Anda di halaman 1dari 66

PENYAKIT-PENYAKIT

UMAT
DALAM BERDAKWAH

I.

Tujuan Umum Madah

Terbentuknya pribadi muslim yang memiliki


keahlian dan kemampuan dalam berdawah
pada setiap ruang lingkup dan berbagai
kondisi, memiliki kemampuan untuk
membina orang lain, mampu menghadapi
dan mengatasi tantangan, problematika
serta merasakan pentingnya amal jama'i dan
amal untuk mengkhidmat Islam an
pentingnya bergabung pada jamaah untuk
menegakkan agama Allah di muka bumi
dengan terpenuhinya karakteristik dasar
bagi seorang muslim

II. Tujuan Teori (cognitive)


1. Menjelaskan tentang amradul ummah
fiddawah
2. Menjelaskan macam amradul ummah
fiddawah
3. Menjelaskan empat indikator amradulummah
yang disebabkan kelemahan maknawiyah
4. Menjelaskan empat indikator amradulummah
yang disebabkan kelemahan amalaiyah
5. mejelaskan delapan upaya yang dapat
dilakukan sebabagi solusi dari amradul
Ummah
6. Menjelaskan urgensi amal jamai

III. Tujuan Afektif dan Psikomotorik


(Praktik)
1. menyadari bahaya lemahnya maknawiyah
dai terhadap kesatuan ummat
2. menyadari bahaya lemahnya amaliyah
yang disebaban dai infirodiyah terhadap
kesatuan umat
3. termotivasi untuk berdakwah secara
manhaji, sistematik, koprehensif, modern
untuk membangun kesadaran, islamisasi
sehingga terwujud sikap rendah
hati,objektif, perubahan total (mendasar)
dalam kehidupan bermasyarakat
4. menyadari pentingnya amal jamai untuk
membangun kesatuan ummat

IV. Pilihan Kegiatan


Pilihan kegiatan yang bisa diselenggarakan dalam
halaqah adalah :
1. Kegiatan Pembuka
Mengkomunikasikan tema dan tujuan kajian Amradul
Ummah Fiddawah

2. Kagiatan Inti:
Kajian materi Amradul Ummah Fiddawah
Berdikusi dan tanya tentang Amradul Ummah Fiddawah (
lihat tujuan Kognitif, afektif dan psikomotor)
Penekanan dari murobbi tentang nilai dan hikmah yang
terkandung di dalammateri tersebut

3. Kegiatan Penutup:
Tugas mandiri (lihat kegiatan pendukung)
Evaluasi

V. Kegiatan Pendukung
(Pilihan)

1. aktif melakukan kajian keislaman


2. aktif melakukan syiar-syiar keislaman
dimasyarakat seperti majlis taklim,
program taawun dll
3. aktif berdakwah
4. melakukan berbagai kegiatan seperti
seminar, diskusi
5. bersilaturrahim ke tokoh-tokoh
masyarakat seperti alim ulama ataupun
tokoh-tokoh berpengaruh
6. ikut menghadiri atau mengikuti program
pelatihan seperti tim building, net
working

VI. Sarana Evaluasi dan Mutabaah


1. Ujian pengetahuan sekitar paket mata
pelajaran.
2. Mengevaluasi dan memberikan catatan
yang sesuai dengan prilaku umum
dengan mencapai target dakwah.
3. Mengevaluasi dan memberikan catatan
kesertaan dalam kegiatan pendukung.
4. Mengevaluasi latihan dengan target
tujuan-tujuan moral.
5. Mengevaluasi persiapan pemikiran dari
pelaksanaan tugas untuk merealisasikan
pencapaian target paket kajian dalam
kelas.

VII. Tujuan pengayaan dzatiyah


1. Memberikan pemahaman dan kesadaran bahwa untuk
leading di masa depan harus mau melakukan pembinaan
pemuda dari sejak dini
2. Memberikan kesadaran bahwa hanya pemuda dengan
kriteria tertentulah yang bisa menjadi pilar kesatuan
ummat
3. Menumbuhkan semangat membina para pemuda dengan
acuan order SDM masa depan yang sudah diprediksi dan
diantisipasi sejak dini.
4. Menanamkan keyakinan bahwa hanya dengan
penyebaran pemahaman Islam yang syamilah umat ini
bisa diselamatkan dari kehancuran.
5. Menanamkan keyakinan bahwa umat ini membutuhkan
kegiatan dawah islam yang memiliki program tarbiyatul
umah untuk mengantarkan umat ini setahap demi
setahap menuju kesempurnaannya sebagai khoiro
ummah.

