IMPLEMENTASI PENGUKURAN
Penyusun:
Divisi Riset dan Kajian
Pusat Kajian Strategis BAZNAS
Penyunting:
Anggota BAZNAS
Deputi BAZNAS
Sekretaris BAZNAS
Direktur Pendistribusian dan Pendayagunaan BAZNAS
Direktur Operasi BAZNAS
Penerbit:
Pusat Kajian Strategis
Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS)
Jl. Kebon Sirih Raya No. 57, 10340, Jakarta Pusat
Telp. (021) 3904555 Faks. (021) 3913777 Mobile. +62812 8229 4237
Email: puskas@baznas.go.id
www.baznas.go.id
www.puskasbaznas.com
ISBN: 978-602-5708-04-6
KATA PENGANTAR KETUA BAZNAS
Bismillaahirrahmaanirrahim.
Saat ini Indonesia merupakan negara dengan jumlah muslim terbesar di dunia. Namun,
jika dilihat dari perkembangan penduduk yang ada, data-data menunjukkan bahwa
terjadi penurunan jumlah umat muslim yang ada di Indonesia pada setiap periodenya.
Penurunan umat muslim tentu menjadi isu yang patut untuk diperhatikan. Sedikitnya
ada tiga faktor yang dapat mempengaruhi penurunan jumlah umat muslim di
Indonesia, yaitu faktor kelahiran, migrasi dan perpindahan agama (murtad). Jika
penurunan tersebut dipengaruhi oleh perpindahan agama yang terjadi, maka sudah
selayaknya lembaga zakat, yang juga memiliki peran dalam hal dakwah, untuk
melakukan kajian terkait pemurtadan.
Terkait dengan hal tersebut, BAZNAS melalui Pusat Kajian Strategis (Puskas BAZNAS)
menyusun sebuah alat untuk melakukan pemetaan daerah-daerah yang terindikasi
memiliki kerawanan pemurtadan yang tinggi. Alat pengukuran yang dinamakan Indeks
Rawan Pemurtadan (IRP) ini terdiri dari dua indikator yaitu indikator keagamaan dan
daerah tertinggal. Dari nilai yang dihasilkan, maka akan didapat daerah-daerah yang
dapat dikategorikan sebagai daerah dengan tingkat kerawanan pemurtadan yang
rendah hingga sangat tinggi.
Harapan ke depan, pemetaan yang dihasilkan dari IRP dapat menjadi acuan bagi
BAZNAS dalam merumuskan program-program yang bermanfaat. Hal ini tentu
merupakan langkah kecil namun semoga dapat menjadi amal hasanah. Akhir kata,
kami menyadari masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami
mengharapkan saran dan kritik yang membangun terkait dengan kajian ini.
i
KATA PENGANTAR DIREKTUR PUSKAS BAZNAS
Bismillaahirrahmaanirrahim
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya,
sehingga Pusat Kajian Strategis (Puskas) BAZNAS dapat menyusun laporan Indeks
Rawan Pemurtadan: Konsep Dan Implementasi Pengukuran dengan dukungan dari
berbagai pihak. Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada pemimpin
umat, Nabi Muhammad SAW.
Kajian ini merupakan konsep dan instrumen pengukuran berupa Indeks Rawan
Pemurtadan (IRP) di 491 Kab/kota di 34 provinsi Indonesia. Nilai IRP didapatkan
dengan mengukur dua dimensi yaitu dimensi keagamaan dan daerah tertinggal. Dari
angka tersebut akan didapatkan hasil berupa pengelompokan Kab/kota di Indonesia
mulai dari daerah dengan tingkat kerawanan rendah, cukup tinggi, tinggi hingga
sangat tinggi.
Hasil dari pengelompokan daerah tersebut akan dijadikan sebagai landasan dalam
pembangunan Muallaf Center Baznas (MCB). Dengan adanya MCB tersebut
diharapkan dapat membantu meminimalisasi kerawanan pemurtadan dan juga
membantu para muallaf yang juga merupakan salah satu golongan yang berhak
mendapat zakat.
Pada akhirnya, jika kerawanan pemurtadan dapat diatasi dan para muallaf dapat
dibantu untuk semakin menguatkan iman mereka, akan berdampak umumnya kepada
seluruh aspek kehidupan dan zakat pada khususnya. Oleh karena itu besar harapan
kami bahwa keberadaan IRP ini dapat membawa manfaat bagi umat Islam di tanah air.
Semoga Allah SWT senantiasa memberkahi. Aamiin yaa Rabbal ‘Aalamiin.
ii
TIM PENYUSUN KAJIAN
M. Arifin Purwakananta
iii
DAFTAR ISI
BAGIAN 1
PENDAHULUAN ......................................................................................................................................... 1
BAGIAN 2
METODOLOGI ............................................................................................................................................. 4
BAGIAN 3
3. 1. Pemurtadan ..............................................................................................................................12
iv
3. 5. Akidah Islam dalam dimensi Politik ................................................................................18
BAGIAN 4
BAGIAN 5
BAGIAN 6
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1
Gambar 2.1
Gambar 5.1
Gambar 5.2
Gambar 5.3
Gambar 5.4
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1
Tabel 2.2
Tabel 2.3
Tabel 2.4
Tabel 3.1
Tabel 4.1
Tabel 5.1
Tabel 5.2
Tabel 5.3
Tabel 5.4
Tabel 5.5
Tabel 5.6
Tabel 5.7
Tabel 5.8
vii
Pertumbuhan dan Komposisi Penduduk di Provinsi Riau .......................................................49
Tabel 5.9
Tabel 5.10
Tabel 5.11
Tabel 5.12
Tabel 5.13
Tabel 5.14
Tabel 5.15
Tabel 5.16
Tabel 5.17
Tabel 5.18
Tabel 5.19
Tabel 5.20
Tabel 5.21
Tabel 5.22
viii
Pertumbuhan dan Komposisi Penduduk di Provinsi DKI Jakarta .........................................61
Tabel 5.23
Tabel 5.24
Tabel 5.25
Tabel 5.26
Tabel 5.27
Tabel 5.28
Tabel 5.29
Tabel 5.30
Tabel 5.31
Tabel 5.32
Tabel 5.33
Tabel 5.34
Tabel 5.35
Tabel 5.36
ix
Pertumbuhan dan Komposisi Penduduk di Provinsi Nusa Tenggara Barat .....................76
Tabel 5.37
Tabel 5.38
Tabel 5.39
Tabel 5.40
Tabel 5.41
Tabel 5.42
Tabel 5.43
Tabel 5.44
Tabel 5.45
Tabel 5.46
Tabel 5.47
Tabel 5.48
Tabel 5.49
Tabel 5.50
x
Pertumbuhan dan Komposisi Penduduk di Provinsi Sulawesi Utara ..................................89
Tabel 5.51
Tabel 5.52
Tabel 5.53
Tabel 5.54
Tabel 5.55
Tabel 5.56
Tabel 5.57
Tabel 5.58
Tabel 5.59
Tabel 5.60
Tabel 5.61
Tabel 5.62
Tabel 5.63
Tabel 5.64
xi
Pertumbuhan dan Komposisi Penduduk di Provinsi Maluku Utara ................................. 101
Tabel 5.65
Tabel 5.66
Tabel 5.67
Tabel 5.68
xii
RINGKASAN EKSEKUTIF
Indeks Rawan Pemurtadan atau disingkat dengan IRP merupakan sebuah alat yang
digunakan untuk mengukur tingkat kerawanan pemurtadan di sebuah kab/kota yang
ada pada 34 provinsi di Indonesia. Indeks ini merupakan komposit indeks, yaitu
dilakukan. Fase-fase tersebut adalah literature review, on field research, focus group
Terdapat dua indikator yang membentuk IRP, yaitu indikator keagamaan dan daerah
Nilai dari IRP dihitung dengan menggunakan metode Multi-Stage Weighted Index
pada setiap komponen penyusun IRP didapatkan dengan rumus di bawah ini:
(𝑆𝑖 − 𝑆𝑚𝑖𝑛 )
𝐼𝑖 =
(𝑆𝑚𝑎𝑥 − 𝑆𝑚𝑖𝑛 )
Di mana,
xiii
Indeks ini akan menghasilkan nilai yang berada pada rentang 0,00 hingga 1,00 di
mana indeks yang semakin mendekati 0,00 di kab/kota daerah tersebut berarti
memiliki tingkat kerawanan akidah yang rendah dan semakin mendekati angka
100,00 berarti semakin memiliki tingkat kerawanan akidah yang sangat tinggi.
xiv
BAGIAN 1
PENDAHULUAN
Hasil dari riset yang dikeluarkan oleh Pew Research Center (2015) menyatakan bahwa
pada tahun 2050 meski pemeluk Agama Islam di dunia masih menempati posisi kedua
tertinggi, tapi pertumbuhannya lebih besar dibandingkan dengan agama Kristen yang
menempati posisi pertama. Hasil penelitian ini tentu menjadi sebuah berita positif bagi
Hanya saja, masih menurut hasil penelitian Pew Research Center, Indonesia yang
hingga kini masih menjadi Negara dengan penduduk muslim terbesar akan berganti
posisi dengan India pada 2050. Lebih rinci, proyeksi penduduk Indonesia berdasarkan
Gambar 1.1
Dari gambar di atas, dapat dilihat bahwa terjadi penurunan pemeluk agama Islam dari
2010-2050. Penurunan pemeluk agama Islam di Indonesia tentu akan mempengaruhi
1
banyak hal, mulai dari segi komersial seperti semakin terhambatnya lembaga
keuangan syariah hingga berkurangnya pendapatan ZISWAF yang akan diperoleh dari
segi sosial.
memang akan berpengaruh pada status Indonesia sebagai negara dengan pemeluk
agama Islam terbanyak saat ini. Namun, jika memang faktor kelahiran secara
keseluruhan di Indonesia menurun, seharusnya hal tersebut juga akan berimbas
kepada penurunan persentase pemeluk agama lain. Padahal dari table di atas terjadi
pemeluk agama Islam tetapi di sisi lain terjadi peningkatan pemeluk agama Kristen
tentu menjadi sebuah pertanyaan apakah terdapat faktor perpindahan agama dari
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Komite Nasional Anti Pemurtadan, saat ini
memang terjadi banyak proses kristenisasi (Pramudyanto, 2017). Hal ini juga disepakati
oleh lembaga lain yang melakukan penelitian serupa. Oleh karena itu, jika memang
proses perpindahan agama dari Islam menjadi agama Kristen ataupun agama lainnya
memang banyak terjadi di Indonesia, maka perlu dilakukan tindakan preventif maupun
kuratif untuk menanggulangi hal tersebut.
2
1.3. Metodologi
Kajian ini menggunakan data sekunder hingga tingkat kabupaten yang diambil dari
Selain itu, juga dilakukan on field research untuk mendapatkan informasi yang lebih
mendalam terkait variabel-variabel yang mempengaruhi perpindahan agama. On field
Kajian ini memiliki fokus terkait pemetaan daerah-daerah di Indonesia hingga tingkat
kabupaten yang memiliki potensi tingkat kerawanan permutadan yang tinggi sehingga
dapat dilakukan tindakan preventif oleh BAZNAS. Disebabkan karena kajian ini
merupakan kajian dasar sebagai usulan bagi BAZNAS, maka kajian ini membatasi diri
hanya menggunakan data sekunder yang tersedia dan dapat diakses secara langsung
3
BAGIAN 2
METODOLOGI
Gambar 2.1
Fase Pengumpulan Data
Kajian ini dilakukan dengan metode sequential exploratory design. Metode ini
merupakan kombinasi antara kualitatif dan kuantitatif. Terdapat empat fase yang
dilakukan dalam proses pengumpulan data Kajian Rawan pemurtadan. Fase-fase
tersebut adalah literature review, on field research, focus group discussion (FGD), dan
Pada fase literature review dikumpulkan paper-paper ilmiah dengan skala nasional
Tabel 2.1
VARIABEL PROKSI
4
Jumlah presentase penduduk yang memiliki akses
internet
Jumlah pesantren
Persentase miskin
pertanyaan saat wawancara di fase on field research. Fase ini bertujuan untuk
mendapatkan tambahan wawasan terkait variabel dan proksi yang dapat digunakan.
5
Pada fase kedua ini, akan dilakukan wawancara terhadap tiga pihak, yaitu muallaf,
pelaku konversi agama dari Islam ke agama lain, dan tokoh agama. Namun saat
pelaksanaan on field research wawancara hanya dapat dilakukan kepada para muallaf
dan tokoh agama karena para pelaku konversi agama dari Islam ke agama lain tidak
hadir.
Fase selanjutnya, yaitu diadakan FGD dengan mengundang beberapa pakar. Pakar-
pakar tersebut memiliki keahlian di bidang psikologi, isu permurtadan serta
Pada fase terakhir, yaitu pembuatan indeks, dengan mempertimbangkan tiga fase
sebelumnya serta ketersediaan data, maka variabel yang digunakan pada kajian rawan
pemurtadan ini menjadi dua variabel dan masing-masing variabel memiliki dua proksi.
