Anda di halaman 1dari 9

Bismillahirohmanirrohim

Asalamu’alaikum warhmatullahi wabarakatuh

Wabihi nasta’inu ala umuruddin ya wakdin washolawatu wasalamu ‘alal mursalin,wa ‘ala alihi wa ashabihi aj’main. Syahadat....
Robbissyrohri shod’ri wa yasirli am’ri wahlul uhdatammilisani, yakhofu kauli

Alhamdulillah , alhamdulillahi robbil ‘alamin

Masyirol mukmunin walmukminat... puji syukur dhumateng Allah subbanahu wa Ta’ala, karena atas semua nikmAT, rahmat dan
anugerahnya yang tak mungkin kita sebutkan ,margi saking kathahe, mudah2an dengan ucapan rasa syukur ini, menjadikan
semua amal ibadah/amal kebaikan kita mendapat ridhoNya. Selain itu syukur bukan hanya ucapan namun lebih utama dengan
mempergunakan semua nikmat yang kita terima dengan meningkatkan ketaqwaan.sehingga nikmat kito tampi leres2 dodos
berkah bagi kehidupan kita, keluarga, saudara ,teman dan lingkungan dimana kita berada.

Selanjutnya tak lupa kita haturkan salam dan sholawat kita haturkan dumateng nabi Muhammad Sholallohu wassalam, rosul
ingkang dados uswatun hasanah bagi kaum muslimin semua, margi kanti contoh dan tauladan beliu kita masih dalam keadaan
islam ,sehingga dengan mengikuti beliu kita benar2 menjadi umat islam yg taat hingga benar2 mjd muslim yg kafah,dgn
harapan nanti di yaumul akhir kita mendapat pertolongan dan perlindungan dengan diakui sebagai umatnya atas syafaat beliu.

Majelis ilmu yg dirahmati Allah

Qalallah ta’ala

Ta’awud.

Wal' asr
1. Demi masa,
Innal insaana lafii khusr
2. sungguh, manusia berada dalam kerugian,

Il lal laziina aamanu wa 'amilus saali haati wa tawa saw bil haqqi wa tawa saw bis sabr
3. kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati
untuk kesabaran.

Syehk muhammad abduh seorang tokoh muslim mesir , dalam ababun nuzul dari surat ini ... ketika orang2 jahiliyah berkumpul
diwaktu asar, santai dan bercengkra hingga saling menyinggung dan akhirnya terjadi perselisihan dan permusuhan. Mereka pun
mengutuk waktu ashar. Maka Allah menurunkan surat ini untuk memberikan peringatan, bukan waktu ashar yang salah tetapi
merekalah yang salah mereka lalai dalam bersyukur setelah seharian mendapat nikmat dari Tuhannya.. Manusia akan berada
dalam kerugian selama tidak memenuhi empat kriteria dalam surat ini. Dalam beberapa riwayat beberapa syehk/ulama
sependapat bahwa urgent dan pentingnya surat ini, karena merangkum kunci keselamatan sehingga
bisa mewakili isi Al Quran.

Syaikh Adil Muhammad Khalil dalam Awwal Marrah at-Tadabbar al-


Qur’an menyebutkan bahwa Imam Syafi’i mengatakan, “Sekiranya Allah
Subhanahu wa Ta’ala tidak menurunkan hujjah kepada hamba-Nya selain surat
ini, niscaya surat ini telah mencukupi.”

Sedangkan Syaikh Wahbah Az Zuhaili dalam Tafsir Al Munir menyebutkan


bahwa Imam Syafi’i mengatakan, “Seandainya manusia memikirkan surat ini,
pastilah surat ini cukup bagi mereka.”
Allah bersumpah dengan waktu, menunjukkan betapa pentingnya waktu bagi
manusia. Ali bin Abi Thalib mengatakan, “Rezeki yang tidak diperoleh hari ini
masih dapat diharapkan lebih dari itu esok hari. Tetapi waktu yang berlalu hari
ini tidak mungkin diharapkan kembali esok.”

Rasulullah mengingatkan untuk tidak mencela waktu.

Jangan mencela waktu, karena sesungguhnya Allah adalah pemilik waktu.  (HR.
Muslim) ‫الَ َت ُسبُّوا الدَّهْ َر َفِإنَّ هَّللا َ ه َُو الدَّهْ ُر‬

Jangan mencela waktu, karena sesungguhnya Allah adalah pemilik waktu.  (HR.
Muslim)

Surat Al Ashr ayat 1

‫َو ْال َعصْ ِر‬


Demi masa.

