Anda di halaman 1dari 31

KONSEP TEORI DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN.

Y PASIEN
MALARIA DI RUANG ISOLASI ANAK

Untuk memenuhi
Tugas Matakuliah Keperawatan Medikal Bedah I
Oleh:
Natalia Desi AOA0190909

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN KENDEDES MALANG


PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN
2021
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Tuhan yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ilmiah tentang “ konsep teori dan asuhan keperawatan pada an. y pasien malaria di ruang
isolasi anak ”.
Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu
kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi
dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami
dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang “ konsep teori dan
asuhan keperawatan pada an. y pasien malaria di ruang isolasi anak ” ini dapat
memberikan manfaat maupun inpsirasi terhadap pembaca.

Malang, 17 Februari 2021

Penulis
LAPORAN PENDAHULUAN MALARIA

A. Definisi
Penyakit malaria adalah suatu penyakit yang disebabkan parasit dari kelompok
Plasmodium yang berada di dalam sel darah merah, atau sel hati yang ditularkan oleh
nyamuk anopheles. Sampai saat ini telah teridentifikasi sebanyak 80 spesies anopheles
dan 18 spesies diantaranya telah dikonfirmasi sebagai vektor malaria.
Penyakit malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh sporozoa dari
genus plasmodium yang berada di dalam sel darah merah, atau sel hati. Sampai saat ini
dikenal cukup banyak spesies dari plasmodia yang terdapat pada burung, monyet, kerbau,
sapi, binatang melata.
Malaria adalah penyakit yang bersifat akut maupun kronik yang disebabkan oleh
protozoa genus plasmodium yang ditandai dengan demam, anemia dan splenomegali
(Mansjoer, 2001, hal 406).
Malaria adalah penyakit infeksi dengan demam berkala, yang disebabkan oleh
Parasit Plasmodium dan ditularkan oleh sejenis nyamuk Anopeles (Tjay & Raharja,
2000).
B. Insiden
Penyakit malaria ini sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan di
Indonesia, khususnya di bagian Indonesia Timur. Angka mortalitas akibat penyakit ini
dibeberapa daerah di Indonesia sampai saat ini cukup tinggi yaitu sebesar 20,9 – 50 %.
Seperti di Propinsi Nusa Tenggara Timur yang merupakan salah satu daerah endemis
malaria dan penyakit ini menduduki rangking ke 2 dari 10 besar dari penyakit utama di
Puskesmas. Berdasarkan Profil Kesehatan Propinsi Nusa Tenggara Timur dari tahun
2006 s/d 2007, Insiden penyakit malaria yang diukur berdasarkan Annual Malaria
Incidence (AMI) sejak tahun 2006 s/d 2007 cenderung meningkat (Departemen
Kesehatan RI, 2000).
C. Etiologi
Agen penyebab malaria dari genus Plasmodium, Familia Plasmodiidae, dari ordo
Coccidiidae. Penyebab malaria pada manusia di Indonesia sampai saat ini empat spesies
plasmodium yaitu Plasmodium falciparum sebagai penyebab malaria tropika yakni
nyamuk anopheles, Plasmodium vivax sebagai penyebab malaria tertiana, Plasmodium
malarie sebagai penyebab malaria kuartana dan Plasmodium ovale, jenis ini jarang sekali
dijumpai, umumnya banyak di Afrika. (Pampana E.J. 1969; Gunawan S. 2000). Jenis
Plasmodium yang sering menyebabkan kekambuhan adalah P. vivax dan P. ovale
(Departemen Kesehatan RI, 2000).
D. Manifestasi Klinis
Gejala dari penyakit malaria terdiri atas beberapa serangan demam dengan
interval tertentu (parokisme), yang diselingi oleh suatu periode (periode laten) dimana
penderita bebas sama sekali dari demam. Jadi gejala klinis utama dari penyakit malaria
adalah demam, menggigil secara berkala dan sakit kepala disebut “Trias Malaria”
(Malaria paroxysm). Secara berurutan.
Kadang-kadang menunjukkan gejala klinis lain seperti : badan terasa lemas dan
pucat karena kekurangan sel darah merah dan berkeringat, napsu makan menurun, mual-
mual, kadang-kadang diikuti muntah, sakit kepala dengan rasa berat yang terus menerus,
khususnya pada infeksi dengan falsiparum. Dalam keadaan menahun (kronis) gejala
tersebut diatas disertai dengan pembesaran limpa. Pada malaria berat, gejala-gejala
tersebut diatas disertai kejang-kejang dan penurunan kesadaran sampai koma. Pada anak,
