Anda di halaman 1dari 19

DASAR DASAR MANAJEMN DAKWAH

Fungsi manajemen dakwah


Perencanaan (Planning) Dakwah yang Efektif

Perencanaan (planning) pada hakekatnya merupakan strategi untuk mencapai suatu tujuan. Tetapi untuk
mencapai tujuan tersebut, strategi tidak berfungsi sebagai peta jalan yang hanya menunjukkan satu arah saja,
melainkan harus mampu menunjukkan bagaimana taktik operasionalnya. Karena itu Moekijat, salah seorang
pakar Manajemen, mengatakan bahwa perencanaan sama halnya dan sama pentingnya dengan pelaksanaan.

Demikian halnya dengan strategi dalam berdakwah. Ia merupakan paduan antara perencanaan dakwah
dengan manajemen dakwah untuk mencapai tujuan. Strategi dakwah harus mampu menunjukkan bagaimana
operasionalnya secara praktis harus dilakukan, dalam arti bahwa pendekatan (approach) bisa berbeda
sewaktu-waktu tergantung pada situasi dan kondisi.

Sebagai sebuah gerakan persuasive dan proses yang terus menerus dilakukan (on going prosess), dakwah Islam
sebagai seyogyanya dilakukan dengan sistematis, terencana (by design), terpadu (integral) secara eksternal
dan padu (integrated) secara internal. Penelitian-penelitian dakwah menunjukkan bahwa inefisiensi dan
inefektifitas dakwah itu disebabkan, di antaranya, oleh kelemahan sistematika dan perencanaan. Dakwah
masih cenderung dilaksanakan secara sendiri-sendiri tanpa bangunan sistemik yang mengorganisirnya dan
masih cenderung “instant” dan spontan nyaris tanpa perencanaan.

Berbicara mengenai perencanaan dakwah, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan para aktifis dakwah
sebelum melakukan “aksinya”. Pertama, Mengetahui peta sosiologis medan dakwah. Termasuk di dalamnya
mengetahui tentang kondisi umum masyarakat, potensi ekonomi, pranata sosial, organisasi sosial, kesadaran
lingkungan, khazanah tradisi, praktik ritus, khazanah mitos, norma dan tatakrama, pranata hukum,
kepemimpinan, kontrol sosial, dan tantangan yang dihadapi.

Adapun relevansi antara peta sosiologis dengan perencanaan dakwah ini sebagai social setting, yang kemudian
berguna sebagai semacam rambu pemandu jalan atau pijakan penopang bagi para da’i untuk berdakwah
secara efektif dan efisien di tatar Jawa Barat. Penguasaan peta sosiologis ini pun memiliki relevansi dan
signifikansi penting. Dalam hal merencanakan materi yang disampaikan, seorang da’i dituntut menyesuaikan
kondisi objektif medan dakwah, baik berkenaan dengan kondisi sosial static maupun dinamikanya.

Kedua, mengetahui karakteristik masyarakat sasaran dakwah. Termasuk di dalamnya mengetahui pandangan
hidup masyarakat Jawa Barat, Indeks Pembangunan Manusaia (Human Development Index), watak etnik, relasi
antaretnik, budaya luhur, kepribadian, interaksi sosial, gaya hidup, etos kerja, system pembagian tugas dan
system kerjasama. Mengetahui watak sasaran dakwah memiliki relevansi dan signifikansi penting dalam
menyusun perencanaan dakwah.

Benarlah apa yang digarisbawahi Rasulullah, “Ajak bicaralah orang-orang sesuai dengan kemampuan tingkat
pemikiran mereka.” Dan ini merupakan salah satu prinsip penting dakwah antarbudaya, yang menurut Aminah
al-Shawy dan Abdul Aziz Syarf serta Abdul Lathif Hamzah, menentukan kualitas komunikasi efektif yang
dibangun sang da’i, baik pada tataran ittishal syakshi (komunikasi antarpersona), ittisal jama’i (komunikasi
kelompok), dan ittishal I’lami (komunikasi simbolik).

Ketiga, mengetahui gambaran umum profil da’i Jawa Barat. Termasuk di dalamnya mengetahui distribusi da’i
di Jawa Barat, latar belakang pendidikan da’i, latar belakang sosial budaya, kondisi ekonomi da’i, serta
orientasi politik da’i. gambaran profil da’i ini akan bermanfaat dalam rangka mengembangkan kegiatan
dakwahnya di wilayah Jawa Barat, dengan karakter khas yang dimiliki masing-masing daerah. Ketika seorang
da’i akan melakukan aktifitas dakwah di wilayah Cianjur, misalnya, ia dituntut mempelajari terlebih dahulu
profil da’i local Cianjur.

Dengan cara ini ia dapat mengetahui profil da’i yang selama ini manggung di daerah Cianjur dan sekaligus
mendeteksi selera masyarakat Mad’u berkenaan dengan profil yang digandrunginya. Hal ini mengikuti teori
medan dakwah masyarakat Mad’u. dengan mengetahui watak, profil dan kecenderungan figure da’i yang
dominant di medan dakwah yang akan dihadapi, da’i pada gilirannya akan secara tepat dapat menentukan
gaya dan langgam dakwah yang menjadi permintaan Mad’u.

Keempat, barulah menenukan materi yang akan disampaikan. Dalam menentukan materi dakwah ini, para
pelaku dakwah dapat menyesuaikannya dengan moment-moment atau model-model dakwah yang
dihadapinya. Dalam dataran silabus dakwah, model-model pengembangan dakwah dapat diklasifikasikan ke
dalam empat model.

Pertama, Model dakwah yang berorientasi pada substansi atau isis ajaran Islam yang biasa disampaikan dalam
bentuk dakwah berseri. Inti materi dari model ini adalah mengacu pada substansi ajaran Islam sebagai pesan
dakwah dan pendidikan. Mereka mesti membatasi dirinya pada konteks dakwah, bukan pendidikan. Dengan
demikian materi ajaran Islam yang disampaikan dalam ibadah, misalnya, lebih merupakan appeal (seruan)
bukan kaifiat (tata cara) untuk beribadah.

Tujuan dakwah Islam ini adalah menarik (mendakwahi) umat untuk rajin beribadah, bukan untuk mengajari
mereka mengetahui tata cara beribadah. Bilapun seorang da’i dituntut untuk menyampaikan persoalan
kaifiyat, hendaknya disampaikan dengan pendekatan dakwah, bukan pendidikan, agar pesan-pesan dakwah
dapat tersampaikan secara efektif.