Referensi
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.

Kitab: Kaedah-kaedah dakwah kepda Allah [Dr. Hammam Said]


Kitab: Nurul Yaqin [Al-Khudhari]
Amar Maruf dan nahi munkar. Kar. Jalaluddin Al-Umari.
Dakwah Islam kewajiban syariat dan kepentingan manusia. Kar. Dr.
Shadiq Amin.
Thariq Dakwah. Kar. Syeikh. Mustafa Masyhur.
Problematika Dakwah dan Dai. Kar. Fathi Yakan.
Kaifa Nadun Nas. Kar. Fathi Yakan.
Kaifa Nadun Nas. Kar. Abdul BadiI Shaqar.
Tujuan-tujuan Utama bagi Dai. Kar. A. Qathan, Jassim Muhalhil.
Wa bilhaqi shadamna fi wajhith thughyan Mahmud Abdul Wahhab Fayid.
Fikih Dakwah. Kar. Syeik Mustafa Masyhur.
Buku catatan harian dakwah dan dai. Kar. Hasan Albanna.
Risalah Dakwatuna. Kar. Albanna.
Bagaimana mendakwahi orang lain. Kar. Dr. Abdul Badi shaqar.
Dakwah kepada llah. Kar. Dr. Taufiq Al-Wai.
Islam dan Kondisai perekonomian kita. Kar. Abdul Qadir Audah.
Undang-undang kesatuan peradaban. Kar. Al-Ghazali.
Syarah Ushul Isyrin. Kar. Al-Qaradhawi.
Risalah Asyabab Imam Syahid Hasan Al Bana

Penyakit-penyakit Umat dalam


Dakwah

Moral

EmosionalNgawur

Kesadaran

FiguritasDiktator

Islamisasi

SuperioritasEgois

Tawadhu

PragmatisFriksi

Objektif

MeremehkanUnresponsible

Sistematis

Infiradiyah

Operasional

ParsialKontradiktif

Komprehenshif

TradisionalIrrasional

Modern

Tambal SulamUnproduktif

Revolusioner

Mukaddimah
Berdakwah bukan hanya sekedar
menyampaikan ayat Al-Quran dan hadits Nabi,
tetapi bagaimana pesan-pesan yang
disampaikan dari Al-Quran dan hadits tersebut
dapat membentuk (mentakwin) sakhsyyiah
muslimah yang kaffah, sehingga dakwah yang
dilakukan jelas hasilnya, jelas out putnya, tidak
hanya menjalankan Islam apa adanya, tetapi
senantiasa berusaha untuk menyempurnakan
dan meningkatkan pengamalan nilai-nilai Islam
dalam kehidupan, dibarengi dengan
munculnya girah dan semangat :



Kebaikan bagi dirinya dan perbaikan untuk yang
lainnya.

Inilah sistim dakwah yang berorintasi pada


pertumbuhan kader. Akan tetapi kecenderungan
dakwah yang terjadi di zaman sekarang ini
menggambarkan adanya penyakit umat dalam
dakwah. Salah satu sumber penyakitnya adalah alinfiraadiyyah, jalan sendiri alias SINGLE
FIGHTER. Penyakit inilah yang membuat dakwah
berjalan tidak sistematis, tidak efisien dan efektif,
dan tidak meregenerasi kader dakwah yang
terbentuk jiwa dan fikrahnya dengan nilai-nilai
akidah yang kuat menghunjam ke lubuk hati, dan
tidak terpantul dari kadernya semangat
mengamalkan nilai-niali Islam secara utuh dan
menyeluruh (kaffah)

Penyakit Infiradiyyah yang


menimpa umat dalam
berdakwah, terbagi dalam
dua aspek. Aspek
maknawiyah (moral) dan
aspek amaliyah
(operasional)

MAKNAWIYAH . 1

INFIRADIYAH MORAL :
Emosional
Figuritas
Superioritas
Pragmatis

Ngawur
Diktator
Egois
Friksi

A. EMOSIONAL NGAWUR
( )

Seseorang yang berdakwah secara single


fighter, berpotensi tidak terarah dan tidak
memiliki kejelasan orientasi. Sikapnya
cenderung reaksioner semata karena
letupan emosional dan dorongan motivasi
yang lebih mengakomodasi kepentingan
diri sendiri, bukan kepentingan dakwah
secara luas, dan bukan karena
pembelaannya yang utama terhadap
kemaslahatan agama Allah SWT. Mentalitas
seperti ini pernah dimiliki Bani israil,
sebagaimana firman Allah SWT dalam
surat Al-Baqarah : 246

