Asbabun Nuzul
Surat At Takatsur termasuk surat Makkiyah, menurut pendapat mayoritas
ulama termasuk Ibnu Katsir. Sebagian pendapat menyebutkan, ia
merupakan surat ke-16 yang diturunkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam. Yakni setelah surat Al Kautsar, sebelum surat Al Maun.
Asbabun nuzul lain yang juga dicantumkan Tafsir Ibnu Katsir dan Tafsir Al
Munir, bahwa Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ibnu Buraidah. Dia
mengatakan, “Ayat ini turun berkenaan dengan dua kabilah dari kalangan
kaum Anshar. Yakni Bani Haritsah dan Bani Harits. Mereka saling berbangga
dan memperbanyak harta.
Satu kabilah mengatakan, “Adakah di antara kalian orang seperti fulan bin
fulan bin fulan?” Kabilah satunya juga membalas seperti itu. Mereka saling
berbangga dengan menyebut orang-orang yang masih hidup.
Kemudian mereka berkata, “Mari ikutlah kami ke kuburan.” Lantas salah satu
dari dua kabilah itu mengatakan, “Adakah di antara kalian orang seperti
fulan bin fulan bin fulan?” Mereka berkata saling menunjuk-nunjuk kuburan
tersebut. Kabilah satunya juga membalas seperti itu. Lalu Allah menurunkan
Surat At Takatsur.
Riwayat ini juga menjadi hujjah bagi yang berpendapat surat ini Madaniyah.
Namun karena riwayat ini dinilai lemah, pendapat itu banyak ditolak.
َو َي ْب َقى َع َم ُلُه، َفَي ْر ِج ُع َأْه ُلُه َو َم اُلُه، َي ْت َب ُعُه َأْه ُلُه َو َم اُلُه َو َع َم ُلُه، َفَي ْر ِج ُع اْث َن اِن َو َي ْب َقى َمَع ُه َو اِح ٌد، َي ْت َب ُع اْلَم ِّيَت َث َالَثٌة
Mayit akan diikuti tiga hal, dua hal kembali dan satu hal tetap bersamanya.
Dia akan diikuti oleh keluarga, harta dan amalnya. Keluarga dan hartanya
akan kembali, sedangkan amalnya akan tetap bersamanya. (HR. Bukhari dan
Muslim)
Ainul yaqin adalah mengetahui secara yakin. Yakni karena telah melihat
dengan mata kepala sendiri. Saat seseorang dimasukkan neraka, saat itu ia
benar-benar mengetahui secara yakin bahwa neraka yang selama ini
dilalaikannya ternyata ada dan siap membakar mereka.
َأُل ُث
َّم َلُتْس َّن َي ْو َم ِئٍذ َع ِن الَّن ِعيِم
kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang
kamu megah-megahkan di dunia itu).
Bahkan Sayyid Qutb dalam Tafsir Fi Zhilalil Qur’an menjelaskan lebih rinci.
“Sungguh kalian akan ditanya tentang nikmat-nikmat itu. Dari mana kalian
peroleh? Ke mana kalian belanjakan? Apakah kalian peroleh melalui ketaatan
dan kalian gunakan untuk ketaatan? Ataukah kalian peroleh melalui
kemaksiatan lalu kalian gunakan untuk kemaksiatan pula? Apakah kalian
peroleh secara halal dan kalian gunakan untuk yang halal? Atau kalian
peroleh secara haram dan kalian gunakan untuk yang haram? Apakah kalian
mensyukurinya? Apakah kalian tunaikan kewajibannya? Apakah kalian
gunakan juga untuk kepentingan masyarakat atau kalian nikmati sendiri?”