Urgensi Halaqoh
Halaqoh atau Usroh adalah sebuah istilah yang ada hubungannya dengan dunia pendidikan,
khususnya pendidikan atau pengajaran Islam. Istilah halaqoh biasanya digunakan untuk
menggambarkan sekelompok kecil muslim yang secara rutin mengkaji ajaran Islam. Jumlah
peserta dalam kelompok kecil tersebut berkisar antara 3-12 orang. Mereka mengkaji Islam
dengan manhaj tertentu. Halaqoh/usroh adalah sekumpulan orang yang ingin mempelajari dan
mengamalkan
Halaqoh terbentuk karena kesadaran mereka sendiri untuk mempelajari dan mengamalkan
Islam secara bersama-sama. Kesadaran itu muncul setelah mereka bersentuhan dan menerima
dakwah dari orang-orang yang telah mengikuti halaqoh/usroh terlebih dahulu, baik melalui
forum-forum umum, seperti tabligh, seminar, pelatihan atau dauroh, maupun karena dakwah
interpersonal. Peserta halaqoh/usroh dipimpin dan dibimbing oleh seorang murobbi. Murobbi
disebut juga dengan mentor, pembina, ustdaz, mas’ul, atau naqib (pemimpin). Murobbi
bekerjasama dengan peserta halaqoh/usroh untuk mencapai tujuan halaqoh/usroh, yaitu
terbentuknya muslim yang Islami dan berkarakter da’i (takwinul Islamiyah wa da’iyah).
HALAQOH/USROH MUNTIJAH(SUKSES)
Peran halaqah/usroh yang begitu penting bagi keberlangsungan umat membuat halaqah/usroh
harus dijaga eksistensinya sampai kapanpun. Tak ada kata selesai untuk menjaga eksistensi
halaqah/usroh, walaupun telah berdiri daulah atau khilafah Islamiyah. Berbagai masalah yang
sekarang ini menimpa umat sesungguhnya lebih banyak disebabkan karena kebodohan umat.
Islam itu sendiri terhadap ajaran agamanya.
Muhammad Abduh pernah berkata: ― Islam ditutupi oleh umatnya. Umat yang terdidik secara
Islami akan mampu mengatasi berbagai masalah yang muncul dengan solusi yang lebih tepat.
Solusi yang datangnya dari Allah SWT.
Untuk menjadikan halaqoh/usroh sebagai wadah tarbiyah yang efektif, maka para aktivis dan
da‘i harus berupaya agar halaqoh/usroh berjalan dengan sukses. Hanya halaqoh/usroh yang
selalu berorientasi pada kesuksesan yang berperan secara signigfikan dalam pembangunan
umat. Oleh karena itu, tugas da‘i dan para aktivis adalah memperbanyak jumlah halaqoh/usroh
yang berorientasi kepada kesuksesan . Bukan hanya sekedar berjalan dengan rutinitas yang
monoton tanpa mengetahui atau tanpa ada evaluasi apakah halaqoh/usroh tersebut berjalan
dengan orientasi kesuksesan atau tidak.
Jika halaqoh/usroh tidak lagi berjalan dengan orientasi kesuksesan, maka masa depan
halaqah/usroh akan suram karena tidak lagi mampu menghasilkan kader Islam yang tangguh
dan berkualitas seperti para pendahulunya, yaitu para mu’asis(muntijah) da‘wah yang
membangun sistem halaqah/usroh itu sendiri. Kriteria sebuah halaqoh/usroh yang muntijah?
Kriterianya:
• Tercapainya dinamisasi, sehingga jalannya halaqah/usroh berlangsung dengan
menggairahkan dan tidak menjemukan.
• Tercapainya produktivitas, sehingga tujuan halaqah/usroh dapat terwujud.
Dalam kenyatannya, tidak semua halaqoh/usroh muntijah. Bahkan ada halaqoh/usroh yang
sangat rendah orientasinya pada kesuksesan (muntijah). Jika halaqoh/usroh diklasifikasikan
berdasarkan faktor dinamisasi dan produktivitas (sebagai kriteria halaqoh/usroh yang
muntijah), terdapat tipe halaqoh/usroh yang bisa diamati, yaitu:
1. Halaqoh/usroh tipe sukses (muntijah)
Tipe muntijah adalah halaqoh/usroh yang faktor dinamisasinya tinggi dan faktor
produktivitasnya tinggi. Inilah halaqoh/usroh yang prestasinya paling baik.
Halaqoh/usroh yang menjadi idaman setiap aktivis da‘wah.
2. Halaqoh/usroh tipe paguyuban
Tipe paguyuban adalah halaqoh/usroh yang faktor dinamisasinya tinggi, namun pada
saat bersamaan faktor produktivitasnya rendah
3. Halaqoh/usroh tipe jenuh
Tipe jenuh adalah halaqoh/usroh yang faktor dinamisasinya rendah, akan tetapi pada
saat bersamaan faktor produktivitasnya tinggi.
