Anda di halaman 1dari 8

PEMBAHASAN 9 DAN 10

Pendapat Al-Qur’an Mengenai Larangan Judi, Jual Beli Barang Haram, Mencuri, Curang
dalam Takaran, Suap Menyuap, dan Monopoli

1.      Q.S At- Takasur; 1-8


٤﴿ ‫ف َت ْعلَ ُم ْو َن‬ َ ‫﴾ مُثَّ َكاَّل َس ْو‬۳﴿ ‫ف َت ْعلَ ُم ْو َن‬ َ ‫﴾ َكاَّل َس ْو‬۲﴿ ‫ُز ْر مُتُ الْ َم َقا بَِر‬ ‫﴾ َحىَّت‬١﴿‫﴾اَهْلَى ُك ُم التَّ َكا ثُُر‬
٧﴿ ِ ‫﴾ مُثَّ لََتَر ُون ََّها َعنْي َ الْيَ ِقنْي‬٦﴿‫﴾ لََتَر ُو َّن اجْلَ ِحْي َم‬٥﴿ ِ ‫لَ ْو َت ْعلَ ُم ْو َن ِع ْل َم الْيَ ِقنْي‬ ‫﴾ َكاَّل‬
 ٨﴿‫﴾مُثَّ لَتُ ْسَئ لُ َّن َي ْو َمِئ ٍذ َع ِن النَّعِْي ِم‬
Artinya:    
1.  Bermegah-megahan Telah melalaikan kamu,
2.  Sampai kamu masuk ke dalam kubur.
3.  Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu),
4.  Dan janganlah begitu, kelak kamu akan Mengetahui.
5.  Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin,
6.  Niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahiim,
7.  Dan Sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan 'ainul yaqin.
8.  Kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-
megahkan di dunia itu).

Kosa Kata Kunci


‫التَّ َكا ثُُر‬      : Kesibukan memperbanyak (harta dan anak
‫الْ َم َقا بَِر‬      :  (ke dalam) kuburan-kuburan 
‫َت ْعلَ ُم ْو َن‬       : Kalian mengetahui (akibat perbuatan itu)
‫ َي ْو َمِئ ٍذ‬        : Pada hari itu (hari melihat neraka)
‫النَّعِْي ِم‬         : Kenikmatan ( pada saat didunia)
Asbabun Nuzul
      Ibnu Abi Hatim dari Abu Buraidah meriwayatkan bahwa surat ini diturunkan denagn dua
kabilah dari kalangan Anshar, yaitu: Banu Harisah dan Banu Al- Hars. Mereka saling berbangga
dan berbanyak-banyakan. Salah seorang mengatakan kepada orangg lain, “Apakah ada diantara
kalian yang seperti si anu dan si anu?” Kemudian dijawab oleh yang lain, dengan perkataan yang
hampir sama. Mereka saling membanggakan kabilah masing-masing. Akhirnya mereka berkata
“Mari kita berangkat ke kubur”. Kemudian salah satu kabilah mengatakan “Apakah diantara
kalian ada si anu – sambil mengisyaratkan ke suatu kubur – dan si anu?”. Golongan lainpun juga
mengatakan perkataan yang sama. Akhirnya Allah menurunkan surat ini.

Munasabah Ayat
      Pada surah sebelumnya telah dijelaskan mengenai hari kiamat termasuk sebagian gambaran
yang sangat mengerikan ketika itu, disamping adanya pembalasan Allah terhadap orang-orang
yang baik dan jahat.
Kemudian, didalam surah ini telah dijelaskan neraka jahim, sebagaimana telah dijelaskan pada
ayat sebelumnya (Q.S Al- Kausar). Didalam surah ini ditambahkan pertanyaan Allah terhadap
setiap individu tentang amal perbuatannya ketika di dunia, yang akan menentukan ihwalnya di
akhirat.

Penafsiran Ayat
      Diriwayatkan dari Anas Bin Malik bahwa Rasululah SAW pernah bersabda: “Jika anak
Adam itu mempunyai lembah berisi emas, maka ia inginkan mempunyai dua lembah; takkan ada
yang bias menyumbat mulutuya kecuali tanah. Dan Allah menerima taubat orang-orang yang
benar-benar bertaubat”.
Al- Ustaz Muhammad Abduh mengatakan “Kemungkinan yang dimaksud bermegah-megahan
disini ialah siapa saja yang banyak hartanya. Dengan pengertian setiap orang yang bersangkutan
dipersiahkan agar saling berbangga dalam hal harta dan pangkat. Semua ini dimaksudkan untuk
menantang dalam rangka mengalahkan orang lain dalam hal tersebut. Bagi seseorang yang
melibatkan dirinya didalam masalah tersebut, terus berusaha agar hartanya lebih banyak
diabandig orang lain, atau kekuatan fisiknya lebih menonjol disbanding orang lain. Dengan
demikian pihak pemenang akan mendapatkan kemsyhuran namanya dan terkenal. Keadaan
seperti itu sama dengan orang-oang yang suka mengejar ketenaran dan popularitas demi harta
dan pangkatnya. Mereka yang bersikap demikian, sedikitpun tidak mempunyai kenginan untuk
menginfakkan sebagian hartanya kejalan yang benar dan menumbangkan kebathilan setelah
memelihara kebenaran itu dengan baik.
Pengertian seperti ini, sebagaimana banyak diutarakan oleh para mufassir memang sangat
rasional dan sesuai dengan pengertian alhakum. Sebab  yang menyebabkan orang-orang sibuk
dan melupakan kebenaran disetiap waktu dan menceburkan dirinya kedalam kebathilan adalah
ketamakan mereka terhadap harta benda dan menghendaki agar harta yang dmiliki itu lebih
banyak dibanding milik orang lain, atau pendukungnya lebih banyak, sehingga dapat
mengalahkan orang lain bahkan digunakan untuk mendukung kekuasaannya dengan
mendayagunakan seluruh potensi yag dimiliki. Akan halnya membanggakan diri dengan
perkataan atau pembicaraan saja maka hal tersebut adalah membuang waktu.

