Anda di halaman 1dari 31

al- Qawaaid al-Fiqhiyyah

Analisis Kaidah ke-5 :

Kaidah Fiqh

“Setiap utang piutang yang


mendatangkan manfaat (bagi yang
berpiutang, muqridh) adalah riba.”
Irham Fachreza Anas
Program Pesantren Luhur Virtual
Muamalah Maliyyah, DSN MUI Institute
Pendahuluan

Kaidah “Kullu Qardhin Jarra Manfa’atan Fahuwa Riba” masuk kelompok kaidah hukum tentang riba.

Mausu’ah al-Qawaid al-Fiqhiyyah karya ‘Athiyah Adlan ‘Athiyah Ramadhan

Riba Jahiliyah pada prinsipnya relevan dengan riba dain (al-duyun/utang) yang muncul karena beberapa
sebab di antaranya :
1. Akad jual beli yang pembayaran harganya (tsaman) tidak dilakukan secara tunai
2. Akad Qardh (pinjam-meminjam) yang bersifat sosial
3. Akad Ijarah yang pembayaran ujroh-nya tidak dilakukan secara tunai
Tampaknya riba jahiliyah tidak hanya berkaitan dengan Akad Qardh, tetapi secara tidak langsung juga
berkaitan dengan akad jual beli dan akad ijarah yang termasuk dalam domain akad bisnis.
Fikih Mu’amalah Maliyyah, Jilid : Prinsip-Prinsip Perjanjian karya Prof Jaih Mubarak dan DR. Hasanudin
Sumber Hukum Kaidah “Kullu
Qardhin...”

"... dan Allâh menghalalkan jual beli dan mengharamkan ribâ..." (QS. Al-Bâqarah (2) : 275] 1

2 3
Artinya: (hadis marfu’) Telah berkata Al-Harits, telah menceritakan Telah menceritakan kepada kami Hafsh Ibn Hamzah, telah
kepada kami Hafsh Ibn Hamzah, telah mengabarkan kepada kami mengabarkan kepada kami Sawwar Ibn Mush’ab dari Umarah Al-
Sawwar Ibn Mush’ab dari Umarah Al-Hamdanii, ia berkata saya Hamdanii, ia berkata saya mendengar dari Ali ra., bahwa Rasul
mendengar dari Ali ra., bahwa Rasul SAW bersabda: “Setiap akad SAW bersabda: “Setiap akad qardh dengan mengambil manfaat
qardh dengan mengambil manfaat adalah riba”. (Vide: Al-Mathalib adalah riba”. (Vide: Zawa’id Al-Haitsami, No. 437, Jilid 1/hal. 500,
Al-Aliiyah bi Zawaid Al-Masaniid Ats-Tsamaniyah, AL-Hafidz Ibn Al-harits Ibn Abi Usamah (Al-Hafidz Nurudin Al-Haitsami),
Hajar Al-Asqalanii, Kitab An-Nawafiil – Abwab Al-Jum’ah) Penerbit Markaz Khidmah Al-Sunnah Wal Sirah An-Nabawiyah,
Madinah Munawarah, Tahun 1413 H/1992 M, Tahqiq Dr. Husain
Ahmad Shalih Al-Bakirii)

4
Telah mengabarkan kepada kami Abu Abdullah Al-Hafidz, dan Abu Sa’id Ibn Abi Amru, keduanya berkata telah menceritakan kepada kami
Abul Abbas Muhammad Ibn Ya’qub, telah menceritakan kepada kami Ibrahim Ibn Munqidz, telah menceritakan kepadaku Idris Ibn Yahya
dari Abdullah Ibn Iyasy, ia berkata telah menceritakan kepadaku Yazid Ibn Abi Habib dari Abi Marzuq At-Tujiibii dari Fadhalah Ibn Ubaid
(sahabat Nabi SAW), ia berkata: “Setiap akad qardh (pinjam – meminjam) dengan mengambil manfaat, maka hal itu termasuk salah
satu bentuk riba”. (Vide: Sunan Al-Baihaqi Al-Kubra, Hadis No. 10715, jilid 5/hal, 349-350, Imam Ahmad Ibn Al-Husain Ibn Ali Ibn Musa –
Abu Bakar Al-Baihaqi, Maktabah Dar Al-Baz – Makkah Al-Mukarramah, Tahun 1414 H/1994 M, Tahqiq Muhammad Abdul Qadir Atha)
Diskursus Kualitas Hadits
“Kullu Qardhin...”
(salah satu sanadnya Suwar bin Mus'ab sebagai perawi matruk).

Status hadis ’Kullu Qardhin Jarra Manfa’ah Fahuwa Riba’ [https://lazuardiiraw


adalah sangat lemah (Dhaif jiddan), karena keberadaan an.wordpress.com/2
012/03/27/shahihka
perawi bernama Sawwar Ibn Mush’ab yang ditinggalkan dan h-hadis-kullu-
qardhin-jarra-nafan-
tidak ditulis hadisnya. fahuwa-riba-3/]

Syeikh Bin Baz menjelaskan bahwa sanad hadits diatas


[https://ardiansyahra
khmadi.com/2018/1
memang bersifat dha’if (lemah) namun para ulama sepakat
2/29/hadits-kullu- atas keshahihan atau kebenaran maknanya (Fatwa Nur ‘Ala
qardh-jarra-nafan-
fahuwa-riba-lemah/] ad-Darb).