Para ulama sepakat ‘ashr  (‫ )عصر‬artinya adalah masa atau waktu. Namun


penafsiran waktu yang dimaksud dalam ayat ini ada beberapa
pendapat. Pertama, masa atau waktu secara umum. Kedua, waktu
ashar. Ketiga, masa hidupnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Pendapat yang paling kuat adalah waktu secara umum. Allah bersumpah
dengan waktu, menunjukkan betapa pentingnya waktu bagi manusia. Ali bin Abi
Thalib mengatakan, “Rezeki yang tidak diperoleh hari ini masih dapat
diharapkan lebih dari itu esok hari. Tetapi waktu yang berlalu hari ini tidak
mungkin diharapkan kembali esok.”

Allah bersumpah dengan waktu juga menunjukkan kemuliaan waktu. Jika


orang-orang Arab jahiliyah meyakini ada waktu sial dan sebagainya, Rasulullah
mengingatkan untuk tidak mencela waktu.

Laa tasubbu dahro fainallaha huwa dahru

Jangan mencela waktu, karena sesungguhnya Allah adalah pemilik waktu.  (HR.
Muslim)

Qalallahu azza wajala: yu’diini ibnu adama yasubbu dahro wa ana dahru
aqqollibullaila wanaharo
”Allah ’Azza wa Jalla berfirman,’Aku disakiti oleh anak Adam. Dia mencela waktu, padahal
Aku adalah (pengatur) waktu, Akulah yang membolak-balikkan malam dan siang.” (HR. Muslim
no. 6000)

Sedangkan al ashr yang ditafsirkan waktu ashar, ia juga memiliki korelasi kuat


dengan isi surat ini. Di antara kebiasaan orang-orang musyrikin Makkah,
mereka menggunakan waktu ashar untuk bersantai sambil menghitung untung
rugi perdagangannya. Dalam surat ini, Allah bersumpah dengan al ashr bukan
untuk menghitung untung rugi dunia yang sementara tetapi untung rugi di
akhirat yang abadi.

Surat Al Ashr ayat 2

َ ‫ِإنَّ اِإْل ْن َس‬


‫ان َلفِي ُخسْ ٍر‬
Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian,

Kata al insan  (‫ )اإلنسان‬berbentuk makrifat menunjuk pada keseluruhan manusia.


Baik mukmin maupun kafir. Meskipun demikian, ia hanya mencakup mukallaf
(mendapat beban perintah agama). Sedangkan yang tidak mukallaf, misalnya
anak kecil yang belum baligh, tidak masuk dalam ayat ini.

Kata lafii (‫ )لفي‬merupakan gabungan dari huruf lam (‫ )ل‬yang menyiratkan


makna sumpah dan huruf fii (‫ )في‬yang mengandung makna tempat atau wadah.
Dengan demikian, semua manusia berada dalam wadah khusr.

Kata khusr (‫ )خسر‬memiliki banyak arti. Di antaranya adalah rugi, sesat dan


celaka yang semuanya mengarah pada hal negatif yang tidak disukai
manusia. Khusr pada ayat ini menggunakan bentuk nakirah sehingga maknanya
adalah kerugian yang besar dan beraneka ragam.

Karenanya ketika menafsirkan ayat ini, Syaikh Wahbah Az Zuhaili menuliskan,


“Sesungguhnya seluruh manusia itu pastilah berada dalam kerugian,
kekurangan dan kehancuran, kecuali orang-orang yang mengumpulkan antara
iman kepada Allah dan beramal shalih.”

Surat Al Ashr ayat 3


َ ‫ص ْوا ِب ْال َح ِّق َو َت َو‬
َّ ‫اص ْوا ِبال‬
‫صب ِْر‬ ِ ‫ الصَّال َِحا‬5‫ِين َآ َم ُنوا َو َع ِملُوا‬
َ ‫ت َو َت َوا‬ َ ‫ِإاَّل الَّذ‬
kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat
menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya
menetapi kesabaran.

Ayat ini mengecualikan insan pada ayat sebelumnya. Bahwa insan yang tidak


berada dalam kerugian adalah mereka yang memiliki empat kriteria; iman,
amal shalih, saling menasehati tentang kebenaran dan saling menasehati
tentang kesabaran.