Hukum, Petunjuk, dan Pelajaran Ayat (Fiqh Al- Hayah)


a.       Mengingatkan bahwa bermegah-megahan membuat seseorang lalai
b.      Larangan hidup bermegah-megahan di dunia
c.       Ancaman akan melihat neraka jahim bagi orang-orang yang senang hidup bermegah-
megahan
d.      Peringatan bahwa hidup bermegah-megahan selama didunia, akan di mintai pertanggung
jawaban kelak diakhirat

Analisa Kandungan Ayat


      Pada surat ini menjelaskan tentang larangan umat manusia untuk tidak bermegah-megahan,
membanggakan harta dan menyombongkan diri. Serta ditambahkan pertanyaan Allah terhadap
setiap individu tentang amal perbuatannya ketika di dunia. Surat ini juga menegaskan ancaman
bahwa akan melihat neraka jahim bagi orang-orang yang bermegah-megahan dalam harta tanpa
menginfakkan sebagiannya ke jalan yang benar

2.      Q.S Al- Baqarah: 188


ِ ‫َوالَ تَْأ ُكلُوآ َْأم َو لَ ُك ْم َبْينَ ُك ْم بِالْبَ ِط ِل َوتُ ْدلُواْ هِبَآ ِإىَل احْلُ َّك ِام لِتَْأ ُكلُواْ فَ ِر ْي ًق ِّام ْن َْأم َو ِل الن‬
﴿‫َّاس بِاِإْل مْثِ َوَأْنتُ ْم َت ْعلَ ُم ْو َن‬
١٨٨﴾
Artinya: “Dan janganlah kamu memakan harta di antara kamu dengan jalan yang bathil dan
(janganlah)  kamu  menyuap kepada para hakim, dengan maksud supaya kamu dapat memakan
sebahagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui”[6]

Kosa Kata Kunci


‫تَْأ ُكلُوآ‬        :Kalian memakan (memperoleh)
‫َأم َو لَ ُك ْم‬     
ْ : Harta-harta kalian
‫بِالْبَ ِط ِل‬        : Dengan cara batil/ tidak benar
ْ‫وتُ ْدلُوا‬       
َ : Dan (jangan kalian) memberi (sebagian suap)
Asbabun Nuzul
Diketengahkan oleh Ibnu Abu Hatim dan Said bin Jubair, katanya, "Umrul Qais bin Abis
dan `Abdan bin Asywa' Al-Hadhrami terlibat dalam satu pertikaian mengenai tanah mereka,
hingga Umruul Qais bermaksud hendak mengucapkan sumpahnya dalam hal itu. Maka mengenai
dirinya turun ayat, '...dan janganlah sebagian kamu memakan harta lainnya dengan jalan yang
batil.'" (Q.S. Al-Baqarah 188).