makin muda usia makin tidak jelas gejala klinisnya, tetapi yang menonjol adalah diare
dan anemia serta adanya riwayat kunjungan atau berasal dari daerah malaria.
a. Stadium menggigil
Dimulai dengan menggigil dan perasaan sangat dingin, nadi cepat lemah, bibir
dan jari pucat/kebiruan. Penderita mungkin muntah dan pada anak-anak sering
terjadi kejang. Stadium ini berlangsung antara 15 sampai 1 jam.
b. Stadium demam
Setelah merasa kedinginan penderita merasa kepanasan, muka merah, kulit
kering, dan terasa sangat panas seperti terbakar, sakit kepala, nadi lebih kuat.
Penderita merasa sangat haus dan suhu tubuh bisa mencapai 41 ºC. Stadium ini
berlangsungantara 2-4 jam.
c. Stadium berkeringat
Penderita berkeringat banyak, suhu badan menurun dengan cepat, kadang-
kadang samapai di bawah suhu normal, dapat tidur nyenyak dan setelah bangun
tidur badan terasa lelah tetapi tidak ada gejala lain. Stadium ini berlangsung antara
2-4 jam. Beberapa keadaan klinik dalam perjalanan infeksi malaria adalah :
(Departemen Kesehatan RI, 2000).
E. Patofisiologi
a. Narasi
Patofisiologi pada malaria masih belum diketahui dengan pasti. Berbagai macam
teori dan hipotesis telah dikemukakan. Perubahan patofisiologi pada malaria
terutama mungkin berhubungan dengan gangguan aliran darah setempat sebagai
akibat melekatnya eritrosit yang mengandung parasit pada endothelium kapiler.
Perubahan ini cepat reversibel pada mereka yang dapat tetap hidup. Peran beberapa
mediator humoral masih belum pasti, tetapi mungkin terlibat dalam patogenesis
demam dan peradangan. Skizogoni ekso-eritrositik mungkin dapat menyebabkan
reaksi leukosit dan fagosit, sedangkan sprozoit dan gametosit tidak menimbulkan
perubahan patofisiologik. Patofisiologi malaria adalah multifaktoral dan mungkin
berhubungan dengan hal-hal sebagai berikut:
Penghancuran eritrosit. Eritrosit dihancurkan tidak saja oleh pecahnya eritrosit
yang mengandung parasit, tetapi juga oleh fagositosis eritrosis yang mengandung
parasit dan yang tidak mengandung parasit, sehingga menyebabkan anemia dan
anoksia jaringan. Dengan hemolisis intravaskular yang berat dapat terjadi
hemoglobinuria (blackwater fever) dan dapat mengakibatkan gagal ginjal.
Mediator endotoksin makrofag. Pada saat skizogoni, eritrosit yang mengandung
parasit memicu makrofag yang sensitif endotoksin untuk melepaskan berbagai
mediator yang rupanya menyebabkan perubahan patofisiologi yang berhubungan
dengan malaria.
Endotoksin tidak terdapat pada parasit malaria, mungkin asalnya dari rongga
saluran pencernaan dan parasit malaria sendiri dapat melepaskan faktor nekrosis
tumor (TNF). TNF adalah suatu monokin, ditemukan dalam peredaran darah
manusia dan hewan yang terinfeksi parasit malaria. TNF dan sitokin lain yang
berhubungan, menimbulkan demam, hipoglikemia dan sindrom penyakit pernafasan
pada orang dewasa (ARDS = Adult Respiratory Disease Sindrom) dengan
sekuestrasi sel neutrofil dalam pembuluh darah paru. TNF dapat juga
menghancurkan P. falciparum in vitro dan dapat meningkatkan perlekatan eritrosit
yang dihinggapi parasit pada endothelium kapiler. Konsentrasi TNF dalam serum
pada anak dengan malaria falciparum akut berhubungan langsung dengan mortalitas,
hipoglikemia, hiperparasitemia dan beratnya penyakit.
Sekuestrasi eritrosit yang terinfeksi. Eritrosit yang terinfeksi dengan stadium
lanjut P. falciparum dapat membentuk tonjolan-tonjolan (knobs) pada
permukaannya. Tonjolan tersebut mengandung antigen malaria dan bereaksi dengan
antibodi malaria dan berhubungan dengan afinitas eritrosit yang mengandung P.
falciparum terhadap endotelium kapiler darah dalam organ tubuh, sehingga skizogoni
berlangsung di sirkulasi organ tubuh, bukan di sirkulasi perifer. Eritrosit yang
terinfeksi menempel pada endotelium kapiler darah dan membentuk gumpalan
(sludge) yang membendung kapiler dalam organ tubuh.
Protein dan cairan merembes melalui membran kapiler yang bocor (menjadi
lebih permeabel) dan menimbulkan anoksia dan edema jaringan. Anoksia jaringan
yang cukup meluas dapat menyebabkan kematian. Protein kaya histidin P.
falciparum ditemukan pada tonjolan-tonjolan tersebut.