4. Halaqoh/usroh tipe sedang
Tipe sedang adalah halaqoh/usroh yang faktor dinamisasinya sedang dan pada saat yang
bersamaan produktivitasnya juga sedang
5. Halaqoh/usroh tipe rendah
Tipe rendah adalah halaqoh/usroh yang faktor dinamisasinya rendah dan pada saat
bersamaan faktor produktivitasnya juga rendah. Halaqoh/usroh tipe rendah yang
orientasinya kepada kesuksesan paling rendah. Halaqoh/usroh yang paling tidak
diidamkan oleh setiap murobbi/naqib dan peserta.
Dalam sistem sosial seperti halaqoh/usroh, keberhasilan tidak dapat diukur dari hasilnya
saja. Sebab hal itu berpotensi besar untuk mengabaikan proses yang manusiawi dalam
mencapai tujuan. Padahal manusia dalam halaqoh/usroh adalah sumber daya yang paling
penting, sehingga proses dalam mencapai tujuan harus diperhatikan demi menghargai nilai-
nilai dan kebutuhan manusia itu sendiri. Dalam dunia manajemen, hal ini disebut dengan
management by objective dan management by process.
Kedua-duanya penting dalam mengukur keberhasilan sebuah sistem sosial seperti
halaqoh/usroh. Jadi berbicara tentang dinamisasi berarti berbicara dalam tataran
proses. Sedang berbicara tentang produktivitas berarti berbicara dalam tataran tujuan/hasil.
HALAQOH/USROH DINAMIS
Salah satu sendi halaqoh/usroh yang muntijah adalah dinamisasi. Yaitu halaqoh/usroh yang
selalu berproses dan bergerak secara berubah-ubah, sehingga menumbuhkan kegairahan dan
menghilangkan kejenuhan. Ini bukan merupakan hal yang mudah, karena sistem halaqah/usroh
berjalan seumur hidup. Tidak mengenal kata lulus, kecuali jika peserta sendiri yang
menginginkan keluar dari halaqoh/usroh.
Halaqoh/usroh dirancang untuk diikuti seumur hidup (madal hayah) oleh pesertanya. Yang
berubah hanya penempatan pesertanya yang disesuaikan dengan pemahaman dan
pengamalannya terhadap Islam. Mungkin saja peserta mendapatkan murobbi/naqib yang
berbeda-beda. Tempat halaqoh/usroh yang berubah-ubah. Apa pun namanya, tapi hakekatnya
tetap sama, yaitu sistem pendidikan yang berlangsung seumur hidup.
Bagaimana upaya agar halaqoh tidak menjemukan?
Jawabannya, yang perlu dilakukan agar suasana halaqoh/usroh yang berlangsung lama itu
tidak menjemukan adalah dengan mendinamiskan perjalanan halaqoh/usroh (melakukan
berbagai cara kreatif yang Islami untuk merubah suasana halaqah/usroh supaya tidak
membosankan).
Kepuasaan beraktivitas (job satisfaction) sebenarnya merupakan kata lain dari terwujudnya
nikmat ukhuwah (ni’matul ukhuwah). Bukankah Allah SWT menghendaki agar kita selalu
beraktivitas dalam suasana ukhuwah yang nikmat?
..dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-
musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu. Lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah
orang-orang yang bersaudara (QS. 3 : 103).
Manfaat yang akan diperoleh jika halaqoh/usroh berjalan dinamis, antara lain :
1. Kehadiran yang rutin
2. Semangat yang tinggi
3. Tanggung jawab yang besar
4. Mempercepat pencapaian tujuan
5. Meningkatkan kreativitas
6. Menghindari kemaksiatan
7. Memperkecil munculnya konflik/masalah
8. Merasakan manisnya ukhuwah
Jika tidak ada kesungguh-sungguhan untuk mewujudkan halaqoh/usroh yang dinamis, maka
perlahan tapi pasti halaqoh/usroh akan berubah menjadi menjemukan. Yang sebab-sebabnya
antara lain :
• Suasana yang monoton
• Ketiadaan keteladanan
• Kurangnya upaya untuk saling memotivasi/mengingatkan
• Konflik berkepanjangan
Kejemuan dalam halaqoh/usroh bisa juga disebabkan seringnya terjadi konflik di antara
peserta. Selain sebab-sebab yang bersifat eksternal, ada juga sebab-sebab yang
datangnya dari pribadi orang yang mengalami kejemuan itu sendiri (sebab internal).