Apakah kamu tidak memperhatikan pemuka-pemuka Bani Israil sesudah


nabi Musa, yaitu ketika mereka Berkata kepada seorang nabi mereka:
"Angkatlah untuk kami seorang raja supaya kami berperang (di bawah
pimpinannya) di jalan Allah". nabi mereka menjawab: "Mungkin sekali jika
kamu nanti diwajibkan berperang, kamu tidak akan berperang". mereka
menjawab: "Mengapa kami tidak mau berperang di jalan Allah, padahal
Sesungguhnya kami Telah diusir dari anak-anak kami?"[155]. Maka
tatkala perang itu diwajibkan atas mereka, merekapun berpaling, kecuali
beberapa saja di antara mereka. dan Allah Maha mengetahui siapa orangorang yang zalim.

[155] Maksudnya: mereka diusir dan anak-anak mereka ditawan.

Ayat tersebut menjelaskan bahwa


reaksi Bani Israil menanggapi
seruan jihad, karena tidak sabar
terhadap ujian dan penderitaan
selama ini, sehingga mereka emosi
untuk segera melakukan aksi tanpa
mengkalkulasi peta potensi yang
mereka miliki, dan tanpa
mempertimbangkan sejauh mana
kemaslahatannya bagi dakwah
secara luas.

Dakwah secara single fighter,


biasanya juga dilakukan oleh para
muballigh, yang terkadang terjebak
dalam nuansa yang cenderung
emosional, baik dalam ucapan,
tindakan dan pernyataan-pernyataan
yang dilontarkan, sehingga
menimbulkan keresahan umat,
memunculkan fanatisme parsial
(mazhab fikih dan tradisi) dan tidak
membuat umat menjadi dewasa dan
berwawasan luas.

Karena itulah Rasulullah


mencegah Abu Dzar AlGhifary, ketika Ia ingin
menyampaikan dakwahnya
secara frontal kepada tokoh
masyarakat Quraisy yang
tengah berkumpul di sekitar
Kabah

B. FIGURITAS DIKTATOR
)(

Seseorang yang dakwahnya tidak


dibangun di atas sistem, berpotensi
tidak membesarkan dakwah, tetapi
cenderung hanya membesarkan
dirinya sendiri. Pada saat yang
bersamaan munculah penyakit figuritas
pada sang dai, yang pandangan dan
pendapatnya tidak boleh ada yang
menentang dan membantahnya,
sehingga terjadilah kediktatoran dalam
dakwah.

Di sisi lain umat cenderung menjadi


figur minded atau figur oriented,
komitmen kepada figur (al-iltizam al
wijaahy) cenderung lebih dominan
ketimbang komitmen terhadap nilainilai Islam itu sendiri (al-iltizam assyari). Umat merasa cukup mendapat
barokah kalau sudah berjumpa dan
mencium tangan gurunya, atau
rumahnya disinggahi oleh Kyai besar
dan Ulama terkenal.

Al-Quran mengarahkan para Nabi agar tidak menjadikan


umatnya bermental rohbany dengan menghamba, takut dan
tunduk kepada dirinya, tetapi menjadikan umat bermental
rabbany dengan mengarahkan diri dan umatnya untuk
memiliki getaran dan frekwensi yang sama dalam hal
penghambaan dan ketundukan kepada Allah SWT semata.
Demikianpula arahan ini berlaku untuk para daI ilallah,
sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ali Imron ayat
79 :





Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan
kepadanya Al kitab, hikmah dan kenabian, lalu dia Berkata
kepada manusia: "Hendaklah kamu menjadi penyembahpenyembahku bukan penyembah Allah." akan tetapi (Dia
berkata): "Hendaklah kamu menjadi orang-orang
rabbani[208], Karena kamu selalu mengajarkan Al Kitab dan
disebabkan kamu tetap mempelajarinya..

Karena itu sistem halaqah


cukup efektif dalam
membangun suasana yang
Rabbany, karena seorang
Murabby dan Mutarabby samasama berusaha untuk
menjalankan nilai-nilai Islam
secara kaffah.

Jumlah yang terbatas dalam


halaqah memudahkan untuk
mengarahkan dan
mengevaluasi interaksi
mutarabby dengan nilai-nilai
Islam, sehingga terbentuk alsyakhsiyah al islamiyah, al bait
al muslim dan al-mujtama al
islamy

C. SUPERIORITAS EGOIS

(
(

Superioritas adalah sifat merasa paling hebat,


paling benar dan paling baik sendiri. Sifat ini
sesungguhnya berasal dari syaitan, ketika
syaitan diperintahkan untuk sujud kepada Nabi
Adam AS, sebagaimana yang dijelaskan dalam
firman Allah SWT surat Al-Araf : 12





Allah berfirman: "Apakah yang menghalangimu
untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku
menyuruhmu?" menjawab Iblis "Saya lebih
baik daripadanya: Engkau ciptakan saya dari
api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah".

