara dua pihak atau lebih


yang timbul dari kegiatan yang berpotensi dan/atau telah berdampak
pada lingkungan hidup. Dengan demikian, yang menjadi subjek
sengketa adalah pelaku dan korban dari dampak lingkungan, sedangkan
objek sengketa adalah kegiatan yang berpotensi dan/atau telah
berdampak pada lingkungan hidup.
 Mekanisme penyelesaiannya sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 84
ayat (1) UU Nomor 32 Tahun 2009 dapat dilakukan melalui jalur
pengadilan (litigasi) atau jalur di luar pengadilan (non litigasi) atau yang
lebih dikenal dengan penyelesaian sengketa alternatif.

25.4. PENEGAKAN HUKUM PIDANA


25.4.1. Apakah yang dimaksud dengan Penegakan Hukum Pidana?
 Penegakan hukum lingkungan pidana tidak lain adalah penegakan
terhadap ketentuan-ketentuan pidana dari hukum lingkungan
(strafrechtelijk milieurecht). Substansi, wewenang kelembagaan, dan
prosedur yang digunakan secara umum tunduk pada ketentuan hukum
lingkungan, kecuali jika hal itu belum diatur secara khusus. Dalam hal
demikian, maka yang digunakan adalah ketentuan yang berlaku dalam
hukum pidana pada umumnya, misalnya lembaga peradilan, personil,
dan hukum acara yang berlaku.
25.4.2. Pidana di bidang lingkungan diatur dalam ketentuan apa?
 Ketentuan pidana di bidang lingkungan hidup secara umum diatur dalam
Pasal 94 sampai dengan Pasal 120 UU Nomor 32 Tahun 2009.
 UU Nomor 32 Tahun 2009 juga memuat dua jenis delik yaitu delik
materil dan delik formil. UU Nomor 32 Tahun 2009 memuat jenis delik
formil lebih banyak, tidak saja dituujukan kepada para pelaku usaha,
tetapi juga kepada pejabat pemerintah dan orang-orang yang menjadi
tenaga penyusun Amdal. UU Nomor 32 Tahun 2009 juga memuat
ancaman sanksi minimal dan maksimal dengan tujuan untuk membatasi
diskresi Hakim dalam menjatuhkan hukuman. Pembuat undang-undang
memberlakukan sistem hukuman minimal dan maksimal tampaknya
dilatarbelakangi oleh pertimbangan bahwa masalah-masalah
lingkungan hidup dipandang sebagai masalah yang serius yang dapat
mengancam dan merugikan keberadaan dan kepentingan bangsa
Indonesia secara kolektif. Oleh karena itu, pembuat undang-undang
merasa perlu untuk membatasi diskresi Hakim dalam menjatuhkan
putusan. Selain itu, juga pemberlakuan sanksi minimal bukan suatu
kebijakan pemidanaan yang baru karena telah juga diberlakukan pada
tindak pidana lainnya, misalnya korupsi berdasarkan UU No. 31 Tahun
1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (LN. Thn 199 No.
140)
25.4.3. Bagaimana rumusan delik materil pidana dalam UU Nomor 32 Tahun
2009?
 Dalam UU Nomor 32 Tahun 2009 rumusan delik materil terkait dengan
pencemaran lingkungan hidup tidak lagi menggunakan kata atau istilah

