Anda di halaman 1dari 19

Nama : Hilma Aprilliajasmi

Jurusan: Teknik Lingkungan


Tugas Baca

Urgensi Halaqoh

Halaqoh atau Usroh adalah sebuah istilah yang ada hubungannya dengan dunia pendidikan,
khususnya pendidikan atau pengajaran Islam. Istilah halaqoh biasanya digunakan untuk
menggambarkan sekelompok kecil muslim yang secara rutin mengkaji ajaran Islam. Jumlah
peserta dalam kelompok kecil tersebut berkisar antara 3-12 orang. Mereka mengkaji Islam
dengan manhaj tertentu. Halaqoh/usroh adalah sekumpulan orang yang ingin mempelajari dan
mengamalkan
Halaqoh terbentuk karena kesadaran mereka sendiri untuk mempelajari dan mengamalkan
Islam secara bersama-sama. Kesadaran itu muncul setelah mereka bersentuhan dan menerima
dakwah dari orang-orang yang telah mengikuti halaqoh/usroh terlebih dahulu, baik melalui
forum-forum umum, seperti tabligh, seminar, pelatihan atau dauroh, maupun karena dakwah
interpersonal. Peserta halaqoh/usroh dipimpin dan dibimbing oleh seorang murobbi. Murobbi
disebut juga dengan mentor, pembina, ustdaz, mas’ul, atau naqib (pemimpin). Murobbi
bekerjasama dengan peserta halaqoh/usroh untuk mencapai tujuan halaqoh/usroh, yaitu
terbentuknya muslim yang Islami dan berkarakter da’i (takwinul Islamiyah wa da’iyah).

Halaqah/Usroh Sebagai Wadah Pengkaderan


Halaqah/usroh sekarang ini dan Insya Allah di masa datang menjadi alternatif sistem
pendidikan Islam yang cukup efektif untuk membentuk muslim berkepribadian Islami . Hal ini
dapat terlihat dari hasil pembinaannya yang berhasil membentuk sekian banyak muslim yang
serius mengamalkan Islam. Jumlah mereka makin lama makin banyak seiring semakin
bertambahnya jumlah halaqoh/usroh yang terbentuk di berbagai kalangan.
Fenomena halaqoh/usroh berawal dari berdirinya jama’ah Ikhwanul Muslimin pada tahun 1928
M di Mesir. Lalu beliau mengenalkan sistem pendidikan alternatif yang harus dilakukan oleh
anggota jama’ahnya. Sistem itu disebut dengan sistem usroh. Anggota jama’ahnya dibagi
dalam kelompok-kelompok kecil berdasarkan tingkat pemahamannya terhadap Islam. Dengan
dibimbing oleh seorang naqib, para anggota Ikhwanul Mulimin saat itu secara serius
mempelajari Islam yang berorientasi pada pengamalan Islam. Penyebaran halaqoh/usroh yang
pesat tak bisa dilepaskan dari keberhasilannya dalam mendidik pesertanya menjadi mukmin
yang bertaqwa kepada Allah SWT. Saat ini halaqoh/usroh menjadi sebuah alternatif
pendidikan keislaman yang masif dan merakyat.
Keberhasilan halaqoh/usroh dalam mendidik pesertanya menjadikan berbagai organisasi Islam
mengandalkan halaqoh/usroh dalam mendidik para anggota atau calon anggotanya.
Halaqoh/usroh difungsikan oleh berbagai jama’ah sebagai tempat untuk membentuk kader
jama’ah yang militan dalam memperjuangkan Islam. Jama’ah yang solid dan produktif
biasanya adalah jama’ah yang sistem halaqoh/usrohnya berjalan dengan baik. Sebaliknya,
jama‘ah yang tingkat soliditas dan produktivitasnya rendah disebabkan karena sistem
halaqoh/usrohnya tidak berjalan dengan baik, atau malah tidak ada sama sekali. Dengan
terbentuknya kader-kader Islami melalui sistem pendidikan halaqoh/usroh, maka di dalam
tubuh umat akan lahir orang-orang yang senantiasa berdakwah kepada kebenaran. Jika jumlah
mereka semakin banyak seiring dengan merebaknya sistem halaqoh/usroh, maka umat Islam
akan menjadi sebenar-benarnya umat.
Salah seorang mufakir (pemikir) da‘wah, Dr. Ali Abdul Halim Mahmud, mengemukan
pendapatnya tentang sistem halaqoh/usroh yang tak tergantikan
“Tarbiyah melalui sistem usroh merupakan tarbiyah yang sesungguhnya dan tak tergantikan,
karena dalam sistem usroh inilah didapatkan kearifan, kejelian dan langsung di bawah asuhan
seorang syaikh atau murobbi yang ia adalah naqib (pemimpin) usroh itu sendiri. Sedangkan
program-programnya bersumber dari Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya yang diatur dengan
jadwal yang sudah dikaji sebelumnya.“

HALAQOH/USROH MUNTIJAH(SUKSES)
Peran halaqah/usroh yang begitu penting bagi keberlangsungan umat membuat halaqah/usroh
harus dijaga eksistensinya sampai kapanpun. Tak ada kata selesai untuk menjaga eksistensi
halaqah/usroh, walaupun telah berdiri daulah atau khilafah Islamiyah. Berbagai masalah yang
sekarang ini menimpa umat sesungguhnya lebih banyak disebabkan karena kebodohan umat.
Islam itu sendiri terhadap ajaran agamanya.
Muhammad Abduh pernah berkata: ― Islam ditutupi oleh umatnya. Umat yang terdidik secara
Islami akan mampu mengatasi berbagai masalah yang muncul dengan solusi yang lebih tepat.
Solusi yang datangnya dari Allah SWT.

Mewujudkan Halaqoh/Usroh Muntijah

Untuk menjadikan halaqoh/usroh sebagai wadah tarbiyah yang efektif, maka para aktivis dan
da‘i harus berupaya agar halaqoh/usroh berjalan dengan sukses. Hanya halaqoh/usroh yang
selalu berorientasi pada kesuksesan yang berperan secara signigfikan dalam pembangunan
umat. Oleh karena itu, tugas da‘i dan para aktivis adalah memperbanyak jumlah halaqoh/usroh
yang berorientasi kepada kesuksesan . Bukan hanya sekedar berjalan dengan rutinitas yang
monoton tanpa mengetahui atau tanpa ada evaluasi apakah halaqoh/usroh tersebut berjalan
dengan orientasi kesuksesan atau tidak.
Jika halaqoh/usroh tidak lagi berjalan dengan orientasi kesuksesan, maka masa depan
halaqah/usroh akan suram karena tidak lagi mampu menghasilkan kader Islam yang tangguh
dan berkualitas seperti para pendahulunya, yaitu para mu’asis(muntijah) da‘wah yang
membangun sistem halaqah/usroh itu sendiri. Kriteria sebuah halaqoh/usroh yang muntijah?
Kriterianya:
• Tercapainya dinamisasi, sehingga jalannya halaqah/usroh berlangsung dengan
menggairahkan dan tidak menjemukan.
• Tercapainya produktivitas, sehingga tujuan halaqah/usroh dapat terwujud.

