Pendapat Al-Qur’an Mengenai Larangan Judi, Jual Beli Barang Haram, Mencuri, Curang
dalam Takaran, Suap Menyuap, dan Monopoli
Munasabah Ayat
Pada surah sebelumnya telah dijelaskan mengenai hari kiamat termasuk sebagian gambaran
yang sangat mengerikan ketika itu, disamping adanya pembalasan Allah terhadap orang-orang
yang baik dan jahat.
Kemudian, didalam surah ini telah dijelaskan neraka jahim, sebagaimana telah dijelaskan pada
ayat sebelumnya (Q.S Al- Kausar). Didalam surah ini ditambahkan pertanyaan Allah terhadap
setiap individu tentang amal perbuatannya ketika di dunia, yang akan menentukan ihwalnya di
akhirat.
Penafsiran Ayat
Diriwayatkan dari Anas Bin Malik bahwa Rasululah SAW pernah bersabda: “Jika anak
Adam itu mempunyai lembah berisi emas, maka ia inginkan mempunyai dua lembah; takkan ada
yang bias menyumbat mulutuya kecuali tanah. Dan Allah menerima taubat orang-orang yang
benar-benar bertaubat”.
Al- Ustaz Muhammad Abduh mengatakan “Kemungkinan yang dimaksud bermegah-megahan
disini ialah siapa saja yang banyak hartanya. Dengan pengertian setiap orang yang bersangkutan
dipersiahkan agar saling berbangga dalam hal harta dan pangkat. Semua ini dimaksudkan untuk
menantang dalam rangka mengalahkan orang lain dalam hal tersebut. Bagi seseorang yang
melibatkan dirinya didalam masalah tersebut, terus berusaha agar hartanya lebih banyak
diabandig orang lain, atau kekuatan fisiknya lebih menonjol disbanding orang lain. Dengan
demikian pihak pemenang akan mendapatkan kemsyhuran namanya dan terkenal. Keadaan
seperti itu sama dengan orang-oang yang suka mengejar ketenaran dan popularitas demi harta
dan pangkatnya. Mereka yang bersikap demikian, sedikitpun tidak mempunyai kenginan untuk
menginfakkan sebagian hartanya kejalan yang benar dan menumbangkan kebathilan setelah
memelihara kebenaran itu dengan baik.
Pengertian seperti ini, sebagaimana banyak diutarakan oleh para mufassir memang sangat
rasional dan sesuai dengan pengertian alhakum. Sebab yang menyebabkan orang-orang sibuk
dan melupakan kebenaran disetiap waktu dan menceburkan dirinya kedalam kebathilan adalah
ketamakan mereka terhadap harta benda dan menghendaki agar harta yang dmiliki itu lebih
banyak dibanding milik orang lain, atau pendukungnya lebih banyak, sehingga dapat
mengalahkan orang lain bahkan digunakan untuk mendukung kekuasaannya dengan
mendayagunakan seluruh potensi yag dimiliki. Akan halnya membanggakan diri dengan
perkataan atau pembicaraan saja maka hal tersebut adalah membuang waktu.
Munasabah Ayat
Huruf َو (wa, dan) di awal ayat ini mengisyaratkan masih adanya hubungan dengan
pembahasan puasa di ayat-ayat sebelumnya (183-187). Kata وا ْ ُْأ ُكلKKَت َال (lā ta’kulū, janganlah
memakan) adalah bentuk naɦyi (larangan) dari amr (kata kerja perintah) واK ْ Kُ ُكل (kulū,makanlah)
yang kita temukan di ayat 187 (baca poin-4). Pada dasarnya keduanya sama-sama perintah; satu
perintah untuk meninggalkan (naɦyi), dan yang satunya lagi perintah untuk melaksanakan (amr).
Pada bentuk amr-nya Allah berfirman:
الْ َف ْج ِر ِم َن اَأل ْس َو ِد ِ ِمنَالْ َخ ْيط اَألبْ َي ُض ُالْ َخ ْيط ُ لَمُك َ ي َ َتبَنَّي َحىَّت َوارْش َ بُو ْا َولُك ُو ْا
(wa kulū wasyrabū hattā yatabayyana lakumul-khaythul-abyadlu minal-khaythil-aswadi
minal-fajri, serta makan dan minumlah hingga nyata bagimu (perbedaan antara) benang putih
dari benang hitam di waktu fajar). Artinya, begitu sudah nyata atau jelas perbedaan benang putih
dari benang hitam, maka aktivitas makan harus dihentikan. Secara batiniah,benang
putih dan benang hitam bisa dimaknai sebagai hak dan bātil. Tujuan puasa ialah takwa (ayat
183), sementara takwa menjadi prakondisi munculnya furqān (kemampuan jiwa untuk
membedakan antara yang hak dan yang batil)—(8:29). Orang yang berpuasa, kalau begitu,
adalah orang yang mampu membedakan mana hak dan mana batil. Orang yang berpuasa adalah
orang yang dapat berlaku amr (perintah) terhadap yang hak dan naɦyi (larangan) terhadap
yang bātil.