Munasabah Ayat
Huruf ‫ َو‬ (wa, dan) di awal ayat ini mengisyaratkan masih adanya hubungan dengan
pembahasan puasa di ayat-ayat sebelumnya (183-187). Kata ‫وا‬ ْ ُ‫ْأ ُكل‬KKَ‫ت‬ َ‫ال‬ (lā ta’kulū, janganlah
memakan) adalah bentuk naɦyi (larangan) dari amr (kata kerja perintah) ‫وا‬K ْ Kُ‫ ُكل‬ (kulū,makanlah)
yang kita temukan di ayat 187 (baca poin-4). Pada dasarnya keduanya sama-sama perintah; satu
perintah untuk meninggalkan (naɦyi), dan yang satunya lagi perintah untuk melaksanakan (amr).
Pada bentuk amr-nya Allah berfirman: 
‫الْ َف ْج ِر‬ ‫ ِم َن‬ ‫اَأل ْس َو ِد‬ ِ‫ ِمنَالْ َخ ْيط‬ ‫اَألبْ َي ُض‬ ُ‫الْ َخ ْيط‬  ُ ‫لَمُك‬  َ ‫ي َ َتبَنَّي‬  ‫ َحىَّت‬ ‫ َوارْش َ بُو ْا‬ ‫ َولُك ُو ْا‬ 
(wa kulū wasyrabū hattā yatabayyana lakumul-khaythul-abyadlu minal-khaythil-aswadi
minal-fajri, serta makan dan minumlah hingga nyata bagimu (perbedaan antara) benang putih
dari benang hitam di waktu fajar). Artinya, begitu sudah nyata atau jelas perbedaan benang putih
dari benang hitam, maka aktivitas makan harus dihentikan. Secara batiniah,benang
putih dan benang hitam bisa dimaknai sebagai hak dan bātil. Tujuan puasa ialah takwa (ayat
183), sementara takwa menjadi prakondisi munculnya furqān (kemampuan jiwa untuk
membedakan antara yang hak dan yang batil)—(8:29). Orang yang berpuasa, kalau begitu,
adalah orang yang mampu membedakan mana hak dan mana batil. Orang yang berpuasa adalah
orang yang dapat berlaku amr (perintah) terhadap yang hak dan naɦyi (larangan) terhadap
yang bātil.
Maka, ayat 188 ini, dapat dikatakan sebagai buah dari puasa. Yaitu, orang-orang yang berhasil
ْ ُ‫ْأ ُكل‬KKKَ‫َوالَت‬
puasanya adalah mereka yang mampu mengamalkan ayat ini:  KKK‫بِ ْالبَا ِط‬ ‫بَ ْينَ ُكم‬ ‫ َوالَ ُكم‬KKK‫َأ ْم‬ ‫وا‬
‫ل‬ [wa lā ta’kulū
ِ amwālakum baynakum bil-bāthil, dan janganlah (saling) memakan harta di
antara kalian dengan (cara yang) batil]. Apabila ada orang yang setiap tahun berpuasa tetapi
masih saja doyan memakan harta sesamanya dengan cara yang batil, maka pada dirinya belum
ada tanda ketakwaan.

Penafsiran Ayat
Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan, dari Ibnu Abbas, bahwa hal ini berkenaan dengan seseorang
yang mempunyai tanggungan harta kekayaan tetapi tidak ada saksi terhadapnya dalam hal ini,
lalu ia mengingkari harta itu dan mempersengketakannya kepada penguasa, sementara itu ia
sendiri mengetahui bahwa harta itu bukan menjadi haknya dan mengetahui bahwa ia berdosa,
memakan barang haram. Demikian diriwayatkan dari Mujahid, Sa’id bin Jubair, Ikrimah, Hasan
al-Bashri, Qatadah, as-Suddi, Muqatil bin Hayyan, dan Abdur Rahman bin Zaid bin Aslam,
mereka semua mengatakan, “Janganlah engkau bersengketa sedang engkau mengetahui bahwa
engkau dhalim.”
Dalam kitab Shahih al-Bukhari dan Muslim disebutkan, dari Ummu Salamah bahwa Rasulullah
bersabda: “Ketahuilah, aku hanyalah manusia biasa, dan datang kepadaku orang-orang yang
bersengketa. Boleh jadi sebagian dari kalian lebih pintar berdalih dari pada sebagian lainnya
sehingga aku memberi keputusan yang menguntungkannya. Karena itu, barangsiapa yang aku
putuskan mendapat hak orang Muslim yang lain, maka sebenarnya itu tidak lain hanyalah
sepotong api neraka. Maka terserah ia, mau membawanya atau meninggalkannya.” (HR. Al-
Bukhari dan Muslim)

Hukum, Petunjuk, dan Pelajaran Ayat (Fiqh Al- Hayah)


1.      Islam sangat menghormati harta milik pribadi dan tidak mengizinkan menguasai harta
orang lain.
2.      Kepemilikan harus didapatkan dengan jalan yang halal. Menguasai harta orang lain dengan
jalan tidak benar, sekalipun ada hukum hakim tetap tidak menjadi miliknya.
3.      Menyuap dan disuap adalah haram, dengan nama apapun baik, hadiah, maupun upah.

Analisa Kandungan Ayat


Ayat ini berbicara tentang dosa besar penyebab ketidakadilan dan ketidakamanahan dalam
ekonomi masyarakat. Dan kaum Muslimin sangat dilarang melakukan; satu, perlakuan yang
tidak pantas terhadap harta milik orang lain. Dua, menyuap hakim supaya dapat menguasai harta
orang lain.
Al-Quran menyebutnya dengan istilah "batil" dan "dosa". Perbuatan yang menurut akal tidak
patut dan menurut syariat dosa dan haram. Ada sebagian orang demi supaya perbuatan itu tidak
dianggap buruk, memberi nama "suap" dengan hadiah. Disebutkan dalam sejarah ada seorang
"Tawwabi" datang ke rumah Ali as membawa sesuatu atas nama hadiah agar nanti di pengadilan
hukum yang dijatuhkan bermanfaat bagi dirinya. Imam Ali mengatakan: "Demi Allah,
seandainya diberikan langit kepadaku agar aku mengambil sebutir gandum dari mulut semut,
sama sekali aku tidak akan melakukannya."