Berbagai Tipe Halaqoh/Usroh

Dalam kenyatannya, tidak semua halaqoh/usroh muntijah. Bahkan ada halaqoh/usroh yang
sangat rendah orientasinya pada kesuksesan (muntijah). Jika halaqoh/usroh diklasifikasikan
berdasarkan faktor dinamisasi dan produktivitas (sebagai kriteria halaqoh/usroh yang
muntijah), terdapat tipe halaqoh/usroh yang bisa diamati, yaitu:
1. Halaqoh/usroh tipe sukses (muntijah)
Tipe muntijah adalah halaqoh/usroh yang faktor dinamisasinya tinggi dan faktor
produktivitasnya tinggi. Inilah halaqoh/usroh yang prestasinya paling baik.
Halaqoh/usroh yang menjadi idaman setiap aktivis da‘wah.
2. Halaqoh/usroh tipe paguyuban
Tipe paguyuban adalah halaqoh/usroh yang faktor dinamisasinya tinggi, namun pada
saat bersamaan faktor produktivitasnya rendah
3. Halaqoh/usroh tipe jenuh
Tipe jenuh adalah halaqoh/usroh yang faktor dinamisasinya rendah, akan tetapi pada
saat bersamaan faktor produktivitasnya tinggi.
4. Halaqoh/usroh tipe sedang
Tipe sedang adalah halaqoh/usroh yang faktor dinamisasinya sedang dan pada saat yang
bersamaan produktivitasnya juga sedang
5. Halaqoh/usroh tipe rendah
Tipe rendah adalah halaqoh/usroh yang faktor dinamisasinya rendah dan pada saat
bersamaan faktor produktivitasnya juga rendah. Halaqoh/usroh tipe rendah yang
orientasinya kepada kesuksesan paling rendah. Halaqoh/usroh yang paling tidak
diidamkan oleh setiap murobbi/naqib dan peserta.

Dalam sistem sosial seperti halaqoh/usroh, keberhasilan tidak dapat diukur dari hasilnya
saja. Sebab hal itu berpotensi besar untuk mengabaikan proses yang manusiawi dalam
mencapai tujuan. Padahal manusia dalam halaqoh/usroh adalah sumber daya yang paling
penting, sehingga proses dalam mencapai tujuan harus diperhatikan demi menghargai nilai-
nilai dan kebutuhan manusia itu sendiri. Dalam dunia manajemen, hal ini disebut dengan
management by objective dan management by process.
Kedua-duanya penting dalam mengukur keberhasilan sebuah sistem sosial seperti
halaqoh/usroh. Jadi berbicara tentang dinamisasi berarti berbicara dalam tataran
proses. Sedang berbicara tentang produktivitas berarti berbicara dalam tataran tujuan/hasil.

Peran Murobbi/Naqib dalam Mewujudkan Halaqoh/Usroh Muntijah

Murobi/naqib memiliki peran sentral dalam mensukseskan halaqoh/usroh. Boleh dikatakan


sukses atau tidaknya sebuah halaqoh/usroh ada di tangan murobbi/naqib. Hal ini disebabkan
murobbi/naqib adalah pemimpin halaqoh/usroh. Ia yang memotivasi, mengarahkan,
membimbing dan mengendalikan perjalanan halaqoh/usroh. Peran peserta dalam
mensukseskan halaqoh/usroh lebih sebagai faktor sekunder dan pendukung.

Hal yang menyebabkan murabbi tidak mensukseskan halaqoh,disebabkan beberapa faktor :


• Terjebak dengan rutinitas
• Sibuk dengan aktivitas da‘wah ‘ammah yang lebih gegap gempita
• Kesibukan dengan urusan duniawi
• Terpesona dengan jumlah (kuantitas)
• Merasa bahwa halaqoh/usrohnya tidak ada masalah
• Kurangnya motivasi dan pengingatan dari jama’ah atau ikhwah di sekelilingnya
• Terlena dengan nostalgia masa lalu

HALAQOH/USROH DINAMIS
Salah satu sendi halaqoh/usroh yang muntijah adalah dinamisasi. Yaitu halaqoh/usroh yang
selalu berproses dan bergerak secara berubah-ubah, sehingga menumbuhkan kegairahan dan
menghilangkan kejenuhan. Ini bukan merupakan hal yang mudah, karena sistem halaqah/usroh
berjalan seumur hidup. Tidak mengenal kata lulus, kecuali jika peserta sendiri yang
menginginkan keluar dari halaqoh/usroh.
Halaqoh/usroh dirancang untuk diikuti seumur hidup (madal hayah) oleh pesertanya. Yang
berubah hanya penempatan pesertanya yang disesuaikan dengan pemahaman dan
pengamalannya terhadap Islam. Mungkin saja peserta mendapatkan murobbi/naqib yang
berbeda-beda. Tempat halaqoh/usroh yang berubah-ubah. Apa pun namanya, tapi hakekatnya
tetap sama, yaitu sistem pendidikan yang berlangsung seumur hidup.
Bagaimana upaya agar halaqoh tidak menjemukan?
Jawabannya, yang perlu dilakukan agar suasana halaqoh/usroh yang berlangsung lama itu
tidak menjemukan adalah dengan mendinamiskan perjalanan halaqoh/usroh (melakukan
berbagai cara kreatif yang Islami untuk merubah suasana halaqah/usroh supaya tidak
membosankan).

Manfaat Mendinamiskan Halaqah/Usroh

Perhatian terhadap berjalanannya halaqoh/usroh yang dinamis dan menggairahkan merupakan


hal urgen yang perlu dilakukan, baik oleh murobbi/naqib maupun peserta. Sebab pengabaian
terhadap dinamisasi akan berdampak pada lambatnya pencapaian tujuan. Hal ini seringkali
tidak disadari oleh murobbi/naqib maupun peserta karena mereka merasa halaqoh/usrohnya
masih berjalan dengan baik. Penilaian ini jelas terlalu menyederhanakan persoalan. Kehadiran
peserta yang masih lengkap bukanlah indikator satu-satunya untuk menilai baik atau buruknya
perjalanan suatu halaqoh/usroh. Perlu ada indikator lain yang digunakan untuk mengukur baik
atau buruknya perjalanan halaqoh/usroh. Kepuasan merupakan hal yang subyektif karena
terkait dengan emosi . Walau subyektif, kepuasaan bukan berarti harus diabaikan dalam
mengukur keberhasilan halaqoh/usroh.

Kepuasaan beraktivitas (job satisfaction) sebenarnya merupakan kata lain dari terwujudnya
nikmat ukhuwah (ni’matul ukhuwah). Bukankah Allah SWT menghendaki agar kita selalu
beraktivitas dalam suasana ukhuwah yang nikmat?
..dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-
musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu. Lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah
orang-orang yang bersaudara (QS. 3 : 103).
Manfaat yang akan diperoleh jika halaqoh/usroh berjalan dinamis, antara lain :
1. Kehadiran yang rutin
2. Semangat yang tinggi
3. Tanggung jawab yang besar
4. Mempercepat pencapaian tujuan
5. Meningkatkan kreativitas
6. Menghindari kemaksiatan
7. Memperkecil munculnya konflik/masalah
8. Merasakan manisnya ukhuwah

Sebab-Sebab Munculnya Kejenuhan Dalam Halaqoh/Usroh

Jika tidak ada kesungguh-sungguhan untuk mewujudkan halaqoh/usroh yang dinamis, maka
perlahan tapi pasti halaqoh/usroh akan berubah menjadi menjemukan. Yang sebab-sebabnya
antara lain :
• Suasana yang monoton
• Ketiadaan keteladanan
• Kurangnya upaya untuk saling memotivasi/mengingatkan
• Konflik berkepanjangan
Kejemuan dalam halaqoh/usroh bisa juga disebabkan seringnya terjadi konflik di antara
peserta. Selain sebab-sebab yang bersifat eksternal, ada juga sebab-sebab yang
datangnya dari pribadi orang yang mengalami kejemuan itu sendiri (sebab internal).
Sebab-sebab itu antara lain :
a. Kurangnya keikhlasan. Hal ini karena ikhlas merupakan motivasi yang tertinggi
sehingga jika seseorang telah ikhlas, kecil kemungkinan ia dihinggapi perasaan bosan.
b. Maksiat. Jika peserta halaqoh/usroh banyak melakukan kemaksiatan (kecil atau
besar), maka kecenderungan untuk munculnya rasa jemu akan lebih besar dibandingkan
jika peserta menjaga dirinya dari kemaksiatan.
c. Kurangnya pemahaman. Kejemuan juga bisa muncul dari kurangnya pemahaman
tentang pentingnya suatu pekerjaan.