@Eko Nurmardiansyah, ITENAS, 22 November 2019

42
Materi Kuliah: Hukum dan Kebijakan Lingkungan

“pencemaran lingkungan hidup” tetapi secara konseptual tidak


mengubah makna dan tujuan yang diinginkan. Rumusan UU Nomor 32
Tahun 2009 tidak lagi abstrak, tetapi lebih kongret karena menggunakan
istilah “dilampauinya baku mutu ambien atau baku mutu air”. Dengan
kata lain, pencemaran lingkungan hidup terjadi apabila baku mutu udara
ambien dalam hal pencemaran udara atau baku mutu air dalam hal
pencemaran air permukaan dan baku mutu air laut dalam hal pencemran
laut telah dilampaui. Rumusan delik materil ini dapat ditemukan dalam
Pasal 98 ayat (1) dan Pasal 99 ayat (1) UU Nomor 32 Tahun 2009. Passal
8 ayat (1) UU Nomor 32 Tahun 2009 menyatakan:
“setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang
mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku
mutu air, baku mutu air laut, dan kriteria baaku kerusakan
lingkungan hidup, dipidana dengan p[idana penjara paling
singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan
denda paling sedikit Rp. 3.000.000.000,- (tiga) milyar rupiah)
dan paling banyak Rp. 10.000.000.000,- (sepuluh milyar
rupiah)”.
 Pasaal 99 ayat (1) UU Nomor 32 Tahun 2009 menggunakan rumusan
delik materil yang mirip dengan Pasal 98 ayat (1) UU Nomor 32 Tahun
2009. Bedanya terletak pada unsur mental atau “mensrea” dari pelaku.
Jika rumusan Pasal 98 ayat (1) untuk perbuatan yang dilakukan secaara
sengaja, Pasal 99 ayat (1) perbuatan terjadi akibat kelalaian si pelaku.
Dengan demikian, UU Nomor 32 Tahun 2009 juga membedakan delik
materil atas dasar unsur kesalahan (mensrea, schuld) pelaku, yaitu
kesengajaan sebagaimanna dirumuskan dalam Pasal 91 ayyat (1) dan
kelalaian dirumuskan dalam Pasal 99 ayat (1).
25.4.4. Apa kategori pemberatan dalam delik materil?
 UU Nomor 32 Tahun 2009 juga mengenal delik materil dengan 2
kategori pemberatan. Pertama, pemberatan terkait dengan
“mengakibatkan orang luka dan/atau bahaya kesehatan manusia”.
Kedua, pemberatan berupa “mengakibatkan orang luka atau bahaya
kesehatan, pelaku dikenai ancaman hukuman lebih berat, yaitu penjara
paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun
dan denda paling sedikit Rp. 4.000.000.000,00 (empat milyar rupiah)
dan denda paling banyak Rp. 12.000.000.000,00 (dua belas milyar
rupiah). Jika delik materil dengan kesengajaan mengakibatkan orang
luka berat atau mati, ancaman pidananya lebih berat lagi, yaitu minimal
5 (lima) tahun penjara dan maksimal 15 (lima belas) tahun penjara,
denda minimal Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) dan denda
maksimal Rp. 15.000.000.000,00 (lima belas milyar rupiah). Jika delik
materil dilakukan dengan kealpaan yang mengakibatkan orang luka atau
bahaya kesehatan, ancaman hukumannya adalah penjara minimal 2
(dua) tahun penjara dan maksimal 6 (enam) tahun denda minimal Rp.
2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah) dan makssimal Rp.
6.000.000.000,00 (enam milyar rupiah). Jika delik materil dilakukan

@Eko Nurmardiansyah, ITENAS, 22 November 2019

43
Materi Kuliah: Hukum dan Kebijakan Lingkungan

dengan kealpaan mengakibatkan orang mati atau luka berat, ancaman


hukuman adalah penjara minimal 3 (tiga) tahun dan maksimal 9
(sembilan) tahun dan denda minimal Rp. 3.000.000.000,00 (tiga milyar)
dan maksimal Rp. 9.000.000.000,00 (sembilan milyar rupiah)
25.4.5. Delik materil apa yang diberlakukan terhadap pejabat pemerintah?
 UUPPLH juga memuat delik materil yang diberlakukan kepada pejabat
pemerintah yang berwenang di bidang pengawasan lingkungan
pemberlakuan delik materil ini dapat dipandang sebagai sebuah
kebijakan pemidanaan yang maju dalam rangka mendorong para pejabat
pemerintah untuk sungguh-sungguh melaksanakan pengelolaan
lingkungan hidup. Delik materil tersebut dirumuskan dalam Pasal 112
UUPPLH yaitu:
“setiap pejabat yang berwenang dengan sengaja tidak
melakukanpengawasaan terhadap ketaatan penanggung jawab
usaha dan/atau keegiatan terhadap peraturan perundang-undangan
dan izin lingkungan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 dan
Pasal 72 yang mengakibatkan terjadinya pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan yang mengakibatkan hilangnya nyawa
manusia, dipidana dengan pidana paling lama 1 (satu) tahun atau
denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)”.
25.4.6. Bagaimana rumusan delik formil pidana dalam UU Nomor 32 Tahun
2009?
 Dalam UU Nomor 32 Tahun 2009 terdapat 16 (enam belas) jenis delik
formil sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 100 hingga Pasal 111,
kemudian Pasal 113 hingga Pasal 115 UU Nomor 32 Tahun 2009.
Pertama, Pasal 100 UU Nomor 32 Tahun 2009 memuat rumusan delik
formil tentang pelanggaran