3.      Q.S Al- Baqarah: 281


۲٨١﴿‫ت َو ُه ْم اَل يُظْلَ ُم ْو َن‬ ٍ ‫﴾ َو َّات ُقواْ َي ْو ًما ُتْر َجعُ ْو َن فِْي ِه ِإىَل الل ِ ۖهثُ َّم ُت َوىَّف ُك ُّل َن ْف‬
ْ َ‫س َّما َك َسب‬
Artinya: “Dan takutlah pada hari (ketika) kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian
setiap orang diberi balasan yang sempurna sesuai dengan apa yang telah dilakukannya, dan
meraka tidak di zalimi (dirugikan)”.[7]

Kosa Kata Kunci


‫ُتْر َجعُ ْو َن‬     : Kalian semua dikembalikann
‫ ُت َوىَّف‬          : (pada hari itu) ditunaikan balasan  
‫ت‬
ْ َ‫ َك َسب‬      : dia telah kerjakan (amal baik ataupun amal buruk)
Asbabun Nuzul
(Tidak ada)

Munasabah Ayat
Ayat ini melanjutkan ayat sebelumnya, yang artinya “Dan jika (orang yang berutang itu) dalam
kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian
atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui”. Kemudian pada ayat ini
berbunyi“Dan takutlah pada hari (ketika) kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian
setiap orang diberi balasan yang sempurna sesuai dengan apa yang telah dilakukannya, dan
meraka tidak di zalimi (dirugikan)”. Munasabah kedua ayat tersebut  menegaskan agar orang
mukmin memberikan kelapangan bagi orang yang akan melunasi hutang dan menginfakkan
sebagian atau seluruhnya harta yang dihutang itu. Kemudian dilanjutkan oleh ayat ini
bahwasannya kelak semua akan kembali dan mendapat balasan dari Allah.

Penafsiran Ayat
Pendapat Ulama Tafsir

1.      Tafsir Jalalain
Peliharalah diri kalian pada hari yang pada waktu itu kalian semua dikembalikan
(yakni binâ’ bagi maf’ûl/obyek berarti kalian dikembalikan [turaddûna]
dan binâ’bagi fâ’il/subyek berarti kalian berjalan, pada hari tersebut kepada Allah), yaitu Hari
Kiamat. Kemudian diberi (yakni di dalamnya) setiap diri (balasan) atas apa yang telah
dikerjakannya, baik berupa kebaikan (khayr) maupun keburukan (syarr), dan mereka sedikitpun
tidak dianiaya/dirugikan dengan pengurangan kebaikan atau penambahan keburukan.

2.      Tafsir Ibnu Katsir


Dia (Allah Swt) menasihati para hamba-Nya dan memberikan peringatan kepada mereka tentang
punahnya dunia dan kefanaan segala yang ada di dalamnya berupa kekayaan dan hal lainnya.
Lalu, Dia menjelaskan kedatangan akhirat dan kembali kepada-Nya, Zat Yang Mahatinggi,
hisab-Nya terhadap makhluk-Nya atas apapun yang mereka telah lakukan, balasan-Nya kepada
mereka atas apa yang mereka perbuat baik berupa kebaikan maupun keburukan, serta Dia
mengancam mereka dengan sanksi (‘uqûbat)-Nya.
Telah diriwayatkan bahwa ayat ini merupakan ayat terakhir al-Quran nan agung yang
diturunkan. Ibn Lahi’ah berkata, “Atha bin Dinar dari Sa‘îd bin Jubair bahwa dia berkata akhir
dari ayat seluruh ayat al-Quran, yang diturunkan adalah ayat ini (QS al-Baqarah [2]: 281).” Hal
ini dinyatakan pula berdasarkan riwayat Ibn Mardawaih, an-Nasa’i, adh-Dhahak, ats-Tsauri, dan
Ibn Juraij. Semuanya berasal dari Ibn Abbas.
Nabi saw. hidup setelah turunnya ayat ini selama sembilan malam, kemudian wafat pada hari
Senin, hari kedua bulan Rabi‘ul Awwal. Begitu menurut riwayat Ibn Abi Hatim dan Ibn Juraij.
Sementara itu, menurut riwayat ats-Tsauri antara turunnya ayat tersebut dengan wafatnya beliau
adalah 31 hari.

3.      Tafsir Al Qurthubi
Ayat ini disebutkan sebagai ayat terakhir yang diturunkan. Di antara riwayat yang menyatakan
demikian berasal dari Ibn Abbas, Athiyah, as-Suday. Ayat ini merupakan peringatan bagi
segenap manusia dan merupakan perkara yang menspesifikasikan masing-masing individu.
Kata yawman tersebut manshûb dalam kedudukannya sebagai maf‘ûl (obyek),
bukan zharf (keadaan). Kalimat pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada
Allah merupakan na‘at-nya.
Jumhur ulama berpendapat bahwa maksud dari hari yang diperingatkan itu adalah Hari Kiamat,
Hari Pertanggungjawaban, dan Hari Pembalasan. Sebagian ulama ada yang memahami bahwa
hari tersebut adalah hari kematian. Ibn Athiyah mengatakan bahwa pendapat pertama itulah yang
lebih tepat. Hal ini dilihat dari ungkapan-ungkapan dalam ayat tersebut.
Dalam pernyataan dikembalikan kepada Allah terdapat mudhâf yang dihilangkan (mahzhûf),
yang sejatinya bermakna dikembalikan pada hukum Allah dan penyelesaian keputusan oleh-Nya.
Kata mereka kembali pada makna keseluruhan/setiap (kull) diri. Ayat tersebut menyatakan
bahwa pahala dan siksaan terkait dengan amal-amal yang dilakukan. Hal ini menolak
pemahaman Jabariah tentang amal.

