Anda di halaman 1dari 3

Tantangan dan Dinamika Dakwah

Secara umum, tantangan Gerakan Dakwah sangat banyak dan kompleks. Paling tidak terdapat tiga
tantangan besar yang dihadapi Harokah Islamiyah. Ketiga tantangan tersebut ialah :

1. Tantangan internal
Tantangan internal Gerakan Dakwah itu terdiri dari :

A. Kejumudan (kebekuan) berfiikir.


Hampir semua Gerakan Dakwah mengalami kejumudan sehingga terhentinya pembaruan kendati
sudah melewati perjalanannya berpuluh-puluh tahun. Keberanian dan kemauan melakukan tajdid
al-manhaj al-haroki al-fikri (pembaruan konsep pemikiran harokah) dan al-manhaj al-haroki
al-‘amali (konsep aktivitas harokah), hampir tidak ada, khususnya terkait dengan masalah-masalah
ijtihadiyah para pendirinya sejak puluhan tahun yang lalu. Akibatnya, Gerakan Dakwah tidak bisa
menampung al-‘uqul al-kabiroh (pemikiran-pemikiran besar) – meminjam Istilah Dr. Yususf Al-
Qardhawi – yang datang dari para aktivisnya sendiri, apalagi dari luar. Tajdid tersebut amat
diperlukan agar terjadi proses penyempurnaan dan akselarasi dengan perkembangan dan
kebutuhan dakwah masa kini. Tajdid juga berfungsi melurusakn penyimpangan amaliyah
maidaniyah, khususnya bila memasuki lapangan politik praktis. Di samping itu, tajdid melahirkan
pemikiran-pemikiran, konsep-konsep dan rumusan-rumusan baru yang kontekstual, moderen dan
futuristik, namun tetap komitmen dengan asholah (orisinilitas)-nya. Di samping itu, tidak ada
keberanian merumuskan dan mendesain ulang format, strategi, perencanaan, program dan target-
target Gerakan Dakwah masa kini untuk menjawab berbagai tantangan zaman, sehingga Gerakan
Dakwah mampu menjelaskan nilai-nilai Islam dalam bentuk amal, alternatif dan keteladanan.
Akhirnya, yang menonjol di lapangan adalah seruan-seruan moral dan penjelasan-penjelasan nilai
yang sifatnya baku dan berulang-ulang.

B. Model dan dan gaya kepemimpinan.


Rata-rata dalam prakteknya, model kepemimpinan Gerakan Dakwah adalah model masyayikh
(kekiayan tradisionil), kendati dalam konsep dan teorinya meniru gaya kepemimpinan Rasulullah
dan para Sahabat. Model kepemimpinan masyayikh tradisionil itu di antara cirinya ialah tidak ada
yang berani mengkritik dan memprotes keputusan atau keinginan sang pemimpin, kendati nyata-
nyata berlawanan dengan nilai-nilai Islam. Akhirnya, pemimpin diposisikan pada posisi yang
berlebihan, dan bahkan kadangkala melebihi Nabi, atau di Indonesia dikenal dengan wali.
Kurangnya keberanian dan kemauan membenahi model dan gaya kepemimpinan yang tidak sesuai
dengan spirit Islam itu sendiri, seperti model masyayikh tradisonal, secara otomatis membuka
peluang bagi para aktivis harokah untuk mengkultuskan pemimpin, jama’ah dan partai mereka.
Pada waktu yang sama tidak akan pernah membuka peluang lahirnya kepemimpinan yang lebih baik
dan lebih berkualitas dari sebelumnya.