Terjadinya infeksi oleh parasit Plasmodium ke dalam tubuh manusia dapat


terjadi melalui dua cara yaitu :
1. Secara alami melalui gigitan nyamuk anopheles betina yang mengandung parasit
malaria
2. Induksi yaitu jika stadium aseksual dalam eritrosit masuk ke dalam darah manusia,
misalnya melalui transfuse darah, suntikan, atau pada bayi yang baru lahir melalui
plasenta ibu yang terinfeksi (congenital).
Patofisiologi malaria sangat kompleks dan mungkin berhubungan dengan hal-hal
sebagai berikut :
1. Penghancuran eritrosit yang terjadi oleh karena :
 Pecahnya eritrosit yang mengandung parasit
 Fagositosis eritrosit yang mengandung dan tidak mengandung parasit
Akibatnya terjadi anemia dan anoksia jaringan dan hemolisis intravaskuler
2. Pelepasan mediator Endotoksin-makrofag
Pada proses skizoni yang melepaskan endotoksin, makrofag melepaskan berbagai
mediator endotoksin.
3. Pelepasan TNF ( Tumor necrosing factor atau factor nekrosis tumor )
Merupakan suatu monokin yang dilepas oleh adanya parasit malaria. TNF ini
bertanggung jawab terhadap demam, hipoglikemia, ARDS.
4. Sekuetrasi eritrosit
Eritrosit yang terinfeksi dapat membentuk knob di permukaannya. Knob ini
mengandung antigen malaria yang kemudian akan bereaksi dengan antibody.
Eritrosit yang terinfeksi akan menempel pada endotel kapiler alat dalam dan
membentuk gumpalan sehingga terjadi bendungan. (Price. Sylvia, 2002)
b. Pathway
F. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosa malaria didasarkan atas manifestasi klinis (termasuk anamnesis), uji
imunoserologis dan menemukan parasit (Plasmodium) malaria dalam darah penderita.
Penegakan diagnosis melalui pemeriksaan laboratorium memerlukan persyaratan tertentu
agar mempunyai nilai diagnostik yang tinggi yaitu : waktu pengambilan sampel harus
tepat yaitu pada akhir periode demam memasuki periode berkeringat, karena pada
periode ini jumlah trophozoite dalam sirkulasi mencapai maksimal dan cukup matur
sehingga memudahkan identifikasi spesies parasit. Volume darah yang diambil sebagai
sampel cukup, yaitu darah kapiler. Kualitas preparat harus baik untuk menjamin
identifikasi spesies Plasmodium yang tepat (Purwaningsih, 2000). Diagnosa malaria
dibagi dua (Departemen Kesehatan RI., 2000), yaitu :
a. Secara laboratorium (Dengan Pemeriksaan Sediaan Darah)
Darah Lengkap dilakukan guna mengetahui kadar eritrosit, leukosit, dan
trombosit. Biasanya pada kasus-kasus malaria, dijumpai kadar eritrosit dan
hemoglobin yang menurun. Hal ini disebabkan karena pengrusakan eritrosit oleh
parasit, penekanan eritropoesis dan mungkin sangat penting adalah hemolisis oleh
proses imunologis. Pada malaria akut juga terjadi penghambatan eritropoesis pada
sumsum tulang, dapat dijumpai trombositopenia yang dapat mengganggu proses
koagulasi. Pada malaria tropika yang berat maka plasma fibrinogen dapat menurun
yang disebabkan peningkatan konsumsi fibrinogen karena terjadinya koagulasi
intravskuler.
b. Tes Antigen : p-f test
Yaitu mendeteksi antigen dari P.falciparum (Histidine Rich Protein II). Deteksi
sangat cepat hanya 3-5 menit, tidak memerlukan latihan khusus, sensitivitasnya
baik, tidak memerlukan alat khusus. Deteksi untuk antigen vivaks sudah beredar
dipasaran yaitu dengan metode ICT. Tes sejenis dengan mendeteksi laktat
dehidrogenase dari plasmodium (pLDH) dengan cara immunochromatographic
telah dipasarkan dengan nama tes OPTIMAL. Optimal dapat mendeteksi dari 0-200
parasit/ul darah dan dapat membedakan apakah infeksi P.falciparum atau P.vivax.
Sensitivitas sampai 95 % dan hasil positif salah lebih rendah dari tes deteksi HRP-
2. Tes ini sekarang dikenal sebagai tes cepat (Rapid test).
c). Tes Serologi
Tes serologi mulai diperkenalkan sejak tahun 1962 dengan memakai tekhnik
indirect fluorescent antibody test. Tes ini berguna mendeteksi adanya antibody
specific terhadap malaria atau pada keadaan dimana parasit sangat minimal. Tes ini
kurang bermanfaat sebagai alat diagnostic sebab antibody baru terjadi setelah
beberapa hari parasitemia. Manfaat tes serologi terutama untuk penelitian
epidemiologi atau alat uji saring donor darah. Titer > 1:200 dianggap sebagai
infeksi baru ; dan test > 1:20 dinyatakan positif . Metode-metode tes serologi antara
lain indirect haemagglutination test, immunoprecipitation techniques, ELISA test,
radio-immunoassay.
d). Pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction) ---> Pemeriksaan infeksi
Pemeriksaan ini dianggap sangat peka dengan tekhnologi amplifikasi DNA,
waktu dipakai cukup cepat dan sensitivitas maupun spesifitasnya tinggi.
Keunggulan tes ini walaupun jumlah parasit sangat sedikit dapat memberikan hasil
positif. Tes ini baru dipakai sebagai sarana penelitian dan belum untuk pemeriksaan
rutin.
G. Penatalaksanaan
a. Non Farmakologi
The Center for disease Control and Prevention (CDC) merekomendasikan hal
berikut untuk membantu mencegah merebaknya malaria:
1. Semprotkan atau gunakan obat pembasmi nyamuk di sekitar tempat tidur
2. Gunakan pakaian yang bisa menutupi tubuh disaat senja sampai fajar
3. Atau bisa menggunakan kelambu di atas tempat tidur, untuk menghalangi nyamuk
mendekat
4. Jangan biarkan air tergenang lama di got, bak mandi, bekas kaleng atau tempat
lain yang bisa menjadi sarang nyamuk