Karena itu syogyanya seorang daI harus


menunjukan sikap yang rendah hati,
tawadu, suka bermusyawarah dan siap
menerima pendapat orang lain,
sebagaiman sabda Rasulullah SAW :

,


) (


Dari Iyad bin Hammar berkata, bersabda
Rasulullah SAW : Sesungguhnya Allah
mewahyukan kepadaku agar kalian
bersikap tawadu, sehingga seseorang tidak
mendominasi dan tidak arogan terhadap
yang lainnya (Abu Daud)

D. PRAGMATIS FRIKSI
( )
Dakwah infirady mudah terjebak pada
sikap pragmatis, yaitu memanfaatkan
sesuatu karena ada keuntungan pribadi
baik moril maupun materil, mentalitas
seperti ini tidak dapat mengikuti kerjakerja dakwah yang keras dan berat, segala
sesuatu ukurannya adalah apa
keuntungannya buat dirinya bukan apa
kemaslahatannya bagi dakwah. Karena
hanya mementingkan dirinya sendiri maka
sangat mudah terjadi friksi antara dirinya
dengan orang lain,

sebagaimana dijelaskan dalam AlQuran surat At-Taubah : 9



Mereka menukarkan ayat-ayat. 9
Allah dengan harga yang sedikit,
)lalu mereka menghalangi (manusia
dari jalan Allah. Sesungguhnya amat
buruklah apa yang mereka kerjakan
. itu

Dai yang pragmatis sulit untuk bisa istiqamah


di jalan dakwah, karena keredoannya
tergantung dengan sejauh mana keuntungan
materi yang didapat, sikap seperti ini telah
digambarkan oleh Rasulullah SAW dalam
sabdanya :








) (

Dari Abu Hurairah RA, dari Nabi SAW
bersabda : celakalah orang yang menjadi
budak dinar dan dirham, budak pakaian
dan perhiasan, jika diberi Ia ridho, jika tidak
diberi Ia tidak rido (HR. Bukhary)

2. AMALIYAH
2. INFIRADIYAH OPERASIONAL
Meremehkan unresponsible
Parsial
kontradiktif
Tradisional irasional
Tambal sulam unproduktif

A. MENGGAMPANGKAN MASALAH
UNRESPONSIBLE

Tidak tegas dalam bersikap akan mengurangi rasa


tanggung jawab terhadap tugas dan kewajiban,
munculah sikap menggampangkan masalah. Sikap
seperti ini akan menghambat kelancaran dakwah. Seperti
tidak segera menyambut seruan dakwah, karena mersasa
berat tarikan kenikmatan dunia, sehingga lebih memilih
sikap yang santai daripada bersegera menjalankan
tugas-dakwah, sikap seperti ini telah digambarkan oleh
Allah SWT dalam surat At-Taubah 38, 46 :


)38(

Hai orang-orang yang beriman, apakah sebabnya bila
dikatakan kepadamu: "Berangkatlah (untuk berperang)
pada jalan Allah" kamu merasa berat dan ingin tinggal di
tempatmu? apakah kamu puas dengan kehidupan di
dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat? padahal
kenikmatan hidup di dunia Ini (dibandingkan dengan
kehidupan) diakhirat hanyalah sedikit.

Dan jika mereka mau berangkat, tentulah


mereka menyiapkan persiapan untuk
keberangkatan itu, tetapi Allah tidak
menyukai keberangkatan mereka, Maka
Allah melemahkan keinginan mereka. dan
dikatakan kepada mereka: "Tinggallah
kamu bersama orang-orang yang tinggal
itu. (At-Taubah:46)

Pada saat peristiwa perang Tabuk, ujian terhadap


tanggung jawab dakwah tengah diuji, sebab pada


, ketika situasi di
saat itu

kota Madinah sedang menghadapi masa panen
perkebunan dan cuaca sedang sejuk-sejuknya,
sedangkan memenuhi seruan untuk berangkat
berjihad ke Tabuk akan menghadapi suasana yang
sebaliknya, cuaca yang panas dan melelahkan.
Ketika itulah salah seorang sahabat Nabi Kaab bin
Malik RA, sedikit terlena dengan situasi yang ada,
sehingga Ia tidak bersegera menyambut seruan
tersebut, namun di dalam hatinya Ia berkata :