C. Ta’sh-shub jama’i, qiyadi dan Hizbi (Fanatink pada jama’ah. Pemimpin dan partai).
Ta’sh-shub tersebut menjadi ancaman serius bagi Gerakan Dakwah. Sebab, secara syar’i, ta’ash-
shub adalah perbuatan jahiliyah yang sangat dibenci. Secara fakta di lapangan, ta’ash-shub pada
ketiga hal tersebut juga telah melahirkan persaingan dan perpecahan di kalngan umat, khususnya
di kalangan antar aktivis Gerakan Dakwah yang berbeda nama dan payung. Dengan demikian,
Gerakan Dakwah akan kehilangan banyak peluang Dakwah dan interaksi dengan berbagai lapisan
masyarakat, termasuk antar sesama aktivis Gerakan Dakwah yang berbeda nama dan warna. Ini
juga merupakan salah satu penyebab yang memperlambat perkembangan dan pertumbuhan
Gerakan Dakwah itu sendiri.
D. Keenggenan menjadi al-‘unshur al-jaami’, ( faktor perekat) bagi kalangan Gerakan Dakwah
lainnya, juga bagi umat Islam secara luas, dan bahkan ironisnya dalam kalangan jamaah sendiri. Di
antara penyebabnya ialah suburnya penyakit ta’ash-shub jama’i, qiyadi dan hizbi (fanatik buta
terhadap jama’ah, pemimpin dan partai) serta pemikiran pemikiran masing-masing Gerakan
Dakwah, seperti yang disebutkan pada poin 3 di atas. Bahkan terkadang lahir sebuah pendapat
dan sikap yang keliru seperti “right or wrong is my jama’ah, may leader and my party”. Ironisnya,
dalam lapangan politik praktis seringkali berkoalisi dengan tokoh, atau partai atau kelompok yang
nyata-nyata musuh Islam atau paling tidak tidak menyukai tegaknya Islam sebagai the way of life
di negeri mereka tinggal.

E. Kelemahan mawarid basyariyyah (sumber daya manusia) dalam berbagai bidang ilmu.
Kelemahan SDM tersebut mengakibatkan terjadinya kelemahan ruhiyah (mental) dan uswah
(keteladanan) sebagai syarat mutlak menjadi khoiru ummatin ukhrijat linnas (umat terbaik dan
berkualitas tinggi yang tampil di tengah-tengah manusia) dalam mengemban missi khalifatullah
yang akan memakmurkan kehidupan umat manusia di atas muka bumi melalui nilai-nilai Islam yang
amat adil danmanusiawi.

2. Tantangan Sesama Gerakan Dakwah.


Kalau kita cermati problema dan masalah-masalah yang terjadi sesama Gerakan Dakwah maka
kita akan menemukannya sebagai berikut :

A. Kurangnya kesiapan dan kemauan membangun komunikasi yang baik dan intensif sehingga
terjadi proses ta’aruf (perkenalan), kemudian ditersuskan dengan tafahum (saling mengerti) dan
kemudian ta’awun (tolong menolong) serta berlanjut dengan takaful (saling menopang) dengan
harapan kemuidan bersinerji untuk menuju wihdatul harokah (kesatuan pergerakan).

B. Kurangnya kesiapan dan kemauan untuk mehamai dan menerapkan kaedah-kaedah ilmiyah dan
amaliyah dalam menyikapi perbedaan baju harokah seperti :

i. Perbedaan dalam masalah furu’ (cabang) dan lapangan ijtihadiyah adalah suatu kenyataan yang
sudah terjadi sejak zaman Sahabat dan mustahil dapat dihindarkan dan juga berfungsi sebagai
fleksibelitas ajaran Islam dalam rangka kemudahan bagi umat Islam.

ii. Menerapkan prinsip washothiyyah (pertengahan) dan meninggalkan sikap ghuluw (berlebihan)
dalam penerapan ajaran Islam.

iii. Tidak bersikap reaktif (menerima atau menolak tanpa dipelajari dengan baik) terhadap
masalah-masalah ijtihadiyyah, karena kemungkinan benar dan juga kemungkinan salah.

iv. Tidak mau belajar dari para Sahabat Rasulullah dan ulama-ulama besar Islam sepanjang
sejarah dalam memenej ikhtilaf (perbedaan) pendapat di antara mereka.

