Anda di halaman 1dari 29

Nama kelompok :

1. Ismi Rojayanti (21130210331)


2. Rochmatul Hidayah (21130210380)
3. Shellya R.N (21130210360)
Asbabun Nuzul Surah Al- Ashr
(Saleh, 2018) Syaikh Muhammad Abduh menjelaskan, orang Arab
jahiliyah biasa bersantai di waktu Ashar. Mereka bercengkerama dan
bercanda, hingga saling menyinggung dan akhirnya terjadi perselisihan
dan permusuhan. Mereka pun mengutuk waktu ashar. Maka Allah
menurunkan surat ini untuk memberikan peringatan, bukan waktu ashar
yang salah tetapi merekalah yang salah. Manusia akan berada dalam
kerugian selama tidak memenuhi empat kriteria dalam surat ini.
Surat Al Ashr memiliki beberapa keutamaan. Di antaranya adalah, ia
biasa dibaca oleh sahabat di akhir majelis. Menjadi salah satu doa
penutup majelis. Ia juga merangkum kunci keselamatan sehingga bisa
mewakili isi Al Quran.
Kandungan Surat Al- Ashr
01 02 03
Surat Al- Ashr Seluruh manusia Orang yang akan
menampilkan di sebut rugi, selamat dari dunia
pentingnya dan meskipun ia kaya dan akhirat adalah
mulianya waktu, akan materi mereka yan
sehingga Allah beriman dan
bersumpah beramal shalih
terhadapnya.
Sebagai manusia
yang bijak
Hikmah Al- Ashr
1 2 3
Mengajurkan untuk Hindari kehancuran
Pelajari Manusia agar tidak merugi
menjaga waktu

4 5

Landasi hidup dengan Tegakkan kebenaran dan


iman dan amal hadapi hidup dengan
shaleh kesabaran
Tafsir Surat Al- Ashr
• Surat Al Ashr ayat 1 ‫“ َو اْلَعْص ِر‬Demi masa” Para ulama sepakat ‘ashr (‫)عصر‬
artinya adalah masa atau waktu. Namun penafsiran waktu yang dimaksud
dalam ayat ini ada beberapa pendapat. Pertama, masa atau waktu secara
umum. Kedua, waktu ashar. Ketiga, masa hidupnya Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam. Allah bersumpah dengan waktu juga menunjukkan
kemuliaan waktu. Jika orang-orang Arab jahiliyah meyakini ada waktu sial
dan sebagainya, Rasulullah mengingatkan untuk tidak mencela waktu.
Surat Al Ashr ayat 2 ‫“ ِإَّن اِإْل ْنَس اَن َلِفي ُخ ْس ٍر‬Sesungguhnya
manusia itu benar-benar dalam kerugian”,Kata al insan
(‫ )اإلنسان‬berbentuk makrifat menunjuk pada keseluruhan
manusia. Baik mukmin maupun kafir. Meskipun demikian,
ia hanya mencakup mukallaf (mendapat beban perintah
agama). Sedangkan yang tidak mukallaf, misalnya anak
kecil yang belum baligh, tidak masuk dalam ayat ini.
Karenanya ketika menafsirkan ayat ini, Syaikh Wahbah Az
Zuhaili menuliskan, “Sesungguhnya seluruh manusia itu
pastilah berada dalam kerugian, kekurangan dan
kehancuran, kecuali orang-orang yang mengumpulkan
antara iman kepada Allah dan beramal shalih”.
Surat Al Ashr ayat 3 ‫ِإاَّل اَّلِذ يَن َآَم ُنوا َو َع ِم ُلوا الَّصاِلَح اِت‬
‫ َو َتَو اَص ْو ا ِباْلَح ِّق َو َتَو اَص ْو ا ِبالَّصْبر‬Ayat ini
mengecualikan insan pada ayat sebelumnya.
Bahwa insan yang tidak berada dalam kerugian
adalah mereka yang memiliki empat kriteria;
iman, amal shalih, saling menasehati tentang
kebenaran dan saling menasehati tentang
kesabaran
Asbabunuzul Surat At- Takatsur
Saleh, 2018) Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa ayat
ini (Qs. Al-Takatsur: 1-2) turun berekanaan dengan dua
kabilah Anshor: Bani Haritsah dan Bani Harits yang saling
menyombongkan diri dengan kekayaan dan keturunan:
”Apakah kalian mempunyai pahlawan segagah dan
secekatan?” mereka saling menyombongkan diri dengan
kedudukan dan kekayaan orang-orang yang masih hidup.
Kandungan Surat At- Takatsur
(Saleh, 2018) Melansir buku Tadabur Juz Amma oleh Dr. Saiful Bahri, Surah