“Ditegaskan oleh Umar bin Zaid, Imam Haramain, dan [Dr. Oni Sahroni,
al-Ghazali bahwa hadis-hadis tersebut tidak sahih.” Konsultasi Syariah
“Makna Kaidah Kullu
“Walaupun ungkapan tersebut itu kaidah dan bukan hadis, qardhin jarra
seluruh ulama sepakat bahwa maknanya sahih.” naf’an”]
Ragam Redaksi Kaidah “Kullu
Qardhin...”

6
"Kullu qardin jarra
1
naf'an fahua riba idza
kana masyruthan fihi
naf'un lil muqridh"
2

4*

5**

* Mulai dari Fatwa DSN MUI No. 120 dan seterusnya menggunakan teks ini
**bahwa salaf itu adalah qardh dalam bahasa penduduk hijaz (al-Fiqh al-Islam wa adillatuhu karya Wahbah Zuhaily
** Sumber kaidah : kitab al-Dhawabith al-fiqhiyyatu fi riba al-duyuuni wa al-sharf karya Zaid ibnu Ali ibnu Abdurrahman almuhsin,
hal 52)
Kitab Mausu’ah al-Qawaid al-Fiqhiyyah
‘Athiyah Adlan ‘Athiyah Ramadhan
(hal 301)
Kitab al-Fiqh al-Islam wa adillatuhu
Wahbah Zuhaily
(hal 724-726)
Kitab al-Fiqh al-Islam wa adillatuhu
Wahbah Zuhaily
(hal 724-726)
Kitab al-Fiqh al-Islam wa adillatuhu
Wahbah Zuhaily
(hal 724-726)
Matriks Kaidah “Kullu
Qardhin...”
Contoh : (x / √)

No Kriteria Barang
1 Hutang √
2 Tambahan Manfaat √
3 Dipersyaratkan √
4 Kepentingan Pihak ber- √
piutang
Status Riba

Contoh : (x / √)

No Kriteria Barang
1 Hutang √
2 Tambahan Manfaat √
3 Dipersyaratkan X*
4 Kepentingan Pihak ber- √
piutang
Status Bukan Riba ;
Hadiah

*selama bukan kebiasaan yang harus dijalankan


Penerapan Kaidah “Kullu
Qardhin...” pada Fatwa DSN MUI
Fatwa DSN MUI ;
1. No. 19/DSN/MUI/IV/2001 tentang Al-Qardh
2. No. 109/DSN/MUI/II/2017 tentang Pembiayaan Likuiditas
Jangka Pendek Syariah
3. No. 118/DSN/MUI/II/2018 tentang Pedoman Penjaminan
Simpanan Nasabah Bank Syariah
4. No. 120/DSN/MUI/II/2018 tentang Sekuritisasi Berbentuk
Efek Beragun Aset Berdasarkan Prinsip Syariah
5. No. 121/DSN/MUI/II/2018 tentang EBA-SP Berdasarkan
Prinsip Syariah
6. No. 123/DSN/MUI/XI/2018 tentang Penggunaan Dana
Yang Tidak Boleh Diakui Sebagai Pendapatan Bagi Lembaga
Keuangan Syariah, Lembaga Bisnis Syariah, dan Lembaga
Perekonomian Syariah sebanyak 6,20%
7. No. 125/DSN/MUI/XI/2018 tentang Kontrak Investasi Fatwa DSN MUI *
Kolektif – Efek Beragun Aset (KIK EBA) Berdasarkan Prinsip menggunakan kaidah
Syariah
“Kullu Qardhin...”
8. No. 126/DSN/MUI/XI/2018 tentang Akad Wakalah Bi
al-Istismar *dari 129 fatwa
Penerapan Kaidah “Kullu
Qardhin...” pada Fatwa DSN MUI
Fatwa DSN MUI ;
1. No. 19/DSN/MUI/IV/2001 tentang Al-Qardh
Analisis DSN MUI No. 79 :
Analisis : 1. Kaidah “Kullu Qardhin…” tidak
1. Fatwa DSN MUI menggunakan kaidah “Kullu digunakan dalam Fatwa DSN MUI No.
Qardhin...” sebab konteks fatwa ini 79/DSN-MUI/III/2011 tentang Qardh Dengan
Menggunakan Dana Nasabah sebab konteks
adalah Qardh sebagai aktifitas
fatwa No. 79 adalah Qardh bukan sebagai
sosial. (Lihat Slide Halaman 2) aktifitas sosial melainkan sarana /
2. Diktum Ke-1 Pertimbangan Fatwa di atas penunjang / kelengkapan transaksi
“bahwa Lembaga Keuangan Syari’ah (LKS) di bisnis. (Lihat Slide Halaman 2)
samping sebagai lembaga komersial, harus
dapat berperan sebagai lembaga sosial yang 2. Diktum Ke-1 Pertimbangan Fatwa No. 79 “ bahwa
dalam rangka merespon kebutuhan nasabah,
dapat meningkatkan perekonomian secara
lembaga keuangan syariah (LKS), terutama
maksimal” perbankan syariah, memerlukan produk yang
3. Dana al-Qardh dapat bersumber dari: Bagian menggunakan akad qardh sebagai sarana atau
modal LKS; Keuntungan LKS yang disisihkan; kelengkapan terhadap transaksi lain, seperti
dan Lembaga lain atau individu yang produk Rahn, produk Pembiayaan Pengurusan
mempercayakan penyaluran infaqnya kepada Haji Lembaga Keuangan Syariah, produk Syariah
LKS. Charge Card, produk Pengalihan Utang, produk
Kartu redit Syariah, produk Anjak Piutang Syariah,
dan lain-lain;”
Penerapan Kaidah “Kullu
Qardhin...” pada Fatwa DSN MUI
Fatwa DSN MUI ;
Fatwa DSN MUI No. 79/DSN-MUI/III/2011 tentang Qardh Dengan Menggunakan Dana Nasabah
Pembiayaan Pengalihan
Analisis Diktum Krusial dalam Fatwa
Rahn Emas Pengurusan Utang/Take
Haji LKS Over DSN MUI No. 79 :
“Keuntungan atau pendapatan dari akad atau
produk yang menggunakan mu’awadhah yang
Syariah Charge Anjak Piutang dilengkapi dengan akad qardh sebagaimana
Syariah Card
Card Syariah dimaksud dalam angka 2 harus dibagikan
kepada nasabah penyimpan dana
Qardh Sebagai Akad Pelengkap Bagi Transaksi sesuai akad yang dilakukan.”
Komersil