Sebagian ulama menjelaskan bahwa agama ini terdiri dari pengetahuan dan
pengamalan. Keyakinan dan perbuatan. Iman adalah pengetahuan dan
keyakinan. Amal shalih adalah pengamalan dan perbuatan. Sedang saling
menasehati dalam kebenaran dan kesabaran adalah dakwah yang merupakan
bentuk amal shalih agar orang lain juga beriman dan beramal shalih.

Ayat ini menggunakan bentuk jamak, mengisyaratkan pentingnya beramal


jamai dan berjamaah. Untuk bisa selamat dari kerugian, manusia harus
berjamaah. Beramal jamai bersama orang-orang mukmin dan berdakwah
bersama.

Kata tawashau (‫ )تواصوا‬berasal dari kata washa (‫ )وصى‬yang artinya menyuruh


berbuat baik. Kata al haq (‫ )الحق‬artinya adalah sesuatu yang mantap dan tidak
berubah. Yakni ajaran agama atau kebenaran. Sedangkan sabar (‫ )صبر‬artinya
adalah menahan nafsu demi mencapai sesuatu yang baik atau lebih baik.

Ar Razi mengatakan, “Ayat ini menunjukkan bahwa kebenaran itu berat.


Kebenaran akan senantiasa diuji. Oleh karena itu, penyebutan kebenaran
disertai dengan penyebutan saling menasehati.”

Penutup Tafsir Surat Al Ashr


Sayyid Qutb dalam Tafsir Fi Zilalil Qur’an menyebutkan, dalam surat pendek
yang hanya terdiri dari tiga ayat ini tercermin manhaj yang lengkap bagi
kehidupa manusia sebagaimana yang dikehendaki Islam. Surat ini juga
mengidentifitasi umat Islam dengan hakikat dan aktifitasnya dalam sebuah
paparan singkat yang tidak mungkin dapat dilakukan selain Allah.
Manhaj itu adalah iman, amal shalih, saling menasehati untuk mentaati
kebenaran dan saling menasehati untuk menetapi kesabaran. Semua orang
merugi kecuali orang yang memiliki empat kriteria ini.

Demikian Surat Al Ashr mulai dari terjemahan, asbabun nuzul, hingga tafsir.
Semoga kita bisa masuk dalam manhaj surat ini sehingga terhindar dari
kerugian besar di akhirat nanti. Wallahu a’lam bish shawab. [Muchlisin
BK/BersamaDakwah]

Surat Al Ashr (‫ )العصر‬adalah surat ke-103 dalam Al Quran. Berikut ini terjemahan, asbabun
nuzul, dan tafsir Surat Al Ashr.

Surat ini terdiri dari tiga ayat dan merupakan Surat Makkiyah. Ia merupakan surat ke-13 yang
diturunkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Yakni setelah surat Al Insyirah,
sebelum surat Al Adiyat.

Dinamakan surat Al Ashr yang berarti masa. Diambil dari ayat pertama dalam surat ini. Yakni
Allah bersumpah demi masa.

Daftar Isi

 Surat Al Ashr dan Artinya


 Asbabun Nuzul dan Keutamaan
 Tafsir Surat Al Ashr
o Surat Al Ashr ayat 1
o Surat Al Ashr ayat 2
o Surat Al Ashr ayat 3
 Penutup Tafsir Surat Al Ashr

Surat Al Ashr dan Artinya


Berikut ini Surat Al Ashr dalam tulisan Arab, tulisan latin dan artinya dalam bahasa Indonesia:

ِّ ‫ص ْوا بِ ْال َح‬


‫ق‬ َ ‫ ِإاَّل الَّ ِذ‬. ‫ْر‬
ِ ‫ين َآ َمنُوا َو َع ِملُوا الصَّالِ َحا‬
َ ‫ت َوتَ َوا‬ َ ‫ ِإ َّن اِإْل ْن َس‬. ‫َو ْال َعصْ ِر‬
ٍ ‫ان لَفِي ُخس‬
‫صب ِْر‬ َّ ‫اص ْوا بِال‬َ ‫َوتَ َو‬

(Wal ‘ashr. Innal insaana lafii khusr. Illal ladziina aamanuu wa’amilush shoolihaati watawaashou
bilhaqqi watawaashou bish shobr)

Artinya:
Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang
beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan
nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.
Asbabun Nuzul dan Keutamaan
Syaikh Muhammad Abduh menjelaskan, orang Arab jahiliyah biasa bersantai di waktu Ashar.
Mereka bercengkerama dan bercanda, hingga saling menyinggung dan akhirnya terjadi
perselisihan dan permusuhan. Mereka pun mengutuk waktu ashar. Maka Allah menurunkan surat
ini untuk memberikan peringatan, bukan waktu ashar yang salah tetapi merekalah yang salah.
Manusia akan berada dalam kerugian selama tidak memenuhi empat kriteria dalam surat ini.