Tabel 2.2
Variabel dan proksi yang digunakan dalam kajian rawan pemurtadan adalah sebagai
berikut:
Tabel 2.3
Indikat
Variabel Cara penghitungan/Kriteria Referensi
or
6
Pertumbuhan
(Penduduk muslim Q2−Penduduk muslim Q1)
Penduduk Total Penduduk QI
Muslim
Pertumbuhan
(Penduduk nonmuslim Q2−Umat nonmuslim Q1)
Penduduk Total Penduduk QI Loveland
Nonmuslim (2003),
Keagamaan
Komposisi Elizabeth
Persentase Muslim Q2 – Persentase Muslim
Penduduk (2013),
Q1
Muslim FGD
Komposisi
Perekonomia Peraturan
n, SDM, Presiden
Petunjuk Pelaksanaan Identifikasi Masalah-
Kemampuang (Perpres)
Masalah Ketertinggalan Kabupaten Daerah
Keuangan Nomor
Daerah Tertinggal
Daerah 2015-2019
7
Tabel 2.4
Skala Likert
Sangat Cukup
Rawan Tidak
Indikator Bobot Variabel Rawan Rawan
(3) Rawan (1)
(4) (2)
Pertumbuhan -5,01%
0,00% sd
30% penduduk <-10,00% sd - >0,00%
-5,00%
Muslim 10%
Pertumbuhan 5,01%
0,00% -
30% penduduk >10,00% - <0,00%
Keagamaan 5,00%
Non Muslim 10,00%
(60%)
Komposisi -3% sd 0,00% sd-
30% <-5,00% >0,00%
Perubahan -5% 2,99%
Komposisi -2,01%
0,00% sd-
10% Rumah <-4,00% sd - >0,00%
2,00%
Ibadah 4,00%
Indeks Indikator Keagamaan terdiri dari empat variabel yaitu variabel pertumbuhan
penduduk muslim, variabel pertumbuhan penduduk nonmuslim, variabel perubahan
komposisi penduduk muslim dan variabel perubahan komposisi rumah ibadah. Cara
menghitung masing-masing indeks variabel tersebut adalah sebagai berikut:
Dimana,
8
𝐼𝑝𝑚 = Indeks pada variabel pertumbuhan muslim
Dimana,
Dimana,
𝑆𝑘𝑚 = nilai skor aktual pada pengukuran variabel komposisi umat muslim
Dimana,
9
𝐼𝑘𝑟𝑖 = Indeks pada variabel komposisi rumah ibadah muslim
𝑆𝑘𝑟𝑖 = nilai skor aktual pada pengukuran variabel komposisi rumah ibadah muslim
Keempat variabel di atas kemudian dihitung dengan rumus di bawah ini sehingga
membentuk indeks indikator keagamaan;
Indikator Keagamaan:
Dimana,
(Persentase penduduk miskin dan Pengeluaran per kapita penduduk), Kriteria Sumber
Daya Manusia (Angka Harapan Hidup, Rata – rata lama sekolah dan Angka Melek
Huruf), Kriteria Kemampuan Keuangan Daerah (Kemampuan Keuangan Daerah),
Kriteria Infrastruktur (indikatorjalan antar desa melalui darat dan non darat, deng
10
2.3. 3. Indeks Rawan Pemurtadan (IRP)
Indeks Rawan Pemurtadan (IRP) adalah alat ukur yang digunakan untuk menilai dan
mengevaluasi peluang terjadinya konversi agama dan keyakinan umat Islam di suatu
wilayah (kabupaten/kota). IRP dibentuk berdasarkan dua indikator utama, yaitu
indikator keagamaan dan indikator daerah tertinggal. Indikator keagamaan
merefleksikan pertumbuhan penduduk Muslim dan non Muslim, komposisi perubahan
penduduk Muslim, dan komposisi perubahan rumah ibadah Muslim pada jangka
waktu tertentu. Sementara indikator daerah tertinggal menggambarkan kondisi
perekonomian secara umum di wilayah tersebut berdasarkan kriteria yang ditetapkan
oleh pemerintah.
Pada kajian ini, pengukuran akan dilakukan dengan dua pembobotan yang berbeda
sehingga menghasilkan dua nilai IRP, yaitu IRP 1 dan IRP21. IRP1 adalah IRP yang
didasarkan pada skenario dimana proporsi perbandingan antara indikator keagamaan
dan indikator daerah tertinggal mencapai angka 60:40, yaitu indikator keagamaan
dianggap sedikit lebih besar berpengaruh terhadap IRP. IRP 2 adalah IRP yang
didasarkan pada skenario dimana proporsi perbandingan antara indikator keagamaan
dan indikator daerah tertinggal mencapai angka 80:20, yaitu indikator keagamaan
dianggap jauh lebih berpengaruh terhadap IRP dibandingkan dengan indikator daerah
tertinggal. Rumus penghitungannya menjadi:
Dan
Dimana,
1
Pembagian IRP1 dan IRP2 didasarkan pada keputusan Rapat Pleno Anggota BAZNAS tanggal 26 Juni 2018.
Tujuannya adalah untuk menilai seberapa besar pengaruh indikator keagamaan terhadap kemungkinan
terjadinya konversi agama dan keyakinan umat Islam.
11
BAGIAN 3
KERANGKA TEORITIS
3. 1. Pemurtadan
Pemurtadan atau konversi agama adalah perubahan, berubah, ataupun masuk agama
(Sumbulah, 2013). Dalam hal ini, pemurtadan memiliki makna seorang muslim yang
mengganti akidahnya. Pemurtadan dapat terjadi kepada tiap muslim yang memiliki
akidah yang lemah. Di dalam Islam sendiri, akidah memiliki banyak korelasi terhadap
lini kehidupan yang lain seperti di bidang sosial, ekonomi, politik serta untuk mencapai
3. 2. Akidah Islam
Secara bahasa, akidah yang berasal dari kata al ‘aqdu memiliki arti pengikatan atau
mengikat sesuatu (Ammar & Al-Adnani, 2016). Para ulama tidak membedakan
pembahasan antara akidah dan iman. Kedua hal tersebut dianggap sebagai sebuah
kesatuan yang sama. Secara khusus pengertian akidah memang tercakup pada rukun
iman mulai dari iman kepada Allah SWT hingga iman kepada hari akhir (Ammar & Al-
Adnani, 2016).
Dalam buku Minhajul Muslimin, Abu Bakr Jabir Al-Jazairi menjelaskan perkara akidah
dengan cara memaparkan satu persatu rukun Iman secara rinci yang disandarkan pada
Rukun iman sendiri secara garis besar terbagi menjadi enam hal penting yang harus
diyakini oleh setiap umat muslim. Pada salah satu hadits rasul, telah dijelaskan
mengenai apa saja yang termasuk dalam rukun iman:
Umar bin al-Kaththab ra berkata: Suatu hari kami duduk dekat Rasulullah
12
perjalanan jauh, dan tak seorangpun di antara kami yang mengenalnya.
Beritahu aku tentang Islam.” Rasulullah saw. menjawab: “Islam itu engkau
Laki-laki itu berkata lagi: “Beritahu aku kapan terjadinya kiamat.” Nabi
menjawab: “Yang ditanya tidak lebih tahu daripada yang bertanya.” Dia
pergi. Aku diam beberapa waktu. Setelah itu Nabi bertanya kepadaku: “Hai
Umar, tahukah kamu siapa yang bertanya tadi? Aku menjawab: “Allah dan
Rasul-Nya lebih mengetahui.” Beliau bersabda: “Dia itu Jibril, datang
untuk mengajarkan Islam kepada kalian.” (HR Bukhari 50, 4777, Muslim
Akidah Islam memiliki konsekuensi yang harus diterima oleh setiap muslim, yaitu
pengesaan hanya kepada Allah SWT. Bentuk dari keyakinan bahwa tidak ada Tuhan
13
lain selain Allah akan membawa manusia untuk hanya beribadah kepada Allah, seperti
“Tidak Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk menyembah kepada-Ku” (QS.
Oleh karena manusia diciptakan untuk menyembah Allah SWT, maka sudah menjadi
kewajiban bagi umat muslim untuk menjalankan perintah dan menjauhi larangan-nya.
Sebagai agama yang syumul (sempurna), pengertian dari perintah dan larangan yang
diberikan oleh Allah tidak hanya berhenti di perihal ibadah vertical, tetapi juga pada
sisi kehidupan manusia secara horizontal, seperti dimensi sosial, ekonomi, politik, dan
sebagainya.
Tidak seperti ajaran-ajaran yang dibawah oleh nabi dan rasul sebelum Nabi
Muhammad, aturan yang ada di dalam Agama Islam berlaku secara universal hingga
akhir zaman nanti. Hal ini disebabkan karena Allah sendiri yang akan menjaga
sebelumnya.
Sebelum Islam datang, menurut Ibnu Taimiyyah, masyarakat yang hidup saat itu bisa
dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu ahli kitab dan bukan ahli kitab (Taimiyyah,
2009). Ahli kitab adalah orang-orang yang memiliki kitab dan menjadikannya sebagai
pedoman dalam beribadah sedangkan yang bukan ahli kitab melakukan ibadah
dengan tata cara yang mereka buat sendiri (Taimiyyah, 2009).
Meski ahli kitab memiliki pegangan dalam melakukan ibadah, tetapi kitab yang mereka
miliki sudah banyak diubah bahkan hilang sehingga tidak terjaga kemurniannya.
Kekacauan juga semakin bertambah dengan kaum yang tidak memiliki kitab karena
mereka dapat melakukan segala sesuatu hanya berdasarkan dengan hawa nafsu.
Selain itu, juga terdapat beberapa kondisi social yang berbeda-beda pada setiap
wilayah. Misalnya saja pada wilayah Persia. Kemerosotan nilai sosial terlihat dari
14
bagaimana masyarakat Persia memperlakukan kaum wanita. Di Persia, selain
diperbolehkannya menikahi ibu kandung sendiri, wanita juga boleh dimiliki secara
bersama-sama (Al Buthi, 2015).
Kaum Persia juga memiliki paham Zarathustra di mana setiap orang dapat memilih
untuk menjadi baik atau buruk (Ansary, 2009). Symbol dari kebaikan direpresentasikan
dalam bentuk api sehingga masyarakat Persia bisa dikategorikan sebagai penyembah
api (Ansary, 2009). Di Jazirah Arab sendiri, keadaan masyarakat juga sangat
Islam adalah rahmat bagi seluruh alam. Dalam Islam, segala aspek kehidupan manusia
telah diatur, baik yang berkaitan dengan ibadah maupun muamalah (sosial). Perintah
dan larangan bersifat tetap, artinya dari dulu hingga sekarang aturan yang dipakai
sama.
Dalam hal muamalah termasuk diantaranya adalah kegiatan ekonomi, aturan yang
dikembangkan sesuai dengan kondisi zaman. Hal ini karena Islam merupakan
penyempurna dari agama–agama terdahulu sehingga Islam bersifat universal dan
komprehensif.
Masuknya Islam mempengaruhi segala aspek kehidupan manusia. Salah satu aspek
muamalah yang diatur dalam Al Quran dan Hadits adalah prinsip dan sistem ekonomi.
Pada masa Rasulullah SAW, pembangunan ekonomi dilakukan pada saat di Madinah.
15
sistem yang bersumber dari prinsip–prinsip dan nilai–nilai dalam Al Quran sebagai
sumber utama ajaran Islam yang telah menetapkan berbagai aturan bagi manusia
dalam menjalankan kehidupannya termasuk aktivitas ekonomi .
Dalam kegiatan ekonomi, sistem bunga (riba) sudah digunakan sejak jaman jahiliyah
dan periode awal Islam. Kemudian diturunkan ayat pelarangan terhadap riba.
Pelarangan terhadap praktik riba tidak serta merta dilakukan secara langsung, namun
secara bertahap. Terdapat 4 tahap pelarangan riba :
mereka yang membutuhkan sehingga dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT).
“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta
manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan
berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang
demikian) itulah orang–orang yang leipatgandakan (pahalanya).”
2. An Nisaa: 161 (riba digambarkan sebagai sesuatu yang buruk). “Dan disebabkan
mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan
karena mereka memakan harta orang dengan jalan bathil. Kami telah menyediakan
untuk orang – orang yang kafir diantara mereka itu siksa yang pedih.”
3. Ali Imran: 130 (pengharaman riba). “Hai orang–orang yang beriman, janganlah
kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah
supaya kamu mendapat keberuntungan.”
“Hai orang–orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba
(yang belum dipungut) jika kamu orang–orang yang beriman. Maka jika kamu tidak
mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya
akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu
16
Aktivitas ekonomi umat muslim harus mencerminkan prinsip dalam Islam itu sendiri,
aktivitas ekonomi sejalan dengan ideologi Islam. Hal ini mencakup cara dan metode
perekonomian.
Selain riba, Islam juga melarang umatnya dalam berjudi, spekulasi, penimbunan
kekayaan dan praktik ekonomi lain yang bertentangan dengan prinsip ekonomi Islam
kontemporer seperti Al Ghazali, Al Syatibi, Ibn Taimiyah, Ibn Khaldun, dan Al Maqrizi
telah mengembangkan teori–teori ekonomi antara lain teori permintaan dan
penawaran, regulasi harga, mekanisme pasar, teori produksi, teori distribusi, bahkan
teori inflasi. Namun, teori tersebut masih sebatas konsep deskriptif dan belum memiliki
formula matematis.