v. Fokus terhadap masalah-masalah besar yang sedang dihadapi umat Islam dan umat manusia
hari ini.

vi. Bekerjasama dalam masalah yang disepakati dan bertoleransi dalam masalah yang belum
disepakati.

vii. Yakin bahwa Al-Islam sebagai agama Allah untuk semua manusia tidak mungkin mampu
ditegakkan oleh satu kelompok Gerakan Dakwah saja. Bekerjasa sama dalam menjalankan amar
ma’ruf dan nahi ‘anilmunkar merupakan suatu kebutuhan lapangan. Sebab itu, bersatu dan
bekerjasama dalam menjalankan dan memperjuangkan agama Allah merupakan tuntutan dan
kewajiban dari Allah.

C. Kesiapan dan kemauan memahami dan menerapkan kaedah-kaedah ruhiyah (spiritualitas) dalam
menghadapi perbedaan baju harokah. Di antaranya :

i. Membebaskan diri dari nafsu dan syahwat ujub (bangga) pada diri, jama’ah, kelompok, partai
dan pemimpin.
ii. Membebaskan diri dari fanatisme terhadap jama’ah, partai, kelompok, pemimpin, mazhab,
pemikiran dan pendapat para Imam/pemimpin.
iii. Menghindari selalu dalam diri sifat su-uzh-zhon (buruk sangka) terhadap sesama Muslim.
iv. Menghindari pembicaraan mencela, perbuatan dan sikap yang dapat menyakiti perasaan sesama
Muslim.
v. Menghindari jidal (debat kusir) dan permusuhan terhadap sesama Muslim.
vi. Belajar berdialog denagn cara yang lebih baik.
vii. Tanamkan sifat dan sikap kasih sayang dan santun terhadap sesama Muslim.
viii. Selalu mendoakan kamum Muslimin agar mendapat hidayah dan ampunan Allah, baik yang
dikenal maupun yang tidak dikenal, baik yang sudah wafat maupun yang masih hidup.

3. Tantangan Para Tokoh Dakwah yang tidak atau belum tergabung dalam harokah.
Sebuah kenyataan dan fenomena menarik bahwa hampir di seluruh Dunia Islam selalu muncul
tokoh-tokoh besar dakwah yang dalam menjalankan Dakwah Ilallah mengandalkan kemampuan dan
kharismatik pribadi. Pengikut setia (anggota jama’ah) mereka sangat banyak. Pengaruh mereka di
lapangan sangat terasa, termasuk dalam perubahan moral masyarakat. Kelebihan yang mereka
miliki juga banyak, kendati kelemahan-kelemahannya juga tidak dapat dipungkiri karena
disebabkan beramal secara infirodi (single fighter). Mereka harus dilihat sebagai asset umat
yang berharga dan harus selalu berupaya menjalin silaturrahmi (komunikasi) yang baik dalam
rangka menuju ta’aruf (berkenalan), tafahum (saling mengerti), ta’awun (kerjasama) dan
selanjutnya takaful (saling menopang) serta berikutnya menuju tauhidul ummah (penyatuan
potensi umat).

Secara umum, tantangan Harokah Islamiyah Masa Depan terhadap para tokoh Dakwah tersebut
sama dengan yang dihadapi dengan sesama Gerakan Dakwah. Letak perbedaanya hanya pada
struktur formal dan informal. Artinya, para tokoh Dakwah tersebut biasanya tidak memiliki
struktur formal dan nizhom asasi (peraturan organisasi) sebagaimana Gerakan Dakwah lainnya.
Kalupun ada hanya sebatas hubungan kuat antara seyekh dengan murid. Sikap yang dibangun juga
sama dengan yang dibangun terhadap sesam Gerakan Dakwah yang terstruktur. Personal
approache (pendekatan pribadi) insyaa Allah akan lebih banyak membantu.

Anda mungkin juga menyukai