Kedua, model dakwah yang berorintasi pada latar wakru dan ruang yang mengikuti hari-hari besar yang
dosebut dengan dakwah momentum. Silabus dakwah momentum dapat dipergunakan untuk berbagai dakwah
khittabah ta’tsiriyyah (seperti tabligh akbar). Ia merupakan bahan bahasan yang cocok untuk tabligh dalam
kerangka peringatan tahun baru Islam, Idul Fitri, Idul Adha, dab hari-hari besar Islam lainnya. Ia juga
merupakan bahan dakwah yang tepat untuk peringatan hari kemerdekaan, hari Kartini, hari Ibu, hari
Pendidikan, tahun baru masehi, dan hari-hari besar lainnya baik berskala nasional maupun internasional.

Materi dakwah yang disampaikan pada dakwah momentum adalah segi ajaran Islam yang sejalan dengan focus
perhatian pada momentum yang berkaitan. Untuk semua events tersebut, Islam memiliki pesan-pesan khas
dan universal yang bisa ditawarkan untuk kemaslahatan dan keselamatan manusia. Para mubaligh seyogyanya
menyampaikan pesan-pesan Islam itu pada setiap peristiwa denga momentum yang pas. Dan mereka
semestinya membahas ajaran Islam secara adil dan proporsional menurut penjelasan wahyu dan tidak terjebak
pada sikap apologetic apalagi etnosentrik.

Ketiga, model dakwah Insidental. Model ini disiapkan untuk khutbah, ceramah, taushiyah, atau siraman rohani
Islam yang biasa diselenggarakan pada peristiwa-peristiwa incidental. Termasuk dalam dakwah model ini
antara lain dakwah syukuran khitanan, walimahan pernikahan, kehamilan dan kelahiran syukuran haji,
syukuran nikmat, syukuran kerja, dan syukuran-syukuran lainnya.

Materi yang dikembangkan pada model dakwah insidental ini adalah, tentu saja, segi ajaran Islam yang sejalan
dengan focus perhatian pada peristiwa yang menyertainya. Mad’u dalam model dakwah ini akan sangat
bervariasi sesuai dengan peristiwa alam itu sendiri. Oleh karena itu, materi yang disiapkan dalam kerangkan
model dakwan incidental, sebagaimana juga pada akwah momentum, dituntut secara spesifik sejalan dengan
karakteristik Mad’u yang turut berpartisipasi.

Keempat, model dakwah independent. Model dakwah ini bersifat netral karena tidak dipengaruhi apapun
termasuk bebas dari kondisi ruang dan situasi waktu. Materi yang dikembangkan dalam model dakwah ini
bersifat serba masuk dan serba cocok. Model dakwah independent dapat dipergunakan sebagai “persediaan”
mubaligh dalam rangka berjaga-jaga jika ia didaulat untuk bertabligh secara impromt to. Dengan memiliki
silabus dakwah bermodel independent ini, sang muballigh senantiasa dalam keadaan stand by untuk
menyampaikan pesan-pesan Islam pada sembarang waktu di sembarang tempat dan dalam rangka sembarang
okasi (kesempatan).

Dari uraian tersebut, rupanya, perencanaan dakwah mutlak diperlukan. Sehingga pesan-pesan dakwah yang
disampaikan para pelaku dapat diterima, bahkan bukan hal mustahil diaplikasikan oleh Mad’unya. Karenanya
pula, kegiatan dakwah dapat berjalan efektif dan efisien. Wallahu a’lamu bish shawwab.

– Kembali ke Modul Kuliah –

— Halaman Muka … —

Pengorganisasian Dakwah dan Sistem Pengorganisasian Dakwah

PENGORGANISASIAN DAKWAH DAN SISTEM PENGORGANISASIAN DAKWAH

BAB I

PENDAHULUAN

Allah SWT telah mengajarkan manusia berbagai macam ilmu pengetahuan, baik sifatnya quraniyah maupun
kauniyah. Semua manusia, baik muslim maupun non muslim mendapat hak yang sama untuk mendapatkan
pengetahuan.
Demikian pula ilmu organisasi dan management adalah merupakan karunia Allah juga, yang diberikan kepada
para hambanya yang mau memperhatikan sunnatullah dan ciptaan-Nya di alam raya ini. Organisasi dan
manajemen telah menjadi bagian yang menyatu dalam kehidupan modern. Dengan memanfaatkan seseorang
atau lembaga, insya Allah dapat bekerja mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Demikian pula, dengan
mengimplementasikan prinsip-prinsipnya secara benar dapat mengantisipasi perkembangan lembaga mereka
yang tumbuh semakin besar. Manusia modern telah mengaplikasikan dalam berbagai kegiatan, baik yang
bertujuan komersial maupun sosial dan nyata-nyata telah memberi banyak sumbangan bagi kemajuan
lembaga mereka.

Kita tahu, bahwa ilmu organisasi dan manajemen tumbuh secara terstruktur di dunia Barat dan kemudian
berkembang ke seluruh dunia, terutama Jepang. Mengingat mereka kebanyakan umat non muslim, maka
diperlukan seleksi atas keilmuan ini. Meskipun begitu, tidak ada salahnya bila kita mau mengadopsi, asal tidak
bertentangan dengan nilai-nilai syariat Islam. Diakui atau tidak, umat Islam telah memanfaatkannya.

Dalam kajian ini, penulis hanya membahas pengorganisasian (organizing) yang merupakan salah satu organ
POAC (Planning, Organizing, Actuating, Controlling). Dalam pengorganisasian membutuhkan sistem yang lebih
spesifik, yang akan membahas bagaimana perumusan kerja, penetapan tugas, perincian kegiatan, dll. Hal ini
tidak hanya berlaku pada organisasi komersial saja, bahkan dakwah bagi manusia modern pun memerlukan
manajemen dengan pengorganisasian yang baik. Agar tujuan dan sasaran dakwah bisa lebih mengena secara
efektif dan efisien.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Organisasi Dakwah

Istilah organisasi berasal dari bahasa latin organum, yang berarti alat, bagian, unsur, unit, anggota atau badan.
Secara definisi, organisasi adalah unit sosial yang sengaja dibangun atau distrukturkan untuk mencapai tujuan
tertentu.[1]

Menurut Drs. EK Imam Munawir, organisasi adalah merupakan kerja sama di antara beberapa orang untuk
mencapai suatu tujuan dengan mengadakan pembagian dan peraturan kerja. Yang menjadi ikatan kerja sama
dalam organisasi adalah tercapainya tujuan secara efektif dan efisien. [2]Dakwah adalah suatu kegiatan
mengajak dan menyeru umat manusia agar berada di jalan Allah (sistem Islami) yang sesuai fitrah dan ke-
hanif-annya secara integral, baik melalui kegiatan lisan, tulisan atau kegiatan nalar dan perbuatan. Hal ini
ditujukan sebagai upaya muslim dalam mengejawantahkan nilai-nilai kebaikan dan kebenaran prinsipil yang
universal, serta berupaya mencegah dan menjauhkan hal-hal yang memang secara fitri ditolak dan diingkari
oleh nurani demi terwujudnya khair al ummah.[3] Dari definisi tersebut dapat diambil pengertian, bahwa
organisasi dakwah adalah merupakan wadah kerjasama untuk menanamkan kebaikan dan kebenaran prinsipil
yang universal yang dilakukan dan mencegah hal-hal yang secara fitri ditolak dan diingkari oleh dua orang atau
lebih yang memiliki keterkaitan untuk mencapai tujuan bersama.