At-Takatsur menerangkan tentang manusia yang disibukkan oleh perkara

duniawi sehingga mereka lengah untuk melaksanakan kewajibannya kepada

Allah SWT. Mereka lebih memilih hawa nafsunya dibandingkan tuhannya, dan

mereka juga lupa bahwa hal keduniaan tak akan dibawa setelah kematian.

Hingga mereka tidak menyadari bahwa semua itu akan dimintai

pertanggungannya.
Hikmah Surat At- Takatsur
Dalam Tafsir Al-Lubab Jilid 4 juga disebutkan sejumlah hikmah
yang bisa diambil dari Surah At-Takatsur hal duniawi membuat
manusia lengah hingga hingga kematiannya. Peringatan Allah SWT
atas persaingan bermegah-megah di dunia tidak akan membawa
kepuasan, yang ada hanya tekanan. Mereka yang terlena akan
keduniaan, di akhirat kelak akan menyesal, semua kenikmatan
yang Allah beri akan diadili.
Tafsir At-Takatsur
1. ‫َاۡل ٰه ٮُك ُم الَّتَك اُثُۙر‬
Kata (l-Haakum) telah melengahkan kamu terambil dari kata-kata laha-
yalhi, yakni menyibukan diri dengan sesuatu sehingga mengabaikan
yang lain biasanya terpenting. Kemudian al-Takatsur terambil dari kata
Katsroh (banyak). Patron al-Takatsur meunjukan adanya dua pihak atau
lebih bersaing, semua berusaha memperbanyak, seakan-akan sama-sama
mengaku memiliki lebih banyak dari pihak lain atau saingannya.
2 ‫َح ّٰت ى ُزۡر ُتُم اۡل َم َقاِبَؕر‬
“Sehingga kamu masuk ke dalam kubur”,
Dalam arti sampai kamu mati. Menurut Hamka dalam tafsirnya, maksud dari
menumpuk harta atau memperbanyak anak dan pengikut apabila
motivasinya adalah persaingan, ia tidak akan pernah berakhir kecuali dengan
kematian karena yang bersaing tidak pernah puas, selalu saja tergemar di
dalam benaknya harta.