Sebab-sebab itu antara lain :
a. Kurangnya keikhlasan. Hal ini karena ikhlas merupakan motivasi yang tertinggi
sehingga jika seseorang telah ikhlas, kecil kemungkinan ia dihinggapi perasaan bosan.
b. Maksiat. Jika peserta halaqoh/usroh banyak melakukan kemaksiatan (kecil atau
besar), maka kecenderungan untuk munculnya rasa jemu akan lebih besar dibandingkan
jika peserta menjaga dirinya dari kemaksiatan.
c. Kurangnya pemahaman. Kejemuan juga bisa muncul dari kurangnya pemahaman
tentang pentingnya suatu pekerjaan.
Kita juga perlu mengetahui bahwa kejenuhan di dalam halaqoh/usroh tidak berlangsung secara
tiba-tiba. Ada proses yang panjang sehingga suasana jenuh betul-betul terjadi dalam
halaqoh/usroh. Tahapan-tahapan terjadinya kejenuhan dalam halaqoh/usroh sebagai berikut :
1. Monoton
2. Eliminasi makna
3. Penghindaran
4. Ketidaknyamanan
5. Apatis
Ada beberapa macam kejenuhan yang mungkin terjadi dalam halaqoh/usroh. Macam-macan
kejenuhan tersebut antara lain :
1. Kejenuhan berdasarkan jumlah peserta
a) Kejenuhan induvidual, yaitu kejenuhan yang terjadi pada satu atau lebih peserta
halaqoh/usroh. Kejenuhan ini terjadi pada minoritas dari jumlah seluruh peserta
halaqoh/usroh.
b) Kejenuhan komunal, yaitu kejenuhan yang terjadi pada sebagian besar (mayoritas)
peserta halaqoh/usroh. Kejenuhan komunal lebih sulit diatasi daripada kejenuhan
induvidual.
2. Kejenuhan berdasarkan waktu :
a) Kejenuhan temporer, yaitu kejenuhan di dalam halaqoh/usroh yang terjadi hanya pada
waktu-waktu tertentu. Misalnya, suasana membosankan yang berlangsung ketika
murobbi/naqib tidak hadir karena sedang menempuh ujian kuliah. Namun setelah
murobbi/naqib hadir kembali, suasana membosankan itu hilang.
b) Kejenuhan permanen, yaitu kejenuhan yang terjadi ketika halaqoh/usroh merasakan
kejenuhan dalam waktu yang lama. Kejenuhan permanen lebih sulit diatasi daripada
kejenuhan temporer.
3. Kejenuhan berdasarkan peran
a) Kejenuhan peserta, yaitu kejenuhan yang terjadi pada diri peserta halaqoh/usroh.
b) Kejenuhan murobbi/naqib, yaitu kejenuhan yang terjadi pada diri murobbi/naqib.
Kejenuhan murobbi/naqib lebih berbahaya daripada kejenuhan peserta.
4. Kejenuhan berdasarkan objek
a) Kejenuhan sistem belajar, yaitu kejenuhan yang diakibatkan oleh tidak pernah
berubahnya sistem belajar.
b) Kejenuhan metode penyampaian, yaitu kejenuhan yang diakibatkan karena
penyampaian materi/madah yang monoton (hanya dengan satu metode belajar saja).
c) Kejenuhan media/alat belajar, yaitu kejenuhan yang diakibatkan penggunaan sarana
belajar yang monoton.
d) Kejenuhan materi/madah, yaitu kejenuhan yang diakibatkan oleh isi materi yang
monoton. Walau materi berbeda-beda, tapi penjabaran, ilustrasi, dalil, atau contoh
diberikan secara monoton dan berulang-ulang.
e) Kejenuhan agenda acara, yaitu kejenuhan yang diakibatkan oleh monotonnya susunan
dan jenis agenda acara dalam setiap pertemuan halaqoh/usroh.
f) Kejenuhan waktu pertemuan, yaitu kejenuhan yang diakibatkan tidak pernah
berubahnya waktu pertemuan. Misalnya, waktu pertemuan selalu dilakukan setiap
malam jum‘at.
g) Kejenuhan tempat pertemuan, yaitu kejenuhan yang diakibatkan tidak pernah
berubahnya tempat pertemuan. Misalnya, tempat pertemuan selalu dilakukan di rumah
murobbi/naqib.
h) Kejenuhan komposisi peserta, yaitu kejenuhan yang diakibatkan oleh tidak pernah
berubahnya komposisi peserta. Peserta yang mengikuti suatu halaqoh/usroh tidak
pernah berubah selama bertahun-tahun. Tidak ada yang dimutasikan dan tidak ada
peserta pindahan dari halaqoh/usroh lainnya.