B. Pengorganisasian (Organizing) Dakwah

Pengorganisasian (organizing) merupakan pengaturan segala perangkat dan sumber daya sedemikian rupa
sehingga merupakan satu kesatuan organisasi yang harmonis dan dikelola untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Pengorganisasian dakwah berorientasi pada tujuan umum organisasi dakwah dan
diimplementasikan dengan dukungan seluruh faktor manajemen, seperti: moral, manusia, material, mesin,
uang, metode, dan perangkat keras maupun lunaknya.

Proses pengorganisasian dakwah memiliki berbagai pengertian. Istilah pengorganisasian dapat digunakan
untuk menunjukkan hal-hal berikut ini.
1. Cara organisasi dakwah merancang suatu upaya dakwah yang efektif sesuai dengan sumber daya dan
sumber dana yang dimiliki.

2. Bagaimana organisasi dakwah mengelompokkan atau mengategorisasikan kegiatan-kegiatannya


berdasarkan pertimbangan tertentu.

3. Cara organisasi dakwah dalam membagi tugas-tugas dakwah yang harus dilaksanakan. [4]

C. Sistem Pengorganisasian Dakwah.

Sistem pengorganisasian dakwah meliputi berbagai rangkaian kegiatan yang bermula pada orientasi atas
tujuan yang akan dicapai dan berakhir pada saat kerangka organisasi yang tercipta terlengkapi dengaa
prosedur dan metode kerja, kewenangan, personalia, serta peralatan yang diperlukan. Sistem tersebut sebagai
berikut:

Perumusan Kerja.

Sebagai dasar utama dari penyusunan organisasi, tujuan harus dirumuskan secara jelas dan lengkap, baik
mengenai bidang, ruang lingkup sasaran, keahlian atau ketrampilan serta peralatan yang diperlukan, jangka
waktu maupun cara pencapaiannya yang terbaik. Dari tujuan yang telah dirumuskan ditarik kesimpulan
tentang susunan, corak maupun ukuran besar kecilnya organisasi dakwah yang harus disusun.

Endang Saifuddin Anshari, MA, menyatakan, ” tujuan organisasi perjuangan Islam haruslah sesuai dengan
tuntutan Islam sebagai dasar perjuangan. Rumusan mengenai tujuan organisasi Islam boleh berlainan yang
satu dengan yang lainnya, namun haruslah sejalan dengan tujuan Islam itu sendiri.” [5]pendapat ini agaknya
perlu diperhatikan para aktivis organisasi dakwah.

Sebagai contoh kita mengambil suatu rumusan tujuan organisasi dakwah dengan bunyi: ” Terbinanya umat
Islam yang beriman, berilmu dan beramal shalih dalam rangka mengabdi kepada Allah untuk mencapai
keridhaannya”. Nampak bahwa tujuan organisasi tersebut memiliki keselarasan dengan firman Allah di dalam
al-Quran surah al Dzariyaat; 56. disamping itu rumusan tujuan tersebut mengandung tiga unsur yang dinamis,
yaitu : iman, ilmu, dan amal, sehingga dapat memberikan dorongan positif bagi anggotanya.

Tujuan organisasi (ultimate goal) terdapat dalam anggaran dasar. Tujuan organisasi dakwah harus
disosialisasikan kepada para anggotanya, sehingga mereka mengerti apa tujuannya berorganisasi. Untuk
menjamin agar aktivitas organisasi selalu berorientasi pada tujuan, sebaiknya setiap pengurus dan anggota
hafal di luar kepala atas teks tujuan tersebut. Tujuan organisasi biasanya juga digunakan sebagai dasar pada
surat-surat keputusan, dicantumkan dalam proposal kegiatan, sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun
pedoman organisasi dan lain sebagainya.

Penetapan Tugas Pokok.

Tugas pokok merupakan sasaran yang ingin dicapai dalam kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan organisasi
dakwah. Banyak sedikitnya tugas pokok tergantung besar kecilnya organisasi. Penetapan tugas pokok harus
berorientasi pada tujuan, menjadi landasan bagi penyelenggaraan semua kegiatan serta mampu menyahuti
kebutuhan gerak organisasi.

Perincian Kegiatan.

Perincian kegiatan merupakan daftar acuan kerja sebagai penjabaran tugas pokok secara operasional.
Perincian kerja organisasi dakwah harus disusun lengkap dan terperinci sehingga mampu memberikan
panduan bagi pengurus terutama dalam kegiatan rutin organisasi.

Pengelompokan Kegiatan Dalam Fungsi-Fungsi.

Kegiatan organisasi dakwah yang harus dilaksanakan dalam rangka pelaksanaan tugas pokok adalah sangat
banyak. Kegiatan-kegiatan tersebut ada yang berhubungan erat satu dengan yang lainnya, dan dapat
dibedakan secara jelas. Kegiatan-kegiatan yang erat hubungannya satu sama lain masing-masing
dikelompokkan menjadi satu yang disebut dengan ”fungsi”. Pengelompokan dalam fungsi-fungsi dilakukan
berdasarkan tujuan horisontal dan vertikal yang selanjutnya menjadi dasar dalam proses hierarki dan
departementasi organisasi dalam bidang-bidang kerja.

Departementasi.

Menurut Drs. Sutarto, ” yang dimaksud dengan departementasi adalah aktivitas untuk menyusun satuan-
satuan organisasi yang akan diserahi bidang kerja tertentu atau fungsi tertentu. Fungsi adalah sekelompok
aktivitas sejenis berdasarkan kesamaan sifatnya atau pelaksanaannya.

Departementasi merupakan tindakan pemilahan atau pemecahan fungsi-fungsi menjadi satuan-satuan


organisasi dalam bentuk bagian, bidang departemen, ataupun seksi. Dalam penyusunan satuan organisasi
perlu di perhatikan :

a. Setiap satuan organisasi memiliki satu fungsi utama yang sejenis.

b. Pemilahan satuan tugas berdasarkan pertimbangan hierarki dan koordinasi.

c. Satuan organisasi memiliki fleksibilitas bagi pengembangan organisasi.

d. Setiap satuan organisasi memiliki hak, wewenang, tanggung jawab, tugas, fungsi, personil dan fasilitas
sesuai dengan kedudukannya.