Kemudian, muncullah ekonom–ekonom Barat seperti karl Max, Keyness, Irving Fisher,
Abraham Maslow, Adam Smith, Alfred Marshall, dan sebagainya. Teori–teori ekonomi
baik prinsip sosialis maupun kapitalis berkembang dan menyebar luas di berbagai
belahan dunia, termasuk Indonesia. Teori tersebut kemudian berkembang menjadi
sebuah sistem ekonomi yang diakui dan digunakan secara internasional. Paham
ideologi yang dianut sebuah negara akan menciptakan sistem ekonomi yang
digunakan di negara tersebut. Suatu negara yang memiliki paham ideologi liberal,
pada umumnya menganut sistem ekonomi kapitalis, dengan pengelolaan ekonomi
17
dari kedua sistem tersebut dan dinamakan dengan sistem ekonomi Pancasila
yang ada di dunia ini adalah milik Allah dan akan kembali kepada-Nya.
3. Prinsip Keadilan, merupakan salah satu misi dan prinsip dalam Islam. Implikasi
dari prinsip ini terjadi pada pemenuhan kebutuhan pokok, sumber– sumber
pendapatan yang halal, distribusi kekayaan secara adil, serta pertumbuhan dan
stabilitas ekonomi.
Islam, Negara, dan Negara Islam merupakan isu yang banyak menyita perhatian para
ahli pemikiran politik Islam. Sebagian besar pendapat sepakat bahwa Islam mencakup
cara hidup secara total, termasuk kehidupan dalam politik. Jika dilihat secara
kategorial, menurut Abdillah (1999), setidaknya terdapat tiga paradigma dalam politik
Islam diantaranya; Pertama, paradigma yang berpendapat bahwa agama dan Negara
adalah satu dan tidak dapat dipisahkan (integrated). Islam adalah din wa dawlah
(agama dan Negara). Ayat di dalam Al-Qur’an yang sering dirujuk sebagai argumentasi
untuk mendukung paradigma pertama ini yaitu al-Qur`an 16:89 yang berbunyi: “Dan
Kami turunkan kepadamu kitab suci untuk menjelaskan segala sesuatu, dan petunjuk
serta rahmat dan kabar gembira bagi mereka yang berserah diri (kepada Allah)”.
Paradigma ini memiliki konsekuensi dalam sistem politik modern saling berhadapan
18
Kedua, paradigma substantif yang berpandangan bahwa agama dan negara saling
berhubungan secara mutualistik. Nilai dan hukum agama dapat ditegakkan melalui
kekuasaan negara. Demikian sebaliknya, negara memerlukan kehadiran agama, karena
hanya dengan agama suatu negara dapat berjalan dalam pancaran nilai, etika, dan
nilai-nilai Islam dalam aktifitas politik, dan cenderung menekankan pada substansi dan
menolak bentuk-bentuk pemikiran formalistik. Bagi kelompok paradigma ini,
eksistensi intrinsik ajaran-ajaran Islam dalam arena politik Indonesia, dan Islamisasi
melalui kulturalisasi adalah lebih penting sebagai upaya penyiapan budaya Islam yang
lebih kontekstual.
Paradigma yang ketiga yaitu Sekularistik, berbeda dari kedua paradigma sebelumnya,
yaitu lebih cenderung memisahkan peran agama dan negara. Paradigma sekularistik
menolak pendasaran negara pada Islam. Paradigma ini meyakini bahwa agama
merupakan ranah private masing-masing individu semata. Para pemikir politik yang
masuk ke dalam kategori paradigma ketiga menurut Kasdi (2017) diantaranya Ali
Jika ditelaah lebih dalam terkait peran Islam dalam kehidupan berbangsa dan
dalam Islam khususnya dalam Al-Quran dan Al-Hadits telah banyak diidentifikasi pada
Ali Imran (3): 159; ….Dan musyawarahlah kamu dengan mereka dalam permasalahan
dunia” dan surat al-Syura (42): 38 yang mengemukakan; ”Hendaklah urusan mereka
tentang permasalahan dunia diputuskan dengan bermusyawarah di antara mereka”.
19
Dari kedua ayat tersebut menunjukkan bahwa musyawarah merupakan suatu prinsip
al-Hujurat (49): 13, yaitu “Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari
paling mulia di sisi Allah di antara kamu adalah orang yang paling taqwa di antara
kamu”. Ayat ini menegaskan bahwa Islam menganut prinsip persamaan di antara
semua manusia di hadapan Sang Pencipta. Sementara yang membedakan satu sama
lainnya adalah kualitas ketakwaannya. Keberpihakan Islam terhadap prinsip persamaan
ini didasarkan pada tujuan yang hendak diraih yaitu adanya pengakuan terhadap
persaudaraan semesta (universal brotherhood). Dari sudut pandang relasi manusia
dengan manusia lain, kesetaraan menjadi sangat penting oleh karena prinsip ini
menolak segala bentuk diskriminasi suku, etnis, agama, golongan dan atribut-atribut
sosial lainnya. Dengan kata lain, setiap warga mempunyai hak dan kewajiban yang
sama.
Prinsip ketiga adalah al-adalah (justice). Prinsip ini mengandung arti keadilan yang
harus ditegakkan tanpa diskriminasi, penuh kejujuran, ketulusan dan integritas. Al-
Qur’an menempatkan prinsip keadilan ini sebagai parameter orang yang bertaqwa.
Dalam surat al-Ma’idah (5): 8, Allah SWT berfirman; ”Berlakulah adil karena adil itu
lebih dekat dengan taqwa”. Dalam surat lain, yakni surat al-An’am (6) 152, Allah
menjadi bagian dari sendi kehidupan dalam bermasyarakat, tetapi juga menjadi
beragama, sebagai pilihan manusia yang paling substansial. Manusia diciptakan oleh
20
Allah dilengkapi dengan daya intelektualitas yang lebih sempurna ketimbang makhluk
melalui firman-Nya dalam al-Qur’an surat al-Baqarah (2): 256 menyatakan; “Tidak ada
paksaan untuk memeluk agama”. Begitu juga, kebebasan ini diserukan kepada setiap
Nabi. Meskipun Nabi-nabi Allah diberi risalah untuk menyampaikan misinya kepada
umat manusia, tetapi ia tidak memiliki kewenangan untuk memaksakan misinya
yang di dalamnya mempunyai nilai kontrak sosial yang tinggi. Di samping itu, amanah
merupakan sesuatu yang sangat esensial dan menjadi salah satu pilar dalam hidup
Al-Qur’an dalam surat al-Anfal (8): 61; “Apabila mereka cenderung pada perdamaian,
maka penuhilah perdamaian itu”. Prinsip Islam yang mengedepankan perdamaian
dalam segala aspek kehidupan merupakan suatu hal yang dianjurkan dan bahkan
diperintahkan. Dengan prinsip perdamaian ini, masyarakat bisa merasakan hidup yang
Prinsip ketujuh adalah al-tasammuh (tolerant), yaitu prinsip saling menghormati antar
sesama warga masyarakat. Prinsip ini berlaku universal, baik terkait hal-hal profan,
maupun pada hal-hal yang sakral, seperti toleransi dan menghormati penganut
agama-agama lain. Sebagaimana ditegaskan dalam surat al-Baqarah (2): 256, “Tidak
ada paksaan dalam memeluk suatu agama” dan surat al-Kafirun (109): 6, “Bagimu
21
agamamu dan bagiku agamaku”. Kedua ayat tersebut menunjukkan dengan jelas
bahwa memeluk agama atau kepercayaan pada hakikatnya merupakan bagian dari hak
asasi manusia yang paling diperhatikan. Hal ini dibuktikan juga atas pengakuan Islam
terhadap eksistensi para Nabi terdahulu sebelum Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi
wa Sallam.
sebagai makhluk sekaligus pemimpin di muka bumi ini. Prinsip universal ini kiranya
sangat tepat sebagai dasar dalam bernegara dan bermasyarakat, tanpa merasa harus
mewujudkannya dalam bentuk negara yang formal. Karena pada prakteknya,
khususnya konteks Indonesia, prinsip-prinsip universal Islam telah menjadi dasar dan
pondasi Negara ini. Dan ketika Islam menjadi sumber etika dan moral yang bersifat
universal maka Islam akan dapat diterima dalam kehidupan bermasyarakat dan
Indonesia. Dan pada konteks yang lebih praktis, ketiga pradigma tersebut berada
berkelindan satu dengan lainnya dan saling berebut pengaruh. Meski demikian,
masing-masing penganut paradigma yang berbeda antara satu dengan yang lainnya
Menurut Kamus Bahasa Indonesia, kata sejahtera memiliki makna aman sentosa dan
makmur; selamat atau terlepas dari segala macam gangguan, kesukaran, dan
sebagainya. Kesejahteraan juga dapat dimaknai dengan: hal atau keadaan sejahtera;
22
tingkat kehidupan yang sejahtera; kesehatan yang layak dengan tujuan menegakkan
sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri,
Untuk mengukur kesejahteraan suatu negara, Badan PBB untuk Pembangunan, yaitu
United Nations Development Program (UNDP, 2014) telah memiliki tools dan
paling mendapatkan perhatian adalah Human Development Index (HDI). HDI dalam
tahun 2014, Indonesia termasuk ke dalam kategori sedang, dan berada pada peringkat
108 dari 187 negara di dunia (UNDP, 2014)
dimensi umur panjang dan sehat; indikator angka melek huruf dan rata-rata lama
daya beli mempresentasikan dimensi hidup layak (Soeharto, 2008). Dengan hasil
pengukuran IPM Indonesia 2014 yang rendah dibanding Negara-negara lain
IPM hakekatnya merujuk pada konsep Kemampuan Dasar Manusia (basic human
capabilities), sehingga dapat dikatakan kemampuan masyarakat Indonesia untuk
23
Islam mengajarkan dan menitikberatkan agar para penganutnya dapat bermanfaat
sebesar-besarnya untuk orang lain dan alam semesta, serta akhlak yang baik. Dengan
kata lain seorang muslim dapat berkontribusi untuk tercapainya Islam sebagai
rahmatan lil áalamiin. Hal tersebut selaras dengan tujuan utama syari‘at Islam, yaitu
“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan
tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian,
malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya
kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan
penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya);
Dari ayat tersebut dapat dimaknai bahwa kemashlahatan dalam Islam memiliki dimensi
vertikal dan horizontal sekaligus, dan mereka yang dapat berbuat mashlahat di muka
model negara yang fokus pada peningkatan kesejahteraan melalui pemberian peran
yang lebih penting kepada negara dalam memberikan pelayanan sosial secara
24
kesejahteraan sejatinya masih bertumpu kepada sistem dan mekanisme pasar,
lainnya. Sistem teknis operasional dan kerangka kerjanya tetap kapitalisme, walaupun
sudah berbeda dari versi awalnya.
Islami. Sehingga perlu dilakukan klarifikasi, konfirmasi, dan komparasi yang tepat
mengenai Negara kesejahteraan yang dibandingkan dengan konsepsi kesejahteraan
di dalam Islam. Islam tidak sama dengan Negara kesejahteraan baik secara konsepsi
berpaham sekuler. Sebaliknya sistem Islam yang meletakkan dan menjadikan moral
kesejahteraan membolehkan semua hal tanpa batasan. Sedangkan sistem Islam telah
menentukan halal dan haram dalam konsumsi. Ketiga, konsep Islam bertujuan untuk
mensejahterakan umat manusia secara komprehensif yang meliputi aspek spiritual dan
sistem dan ajaran Islam bahwa kekuasaan hanya milik Allah SWT semata, sehingga
konsekuensinya segala tafsir tentang kekuasaan harus sesuai dengan hukum Allah
SWT. Kelima; berangkat dari konsepsi bahwa hal milik atas segala sesuatu miliki Allah
SWT. Setiap orang juga diberi kebebasan seluas-luasnya untuk mencari dan memiliki
harta kekayaan, serta mendapatkan pengakuan dan perlindungan dalam Islam. Namun
demikian, dalam setiap harta yang dimiliki muslim terdapat hak untuk orang-orang
fakir dan miskin yang kemudian dilembagakan melalui pranata zakat, infaq dan
25
sedekah serta wakaf yang dibangun atas kesadaran kewajiban moral dengan rasa
Dengan demikian, konsepsi dan sistem kesejahteraan sosial dalam Islam meliputi
dunia-akhirat (vertikal dan horizontal). Dan di atas semuanya, Islam memastikan bahwa
seorang yang muslim (laki-laki dan perempuan) dalam menjalankan perbuatan baik
(amal shalih) di kehidupannya dalam keimanan yang utuh kepada Allah SWT.
alasan individu berpindah agama secara umum, maupun dari Islam ke agama lain atau
sebaliknya.
Tabel 3.1
26
perpindahan agama di masa dewasa nanti. Faktor-
faktor yang menentukan keputusan pindah
agama adalah sebagai berikut:
40%.
- Tingginya tingkat pendidikan tiap tahun (yang
27
- Ketika terjadi pernikahan dengan agama yang
berbeda, maka tingkat kemungkinan individu
tersebut untuk bepindah agama mengikuti
Purwoharjo Kabupaten
Banyuwangi), Hadiono &
Sya’roni (2015)
batin.
28
Lebih lanjut, subjek pertama dalam penelitian ini
melakukan tindakan pindah agama disebabkan
karena pergaulan dengan orang-orang muslim
29
- Pada subyek ketiga, perpindahan agama
dilakukan karena pengaruh sosial yang
disebabkan oleh hubungan antar pribadi yang
5 Konversi Dan Kerukunan Penelitian ini berupa studi kasus yang dilakukan di
30
ketika individu memiliki keluarga yang tidak
harmonis.