No Kriteria Bonus Tab/Giro Analisis :


Wadiah 1. Diktum sekilas mengarahkan kepada praktik riba.
1 Hutang √ 2. Perlu dicermati bahwa hubungan Nasabah Penyimpan dan Bank
sebagai Penerima Titipan (Akad Wadiah) berdiri sendiri dengan syarat
2 Tambahan Manfaat √ sesuai akad awal ; tidak ada bonus yang diperjanjikan.
3 Dipersyaratkan X* 3. Sementara di sisi lain dalam fatwa ini adalah arahan kepada LKS
membagikan pendapatan bisnis dari transaksi muawadhah yang
4 Kepentingan Pihak √ ditunjang dengan akad Qardh sebagai sarana pelengkap.
ber-piutang 4. Nasabah DPK akad Mudharabah harus mendapatkan keuntungan yang
Status Bukan Riba dihasilkan dari transaksi muawadhah yang ditunjang akad Qardh.
Penerapan Kaidah “Kullu
Qardhin...” pada Fatwa DSN MUI
Fatwa DSN MUI ;
2. No. 109/DSN/MUI/II/2017 tentang 3. Kaidah “Kullu Qardhin…” dalam fatwa ini
masuk untuk mengatur PLJP Syariah dengan
Pembiayaan Likuiditas Jangka Pendek Akad Al-Tas-hilat bi al-Tautsiq.
Syariah
4. (Al-Tas-hilat bi al-Tautsiq ) Bank Indonesia
sebagai penyedia dana memberikan
Analisis : pembiayaan kepada Bank Syariah dan Bank
1. PLJP Syariah adalah pembiayaan berdasarkan Syariah wajib mengembalikan dana tersebut
Prinsip Syariah dari Bank Indonesia kepada pada waktu yang ditentukan.
Bank Syariah untuk mengatasi kesulitan 5. Bank Indonesia tidak boleh mensyaratkan
likuiditas jangka pendek. adanya imbalan atas pembiayaan yang
2. Ragam Akad PLJP Syariah ; Al-Muqaradhah bi diberikannya. Bank Indonesia dapat
Dhaman Ra's al-Mal, Al-Bai' ma'a al-Wa'd bi mengenakan biaya administrasi (al-taklifat al-
al-Syira‘ dan Al-Tas-hilat bi al-Tautsiq. idariyah) atas fasilitas PLJPS.
No Kriteria al-taklifat al- idariyah Keterangan
1 Hutang √ Qardh
2 Tambahan Manfaat x Rp – atas Jasa Administrasi tidak terkait qardh
3 Dipersyaratkan √ Ada dalam akad
4 Kepentingan Pihak ber- √ Pendapatan BI
piutang
Status Bukan Riba
Penerapan Kaidah “Kullu
Qardhin...” pada Fatwa DSN MUI
Fatwa DSN MUI ;
3. No. 118/DSN/MUI/II/2018 tentang Pedoman Penjaminan Simpanan Nasabah Bank Syariah

Analisis :
1. Penjaminan Simpanan Nasabah Bank Syariah adalah penjaminan yang dilaksanakan oleh
LPS atas simpanan nasabah bank syariah. Bank Syariah diharuskan membayar kontribusi
(premi )kepada LPS sesuai ketentuan yang berlaku.
2. Penjaminan Simpanan Syariah hanya boleh dilakukan pada :
a) Modal (ra's al-mal) mudharabah madhmunah dan bagi hasil yang telah menjadi hak
nasabah tetapi belum dibayarkan sampai dengan dicabut izin usaha; dan
b) Pokok wadiah (mablagh al-wadi'ah) dan bonus yang telah ditetapkan bank menjadi
hak nasabah tetapi belum dibayarkan sampai dengan dicabut izin usaha.