Penetapan Otoritas Organisasi.

Setiap personil pengurus satuan organisasi memiliki otoritas sesuai dengan jabatannya. Otoritas (wewenang)
adalah kekuasaan untuk bertindak memberi perintah dan mengambil keputusan dalam rangka melaksanakan
amanah organisasi. Otoritas diberikan sesuai dengan tugas dan kewajiban yang harus dilaksanakan.

Staffing (Pengisian Personil)

Pada prinsipnya organisasi adalah merupakan pengaturan orang-orang untuk mencapai tujuan, karena itu
pengaruh ”faktor manusia” besar sekali dalam keberhasilan atau kegagalan organisasi dakwah mencapai
tujuannya.

Staffing adalah penempatan orang-orang yang sesuai keahliannya pada satuan organisasi yang telah disusun.
Disini berlaku prinsip ”the right man on the right place” dan ”the right man behind the right gun” dengan
maksud menempatkan orang pada posisi dan jabatan pengurus organisasi dakwah yang tepat. Pembentukan
struktur organisasi yang baik dalam proses departementasi harus diimbangi dengan pemilihan personil
pengurus yang bekualitas, baik kualitas iman, ilmu, intelektualitas, maupun keterampilannya.

Keterampilan yang dibutuhkan personil yang ditempatkan meliputi technical skill, human skill, dan
conceptional skill. Untuk pengurus pada level bawah, menengah dan atas berbeda porsinya. Semakin tinggi
posisinya dalam hierarki organisasi semakin dituntut kemampuan konsepsional. Demikian pula semakin
rendah posisinya semakin dituntut teknis opersionalnya.

Fasilitating (Pemberian Fasilitas)

Tindakan selanjutnya dalam pengorganisasian lembaga dakwah adalah memberi fasilitas berupa perlengkapan
dan peralatan organisasi, baik finansial, material, maupun yang lainnya. Prinsip yang harus diikuti adalah
bahwa pemberian fasilitas kepada pengurus harus cukup tersedia sesuai dengan tugas, tanggung jawab dan
tujuan organisasi. Dengan tersedianya fasilitas yang baik insya Allah pengurus organisasi dakwah akan dapat
bekerja sesuai dengan harapan anggota.[6]

STUDI KASUS MATERI BASIC`TRAINNING REMAS AL KAUTSAR

1. MATERI
Sholat berjamaah

2. TUJUAN

2.1. Peserta memahami maksud dari tujuan pelaksanaan sholat berjamaah

2.2. Peserta memahami tata cara penyelenggaraan sholat berjamaah.

3. POKOK-POKOK BAHASAN

3.1. Pemahaman tentang memakmurkan masjid dengan sholat berjamaah.

3.2. Pemahaman tentang tuntutan Rasulullah dalam menegakkan sholat berjamaah.

3.3. Pemahaman tentang tata cara melaksanakan sholat berjamaah.

4. TARGET

4.1. Peserta memahami pentingnya sholat berjamaah dan tata caranya.

4.2. Peserta (laki-laki) tergugah hatinya untuk melaksanakan sholat fardu berjamaah di masjid.

5. METODE

5.1. Ceramah.

5.2. Tanya Jawab.

5.3. Penugasan.

6. SUSUNAN PANITIA BASIC TRAINING

A. PANITIA PENGARAH

Ketua : A. Mustofa

Anggota : Hadiyatullah

B. PANITIA PELAKSANA

Ketua : Suhadi

Sekretaris : Mukadi

Bendahara : Soepriyana

Seksi Acara

Ketua : Ma’sum

Anggota : Abdul Kholik, Abdul Aziz husain, Heru Santosa

Seksi Dana

Ketua : Mas’ud

Anggota : Endang Kurniawan, M. Yunus, As’ari

Seksi Perlengkapan

Ketua : Marjono

Anggota : Ahmad Said, Syamsul Maarif, Sundakir

Seksi Konsumsi
Ketua : Muthi’ Masfu’ah

Anggota : Mikyal Suyuti, Krisni Handayani, Lasminah.

7. FASILITATING

7.1. Note book, LCD projector dan screen

7.2. Meja panelis

7.3. Mimbar sambutan

7.4. Meja MC

7.5. Tempat duduk pria / wanita

7.6. Meja penerimaan tamu pria / wanita dan pintu masuk

7.7. Pintu keluar pria / wanita

BAB III

PENUTUP

A. SIMPULAN

Organisasi memiliki banyak pengertian, namun tidak berseberangan. Antara satu pengertian dengan yang
lainnya saling mendukung karena adanya kesamaan karakter dan tinjauannya. Arti secara umum organisasi
adalah unit sosial yang sengaja dibangun atau distrukturkan untuk mencapai tujuan tertentu. Adapun
pengorganisasian (organizing) adalah aplikasi dari organisasi itu sendiri. Yang merupakan salah satu unsur dari
manajemen yang tergabung dalam POAC (Planning, Organizing, actuating, controlling). Pengorganisasian
dalam arti umum adalah merupakan pengaturan segala perangkat dan sumber daya sedemikian rupa sehingga
merupakan satu kesatuan organisasi yang harmonis dan dikelola untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Pengorganisasian dakwah berorientasi pada tujuan umum organisasi dakwah dan diimplementasikan dengan
dukungan seluruh faktor manajemen, seperti: moral, manusia, material, mesin, uang, metode, dan perangkat
keras maupun lunaknya.

Sistem pengorganisasian meliputi berbagai rangkaian kegiatan yang bermula pada orientasi atas tujuan yang
akan dicapai dan berakhir pada saat kerangka organisasi yang tercipta terlengkapi dengan prosedur dan
metode kerja, kewenangan, personalia serta peralatan yang diperlukan. Diantaranya adalah perumusan kerja,
penetapan tugas pokok, perincian kegiatan, pengelompokkan kegiatan dalam fungsi-fungsi, departementasi,
penetapan otoritas organisasi, staffing, dan staffing.