Aku akan bersiap-siap untuk berangkat besok atau
lusa saja, menyusul untuk bergabung dengan
mereka (pasukan Tabuk)

Ternyata pada saatnyapun Kaab bin Malik


tidak turut serta ke Tabuk, sehingga Ia
mendapat uqubah dari Rasulullah SAW,
inilah gambaran sikap afawiyah yang tidak
boleh ada pada aktifis dakwah. Karena bila
hal itu ada pada aktifis dakwah maka
sense of responsible dan sens of
belonging atau rasa tanggung jawab dan
rasa memiliki terhadap tugas-tugas
dakwah menjadi berkurang dan
mengendor, sehingga pada akhirnya akan
menghambat kesuksesan dakwah itu
sendiri. Wal iadzu billah!

B. PARSIAL - KONTRADIKTIF

Agenda dakwah harus diprogram secara


komprehensif dan terpadu (syamil
mutakamil)
Agenda dakwah yang parsial akan
menimbulkan kontradiksi, sehinga tujuan
kejayaan islam sulit terwujud. Misalnya, bila
agenda dakwah hanya fokus pada masalah
ubudiyah saja maka permasalahan ekonomi
sosial politik umat akan terbengkalai,
demikianpula sebaliknya bila agenda dakwah
hanya fokus hanya pada masalah politik,
maka kemungkinan besar kesahihan ibadah
dan pembinaan akhlak akan terabaikan.

Sikap parsial akan melahirkan ashabiyah


juz,iyyah, fanatisme sempit, sehingga
ajaran Islam yang kaffah meliputi segala
bidang kehidupan tidak dipahami dan
dijalankan secara optimal
Sikap parsial dalam dakwah akan
mengakibatkan kekuatan dan potensi umat
tidak terstruktur secara sitematis,
sehingga umat menjadi terbelakang,
bahkan mengalami kehinaan dan
kerendahan dalam kehidupan dunia, sikap
parsial bisa juga muncul dari sikap
mengimani sebagian ayat Al-Qur,an dan
menolak sebagian yang lainnya,

Apakah kamu beriman kepada sebahagian Al Kitab (Taurat)


dan ingkar terhadap sebahagian yang lain? tiadalah balasan
bagi orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan
kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat
mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah
tidak lengah dari apa yang kamu perbuat (Al-Baqarah:68)

C. IKUT - IKUTAN TIDAK BERPENGETAHUAN



Sikap taklid adalah sikap


mengikuti sesuatu tanpa
berusaha mengetahui
sumbernya, lawannya adalah
ittiba yaitu mengikuti sesuatu
dengan mengetahui sumbernya.
Sikap taklid di tengah-tengah
masyarakat masih terbilang
cuklup marak, hal ini
disebabkan oleh dua hal

1. Kecenderungan ulama yang menanamkan bahkan


mendoktrinkan ajaran dan kebiasaan kepada umatnya, tanpa
didasari oleh dalil syarI yang kuat dan sarih. Atau salah kaprah
dalam memberikan pemaham Islam kepada ummat, sehingga
terjadilah persepsi masalah furu menjadi usul, masalah usul
menjadi furu. Atau masalah fiqih yang seharusnya lues dan
fleksibel menjadi masalah akidah dan akhlak yang seharusnya
tegas dan tidak bisa ditawar. Kenyataannya mamalah sebaliknya
bersikap sempit dalam masalah fikih tetapi longgar dalam
masalah akidah dan akhlak. Sehingga munculah sikap fanatik
yang berlebihan terhadap masalah-masalah furu'iyyah dan
fikhiyyah.
2. Kecenderungan umatnya yang awam, mengiyakan apa saja yang
disampaikan kepada mereka, tanpa mengunyahnya dan tanpa
memikirkan benar tidaknya, sesuai tidaknya dengan ajaran Islam
yang sebenarnya. Hal ini terjadi karena ikatan mereka kepada
Ulama lebih cenderung ikatan yang emosional ketimbang ikatan
yang rasional

Gambaran ekstrimnya sikap tersebut telah


dilukiskan Allah SWT dalam firman-NYA :

Dan apabila dikatakan kepada mereka:


"Ikutilah apa yang Telah diturunkan Allah,"
mereka menjawab: "(Tidak), tetapi kami
Hanya mengikuti apa yang Telah kami
dapati dari (perbuatan) nenek moyang
kami". "(Apakah mereka akan mengikuti
juga), walaupun nenek moyang mereka itu
tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak
mendapat petunjuk?". (Al-Baqarah : 170)