- Pada salah satu subyek, pernikahan adalah
alasan terjadinya perpindahan agama. Hal ini
salah satunya bisa disebabkan karena
perpindahan agama
31
BAGIAN 4
4. 1. Studi Lapangan
Studi lapangan dilakukan di beberapa tempat yaitu Timor Tengah Selatan, Salatiga dan
Bogor dengan menemui beberapa narasumber. Dari hasil pertemuan tersebut, factor-
1. Faktor Ekonomi
Faktor ini masih memegang peranan penting dalam pemurtadan di suatu wilayah.
Misalnya modus pemberian uang baik itu untuk bantuan konsumtif atau produktif
kepada kaum Aghniya (ekonomi lemah). Pemberian Beasiswa untuk anak anak dhuafa
juga telah diberikan dengan syarat bersekolah di sekolah yayasan nonmuslim sehingga
pelan pelan mudah untuk di “brain-washed” menjadi seorang nonmuslim.
Islam yang ingin melawan hal tersebut di bidang ekonomi sebaiknya tidak hanya
memberikan uang cash atau konsumtif di namun juga memberikan bantuan produktif
dapat di indikasikan bahwa faktor ajaran agama lain telah mengakar kuat di daerah
tersebut sehingga ajaran Islam masih kurang mengakar di wilayah tersebut atau berarti
daerah tersebut rawan pendangkalan akidah atau pemurtadan.
2. Faktor Pendidikan
Modus pemberian kursus kursus gratis (sekolah) untuk kaum Aghniya/Dhuafa juga
ditujukan pihak nonmuslim untuk menyerang generasi muda Islam khususnya yang
dari keluarga miskin.
32
Oleh sebab itu perlu adanya bantuan sekolah berbasis Islam yang mengejarkan
sekolah untuk di praktikkan dalam kehidupan sehari hari. Faktor pendidikan orangtua
juga penting sehingga karakter dan kebiasaan yang ditunjukkan dan dipraktikkan
dalam hal ibadah ketika subyek masih kecil maka kecenderungan untuk pindah agama
menjadi kecil. Misalnya ketika dia masih kecil sering diajak beribadah ke masjid maka
Faktor ini sangat krusial memegang peranan penting akan murtadnya seseorang atau
Faktor ini juga cukup signifikan sebagai modus dalam gerakan pendangkalan akidah.
Budaya akulturasi pendekatan agama nonmuslim ke dalam budaya Jawa cukup efektif
5. Faktor Psikologis
konversi agama karena faktor psikologis yang dialami. Misalnya, individu tersebut
merasa bimbang atau khawatir terhadap kehidupan setelah kematiannya. Biasanya
sebelum adanya faktor ilahiyah yang memicu seseorang itu pindah agama maka
biasanya setelah itu sudah ada experience atau feeling yang di dapatkan karena pernah
bergaul/bersinggungan dengan subjek yang sudah masuk agama tersebut, misalnya
33
karena bergaul dengan teman Muslim sehingga sering melihat dia beribadah atau
karena subjek nonmuslim tinggal di daerah dekat masjid atau mayoritas Muslim
sehingga sering mendengar suara adzan dan hatinya tergetar/tersentuh hatinya.
6. Aspek Agama
Dapat dilihat bahwa tingkat intensitas ibadah agama seseorang di agama sebelumnya
kecenderungan dia untuk murtad juga besar ketika dewasa apalagi bila si orangtua
termasuk kurang taat dalam menanamkan ajaran agama kepada anaknya. Kurangnya
ibadah lainnya seperti tidak/jarang membayar zakat, infaq dan shadaqah serta tidak
subyek maka ini juga berkontribusi terhadap kecenderungan seseorang itu berpidah
agama.
Menurut keterangan salah seorang narasumber yang pernah menjadi aktivis agama
nonmuslim, faktor tidak ketatnya ajaran agama yang ia anut sebelumnya dibanding
ajaran Islam juga berkontribusi enggannya seseorang itu pindah dari ajaran agama
yang dirasa tidak ketat ke ajaran agama yang dirasa terlalu ketat dan banyak aturan.
Adanya aspek Ilahiyah sangat jarang ditemukan di beberapa kasus (misalnya karena
mimpi bertemu Nabi Muhammad atau Nabi Isa) tapi biasanya karena seseorang itu
sudah mendapatkan semacam “experience” karena pernah bergaul di lingkungan yang
agamanya mayoritas tersebut (dekat dengan masjid atau rumah ibadah lain) atau
Pada tanggal 17 April 2018 telah dilakukan FGD dengan pihak eksternal di BAZNAS
Kebon Sirih. Daftar nama serta institusi para pakar yang diundang adalah sebagai
berikut:
34
Tabel 4.1
Peserta FGD
No Nama Institusi
1. Melakukan proses verifikasi apakah variabel serta proksi yang telah didapatkan
melalui dua fase sebelumnya telah sesuai dengan tujuan dari kajian rawan
pemurtadan atau tidak.
2. Mendapatkan masukan dari para pakar terkait variabel serta proksi yang belum
Beberapa masukan dari peserta FGD terkait isu yang dapat dimasukkan untuk kajian
1. Isu pemerintah
penting terkait masalah keagamaan. Pada kajian rawan pemurtadan ini, peserta FGD
menyatakan bahwa perlu adanya keterangan tentang siapa pejabat yang berkuasa
di daerah tersebut.
35
Mengingat kajian ini hingga level kabupaten, maka perlu didapatkan data nama dan
agama yang dianut oleh bupati setempat. Isu pemerintah ini kemudian terkendala
berkaitan dengan ketersediaan data.
2. Keagamaan
Isu ini mencakup beberapa hal, yaitu mulai dari peran ulama, kristolog, dan aktivis
keagamaan. Ketiga hal tersebut diharapkan dapat menjaga akidah dari masyarakat
di sebuah wiayah.
Salah seorang peserta FGD mengemukakan bahwa ketika sebuah daerah memiliki
tokoh ulama yang disegani, maka praktek dari perpindahan agama akan dapat
dibendung. Hal ini disebabkan karena ulama yang ada di sana akan mencoba
berbagai macam isu yang ada di agama tersebut dengan baik. Peran kristolog tidak
hanya bertujuan untuk mengajak diskusi umat nasrani sehingga berpindah
keyakinan, tetapi juga dapat berperan untuk mencegah umat muslim yang berniat
untuk pidah agama ke nasrani. Hanya saja peran kristolog juga mendapatkan
kritikan terkait bahasa yang digunakan terlalu sulit sehingga belum bisa
menjangkau ke seluruh lapisan pendidikan masyarakat.
Terkait aktivis keagamaan, diharapkan jika sebuah daerah memiliki aktivis agama
yang dapat membantu masyarakat lebih mengenal Islam dengan baik, maka akidah
mereka dapat terjaga sehingga tidak melakukan perpindahan agama.
3. Ekonomi
Menurut para peserta FGD, perlu ditambahkan dua proksi baru yaitu mengenai
lapangan pekerjaan dan kepemilikan lahan. Lapangan-lapangan pekerjaan yang
36
umat nonmuslim juga akan membuat umat muslim kesulitan membeli lahan
tersebut. Namun, kedua proksi ini cukup sulit untuk diambil datanya.
37
BAGIAN 5
Daerah yang diteliti adalah kota dan kabupaten di 34 provinsi sebanyak 491 Kab/kota
dengan dua indikator utama yaitu Keagamaan dan Daerah Tertinggal. Indikator
Gambar 5.1
Gambar 5.2
Terdapat dua hasil IRP, yaitu IRP1 dan IRP2. Secara umum dari 491 Kab/kota yang
diukur, jika dilihat dari IRP1 terdapat 13 Kab/kota dengan tingkat rawan pemurtadan
38
sangat tinggi, 52 Kab/kota dengan tingkat rawan pemurtadan tinggi, 136 Kab/kota
dengan tingkat rawan pemurtadan cukup tinggi dan 290 Kab/kota dengan tingkat
rawan pemurtadan rendah. Jika dilihat dari IRP2 terdapat 11 Kab/kota dengan tingkat
tinggi, 128 Kab/kota dengan tingkat rawan pemurtadan cukup tinggi dan 305
Lebih lanjut, dengan nilai IRP1 dan IRP2 yang ada pada masing-masing kab/kota, maka
kerawanan tinggi hingga sangat tinggi seperti ditunjukkan pada gambar di bawah ini.
0,7
0,6
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
0
Kepulauan Bangka…
Jambi
Papua Barat
Kalimantan Barat
DKI Jakarta
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Sulawesi Tengah
Sumatera Utara
Kalimantan Selatan
Banten
Jawa Barat
Papua
Riau
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Bali
Gorontalo
Sumatera Barat
Kalimantan Tengah
Bengkulu
Lampung
Sulawesi Barat
Sumatera Selatan
Maluku
Sulawesi Tenggara
Kepulauan Riau
Kalimantan Utara
Maluku Utara
Sulawesi Selatan
Gambar 5.3
39
0,6
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
Kepulauan Bangka…
Nusa Tenggara Timur
Jawa Tengah
Jambi
Jawa Timur
DI Yogyakarta
Lampung
Nusa Tenggara Barat
Sulawesi Tengah
Sumatera Utara
Kalimantan Selatan
Banten
Papua
Jawa Barat
Sumatera Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Bengkulu
Aceh
Gorontalo
Papua Barat
Bali
Riau
Sulawesi Barat
DKI Jakarta
Sumatera Selatan
Kalimantan Utara
Maluku
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Kepulauan Riau
Maluku Utara
Kalimantan Barat
Gambar 5.4
Dari gambar 5.2 di atas dapat diketahui bahwa menurut IRP1, 10 provinsi muslim
teratas dengan persentase yang memiliki nilai IRP1 di atas 0,50 (daerah rawan
pemurtadan tinggi hingga sangat tinggi) yaitu Provinsi Kalimantan Barat (43,00%),
Provinsi Sulawesi Tengah (38,46%), Provinsi Maluku (36,36%), Provinsi Sulawesi Barat
(33,33%), Provinsi Maluku Utara (22,33%), Provinsi Jawa Barat (19,23%), Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung (16,67%), Provinsi Sumatera Utara (16,67%), Provinsi Jawa
Dari gambar 5.3 dapat diketahui bahwa menurut IRP2, 10 provinsi muslim teratas
dengan persentase yang memiliki nilai IRP1 di atas 0,50 (daerah rawan pemurtadan
tinggi hingga sangat tinggi) yaitu Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (50,00%),
Provinsi Jawa Barat (38,46%), Provinsi Sulawesi Tengah (30,77%), Provinsi Maluku
(27,27%), Provinsi Banten (25,00%), Provinsi Maluku Utara (22,22%), Provinsi Sumatera
Utara (16,67%), Provinsi DKI Jakarta (16,67%), Provinsi Jawa Timur (15,79%), dan
Sedangkan provinsi paling tidak rawan berdasarkan nilai IRP1 tersebut adalah Provinsi
Jawa Tengah (00,00%), Provinsi Jambi (00,00%), dan Provinsi Kepulauan Riau 0,00%).
Provinsi paling tidak rawan berdasarkan nilai IRP2 adalah Provinsi Jawa Tengah
40
(00,00%), Provinsi Jambi (00,00%), Provinsi Kalimatan Selatan (00,00%) dan Provinsi
Bengkulu (0,00%). Seluruh Kab/kota di provinsi tersebut memiliki nilai IRP dengan
kategori rawan pemurtadan rendah.
Secara rinci di bawah ini ini akan dijelaskan nilai IRP1 dan IRP2, pertumbuhan penduduk
masing-masing provinsi.
1. Provinsi Aceh
Pengukuran IRP dilakukan di 23 Kab/kota di Provinsi Aceh. Hasil IRP1 dan IRP2
menunjukkan bahwa 20 Kab/kota berada pada tingkat rawan pemurtadan rendah dan
3 Kab/kota berada pada tingkat rawan pemurtadan cukup tinggi.
Rata-rata IRP1 di Provinsi Aceh sebesar 0,08 dan IRP2 sebesar 0,10 yang menunjukkan
bahwa secara umum Provinsi Aceh berada pada tingkat rawan pemurtadan rendah.
Hasil perhitungan IRP dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 5.1
41
Kab. Aceh Singkil 0,40 0,20
Kab. Aceh Tamiang 0,02 0,03
Kab. Nagan Raya 0,02 0,03
Kab. Aceh Jaya 0,02 0,03
Kab. Aceh Barat Daya 0,02 0,03
Kab. Gayo Lues 0,02 0,03
Kab. Bener Meriah 0,02 0,03
Kab. Pidie Jaya 0,02 0,03
paling tinggi ada pada Kab. Aceh Tengah sebesar 28,40% dan paling rendah di pada
Kota Langsa sebesar -7,77%. Pertumbuhan penduduk nonmuslim paling tinggi ada
pada Kab Aceh Tengah sebesar 0,17% dan paling rendah di Kab. Aceh Singkil sebesar
-10,65%.
sebesar 0%.