PENGGERAKAN DAKWAH

MAKALAH

Disusun Guna Memenuhi Tugas:


Mata Kuliah : Manajemen Dakwah

Dosen Pengampu : Drs. H. Nurbini, M.S.I

Disusun oleh :

Martabatul Aliyah (131211049)

Saidatur Rohmah (131211050)

Wahyu Widyaningsih (131211053)

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO

SEMARANG

2014

PENDAHULUAN

Dalam penyelenggaraan da’wah, mutlak diperlukan penjalinan hubungan (koordinasi) diantara satu dengan
yang lain. Dengan adanya penjalinan hubungan yang dilakukan oleh pimpinan terhadap para pelaksana, baik
antara mereka yang berada dalam satu kesatuan, maupun dengan kesatuan yang lainnya, dapatlah
dihindarkan kesimpang siuran, kekacauan, kekembaran, kekosongan dan sebagainya. Kebijakan Nabi
Muhammad SAW bahwa dalam setiap menghadapi masalah beliau senantiasa mengadakan permusyawaratan
dengan para sahabatnya, disamping hal tersebut menunjukkan bahwa musyawarah adalah merupakan prinsip
ajaran islam yang penting, yang juga sebagai sarana penjalinan hubungan antara Nabi SAW dengan para
sahabatnya satu sama lain. Sehingga terpadulah potensi mereka dalam satu kesatuan dan kekuatan yang
sinkron.

Pentingnya arti pemberian motivasi, pembimbingan dan koordinasi, dalam rangka proses penyelenggaraan
da’wah. Selain itu diperlukan pula adanya saling pengertian diantara para pelaksana. Saling pengertian ini
dapat diwujudkan, bilamana masing-masing mereka secara timbal balik senantiasa menyampaikan informasi,
ide, keinginan dan sebagainya.
RUMUSAN MASALAH

Apa yang dimaksud penggerakan dakwah?

Bagaimana langkah-langkah dalam penggerakan dakwah?

Bagaimana Implementasi dalam penggerakan dakwah?

PEMBAHASAN

Pengertian Penggerakan Dakwah

Penggerakan adalah seluruh proses pemberian motivasi kerja kepada para bawahan sedemikian rupa,
sehingga meraka mampu bekerja dengan ikhlas demi tercapainya tujuan organisasi dengan efisien dan
ekonomis. Penggerakan dakwah merupakan fungsi manajemen yang paling strategis, karena penggerakan
dakwah merupakan inti dari pelaksanaan manajemen dakwah.

Jadi, penggerakan dakwah adalah suatu proses pemberian motivasi, pengarahan dan bimbingan kepada para
pelaksana dakwah, penggerakan komunikasi dan organisasi serta penerapan dan pengembangan
kepemimpinan dakwah.[1]

Langkah-langkah Penggerakan Dakwah

Dalam penggerakan dakwah terdiri dari beberapa langkah-langkah berikut:

Pemberian Motivasi (Motivating)

Motivasi diartikan sebagai kemampuan seorang meneger atau pemimpin dakwah dalam memberikan sebuah
kegairahan, kegiatandan pengertian, sehingga para anggotanya mampu untuk mendukung dan bekerja secara
ikhlas untuk mencapai tujuan organisasi sesuai tugas yang dibebankan kepadanya. Dengan kata lain, motivasi
adalah memberikan semangat atau dorongan kepada para pekerja untuk mencapai tujuan bersama dengan
cara memenuhi kebutuhan dan harapan mereka serta memberikan sebuah penghargaan (reward).

Masalah motivasi ini penting dalam organisasi dakwah karena mempunyai fungsi ganda kedalam, motivasi
berperan sebagai pendorong para pelaksana dakwah untuk meningkatkan produktivitas pencapaian sasaran
organisasi. Sedangkan keluar, mendorong objek dakwah untuk secara nyata (actual) melaksanakan ajaran-
ajaran Islam.[2]

Dalam menejemen dakwah, pemberian motivasi ini dapat berupa:

Pengikut sertaan dalam pengambilan keputusan

Pemberian informasi secara komprehensif


Pengakuan penghargaan terhadap sumbangan yang telah diberikan

Suasana yang menyenangkan

Penempatan yang tepat

Pendelegasian wewenang[3]

Pembimbingan (Directing)

Bimbingan dapat diartikan sebagai tindakan pemimpin dakwah yang dapat menjamin terlaksananya tugas-
tugas dakwah sesuai dengan rencana dan ketentuan-ketentuan yang sudah digariskan. Pembimbingan yang
dilakukan oleh pemimpin terhadap pelaksana dilakukan dengan jalan memberikan perintah atau petunjuk atau
usaha-usaha lain yang bersifat mempengaruhi dan menetapkan arah tindakan mereka.

Adapun komponen bimbingan dakwah adalah nasihat untuk membantu para da’i untuk melaksanakan
peranannya serta mengatasi permasalahan dalam menjalankan tugasnya adalah:

Memberikan perhatian pada setiap perkembangan para anggotanya.

Memberikan nasihat yang berkaitan dengan tugas dakwah yang bersifat membantu.

Memberikan sebuah dorongan

Memberikan bantuan atau bimbingan kepada semua elemen dakwah.[4]

Perintah diberikan dalam bentuk lisan, bilamana:

Tugas yang diberikan itu sederhana

Dalam keadaan darurat

Perintah itu dapat selesai dalam waktu singkat

Orang-orang yang diperintah sudah pernah mengerjakan hal itu

Bilamana dalam melaksanakan pekerjaan itu terjadi kekeliruan, tidak akan membawa akibat yang besar.

Untuk menjelaskan perintah tertulis.

Perintah secara tertulis, biasanya di berikan bilamana :

Pekerjaan yang di perintahkan sulit dan memerlukan keterangan detail.

Pihak penerima perintah berada di tempat lain.

Pihak penerima perintah sering lupa.

Perintah itu ditujukan kepada banyak orang.

Kesalahan yang mungkin timbul dalam pelaksanaan perintah itu akan mendatangkan akibat yang besar.

Dalam pemberian perintah baik lisan maupun tulisan yang harus diperhatikan, harus memperhatikan
beberapa hal, yaitu:
Perintah harus jelas

Perintah itu mungkin dan dapat dikerjakan

Perintah hendaknya diberikan satu persatu.

Perintah harus di berikan kepada orang yang tepat.

Perintah harus diberikan oleh satu tangan.[5]

Menjalin Hubungan (Coordinating)

Organisasi dakwah merupakan sebuah organisasi yang berbentuk sebuah tim atau kelompok dimana semua
kegiatannya akan bersentuhan langsung dengan para anggotanya. Sebuah tim merupakan kelompok orang
yang memiliki tujuan yang sama. Secara mendasar terdapat beberapa alasan mengapa diperlukan hubungan
antar kelompok, yaitu:

Keamanan

Status

Pertalian

Kekuasaan

Prestasi baik

Para anggota harus memiliki sebuah keoptimisan bahwa ia mampu melakukan tugas-tugas yang telah
ditentukan dengan sebuah usaha kerja sama yang baik. Betapa tidak, dalam sebuah organisasi kadang sebuah
tim tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan, dan salah satu factor utamanya adalah manusia yang bekerja
dalam organisasi tersebut. Untuk itu harus diperhatikan oleh para pemimpin tentang aspek penghambat
kesuksesan kerja sama tim. Diantaranya yaitu :

Identitas pribadi anggota tim,

Hubungan anggota tim, dan

Identitas tim dalam organisasi.[6]

Penyelenggaraan Komunikasi (Communicating)

Komunikasi antara pimpinan dakwah dengan para pelaksana itu dapat berjalan dengan efektif apabila
diperhatikan hal-hal sebagai berikut:

Memilih informasi yag akan dikomunikasikan

Mengetahui cara-cara menyampaikan informasi

Syarat-syarat keefektifan informasi yang disampaikan.