Tahap-Tahap Kejenuhan Dalam Halaqoh/Usroh

Kita juga perlu mengetahui bahwa kejenuhan di dalam halaqoh/usroh tidak berlangsung secara
tiba-tiba. Ada proses yang panjang sehingga suasana jenuh betul-betul terjadi dalam
halaqoh/usroh. Tahapan-tahapan terjadinya kejenuhan dalam halaqoh/usroh sebagai berikut :
1. Monoton
2. Eliminasi makna
3. Penghindaran
4. Ketidaknyamanan
5. Apatis

Macam-Macam Kejenuhan Dalam Halaqoh/Usroh

Ada beberapa macam kejenuhan yang mungkin terjadi dalam halaqoh/usroh. Macam-macan
kejenuhan tersebut antara lain :
1. Kejenuhan berdasarkan jumlah peserta
a) Kejenuhan induvidual, yaitu kejenuhan yang terjadi pada satu atau lebih peserta
halaqoh/usroh. Kejenuhan ini terjadi pada minoritas dari jumlah seluruh peserta
halaqoh/usroh.
b) Kejenuhan komunal, yaitu kejenuhan yang terjadi pada sebagian besar (mayoritas)
peserta halaqoh/usroh. Kejenuhan komunal lebih sulit diatasi daripada kejenuhan
induvidual.
2. Kejenuhan berdasarkan waktu :
a) Kejenuhan temporer, yaitu kejenuhan di dalam halaqoh/usroh yang terjadi hanya pada
waktu-waktu tertentu. Misalnya, suasana membosankan yang berlangsung ketika
murobbi/naqib tidak hadir karena sedang menempuh ujian kuliah. Namun setelah
murobbi/naqib hadir kembali, suasana membosankan itu hilang.
b) Kejenuhan permanen, yaitu kejenuhan yang terjadi ketika halaqoh/usroh merasakan
kejenuhan dalam waktu yang lama. Kejenuhan permanen lebih sulit diatasi daripada
kejenuhan temporer.
3. Kejenuhan berdasarkan peran
a) Kejenuhan peserta, yaitu kejenuhan yang terjadi pada diri peserta halaqoh/usroh.
b) Kejenuhan murobbi/naqib, yaitu kejenuhan yang terjadi pada diri murobbi/naqib.
Kejenuhan murobbi/naqib lebih berbahaya daripada kejenuhan peserta.
4. Kejenuhan berdasarkan objek
a) Kejenuhan sistem belajar, yaitu kejenuhan yang diakibatkan oleh tidak pernah
berubahnya sistem belajar.
b) Kejenuhan metode penyampaian, yaitu kejenuhan yang diakibatkan karena
penyampaian materi/madah yang monoton (hanya dengan satu metode belajar saja).
c) Kejenuhan media/alat belajar, yaitu kejenuhan yang diakibatkan penggunaan sarana
belajar yang monoton.
d) Kejenuhan materi/madah, yaitu kejenuhan yang diakibatkan oleh isi materi yang
monoton. Walau materi berbeda-beda, tapi penjabaran, ilustrasi, dalil, atau contoh
diberikan secara monoton dan berulang-ulang.
e) Kejenuhan agenda acara, yaitu kejenuhan yang diakibatkan oleh monotonnya susunan
dan jenis agenda acara dalam setiap pertemuan halaqoh/usroh.
f) Kejenuhan waktu pertemuan, yaitu kejenuhan yang diakibatkan tidak pernah
berubahnya waktu pertemuan. Misalnya, waktu pertemuan selalu dilakukan setiap
malam jum‘at.
g) Kejenuhan tempat pertemuan, yaitu kejenuhan yang diakibatkan tidak pernah
berubahnya tempat pertemuan. Misalnya, tempat pertemuan selalu dilakukan di rumah
murobbi/naqib.
h) Kejenuhan komposisi peserta, yaitu kejenuhan yang diakibatkan oleh tidak pernah
berubahnya komposisi peserta. Peserta yang mengikuti suatu halaqoh/usroh tidak
pernah berubah selama bertahun-tahun. Tidak ada yang dimutasikan dan tidak ada
peserta pindahan dari halaqoh/usroh lainnya.

Dampak Kejenuhan Halaqoh/Usroh

Perasaan ini bisa berdampak pada keinginan untuk mengundurkan diri dari halaqoh/usroh dan
dakwah. Jika kejenuhan tersebut terjadi pada diri seorang murobbi/naqib, maka selain berbagai
dampak di atas, murobbi/naqib juga dapat mengalami berbagai dampak negatif :
1. Enggan melakukan persiapan
2. Penyampaian yang kurang berisi
3. Lupa pada tujuan
Begitu banyaknya dampak negatif yang dapat ditimbulkan dari kejenuhan dalam halaqoh/usroh
semestinya menyadarkan setiap murobbi/naqib dan peserta akan pentingnya mendinamiskan
perjalanan halaqoh/usroh. Jika murobbi/naqib dan peserta menyepelekan hal ini maka kualitas
pembinaan akan terus menurun, sehingga pembinaan melalui halaqoh/usroh tidak lagi
memiliki keistimewaan yang mampu melahirkan kader-kader Islam yang tangguh. Hal ini tentu
tak bisa terus dibiarkan, jika kita masih memiliki komitmen untuk membangun kejayaan Islam.

Ciri-Ciri Halaqah/Usroh yang Dinamis

Setelah kita mengetahui begitu banyaknya dampak negatif yang muncul dari halaqoh/usroh
yang tidak dinamis (menjemukan), lalu bagaimana caranya menilai sebuah halaqoh/usroh
dinamis atau tidak? Apa ciri-ciri sebuah halaqoh/usroh yang dinamis? Tidak mudah memang
mendeteksi sebuah halaqoh/usroh dinamis atau tidak. Dibutuhkan pengamatan yang mendalam
dan waktu yang lama untuk mengidentifikasikan kedinamisan sebuah halaqoh/usroh.
Sebenarnya yang paling tepat menilai dinamisasi sebuah halaqoh/usroh adalah mereka yang
berada di dalamnya. Orang luar mungkin hanya bisa mengira-ngira kualitas kedinamisan
sebuah halaqoh/usroh.
Namun di bawah ini, ada beberapa kriteria yang dapat digunakan untuk mengukur kedinamisan
sebuah halaqoh/usroh. Kriteria tersebut adalah :
1. Suasana yang inovatif
2. Komentar-komentar kerinduan
3. Ingin berlama-lama
4. Kehadiran yang rutin
semakin banyak ciri-ciri di atas ada dalam sebuah halaqoh/usroh maka berarti semakin dinamis
halaqoh/usroh tersebut. Sebaliknya, jika ciri-ciri tersebut semakin tidak ada, bahkan yang ada
malah kondisi sebaliknya, yaitu :
1. Adanya kondisi yang monoton;
2. tidak ada komentar-komentar ‘kerinduan‘;
3. tidak ada keinginan untuk berlama-lama;
4. dan kehadiran yang tidak rutin
berarti halaqoh/usroh berada dalam kondisi jenuh, sehingga perlu ada upaya segera untuk
mengatasinya. Jika tidak, halaqoh/usroh tersebut akan semakin parah. Cita-cita untuk menjadi
halaqoh/usroh yang muntijah (sukses) hanya akan menjadi utopis.