26. STANDAR PELAYANAN MINIMAL DI BIDANG LINGKUNGAN


HIDUP?
26.1. Apa kaitannya antara perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
sebagai salah satu urusan pemerintahan yang bersifat wajib dengan
Standar Pelayanan Minimal?
 UUD 1945 mengamanatkan bahwa ada Urusan Pemerintahan yang
sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah Pusat yang dikenal
dengan istilah urusan pemerintahan absolut dan ada urusan
pemerintahan konkuren. Urusan pemerintahan konkuren terdiri atas
Urusan Pemerintahan Wajib dan Urusan Pemerintahan Pilihan yang
dibagi antara Pemerintah Pusat, Daerah provinsi, dan Daerah
kabupaten/kota. Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat
wajib ditentukan melalui Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk
menjamin hak-hak konstitusional masyarakat.
26.2. Apakah yang dimaksud dengan Standar Pelayanan Minimal (SPM)?
 Standar Pelayanan Minimal (SPM) adalah ketentuan mengenai jenis dan
mutu Pelayanan Dasar yang merupakan Urusan Pemerintahan Wajib

@Eko Nurmardiansyah, ITENAS, 22 November 2019

44
Materi Kuliah: Hukum dan Kebijakan Lingkungan

yang berhak diperoleh setiap warga negara secara minimal sebagaimana


diamanatkan dalam Pasal 1 angka 17 Undang-Undang Nomor 23Tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah.
26.3. Urusan Pemerintahan yang bagaimanakah yang dilaksanakan dengan
berpedoman pada SPM?
 Penyelenggara Pemerintahan Daerah memprioritaskan pelaksanaan
Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar
yang dilaksanakan dengan berpedoman pada standar pelayanan minimal
yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat sebagaimana diamanatkan
dalam Pasal 18 ayat (1) dan ayat (2) UU Nomor 23 Tahun 2014.
26.4. Bagaimanakah SPM secara umum diterapkan?
 Pasal 18 ayat (3) UU Nomor 23 Tahun 2014 mengamanatkan bahwa
ketentuan lebih lanjut mengenai standar pelayanan minimal diatur
dengan peraturan pemerintah. Peraturan pemerintah sebagaimana
diamanatkan dalam ketentuan tersebut pada saat ini yaitu sebagaimana
diatur dengan Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang
Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal (PP
Nomor 65 Tahun 2005). Dalam penerapannya, SPM harus menjamin
akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan dasar dari
Pemerintahan Daerah sesuai dengan ukuran-ukuran yang ditetapkan
oleh Pemerintah. Oleh karena itu, baik dalam perencanaan maupun
penganggaran, wajib diperhatikan prinsip-prinsip SPM yaitu sederhana,
konkrit, mudah diukur, terbuka, terjangkau dan dapat
dipertanggungjawabkan serta mempunyai batas waktu pencapaian.
 Pelaksanaan PP Nomor 65 Tahun 2005 dimaksudkan untuk:
1. terjaminnya hak masyarakat untuk menerima suatu pelayanan dasar
dariPemerintahan Daerah dengan mutu tertentu.
2. menjadi alat untuk menentukan jumlah anggaran yang dibutuhkan
untuk menyediakan suatu pelayanan dasar, sehingga SPM dapat
menjadi dasar menentukan kebutuhan pembiayaan daerah.
3. menjadi landasan dalam menentukan perimbangan keuangan
dan/atau bantuan lain yang lebih adil dan transparan.
4. menjadi dasar dalam menentukan anggaran kinerja berbasis
manajemen kinerja. SPM dapat dijadikan dasar dalam alokasi
anggaran daerah dengan tujuan yang lebih terukur. SPM dapat
menjadi alat untuk meningkatkan akuntabilitas Pemerintahan
Daerah terhadap masyarakat. Sebaliknya, masyarakat dapat
mengukuru sejauhmana Pemerintahan Daerah dapat memenuhi
kewajibannya dalam menyediakan pelayanan publik.
5. memperjelas tugas pokok Pemerintahan Daerah dan mendorong
terwujudnya checks and balances yang efektif.
6. mendorong transparansi dan partisipasi masyarakat dalam proses
penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
26.5. Apakah yang dimaksud dengan SPM bidang lingkungan hidup?
 Standar pelayanan minimal bidang lingkungan hidup yang selanjutnya
disebut SPM bidang lingkungan hidup adalah ketentuan mengenai jenis