D. TAMBAL SULAM TIDAK PRODUKTIF



Dawah yang tidak terprogram dengan baik akan


menghasilkan kerja yang serabutan, menyelesaikan
permaslahan tidak utuh dan menyeluruh, atau tidak
menjangkau hulu dan hilir. Lebih cenderung
bersikap reaktif dari pada merumuskan langkahlangkah kerja yang sistematik. Kecenderungan
dakwah seperti itu hanya akan menghasilkan
tambal sulam, permaslahan yang satu belum
selesai, permasalahan yang lain muncul lagi.
Misalnya gerkan dakwahnya hanya disibukan
dengan menanggapi isyu-isyu yang sengaja
dilontarkan oleh pihak-pihak tertentu, sehingga
terpancing dan menguras seluruh potensi untuk
menanggapi isyu tersebut. Akhirnya masalah
pembinaan, dakwah ke masyarakat dan aktifitas
pelayanan sosial menjadi terbengkalai.


TERAPI
PENYEMBUHAN

Penyakit-penyakit dakwah tersebut perlu segera


dilakukan terapi penyembuhan, agar programprogramnya lebih efisien dan efektif, lebih utuh dan
menyeluruh.
Penyembuhannya sudah barang tentu memerlukan
proses yang tidak sebentar, karena memerlukan
pemahaman dan pengertian yang mendalam,
merujuk kapada manhaj asasi (Al-Quran dan
sunnah) dan manhaj amaly (sirah nabawiyah)
Bahkan tidak cukup dengan pemahaman dan
pengetahuan saja, tetapi juga harus terlibat aktif
dalam aktifitas dakwah yang sehat dan terarah.

TERAPI PENYEMBUHAN
: Kesadaran
: Islamisasi
: Rendah hati
: Obyektif
: Sistematis
: Komprehensif
: Moderen
: Revolusioner

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

1.

KESADARAN
Dawah yang baik adalah dawah yang
membangun kesadaran seseorang, seseorang
melakukan sesuatu karena kesadarannya,
kesadaran yang tumbuh dari pemahaman yang
benar. Kader dakwah yang baik akan mengambil
tindakan menghadapi satu permasalahan, hatta
dalam rangka membela dakwah dan kebenaran, Ia
tetap bertitik tolak dari kesadarannya, bukan
memperturutkan emosinya, karena bertindak
berdasarkan emosi semata akan ngawur hasilnya.
Dawah yang dinangun di atas kesadaran, tidak
akan terjebak ke dalam sikap-sikap yang ekstrim,
seperti mudah mengkafirkan orang lain, mudah
menumpahkan darah atas nama jihad dsb.

Oleh karena itu Rasulullah SAW mencegah sikap-sikap yang


emosional, seperti Abu Dzar Al-Ghifary yang dinasehatkan
oleh Nabi untuk tidak emosional ingin memproklamirkan
keislamannya di depan pemuka Quraisy, padah hal itu jelas
akan membahayakan dirinya, karena posisi dakwah masih
sangat lema saat itu
Juga Nabi meluruskan pernyataan Saad bin Ubadah pada
saat Fathu Makkah, yang secara emosional berkata dengan
suara lantang di tengah kerumunan massa : Al-yauma
yaumul malhamah (hari ini hari eksekusi). Secepatnya Nabi
meluruskan sikap Saad seraya bersabda :

,
, ,



Tidak benar Saad, hari ini adalah hari silaturrahim
(kasih sayang), hari ini dihalalkan kabah. Barang siapa
yang masuk ke dalam kabah Ia aman, barang siapa yang
masuk ke rumah Abi Sufyan Ia aman

2.
ISLAMISASI

Dawah yang keliru adalah dawah yang hanya


mementingkan figur, bukan substansi nilainya,
sehingga arah dawah lebih karena keinginan figurnya
bukan tuntutan manhajnya. Dawah seperti ini harus
dirubah dengan mengedepankan substansi nilai
daripada figurnya. Substansi nilai dakwah adalah
Islamisasi kehidupan baik skala individu, keluarga
maupun masyarakat.
Islamisasi adalah mengajak umat untuk berafiliasi
kepada nilai bukan kepada figur semata, agar ikatan
yang terbangun adalah ikatan nilai yang membuahkan
amal, bukan ikatan figur yang melahirkan kultus,
pemujaan, fans minded dan ikatan emosional yang
rapuh.