Perasaan ini bisa berdampak pada keinginan untuk mengundurkan diri dari halaqoh/usroh dan
dakwah. Jika kejenuhan tersebut terjadi pada diri seorang murobbi/naqib, maka selain berbagai
dampak di atas, murobbi/naqib juga dapat mengalami berbagai dampak negatif :
1. Enggan melakukan persiapan
2. Penyampaian yang kurang berisi
3. Lupa pada tujuan
Begitu banyaknya dampak negatif yang dapat ditimbulkan dari kejenuhan dalam halaqoh/usroh
semestinya menyadarkan setiap murobbi/naqib dan peserta akan pentingnya mendinamiskan
perjalanan halaqoh/usroh. Jika murobbi/naqib dan peserta menyepelekan hal ini maka kualitas
pembinaan akan terus menurun, sehingga pembinaan melalui halaqoh/usroh tidak lagi
memiliki keistimewaan yang mampu melahirkan kader-kader Islam yang tangguh. Hal ini tentu
tak bisa terus dibiarkan, jika kita masih memiliki komitmen untuk membangun kejayaan Islam.
Setelah kita mengetahui begitu banyaknya dampak negatif yang muncul dari halaqoh/usroh
yang tidak dinamis (menjemukan), lalu bagaimana caranya menilai sebuah halaqoh/usroh
dinamis atau tidak? Apa ciri-ciri sebuah halaqoh/usroh yang dinamis? Tidak mudah memang
mendeteksi sebuah halaqoh/usroh dinamis atau tidak. Dibutuhkan pengamatan yang mendalam
dan waktu yang lama untuk mengidentifikasikan kedinamisan sebuah halaqoh/usroh.
Sebenarnya yang paling tepat menilai dinamisasi sebuah halaqoh/usroh adalah mereka yang
berada di dalamnya. Orang luar mungkin hanya bisa mengira-ngira kualitas kedinamisan
sebuah halaqoh/usroh.
Namun di bawah ini, ada beberapa kriteria yang dapat digunakan untuk mengukur kedinamisan
sebuah halaqoh/usroh. Kriteria tersebut adalah :
1. Suasana yang inovatif
2. Komentar-komentar kerinduan
3. Ingin berlama-lama
4. Kehadiran yang rutin
semakin banyak ciri-ciri di atas ada dalam sebuah halaqoh/usroh maka berarti semakin dinamis
halaqoh/usroh tersebut. Sebaliknya, jika ciri-ciri tersebut semakin tidak ada, bahkan yang ada
malah kondisi sebaliknya, yaitu :
1. Adanya kondisi yang monoton;
2. tidak ada komentar-komentar ‘kerinduan‘;
3. tidak ada keinginan untuk berlama-lama;
4. dan kehadiran yang tidak rutin
berarti halaqoh/usroh berada dalam kondisi jenuh, sehingga perlu ada upaya segera untuk
mengatasinya. Jika tidak, halaqoh/usroh tersebut akan semakin parah. Cita-cita untuk menjadi
halaqoh/usroh yang muntijah (sukses) hanya akan menjadi utopis.
HALAQOH/USROH PRODUKTIF
Halaqoh yang muntijah tidak akan terwujud tanpa tercapainya produktivitas. Produktivitas
merupakan indikator yang penting untuk mengukur keberhasilan halaqoh/usroh. Tanpa
produktivitas, halaqoh/usroh akan kehilangan esensinya sebagai wadah pengkaderan yang
mumpuni. Halaqoh/usroh yang tidak produktif pada hakekatnya telah berubah fungsi menjadi
tempat berkumpul biasa, seperti paguyuban belaka. Ia tak lagi memiliki keistimewaan sebagai
marokiz taghir (wadah perubahan) bagi umat dan bangsa.
Produktivitas berbeda dengan dinamika. Jika dinamisasi terjadi dalam tataran proses,
produktivitas terjadi dalam tataran tujuan (output). Ketika kita berbicara tentang produktivitas,
kita berbicara tentang sejauh mana tujuan yang telah direncanakan dapat tercapai. Semakin
banyak tujuan yang kita dapatkan, maka semakin produktivitas kita. Sebaliknya, semakin
sedikit atau tidak terealisirnya tujuan yang diharapkan, maka semakin tidak produktif kita.
Dua hal tersebut produktivitas dan dinamisasi penting dalam mengukur keberhasilan
halaqoh/usroh. Halaqoh/usroh yang dinamis tak ada artinya tanpa produktivitas. Sebaliknya,
halaqoh/usroh yang produktif tak ada artinya tanpa dinamisasi. Produktivitas dan dinamisasi
sama pentingnya karena halaqoh/usroh adalah kumpulan manusia yang membutuhkan kedua
hal tersebut (produktivitas dan dinamisasi). Produktivitas memenuhi kebutuhan manusia untuk
mencapai tujuan. Barangkali tidak ada manusia di dunia ini yang tak ingin maju. Semua
manusia menginginkan kemajuan. Sedang dinamisasi memenuhi kebutuhan manusia untuk
menikmati apa yang tengah dialaminya.