@Eko Nurmardiansyah, ITENAS, 22 November 2019

45
Materi Kuliah: Hukum dan Kebijakan Lingkungan

dan mutu pelayanan dasar bidang lingkungan hidup yang merupakan


urusanwajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara
minimal(Pasal 1 angka 1 Permenlh Nomor 19 Tahun 2008).Pelayanan
dasar bidang lingkungan hidup adalah jenis pelayanan publik yang
mendasar dan mutlak untuk mendapatkan mutu lingkungan hidup yang
baikdan sehat secara berkelanjutan (Pasal 1 angka 2 Permenlh Nomor
19 Tahun 2008).
26.6. Siapakah yang mendapat tugas dan wewenang untuk menetapkan dan
melaksanakan SPM dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup?
 Salah satu tugas dan wewenang Pemerintah dalam perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup yaitu menetapkan standar pelayanan
minimal sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 63 ayat (1) huruf s UU
Nomor 32 Tahun 2009. Sedangkan salah satu tugas dan wewenang
pemerintah provinsi dan kabupaten/kota dalam perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup yaitu melaksanakan standar pelayanan
minimal sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 63 ayat (2) huruf m dan
ayat (3) huruf j UU Nomor 32 Tahun 2009.
26.7. Siapakah yang menetapkan SPM dalam perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup
 Urusan Pemerintahan di bidang lingkungan hidup merupakan salah satu
kewenangan wajib pemerintahan daerah yang penyelenggaraannya
berpedoman pada standar pelayanan minimal bidang lingkungan hidup
yang ditetapkan oleh Menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup. Dalam hal ini Peraturan Menteri Negara Lingungan Hidup
Nomor 19 Tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang
Lingkungan Hidup Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota
(Permenlh Nomor 19 Tahun 2008).
26.8. Siapakah yang menyelenggarakan dan terdiri atas apa saja SPM
bidang lingkungan hidup di provinsi?
 Pemerintah provinsi menyelenggarakan pelayanan di bidang lingkungan
hidup sesuai dengan SPM bidang lingkungan hidup sebagaimana
diamanatkan dalam Pasal 2 ayat (1) Pasal 2 Permenlh Nomor 19 Tahun
2008 terdiri atas:
1. pelayanan informasi status mutu air;
2. pelayanan informasi status mutu udara ambien; dan
3. pelayanan tindak lanjut pengaduan masyarakat akibat adanya
dugaan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.
 Pelayanan informasi status mutu air terdiri atas:
a. indikator SPM yang menunjukkan prosentase jumlah sumber air
yangdipantau kualitasnya, ditetapkan status mutu airnya dan
diinformasikanstatus mutu airnya;
b. nilai pencapaian secara bertahap sampai dengan sebesar 100 %; dan
c. batas waktu pencapaian secara bertahap sampai dengan tahun 2013.
 Pelayanan informasi status mutu udara ambien terdiri atas:

@Eko Nurmardiansyah, ITENAS, 22 November 2019

46
Materi Kuliah: Hukum dan Kebijakan Lingkungan

a. indikator SPM yang menunjukkan prosentase jumlah


kabupaten/kotayang dipantau kualitas udara ambiennya dan
diinformasikan mutu udaravambiennya;
b. nilai pencapaian secara bertahap sampai dengan sebesar 100 %;
dan
c. batas waktu pencapaian secara bertahap sampai dengan tahun
2013.
 Pelayanan tindak lanjut pengaduan masyarakat akibat adanya dugaan
pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup terdiri atas:
a. indikator SPM yang menunjukkan prosentase jumlah
pengaduanmasyarakat akibat adanya dugaan pencemaran dan/atau
perusakanlingkungan hidup yang ditindaklanjuti;
b. nilai pencapaian secara bertahap sampai dengan sebesar 100 %; dan
c. batas waktu pencapaian secara bertahap sampai dengan tahun 2013.
26.9. Siapakah yang menyelenggarakan dan terdiri atas apa saja SPM
bidang lingkungan hidup di kabupaten/kota?
 Pemerintah kabupaten/kota menyelenggarakan pelayanan di
bidanglingkungan hidup sesuai dengan SPM bidang lingkungan hidup
sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 3 Permenlh Nomor 19 Tahun
2008 terdiriatas:
a. pelayanan pencegahan pencemaran air;
b. pelayanan pencegahan pencemaran udara dari sumber tidak
bergerak;
c. pelayanan informasi status kerusakan lahan dan/atau tanah
untukproduksi biomassa; dan
d. pelayanan tindak lanjut pengaduan masyarakat akibat adanya
dugaan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.
 Pelayanan pencegahan pencemaran air terdiri atas:
a. indikator SPM yang menunjukkan prosentase jumlah usaha
dan/ataukegiatan yang mentaati persyaratan administrasi dan teknis
pencegahanpencemaran air;
b. nilai pencapaian secara bertahap sampai dengan sebesar 100 %; dan
c. batas waktu pencapaian secara bertahap sampai dengan tahun 2013.
 Pelayanan pencegahan pencemaran udara dari sumber tidak bergerak
terdiri atas:
a. indikator SPM yang menunjukkan prosentase jumlah usaha
dan/ataukegiatan sumber tidak bergerak yang memenuhi
persyaratan administratifdan teknis pencegahan pencemaran udara;
b. nilai pencapaian secara bertahap sampai dengan sebesar 100 %;
dan
c. batas waktu pencapaian secara bertahap sampai dengan tahun
2013.
 Pelayanan informasi status kerusakan lahan dan/atau tanah untuk
produksibiomassa terdiri atas:

@Eko Nurmardiansyah, ITENAS, 22 November 2019

47
Materi Kuliah: Hukum dan Kebijakan Lingkungan

a. indikator SPM yang menunjukkan prosentase luasan lahan


dan/atautanah untuk produksi biomassa yang telah ditetapkan dan
diinformasikanstatus kerusakannya;
b. nilai pencapaian secara bertahap sampai dengan sebesar 100 %; dan
c. batas waktu pencapaian secara bertahap sampai dengan tahun 2013.
 Pelayanan tindak lanjut pengaduan masyarakat akibat adanya
dugaanpencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup terdiri atas:
a. indikator SPM yang menunjukkan prosentase jumlah
pengaduanmasyarakat akibat adanya dugaan pencemaran dan/atau
perusakanlingkungan hidup yang ditindaklanjuti;
b. nilai pencapaian secara bertahap sampai dengan sebesar 90 %; dan
c. batas waktu pencapaian secara bertahap sampai dengan tahun 2013.

Endnote:

1
Yunus Wahid, 2014, Pengantar Hukum Tata Ruang, Penerbit Kencana Prenadamedia Group,
Jakarta, hlm. 2.
2
Yunus Wahid, Id, hlm. 1.
3
Yunus Wahid, Id.
4
Asep Warlan Yusuf, 2008, Kajian Hukum Electronic Road Pricing (ERP), Kerjasama Pemerintah
Provinsi DKI Jakarta dan Institute for Transportation and Development Policy.
5
Aca Sugandhy, 1987, Perencanaan Tata Ruang Wilayah Berwawasan Lingkungan sebagai Alat
Keterpaduan Pembangunan, makalah pada Komperensi PSL VII 1987 di Sulawesi Selatan, hlm. 3.
6
Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU), Risalah Sidang Pembahasan RUU PLH agenda RDPU
tertanggal 13 Juli 2009, hlm. 14.
7
Hariadi Kartodihardjo, Posisi RPPLH Dalam Sistem Perencanaan Nasional, disampaikan dalam
Pembahasan Perancangan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Perencanaan Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup, Jakarta, 29 Maret 2013.
8
Kementerian Lingkungan Hidup, Deputi Bidang Tata Lingkungan, Kajian Lingkungan Hidup
Strategis, (KLHS) – Strategic Environmental Assessment (SEA) – Terobosan Pengelolaan
Lingkungan Hidup dalam Menjamin Pembangunan Berkelanjutan Indonesia.
9
Deputi Bidang Tata Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup, KLHS bukan AMDAL – SEA
is not EIA.
10
Deputi Bidang Tata Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup, KLHS bukan AMDAL – SEA
is not EIA.
11
Deputi Bidang Tata Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup, KLHS bukan AMDAL – SEA
is not EIA.
12
Asep Warlan Yusuf, dalam rangka Konsultasi Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau kepada
Kementerian Lingkungan Hidup terkait Penyusunan Peraturan Daerah tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup, khususnya terkait Anggaran Berbasis Lingkungan Hidup (Green
Budgeting), tertanggal 18 Agustus 2014.
13
Asep Warlan Yusuf, Id.
14
Andi Hamzah, 2005, hlm.82.
15
Koesnadi Hardjasoemantri, 1999, Hukum Tata Lingkungan, Penerbit Gadjah Mada Press,
Yogyakarta, hlm. 376,
16
Paulus Effendi Lotulung, 1995, Pengantar Hukum Administrasi Negara, Penerbit Gadjah Mada
Press, Yogyakarta, hlm. 2-4.

@Eko Nurmardiansyah, ITENAS, 22 November 2019

48

Anda mungkin juga menyukai