Surat Al Ashr memiliki beberapa keutamaan. Di antaranya adalah, ia biasa dibaca oleh sahabat di
akhir majelis. Ia juga merangkum kunci keselamatan sehingga bisa mewakili isi Al Quran.

Imam Thabrani meriwayatkan dari Ubaidillah bin Hafsh, dia berkata, “Ada dua sahabat Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam jika bertemu mereka tidak akan berpisah melainkan salah satu dari
mereka berdua membaca Surat Al Ashr terlebih dahulu, lantas mengucapkan salam.”

Imam Baihaqi juga meriwayatkan yang serupa dari Abu Hudzaifah.

Syaikh Amru Khalid dalam Khawatir Qur’aniyah mengutip perkataan Imam Syafi’i:
“Seandainya Al Quran tidak turun kecuali surat Al Ashr ini, maka sudah mencukupi manusia.”

Syaikh Adil Muhammad Khalil dalam Awwal Marrah at-Tadabbar al-Qur’an menyebutkan
bahwa Imam Syafi’i mengatakan, “Sekiranya Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak menurunkan
hujjah kepada hamba-Nya selain surat ini, niscaya surat ini telah mencukupi.”

Sedangkan Syaikh Wahbah Az Zuhaili dalam Tafsir Al Munir menyebutkan bahwa Imam Syafi’i
mengatakan, “Seandainya manusia memikirkan surat ini, pastilah surat ini cukup bagi mereka.”

Tafsir Surat Al Ashr


Tafsir surat Al Ashr ini kami sarikan dari Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Fi Zhilalil Quran, Tafsir Al
Azhar, Tafsir Al Munir dan Tafsir Al Misbah. Ia bukan tafsir baru melainkan ringkasan kompilasi
dari tafsir-tafsir tersebut. Juga ditambah dengan referensi lain seperti Awwal Marrah at-
Tadabbar al-Qur’an dan Khawatir Qur’aniyah.

Secara umum, surat ini menunjukkan urgensi waktu. Surat ini berisi penegasan bahwa semua
orang akan merugi kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shalih serta saling menasehati
agar menetapi kebenaran dan kesabaran.

Surat Al Ashr ayat 1

‫َو ْال َعصْ ِر‬

Demi masa.
Para ulama sepakat ‘ashr (‫ )عصر‬artinya adalah masa atau waktu. Namun penafsiran waktu yang
dimaksud dalam ayat ini ada beberapa pendapat. Pertama, masa atau waktu secara umum.
Kedua, waktu ashar. Ketiga, masa hidupnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Pendapat yang paling kuat adalah waktu secara umum. Allah bersumpah dengan waktu,
menunjukkan betapa pentingnya waktu bagi manusia. Ali bin Abi Thalib mengatakan, “Rezeki
yang tidak diperoleh hari ini masih dapat diharapkan lebih dari itu esok hari. Tetapi waktu yang
berlalu hari ini tidak mungkin diharapkan kembali esok.”

Allah bersumpah dengan waktu juga menunjukkan kemuliaan waktu. Jika orang-orang Arab
jahiliyah meyakini ada waktu sial dan sebagainya, Rasulullah mengingatkan untuk tidak mencela
waktu.

‫الَ تَ ُسبُّوا ال َّد ْه َر فَِإ َّن هَّللا َ ه َُو ال َّد ْه ُر‬

Jangan mencela waktu, karena sesungguhnya Allah adalah pemilik waktu. (HR. Muslim)

Sedangkan al ashr yang ditafsirkan waktu ashar, ia juga memiliki korelasi kuat dengan isi surat
ini. Di antara kebiasaan orang-orang musyrikin Makkah, mereka menggunakan waktu ashar
untuk bersantai sambil menghitung untung rugi perdagangannya. Dalam surat ini, Allah
bersumpah dengan al ashr bukan untuk menghitung untung rugi dunia yang sementara tetapi
untung rugi di akhirat yang abadi.