Jelas dan lengkap

Konsisten
Tepat waktu

Dapat digunakan tepat pada waktunya

Jelas siapa yang dituju

Mengenal dengan baik pihak penerima komunikasi

Membangkitkan perhatian pihak penerima informasi[7]

Menurut R. Kreitner terdapat empat hambatan yang sering terjadi dalam komunikasi, yaitu:

Hambatan proses (process barriers), ini terjadi karena komunikasi yang berlangsung melalui beberapa tahap
yang merupakan sebuah proses yang disebabkan factor pemberi (sander barrier), hambatan ungkapan bahasa
(encoding barrier), hambatan sarana (medium barrier), hambatan memahami ungkapan (receiver barrier),
serta hambatan umpan balik (feedback barrier).

Hambatan fisik (physical barriers), ini bisa terjadi karena factor jarak, dan media yang tidak memadai.

Hambatan sematik (sematic barriers). Hambatan sematik biasanya timbul karena salah memahami atau
mengartikan kata-kata yang dipergunakan.

Hambatan psiko-sosial (psycho-social barriers), hambatan dilatarbelakangi oleh sifat heterogen dari masing-
masing orang yang disebabkan oleh latar belakang, persepsi, nilai-nilai, kecenderungan, kebutuhan serta
harapan yang beda.[8]

Implementasi Penggerakan Dakwah

Implementasi penggerakan dakwah dalam organisasi dakwah ini merupakan usaha yang dilakukan yang
bertujuan untuk mewujudkan cita-cita atau tujuan yang telah ditetapkan, implementasi dengan berbagai
tindakan yang dilakukan untuk melaksanakan dan merealisasikan program yang telah disusun demi
tercapainya tujuan dari program yang telah direncanakan. Tindakan yang diambil harus memerhatikan
langkah-langkahnya.

Organisasi dakwah akan menghadai permasalan yang semakin kompleks seiring dengan perkembangan
peradaban yang bergulir, oleh karena itu hubungan mutualisme dalam tugas-tugas dakwah harus sering
dilakukan oleh da’i yang juga menuntut mereka untuk saling berkonsultasi dalam satuan kerja. Hal ini
mempererat hubungan dan kebutuhan organisasi, komit, serta pertemuan antar anggota yang akan
memecahkan masalah atau isu-isu yang mempengaruhi kerja organisasi.

Kembali lagi pada langkah-langkah penggerakan dakwah. Seorang da’i, atau pemimpin harus memerhatikan
hal yang sangat penting dalam memberikan motivasi, sehingga dapat melahirkan semangat yang tinggi serta
ketulus ikhlasan dalam bekerja. Dalam pemberian bimbingan berupa nasihat, perintah ataupun sebuah
dorongan harus memperhatikan feedbacknya. Bahwa dalam memerhatikan kadar kemampuan yang
berorientasi pada khalayak sehingga feedbacknya sesuai dengan harapan. Untuk mendapatkan feedback yang
sesuai dengan harapan, maka seorang pemimpin harus memiliki kemampuan memberikan motivasi dan
kekuatan kepada orang lain. Pada tangga itulah pengikutnya akan terbentuk.

Interaksi dalam sebuah organisasi sangat dibutuhkan. Dalam berinteraksi tentu tak bisa lepas komunikasi.
Untuk menciptakan sebuah lingkungan yang kondusif diantara semua anggota-anggota organisasi, dapat
dilakukan dengan meningkatkan ketertarikan pribadi. Seorang pemimpin dakwah yang mampu menciptakan
suasana yang kondusif dan nyaman diantara sesama anggota organisasi, sehingga sasaran dan tujuan
organisasi dakwah dapat tercapai serta dapat menumbuhkan rasa seperjuangan.

KESIMPULAN

Dapat diambil kesimpulan dalam preoses dakwah, penggerakan (Actuating) dakwah itu mempunyai arti dan
peranan yang sangat penting. Sebab diantara fungsi managemen lainnya, penggerakan merupakan fungsi yang
secara langsung berhubungan dengan manusia (pelaksana). Dengan fungsi penggerakan inilah maka ketiga
fungsi managemen dakwah yang lain baru akan efektif. Jelaslah bahwa penggerakan itu merupakan fungsi
yang sangat penting, bahkan menentukan jalannya proses dakwah. Sehingga dapat dikatakan bahwa
penggerakan itu merupakan intinya managemen dakwah. Sebab managemen dakwah yang berarti proses
penggerakan para pelaku dakwah untuk melakukan aktivitas dakwah.

Contoh Makalah Controlling Dakwah

Januari 02, 2018

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengawas atau controller dapat diibaratkan dengan navigator kapal. Navigator kapal yang sudah terlatih itu
membantu kapten kapal. Tanpa seorang navigator, kapal dapat terkandas pada batu karang atau kehilangan
haluan, tetapi hak untuk memberi komando tetap berada di tangan kapten kapal. Navigator hanya memberi
petunjuk dan memberitahukan kapten, bagaimana posisi kapal yang sedang dikemudikan itu. Jadi organisasi
atau badan usaha juga bisa diibaratkan sebagai kapal, sehingga peran pengawas (controller) sangat penting
dalam maju mundurnya suatu organisasi atau badan usaha.

Pengawasan (Controlling) sendiri memiliki arti penemuan, penerapan cara dan alat untuk menjamin bahwa
rencana telah dilaksanakan sesuai dengan yang telah ditetapkan dan mencapai tujuan yang diharapkan.
Dengan adanya manajemen pengawasan (controlling) dimaksudkan untuk mengawasi kegiatan-kegiatan
organisasi agar pelaksanaan kegiatan tersebut sejalan dengan tujuan yang ditetapkan.

Secara singkat, dapat dikatakan bahwa fungsi ini berusaha untuk menjamin kegiatan organisasi bergerak ke
arah tujuannya. Dengan adanya fungsi pengawasan, dapat diketahui apakah pelaksanaan kegiatan berjalan
sebagaimana semestinya atau terjadi kesalahan atau penyimpangan. Jika telah diketahui, tindakan lebih lanjut
dapat dilaksanakan. Kemudian, dapat diusahakan untuk meningkatkannya dan jika terjadi kesalahan dapat
dilakukan perbaikan.