Tabel 5.2
Pertumbuhan dan Komposisi Penduduk di Provinsi Aceh
42
Kab. Aceh Utara -0,30 0,00 0
Kab. Aceh Timur -0,43 0,01 0
Kab. Aceh Tengah 28,40 0,17 0
Kab. Aceh Barat 25,51 -0,24 0
Kab. Aceh Selatan 0,15 -0,09 0
Kab. Aceh Tenggara 27,24 -3,33 6
Kab. Simeulue 13,85 0,02 0
Kab. Bireuen 0,41 0,01 0
Kab. Aceh Singkil 12,87 -10,65 11
Kab. Aceh Tamiang 10,75 -0,15 0
Kab. Nagan Raya 3,70 -0,21 0
Kab. Aceh Jaya 10,49 -0,10 0
Kab. Aceh Barat Daya 19,80 -0,08 0
Kab. Gayo Lues 14,96 -0,19 0
Kab. Bener Meriah 5,45 -0,12 0
Kab. Pidie Jaya 10,20 -0,01 0
pengukuran IRP1 dan IRP2 menunjukkan bahwa 19 Kab/kota berada pada tingkat
rawan pemurtadan yang rendah, 7 Kab/kota di tingkat rawan pemurtadan cukup
Rata-rata IRP1 di Provinsi Sumatera Utara adalah sebesar 0,22 dan IRP2 sebesar 0,25
yang menunjukkan bahwa secara umum Provinsi Sumatera Utara berada pada tingkat
rawan pemurtadan rendah. Hasil perhitungan IRP dapat dilihat pada tabel di bawah
ini.
Tabel 5.3
IRP di Provinsi Sumatera Utara
43
Kota Medan 0,50 0,67
Kota Binjai 0,16 0,21
Kota Tebing Tinggi 0,46 0,61
Kota Pematangsiantar 0,30 0,40
Kota Tanjung Balai 0,30 0,40
Kota Sibolga 0,14 0,19
Kota Padang Sidimpuan 0,00 0,00
Kota Gunungsitoli 0,06 0,08
Kab. Deli Serdang 0,04 0,05
Kab. Langkat 0,04 0,05
Kab. Karo 0,54 0,72
Kab. Simalungun 0,04 0,05
Kab. Dairi 0,18 0,24
Kab. Asahan 0,04 0,05
Kab. Tapanuli Utara 0,30 0,40
Kab. Tapanuli Selatan 0,06 0,08
Kab. Nias 0,64 0,52
Kab. Mandailing Natal 0,04 0,05
Kab. Toba Samosir 0,24 0,32
Kab. Nias Selatan 0,66 0,55
Kab. Pakpak Barat 0,10 0,13
Kab. Humbang Hasudutan 0,18 0,24
Kab. Samosir 0,02 0,03
Kab. Serdang Bedagai 0,14 0,19
Kab. Batubara 0,34 0,45
Kab. Padang Lawas Utara 0,00 0,00
Kab. Padang Lawas 0,06 0,08
Kab. Labuhan Batu Selatan 0,04 0,05
Kab. Nias Barat 0,48 0,31
Kab. Nias Utara 0,60 0,47
44
Dilihat dari pertumbuhan penduduk, rata-rata pertumbuhan penduduk muslim adalah
sebesar 5,74% dan nonmuslim sebesar 5,01%. Pertumbuhan penduduk muslim paling
tinggi sebesar 71,42% dan paling rendah sebesar -10,32%. Pertumbuhan penduduk
Tabel 5.4
45
Kab. Toba Samosir 1,01 75,55 -2
Kab. Nias Selatan -0,02 58,14 -1
Kab. Pakpak Barat 7,41 2,05 3
Kab. Humbang Hasudutan 0,36 10,69 0
Kab. Samosir 71,42 -48,73 58
Kab. Serdang Bedagai 6,19 5,02 -3
Kab. Batubara -0,52 0,63 -1
Kab. Padang Lawas Utara 13,07 -8,19 8
Kab. Padang Lawas 12,09 4,36 12
Kab. Labuhan Batu Selatan 10,93 -0,25 2
Kab. Nias Barat 0,29 9,30 0
Kab. Nias Utara -0,01 3,23 0
IRP1 menunjukkan bahwa 16 Kab/kota berada pada tingkat rawan pemurtadan yang
rendah dan 2 Kab/kota di tingkat rawan pemurtadan cukup tinggi. Sedangkan hasil
IRP2 menunjukkan bahwa 17 Kab/kota berada pada tingkat rawan pemurtadan yang
yang menunjukkan bahwa secara umum Provinsi Sumatera Barat berada pada tingkat
rawan pemurtadan rendah. Hasil perhitungan IRP dapat dilihat pada tabel di bawah
ini.
Tabel 5.5
46
Kota Sawah Lunto 0,00 0,00
Kota Solok 0,10 0,13
Kota Payakumbuh 0,00 0,00
Kota Pariaman 0,02 0,03
Kab. Agam 0,02 0,03
Kab. Pasaman 0,00 0,00
Kab. Lima Puluh Koto 0,02 0,03
Kab. Solok 0,02 0,03
Kab. Padang Pariaman 0,00 0,00
Kab. Pesisir Selatan 0,02 0,03
Kab. Tanah Datar 0,02 0,03
Kab. Sijunjung 0,00 0,00
Kab. Kepulauan Mentawai 0,50 0,33
Kab. Solok Selatan 0,52 0,36
Kab. Dharmasraya 0,02 0,03
Kab. Pasaman Barat 0,40 0,20
sebesar 9,72% dan nonmuslim sebesar 6,37%. Pertumbuhan penduduk muslim paling
tinggi sebesar 21,16% dan paling rendah sebesar 2,76%. Pertumbuhan penduduk
nonmuslim paling tinggi sebesar 6,37% dan paling rendah sebesar -1,09%.
Tabel 5.6
47
Kota Padang Panjang 12,92 0,23 -0,04
Kota Sawah Lunto 6,99 -0,06 0,09
Kota Solok 12,43 1,36 -1,09
Kota Payakumbuh 11,59 -0,19 0,30
Kota Pariaman 8,94 -0,25 0,26
Kab. Agam 6,18 -0,34 0,36
Kab. Pasaman 7,98 -0,22 0,24
Kab. Lima Puluh Koto 7,10 -0,11 0,12
Kab. Solok 5,37 -0,15 0,15
Kab. Padang Pariaman 4,82 -0,34 0,34
Kab. Pesisir Selatan 5,91 -0,09 0,09
Kab. Tanah Datar 2,76 -0,14 0,14
Kab. Sijunjung 12,52 -0,24 0,27
Kab. Kepulauan Mentawai 7,85 6,37 4,44
Kab. Solok Selatan 12,79 0,13 -0,06
Kab. Dharmasraya 21,16 -0,63 0,66
Kab. Pasaman Barat 15,84 -1,09 1,25
4. Provinsi Riau
Pengukuran IRP dilakukan di 12 Kab/kota di Provinsi Riau. Hasil pengukuran IRP1 dan
IRP2 menunjukkan bahwa 8 Kab/kota berada pada tingkat rawan pemurtadan yang
Rata-rata IRP1 di Provinsi Riau sebesar 0,14 dan IRP2 sebesar 0,18 yang menunjukkan
bahwa secara umum Provinsi Riau berada pada tingkat rawan pemurtadan rendah.
Tabel 5.7
IRP di Provinsi Riau
48
Kab. Kampar 0,14 0,19
Kab. Bengkalis 0,10 0,13
Kab. Indragiri Hulu 0,04 0,05
Kab. Indragiri Hilir 0,10 0,13
Kab. Pelalawan 0,00 0,00
Kab. Rokan Hulu 0,06 0,08
Kab. Rokan Hilir 0,26 0,35
Kab. Siak 0,06 0,08
Kab. Kuantan Singingi 0,00 0,00
Kab. Kepulauan Meranti 0,28 0,37
tinggi sebesar 45,09% dan paling rendah sebesar -14,65%. Pertumbuhan penduduk
nonmuslim paling tinggi sebesar 29,09% dan paling rendah sebesar -9,12%.
Sedangkan jika dilihat dari perubahan komposisi penduduk muslim, rata-rata
muslim paling tinggi sebesar 8,71% dan paling rendah yaitu sebesar -18,77%.
Tabel 5.8
49
Kab. Rokan Hilir -9,83 -1,50 0,04
Kab. Siak 6,73 1,19 0,14
Kab. Kuantan Singingi 15,58 -3,14 3,21
Kab. Kepulauan Meranti 4,57 7,71 -5,17
5. Provinsi Jambi
Pengukuran IRP dilakukan di 11 Kab/kota di Provinsi Jambi. Hasil pengukuran IRP1 dan
IRP2 menunjukkan bahwa 11 Kab/kota berada pada tingkat rawan pemurtadan yang
rendah.
Rata-rata IRP1 di Provinsi Jambi sebesar 0,11 dan IRP2 sebesar 0,15 yang menunjukkan
bahwa secara umum Provinsi Riau berada pada tingkat rawan pemurtadan rendah.
Tabel 5.9
sebesar 8,92% dan nonmuslim sebesar 1,00%. Pertumbuhan penduduk muslim paling
50
tinggi sebesar 17,67% dan paling rendah sebesar 1,79%. Pertumbuhan penduduk
nonmuslim paling tinggi sebesar 3,13% dan paling rendah sebesar -0,50%.
muslim paling tinggi sebesar 1,05% dan paling rendah yaitu sebesar -2,44%.
Tabel 5.10
Pertumbuhan dan Komposisi Penduduk di Provinsi Jambi
pemurtadan yang rendah, 4 Kab/kota di tingkat rawan pemurtadan cukup tinggi dan
51
Kab/kota berada pada tingkat rawan pemurtadan tinggi dan 1 Kab/kota berada pada
Rata-rata IRP1 di Provinsi Sumatera Selatan sebesar 0,25 yang menunjukkan bahwa
secara umum Provinsi Sumatera Selatan berada pada tingkat rawan pemurtadan
rendah. Sedangkan rata-rata IRP2 di Provinsi Sumatera Selatan sebesar 0,31 yang
menunjukkan bahwa secara umum Provinsi Sumatera Selatan berada pada tingkat
rawan pemurtadan cukup tinggi. Hasil perhitungan IRP dapat dilihat pada tabel di
bawah ini.
Tabel 5.11
IRP di Provinsi Sumatera Selatan
52
paling tinggi sebesar 55,45% dan paling rendah sebesar -23,02%. Pertumbuhan
penduduk nonmuslim paling tinggi sebesar 10,84% dan paling rendah sebesar 0,02%.
muslim paling tinggi sebesar 29,77% dan paling rendah yaitu sebesar -10,87%.
Tabel 5.12
Pertumbuhan dan Komposisi Penduduk di Provinsi Sumatera Selatan
7. Provinsi Bengkulu
53
Pengukuran IRP dilakukan di 10 Kab/kota di Provinsi Bengkulu. Hasil pengukuran IRP1
menunjukkan bahwa 9 Kab/kota berada pada tingkat rawan pemurtadan yang rendah
dan 1 Kab/kota di tingkat rawan pemurtadan cukup tinggi. Sedangkan hasil
Rata-rata IRP1 di Provinsi Bengkulu sebesar 0,06 dan IRP2 sebesar 0,04 yang
menunjukkan bahwa secara umum Provinsi Bengkulu berada pada tingkat rawan
pemurtadan rendah. Hasil perhitungan IRP dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 5.13
IRP di Provinsi Bengkulu
sebesar 6,96% dan nonmuslim sebesar 1,78%. Pertumbuhan penduduk muslim paling
tinggi sebesar 45,09% dan paling rendah sebesar -14,65%. Pertumbuhan penduduk
nonmuslim paling tinggi sebesar 29,09% dan paling rendah sebesar -9,12%.
muslim paling tinggi sebesar 8,71% dan paling rendah yaitu sebesar -18,77%.
54
Tabel 5.14
8. Provinsi Lampung
7 Kab/kota di tingkat rawan pemurtadan cukup tinggi dan 1 Kab/kota berada pada
tingkat rawan pemurtadan cukup tinggi dan 2 Kab/kota berada pada tingkat rawan
pemurtadan tinggi.
Rata-rata IRP1 di Provinsi Lampung sebesar 0,31 dan IRP2 sebesar 0,38 yang
menunjukkan bahwa secara umum Provinsi Lampung berada pada tingkat rawan
pemurtadan cukup tinggi. Hasil perhitungan IRP dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 5.15
IKA di Provinsi Lampung
55
Kota Bandar Lampung 0,10 0,13
Kota Metro 0,20 0,27
Kab. Lampung Selatan 0,44 0,59
Kab. Lampung Tengah 0,32 0,43
Kab. Lampung Utara 0,50 0,67
Kab. Lampung Barat 0,58 0,44
Kab. Tulang Bawang 0,36 0,48
Kab. Tanggamus 0,20 0,27
Kab. Way Kanan 0,34 0,45
Kab. Pesawaran 0,32 0,43
Kab. Pringsewu 0,16 0,21
Kab. Mesuji 0,30 0,40
Kab. Tulag Bawang Barat 0,18 0,24
paling tinggi sebesar 6,34% dan paling rendah sebesar -1,79%. Pertumbuhan
penduduk nonmuslim paling tinggi sebesar 28,30% dan paling rendah sebesar 11,33%.
muslim paling tinggi sebesar -2,97% dan paling rendah yaitu sebesar -20,86%.
Tabel 5.16
Pertumbuhan dan Komposisi Penduduk di Provinsi Lampung
56
Kab. Lampung Utara -1,79 9,78 -8,82
Kab. Lampung Barat 3,20 4,02 -3,41
Kab. Tulang Bawang 6,29 17,22 -12,70
Kab. Tanggamus 2,51 5,61 -4,93
Kab. Way Kanan 5,59 13,09 -10,20
Kab. Pesawaran 2,53 10,13 -8,42
Kab. Pringsewu 4,49 4,08 -3,08
Kab. Mesuji 2,10 13,19 -10,65
Kab. Tulag Bawang Barat 3,18 4,28 -3,60
Rata-rata IRP1 di Provinsi Bangka Belitung sebesar 0,34 dan IRP2 sebesar 0,45 yang
menunjukkan bahwa secara umum Provinsi Bangka Belitung berada pada tingkat
rawan pemurtadan cukup tinggi. Hasil perhitungan IRP dapat dilihat pada tabel di
bawah ini.