Maka, ayat 188 ini, dapat dikatakan sebagai buah dari puasa. Yaitu, orang-orang yang berhasil
ْ ُْأ ُكلKKKََوالَت
puasanya adalah mereka yang mampu mengamalkan ayat ini: KKKبِ ْالبَا ِط بَ ْينَ ُكم َوالَ ُكمKKKَأ ْم وا
ل [wa lā ta’kulū
ِ amwālakum baynakum bil-bāthil, dan janganlah (saling) memakan harta di
antara kalian dengan (cara yang) batil]. Apabila ada orang yang setiap tahun berpuasa tetapi
masih saja doyan memakan harta sesamanya dengan cara yang batil, maka pada dirinya belum
ada tanda ketakwaan.
Penafsiran Ayat
Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan, dari Ibnu Abbas, bahwa hal ini berkenaan dengan seseorang
yang mempunyai tanggungan harta kekayaan tetapi tidak ada saksi terhadapnya dalam hal ini,
lalu ia mengingkari harta itu dan mempersengketakannya kepada penguasa, sementara itu ia
sendiri mengetahui bahwa harta itu bukan menjadi haknya dan mengetahui bahwa ia berdosa,
memakan barang haram. Demikian diriwayatkan dari Mujahid, Sa’id bin Jubair, Ikrimah, Hasan
al-Bashri, Qatadah, as-Suddi, Muqatil bin Hayyan, dan Abdur Rahman bin Zaid bin Aslam,
mereka semua mengatakan, “Janganlah engkau bersengketa sedang engkau mengetahui bahwa
engkau dhalim.”
Dalam kitab Shahih al-Bukhari dan Muslim disebutkan, dari Ummu Salamah bahwa Rasulullah
bersabda: “Ketahuilah, aku hanyalah manusia biasa, dan datang kepadaku orang-orang yang
bersengketa. Boleh jadi sebagian dari kalian lebih pintar berdalih dari pada sebagian lainnya
sehingga aku memberi keputusan yang menguntungkannya. Karena itu, barangsiapa yang aku
putuskan mendapat hak orang Muslim yang lain, maka sebenarnya itu tidak lain hanyalah
sepotong api neraka. Maka terserah ia, mau membawanya atau meninggalkannya.” (HR. Al-
Bukhari dan Muslim)
Munasabah Ayat
Ayat ini melanjutkan ayat sebelumnya, yang artinya “Dan jika (orang yang berutang itu) dalam
kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian
atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui”. Kemudian pada ayat ini
berbunyi“Dan takutlah pada hari (ketika) kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian
setiap orang diberi balasan yang sempurna sesuai dengan apa yang telah dilakukannya, dan
meraka tidak di zalimi (dirugikan)”. Munasabah kedua ayat tersebut menegaskan agar orang
mukmin memberikan kelapangan bagi orang yang akan melunasi hutang dan menginfakkan
sebagian atau seluruhnya harta yang dihutang itu. Kemudian dilanjutkan oleh ayat ini
bahwasannya kelak semua akan kembali dan mendapat balasan dari Allah.
Penafsiran Ayat
Pendapat Ulama Tafsir
1. Tafsir Jalalain
Peliharalah diri kalian pada hari yang pada waktu itu kalian semua dikembalikan
(yakni binâ’ bagi maf’ûl/obyek berarti kalian dikembalikan [turaddûna]
dan binâ’bagi fâ’il/subyek berarti kalian berjalan, pada hari tersebut kepada Allah), yaitu Hari
Kiamat. Kemudian diberi (yakni di dalamnya) setiap diri (balasan) atas apa yang telah
dikerjakannya, baik berupa kebaikan (khayr) maupun keburukan (syarr), dan mereka sedikitpun
tidak dianiaya/dirugikan dengan pengurangan kebaikan atau penambahan keburukan.
3. Tafsir Al Qurthubi
Ayat ini disebutkan sebagai ayat terakhir yang diturunkan. Di antara riwayat yang menyatakan
demikian berasal dari Ibn Abbas, Athiyah, as-Suday. Ayat ini merupakan peringatan bagi
segenap manusia dan merupakan perkara yang menspesifikasikan masing-masing individu.
Kata yawman tersebut manshûb dalam kedudukannya sebagai maf‘ûl (obyek),
bukan zharf (keadaan). Kalimat pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada
Allah merupakan na‘at-nya.