DEFINISI CONTROLLING dAN LANGKAH-LANGKAH DALAM KONTROL


Posted on Desember 2, 2014 by Hestu Ikrarini

Definisi Controlling dan Langkah-langkah dalam Kontrol

Definisi mengendalikan (controlling)

Pengawasan manajemen adalah suatu usaha sistematik untuk menetapkan standar pelaksanaan dengan
tujuan-tujuan perencanaan, merancang sistem informasi umpan balik, membandingkan kegiatan nyata dengan
standar yang telah diterapakan sebelumnya, menentukan dan mengukur penyimpanganpenyimpangan, serta
mengambil tindakan koreksi yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumber daya perusahaan
digunakan dengan cara paling efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan perusahaan.

Mc. Farland memberikan definisi, pengawasan adalah suatu proses dimana pimpinan ingin mengetahui apakah
hasil pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan oleh bawahan sesuai dengan rencana, perintah, tujuan atau
kebijakan yang telah ditentukan.

Langkah-Langkah dalam Kontrol

Dalam proses pengendalian (kontrol) dibutuhkan langkah-langkah seperti berikut ini :

Menentukan standar-standar yang akan digunakan menjadi dasar pengendalian.

Mengukur pelaksanaan atau hasil yang telah dicapai.

Membandingkan pelaksanaan atau hasil dengan standar dan menentukan penyimpangan bila ada.

Melakukan tindakan perbaikan, jika terdapat penyimpangan agar pelaksanaan dan tujuan sesuai dengan
rencana.

Tipe-Tipe Kontrol

Ada 4 tipe kontrol dalam pengendalian manajemen, yaitu :

Pengendalian dari dalam organisasi (kontrol internal)

Adalah pengendalian yang dilakukan oleh oleh aparat/unit pengendalian yang dibentuk dari dalam organisasi
itu sendiri (dalam satu atap). Aparat/unit pengendalian ini bertugas mengumpulkan data dan informasi yang
diperlukan oleh pimpinan untuk melihat dan menilai kemajuan atau kemunduran dalam pelaksanaan
pekerjaan. Selain itu pimpinan dapat mengambil suatu tindakan korektif terhadap hasil pelaksanaan pekerjaan
yang dilakukan oleh bawahannya (internal control), misalnya unit kerja Inspektorat Jenderal sebagai unit
pengawasan di tingkat departemen.

Pengendalian luar organisasi (kontrol eksternal)

Adalah pengendalian yang dilakukan oleh Aparat/Unit Pengendalian dari luar organisasi terhadap departemen
(lembaga pemerintah lainnya) atas nama pemerintah. Selain itu pengawasan dapat pula dilakukan oleh pihak
luar yang ditunjuk oleh suatu organisasi untuk minta bantuan pemeriksaan/pengendalian terhadap
organisasinya. Misalnya Konsultan Pengawas, Akuntan swasta dan sebagainya.

Pengendalian preventif

Pengendalian preventif adalah pengendalian yang dilakukan sebelum rencana itu dilaksanakan. Maksud
pengendalian preventif adalah untuk mencegah terjadinya kekeliruan/kesalahan.

Pengendalian represif

Pengendalian represif adalah pengendalian yang dilakukan setelah adanya pelaksanaan pekerjaan. Maksud
dilakukannya pengendalian represif adalah untuk menjamin kelangsungan pelaksanaan pekerjaan agar
hasilnya tidak menyimpang dari yang telah direncanakan (dalam pengendalian anggaran disebut post- audit).

Kontrol Proses Manajemen


Dalam proses pengendalian manajemen yang baik sebaiknya formal, akan tetapi sifat pengendalian informal
pun masih banyak digunakan untuk proses manajemen. Pengendalian manajemen formal merupakan tahap-
tahap yang saling berkaitan antara satu dengan lain, terdiri dari proses :

Pemrograman (Programming)

Dalam tahap ini perusahaan menentukan program-program yang akan dilaksanakan dan memperkirakan
sumber daya yang akan alokasikan untuk setiap program yang telah ditentukan.

Penganggaran (Budgeting)

Pada tahap penganggaran ini program direncanakan secara terinci, dinyatakan dalam satu moneter untuk
suatu periode tertentu, biasanya satu tahun. Anggaran ini berdasarkan pada kumpulan anggaran-anggaran dari
pusat pertanggungjawaban.

Operasi dan Akuntansi (Operating and Accounting)

Pada tahap ini dilaksanakan pencatatan mengenai berbagai sumber daya yang digunakan dan penerimaan-
penerimaan yang dihasilkan. Catatan dan biaya-biaya tersebut digolongkan sesuai dengan program yang telah
ditetapkan dan pusat-pusat tanggungjawabnya. Penggolongan yang sesuai program dipakai sebagai dasar
untuk pemrograman di masa yang akan datang, sedangkan penggolongan yang sesuai dengan pusat tanggung
jawab digunakan untuk mengukur kinerja para manajer.

Laporan dan Analisis (Reporting and Analysis)

Tahap ini paling penting karena menutup suatu siklus dari proses pengendalian manajemen agar data untuk
proses pertanggungjawaban akuntansi dapat dikumpulkan.

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keberhasilan suatu perusahaan dalam mencapai tujuannya tidak terlepas

dari dukungan anggota perusahaan yang merupakan tonggak utama dalam

menjalankan perusahaan. Kemampuan anggota perusahaan sebagai sumber daya

manusia yang memberikan dukungan melalui pemikiran maupun tenaga sangat

membantu perusahaan tempatnya bekerja untuk maju dan berkembang di masa

yang akan datang. Menurut Tulus (1996:2) manusia merupakan sumber daya

paling penting dalam usaha organisasi mencapai keberhasilan

Sumber daya manusia ini menunjang organisasi dengan karya, bakat,

kreativitas dan dorongan. Betapapun sempurnanya aspek teknologi dan

ekonomi, tanpa aspek manusia sulit kiranya tujuan-tujuan organisasi dapat

dicapai. Masyarakat telah menunjukkan perhatian yang meningkat

terhadap aspek manusia tersebut. Nilai-nilai manusia semakin diselaraskan

dengan aspek-aspek teknologi maupun ekonomi.1

Sumber daya manusia yang memiliki wawasan luas merupakan aset


penting dalam suatu perusahaan. Dunia pendidikan yang semakin maju dapat

dilihat dari banyaknya organisasi pendidikan yang bermunculan dengan berbagai

program pendidikan untuk menunjang keterampilan, pengetahuan dan pemikiran,

diharapkan dapat menghasilkan sumber daya manusia yang berpotensi dan siap

kerja sesuai dengan bidangnya. Serta mampu mengemukakan gagasan dan

1 Moh. Agus Tulus, 1996, Manajemen Sumber Daya Manusia, PT Gramedia, Jakarta. Hal. 02

pemikiran yang inovatif. Menurut Handoko (1989:76) sebagai asset perusahaan,

sarjana lulusan pendidikan tinggi akan menambah langkah maju bagi perusahaan.