Oleh karena itu Allah memerinthakan


orang-orang beriman masuk ke dalam
Islam secara kaffah, bukan masuk atau
tenggelam dalam pesona figur semata,
sebagaimana firman Allah dalam surat AlBaqarah : 208






Hai orang-orang yang beriman, masuklah
kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan
janganlah kamu turut langkah-langkah
syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh
yang nyata bagimu. (Al-Baqarah : 208)

3.
Rendah hati

Rendah hati cermin dari ketidak sombongan, orang


yang berdakwah karena ingin popularitas, biasanya
setelah mendapatkannya timbul pada dirinya sikap
sombong dan arogansi individu. Salah satu terapi
mengobati kesombongan dan arogansi adalah
meneladani ketawaduan Rasulullah SAW, para
sahabat dan salafussaleh.
Rasulullah selalu tawaddu kepada siapapun,
seoarang ibu tua pernah datang menghadap Nabi
dengan penuh rasa takut, lalu beliau berkata
kepadanya :



Wahai Ibu, jangan kau takut padaku, aku
hanyalah anak seorang wanita yang hanya makan
roti kering

Abu Bakar As-Siddiq RA, meskipun Ia


seorang Khlaifah, akan tetapi Ia
menunjukan ketawaduannya, yaitu ketika
beliau mengngkat Usamah yang baru
berumur 18 tahun, sebagai panglima
perang. Maka beliaupun menuntun kuda
yang ditunggangi Usamah, mengantarnya
sampai batas kota. Usamah yang berada di
atas kendaraan merasa tidak enak, dan
meminta Abu Bakar naik ke atas kudanya,
dengan penuh tawadu Abu bakar berkata :



Biarkanlah kakiku bersimbah debu di jalan
Allah

Imam Syafii Rahimahullah, meskipun beliau seorang


Ulama, Fuqoha, beliau selalu menunjukan
ketawaduannya, padahal ilmu yang beliau miliki begitu
luas, kitab-kitab yang ditulisnya sedemikian banyak,
sehingga Ia menjadi salah satu madzhab fiqih yang
diakui oleh umat Islam sedunia, namun di saat-saat
menjelang ajalnya beliau sempat berucap :










Tatkala hatiku beku dan sempit jalan hidupku
Aku jadikan dari-MU Maha ampunan-MU sebagai anak tangga
Begitu banyaknya dosa-dosaku, namun manakal aku bandingkan
Dengan ampunan-MU, maka ampunan-MU jauh lebih besar

4.
OBJEKTIF

Objektif merupakan salah satu terapi


untuk mengobati sikap subyektif,
yaitu sikap yang menilai seseorang
atau sesuatu hal, hanya menurut
pandangannya sendiri, sikap inilah
yang terkadang memicu mudahnya
mencar-cari kekurangan orang lain,
atau menganggap siapa saja selain
dirinya memiliki kekurangan. Dawah
yang subjektif akan mudah terjadi
perpecahan di kalangan para
aktifisnya.

Sebaliknya dakwah yang


objektif akan selalu menghargai
setiap potensi yang dimiliki
para aktifisnya, sekecil apapun
potensinya akan tetap
bermanfaat bagi kemaslahatan
dakwah, sehingga yang muncul
adalah sikap saling kerja sama
(amal jamai) bahu membahu
satu dengan yang lainnya.

5.
SISTEMATIS

Dawah yang dibingkai oleh sistim atau manhaj


akan melahirkan sikap yang sungguh-sungguh dan
penuh dengan tanggung jawab, karena masingmasing bekerja sesuai dengan tugas pokok dan
fungsinya (Tupoksi) .
Dawah yang tidak sistematis, menyebabkan da,I
berdakwah tanpa ada program dan arah yang jelas,
mau dibawa ke mana umatnya, mau dibentuk
seperti apa pemikiran dan kepribadiannya.
seringkali yang terjadi adalah sikap
menggampangkan masalah, masalah umat yang
sedemikian parah masih disikapi dengan sikap
yang jauh dari rasa tanggung jawab moral sebagai
seorang daI

Adanya manhaj akan


membuat daI tidak bisa
berdakwah semaunya, Ia
terikat dengan manhaj,
baik manhaj asasi
maupun manhaj haraky

6.
KOMPREHENSIF

Pemahaman dan sikap yang parsial terhadap


dakwah, harus segera diantisipasi dengan
pemahaman dan sikap yang komprehensif (utuh
dan menyeluruh). Pemahaman yang komprehensif
dalam dakwah akan membuat program kerja
dakwah menjadi luas cakupannya, tidak hanya
mengurusi masalah ubudiah saja, tapi juga
mengangkut masalah sosial, ekonomi, politik,
pemerintahan, budaya, dan seluruh aspek
kehidupan yang harus disentuh dengan dakwah,
agara dapat di arahakan kepada nilai-nilai yang
sesuai dengan Al-Quran dan sunnah.