3. Kaidah “Kullu Qardhin…” dalam fatwa ini masuk untuk mengatur salah satu aktivitas
penjaminan dalam kondisi sebagai berikut :
“Dalam hal terdapat kekurangan dana penjaminan syariah, LPS wajib menutup kekurangan
tersebut untuk sementara waktu dengan menggunakan dana dari sumber lainnya, baik
berupa talangan (Qardh) yang akan diganti dengan premi penjaminan simpanan yang
diterima di masa yang akan datang, maupun berbentuk hibah.”
Penerapan Kaidah “Kullu
Fatwa DSN MUI ; Qardhin...” pada Fatwa DSN MUI

4. No. 120/DSN/MUI/II/2018 tentang Sekuritisasi Berbentuk Efek Beragun Aset Berdasarkan


Prinsip Syariah
Analisis :
1. Sekuritisasi adalah transformasi aset yang tidak likuid menjadi likuid dengan cara penjualan
Aset oleh Originator kepada Pemodal dengan menerbitkan Efek Beragun Aset (EBA).
EBA Syariah adalah surat berharga (efek) yang diterbitkan oleh penerbit yang terdiri dari
sekumpulan Aset Syariah dan mekanismenya tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
2. Klasifikasi Kumpulan Aset Syariah : Aset Syariah Berbentuk Dain (ASBD) adalah asset yang
timbul dari jual beli (bai), pinjaman (qardh) dan sewa (piutang uirah). Aset Syariah
Berbentuk Bukan Dain (ASBBD) adalah aset yang timbul dari pembiayaan atau transaksi
yang berdasarkan akad mudharabah, musyarakah dan/atau akad-akad lain yang kedudukan
kepemilikan aset masih berada pada originator.
3. Kaidah “Kullu Qardhin…” dalam fatwa ini masuk untuk mengatur salah satu aktivitas
sekuritisasi dalam kondisi sebagai berikut :
“Sekuritisasi tidak boleh dilakukan atas Aset Syariah Berbentuk Dain (ASBD) karena
termasuk transaksi sharf (pertukaran dua jenis uang) yang tidak memenuhi unsur
tamatsul (sama nilainya) dan taqabudh (tunai)”
{juga bisa masuk bab bay’ al-dain al-muajjal bi al-tsaman al-hal}
Penerapan Kaidah “Kullu
Qardhin...” pada Fatwa DSN MUI
Fatwa DSN MUI ;
5. No. 121/DSN/MUI/II/2018 tentang EBA-SP Berdasarkan Prinsip Syariah
Analisis :
1. Efek Beragun Aset Syariah Berbentuk Surat Partisipasi (EBAS-SP) adalah EBAS yang
diterbitkan oleh Penerbit yang akad dan portofolionya berupa pembiayaan pemilikan
rumah yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah atau Aset Syariah Berbentuk Bukan
Dain {ASBBD) serta merupakan bukti kepemilikan secara proporsional yang dimiliki bersama
oleh sekumpulan pemegang EBAS-SP.
2. Aset Syariah Berbentuk Bukan Dain (ASBBD) yaitu aset yang timbul dari pembiayaan
perumahan yang berdasarkan akad Musyarakah Mutanaqishah (MMO, Ijarah Muntahiya Bi
al-Tamlik (IMBT) dan/atau akad-akad lain yang kedudukan kepemilikan aset masih berada
pada Originator.
3. Kaidah “Kullu Qardhin…” dalam fatwa ini masuk untuk mengatur salah satu aktivitas
sekuritisasi dalam kondisi sebagai berikut :
“Sekuritisasi tidak boleh dilakukan atas pembiayaan perumahan yang merupakan Aset
Syariah Berbentuk Dain (ASBD) karena termasuk transaksi sharf (pertukaran dua jenis
uang) yang tidak memenuhi unsur tamatsul (sama nilainya) dan taqabudh (tunai).”
{juga bisa masuk bab bay’ al-dain al-muajjal bi al-tsaman al-haal}
Penerapan Kaidah “Kullu
Qardhin...” pada Fatwa DSN MUI
Fatwa DSN MUI ;
6. No. 123/DSN/MUI/XI/2018 tentang Penggunaan Dana Yang Tidak Boleh Diakui Sebagai Pendapatan
Bagi Lembaga Keuangan Syariah, Lembaga Bisnis Syariah, dan Lembaga Perekonomian Syariah

Klasifikasi Dana TBDSP :


1. transaksi tidak sesuai dengan prinsip syariah yang tidak
dapat dihindarkan, termasuk pendapatan bunga (riba);
2. transaksi syariah yang tidak terpenuhi ketentuan dan Kaidah “Kullu Qardhin…” dalam fatwa ini
batasannya (rukun dan/ atau syaratnya) ; masuk untuk mengatur 3 komponen
3. dana sanksi (denda) karena tidak memenuhi kewajiban TBDSP.
sesuai kesepakatan ('adam al-wafa' bi al-iltizam); dan
4. dana yang tidak diketahui pemiliknya, diketahui pemiliknya tetapi tidak ditemukan, atau diketahui
pemiliknya tetapi biaya pengembaliannya lebih besar dari jumlah dana tersebut.