Dinamisasi menjawab kebutuhan kita akan soliditas dan harmonisasi ketika kita bekerjasama
dengan orang lain. Halaqoh/usroh membutuhan produktivitas dan dinamisasi tersebut. Sebab
halaqoh/usroh adalah kumpulan manusia yang ingin maju dan ingin merasakan nikmatnya
ukhuwah . Namun Allah SWT menyambung ayat tersebut dengan ayat lain tentang pentingnya
ukhuwah dalam mencapai tujuan.
Produktivitas adalah banyaknya hasil (tujuan) yang dicapai oleh seseorang/sekelompok orang.
Produktivitas dapat dilihat dari dua sisi : kuantitas dan kualitas. Semakin banyak dan
berkualitas sasaran-sasaran yang dicapai oleh sebuah halaqoh/usroh berarti semakin produktif
halaqoh/usroh tersebut.
Halaqoh/usroh telah mempunyai tujuan yang pasti. Para mufakir (pemikir) da‘wah telah
merumuskan apa saja tujuan yang mesti dicapai oleh halaqoh/usroh. Tujuan (sasaran)
halaqoh/usroh adalah :
1. Tercapainya kenaikan jenjang
Produktivitas halaqoh/usroh diukur dari seberapa banyak peserta berhasil naik ke jenjang
berikutnya. Kenaikan jenjang diukur dari sejauh mana peserta mencapai muwashofat yang
telah ditetapkan sesuai dengan jenjangnya. Halaqoh/usroh memiliki berbagai jenjang yang
di setiap jenjang mempunyai muwashofat yang berbeda-beda.
Tugas murobbi/naqib adalah membimbing peserta untuk mencapai muwashofat yang telah
ditetapkan, sehingga peserta berhasil naik ke jenjang berikutnya. Semakin banyak peserta
yang berhasil naik ke jenjang berikutnya berarti semakin produktif halaqoh/usroh
tersebut. Sebaliknya, semakin sedikit peserta yang berhasil naik ke jenjang berikutnya
berarti semakin tidak produktif halaqoh/usroh tersebut. Kenaikan jenjang menjadi tujuan
halaqoh/usroh karena jenjang adalah cara untuk menempatkan orang sesuai dengan
tempatnya di dalam tatanan jama’ah. Cara yang relatif lebih obyektif untuk mengukur
kapasitas seseorang dalam memikul beban dakwah. Sebagai bagian dari pengkaderan
jama’ah terhadap anggotanya, halaqoh/usroh perlu membantu jama’ah dalam menata
kapasitas anggotanya, sehingga jama’ah tidak berlaku zalim dengan menempatkan orang
yang tidak cocok pada tempatnya.
Produktivitasnya sebuah halaqoh/usroh tentu akan memberikan manfaat yang banyak, baik
bagi murobbi/naqib, peserta maupun jama’ah dan umat. Bagi murobbi/naqib, halaqoh/usroh
yang produktif akan membuat munculnya perasaan berhasil. Perasaan ini amat dibutuhkan
untuk menumbuhkan kepercayaan diri dalam membina.
Ada pun sebab-sebab eksternal dari tidak produktivitasnya sebuah halaqoh/usroh adalah :
a. Kurangnya motivasi Murobbi/naqib dan peserta tidak saling memotivasi untuk
meningkatkan produktivitas. Mereka mungkin sudah putus asa karena telah mencoba berulang
kali untuk meningkatkan produktivitas tetapi selalu hasilnya tidak sesuai dengan harapan.
Akibatnya mereka merasa kecewa dan tidak bersemangat lagi untuk saling mengingatkan
pentingnya produktivitas halaqoh/usroh.
b. Kurangnya penjelasan tentang tujuan Sebab yang kedua bisa jadi karena peserta tidak
memahami apa itu tujuan halaqoh/usroh.
Dinamisasi dalam melakukan proses dan produktif dalam mencapai tujuan merupakan
indikator dari halaqoh/usroh yang muntijah (sukses). Tanpa dinamisasi dan produktivitas tidak
mungkin sebuah halaqoh/usroh dapat memperoleh kesuksesan. Keduanya sama-sama penting
dan sama-sama perlu dicapai secara seimbang jika sebuah halaqoh/usroh ingin sukses.
Akan tetapi ada juga halaqoh/usroh yang lebih mementingkan program yang terkait dengan
produktivitas saja. Ketidakseimbangan dalam dinamisasi dan produktivitas cepat atau lambat
akan membahayakan keberadaan halaqoh/usroh itu sendiri. Sebab esensi keberadaan
halaqoh/usroh untuk mencetak kader Islam yang tangguh tak mungkin terwujud tanpa
menyeimbangkan faktor dinamisasi dan produktivitas secara seimbang.