HALAQOH/USROH PRODUKTIF

Halaqoh yang muntijah tidak akan terwujud tanpa tercapainya produktivitas. Produktivitas
merupakan indikator yang penting untuk mengukur keberhasilan halaqoh/usroh. Tanpa
produktivitas, halaqoh/usroh akan kehilangan esensinya sebagai wadah pengkaderan yang
mumpuni. Halaqoh/usroh yang tidak produktif pada hakekatnya telah berubah fungsi menjadi
tempat berkumpul biasa, seperti paguyuban belaka. Ia tak lagi memiliki keistimewaan sebagai
marokiz taghir (wadah perubahan) bagi umat dan bangsa.
Produktivitas berbeda dengan dinamika. Jika dinamisasi terjadi dalam tataran proses,
produktivitas terjadi dalam tataran tujuan (output). Ketika kita berbicara tentang produktivitas,
kita berbicara tentang sejauh mana tujuan yang telah direncanakan dapat tercapai. Semakin
banyak tujuan yang kita dapatkan, maka semakin produktivitas kita. Sebaliknya, semakin
sedikit atau tidak terealisirnya tujuan yang diharapkan, maka semakin tidak produktif kita.
Dua hal tersebut produktivitas dan dinamisasi penting dalam mengukur keberhasilan
halaqoh/usroh. Halaqoh/usroh yang dinamis tak ada artinya tanpa produktivitas. Sebaliknya,
halaqoh/usroh yang produktif tak ada artinya tanpa dinamisasi. Produktivitas dan dinamisasi
sama pentingnya karena halaqoh/usroh adalah kumpulan manusia yang membutuhkan kedua
hal tersebut (produktivitas dan dinamisasi). Produktivitas memenuhi kebutuhan manusia untuk
mencapai tujuan. Barangkali tidak ada manusia di dunia ini yang tak ingin maju. Semua
manusia menginginkan kemajuan. Sedang dinamisasi memenuhi kebutuhan manusia untuk
menikmati apa yang tengah dialaminya.
Dinamisasi menjawab kebutuhan kita akan soliditas dan harmonisasi ketika kita bekerjasama
dengan orang lain. Halaqoh/usroh membutuhan produktivitas dan dinamisasi tersebut. Sebab
halaqoh/usroh adalah kumpulan manusia yang ingin maju dan ingin merasakan nikmatnya
ukhuwah . Namun Allah SWT menyambung ayat tersebut dengan ayat lain tentang pentingnya
ukhuwah dalam mencapai tujuan.

Pengertian Produktivitas Halaqoh/Usroh

Produktivitas adalah banyaknya hasil (tujuan) yang dicapai oleh seseorang/sekelompok orang.
Produktivitas dapat dilihat dari dua sisi : kuantitas dan kualitas. Semakin banyak dan
berkualitas sasaran-sasaran yang dicapai oleh sebuah halaqoh/usroh berarti semakin produktif
halaqoh/usroh tersebut.
Halaqoh/usroh telah mempunyai tujuan yang pasti. Para mufakir (pemikir) da‘wah telah
merumuskan apa saja tujuan yang mesti dicapai oleh halaqoh/usroh. Tujuan (sasaran)
halaqoh/usroh adalah :
1. Tercapainya kenaikan jenjang
Produktivitas halaqoh/usroh diukur dari seberapa banyak peserta berhasil naik ke jenjang
berikutnya. Kenaikan jenjang diukur dari sejauh mana peserta mencapai muwashofat yang
telah ditetapkan sesuai dengan jenjangnya. Halaqoh/usroh memiliki berbagai jenjang yang
di setiap jenjang mempunyai muwashofat yang berbeda-beda.
Tugas murobbi/naqib adalah membimbing peserta untuk mencapai muwashofat yang telah
ditetapkan, sehingga peserta berhasil naik ke jenjang berikutnya. Semakin banyak peserta
yang berhasil naik ke jenjang berikutnya berarti semakin produktif halaqoh/usroh
tersebut. Sebaliknya, semakin sedikit peserta yang berhasil naik ke jenjang berikutnya
berarti semakin tidak produktif halaqoh/usroh tersebut. Kenaikan jenjang menjadi tujuan
halaqoh/usroh karena jenjang adalah cara untuk menempatkan orang sesuai dengan
tempatnya di dalam tatanan jama’ah. Cara yang relatif lebih obyektif untuk mengukur
kapasitas seseorang dalam memikul beban dakwah. Sebagai bagian dari pengkaderan
jama’ah terhadap anggotanya, halaqoh/usroh perlu membantu jama’ah dalam menata
kapasitas anggotanya, sehingga jama’ah tidak berlaku zalim dengan menempatkan orang
yang tidak cocok pada tempatnya.

2. Tercapainya pembentukan murobbi


Sebagai wadah pengkaderan, produktivitas halaqoh/usroh diukur dari sejauh mana peserta
berhasil menjadi murobbi. Bahkan ia harus mengkader mereka untuk menjadi murobbi yang
melakukan tugas seperti dia bagi binaan-binaan yang baru. Hal ini mengharuskan
murobbi/naqib untuk mampu mencetak peserta agar mau dan mampu menjadi
murobbi. Tidak ada alasan bagi peserta untuk tidak mau menjadi murobbi.
Membentuk umat yang Islami adalah wajib, karena itu cara mewujudkannya juga menjadi
wajib. Hal ini menyebabkan pembentukan murobbi menjadi wajib. Allah SWT juga
memerintahkan kita menjadi pribadi Robbani yang cirinya adalah ‘selalu mengajarkan Al
Kitab dan tetap mempelajarinya. Tidak boleh seorang muslim hanya mau menjadi
pelajar, tanpa mau menjadi pengajar .
3. Tercapainya pengembangan potensi
Potensi adalah keunggulan terpendam yang dimiliki seseorang. Potensi ada dua
macam, yaitu potensi umum dan khusus. Potensi umum adalah potensi yang dimiliki semua
orang.
Tiga sasaran inilah yang perlu dituju untuk mencapai produktivitas halaqoh/usroh. Ketiga-
tiganya sama pentingnya dan sama prioritasnya untuk dijadikan tujuan.

Manfaat Halaqah/Usroh yang Produktif

Produktivitasnya sebuah halaqoh/usroh tentu akan memberikan manfaat yang banyak, baik
bagi murobbi/naqib, peserta maupun jama’ah dan umat. Bagi murobbi/naqib, halaqoh/usroh
yang produktif akan membuat munculnya perasaan berhasil. Perasaan ini amat dibutuhkan
untuk menumbuhkan kepercayaan diri dalam membina.