Hukum, Petunjuk, dan Pelajaran Ayat (Fiqh Al- Hayah)


1.     Masalah yang utama dalam infak dan memberikan utang adalah untuk mewujudkan
kesenangan dan kelapangan bagi orang-orang miskin, maka tidak boleh orang kaya memberikan
pinjaman membuat orang miskin itu kembali jatuh miskin dan tidak berkemampuan
membayarnya.
2.     Islam pendukung sejati orang-orang tertindas dan dengan diharamkannya riba dan
dianjurkannya infak, kekosongan-kekosongan ekonomi masyarakat dapat terpenuhi.
3.     Mencari keridhaan Allah Swt dan keridhaan Khalik lebih baik dari mencari penghasilan.
(IRIBIndonesia)

Analisa Kandungan Ayat


Ayat ini menyadarkan orang-orang Mukmin agar membayar infak dan melarang mereka
mengambil riba, ayat ini menyinggung poin moral sehubungan dengan bukan hanya dalam utang
kalian jangan mengambil riba, malah ketika dalam masa yang sudah dijanjikan orang yang
berutang tidak dapat membayar maka berilah dia kesempatan, dan lebih mulia dari itu
bebaskanlah utangnya itu dan ketahuilah bahwa pemberianmu ini tidak akan terbiar tanpa
jawaban dan Allah Swt akan menggantinya di Hari Kiamat tanpa dikurangi. Jika anjuran-anjuran
agama dilaksanakan dalam masyarakat, maka ketulusan akan bertambah berlipat ganda?
Keperluan orang-orang miskin akan terpenuhi dan juga orang kaya akan terbebaskan dari
kerakusan dan kebakhilan dan keterkaitan dengan dunia serta dinding antara sikaya dengan
simiskin dapat diperkecil.

4.      Q.S Al- Maidah: 90-91

٩٠﴿‫اجتَنُِب ْوهُ لَ َعلَّ ُك ْم ُت ْفلِ ُح ْو َن‬


ْ َ‫س ِّم ْن َع َم ِل الشَّْيطَ ِن ف‬ ِ ْ ْ‫اب وا‬
ٌ ‫َألزمَلُ ر ْج‬ َ ُ ‫ص‬
ِ ِ
َ ْ‫﴾يََأيُّ َهاالَّذيْ َن ءَ َامنَوآِإمَّنَا اخْلَ ْمُر َوالْ َمْيسُر َواَْألن‬
ِ َ‫الصل‬
ۖ‫وة‬ ِ ‫ِإمَّنَا ي ِري ُد الشَّيطَن َأ ْن يو قِع بينَ ُكم الْع َدوةَ والْب ْغضآء ىِف اخْلَم ِر والْمي ِس ِر ويص َّد ُكم عن ِذ ْك ِر‬
َّ ‫اهلل َو َع ِن‬ ْ َ ْ ُ َ َ َْ َ ْ َ َ َ َ َ َ ُ َْ َ ْ ُ ُ ْ ْ ُ
٩١﴿‫﴾ َف َه ْل َأْنتُ ْم ُّمْنَت ُه ْو َن‬

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum khamar, berjudi,


(berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk
perbuatan setan. Karena itu jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat
keberuntungan”.(90) “Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan
dan kebencian diantara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi
kamu dari mengingati Allah dan salat. Maka maukah kamu berhenti (dari mengerjakan
pekerjaan itu)?”. (91)

Kosa Kata Kunci


‫خَ َم َر‬  :          khamr
ْ
‫ال َمي ِْسر‬ :        kata ini berasal dari ‫يسر‬ (yasara), yang berarti mudah
ْ
 ‫ال َمي ِْسر‬ :       diartikan judi
ْ
 ‫ال َمي ِْسر‬         sama dengan qimar, yaitu suatu permainan atau taruhan yang membuat ketentuan
bahwa yang kalah harus memberikan sesuatu kepada yang menang, baik berupa uang ataupun
lainnya.
 ‫رجْ س‬ :       
ِ istilah rijs berarti sesuatu yang kotor, baik secara konkret ataupun abstrak.
Asbabun Nuzul
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad yang bersumber dari Abu Hurairah: bahwa ketika Rasulullah
Saw datang ke Madinah didapatinya kaumnya suka minum arak dan makan hasil judi. Mereka
bertanya kepada Rasulullah Saw tentang hal itu. Maka turunlah ayat “yas aluunaka ‘anil khamri
wal maisirii qul fi hima itsmun kabiirun wa manafi’u linnasi.....” sampai akhir ayat (Al-Baqarah
ayat 219). Mereka berkata: “Tidak diharamkan kepada kita minum arak hanyalah dosa besar”.
Dan mereka terus minum arak. Pada suatu hari ada seorang dari kaum muhajirin menjadi imam
bagi para sahabat pada waktu salat magrib. Bacaannya salah (karena mabuk). Maka Allah
menurunkan ayat yang lebih keras daripada ayat yang tadi, yaitu ayat “yaa ayyuhalladzina amanu
la taqrabus shalata wa antum sukaraa hatta ta’lamu maa taqulun” (An-Nisa ayat 43).
Kemudian turun ayat yang lebih keras lagi (Al-Maidah ayat 90, 91) yang memberikan kepastian
akan haramnya. Sehingga mereka berkata: “Cukuplah, kami akan berhenti”. Kemudian orang-
orang bertanya: “Ya Rasulullah bagaimana nasib orang-orang yang gugur di jalan Allah, dan
mati di atas kasur padahal mereka peminum arak dan makan hasil judi, dan Allah telah
menetapkan bahwa kedua hal itu termasuk perbuatan dari setan yang keji. Kemudian Allah
menurunkan ayat selanjutnya (Al-Maidah ayat 93) yang menjawab pertanyaan mereka.