3. ‫َ َك اَّل َس ۡو َف َتۡع َلُم ۡو َۙن‬


“Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui”
Dalam tafsir al-Misbah, kaitannya mencari harta dengan persaingan tidak sehat
dalam mengumpulkannya dan memperbanyak pengikut itu dalam Islam
tidak dibolehkan.25 Berhentilah dari perbuatan seperti ini yang akhirnya
tidak lain akan menimbulkan perpecahan dan perpisahan, dengki dan hasud.
● ‫ُثَّم َك اَّل َس ۡو َف َتۡع َلُم ۡو َؕن‬
“dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui”.
Menurut tafsir al-Misbah ayat seperti ini mengandung nilai ancaman sesudah
ancaman28 yang sangat keras guna mencegah dan mencela perbuatan.
Kemudian dalam tafsir al-Azhar menjelaskan bahwa segala perbuatan
mengumpul dan bermegah-megah dengan harta dunia fana ini percuma belaka,
karena di akhirat itu semua tidak akan dapat menolong.29 Sementara dalam
jika dalam tafsir al-Maraghi itu sama seperti seorang tuan yang mengatakan
kepada budaknya, “Saya katakan, jangan sekali-kali mengerjakan hal itu, dan
saya katakan jangan kerjakan hal itu”. Dalam ayat ini adanya penegasan dari
ayat sebelumnya guna memberikan peringatan dari penjelasan ayat
sebelumnya.
● ‫َك اَّل َلۡو َتۡع َلُم ۡو َن ِع ۡل َم اۡل َيِقۡي ِؕن‬
“Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin”,
Menurut tafsir Kemenag, ayat ini merupakan peringatan Allah dalam bentuk
perintah agar waspada terhadap tingkah laku yang buruk itu. Keinginan untuk
berlebih-lebihan seseorang untuk mengerjakan pekerjaan yang tidak bermanfaat.
Pendiriannya yang menganggap benar itu sebenarnya adalah salah. Itu sangkaan
belaka yang pasti berubah, karena tidak sesuai dengan kenyataan. Yang harus
menjadi pendirian adalah yang sesuai dengan kenyataan yang disampaikan oleh
mata, oleh perasaan atau berdasarkan dalil sahih.
● ‫َلَتَرُو َّن اۡل َجِح ۡي َۙم‬
َ“niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahiim” Dalam tafsir
Kemenag bahwa ayat ini Allah menerangkan sebagian azab yang akan dialami
oleh orang yang bermegah-megah itu karena kelalaian tersebut. Mereka akan
ditimpa azab di akhirat, dan pasti akan melihat tempat itu dengan mata kepala
mereka sendiri. Oleh sebab itu, mereka hendaknya selalu merenungkan
kedahsyatan azab itu dalam pikiran agar membawa mereka kepada pembuatan
yang baik dan bermanfaat. Maksud perkataan “melihat neraka jahim” adalah
merasakan azabnya, sesuai dengan tujuan al-Quran dalam pemakaian kata-kata
tersebut.
● ‫ُثَّم َلَتَرُو َّنَها َع ۡي َن اۡل َيِقۡي ِۙن‬
“dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan 'ainul yaqin”, Dalam
tafsir al-Azhar menjelaskan bahwa Allah menguatkan isi ayat sebelumnya bahwa
azab itu benar-benar akan dirasakan oleh orang yang terperdaya itu. Oleh karena itu
siapa saja dan dari golongan apa saja hendaknya bertakwa kepada Tuhanya serta
menghindari perbuatan-perbuatan yang menyebabkan mereka disiksa. Hendaknya
seseorang itu memperhatikan nikmat-nikmat Allah yang ada padanya untuk
dipelihara dan dipergunakan sesuai dengan fungsi nikmat tersebut. Juga hendaknya
mereka tidak melakukan kejahatan, mengada-ngadakan kemunkaran, dan
mengharap-harap ampunan Allah Swt.
● ‫ُثَّم َلـُتۡس َٔــُلَّن َيۡو َم ِٕٮٍذ َع ِن الَّنِع ۡي ِم‬
● “kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang
kamu megah-megahkan di dunia itu)” Hamka dalam tafsirnya menjelaskan
ayat ini merupakan penutup dari surah al-Takatsur, tapi sebagai kunci bagi
peringatan pada pembukaan ayat. Di ayat pertama telah dikatakan bahwa kamu
telah terlalai oleh kesukaan bermegah-megah dengan harta, dengan pangkat,