Sebab-Sebab Tidak Produktivitasnya Halaqoh/Usroh


Permasalahannya adalah mengapa ada halaqoh/usroh yang tidak produktif? Apa sebab dari
tidak produktivitasnya sebuah halaqoh/usroh? Sebab-sebabnya ada dua; sebab internal dan
eksternal. Beberapa sebab internal adalah :
1. Tidak memahami tujuan
2. Terlena dengan proses
3. Kurangnya semangat bersaing
4. Percaya dengan ‘takdir‘ yang salah

Ada pun sebab-sebab eksternal dari tidak produktivitasnya sebuah halaqoh/usroh adalah :
a. Kurangnya motivasi Murobbi/naqib dan peserta tidak saling memotivasi untuk
meningkatkan produktivitas. Mereka mungkin sudah putus asa karena telah mencoba berulang
kali untuk meningkatkan produktivitas tetapi selalu hasilnya tidak sesuai dengan harapan.
Akibatnya mereka merasa kecewa dan tidak bersemangat lagi untuk saling mengingatkan
pentingnya produktivitas halaqoh/usroh.
b. Kurangnya penjelasan tentang tujuan Sebab yang kedua bisa jadi karena peserta tidak
memahami apa itu tujuan halaqoh/usroh.

Tahap-Tahap Tidak Produktivitasnya Halaqoh/Usroh


Berkurangnya produktivitas halaqoh/usroh tidak terjadi dengan seketika. Ada berbagai tahapan
yang dilalui sebuah halaqoh/usroh hingga akhirnya mereka menjadi tidak produktif. Tahapan
tersebut adalah :
1. Tidak jelasnya tujuan
Tidak produktivitasnya suatu halaqoh/usroh biasanya berawal dari ketidakjelasan
tujuan. Murobbi/naqib dan peserta kurang memahami secara jelas apa itu sasaran
halaqoh/usroh. Mungkin mereka tidak bisa merumuskan tujuan halaqoh/usroh dengan
bahasa yang sederhana dan mudah diingat, sehingga bingung dan bias dalam
memahami tujuan halaqoh/usroh.
2. Terjebak dengan tujuan ‘palsu‘
Tidak jelasnya tujuan membuat murobbi/naqib dan peserta terjebak dengan tujuan-
tujuan ‘palsu‘, yaitu tujuan yang sebenarnya bukan tujuan halaqoh/usroh. Mereka
terjebak dengan membuat tujuan-tujuan tertentu yang sebenarnya mungkin hanya
bagian kecil atau tujuan antara dari tujuan halaqoh/usroh yang sebenarnya.
3. Disorientasi
Karena terjebak dengan tujuan ‗palsu‘, halaqoh/usroh menyia-nyiakan waktu dan
tenaga mereka untuk ‗berputar-putar‘ pada tujuan ‗palsu‘. Hal ini suatu ketika akan
mereka sadari. Mereka akan mempertanyakan kembali apa tujuan dari berkumpulnya
mereka di halaqoh/usroh.
4. Stagnan
Akhirnya, tahap puncak dari tidak produktivitasnya halaqoh/usroh adalah munculnya
kondisi stagnan (jumud). Halaqoh/usroh kehilangan semangat untuk meningkatkan
kualitas.

Peran Murobbi/Naqib dalam Meningkatkan Produktivitas Halaqoh/Usroh


Murobbi/Naqib memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan produktivitas. Ia
bertindak sebagai motivator, koordinator, dan evaluator dalam mencapai tujuan
halaqoh/usroh. Ia ibarat dirigen dalam sebuah konser musik yang memimpin peserta untuk
mencapai harmonisasi pencapaian tujuan.
Oleh karena itu, tanggung jawab murobbi/naqib untuk meningkatkan produktivitas
halaqoh/usroh jauh lebih besar daripada tanggung jawab peserta. Tugas peserta sebenarnya
lebih banyak mengingatkan dan mendukung program peningkatan produktivitas di
halaqoh/usrohnya. Memang ada beberapa kasus dimana murobbi/naqib berupaya keras untuk
meningkatkan produktivitas halaqoh/usrohnya tapi tidak mendapatkan respon seimbang dari
peserta. Hal ini tentu akan memperlambat pencapaian produktivitas halaqoh/usroh. Idealnya,
murobbi/naqib dapat bekerjasama dengan peserta untuk meningkatkan produktivitas
halaqoh/usroh.
KESEIMBANGAN DINAMISASI DAN PRODUKTIVITAS HALAQOH/USROH

Dinamisasi dalam melakukan proses dan produktif dalam mencapai tujuan merupakan
indikator dari halaqoh/usroh yang muntijah (sukses). Tanpa dinamisasi dan produktivitas tidak
mungkin sebuah halaqoh/usroh dapat memperoleh kesuksesan. Keduanya sama-sama penting
dan sama-sama perlu dicapai secara seimbang jika sebuah halaqoh/usroh ingin sukses.
Akan tetapi ada juga halaqoh/usroh yang lebih mementingkan program yang terkait dengan
produktivitas saja. Ketidakseimbangan dalam dinamisasi dan produktivitas cepat atau lambat
akan membahayakan keberadaan halaqoh/usroh itu sendiri. Sebab esensi keberadaan
halaqoh/usroh untuk mencetak kader Islam yang tangguh tak mungkin terwujud tanpa
menyeimbangkan faktor dinamisasi dan produktivitas secara seimbang.

Bahaya Hanya Berorientasi pada Dinamisasi


Halaqoh/usroh yang lebih berfokus pada dinamisasi dan mengabaikan produktivitas akan
berubah menjadi halaqoh/usroh ‘paguyuban‘. Halaqoh/usroh seperti itu terasa nikmat untuk
diikuti karena suasananya yang akrab, ceria dan penuh dengan persaudaraan. Namun berasyik-
asyik dengan suasana akrab dan bersaudara dapat membuat halaqoh/usroh lupa akan
kewajibannya untuk mencapai tujuan.
Ada beberapa bahaya yang dapat terjadi jika halaqoh/usroh hanya berorientasi pada dinamisasi
dan mengabaikan produktivitas. Bahaya-bahaya tersebut antara lain :
1. Lambat mencapai tujuan
2. Mengabaikan prioritas
3. Keberhasilan semu
4. Fanatisme/figuritas

Padahal yang diharapkan dari pembinaan di dalam halaqoh/usroh adalah lahirnya pribadi-
pribadi yang tidak berpandangan sempit terhadap kelompoknya (ashobiyyah). Tidak
menganggap hanya kelompoknya saja yang paling baik, sedang kelompok lainnya pasti lebih
buruk. Yang diinginkan adalah tampilnya pribadi-pribadi yang berpandangan luas dan mau
menerima kebenaran dari mana saja. Mandiri dan kreatif dalam mengambil keputusan. Tidak
tergantung pada orang tertentu dan siap menjadi kader penerus estafeta perjuangan.
Fanatisme dan figuritas yang berlebihan juga bisa menjadi problem dalam amal jama’i. Orang
yang fanatik pada kelompoknya dan berfigur pada orang tertentu menjadi sulit untuk beramal
jama’i dengan orang lain. Ia akan memilih-milih kepada siapa ia akan bekerja sama. Peserta
yang fanatik dan berfigur juga menjadi sulit untuk dipindahkan kepada murobbi/naqib lain,
sehingga bisa mempersulit proses kenaikan jenjang dan sistem penataan jama’ah.

Bahaya Hanya Berorientasi pada Produktivitas

Sebaliknya, jika halaqoh/usroh terlalu berorientasi pada produktivitas dan mengabaikan


pentingnya dinamisasi akan timbul berbagai bahaya berikut :
• Kejenuhan yang kronis
• Hilangnya antusiasme
• Tumpulnya kreativitas
• Lemahnya ikatan ukhuwah
• Kalah bersaing
• Prestasi yang tidak maksimal

Hal-hal yang dikemukakan di atas bisa saja terjadi jika halaqoh/usroh hanya berorientasi pada
satu dari dua dimensi kesuksesan halaqoh/usroh, yaitu hanya berorientasi pada dinamisasi atau
pada produktivitas saja.
Bahaya-bahaya yang disebutkan di atas akan semakin besar peluang terjadinya jika
halaqoh/usroh lemah pada kedua dimensi. Lemah pada dinamisasi, sekaligus lemah pada
produktivitas. Jika hal itu yang terjadi, maka halaqoh/usroh telah gagal mewujudkan misinya
sebagai wadah pengkaderan aktivis Islam yang mumpuni.