Munasabah Ayat
Pada ayat 90 surah Al- Maidah ini telah dijelaskan bahwa minuman keras, berjudi, berkurban
untuk berhala dan mengundi nasib untuk anak panah adalah perbuatan keji dan termasuk
perbuatan setan. Kemudian pada ayat selanjutnya (91) dijelaska secara rinci bahwa minuman
keras dan judi itu setan karena hanya menimbulkan permusuhan dan kebencian diantara umat
manusia serta menghalang-halangi umat manusia dari mengingat Allah.

Penafsiran Ayat
Pada ayat ini telah dijelaskan bahwa ada empat hal yang dilarang Allah dalam ayat ini, yaitu
meminum khamr, berjudi, berkurban untuk berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah.
Perbuatan ini tidak hanya sebagai perbuatan dosa, yang berakibat buruk kepada pelakunya,
terutama khamr dan judi. Perbuatan ini juga sumber maksiat dan pangkal kejahatan lainnya.
Orang yang sudah terbiasa minum khamr dan berjudi akan selalu melakukan perbuatan tersebut;
dia tidak akan segan mencuri, merampok, dan tindak kejahatan lainnya untuk melampiaskan
ketagihannya. Selain itu, minum khamr dapat pula menghilangkan perasaan kasih sayng dan
penghargaan terhadap orang lain sehingga manusia menjadi beringas buas dan jahat. Maka umat
islam dilarang melakukan perbuatan itu, ia harus dianggap sebagai musuh yang dapat
menghancurkan keharmonisan dalam kehidupan ini.
Karena minuman khamr, judi, berhala dan azlam merupakan dosa besar dan perbuatan setan,
maka orang-orang mukmin diperintahkan agar menjauhkan perbuatan tersebut. Penggalan ayat
ini ( َ‫وْ ن‬KKKKKKKُ‫اجْ تَنِبُوْ هُ لَ َعلَّ ُك ْم تُ ْفلِح‬KKKKKKKَ‫)ف‬ maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu
beruntung menggambarkan bahwa keberuntungan akan diperoleh dengan menjauhkannya.
Sebaliknya, melakukan perbuatan-perbuatan tersebut dapat mendatangkan kecelakaan dan
kesengsaraan. Apabila suatu masyarakat ingin memperoleh kebahagiaan, keberuntungan dan
ketenangan maka perbuatan tersebut harus diperangi. Selama masyarakat tidak mau memerangi
perbuatan-perbuatan yang dilarang dalam ayat di atas, maka selama itu pula masyarakat tersebut
tidak akan memperoleh kebahagiaan dan ketentraman.
Khamr dan judi merupakan sarana bagi setan untuk menebarkan permusuhan dan kebencian
antar sesama manusia. Khamr dan judi sumber perpecahan. Sifat yang dibawa sejak lahir akan
hilang oleh khamr dan judi. Seorang peminum khamr dan mabuk akan mengeluarkan kata-kata
kotor dan caci maki serta mengganggu orang lain, bahkan ia tidak segan-segan merusak atau
membunuh manusia. Demikian pula judi, ia dapat merusak tatanan perekonomian masyarakat, ia
bagaikan candu yang apabila orang terbiasa melakukannya dia akan sulit melepaskan diri
daripadanya. Sesama pejudi tidak akan terjalin kasih saying, mereka saling iri dan benci

Hukum, Petunjuk, dan Pelajaran Ayat (Fiqh Al- Hayah)


Pelajaran dari ayat ini adalah bahwa khamr, judi, berkurban untuk berhala dan mengundi naasib
dengan anak panah dapat membuat seseorang:
a.        Masuk dalam lingkaran syaitan yang merugikan pribadi dan orang lain
b.      Merugikan ekonomi karena ketidakpastian  usaha yang dilakukan
c.       Menimbulkan permusuhan dan kedengkian
d.      Menyebabkan kelalaian terhadap melaksanakan kewajiban
e.       Menutup kepekaan rasa manusiawi
f.       Menjadikan orang malas bekerja
g.      Menjadi penyebab terjadinya perbuatan yang dilarang agama