Padahal yang diharapkan dari pembinaan di dalam halaqoh/usroh adalah lahirnya pribadi-
pribadi yang tidak berpandangan sempit terhadap kelompoknya (ashobiyyah). Tidak
menganggap hanya kelompoknya saja yang paling baik, sedang kelompok lainnya pasti lebih
buruk. Yang diinginkan adalah tampilnya pribadi-pribadi yang berpandangan luas dan mau
menerima kebenaran dari mana saja. Mandiri dan kreatif dalam mengambil keputusan. Tidak
tergantung pada orang tertentu dan siap menjadi kader penerus estafeta perjuangan.
Fanatisme dan figuritas yang berlebihan juga bisa menjadi problem dalam amal jama’i. Orang
yang fanatik pada kelompoknya dan berfigur pada orang tertentu menjadi sulit untuk beramal
jama’i dengan orang lain. Ia akan memilih-milih kepada siapa ia akan bekerja sama. Peserta
yang fanatik dan berfigur juga menjadi sulit untuk dipindahkan kepada murobbi/naqib lain,
sehingga bisa mempersulit proses kenaikan jenjang dan sistem penataan jama’ah.
Hal-hal yang dikemukakan di atas bisa saja terjadi jika halaqoh/usroh hanya berorientasi pada
satu dari dua dimensi kesuksesan halaqoh/usroh, yaitu hanya berorientasi pada dinamisasi atau
pada produktivitas saja.
Bahaya-bahaya yang disebutkan di atas akan semakin besar peluang terjadinya jika
halaqoh/usroh lemah pada kedua dimensi. Lemah pada dinamisasi, sekaligus lemah pada
produktivitas. Jika hal itu yang terjadi, maka halaqoh/usroh telah gagal mewujudkan misinya
sebagai wadah pengkaderan aktivis Islam yang mumpuni.
Pembahasan yang agak panjang lebar tentang dinamisasi dan produktivitas serta berbagai
dampak yang menyertainya mudah-mudahan menyadarkan kita tentang pentingnya
memperhatikan kedua masalah ini (dinamisasi dan produktivitas) secara lebih serius dalam
perjalanan halaqoh/usroh.
Rumus Dinamisasi Halaqoh/Usroh:
D = n(Pb) (I+K+T)
Keterangan:
D = Dinamisasi
N(Pb) = Jumlah variasi perubahan
I = Keikhlasan
K = Keteladanan
T = Semangat mencapai tujuan
Tugas seorang murobbi/naqib dan peserta adalah bagaimana agar pertemuan halaqoh/usroh
selalu bervariasi, sehingga n (Pb)-nya meningkat.
Disini perlu dijelaskan dikalikannya n (PB) dengan I+K+T menunjukkan bahwa Keikhlasan
(I), Keteladanan (K), dan semangat mencapai
Tujuan (T) bobotnya lebih besar daripada jumlah variasi perubahan (n(Pb)). Artinya, walau
jumlah variasi perubahan (n(Pb)) kecil, tapi jika Keikhlasan (I), Keteladanan (K), dan semangat
mencapai Tujuan (T) besar, maka halaqoh/usroh tetap bisa mencapai dinamisasi.
Hal itu karena Keikhlasan (I), Keteladanan (K), dan semangat mencapai Tujuan (T) memang
memiliki peranan yang lebih besar dalam mendinamiskan perjalanan halaqoh/usroh. Jika
ketiga hal tersebut tetap tinggi di dalam halaqoh/usroh biasanya suasana dinamis tetap
terpelihara, walau jumlah variasi perubahan (n(PB)) kecil. Jika disimak lebih jauh, mana dari
ketiga variabel (Keikhlasan, Keteladanan, dan semangat mencapai Tujuan) yang lebih besar
nilainya, jawabannya adalah Keikhlasan (I) menempati urutan pertama, Keteladanan (K)
menempati urutan kedua, dan semangat mencapai Tujuan (T) menempati urutan ketiga. Ini
artinya murobbi/naqib dan peserta perlu memprioritaskan upaya peningkatan Keikhlasan (I),
setelah itu Keteladanan (K) dan terakhir semangat mencapai Tujuan (T) agar halaqoh/usroh
dapat berjalan dinamis.
Namun perlu diingatkan disini bahwa melakukan variasi perubahan (n(Pb)) bukan kemudian
menjadi tidak penting, (n(Pb)) justru bisa menjadi alat untuk menstimulus munculnya
Keikhlasan (I), Keteladanan (K), dan semangat mencapai Tujuan (T). Dengan suasana yang
variatif, halaqoh/usroh bisa memotivasi munculnya keikhlasan, keteladanan dan semangat
mencapai tujuan yang variatif pula, sehingga personil halaqoh/usroh menjadi lebih kaya
dengan wawasan dan pengalaman dalam meningkatkan Keikhlasan (I), Keteladanan (K), dan
semangat mencapai Tujuan (T) tersebut.