RUMUS MENINGKATKAN DINAMISASI HALAQOH/USROH

Pembahasan yang agak panjang lebar tentang dinamisasi dan produktivitas serta berbagai
dampak yang menyertainya mudah-mudahan menyadarkan kita tentang pentingnya
memperhatikan kedua masalah ini (dinamisasi dan produktivitas) secara lebih serius dalam
perjalanan halaqoh/usroh.
Rumus Dinamisasi Halaqoh/Usroh:
D = n(Pb) (I+K+T)
Keterangan:
D = Dinamisasi
N(Pb) = Jumlah variasi perubahan
I = Keikhlasan
K = Keteladanan
T = Semangat mencapai tujuan
Tugas seorang murobbi/naqib dan peserta adalah bagaimana agar pertemuan halaqoh/usroh
selalu bervariasi, sehingga n (Pb)-nya meningkat.

Disini perlu dijelaskan dikalikannya n (PB) dengan I+K+T menunjukkan bahwa Keikhlasan
(I), Keteladanan (K), dan semangat mencapai
Tujuan (T) bobotnya lebih besar daripada jumlah variasi perubahan (n(Pb)). Artinya, walau
jumlah variasi perubahan (n(Pb)) kecil, tapi jika Keikhlasan (I), Keteladanan (K), dan semangat
mencapai Tujuan (T) besar, maka halaqoh/usroh tetap bisa mencapai dinamisasi.
Hal itu karena Keikhlasan (I), Keteladanan (K), dan semangat mencapai Tujuan (T) memang
memiliki peranan yang lebih besar dalam mendinamiskan perjalanan halaqoh/usroh. Jika
ketiga hal tersebut tetap tinggi di dalam halaqoh/usroh biasanya suasana dinamis tetap
terpelihara, walau jumlah variasi perubahan (n(PB)) kecil. Jika disimak lebih jauh, mana dari
ketiga variabel (Keikhlasan, Keteladanan, dan semangat mencapai Tujuan) yang lebih besar
nilainya, jawabannya adalah Keikhlasan (I) menempati urutan pertama, Keteladanan (K)
menempati urutan kedua, dan semangat mencapai Tujuan (T) menempati urutan ketiga. Ini
artinya murobbi/naqib dan peserta perlu memprioritaskan upaya peningkatan Keikhlasan (I),
setelah itu Keteladanan (K) dan terakhir semangat mencapai Tujuan (T) agar halaqoh/usroh
dapat berjalan dinamis.
Namun perlu diingatkan disini bahwa melakukan variasi perubahan (n(Pb)) bukan kemudian
menjadi tidak penting, (n(Pb)) justru bisa menjadi alat untuk menstimulus munculnya
Keikhlasan (I), Keteladanan (K), dan semangat mencapai Tujuan (T). Dengan suasana yang
variatif, halaqoh/usroh bisa memotivasi munculnya keikhlasan, keteladanan dan semangat
mencapai tujuan yang variatif pula, sehingga personil halaqoh/usroh menjadi lebih kaya
dengan wawasan dan pengalaman dalam meningkatkan Keikhlasan (I), Keteladanan (K), dan
semangat mencapai Tujuan (T) tersebut.

Formula terjadinya kejenuhan dalam halaqoh/usroh


Lawan dinamisasi adalah kejenuhan. Kejenuhan terjadi ketika variasi/perubahan dalam
pertemuan halaqoh/usroh jarang dilakukan. Formulasinya yaitu:
J =n(Pt)/n(Pb) – (I + K + T)
Keterangan:
J = Kejenuhan
n(Pt) = Jumlah pertemuan
n(PB) = Jumlah variasi perubahan
I = Keikhlasan
K = Keteladanan
T = Semangat mencapai tujuan
Dari formulasi/rumus di atas dapat terlihat bahwa tingkat kejenuhan di dalam halaqoh/usroh
tergantung pada lima variabel, yaitu
a) jumlah pertemuan,
b) jumlah variasi perubahan yang dilakukan dalam pertemuan,
c) keikhlasan,
d) keteladanan dan
e) semangat untuk mencapai tujuan.
Jumlah pertemuan (n(Pt)) adalah banyaknya pertemuan yang dilakukan oleh sebuah
halaqoh/usroh dalam jangka waktu tertentu. Sedang jumlah variasi perubahan (n(Pb))
adalah banyaknya perubahan-perubahan yang dilakukan dalam pertemuan halaqoh/usroh.
Variasi perubahan tersebut berupa inovasi yang dilakukan murobbi/naqib dan peserta untuk
membuat halaqoh/usroh berlangsung secara dinamis. Variasi perubahan tersebut bisa
terjadi dalam :
1. Sistem belajar
Sistem belajar yang dilakukan tidah hanya berupa gaya lesehan di dalam ruangan tetapi
diubah-ubah dalam setiap pertemuan. Misalnya, menjadi sistem kelas, belajar di ruang
terbuka, metode majelis ta‘lim di mesjid, dan lain-lain.
2. Metode penyampaian
Penyampaian materi/madah tidak melulu berupa ceramah, tetapi diubah-ubah dalam
setiap pertemuan menjadi diskusi, seminar, games, studi kasus, simulasi, bedah buku,
dan lain-lain.
• Media/alat belajar > Misalnya, penggunaan sarana belajar tidak melulu
menggunakan lembaran foto copy, tetapi diubah-ubah dalam setiap pertemuan
dengan menggunakan sarana belajar lain, seperti papan tulis, OHP (Overhead
Projector), LCD, lembar peraga, alat demo/simulasi, dan lain-lain.
• Materi/madah > Materi tidak disampaikan secara monoton, tetapi diubah-ubah
penjabarannya dalam setiap pertemuan dengan menggunakan berbagai ilustrasi,
dalil, atau contoh yang berbeda dalam setiap pertemuan halaqoh/usroh.
• Agenda acara > Sistematika dan jenis agenda acara dalam setiap pertemuan tidak
statis, tetapi diubah ubah dalam setiap pertemuan. Misalnya, penyampaian madah
bisa disampaikan di awal atau di akhir halaqoh/usroh; pembahasan program bisa
dilakukan di awal atau di pertengahan acara halaqoh/usroh.
3. Waktu pertemuan
Waktu pertemuan tidak melulu berlangsung dalam waktu dua jam, tetapi berubah-ubah,
misalnya, menjadi satu jam pada pekan ini dan menjadi 3-4 jam pada pekan depan.
Atau waktu pertemuan diubah tidak selalu malam Rabu, misalnya, tetapi diubah-ubah
menjadi pagi atau malam lainnya.
4. Tempat pertemuan
Tempat pertemuan, misalnya, tidak melulu di rumah murobbi/naqib, tetapi berubah-
ubah dalam setiap pertemuan menjadi di rumah peserta A, B, C, dan lain-lain.
5. Komposisi peserta
Komposisi peserta sewaktu-waktu perlu diubah agar tidak menimbulkan kebosanan.
Ada yang dimutasikan ke halaqoh/usroh lain atau ada pindahan peserta dari
halaqoh/usroh lain.