Analisa Kandungan Ayat


Ayat 90 surah al-Maidah menjelaskan bahwa khamar, berjudi, berkorban untuk berhala-berhala,
mengundi nasib dengan panah termasuk perbuatan setan yang rijs yakni sesuatu yang kotor dan
buruk yang tidak patut dilakukan oleh manusia yang beriman kepada Allah, yang oleh karenanya
Allah menyuruh manusia untuk menjauhinya agar mendapat keberuntungan baik di dunia
maupun di akhirat. Sedangkan di dalam ayat 91 surat al-Maidah menjelaskan alasan mengapa
Allah mengharamkan minuman khamar dan berjudi bagi orang-orang mukmin. Alasan yang
disebutkan dalam ayat ini ada dua macam, pertama, karena dengan kedua perbuatan itu setan
ingin menimbulkan permusuhan dan rasa saling membenci diantara sesama manusia.Kedua,
karena akan melalaikan mareka dari mengingat Allah dan salat.

5.      Q.S Al- Mutaffifin: 1-6


)٣( ‫وه ْم خُيْ ِسُرو َن‬ ِ َّ ِ ِ
ُ ُ‫) َوِإذَا َكال‬٢( ‫َّاس يَ ْسَت ْوفُو َن‬
ُ ُ‫وه ْم َْأو َو َزن‬ ِ ‫ين ِإذَا ا ْكتَالُوا َعلَى الن‬
َ ‫) الذ‬١( ‫ني‬
َ ‫َويْ ٌل ل ْل ُمطَفِّف‬
 )٥( ‫) لَِي ْوٍم َع ِظي ٍم‬٤( ‫ك َأن َُّه ْم َمْبعُوثُو َن‬َ ‫َأال يَظُ ُّن ُأولَِئ‬
(٦)‫ني‬ ِ ِّ ‫يوم ي ُقوم النَّاس لِر‬
َ ‫ب الْ َعالَم‬ َ ُ ُ َ َ َْ
Artinya: “Kecelakaan besarlah bagi orang-orang (1) (yaitu) orang-orang yang apabila
menerima takran dari orang lain meminta dipenuhi, (2) Dan apabila mereka menakar atau
menimbang untuk orang lain mereka mengurangi (3) Tidaklah orang-orang itu menyangka,
bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan, (4) pada suatu hari yang besar (5) (yaitu) hari
(ketika) manusia berdiri menghadp Tuhan semesta alam? (6)”.[8]
Kosa Kata Kunci
‫ني‬ ِ ِ
َ ‫ل ْل ُمطَفِّف‬    :  Orang yang menyedikitkan hak-hak orang lain baik dalam takaran atau timbangan
Asbabun Nuzul
      Diriwayatkan oleh an-Nasa’I dan Ibnu Majah bahwa ketika Rasulullah SAW sedang berada
dipasar, Rasulullah sering melihat pedagang dipasar melakukan penipuan dan kecurangan. Hal
ini dibuktikan oleh Rasulullah ketika melihat barang dagangan dibagian atas terlihat bagus,
namun ketika tangan Rasulullah masuk kebagian tengah sampai bawah ternyata barang dagangan
itu busuk.
Melihat hal tersebut Rasulullah bersabda “Ada lima perkara yang membawa kecelakaan”. Yang
pertama, seseorang atau suatu kaum yang sering melanggar perjanjian, atau kesepakatan maka
akan timbul ketidak percayaan diantara mereka. Akibatnya, musuh dapat masuk memecah belah
dan kemudia menguasai mereka. Kedua, apabila manusia berpaling dari hukum Allah, maka ia
akan ditimpa musibah. Ketiga, apabila manusia terang-terangan berbuat maksiat dan dosa, maka
akan banyak nyawa melayang, manusia akan mudah membunuh sesamanya. Keempat, apabila
manusia melakukan kecurangan dadlam timbangan dan takaran, maka akan terjadi musibah
paceklik yang berkepanjangan dan tumbuh-tumbuhan akan sulit tumbuh. Kelima, apabila
manusia menahan zakat, maka hujan akan ditahan oleh Allah.
Maka Allah menurunkan ayat ini sebagai ancaman kepada orang-orang yang curang dalam
menimbang dan menakar. Setelah ayat-ayat tersebut turun, orang-orang menjadi jujur dalam
menimbang dan menakar.

Munasabah Ayat
      Akhir surah al-infitar menjelaskan gejala alam yang menyertai keadaan hari kiamat yang
sangat dahsyat sehingga membuat manusia ketakutan, sibuk dengan diri sendiri, serta tidak bisa
ditolong dan menolong orang lain. Semua urusan pada hari itu berada ditangan Allah. Pada ayat-
ayat berikut ini dijelaskan perilaku orang-orang yang tidak percaya pada hari pembalasan.
Mereka mengurangi takaran dan timbangan dalam jual beli. Perbuatan tersebut sangat tercela dan
pelakunya akan diazab di neraka.