dengan kedudukan anak dan keturunan. Bermegah-megah dengan kehidupan
yang mewah, dengan rumahtangga yang laksana istana, kendaraan yang baru
dan modern, emas perak dan sawah ladang. Semua memang nikmat dari Allah.
Tetapi ingatlah oleh kamu akan bertubi-tubi pertanyaan datang tentang
sikapmu terhadap nikmatmu itu.
Azbabunuzul Surat Al-Qoriah
tidak ada penjelasan detail tentang asbabun nuzul Surat Al Qari’ah. Dan
memang tidak semua Surat dan ayat Al Quran kita dapatkan penjelasan asbabun
nuzul. Baik di kitab-kitab tafsir maupun kitab yang khusus membahas asbabun
nuzul. Surat Al Qari’ah merupakan surat ke-30 yang turun kepada Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam. Yakni turun setelah Surat Quraisy dan sebelum
Surat Al Qiyamah. Sedangkan secara urutan mushaf, ia merupakan surat ke-101.
Yakni setelah Surat Al Adiyat. Jika surat Al Adiyat diakhiri dengan uraian
tentang hari kiamat, surat ini juga berbicara tentang hari kiamat sejak awalnya.
Jika surat Al Adiyat diakhiri dengan isyarat pertanyaan kapan terjadinya itu,
surat ini menjelaskan bahwa ia akan terjadi pada hari kiamat yang disebut Al
Qari’ah, yakni suara keras yang memekakkan telinga.
Kandungan Surat Al- Qoriah
a.Surat Al Qariah menjelaskan dahsyatnya hari kiamat. Demikian dahsyatnya
hingga kata Al Qariah -yang merupakan salah satu nama lain kiamat- diulang
tiga kali, untuk mengingatkan manusia agar ingat bahwa nanti akan terjadi hari
kiamat.
b.Pada hari kiamat, manusia laksana anai-anai yang bertebaran; lemah, bingung,
hancur, tak tentu arah.
c.Pada hari kiamat, gunung-gunung meletus dan berhamburan laksana bulu yang
dihambur-hamburkan.
d.Setelah hari kiamat, ada yaumul mizan. Hari ditimbangnya amal manusia.
e. Orang-orang yang berat timbangan amal kebaikannya, tempat
kembalinya adalah surga. Mereka mendapatkan kehidupan yang
memuaskan dan penuh kenikmatan di dalamnya.
f. Sebaliknya, orang-orang yang ringan timbangan amal kebaikannya,
tempat kembalinya adalah neraka. Mereka mendapatkan kehidupan yang
menyusahkan di dalamnya, dengan siksa api yang menyala-nyala
Hikmah Surat Al-Qoriah
a. Surat Al-Qari'ah termasuk dalam Al-Mufashshal yang diberikan kepada Nabi
Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam sebagai tambahan, sehingga beliau memiliki
keutamaan dan keistimewaan dibandingkan dengan nabi-nabi sebelumnya.
b. Aman dari fitnah Dajjal dan bau neraka Jahanam Abi Ja’far berkata, “Barangsiapa
yang membaca dan memperbanyak bacaannya Surat Al-Qari'ah, maka Allah
memberinya keamanan dari fitnah Dajjal dari beriman kepadanya, dan dari hembusan
neraka Jahanam di hari kiamat, Insya Allah.” (Tsawabul A’mal: 155)
c. Diberatkan amalan kebaikannya di mizan dan dapat dijadikan doa atau wasilah bagi
orang yang bernasib kurang baik (buruk).
Tafsir Surat Al- Qoriah
● ‫اْلَقاِرَع ُة‬
“Hari Kiamat”,
Kata al qari’ah (‫ )القارعة‬berasal dari kata qara’a (‫ )قرع‬yang berarti mengetuk.
Suara menggelegar yang diakibatkan oleh kehancuran alam sangat keras hingga
seakan mengetuk lalu memekakkan telinga, bahkan hati dan pikiran. Namun
semua peristiwa besar yang mencekam juga dinamakan al qari’ah baik disertai
suara keras maupun tidak. Ibnu Katsir menjelaskan, al Qari’ah adalah nama lain
hari kiamat.
‫َم ا اْلَقاِرَع ُة‬
“Tahukah kamu apakah hari Kiamat itu?”
Pengulangan kata ini menggambarkan rasa heran dan mencekam. Seakan-akan
secara sederhana diilustrasikan pintu yang diketuk keras, tidak seperti selama ini.
Sehingga ditanyakanlah, “siapa yang mengetuk itu.”