Kiat Meningkatkan Nilai n (PB)


Meningkatkan nilai n (PB) berarti memperbanyak jumlah variasi perubahan yang dilakukan
dalam halaqoh/usroh. Ada banyak cara yang dapat dilakukan, baik itu yang menyangkut sistem
belajar, metode penyampaian, agenda acara, alat belajar, dan lain-lain. Yang penting inovasi
yang dilakukan itu tidak bertentangan dengan syar‘i.

Modal utama yang dibutuhkan dalam meningkatkan nilai n (Pb) adalah kreativitas. Yaitu,
kemampuan untuk berani menghadirkan cara-cara baru dalam mendinamiskan halaqoh/usroh.
Kurang kreatifnya murobbi/naqib disebabkan beberapa hal, diantaranya adalah :
1. Kurangnya waktu untuk mengadakan persiapan mengisi halaqoh/usroh.
2. Kurangnya wawasan dan pengalaman menjadi murobbi/naqib.
3. Kurangnya kesadaran tentang pentingnya membina halaqoh/usroh secara kreatif.
4. Kurang terbiasanya melakukan aktivitas harian secara kreatif.
5. Kurangnya motivasi untuk membina secara serius (halaqoh/usroh hanya sekedar jalan).

Selain itu, agar kreativitas dapat menjadi kultur baru dalam halaqoh/usroh, maka
murobbi/naqib perlu melakukan berbagai cara, antara lain :
a) Memberikan motivasi terus menerus kepada peserta agar meningkatkan kreativitas.
b) Melakukan kegiatan-kegiatan di dalam halaqoh/usroh yang dapat menambah keakraban
dan keterbukaan.
c) Membuat suasana halaqoh/usroh yang santai dan menyenangkan, tapi tetap serius agar
peserta berani menyampaikan ide-idenya.
d) Menghargai prakarsa dan kritik peserta serta tidak melulu melakukan kecaman atau celaan
terhadap pendapat-pendapat mereka.
e) Membudayakan musyawarah/mufakat dalam setiap pengambilan keputusan.
f) Menumbuhkan suasana saling mempercayai dan memelihara sikap adil (tidak berat
sebelah).
g) Melakukan pengawasan secara wajar (tidak terlalu ketat).
h) Membuat mekanisme komunikasi yang terbuka di dalam maupun di luar halaqoh.
i) Memberikan keteladanan kepada peserta tentang kreativitas (murobbi/naqib sendiri harus
menunjukkan kreativitasnya kepada peserta).
Kiat Meningkatkan Nilai Keikhlasan (I)
Mengapa keikhlasan dapat meningkatkan kedinamisan dalam halaqoh/usroh? Sebab dengan
ikhlas, hati menjadi bersih dari penyakit hati. Niat kita beramal hanya semata-mata untuk
taqorubub ilallah (mendekatkan diri kepada Allah).
Hal ini juga berlaku dalam amal lain, termasuk dalam halaqoh/usroh. Dengan hadirnya
keikhlasan, kita akan lebih betah berada di dalam halaqoh/usroh walau suasananya monoton.
Namun hal ini membutuhkan keikhlasan yang tinggi. Ketika keikhlasan kita tercemar, perasaan
bosan akan mudah muncul jika halaqoh/usroh berjalan monoton.
Sebenarnya dengan keikhlasan saja kita dapat betah (tidak bosan) mengikuti halaqoh/usroh.
Permasalahannya adalah menjaga keikhlasan yang prima itu seringkali sulit. Apalagi kalau kita
pernah memiliki masalah atau pernah mengalami kekecewaan dengan personil lain di dalam
halaqoh/usroh. Oleh karena itu, variabel keikhlasan saja tidak cukup, perlu ada variabel lain
(yaitu : variasi perubahan, keteladanan dan semangat mencapai tujuan) untuk membantu kita
agar betah dan tidak jenuh mengikuti halaqoh/usroh.
Untuk meningkatkan nilai Keikhlasan (I), ada berbagai cara yang dapat dilakukan. Para ulama
di berbagai masa telah mengajarkan kepada kita bagaimana cara meningkatkan keikhlasan.
Mungkin disini cukuplah diberikan satu contoh saja cara meningkatkan keikhlasan menurut
Dr. Sayyid Muhammad Nuh dalam bukunya Terapi Mental Aktivis Harakah:
a) Harus mengingat akibat yang ditimbulkannya, baik di dunia maupun di akhirat.
Akibatnya, antara lain
b) Menjauhkan diri dari pergaulan orang-orang yang suka riya‘ (suka memamerkan amal)
dan sum’ah (suka agar kebaikannya didengarkan orang lain).
c) Mengenal Allah dengan sebenar-benarnya.
d) Melawan hawa nafsu, sehingga terlepas dari dorongan-dorongan yang membawa
kepada riya’ dan sum’ah.
e) Berpegang teguh dengan akhlak Islam dalam pergaulan, tidak berlebihan dalam
memberi hormat dan penghargaan. Namun tidak pula bersikap kurang hormat dan
penghargaan. Bersikap sewajarnya saja.
f) Senantiasa mendengarkan dan memperhatikan nash-nash Al Qur‘an dan hadits yang
mendorong amal secara ikhlas.
g) Menghisab diri terlebih dahulu sebelum mengoreksi orang lain.
h) Bersandar secara sempurna kepada Allah dan bermohon kepada-Nya.

Kiat Meningkatkan Nilai Keteladanan (K)

Mengapa keteladanan menjadi faktor yang menentukan kedinamisan halaqoh/usroh? Hal itu
karena keteladanan membuat seseorang percaya kepada orang lain. Kepercayaan itu akan
membuat orang betah berlama-lama dengan orang yang dipercayainya.
Untuk membuat halaqoh/usroh berlangsung dinamis, keteladanan menjadi faktor yang penting.
Namun tidak ada cara yang cepat dan instan untuk membuat orang bisa saling menteladani satu
sama lain. Dibutuhkan waktu saling mengenal yang lama untuk menumbuhkan budaya
keteladanan.
Keteladanan adalah perbuatan yang membuat orang percaya kepada kita. Mereka percaya
karena kita konsisten melakukan apa yang kita katakan atau yakini.

Keteladanan membutuhkan dua hal, yaitu inisiatif dan integritas. Tanpa ada keduanya tidak
ada yang dinamakan keteladanan (qudwah). Inisiatif adalah melakukan sesuatu sebelum orang
lain melakukannya. Integritas adalah konsisten dengan apa yang semestinya kita lakukan dalam
peran tertentu. Integritas seorang murobbi/naqib adalah konsisten dengan tuntutan peran
sebagai murobbi/naqib. Jika murobbi/naqib adalah pemimpin, maka ia harus menunjukan
watak kepemimpinannya, seperti percaya diri, jujur, disiplin, berani, kreatif, dan sifat-sifat
mulia pemimpin lainnya.
Lalu bagaimana agar halaqoh/usroh dapat meningkatkan budaya keteladanan? Hal ini
membutuhkan pionir (orang yang pertama kali memberikan keteladanan). Orang tersebut
adalah murobbi/naqib. Murobbi/naqib menjadi orang yang wajib pertama kali untuk
memberikan keteladanan.
Beberapa contoh kurangnya keteladanan dari murobbi/naqib adalah:
➢ Meminta peserta agar hadir rutin dan tepat waktu, tapi ia sendiri sering tidak hadir
atau datang terlambat.
➢ Mengajarkan sifat-sifat kebaikan, tapi ia sendiri memiliki sifat kurang baik (pemarah,
pendengki, penakut, dan lain-lain).
➢ Mengajarkan pentingnya menambah ilmu, tapi ia sendiri malas meningkatkan
ilmunya. - Meminta peserta untuk rajin menghapal ayat/hadits tertentu, tapi ia sendiri
tidak menghapal ayat/hadits tersebut.
➢ Meminta peserta untuk tidak pelit berinfaq, tapi ia sendiri pelit berinfaq
➢ Meminta peserta untuk melaksanakan hak-hak ukhuwah, tapi ia sendiri
mengabaikannya.
➢ Mengajarkan agar peserta bersungguh-sungguh memperhatikan pendapat atau taujih
(arahan) dari orang lain, tapi ia sendiri acuh ketika peserta menyampaikan pendapat
atau taujihnya.
➢ Meminta peserta hadir dengan persiapan yang matang, tapi ia sendiri hadir tanpa
persiapan.
➢ Meminta peserta berani dan tegas dalam mengambil keputrusan, tap ia sendiri kurang
berani dan tidak tegas dalam mengambil keputusan.
➢ Mengajarkan keadilan, tapi ia sendiri bersikap berat sebelah dan tidak adil kepada
peserta.