No Kriteria TBDSP golongan 1 TBDSP golongan 2 TBDSP golongan 3


1 Hutang √ (qardh) √ (berubah ke qardh) √ (hutang-piutang)
2 Tambahan Manfaat √ (Rp) √ (Rp) √ (Rp)
3 Dipersyaratkan √ √ √
4 Kepentingan Pihak ber- √ (Pendapatan) √ (Pendapatan) √ (Pendapatan)
piutang
Status Riba Riba Riba
Penerapan Kaidah “Kullu
Fatwa DSN MUI ; Qardhin...” pada Fatwa DSN MUI

7. No. 125/DSN/MUI/XI/2018 tentang Kontrak Investasi Kolektif – Efek Beragun Aset (KIK EBA)
Berdasarkan Prinsip Syariah
Analisis :
1. Sekuritisasi KIK EBA adalah transformasi aset yang tidak likuid menjadi likuid dengan
cara penjualan Aset oleh Originator kepada Manajer Investasi sebagai wakil KIK EBA melalui
penerbitan Efek Beragun Aset.
2. Klasifikasi Kumpulan Aset Syariah : Aset Syariah Berbentuk Dain (ASBD) adalah aset
berbentuk utang yang timbul dari jual beli (bai'), pinjaman (qardh) dan sewa (piutang
ujrah). Aset Syariah Berbentuk Bukan Dain (ASBBD) adalah aset yang berbentuk Barang (al-
a'yan/tangible assets), Manfaat (almanafi' /usufructs) maupun Jasa (al -khadamat/ services)
termasuk aset yang timbul dari pembiayaan atau transaksi yang kedudukan kepemilikan
aset masih berada pada Originator atau pihak yang telah melakukan pembelian dari
Originator.
3. Kaidah “Kullu Qardhin…” dalam fatwa ini masuk untuk mengatur salah satu aktivitas
sekuritisasi dalam kondisi sebagai berikut :
“Sekuritisasi aset hanya boleh dilakukan atas ASBBD dan tidak boleh dilakukan atas ASBD.”
{juga bisa masuk bab bay’ al-dain al-muajjal bi al-tsaman al-haal}
Penerapan Kaidah “Kullu
Qardhin...” pada Fatwa DSN MUI
Fatwa DSN MUI ;
8. No. 126/DSN/MUI/XI/2018 tentang Akad Wakalah Bi al-Istismar
Akad Wakalah Bi al-Istismar adalah akad wakalah untuk menginvestasikan dan mengembangkan
modal Muwakkil baik dengan imbalan (Wakalah bi al-Ujrah) maupun tanpa imbalan (Wakalah bi
ghairi al-Ujrah).

Kaidah “Kullu Qardhin…” dalam fatwa ini


masuk untuk mengatur salah satu
aktivitas Akad Wakalah bi al-Itstitsmar
dalam kondisi aktivitas investasi
(itstitsmar) oleh Wakil menggunakan
Akad Qardh.

Diktum Fatwa :
“Dalam hal Wakil memberikan talangan
maka berlaku hukum qardh, yaitu tidak
diperbolehkan adanya tambahan
manfaat yang diperjanjikan untuk
keuntungan Wakil karena pemberian
talangan tersebut. Wakil hanya berhak
atas imbalan karena posisinya sebagai
Sumber gambar makalah DSN MUI tentang Akad Wakalah bi al-Istitsmar Wakil yang tidak dikaitkan dengan
besaran talangan”
Penerapan Kaidah “Kullu Qardhin...” dalam
Muamalah Kontemporer