Penafsiran Ayat
      Asal mendapat keutungan agak banyak, orang tidak segan berlaku curang. Baik dalam
menyukai dan menggantang ataupun didalam menimbang suatu barang yang tengah
diperiagakan. Mereka mempunyai dua macam sukat dan gantang ataupun anak timbangan; sukat
dan timbangan pembeli lain dengan timbangan penjual. Itulah orang-orang yang celaka . Seperti
pada ayat pertama yang artinya “Celakalah atas orang-orang yang curang itu”
      Ayat selanjutnya berturut menjelaskan keecurangan itu, “Yang apabila menerima sukatan
dari orang lain, mereka minta dipenuhi” (ayat 2)
      Sebab mereka tidak mau dirugikan maka awaslah dia, hati-hati melihat orang itu menyukat
dan menggantang. “Tetapi apabila menyukat atau menimbang untuk orang lain, mereka
merugikan.” (ayat 3)
      Dibuatnyalah sukatan atau timbangan yang curang; kelihatan dari luar bagus padahal
didalamnya ada alas sukatan, sehingga kalau digunakan isiya jadi kurang dari yang semestinya.
Atau anak timbangan yang beratnya dikurangkan dari yang mesti, atau timbangan itu sendiri
dirusakkan dengan tidak kentara.
      Pada yata pertama dikatakanlah wailun bagi mereka yang artinya celakalah atas mereka!
Merekalah pangkal bala, merusak pasaran dan merusak amanah. Dalam ilmu ekonomi sendiri
dikatakan bahwa keuntungan yang didapat dengan cara demikian, tidaklah keuntungan yang
terpuji. Karena dia merugikan orang lain, dan merusak pasaran dan membaawa nama tidak baik
bagi golongan saudagar yang berniaga ditempat itu. Sehingga  seekor kerbau yang berkubang,
semua kena luluknya.
      Wailun! Celakalah dia itu! Sebab kecurangan yang demikian akan membawa budi pekertinya
sendiri menjadi kasar. Tidak merasa bergetar hatinya, memeberikan keuntungan yang didapatnya
dengan curang itu akan digunakan belanja anak istrinya, akan mereka makan dan minum. Itulah
suatu kecelakaan (wailun).
      Kerap kali juga wailun diartikan sebagai neraka! Memang orang-orang yang berlaku curang
itu memuat neraka di dunia ini, Karena merusak pasaran. Kecurangan niaga seperti ini adalah
termasuk korupsi besar juga.
      Maka datanglah teguran Allah berupa pertanyaan:
      “Apakah tidak menyangka orang-orang itu, bahwa mereka akan dibangkitkan? (ayat 4).
Apakah tidak terkenang dalam hati mereka bahwa kenyataan yang didapat dengan jalan curang
atau merugikan orang lain itu tidaklah akan kekal? Bahwa ia akan tertumpuk menjadi “Wang
Panas” yang membawa bencana? Dan kalau dia mati, sedikitpun harta itu tidak  akan dapat
menoong dia? Dan pada harta yang demikian tidak ada keberkatan sedikit juga? Malahan mereka
akan dibangkitkan sesudah mati untuk mempertangung jawabkan kecurangan itu: “ Buat hari
yang besar?” (ayat 5). Hari kiamat, hari perhitungan, hari penyisihan diantara yang hak dengan
yang bathil; “Hari yang akan bangkit manusia” (pankal ayat 6). Bangkit dari alam kuburnya, dari
dalam tidurnya karena panggilan sudah datang; “(Untuk menghadap) Tuhan Sarwa sekalian
alam”. (Ujung ayat 6).
      Alangkah kecilnya kamu pada hari itu, padahal semasa didunia engkau bangga dengan
kekayaan yang engkau dapat dengan jalan kecurangan itu. Dihari kiamat itu terbukalah rahasia
bahwasannya kedudukan engkau dihadapan mahkamah Illahi, tidaklah lebih dari dan tidaklah
kurang daripada kedudukan pencuri atau pemaling, yang semasa hidupmu didunia dapat engkau
selubungi dengan berbagai dalih.
      Tersebut dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Al- Imam Ahmad dengan sanadnya,
belai terima dari sahabat Rasulullah SAW, Abu Amamah, bahwa kehebatan dihari kiamat itu
amatlah ngerinya, sehingga Nabi SAW berkata bahwa matahari menjadi lebih dekat sehingga
hanya jarak satu mil saja dari kepala, sehingga menggelegak rasanya otak benak saking teriknya
cahaya matahari. Manusia terbenam dalam peluh dan keringatnya, ada yang dalam ampu kaki,
ada yang sampai lutut, ada yang sampai dada, ada yang sampai ke leher, masing-masing menurut
sedikit atau banyak dosa yang diperbuatnya.

Hukum, Petunjuk, dan Pelajaran Ayat (Fiqh Al- Hayah)


a.       Ancaman celaka bagi orang-orang yang mengurangi timbangan untuk orang lain, namun
meminta takaran penuh untuk dirinya sendiri.
b.      Laragan berbuat curang dalam menimbang karena akan dipertanggung jawabkan dihadapan
Allah SWT pada saat hari kebangkitan nanti.

Anda mungkin juga menyukai