Jumhur ulama berpendapat bahwa maksud dari hari yang diperingatkan itu adalah Hari Kiamat,
Hari Pertanggungjawaban, dan Hari Pembalasan. Sebagian ulama ada yang memahami bahwa
hari tersebut adalah hari kematian. Ibn Athiyah mengatakan bahwa pendapat pertama itulah yang
lebih tepat. Hal ini dilihat dari ungkapan-ungkapan dalam ayat tersebut.
Dalam pernyataan dikembalikan kepada Allah terdapat mudhâf yang dihilangkan (mahzhûf),
yang sejatinya bermakna dikembalikan pada hukum Allah dan penyelesaian keputusan oleh-Nya.
Kata mereka kembali pada makna keseluruhan/setiap (kull) diri. Ayat tersebut menyatakan
bahwa pahala dan siksaan terkait dengan amal-amal yang dilakukan. Hal ini menolak
pemahaman Jabariah tentang amal.
Munasabah Ayat
Pada ayat 90 surah Al- Maidah ini telah dijelaskan bahwa minuman keras, berjudi, berkurban
untuk berhala dan mengundi nasib untuk anak panah adalah perbuatan keji dan termasuk
perbuatan setan. Kemudian pada ayat selanjutnya (91) dijelaska secara rinci bahwa minuman
keras dan judi itu setan karena hanya menimbulkan permusuhan dan kebencian diantara umat
manusia serta menghalang-halangi umat manusia dari mengingat Allah.
Penafsiran Ayat
Pada ayat ini telah dijelaskan bahwa ada empat hal yang dilarang Allah dalam ayat ini, yaitu
meminum khamr, berjudi, berkurban untuk berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah.
Perbuatan ini tidak hanya sebagai perbuatan dosa, yang berakibat buruk kepada pelakunya,
terutama khamr dan judi. Perbuatan ini juga sumber maksiat dan pangkal kejahatan lainnya.
Orang yang sudah terbiasa minum khamr dan berjudi akan selalu melakukan perbuatan tersebut;
dia tidak akan segan mencuri, merampok, dan tindak kejahatan lainnya untuk melampiaskan
ketagihannya. Selain itu, minum khamr dapat pula menghilangkan perasaan kasih sayng dan
penghargaan terhadap orang lain sehingga manusia menjadi beringas buas dan jahat. Maka umat
islam dilarang melakukan perbuatan itu, ia harus dianggap sebagai musuh yang dapat
menghancurkan keharmonisan dalam kehidupan ini.
Karena minuman khamr, judi, berhala dan azlam merupakan dosa besar dan perbuatan setan,
maka orang-orang mukmin diperintahkan agar menjauhkan perbuatan tersebut. Penggalan ayat
ini ( َوْ نKKKKKKKُاجْ تَنِبُوْ هُ لَ َعلَّ ُك ْم تُ ْفلِحKKKKKKKَ)ف maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu
beruntung menggambarkan bahwa keberuntungan akan diperoleh dengan menjauhkannya.
Sebaliknya, melakukan perbuatan-perbuatan tersebut dapat mendatangkan kecelakaan dan
kesengsaraan. Apabila suatu masyarakat ingin memperoleh kebahagiaan, keberuntungan dan
ketenangan maka perbuatan tersebut harus diperangi. Selama masyarakat tidak mau memerangi
perbuatan-perbuatan yang dilarang dalam ayat di atas, maka selama itu pula masyarakat tersebut
tidak akan memperoleh kebahagiaan dan ketentraman.
Khamr dan judi merupakan sarana bagi setan untuk menebarkan permusuhan dan kebencian
antar sesama manusia. Khamr dan judi sumber perpecahan. Sifat yang dibawa sejak lahir akan
hilang oleh khamr dan judi. Seorang peminum khamr dan mabuk akan mengeluarkan kata-kata
kotor dan caci maki serta mengganggu orang lain, bahkan ia tidak segan-segan merusak atau
membunuh manusia. Demikian pula judi, ia dapat merusak tatanan perekonomian masyarakat, ia
bagaikan candu yang apabila orang terbiasa melakukannya dia akan sulit melepaskan diri
daripadanya. Sesama pejudi tidak akan terjalin kasih saying, mereka saling iri dan benci
Munasabah Ayat
Akhir surah al-infitar menjelaskan gejala alam yang menyertai keadaan hari kiamat yang
sangat dahsyat sehingga membuat manusia ketakutan, sibuk dengan diri sendiri, serta tidak bisa
ditolong dan menolong orang lain. Semua urusan pada hari itu berada ditangan Allah. Pada ayat-
ayat berikut ini dijelaskan perilaku orang-orang yang tidak percaya pada hari pembalasan.
Mereka mengurangi takaran dan timbangan dalam jual beli. Perbuatan tersebut sangat tercela dan
pelakunya akan diazab di neraka.