Pekerjaan-pekerjaan dalam perusahaan menjadi semakin teknis dan

kompleks, sehingga perusahaan makin memerlukan para sarjana lulusan

pendidikan tinggi. Sebagai konsekuensinya, banyak perusahaan

melakukan usaha-usaha khusus untuk membina dan memelihara hubungan

konstruktip dengan lembaga-lembaga pendidikan.

Manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber

daya manusia dan sumber daya lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai

suatu tujuan tertentu. Menurut Terry dan Leslie (1996:9-10) manajemen

merupakan.

Suatu bentuk kerja. Manajer, dalam melakukan pekerjaannya, harus

melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu, yang dinamakan fungsi-fungsi

manajemen, yang salah satunya adalah staffing. Staffing adalah

menentukan keperluan-keperluan sumber daya manusia, pengerahan,

penyaringan, latihan dan pengembangan tenaga kerja.2

Pada dasarnya, manajemen dibutuhkan untuk semua tipe kegiatan

organisasi dimana orang-orang bekerja sama dalam organisasi untuk mencapai

tujuan bersama.

Pengisian jabatan (staffing) merupakan tugas yang sangat penting bagi

para manajer dan juga dapat menentukan keberhasilan dan kegagalan suatu

perusahaan. Proses staffing dapat dipandang sebagai sebuah prosedur langkah

demi langkah yang berkesinambungan untuk menjaga agar organisasi selalu

2 George R. Terry dan Leslie W. Rue, 1996, Dasar-dasar Manajemen, Bumi Aksara, Jakarta, hal. 9-
10.

memperoleh orang-orang yang tepat dalam posisi yang tepat pada waktu yang

tepat, menurut Kadarman (1996:88) langkah-langkah tersebut adalah:

1. Perencanaan sumber daya manusia

2. Rekrutmen

3. Seleksi dan penempatan

4. Induksi dan orientasi

5. Pemindahan dan pemisahan

6. Latihan dan pengembangan

7. Penilaian prestasi3

Dari sini dapat diketahui bahwa proses staffing merupakan bagian yang

vital dalam pelaksanaan dan perkembangan sebuah lembaga atau organisasi.

Karena kompleksnya proses staffing ini, maka fungsi staffing menjadi bagian

fungsi manajemen yang terpisah dari fungsi organizing (pengorganisasian).

Melaksanakan fungsi staffing berarti manajer melakukan kegiatan untuk

mendapatkan orang-orang yang tepat untuk tiap jenis jabatan atau pekerjaan

tertentu yang bersifat manajerial atau orang-orang yang menduduki manajerial

posisi kunci maupun bersifat bukan manajerial dalam organisasi. Dengan kata

lain, tujuan dari staffing adalah mendapatkan orang yang terbaik untuk organisasi

dan mengembangkan keterampilan dan kemampuan untuk orang-orang tersebut.

Lembaga keuangan Syariah (LKS) sepanjang tahun senantiasa

menunjukkan kinerja yang cukup besar dalam aspek kuantitas. Baitul mal wa

Tamwil atau disingkat BMT termasuk salah satu dari LKS yang sedang

berkembang di kalangan masyarakat menengah ke bawah bahkan pada golongan

menengah ke atas, seperti halnya Lembaga BMT Amanah Ummah yang

3 A.M Kadarman, 1996, Pengantar Ilmu Manajemen, Gramedia Rosa Pudjiyogyanti, Jakarta, hal. 88.

merupakan lembaga keuangan masyarakat. Lembaga organisasi itu sendiri apapun

bentuknya selalu dituntut untuk meningkatkan kinerja para karyawannya agar bisa

lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya. Oleh sebab itu perlu adanya suatu

manajemen dalam melakukan aktivitas-aktivitas sehari-harinya. Dengan adanya


manajemen, organisasi dapat dipastikan bisa berjalan dengan lancar sesuai dengan

apa yang dikehendakinya.

Berkaitan dengan SDM lembaga keuangan syariah saat ini yang menjadi

salah satu kendala lain adalah terjadinya gap antara ketersediaan SDM ideal

dengan kemajuan industri perbankan syariah. Perbankan syariah saat ini banyak

diisi oleh SDM dari berlatar belakang lembaga keuangan konvensional serta SDM

yang berasal dari latar belakang pendidikan non ekonomi syariah. Hal ini

menyebabkan SDM yang ada belum secara mendalam memahami penerapan

ekonomi syariah khususnya perbankan syariah.

Berdasarkan fakta-fakta di atas bahwa BMT saat ini banyak diisi oleh

SDM yang berlatar belakang lembaga keuangan konvensional serta SDM yang

berasal dari latar belakang pendidikan non ekonomi syariah. Oleh karena itu

peneliti mencoba melakukan penelitian yang berjudul proses staffing di BMT

Amanah Ummah Surabaya

Marketing dakwah

Pernah dengar istilah Marketing Dakwah?

Jika kita cermati lebih mendalam, sesungguhnya proses dakwah adalah sebuah proses marketing dengan
produknya hal-hal yang didakwahkan, sebutlah Islam (sebagai produknya).

Sebagaimana halnya marketing, ternyata keberhasilan dakwah pun akan sangat dipengaruhi oleh faktor
personal dan faktor eksternal, salah satunya adalah jam terbang atau pengalaman. Jam terbang ini penting
dimiliki. Agar disebut berpengalaman, seorang pendakwah (spiritual marketer) harus berani mencoba di tahap
awalnya. Setelah keberanian itu muncul, maka proses dakwah (marketing) akan berjalan terus menerus dan
berjalan dengan alami sehingga menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan.

Sebagaimana halnya marketing, Proses berdakwah pun sangat membutuhkan penguasaan product knowledge
pada setiap pendakwah (marketer).

Sebagaimana halnya marketing, para pendakwah harus mampu berkomunikasi dengan baik, termasuk di
dalamnya pandai membaca bahasa tubuh dan bahasa lisan yang ditampakkan oleh target dakwah (customer /
consumer). Untuk itu, perlu dikuasai Keterampilan Komunikasi Interpersonal yang mampu menghadirkan
proses negosiasi yang “mengasyikan” sehingga dihasilkan kesepakatan yang win win solution yaitu proses
dakwah dapat dijalankan dengan optimal, target dakwah dapat menerima hal-hal yang didakwahkan.

Anda mungkin juga menyukai