Tabel 5.17
IRP di Kepulauan Bangka Belitung
57
Kab. Bangka Barat 0,54 0,72
Kab. Bangka Selatan 0,04 0,05
paling tinggi sebesar 69,0932 dan paling rendah sebesar -25,59%. Pertumbuhan
penduduk nonmuslim paling tinggi sebesar 32,28% dan paling rendah sebesar -4,28%.
Tabel 5.18
IRP1 menunjukkan bahwa 7 Kab/kota berada pada tingkat rawan pemurtadan yang
pada tingkat rawan pemurtadan yang rendah dan 1 Kab/kota di tingkat rawan
pemurtadan cukup tinggi.
58
Rata-rata IRP1 di Provinsi Kepulauan Riau sebesar 0,09 dan IRP2 sebesar 0,12 yang
menunjukkan bahwa secara umum Provinsi Kepulauan Riau berada pada tingkat rawan
pemurtadan rendah. Hasil perhitungan IRP dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 5.19
sebesar 8,68% dan nonmuslim sebesar 2,62%. Pertumbuhan penduduk muslim paling
tinggi sebesar 19,11% dan paling rendah sebesar 3,44%. Pertumbuhan penduduk
nonmuslim paling tinggi sebesar 12,08% dan paling rendah sebesar -0,18%.
muslim paling tinggi sebesar 0,55% dan paling rendah yaitu sebesar -2,95%.
Tabel 5.20
59
Kab. Natuna 9,28 0,23 0,45
Kab. Lingga 3,44 -0,18 0,55
Kab. Kepulauan Anambas 9,25 0,15 0,51
Pengukuran IRP dilakukan di 6 Kab/kota di Provinsi DKI Jakarta. Hasil pengukuran IRP1
dan IRP2 menunjukkan bahwa 5 Kab/kota berada pada tingkat rawan pemurtadan
Rata-rata IRP1 di Provinsi DKI Jakarta sebesar 0,13 dan IRP2 sebesar 0,17 yang
menunjukkan bahwa secara umum Provinsi DKI Jakarta berada pada tingkat rawan
pemurtadan rendah. Hasil perhitungan IRP dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 5.21
tinggi sebesar 28,60% dan paling rendah sebesar -2,80%. Pertumbuhan penduduk
nonmuslim paling tinggi sebesar 4,51% dan paling rendah sebesar -4,46%.
muslim paling tinggi sebesar 5,93% dan paling rendah sebesar -4,08%.
60
Tabel 5.22
Pengukuran IRP dilakukan di 26 Kab/kota di Provinsi Jawa Barat. Hasil pengukuran IRP1
rendah, 10 Kab/kota di tingkat rawan pemurtadan cukup tinggi dan 5 Kab/kota berada
pada tingkat rawan pemurtadan tinggi. Sedangkan hasil pengukuran IRP2
rendah, 5 Kab/kota di tingkat rawan pemurtadan cukup tinggi dan 10 Kab/kota berada
Rata-rata IRP1 di Provinsi Jawa Barat sebesar 0,30 dan IRP2 sebesar 0,39 yang
menunjukkan bahwa secara umum Provinsi Jawa Barat berada pada tingkat rawan
pemurtadan cukup tinggi. Hasil perhitungan IRP dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 5.23
61
Kota Bekasi 0,56 0,75
Kota Depok 0,10 0,13
Kota Cimahi 0,06 0,08
Kota Tasikmalaya 0,40 0,53
Kota Banjar 0,50 0,67
Kab. Bogor 0,34 0,45
Kab. Sukabumi 0,36 0,48
Kab. Cianjur 0,10 0,13
Kab. Bandung 0,40 0,53
Kab. Sumedang 0,10 0,13
Kab. Garut 0,10 0,13
Kab. Tasikmalaya 0,10 0,13
Kab. Ciamis 0,10 0,13
Kab. Kuningan 0,10 0,13
Kab. Majalengka 0,50 0,67
Kab. Cirebon 0,42 0,56
Kab. Indramayu 0,16 0,21
Kab. Subang 0,10 0,13
Kab. Purwakarta 0,36 0,48
Kab. Karawang 0,34 0,45
Kab. Bekasi 0,34 0,45
Kab. Bandung Barat 0,00 0,00
paling tinggi sebesar 2,65% dan paling rendah sebesar -31,28%. Pertumbuhan
penduduk nonmuslim paling tinggi sebesar 33,69% dan paling rendah sebesar -0,19%.
62
Tabel 5.24
63
13. Provinsi Jawa Tengah
Rata-rata IRP1 di Provinsi Jawa Tengah sebesar 0,08 dan IRP2 sebesar 0,10 yang
menunjukkan bahwa secara umum Provinsi Jawa Tengah berada pada tingkat rawan
pemurtadan rendah. Hasil perhitungan IRP dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 5.25
64
Kab. Sragen 0,12 0,16
Kab. Grobogan 0,06 0,08
Kab. Blora 0,02 0,03
Kab. Rembang 0,12 0,16
Kab. Pati 0,12 0,16
Kab. Kudus 0,06 0,08
Kab. Jepara 0,04 0,05
Kab. Demak 0,00 0,00
Kab. Semarang 0,10 0,13
Kab. Temanggung 0,10 0,13
Kab. Kendal 0,12 0,16
Kab. Batang 0,12 0,16
Kab. Pekalongan 0,10 0,13
Kab. Pemalang 0,02 0,03
Kab. Tegal 0,02 0,03
Kab. Brebes 0,02 0,03
sebesar 4,90% dan nonmuslim sebesar 0,46%. Pertumbuhan penduduk muslim paling
tinggi sebesar 10,02% dan paling rendah sebesar 1,68%. Pertumbuhan penduduk
nonmuslim paling tinggi sebesar 4,82% dan paling rendah sebesar -1,78%.
muslim paling tinggi sebesar 1,98% dan paling rendah yaitu sebesar -2,98%.
Tabel 5.26
65
Kota Surakarta 1,68 1,78 -1,02
Kota Salatiga 9,25 0,83 1,38
Kota Semarang 6,88 4,82 -2,98
Kota Pekalongan 3,92 0,12 0,03
Kota Tegal 3,93 -0,41 0,53
Kab. Cilacap 3,82 0,16 -0,10
Kab. Banyumas 6,35 -0,11 0,21
Kab. Purbalingga 6,95 -0,03 0,08
Kab. Banjarnegara 4,40 0,07 -0,04
Kab. Kebumen 2,65 -0,11 0,13
Kab. Purworejo 2,28 0,52 -0,45
Kab. Wonosobo 3,08 0,59 -0,52
Kab. Magelang 6,21 1,25 -0,97
Kab. Boyolali 4,15 0,20 -0,09
Kab. Klaten 1,93 1,06 -0,86
Kab. Sukoharjo 8,06 -1,78 1,98
Kab. Wonogiri 2,38 0,13 -0,06
Kab. Karanganyar 6,38 0,09 0,20
Kab. Sragen 2,57 0,48 -0,41
Kab. Grobogan 3,93 0,02 0,03
Kab. Blora 3,58 -0,27 0,31
Kab. Rembang 6,34 0,18 -0,11
Kab. Pati 3,49 0,82 -0,67
Kab. Kudus 8,58 0,14 0,04
Kab. Jepara 10,02 0,19 0,06
Kab. Demak 7,57 -0,26 0,32
Kab. Semarang 8,89 0,40 0,18
Kab. Temanggung 3,90 2,46 -2,08
Kab. Kendal 5,92 0,30 -0,22
Kab. Batang 6,14 0,03 0,00
Kab. Pekalongan 4,48 0,48 -0,44
66
Kab. Pemalang 2,53 -0,02 0,04
Kab. Tegal 2,51 0,00 0,02
Kab. Brebes 3,47 -0,07 0,07
dan IRP2 menunjukkan bahwa 4 Kab/kota berada pada tingkat rawan pemurtadan
yang rendah dan 1 Kab/kota berada pada tingkat rawan pemurtadan yang cukup
tinggi.
Rata-rata IRP1 di Provinsi DI Yogyakarta sebesar 0,11 dan IRP2 sebesar 0,15 yang
menunjukkan bahwa secara umum Provinsi DI Yogyakarta berada pada tingkat rawan
pemurtadan rendah. Hasil perhitungan IRP dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 5.27
sebesar 4,65% dan nonmuslim sebesar 0,37%. Pertumbuhan penduduk muslim paling
tinggi sebesar 11,95% dan paling rendah sebesar -6,42%. Pertumbuhan penduduk
nonmuslim paling tinggi sebesar 2,13% dan paling rendah sebesar -0,95%.
muslim paling tinggi sebesar 0,53% dan paling rendah yaitu sebesar -0,96%.
67
Tabel 5.28
pada tingkat rawan pemurtadan tinggi dan 1 Kab/kota berada pada tingkat rawan
Kab/kota berada pada tingkat rawan pemurtadan yang rendah, 15 Kab/kota di tingkat
rawan pemurtadan cukup tinggi dan 6 Kab/kota berada pada tingkat rawan
pemurtadan tinggi.
Rata-rata IRP1 di Provinsi Jawa Timur sebesar 0,28 dan IRP2 sebesar 0,34 yang
menunjukkan bahwa secara umum Provinsi Jawa Timur berada pada tingkat rawan
pemurtadan cukup tinggi. Hasil perhitungan IRP dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 5.29
68
Kota Mojokerto 0,12 0,16
Kota Blitar 0,34 0,45
Kota Pasuruan 0,54 0,72
Kota Probolinggo 0,18 0,24
Kota Batu 0,54 0,72
Kab. Gresik 0,36 0,48
Kab. Sidoarjo 0,50 0,67
Kab. Mojokerto 0,34 0,45
Kab. Jombang 0,36 0,48
Kab. Bojonegoro 0,12 0,16
Kab. Tuban 0,10 0,13
Kab. Lamongan 0,36 0,48
Kab. Madiun 0,12 0,16
Kab. Ngawi 0,10 0,13
Kab. Magetan 0,14 0,19
Kab. Ponorogo 0,12 0,16
Kab. Pacitan 0,10 0,13
Kab. Kediri 0,48 0,64
Kab. Nganjuk 0,04 0,05
Kab. Blitar 0,28 0,37
Kab. Tulungagung 0,12 0,16
Kab. Trenggalek 0,10 0,13
Kab. Malang 0,34 0,45
Kab. Pasuruan 0,10 0,13
Kab. Probolinggo 0,18 0,24
Kab. Lumajang 0,36 0,48
Kab. Bondowoso 0,52 0,36
Kab. Situbondo 0,52 0,36
Kab. Jember 0,36 0,48
Kab. Banyuwangi 0,44 0,59
Kab. Pamekasan 0,10 0,13
69
Kab. Sampang 0,76 0,68
Kab. Sumenep 0,10 0,13
Kab. Bangkalan 0,52 0,36
paling tinggi sebesar 499,54% dan paling rendah sebesar -86,00%. Pertumbuhan
penduduk nonmuslim paling tinggi sebesar 18,76% dan paling rendah sebesar 0,10%.
muslim paling tinggi sebesar 4,69% dan paling rendah yaitu sebesar -29,62%.
Tabel 5.30
Pertumbuhan dan Komposisi Penduduk di Provinsi Jawa Timur
70
Kab. Tuban 3,02 0,64 -0,60
Kab. Lamongan -0,74 0,57 -0,57
Kab. Madiun 16,83 0,62 -0,37
Kab. Ngawi 11,33 1,67 -1,35
Kab. Magetan 2,96 1,43 -1,33
Kab. Ponorogo 19,63 1,09 -0,79
Kab. Pacitan 13,62 0,39 -0,32
Kab. Kediri -86,00 2,32 -29,62
Kab. Nganjuk 157,70 1,24 0,07
Kab. Blitar 98,63 12,03 -3,85
Kab. Tulungagung 4,12 1,19 -1,05
Kab. Trenggalek 8,36 0,66 -0,58
Kab. Malang -1,99 2,71 -2,67
Kab. Pasuruan 1,32 1,35 -1,27
Kab. Probolinggo 6,30 3,81 -3,31
Kab. Lumajang -6,52 1,65 -1,83
Kab. Bondowoso 17,84 0,58 -0,39
Kab. Situbondo 2,21 2,23 -2,09
Kab. Jember -10,68 1,22 -1,47
Kab. Banyuwangi -9,36 4,60 -5,00
Kab. Pamekasan 4,23 0,96 -0,90
Kab. Sampang -3,11 0,10 -0,10
Kab. Sumenep 13,04 0,53 -0,45
Kab. Bangkalan 4,98 0,32 -0,29
71
pemurtadan yang rendah, 3 Kab/kota di tingkat rawan pemurtadan cukup tinggi dan
Rata-rata IRP1 di Provinsi Banten sebesar 0,33 dan IRP2 sebesar 036 yang menunjukkan
bahwa secara umum Provinsi Banten berada pada tingkat rawan pemurtadan cukup
tinggi. Hasil perhitungan IRP dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 5.31
IRP di Provinsi Banten
paling tinggi sebesar 22,85% dan paling rendah sebesar -20,14%. Pertumbuhan
penduduk nonmuslim paling tinggi sebesar 4,43% dan paling rendah sebesar -0,39%.