Modal utama yang dibutuhkan dalam meningkatkan nilai n (Pb) adalah kreativitas. Yaitu,
kemampuan untuk berani menghadirkan cara-cara baru dalam mendinamiskan halaqoh/usroh.
Kurang kreatifnya murobbi/naqib disebabkan beberapa hal, diantaranya adalah :
1. Kurangnya waktu untuk mengadakan persiapan mengisi halaqoh/usroh.
2. Kurangnya wawasan dan pengalaman menjadi murobbi/naqib.
3. Kurangnya kesadaran tentang pentingnya membina halaqoh/usroh secara kreatif.
4. Kurang terbiasanya melakukan aktivitas harian secara kreatif.
5. Kurangnya motivasi untuk membina secara serius (halaqoh/usroh hanya sekedar jalan).
Selain itu, agar kreativitas dapat menjadi kultur baru dalam halaqoh/usroh, maka
murobbi/naqib perlu melakukan berbagai cara, antara lain :
a) Memberikan motivasi terus menerus kepada peserta agar meningkatkan kreativitas.
b) Melakukan kegiatan-kegiatan di dalam halaqoh/usroh yang dapat menambah keakraban
dan keterbukaan.
c) Membuat suasana halaqoh/usroh yang santai dan menyenangkan, tapi tetap serius agar
peserta berani menyampaikan ide-idenya.
d) Menghargai prakarsa dan kritik peserta serta tidak melulu melakukan kecaman atau celaan
terhadap pendapat-pendapat mereka.
e) Membudayakan musyawarah/mufakat dalam setiap pengambilan keputusan.
f) Menumbuhkan suasana saling mempercayai dan memelihara sikap adil (tidak berat
sebelah).
g) Melakukan pengawasan secara wajar (tidak terlalu ketat).
h) Membuat mekanisme komunikasi yang terbuka di dalam maupun di luar halaqoh.
i) Memberikan keteladanan kepada peserta tentang kreativitas (murobbi/naqib sendiri harus
menunjukkan kreativitasnya kepada peserta).
Kiat Meningkatkan Nilai Keikhlasan (I)
Mengapa keikhlasan dapat meningkatkan kedinamisan dalam halaqoh/usroh? Sebab dengan
ikhlas, hati menjadi bersih dari penyakit hati. Niat kita beramal hanya semata-mata untuk
taqorubub ilallah (mendekatkan diri kepada Allah).
Hal ini juga berlaku dalam amal lain, termasuk dalam halaqoh/usroh. Dengan hadirnya
keikhlasan, kita akan lebih betah berada di dalam halaqoh/usroh walau suasananya monoton.
Namun hal ini membutuhkan keikhlasan yang tinggi. Ketika keikhlasan kita tercemar, perasaan
bosan akan mudah muncul jika halaqoh/usroh berjalan monoton.
Sebenarnya dengan keikhlasan saja kita dapat betah (tidak bosan) mengikuti halaqoh/usroh.
Permasalahannya adalah menjaga keikhlasan yang prima itu seringkali sulit. Apalagi kalau kita
pernah memiliki masalah atau pernah mengalami kekecewaan dengan personil lain di dalam
halaqoh/usroh. Oleh karena itu, variabel keikhlasan saja tidak cukup, perlu ada variabel lain
(yaitu : variasi perubahan, keteladanan dan semangat mencapai tujuan) untuk membantu kita
agar betah dan tidak jenuh mengikuti halaqoh/usroh.
Untuk meningkatkan nilai Keikhlasan (I), ada berbagai cara yang dapat dilakukan. Para ulama
di berbagai masa telah mengajarkan kepada kita bagaimana cara meningkatkan keikhlasan.
Mungkin disini cukuplah diberikan satu contoh saja cara meningkatkan keikhlasan menurut
Dr. Sayyid Muhammad Nuh dalam bukunya Terapi Mental Aktivis Harakah:
a) Harus mengingat akibat yang ditimbulkannya, baik di dunia maupun di akhirat.
Akibatnya, antara lain
b) Menjauhkan diri dari pergaulan orang-orang yang suka riya‘ (suka memamerkan amal)
dan sum’ah (suka agar kebaikannya didengarkan orang lain).
c) Mengenal Allah dengan sebenar-benarnya.
d) Melawan hawa nafsu, sehingga terlepas dari dorongan-dorongan yang membawa
kepada riya’ dan sum’ah.
e) Berpegang teguh dengan akhlak Islam dalam pergaulan, tidak berlebihan dalam
memberi hormat dan penghargaan. Namun tidak pula bersikap kurang hormat dan
penghargaan. Bersikap sewajarnya saja.
f) Senantiasa mendengarkan dan memperhatikan nash-nash Al Qur‘an dan hadits yang
mendorong amal secara ikhlas.
g) Menghisab diri terlebih dahulu sebelum mengoreksi orang lain.
h) Bersandar secara sempurna kepada Allah dan bermohon kepada-Nya.