Penafsiran Ayat
Asal mendapat keutungan agak banyak, orang tidak segan berlaku curang. Baik dalam
menyukai dan menggantang ataupun didalam menimbang suatu barang yang tengah
diperiagakan. Mereka mempunyai dua macam sukat dan gantang ataupun anak timbangan; sukat
dan timbangan pembeli lain dengan timbangan penjual. Itulah orang-orang yang celaka . Seperti
pada ayat pertama yang artinya “Celakalah atas orang-orang yang curang itu”
Ayat selanjutnya berturut menjelaskan keecurangan itu, “Yang apabila menerima sukatan
dari orang lain, mereka minta dipenuhi” (ayat 2)
Sebab mereka tidak mau dirugikan maka awaslah dia, hati-hati melihat orang itu menyukat
dan menggantang. “Tetapi apabila menyukat atau menimbang untuk orang lain, mereka
merugikan.” (ayat 3)
Dibuatnyalah sukatan atau timbangan yang curang; kelihatan dari luar bagus padahal
didalamnya ada alas sukatan, sehingga kalau digunakan isiya jadi kurang dari yang semestinya.
Atau anak timbangan yang beratnya dikurangkan dari yang mesti, atau timbangan itu sendiri
dirusakkan dengan tidak kentara.
Pada yata pertama dikatakanlah wailun bagi mereka yang artinya celakalah atas mereka!
Merekalah pangkal bala, merusak pasaran dan merusak amanah. Dalam ilmu ekonomi sendiri
dikatakan bahwa keuntungan yang didapat dengan cara demikian, tidaklah keuntungan yang
terpuji. Karena dia merugikan orang lain, dan merusak pasaran dan membaawa nama tidak baik
bagi golongan saudagar yang berniaga ditempat itu. Sehingga seekor kerbau yang berkubang,
semua kena luluknya.
Wailun! Celakalah dia itu! Sebab kecurangan yang demikian akan membawa budi pekertinya
sendiri menjadi kasar. Tidak merasa bergetar hatinya, memeberikan keuntungan yang didapatnya
dengan curang itu akan digunakan belanja anak istrinya, akan mereka makan dan minum. Itulah
suatu kecelakaan (wailun).
Kerap kali juga wailun diartikan sebagai neraka! Memang orang-orang yang berlaku curang
itu memuat neraka di dunia ini, Karena merusak pasaran. Kecurangan niaga seperti ini adalah
termasuk korupsi besar juga.
Maka datanglah teguran Allah berupa pertanyaan:
“Apakah tidak menyangka orang-orang itu, bahwa mereka akan dibangkitkan? (ayat 4).
Apakah tidak terkenang dalam hati mereka bahwa kenyataan yang didapat dengan jalan curang
atau merugikan orang lain itu tidaklah akan kekal? Bahwa ia akan tertumpuk menjadi “Wang
Panas” yang membawa bencana? Dan kalau dia mati, sedikitpun harta itu tidak akan dapat
menoong dia? Dan pada harta yang demikian tidak ada keberkatan sedikit juga? Malahan mereka
akan dibangkitkan sesudah mati untuk mempertangung jawabkan kecurangan itu: “ Buat hari
yang besar?” (ayat 5). Hari kiamat, hari perhitungan, hari penyisihan diantara yang hak dengan
yang bathil; “Hari yang akan bangkit manusia” (pankal ayat 6). Bangkit dari alam kuburnya, dari
dalam tidurnya karena panggilan sudah datang; “(Untuk menghadap) Tuhan Sarwa sekalian
alam”. (Ujung ayat 6).
Alangkah kecilnya kamu pada hari itu, padahal semasa didunia engkau bangga dengan
kekayaan yang engkau dapat dengan jalan kecurangan itu. Dihari kiamat itu terbukalah rahasia
bahwasannya kedudukan engkau dihadapan mahkamah Illahi, tidaklah lebih dari dan tidaklah
kurang daripada kedudukan pencuri atau pemaling, yang semasa hidupmu didunia dapat engkau
selubungi dengan berbagai dalih.
Tersebut dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Al- Imam Ahmad dengan sanadnya,
belai terima dari sahabat Rasulullah SAW, Abu Amamah, bahwa kehebatan dihari kiamat itu
amatlah ngerinya, sehingga Nabi SAW berkata bahwa matahari menjadi lebih dekat sehingga
hanya jarak satu mil saja dari kepala, sehingga menggelegak rasanya otak benak saking teriknya
cahaya matahari. Manusia terbenam dalam peluh dan keringatnya, ada yang dalam ampu kaki,
ada yang sampai lutut, ada yang sampai dada, ada yang sampai ke leher, masing-masing menurut
sedikit atau banyak dosa yang diperbuatnya.