Oleh karena itu dawah yang komprehensif memerlukan


waktu, tenaga, bahkan materi yang tidak sedikit. Karena
itu Allah memerintahakan untuk menyiapkan segala
potensi kekuatan bagi kemenangan dakwah ini,
sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Anfal : 60









Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan
apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang
ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu)
kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan
orang orang selain mereka yang kamu tidak
mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. apa saja
yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan
dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan
dianiaya (dirugikan). (Al-Anfal:60)

7.
MODERN

Mengurusi permaslahan umat dan


memenej dakwah di zaman sekarang
ini, tidak bisa dengan pendekatan yang
tradisional, atau dengan sarana yang
apa adanya, sebab hal itu menunjukan
ketertinggalan dan keterbelakangan
yang sulit mengejar dan melampaui
kebatilan yang bergerak begitu cepat
mamanfaatkan sarana dan teknologi
yang canggih, sebut saja teknologi
digital dan komunikasi.

Oleh karena itu dakwah harus menerima


moderenisasi banyak orang salah kaprah bahwa
moderen identik dengan kebarat-baratan
(westernisasi), padahal modernisasi adalah hasil
dari ilmu pengetahuan yang universal yang dapat
memberikan sarana dan prasarana, sehingg tujuan,
sasaran dan target dakwah menjadi lebih cepat
tercapai. Sebagai orang beriman dituntut untuk
mencari sarana menuju taqwa (kemenangan
dakwah), sebagaimana firman Allah SWT :


Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah
kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan
diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya,
supaya kamu mendapat keberuntungan. (Almaidah:35)

8.
REVOLUSIONER

Revolusioner dalam dakwah maksudnya,


dakwah tersebut membawa perubahan
yang sangat mendasar, terutama dari segi
pemikiran dan akidah. Dakwah yang
revolusioner adalah kerja dakwah yang
bernilai besar bagi perubahan umat Islam,
watak dakwah yang revolusionerlah yang
dapat mengobati penyakit dakwah yang
tambal sulam, yang tidak jelas
menghasilkan perubahan kualitas umat,
baik akidah, akhlak dan kepribadiannya.

Kepribadian Nabi Ibrahim adalah kepribadin yang revolusioner,


sebagaimana tercermin dalam firman Allah SWT :









Sesungguhnya Telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada
Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan Dia; ketika
mereka Berkata kepada kaum mereka: "Sesungguhnya kami
berlepas diri daripada kamu dari daripada apa yang kamu
sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu dan Telah nyata
antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selamalamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja. kecuali
perkataan Ibrahim kepada bapaknya: "Sesungguhnya Aku akan
memohonkan ampunan bagi kamu dan Aku tiada dapat menolak
sesuatupun dari kamu (siksaan) Allah". (Ibrahim berkata): "Ya
Tuhan kami Hanya kepada Engkaulah kami bertawakkal dan
Hanya kepada Engkaulah kami bertaubat dan Hanya kepada
.Engkaulah kami kembali


KERJA
KOLEKTIF

Obat terakhir untuk mengatasi penyakitpenyakit dawah tersebut di atas adalah


amal jamaI, sebab obat-obat sebelumnya
kesadarn, tawadu, islamisasi, objekitif,
dst - tidak akan menyembuhkan bila tidak
diracik jadi satu dalam bejana amal jamai.
Jadi amal jamaI merupakan pengikat
seluruh obat penyakit dakwah, agar
bekerja sesuai dengan dengan prosesnya
untuk mengangkat penyakit dari tubuh
dakwah.

Karena itu amal jamaI sangat diperintahkan oleh


Allah SWT, dan perintah beramal dalam Al-Quran,
selalu mengambil bentuk jamak (plural), artinya
tidak bisa melakukan kerja dakwah sendirian,
sebagaimana firman Allah SWT :







Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, Maka Allah
dan rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan
melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan
dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan
yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya
kepada kamu apa yang Telah kamu kerjakan. (AtTaubah:105)

Karena itu amal jamaI sangat diperintahkan oleh


Allah SWT, dan perintah beramal dalam Al-Quran,
selalu mengambil bentuk jamak (plural), artinya
tidak bisa melakukan kerja dakwah sendirian,
sebagaimana firman Allah SWT :

105. Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, Maka


Allah dan rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan
melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan
dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan
yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya
kepada kamu apa yang Telah kamu kerjakan.

Anda mungkin juga menyukai