Tabel 5.32
72
Kota Cilegon -1,79 0,95 -0,69
Kota Tangerang -6,30 4,43 -4,51
Kota Serang 22,85 0,74 -0,02
Kota Tangerang Selatan -20,14 1,32 -3,82
Kab. Pandeglang 0,60 0,21 -0,12
Kab. Lebak 11,09 -0,39 0,81
Kab. Tangerang -8,84 1,79 -2,18
Kab. Serang 1,62 0,24 0,37
Rata-rata IRP1 di Provinsi Bali sebesar 0,24 dan IRP2 sebesar 0,31 yang menunjukkan
bahwa secara umum Provinsi Bali berada pada tingkat rawan pemurtadan cukup
tinggi. Hasil perhitungan IRP dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 5.33
73
Kab. Bangli 0,14 0,19
Kab. Karang Asem 0,18 0,24
paling tinggi sebesar 28,45% dan paling rendah sebesar -9,12%. Pertumbuhan
penduduk nonmuslim paling tinggi sebesar 80,60% dan paling rendah sebesar -
10,49%.
muslim paling tinggi sebesar 16,79% dan paling rendah yaitu sebesar -4,32%.
Tabel 5.34
pemurtadan yang rendah dan 8 Kab/kota di tingkat rawan pemurtadan cukup tinggi.
74
Sedangkan hasil pengukuran IRP2 menunjukkan bahwa 7 Kab/kota berada pada
tingkat rawan pemurtadan yang rendah dan 3 Kab/kota di tingkat rawan pemurtadan
cukup tinggi.
Rata-rata IRP1 di Provinsi Nusa Tenggara Barat sebesar 0,37 yang menunjukkan bahwa
secara umum Provinsi Nusa Tenggara Barat berada pada tingkat rawan pemurtadan
cukup tinggi. Sedangkan rata-rata IRP2 di Provinsi Nusa Tenggara Barat sebesar 0,22
yang menunjukkan bahwa secara umum Provinsi Nusa Tenggara Barat berada pada
tingkat rawan pemurtadan rendah. Hasil perhitungan IRP dapat dilihat pada tabel di
bawah ini.
Tabel 5.35
paling tinggi sebesar 19,83% dan paling rendah sebesar 6,21%. Pertumbuhan
penduduk nonmuslim paling tinggi sebesar 3,14% dan paling rendah sebesar -0,26%.
75
Sedangkan jika dilihat dari perubahan komposisi penduduk muslim, rata-rata
Tabel 5.36
pemurtadan yang rendah, 10 Kab/kota di tingkat rawan pemurtadan cukup tinggi dan
9 Kab/kota berada pada tingkat rawan pemurtadan tinggi. Sedangkan hasil
Rata-rata IRP1 di Provinsi Nusa Tenggara Timur sebesar 0,45 dan IRP2 sebesar 0,33
yang menunjukkan bahwa secara umum Provinsi Nusa Tenggara Timur berada pada
76
tingkat rawan pemurtadan cukup tinggi. Hasil perhitungan IRP dapat dilihat pada tabel
di bawah ini.
Tabel 5.37
sebesar 3,61% dan nonmuslim sebesar 7,98%. Pertumbuhan penduduk muslim paling
77
tinggi sebesar 40,37% dan paling rendah sebesar -0,29%. Pertumbuhan penduduk
nonmuslim paling tinggi sebesar 112,14% dan paling rendah sebesar -42,86%.
muslim paling tinggi sebesar 36,29% dan paling rendah yaitu sebesar -1,54%.
Tabel 5.38
Pertumbuhan dan Komposisi Penduduk di Provinsi Nusa Tenggara Timur
78
Kab. Sabu Raijua 0,12 21,62 -0,05
Kab. Malaka 0,12 -0,13 0,12
rawan pemurtadan cukup tinggi, 1 Kab/kota di tingkat rawan pemurtadan tinggi dan
Rata-rata IRP1 di Provinsi Kalimantan Barat sebesar 0,44 dan IRP2 sebesar 0,40 yang
menunjukkan bahwa secara umum Provinsi Kalimantan Barat berada pada tingkat
rawan pemurtadan cukup tinggi. Hasil perhitungan IRP dapat dilihat pada tabel di
bawah ini.
Tabel 5.39
79
Kab. Sekadau 0,14 0,19
Kab. Melawi 0,58 0,44
Kab. Kayong Utara 0,50 0,33
Kab. Kuburaya 0,28 0,37
paling tinggi sebesar 21,82% dan paling rendah sebesar -3,34%. Pertumbuhan
penduduk nonmuslim paling tinggi sebesar 40,61% dan paling rendah sebesar 2,21%.
muslim paling tinggi sebesar 5,28% dan paling rendah yaitu sebesar -12,31%.
Tabel 5.40
Pertumbuhan dan Komposisi Penduduk di Provinsi Kalimantan Barat
80
Kab. Kuburaya 0,52 7,46 -5,30
pemurtadan yang rendah, 5 Kab/kota di tingkat rawan pemurtadan cukup tinggi dan
pemurtadan yang rendah dan 8 Kab/kota di tingkat rawan pemurtadan cukup tinggi.
Rata-rata IRP1 di Provinsi Kalimantan Tengah sebesar 0,22 yang menunjukkan bahwa
secara umum Provinsi Kalimantan Tengah berada pada tingkat rawan pemurtadan
rendah. Sedangkan rata-rata IRP2 di Provinsi Kalimantan Tengah sebesar 0,27 yang
menunjukkan bahwa secara umum Provinsi Kalimantan Tengah au berada pada tingkat
rawan pemurtadan cukup tinggi. Hasil perhitungan IRP dapat dilihat pada tabel di
bawah ini.
Tabel 5.41
81
Kab. Pulang Pisau 0,08 0,11
Kab. Murung Raya 0,30 0,40
Kab. Barito Timur 0,30 0,40
paling tinggi sebesar 30,82% dan paling rendah sebesar 1,81%. Pertumbuhan
penduduk nonmuslim paling tinggi sebesar 34,76% dan paling rendah sebesar -1,11%.
muslim paling tinggi sebesar 0,01% dan paling rendah yaitu sebesar -0,14%.
Tabel 5.42
Pertumbuhan dan Komposisi Penduduk di Provinsi Kalimantan Tengah
82
Pengukuran IRP dilakukan di 13 Kab/kota di Provinsi Kalimantan Selatan. Hasil
Rata-rata IRP1 dan IRP2 di Provinsi Kalimantan Selatan sebesar 0,08 yang menunjukkan
bahwa secara umum Provinsi Kalimantan Selatan berada pada tingkat rawan
pemurtadan rendah. Hasil perhitungan IRP dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 5.43
IRP di Provinsi Kalimantan Selatan
sebesar 8,42% dan nonmuslim sebesar 0,41%. Pertumbuhan penduduk muslim paling
tinggi sebesar 14,57% dan paling rendah sebesar 3,38%. Pertumbuhan penduduk
nonmuslim paling tinggi sebesar 1,42% dan paling rendah sebesar -0,18%.
83
Sedangkan jika dilihat dari perubahan komposisi penduduk muslim, rata-rata
Tabel 5.44
pemurtadan yang rendah dan 1 Kab/kota berada pada tingkat rawat pemurtadan yang
84
Rata-rata IRP1 di Provinsi Kalimantan Timur sebesar 0,14 dan IRP2 sebesar 0,18 yang
menunjukkan bahwa secara umum Provinsi Kalimantan Timur berada pada tingkat
rawan pemurtadan rendah. Hasil perhitungan IRP dapat dilihat pada tabel di bawah
ini.
Tabel 5.45
paling tinggi sebesar 21,22% dan paling rendah sebesar -0,44%. Pertumbuhan
penduduk nonmuslim paling tinggi sebesar 9,30% dan paling rendah sebesar -10,87%.
muslim paling tinggi sebesar 4,96% dan paling rendah yaitu sebesar -3,29%.
Tabel 5.46
Pertumbuhan dan Komposisi Penduduk di Provinsi Kalimantan Timur
85
Kota Balikpapan 10,54 2,34 -0,44
Kota Bontang 14,51 1,94 0,09
Kab. Paser 14,96 2,68 -0,38
Kab. Kutai Kartanegara 15,97 1,68 0,05
Kab. Berau 17,28 2,99 0,30
Kab. Kutai Barat -0,44 -10,87 4,96
Kab. Kutai Timur 21,22 9,30 -3,29
Kab. Penajem Paser Utara 8,39 0,91 -0,27
pemurtadan yang rendah dan 1 Kab/kota berada pada tingkat rawan pemurtadan
tinggi.
Rata-rata IRP1 di Provinsi Kalimantan Utara sebesar 0,18 dan IRP2 sebesar 0,17 yang
menunjukkan bahwa secara umum Provinsi Kalimantan Utara berada pada tingkat
rawan pemurtadan rendah. Hasil perhitungan IRP dapat dilihat pada tabel di bawah
ini.
Tabel 5.47
IRP di Provinsi Kalimantan Utara
86
Kab. Minahasa Selatan 0,08 0,11
Kab. Minahasa Utara 0,46 0,61
Kab. Bolaang Mongondow Utara 0,12 0,16
Kab. Kepulauan Siau Tagulandang Biaro 0,08 0,11
Kab. Minahasa Tenggara 0,42 0,56
Kab. Bolaang Mongondow Timur 0,04 0,05
Kab. Bolaang Mongondow Selatan 0,12 0,16
paling tinggi sebesar 44,28% dan paling rendah sebesar 11,44%. Pertumbuhan
penduduk nonmuslim paling tinggi sebesar 18,91% dan paling rendah sebesar -
14,17%.
muslim paling tinggi sebesar 16,58% dan paling rendah yaitu sebesar -0,28%.
Tabel 5.48
IRP1 dan IRP2 menunjukkan bahwa 11 Kab/kota berada pada tingkat rawan
pemurtadan yang rendah dan 4 Kab/kota di tingkat rawan pemurtadan cukup tinggi.
87
Rata-rata IRP1 di Provinsi Sulawesi Utara sebesar 0,18 dan IRP2 sebesar 0,24 yang
menunjukkan bahwa secara umum Provinsi Sulawesi Utara berada pada tingkat rawan
pemurtadan rendah. Hasil perhitungan IRP dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 5.49
nonmuslim paling tinggi sebesar 12,38% dan paling rendah sebesar -3,10%.
muslim paling tinggi sebesar 6,48% dan paling rendah yaitu sebesar -4,47%.
88
Tabel 5.50
rawan pemurtadan cukup tinggi, 3 Kab/kota di tingkat rawan pemurtadan tinggi dan
89
Rata-rata IRP1 di Provinsi Sulawesi Tengah sebesar 0,43 dan IRP2 sebesar 0,34 yang
menunjukkan bahwa secara umum Provinsi Sulawesi Tengah berada pada tingkat
rawan pemurtadan cukup tinggi. Hasil perhitungan IRP dapat dilihat pada tabel di
bawah ini.
Tabel 5.51
sebesar 1,86% dan nonmuslim sebesar 0,71%. Pertumbuhan penduduk muslim paling
tinggi sebesar 19,99% dan paling rendah sebesar -31,93%. Pertumbuhan penduduk
nonmuslim paling tinggi sebesar 10,29% dan paling rendah sebesar -10,66%.
90
Tabel 5.52
pengukuran IRP1 dan IRP2 menunjukkan bahwa 22 Kab/kota berada pada tingkat
rawan pemurtadan yang rendah dan 2 Kab/kota di tingkat rawan pemurtadan cukup
tinggi.
Rata-rata IRP1 di Provinsi Sulawesi Selatan sebesar 0,08 dan IRP2 sebesar 0,10 yang
menunjukkan bahwa secara umum Provinsi Sulawesi Selatan berada pada tingkat
rawan pemurtadan rendah. Hasil perhitungan IRP dapat dilihat pada tabel di bawah
ini.
91
Tabel 5.53
92
paling tinggi sebesar 53,74% dan paling rendah sebesar -10,30%. Pertumbuhan
penduduk nonmuslim paling tinggi sebesar 18,31% dan paling rendah sebesar -6,48%.
muslim paling tinggi sebesar 7,17% dan paling rendah yaitu sebesar -2,52%.
Tabel 5.54
Pertumbuhan dan Komposisi Penduduk di Provinsi Sulawesi Selatan
93
Kab. Tana Toraja 3,46 18,31 0,69
Kab. Luwu Utara 6,75 1,83 -0,18
Kab. Luwu Timur 14,26 3,82 0,55
Kab. Toraja Utara 4,16 10,45 3,04
pemurtadan yang rendah dan 3 Kab/kota di tingkat rawan pemurtadan cukup tinggi.
cukup tinggi
Rata-rata IRP1 di Provinsi Sulawesi Tenggara sebesar 0,13 dan IRP2 sebesar 0,12 yang
menunjukkan bahwa secara umum Provinsi Sulawesi Tenggara berada pada tingkat
rawan pemurtadan rendah. Hasil perhitungan IRP dapat dilihat pada tabel di bawah
ini.
Tabel 5.55
94
Kab. Konawe Utara 0,18 0,24
Kab. Buton Utara 0,04 0,05
Kab. Konawe Kepulauan 0,44 0,25
paling tinggi sebesar 83,65% dan paling rendah sebesar 2,76%. Pertumbuhan
penduduk nonmuslim paling tinggi sebesar 10,43% dan paling rendah sebesar -0,97%.
muslim paling tinggi sebesar 4,67% dan paling rendah yaitu sebesar -2,55%.