Surat Al Ashr ayat 2

َ ‫ِإ َّن اِإْل ْن َس‬


ٍ ‫ان لَفِي ُخس‬
‫ْر‬

Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian,

Kata al insan (‫ )اإلنسان‬berbentuk makrifat menunjuk pada keseluruhan manusia. Baik mukmin
maupun kafir. Meskipun demikian, ia hanya mencakup mukallaf (mendapat beban perintah
agama). Sedangkan yang tidak mukallaf, misalnya anak kecil yang belum baligh, tidak masuk
dalam ayat ini.

Kata lafii (‫ )لفي‬merupakan gabungan dari huruf lam (‫ )ل‬yang menyiratkan makna sumpah dan
huruf fii (‫ )في‬yang mengandung makna tempat atau wadah. Dengan demikian, semua manusia
berada dalam wadah khusr.

Kata khusr (‫ )خسر‬memiliki banyak arti. Di antaranya adalah rugi, sesat dan celaka yang
semuanya mengarah pada hal negatif yang tidak disukai manusia. Khusr pada ayat ini
menggunakan bentuk nakirah sehingga maknanya adalah kerugian yang besar dan beraneka
ragam.
Karenanya ketika menafsirkan ayat ini, Syaikh Wahbah Az Zuhaili menuliskan, “Sesungguhnya
seluruh manusia itu pastilah berada dalam kerugian, kekurangan dan kehancuran, kecuali orang-
orang yang mengumpulkan antara iman kepada Allah dan beramal shalih.”

Surat Al Ashr ayat 3

ِّ ‫اص ْوا بِ ْال َح‬


َ ‫ق َوتَ َو‬
َّ ‫اص ْوا بِال‬
‫صب ِْر‬ َ ‫ت َوتَ َو‬ َ ‫ِإاَّل الَّ ِذ‬
iِ ‫ين َآ َمنُوا َو َع ِملُوا الصَّالِ َحا‬

kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya
mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.

Ayat ini mengecualikan insan pada ayat sebelumnya. Bahwa insan yang tidak berada dalam
kerugian adalah mereka yang memiliki empat kriteria; iman, amal shalih, saling menasehati
tentang kebenaran dan saling menasehati tentang kesabaran.

Sebagian ulama menjelaskan bahwa agama ini terdiri dari pengetahuan dan pengamalan.
Keyakinan dan perbuatan. Iman adalah pengetahuan dan keyakinan. Amal shalih adalah
pengamalan dan perbuatan. Sedang saling menasehati dalam kebenaran dan kesabaran adalah
dakwah yang merupakan bentuk amal shalih agar orang lain juga beriman dan beramal shalih.

Ayat ini menggunakan bentuk jamak, mengisyaratkan pentingnya beramal jamai dan berjamaah.
Untuk bisa selamat dari kerugian, manusia harus berjamaah. Beramal jamai bersama orang-orang
mukmin dan berdakwah bersama.

Kata tawashau (‫ )تواصوا‬berasal dari kata washa (‫ )وصى‬yang artinya menyuruh berbuat baik. Kata
al haq (‫ )الحق‬artinya adalah sesuatu yang mantap dan tidak berubah. Yakni ajaran agama atau
kebenaran. Sedangkan sabar (‫ )صبر‬artinya adalah menahan nafsu demi mencapai sesuatu yang
baik atau lebih baik.

Ar Razi mengatakan, “Ayat ini menunjukkan bahwa kebenaran itu berat. Kebenaran akan
senantiasa diuji. Oleh karena itu, penyebutan kebenaran disertai dengan penyebutan saling
menasehati.”

Penutup Tafsir Surat Al Ashr


Sayyid Qutb dalam Tafsir Fi Zilalil Qur’an menyebutkan, dalam surat pendek yang hanya terdiri
dari tiga ayat ini tercermin manhaj yang lengkap bagi kehidupa manusia sebagaimana yang
dikehendaki Islam. Surat ini juga mengidentifitasi umat Islam dengan hakikat dan aktifitasnya
dalam sebuah paparan singkat yang tidak mungkin dapat dilakukan selain Allah.

Manhaj itu adalah iman, amal shalih, saling menasehati untuk mentaati kebenaran dan saling
menasehati untuk menetapi kesabaran. Semua orang merugi kecuali orang yang memiliki empat
kriteria ini.
Demikian Surat Al Ashr mulai dari terjemahan, asbabun nuzul, hingga tafsir. Semoga kita bisa
masuk dalam manhaj surat ini sehingga terhindar dari kerugian besar di akhirat nanti. Wallahu
a’lam bish shawab. [Muchlisin BK/BersamaDakwah]

Anda mungkin juga menyukai