1. Bonus pada Tabungan dan Giro


Wadiah itu Riba ?
2. Denda Keterlambatan itu Riba ?
3. Sita Agunan itu Riba ?
4. Tambahan keuntungan atas
restrukturisasi (penjadwalan
kembali) Pembiayaan
Murabahah itu Riba.
5. Potongan Harga Jasa Ojek pada
Grab / Gojek dengan
menggunakan fitur
pembayaran E-Money itu Riba ?
Penerapan Kaidah “Kullu Qardhin...” dalam
Muamalah Kontemporer
1. Bonus pada Tabungan dan Giro Wadiah
itu Riba ? Analisis :
Deskripsi persoalan : 1) Aktivitas yang tidak dibenarkan itu adalah penggunaan
“Kalau dia wadiah, konsekuensi dari wadiah /investasi barang titipan (wadî’ah) tanpa izin penitip
penerima uang tadi tidak dibenarkan untuk (mudi’). Ulama sepakat bahwa menginvestasikan dana
titipan (wadî’ah) tanpa izin pemiliknya (mudi’) merupakan
memanfaatkannya (a) pelanggaran (al-ta’addi) yang pelakunya wajib bertanggung
“(contoh) Kami Bank Syariah produk kami wadiah jawab (al-dhamân) dalam hal terjadi kerusakan atau
duit nasabah ketika mampir di tempat kami, kami kerugian. Menurut ‘Ulama Malikiyah hukum investasi harta
titipan berupa uang tanpa izin dari pemiliknya adalah
putar, ooo berarti Bank Syariahnya tidak
makruh. Sedangkan, hukum investasi harta titipan berupa
amanah, ini praktik tidak amanah, berarti itu barang tanpa izin dari pemiliknya adalah haram. [Fikih
bukan wadiah (b).” (Youtube Ust. Ammi nur baits) Mu’amalah Maliyyah Jilid Akad Tabarru’, hal 64].
No Kriteria Bonus Keterangan 2) Dr. Oni Sahroni dalam Ushul Fikih Muamalah menulis para
Tab/Giro Ulama telah ber-ijma' bahwa menggunakan titipan seizin
Wadiah pemiliknya itu boleh. [hal 78].
3) Fatwa DSN MUI No. 1/DSN-MUI/IV/2000 tentang Giro dan
1 Hutang √ DPK digunakan LKS,
substansi menjadi
Fatwa DSN MUI No. 2/DSN-MUI/IV/2000 tentang Tabungan
Qardh tidak menggunakan kaidah “Kullu Qardhin...” sebab
konteks fatwa ini adalah produk DPK Bank serta prinsip
2 Tambahan Manfaat √ Bonus uang akadnya ; mudharabah dan wadiah (tekstual), bukan
3 Dipersyaratkan x Tidak ada dalam tentang Qardh.
akad 4) Namun demikian substansi kaidah “Kullu Qardhin...” masuk
4 √ Pendapatan buat
dalam ketentuan fatwa, yaitu : “Tidak ada imbalan yang
Kepentingan Pihak
ber-piutang Nasabah disyaratkan, kecuali dalam bentuk pemberian (‘athaya)
yang bersifat sukarela dari pihak bank”.
Status Bukan Riba
Penerapan Kaidah “Kullu Qardhin...” dalam
Muamalah Kontemporer
2. Denda Keterlambatan Itu Riba ?
Analisis :
1) Dasar pengenaan denda uang bukan dalam rangka
mencari keuntungan melainkan didasarkan pada prinsip
TA’ZIR (sanksi) yang bertujuan agar nasabah/konsumen
lebih disiplin dalam melaksanakan kewajibannya. Dalam
rangka menjaga dasar inilah dana yang bersumber dari
denda tidak boleh diakui sebagai pendapatan dan itu
dinyatakan secara tegas oleh DSN MUI.
2) Bilamana terdapat LKS/LBS/LPS yang mengakui dana
denda dimaksud sebagai pendapatan usaha, berarti
telah merubah tujuan pengenaan denda yang semula
untuk mendisiplinkan nasabah menjadi praktik
pengambilan keuntungan. Jika ini yang terjadi (denda
diakui sebagai pendapatan) maka kaidah “Kullu
No Kriteria Denda Denda Qardhin...” dapat digunakan untuk menyatakan denda
dimaksud adalah riba .
1 Hutang √ √
Analisis :
2 Tambahan Manfaat √ √
Fatwa DSN MUI No. 17/DSN-MUI/IX/2000 tentang Sanksi atas
3 Dipersyaratkan √ √
Nasabah Mampu Yang Menunda-nunda Pembayaran tidak
4 Kepentingan Pihak √ x menggunakan kaidah “Kullu Qardhin...” sebab konteks
ber-piutang fatwa ini adalah sanksi untuk pendislinan dan masuk bab ta’zir -
Status Riba Bukan gharamah maliyah.
Riba
Diskursus Penerapan Kaidah “Kullu
Qardhin...” dalam Muamalah Kontemporer
3. Sita Agunan Itu Riba ?
Pelaksanaan SITA memiliki dinamika tersendiri, khususnya bagi
nasabah yang memang mengalami penurunan kemampuan
ekonomi sehingga mengakibatkan pembiayaan-nya macet. Satu
sisi nasabah punya kebutuhan sehari-hari yang harus dipenuhi,
sedangkan di sisi lain ia pun memiliki kewajiban yang harus
diselesaikan dengan lembaga keuangan dan hanya bisa
diselesaikan dengan proses SITA. Beban nasabah pembiayaan
macet (pihak yang berhutang) sudah dipastikan bertambah.
Di saat LKS/LBS/LPS memutuskan untuk melakukan proses
SITA maka dapat diambil kesimpulan bahwa LKS/LBS/LPS
melakukan praktik Riba.

Analisis :
1) LKS/LBS/LPS dibenarkan secara hukum syariah dan hukum
positif untuk melakukan sita (penjualan) jaminan dimana
sebagian dari hasil penjualan tersebut digunakan untuk
menyelesaikan piutang LKS (utang bagi Nasabah).
Penulis menggunakan definisi Jika terdapat kelebihan dan dari hasil penjualan agunan
:“Riba (riba dayn) adalah menambahkan beban maka kelebihan itu wajib dikembalikan kepada Nasabah.
kepada pihak yang berhutang (BUNGA, 2) Kaidah “Kullu Qardhin...” tidak dapat digunakan untuk
FASILITAS, DENDA, SITA).” menyatakan SITA sebagai riba. Konteks penjualan (SITA)
agunan merupakan pelaksanaan atas hak yang dimiliki
Fokus analisa pada kalimat “penambahan LKS/LBS/LPS sebagai Pemilik Piutang. Kemudian kata
beban kepada orang yang berhutang”. ‘Beban’ sangat luas sementara manfaat yang dimaksud
dalam Riba adalah harta (barang dan manfaat barang)
Penerapan Kaidah “Kullu Qardhin...” dalam
Muamalah Kontemporer
4. Tambahan keuntungan atas restrukturisasi
(penjadwalan kembali) Pembiayaan
Murabahah itu Riba.