Tabel 5.56
Pertumbuhan dan Komposisi Penduduk di Provinsi Sulawesi Tenggara
95
Pengukuran IRP dilakukan di 6 Kab/kota di Provinsi Gorontalo. Hasil pengukuran IRP1
menunjukkan bahwa 3 Kab/kota berada pada tingkat rawan pemurtadan yang rendah
dan 3 Kab/kota di tingkat rawan pemurtadan cukup tinggi. Sedangkan hasil
pemurtadan yang rendah dan 2 Kab/kota di tingkat rawan pemurtadan cukup tinggi
Rata-rata IRP1 di Provinsi Gorontalo sebesar 0,29 yang menunjukkan bahwa secara
umum Provinsi Gorontalo berada pada tingkat rawan pemurtadan cukup tinggi.
Sedangkan IRP2 sebesar 0,22 yang menunjukkan bahwa secara umum Provinsi
Gorontalo berada pada tingkat rawan pemurtadan rendah. Hasil perhitungan IRP
dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 5.57
sebesar 9,25% dan nonmuslim sebesar 1,19%. Pertumbuhan penduduk muslim paling
tinggi sebesar 17,98% dan paling rendah sebesar 3,10%. Pertumbuhan penduduk
nonmuslim paling tinggi sebesar 3,02% dan paling rendah sebesar 0,16%.
96
Tabel 5.58
IRP1 menunjukkan bahwa 3 Kab/kota berada pada tingkat rawan pemurtadan yang
rendah, 1 Kab/kota di tingkat rawan pemurtadan cukup tinggi, dan 2 Kab/kota berada
pada tingkat rawan pemurtadan tinggi. Sedangkan hasil pengukuran IRP2
menunjukkan bahwa 3 Kab/kota berada pada tingkat rawan pemurtadan yang rendah
Rata-rata IRP1 di Provinsi Sulawesi Barat sebesar 0,27 yang menunjukkan bahwa secara
umum Provinsi Sulawesi Barat berada pada tingkat rawan pemurtadan cukup tinggi.
Sedangkan rata-rata IRP2 sebesar 0,25 yang menunjukkan bahwa secara umum
Provinsi Sulawesi Barat berada pada tingkat rawan pemurtadan rendah. Hasil
perhitungan IRP dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 5.59
97
Kab. Mamasa 0,06 0,08
Kab. Majene 0,06 0,08
Kab. Mamuju Tengah 0,52 0,36
paling tinggi sebesar 20,84% dan paling rendah sebesar -16,12%. Pertumbuhan
penduduk nonmuslim paling tinggi sebesar 2,63% dan paling rendah sebesar -2,95%.
muslim paling tinggi sebesar 10,35% dan paling rendah yaitu sebesar -1,66%.
Tabel 5.60
Pertumbuhan dan Komposisi Penduduk di Provinsi Sulawesi Barat
5 Kab/kota di tingkat rawan pemurtadan cukup tinggi, 1 Kab/kota berada pada tingkat
rawan pemurtadan tinggi dan 3 Kab/kota berada pada tingkat rawan pemurtadan
98
pemurtadan cukup tinggi, 2 Kab/kota berada pada tingkat rawan pemurtadan tinggi
Rata-rata IRP1 di Provinsi Maluku sebesar 0,49 dan IRP2 sebesar 0,40 yang
menunjukkan bahwa secara umum Provinsi Maluku berada pada tingkat rawan
pemurtadan cukup tinggi. Hasil perhitungan IRP dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 5.61
IRP di Provinsi Maluku
sebesar 6,11% dan nonmuslim sebesar 5,34%. Pertumbuhan penduduk muslim paling
tinggi sebesar 23,87 dan paling rendah sebesar -9,92%. Pertumbuhan penduduk
nonmuslim paling tinggi sebesar 14,37% dan paling rendah sebesar -1,98%.
99
Tabel 5.62
IRP1 menunjukkan bahwa 3 Kab/kota berada pada tingkat rawan pemurtadan yang
rendah, 4 Kab/kota di tingkat rawan pemurtadan cukup tinggi, 1 Kab/kota berada pada
tingkat rawan pemurtadan tinggi dan 1 Kab/kota berada pada tingkat rawan
rawan pemurtadan cukup tinggi dan 2 Kab/kota berada pada tingkat rawan
pemurtadan tinggi.
Rata-rata IRP1 di Provinsi Maluku Utara sebesar 0,35 dan IRP2 sebesar 0,28 yang
menunjukkan bahwa secara umum Provinsi Maluku Utara berada pada tingkat rawan
pemurtadan cukup tinggi. Hasil perhitungan IRP dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
100
Tabel 5.63
penduduk nonmuslim paling tinggi sebesar 48,41% dan paling rendah sebesar -5,34%.
muslim paling tinggi sebesar 8,71% dan paling rendah yaitu sebesar -18,77%.
Tabel 5.64
101
Kab. Halmahera Selatan 16.79 0.88 3.14
Kab. Halmahera Timur 26.59 -0.22 8.30
Kab. Kepulauan Sula 53.84 -1.14 2.75
Kab. Kepulauan Morotai 42.30 48.41 -5.59
menunjukkan bahwa 1 Kab/kota berada pada tingkat rawan pemurtadan yang rendah,
tingkat rawan pemurtadan tinggi dan 4 Kab/kota berada pada tingkat rawan
pemurtadan sangat tinggi. Sedangkan hasil pengukuran IRP2 menunjukkan bahwa 1
Kab/kota berada pada tingkat rawan pemurtadan yang rendah, 4 Kab/kota di tingkat
rawan pemurtadan cukup tinggi, 12 Kab/kota berada pada tingkat rawan pemurtadan
tinggi dan 5 Kab/kota berada pada tingkat rawan pemurtadan sangat tinggi.
Rata-rata IRP1 di Provinsi Papua sebesar 0,59 dan IRP2 sebesar 0,50 yang menunjukkan
bahwa secara umum Provinsi Papua berada pada tingkat rawan pemurtadan tinggi.
Hasil perhitungan IRP dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 5.65
102
Kab. Mimika 0,60 0,80
Kab. Boven Digoel 0,50 0,33
Kab. Mappi 0,54 0,39
Kab. Asmat 0,58 0,44
Kab. Pegunungan Bintang 0,88 0,84
Kab. Tolikara 0,58 0,44
Kab. Sarmi 1,00 1,00
Kab. Keerom 0,50 0,33
Kab. Waropen 0,46 0,28
Kab. Supiori 0,58 0,44
Kab. Yalimo 0,50 0,33
Kab. Puncak 0,66 0,55
Kab. Dogiyai 0,82 0,76
paling tinggi sebesar 54,91% dan paling rendah sebesar -31,69%. Pertumbuhan
penduduk nonmuslim paling tinggi sebesar 89,31% dan paling rendah sebesar -7,54%.
muslim paling tinggi sebesar 43,92% dan paling rendah yaitu sebesar -31,80%.
Tabel 5.66
Pertumbuhan dan Komposisi Penduduk di Provinsi Papua
103
Kab. Merauke 20.39 -7.54 12.99
Kab. Jaya Wijaya 1.17 6.25 0.73
Kab. Nabire 4.77 5.75 0.81
Kab. Paniai 0.60 10.00 0.41
Kab. Puncak Jaya 5.19 13.23 4.22
Kab. Mimika -31.69 52.06 -31.80
Kab. Boven Digoel 14.64 1.91 9.90
Kab. Mappi 6.26 8.68 4.49
Kab. Asmat 6.46 11.53 4.67
Kab. Pegunungan Bintang -0.82 11.64 -0.86
Kab. Tolikara 0.21 16.80 0.12
Kab. Sarmi -3.52 18.46 -5.85
Kab. Keerom 9.29 4.23 3.57
Kab. Waropen 20.85 -3.95 15.86
Kab. Supiori 3.52 13.05 2.84
Kab. Memberamo Raya 7.42 11.40 5.83
Kab. Yalimo 0.00 -1.94 0.00
Kab. Puncak 0.00 13.20 -0.04
Kab. Dogiyai -0.17 11.54 -0.23
IRP1 menunjukkan bahwa 4 Kab/kota berada pada tingkat rawan pemurtadan yang
rendah, 5 Kab/kota di tingkat rawan pemurtadan cukup tinggi, 1 Kab/kota berada pada
tingkat rawan pemurtadan tinggi dan 1 Kab/kota berada pada tingkat rawan
Kab/kota berada pada tingkat rawan pemurtadan yang rendah, 3 Kab/kota di tingkat
rawan pemurtadan cukup tinggi dan 1 Kab/kota berada pada tingkat rawan
104
Rata-rata IRP1 di Provinsi Papua Barat sebesar 0,38 dan IRP2 sebesar 0,29 yang
menunjukkan bahwa secara umum Provinsi Papua Barat berada pada tingkat rawan
pemurtadan cukup tinggi. Hasil perhitungan IRP dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 5.67
paling tinggi sebesar 36,38% dan paling rendah sebesar -0,80%. Pertumbuhan
penduduk nonmuslim paling tinggi sebesar 117,79% dan paling rendah sebesar -
27,02%.
muslim paling tinggi sebesar 25,57% dan paling rendah yaitu sebesar -8,80%.
105
Tabel 5.68
106
BAGIAN 6
Kesimpulan
beberapa faktor, misalnya pertumbuhan umat muslim yang kecil, pertumbuhan umat
Menurut IRP1, 10 provinsi muslim teratas dengan persentase yang memiliki nilai IRP1
di atas 0,50 (daerah rawan pemurtadan tinggi hingga sangat tinggi) yaitu Provinsi
(36,36%), Provinsi Sulawesi Barat (33,33%), Provinsi Maluku Utara (22,33%), Provinsi
Jawa Barat (19,23%), Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (16,67%), Provinsi Sumatera
Utara (16,67%), Provinsi Jawa Timur (15,79%) dan Provinsi Sumatera Selatan (12,50%).
Menurut IRP2, 10 provinsi muslim teratas dengan persentase yang memiliki nilai IRP1
di atas 0,50 (daerah rawan pemurtadan tinggi hingga sangat tinggi) yaitu Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung (50,00%), Provinsi Jawa Barat (38,46%), Provinsi Sulawesi
Tengah (30,77%), Provinsi Maluku (27,27%), Provinsi Banten (25,00%), Provinsi Maluku
Utara (22,22%), Provinsi Sumatera Utara (16,67%), Provinsi DKI Jakarta (16,67%),
Provinsi Jawa Timur (15,79%), dan Provinsi Lampung (15,38%).
Rekomendasi
tersebut yang berada pada kondisi rawan akidah. Hal ini untuk menelusuri apakah
terjadi kasuk-kasus konversi agama secara massif di daerah tersebut.
sudah diverifikasi terdapat banyak kasus konversi agama. Hal ini selain untuk
mencegah terjadinya rawan pemurtadan, juga sebagai sarana dakwah kepada
107
umat muslim yang memang masih minim pengetahuan agama maupun kepada
108
DAFTAR PUSTAKA
Al Faizin, A. W. & Akbar, N., 2010. Tafsir Ekonomi Kontemporer: Kajian Tafsir Al Quran
Al Jazairi, A. B. J., 2000. Ensiklopedi Muslim Minhajul Muslim. Jakarta: Darul Falah.
Ananda, M. A., 2015. Sistem Ekonomi Islam. At Tasyri’, Vol 6 (2), hal.155-162
Anto, M. B. H., 2011. Pengantar Ekonomika Mikro Islami. Dalam Islamic Economic
Studies Vol. 19. No. 2 Desember 2011
Chapra, u., 2000. Islam and The Economic Challenge. Diterjemahkan oleh Ikhwan
Abidin Basri. Islam dan Tantangan Ekonomo. Jakarta: Gema Insani Press.
Elizabeth, M. Z., 2013. Pola Penanganan Konflik Akibat Konversi Agama di Kalangan
Imama, S.L., 2008. Ekonomi Islam: Rasional dan Relevan. La Riba Jurnal Ekonomi Islam,
Vol II(2).
Karim, A., 2004. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004
Kasdi, A., 2015. Karakteristik Politik Islam: Mencari Relevansi antara Doktrin dan
Realitas Empirik. Jurnal Kalam. Volume 9, No 2, Desember 2014, hal. 305-322
109
Noviza, N., 2015. Penggunaan Bibliotherapy dalam Membantu Penyesuaian Diri pada
Salim, E., 2005. Pancasila Pemikiran dan Permasalahan Ekonomi di Indonesia dalam
Setengah Abad Terakhir: Sistem Ekonomi. Yogyakarta: Kanisius
Sumbulah, U., 2013. Konversi dan Kerukunan Umat Beragama: Kajian Makna bagi
Surpi, N. K., 2012. Penginjian dan Faktor Konversi Agama Hindu ke Kristen Protestan
di Kabupaten Badung Bali. Analisa, 19(2), pp. 159-170.
Taimiyyah, I., 2009. Jalan yang Lurus: dalam Naungan Ilahi. Jakarta: Sahara Publishers.
http://www.policy.hu/suharto/Naskah%20PDF/IslamNegaraKesejahteraan.pdf
Suharto. (2008). “Islam dan Negara Kesejahteraan”. diakses pada 25 Mei 2018.
https://www.researchgate.net/publication/316971040_KARAKTERISTIK_POLITIK_ISLA
M_Mencari_Relevansi_antara_Doktrin_dan_Realitas_Empirik. diunduh pada 8
110
111