Surat Al Qari’ah ayat 3


‫َو َم ا َأْد َر اَك َم ا اْلَقاِرَع ُة‬
“Tahukah kamu apakah al-Qāri‘ah itu?”
Kalimat maa adraaka (‫ )ما أدراك‬adalah ungkapan yang digunakan Al Qur’an untuk
menggambarkan kehebatan sesuatu yang sulit dijangkau hakikatnya. Umumnya
redaksi kalimat ini digunakan untuk alam metafisika seperti surga dan neraka.
Juga hal-hal yang luar biasa seperti lailatul qadar dan al ‘aqabah.
Kalimat ini sekaligus merupakan ta’kid (kalimat penguat) untuk memberitahukan
betapa dahsyatnya hari kiamat.
Surat Al Qari’ah ayat 4
● ‫َيْو َم َيُك وُن الَّناُس َك اْلَفَر اِش اْلَم ْبُثوِث‬
“Pada hari itu manusia adalah seperti anai-anai yang bertebaran”,
Selain diartikan anai-anai, kata al faraasy (‫ )الفراش‬juga diartikan belalang
yang baru lahir. Mereka saling menindih dan bergerak ke berbagai arah
yang tidak menentu. Syaikh Wahbah Az Zuhaili menjelaskan bahwa al
faraasy adalah hewan bersayap yang bodoh dan bingung jika ada di atas
api. Maka ia bisa bermakna laron, anai-anai, nyamuk maupun belalang.
Manusia waktu itu seperti anai-anai yang bertebaran, jumlahnya banyak,
lemah, hina dan terbang tak tentu arah.
Surat Al Qari’ah ayat 5
● ‫َو َتُك وُن اْلِج َباُل َك اْلِع ْهِن اْلَم ْنُفوِش‬
“dan gunung-gunung adalah seperti bulu yang dihambur-hamburkan”.
Kata al ‘ihn (‫ )العهن‬artinya adalah bulu. Ada pula yang memahaminya bulu yang
berwarna merah dan warna-warni. Sebagaimana ditegaskan oleh Surat Fathir ayat
27, gunung-gunung yang beraneka warna itu karena perbedaan materi yang
dikandungnya. Jika materinya besi, warna dominannya adalah merah. Jika
materinya batu bara, warna dominannya adalah hitam. Jika materinya perunggu,
warna dominannya kehijau-hijauan. Dua kondisi ini saja, yakni manusia yang
seperti anai-anaik bertabaran dan gunung yang berhamburan, sudah menggambarkan
betapa dahsyat dan ngerinya hari kiamat.
Surat Al Qari’ah ayat 6
● ‫َفَأَّم ا َم ْن َثُقَلْت َم َو اِزيُنُه‬
“Dan adapun orang-orang yang berat timbangan (kebaikan)nya”
Kata mawaaziin (‫ )موازين‬merupakan bentuk jamak dari miizaan (‫ )ميزان‬yang
artinya timbangan. Mayoritas ulama berpendapat bahwa amal kebaikan dan
kejahatan masing-masing orang ditimbang. Mana yang berat, itulah yang
menentukan kebahagiaan dan kesengsaraan di akhirat.
Ketika menafsirkan ayat ini, Ibnu Katsir menjelaskan maksudnya adalah
timbangan amal kebaikannya lebih berat daripada timbangan amal
keburukannya. Setelah Allah menjelaskan sekilas dahsyatnya hari kiamat, Dia
mengarahkan pandangan manusia untuk memperhatikan kesudahan mereka.
Bahwa nantinya mereka akan ditimbang amalnya dan nasibnya akan tergantung
pada amal yang ditimbang itu.
Surat Al Qari’ah ayat 7
● ‫َفُهَو ِفي ِع يَش ٍة َر اِض َيٍة‬
“maka dia berada dalam kehidupan yang memuaskan”.
Kata ‘iisyah (‫ )عيشة‬merupakan bentuk tunggal. Memberikan isyarat bahwa kepuasan
dan kenyamanan hidup di akhirat itu bersambung, tidak terputus dan tidak berganti
seperti di dunia yang kadang senang kadang susah. Tempat yang demikian itu tidak lain
adalah surga.

Surat Al Qari’ah ayat 8


● ‫َو َأَّم ا َم ْن َخ َّفْت َم َو اِزيُنُه‬
“Dan adapun orang-orang yang ringan timbangan (kebaikan)nya”,
Yakni orang yang timbangan amal keburukannya lebih berat daripada timbangan amal
kebaikannya.
Surat Al Qari’ah ayat 9
● ‫َفُأُّم ُه َهاِو َيٌة‬
“maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah”.
Kata ummuhu (‫ )أمه‬berasal dari kata amma-ya’ummu (‫ؤم‬.‫ )أم – ي‬yang
artinya menuju. Ibu dinamai umm karena anak selalu menuju
kepadanya. Dinamai imam yang seakar dengan umm karena ia dituju
mata dan diteladani. Kata haawiyah (‫ة‬.‫ )هاوي‬berasal dari kata hawaa (‫)هوى‬
yang artinya meluncur ke bawah. Dinamakan haawiyah karena neraka
itu tempat yang rendah dan menghinakan. Qatadah menjelaskan, bahwa
orang itu terjatuh ke dalam neraka dengan kepala di bawah.
Surat Al Qari’ah ayat 10
● ‫َو َم ا َأْد َر اَك َم ا ِهَيْه‬
Seperti disinggung di ayat 3, maa adraaka digunakan terkait alam
metafisika yang pada ayat 10 ini adalah neraka.

Surat Al Qari’ah ayat 11


● ‫َناٌر َح اِمَيٌة‬
(Yaitu) api yang sangat panas.
Inilah hakikat haawiyah yang Allah jelaskan. Api yang sangat panas lagi
sangat kuat nyala dan gejolak apinya. Panasnya api neraka 70 kali lipat
dari panasnya api dunia.

Anda mungkin juga menyukai