Kiat Meningkatkan Nilai Semangat Mencapai Tujuan (T)


Semangat mencapai tujuan penting dalam mendinamiskan halaqoh/usroh. Namun hal itu hanya
terjadi jika tujuan dipahami dan sesuai dengan kebutuhan personil halaqoh/usroh.
Oleh karena itu, tugas murobbi/naqib adalah membuat agar tujuan menjadi jelas dan menarik
bagi peserta, sehingga mereka bersemangat untuk mencapainya. Tujuan yang menarik akan
membuat mereka betah untuk menjalani proses yang mungkin membosankan dalam
mencapainya. Apalagi jika suasana tidak membosankan, maka mereka akan semakin
bersemangat untuk mencapai tujuan.
Untuk meningkatkan semangat mencapai tujuan, ada beberapa hal yang perlu dilakukan
murobbi/naqib, antara lain :
1. Memecah-mecah tujuan halaqoh/usroh menjadi tujuan antara yang sesuai dengan
kebutuhan peserta. Misalnya, tujuan halaqoh/usroh adalah terbentuknya murobbi yang
handal. Akan tetapi mungkin hal ini kurang sesuai dengan kebutuhan peserta saat itu.
Peserta belum tertarik untuk menjadi murobbi, maka tujuan tersebut perlu dipecah
menjadi tujuan antara yang sesuai dengan kebutuhan peserta, yaitu tujuan untuk pandai
berbicara di depan umum.
2. Mengkomunikasikan tujuan secara berulang-ulang dengan pendekatan yang berbeda-
beda agar tujuan tetap menarik untuk dicapai. Misalnya, sekali waktu menggunakan
ilustrasi ‘orang yang naik kendaraan‘ untuk menjelaskan tujuan. Waktu yang lain
menggunakan ilustrasi ‘orang yang berlayar‘ untuk menjelaskan tujuan.
3. Memberikan motivasi secara berulang-ulang tentang urgensi pencapaian tujuan dengan
pendekatan yang berbeda-beda. Misalnya, sekali waktu menggunakan dalil Al Qur‘an
untuk menekankan pentingnya pencapaian tujuan. Akan tetapi di lain kali
menggunakan dalil Siroh Nabawiyah untuk menjelaskan pentingnya pencapaian tujuan.
4. Memusyawarahkan tujuan dengan peserta agar mereka mempunyai rasa memiliki
(sense of belonging) terhadap tujuan. Disini dibutuhkan kemampuan komunikasi dari
murobbi/naqib untuk mempengaruhi peserta agar tujuan yang telah ditetapkan seolah-
olah dianggap oleh peserta sebagai tujuan yang mereka buat, bukan tujuan yang
didiktekan murobbi/naqib.
5. Menerjemahkan tujuan menjadi program dan kegiatan yang menarik bagi peserta.
Peserta bukan hanya tertarik dengan program, tapi juga yakin bahwa kesulitan dan
hambatan yang menghadang dalam melaksanakan program itu tidak akan sia-sia.
6. Membuat sistem penghargaan dan sangsi (reward dan punishment) yang mampu
membangkitkan semangat peserta untuk mencapai tujuannya.
Bentuk kongkrit dari tingginya nilai semangat untuk mencapai Tujuan (T) adalah
keyakinan bahwa proses yang panjang, sulit dan melelahkan untuk mencapai tujuan
halaqoh/usroh adalah hal yang wajar. Keyakinan ini begitu penting bagi personil
halaqoh/usroh dalam membuat mereka betah mengikuti perjalanan halaqoh/usroh.

RUMUS MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS HALAQOH/USROH


Tujuan inilah yang menjadi dasar dari pencapaian produktivitas halaqoh/usroh. Tujuan inilah
yang berfungsi untuk melakukan langkah berikutnya, yaitu membuat ‘kemenangan-
kemenangan kecil‘ dan melakukan evaluasi.
Selain itu, tujuan memiliki empat fungsi dalam perjalanan halaqoh/usroh, yaitu :
1. Memberikan arah perjalanan halaqoh/usroh
2. Memfokuskan program dan kegiatan halaqoh/usroh
3. Pedoman dalam pengambilan keputusan
4. Mengontrol perjalanan halaqoh/usroh
Kemudian apa yang dimaksud dengan ‘kemenangan kecil‘pada bagian kedua dari piramida
produktivitas halaqoh/usroh? Kemenangan kecil adalah istilah lain dari tujuan/sasaran antara.
Yaitu, tujuan/sasaran yang perlu dicapai secara bertahap untuk mencapai tujuan halaqoh/usroh
yang sebenarnya. Tujuan/sasaran antara persis seperti anak tangga ketika kita menaiki tangga
untuk mencapai tempat tertentu.
Teknik memperoleh ‘kemenangan-kemenangan kecil‘ ini juga dapat dilakukan untuk mencapai
muwashofat lainnya atau untuk mencapai tujuan pembentukan murobbi dan tujuan
pengembangan potensi. Mudah-mudahan dengan teknik ini tujuan menjadi lebih menarik
untuk dicapai oleh peserta karena mereka merasa sanggup untuk melakukannya.

Kemenangan Kecil
Tujuan Evaluasi
(Tujuan antara)
- Peserta berhasil membaca
Tercapainya - Membaca Al-Qur’an 1
alquran
Muwashofat halaman/hari
- Peserta berhasil menghafal
- Menghafal 1 hadits arba’in
1 hadits arbain
- Menetapkan infaq Rp. - Peserta berhasilinfaq Rp.
500/pertemuan 500/pertemuan
- Peserta berani
- Keberanian mengemukakan mengemukakan pendapat
pendapat - Peserta mampu berbicara
Tercapainya - Kemampuan berbicara di di depan umum
pembentukkan depan umum - Peserta berhasil mewajih
Murobbi - Tugas menjadi muwajih di di acara dauroh
acara dauroh - Peserta berhasil merekrut 1
- Tugas merekrut 1 orang orang
- Peserta berhasil memipin
kepanitian
- Tugas memipin kepanitian - Peserta mengetahui apa
Tercapainya - Acara berupa menceritakan potensinya
pengembangan prestasi masa lalu - Peserta berhasil membuat
potensi - Tugas membuat desain brosur untuk
brosur kegiatan ramadhan meningkatkan potensi di
bidang desain

Daftar Pustaka
Lubis, Satria Hadi.2003. Menggairahkan Perjalanan Halaqah, Jakaerta: Kreasi Cerdas
Utama

Anda mungkin juga menyukai