Mengapa keteladanan menjadi faktor yang menentukan kedinamisan halaqoh/usroh? Hal itu
karena keteladanan membuat seseorang percaya kepada orang lain. Kepercayaan itu akan
membuat orang betah berlama-lama dengan orang yang dipercayainya.
Untuk membuat halaqoh/usroh berlangsung dinamis, keteladanan menjadi faktor yang penting.
Namun tidak ada cara yang cepat dan instan untuk membuat orang bisa saling menteladani satu
sama lain. Dibutuhkan waktu saling mengenal yang lama untuk menumbuhkan budaya
keteladanan.
Keteladanan adalah perbuatan yang membuat orang percaya kepada kita. Mereka percaya
karena kita konsisten melakukan apa yang kita katakan atau yakini.
Keteladanan membutuhkan dua hal, yaitu inisiatif dan integritas. Tanpa ada keduanya tidak
ada yang dinamakan keteladanan (qudwah). Inisiatif adalah melakukan sesuatu sebelum orang
lain melakukannya. Integritas adalah konsisten dengan apa yang semestinya kita lakukan dalam
peran tertentu. Integritas seorang murobbi/naqib adalah konsisten dengan tuntutan peran
sebagai murobbi/naqib. Jika murobbi/naqib adalah pemimpin, maka ia harus menunjukan
watak kepemimpinannya, seperti percaya diri, jujur, disiplin, berani, kreatif, dan sifat-sifat
mulia pemimpin lainnya.
Lalu bagaimana agar halaqoh/usroh dapat meningkatkan budaya keteladanan? Hal ini
membutuhkan pionir (orang yang pertama kali memberikan keteladanan). Orang tersebut
adalah murobbi/naqib. Murobbi/naqib menjadi orang yang wajib pertama kali untuk
memberikan keteladanan.
Beberapa contoh kurangnya keteladanan dari murobbi/naqib adalah:
➢ Meminta peserta agar hadir rutin dan tepat waktu, tapi ia sendiri sering tidak hadir
atau datang terlambat.
➢ Mengajarkan sifat-sifat kebaikan, tapi ia sendiri memiliki sifat kurang baik (pemarah,
pendengki, penakut, dan lain-lain).
➢ Mengajarkan pentingnya menambah ilmu, tapi ia sendiri malas meningkatkan
ilmunya. - Meminta peserta untuk rajin menghapal ayat/hadits tertentu, tapi ia sendiri
tidak menghapal ayat/hadits tersebut.
➢ Meminta peserta untuk tidak pelit berinfaq, tapi ia sendiri pelit berinfaq
➢ Meminta peserta untuk melaksanakan hak-hak ukhuwah, tapi ia sendiri
mengabaikannya.
➢ Mengajarkan agar peserta bersungguh-sungguh memperhatikan pendapat atau taujih
(arahan) dari orang lain, tapi ia sendiri acuh ketika peserta menyampaikan pendapat
atau taujihnya.
➢ Meminta peserta hadir dengan persiapan yang matang, tapi ia sendiri hadir tanpa
persiapan.
➢ Meminta peserta berani dan tegas dalam mengambil keputrusan, tap ia sendiri kurang
berani dan tidak tegas dalam mengambil keputusan.
➢ Mengajarkan keadilan, tapi ia sendiri bersikap berat sebelah dan tidak adil kepada
peserta.
Kemenangan Kecil
Tujuan Evaluasi
(Tujuan antara)
- Peserta berhasil membaca
Tercapainya - Membaca Al-Qur’an 1
alquran
Muwashofat halaman/hari
- Peserta berhasil menghafal
- Menghafal 1 hadits arba’in
1 hadits arbain
- Menetapkan infaq Rp. - Peserta berhasilinfaq Rp.
500/pertemuan 500/pertemuan
- Peserta berani
- Keberanian mengemukakan mengemukakan pendapat
pendapat - Peserta mampu berbicara
Tercapainya - Kemampuan berbicara di di depan umum
pembentukkan depan umum - Peserta berhasil mewajih
Murobbi - Tugas menjadi muwajih di di acara dauroh
acara dauroh - Peserta berhasil merekrut 1
- Tugas merekrut 1 orang orang
- Peserta berhasil memipin
kepanitian
- Tugas memipin kepanitian - Peserta mengetahui apa
Tercapainya - Acara berupa menceritakan potensinya
pengembangan prestasi masa lalu - Peserta berhasil membuat
potensi - Tugas membuat desain brosur untuk
brosur kegiatan ramadhan meningkatkan potensi di
bidang desain
Daftar Pustaka
Lubis, Satria Hadi.2003. Menggairahkan Perjalanan Halaqah, Jakaerta: Kreasi Cerdas
Utama