a) Calon Nasabah datang ke Bank Syariah untuk memiliki Rumah (Lt. 100 m2/Lb. 80 m2) seharga Rp 600
juta. Nasabah sudah menyiapkan uang muka sebesar 20% dari harga rumah.
b) Bank menyetujui permohonan Calon Nasabah, pembiayaan dilakukan dengan Akad Jual Beli
Murabahah atas Dasar Pesanan dengan limit pembiayaan sebesar Rp 480 juta, jangka waktu 10 tahun
dengan margin keuntungan setara 10% eff p.a. Pencairan efektif bulan Oktober 2016.

A. Harga Perolehan 600.000.000 Objek


B. Margin 281.188.244 Murabahah :
C. Harga Jual (A+B) 881.188.244 Rumah
D. Uang Muka Nasabah 120.000.000
E. Kewajiban Nasabah (C-D) 761.188.244

F. Pembiayaan Bank 480.000.000


G. Angsuran Perbulan 6.343.235

c) Pada Bulan ke 25 (Nov 18) nasabah mulai tidak membayar angsuran karena mengalami penurunan
kemampuan membayar dan meminta untuk dilakukan restrukturisasi ?
Penerapan Kaidah “Kullu Qardhin...” dalam
Muamalah Kontemporer
4. Tambahan keuntungan atas restrukturisasi
(penjadwalan kembali) Pembiayaan
Murabahah itu Riba.
Jadwal Angsuran Nasabah Kewajiban Marjin Nasabah 281.188.244
No Tgl Kewajiban Pokok Nasabah 480.000.000
Angsuran Kewajiban Nasabah
Total Kewajiban Nasabah 761.188.244
Okt-16 761.188.244
1 Nov-16 6.343.235 754.845.009 Angsuran dibayar s/d bulan ke 24 152.237.649
2 Des-16 6.343.235 748.501.774 Margin dibayar s/d bulan ke 24 90.266.301
3 Jan-17 6.343.235 742.158.538 Pokok Pembiayaan dibayar s/d bulan ke 24 61.971.348
4 Feb-17 6.343.235 735.815.303 -
5 Mar-17 6.343.235 729.472.068
Sisa Margin belum dibayar 190.921.943
6 Apr-17 6.343.235 723.128.832
7 Mei-17 6.343.235 716.785.597 Sisa Pokok belum dibayar 418.028.652
8 Jun-17 6.343.235 710.442.361 Sisa jumlah tagihan 608.950.596
9 Jul-17 6.343.235 704.099.126
10 Agt-17 6.343.235 697.755.891 1. Dilakukan perubahan jatuh tempo
11 Sep-17 6.343.235 691.412.655
pembiayaan semula berakhir Oktober 2026
12 Okt-17 6.343.235 685.069.420
24 Okt-18 6.343.235 608.950.596 diperpanjang hingga Oktober 2031
25 Nov-18 6.343.235 602.607.360 (total 15 tahun).
26 Des-18 6.343.235 596.264.125
27 Jan-19 6.343.235 589.920.889
2. Jumlah angsuran nasabah diturunkan
120 Okt-26 6.343.235 -0 sesuai dengan kemampuan menjadi
Rp 4.828.835 (bln 27 s/d 179) dan 11.801.179 (bln
180) atau setara eq 10,00% eff-p.a
Penerapan Kaidah “Kullu Qardhin...” dalam
Muamalah Kontemporer
4. Tambahan keuntungan atas restrukturisasi
(penjadwalan kembali) Pembiayaan
Murabahah itu Riba.
A Sisa Jumlah Tagihan Sebelum Restrukturisasi 608.950.596 Analisis :
B Angsuran Setelah Restrukturisasi ( bulan ke 27 s/d 180) 750.612.976
1) Fatwa DSN MUI No. 48/DSN-
Margin Murabahah Ditangguhkan Bulan Ke 25 3.483.572
Margin Murabahah Ditangguhkan Bulan Ke 26 3.459.742
MUI/II/2005 tentang Penjadwalan
C Selisih Tagihan sesudah dan sebelum restrukturisasi 141.662.381 Kembali Tagihan Murabahah tidak
(B-A) menggunakan kaidah “Kullu
Jatuh Tempo Awal Okt-16 Qardhin...”. sebab konteks fatwa
Jatuh Tempo Setelah Restru Okt-31 ini adalah memberikan bantuan
/pertolongan untuk Nasabah yang
No Kriteria Restru Keterangan
mengalami kesulitan membayar.
1 Hutang √ Tsaman dicicil
Sebagian dalil yang digunakan
2 Tambahan Manfaat √ Rp 141.662.381
dalam fatwa dimaksud adalah dalil
3 Dipersyaratkan √ Addendum akad tolong menolong.
4 Kepentingan Pihak √ Pendapatan LKS
ber-piutang
2) Namun demikian substansi kaidah
“Kullu Qardhin...” masuk dalam
Status Riba
ketentuan fatwa yaitu ; “Tidak
Restrukturisasi dalam bentuk penjadwalan kembali (perubahan
jatuh tempo akad) model di atas tidak boleh dilakukan menambah jumlah tagihan yang
karena kelebihan sebesar Rp 141.662.381 adalah riba. tersisa”
Diskursus Penerapan Kaidah “Kullu
Qardhin...” dalam Muamalah Kontemporer
5. Potongan Harga Jasa Ojek pada Gojek/Grab dengan
menggunakan fitur pembayaran E-Money (GOPAY /
OVO) itu Riba ? Analisis (2 pihak ; User vs Gojek/Grab) :
1. Fakta lain ; i) Go Pay dan OVO yang resmi sebagai emoney itu
telah menghadirkan fitur "Tarik Tunai“
2. Menaruh Uang menerima jasa cocok IMFZ. Menaruh Uang dan
bisa ambil uang melalui fitur tarik tunai sempurnalah
Wadiahnya. Jika uang titipan (wadiah) digunakan untuk
operasional perusahaan maka sempurnalah sudah Qardhnya.
Kaidah “Kullu Qardhin dapat digunakan untuk menyatakan
Hubungan User (Penyewa Jasa) dan Grab/Gojek
Potongan Harga Jasa Ojek pada Gojek/Grab dengan
(Pemberi Jasa) pada fitur emoney (Go Pay / OVO)
menggunakan fitur pembayaran E-Money (GOPAY / OVO) itu
adalah Qardh
Riba.
Analisis (2 pihak ; User vs Gojek/Grab) :
No Kriteria Diskon Keterangan
1. Uang simpanan yang ada di GoPay dan OVO tidak
tepat didudukkan ke dalam skema Wadiah maupun 1 Hutang √ Qardh
Qardh. Akan tetapi cocok ke dalam skema Ijarah
2 Tambahan Manfaat √ Diskon (Rp)
Maushufah Fi Dzimmah (IMFZ). User hanya bisa
mengosongkan saldonya jika menggunakan Jasa 3 Dipersyaratkan √ Beda bayar tunai dan
Gojek dan Grab. bayar via fitur emoney
2. Memberikan Uang kemudian menerima Jasa itu (lebih murah)
bukan Wadiah apalagi Qardh, walaupun jasanya 4 Kepentingan Pihak √ User sebagai kreditor
masih belum diterima saat uang disetor. Semisal ber-piutang menerima penurunan
beli tiket pesawat, bayar sekarang berangkat biaya (Rp)
lebaran. Mau memberikan potongan tentu berlaku
sebagai diskon. Status Riba
Diskursus Penerapan Kaidah “Kullu
Qardhin...” dalam Muamalah Kontemporer
5. Potongan Harga Jasa Ojek pada Gojek/Grab
dengan menggunakan fitur pembayaran E-Money
(GOPAY / OVO) itu Riba ? Bagi yang tetap menggunakan Grab/Gojek dengan
fitur pembayaran OVO/GoPay diberikan solusi sebagai
berikut :

Analisis :
1. Menyatakan dalam diri bahwa tidak akan
No Kriteria Diskon Keterangan
melakukan "Tarik Tunai“ dengan demikian
1 Hutang x Ujrohnya tunai hubungan User dan Grab/Gojek tetap IMFZ.
2 Tambahan Manfaat √ Diskon (Rp)
3 Dipersyaratkan √ Beda bayar tunai
dan bayar via fitur Sumber Kaidah : Fatwa DSN MUI NO. 118
e-money (lebih 2. Pada saat melakukan tarik tunai dapat diartikan
murah) User membatalkan penggunaan jasa. Dengan
dikembalikannya uang kepada User IMFZ diakhiri.
4 Kepentingan Pihak √ User menerima
ber-piutang penurunan biaya 3. Memperdalam analisa untuk kasus ini dengan
(Rp) identifikasi hubungan User, Gojek/Grab dengan
OVO/Gopay.
Status Bukan Riba
Wallahu a’lam

Wahai Tuhan kami,


berikanlah rahmat kepada
kami dari sisi-Mu dan
sempurnakanlah bagi kami
petunjuk yang lurus
dalam urusan kami (ini)
Matriks Kaidah “Kullu
Qardhin...”

• Manfaat digunakan •Pinjaman


untuk kepentingan •Jual Beli (tsaman-nya tidak
pribadi Pihak ber- tunai)
piutang •Sewa (Ujrohnya tidak tunai)
• Manfaat diakui sebagai •Lainnya ; hutang muncul
dari aktivitas Kafalah bil
pendapatan Ujroh, dll
perusahaan Pihak
ber-piutang
Kepentingan
Hutang -
Pihak ber-
Piutang
piutang

Tambahan
Dipersyaratkan
Manfaat

•Dalam kontrak • Manfaat : Barang, Uang


•Isyarat (dzahir) dan Jasa
•Kebiasaan ; “orang mau • Manfaat berkaitan
memberi pinjaman sebab dengan Qard/Dain
di daerahnya sudah jadi
kebiasan bahwa berhutang
harus bayar lebih”

Anda mungkin juga menyukai