b. Terapi Farmakologi
Pengobatan yang diberikan adalah pengobatan radikal malaria dengan
membunuh semua stadium parasit yang ada di dalam tubuh manusia. Adapun
tujuan pengobatan radikal untuk mendapat kesembuhan kilinis dan parasitologik
serta memutuskan rantai penularan.
Semua obat anti malaria tidak boleh diberikan dalam keadaan perut kosong
karena bersifat iritasi lambung, oleh sebab itu penderita harus makan terlebih
dahulu setiap akan minum obat anti malaria.
1. Pemberian obat anti malaria
a. Skizontisid jaringan primer yang membasmi parasit pra-eritrosit, yaitu
proguanil, pirimetamin
b. Skizontisid jaringan sekunder yang membasmi parasit ekso-eritroit, yaitu
primakuin
c. Skizontisid darah yang membasmi parasit fase eritrosit, yaitu kina, klorokuin,
dan amodiakuin
d. Gametosid yang menghancurkan bentuk seksual. Primakuin adalah gametosid
yang ampuh bagi keempat spesies. Gametosid untuk P.vivax, P.malaria,
P.ovale, adalah kina, klorokuin, dan amidokuin
e. Sporontosid mencegah gametosid dalam darah untuk membentuk ookista dan
sporozoid dalam nyamuk anopheles, yaitu primakuin dan proguanil.
2. Pemberian obat anti malaria berat
Artesunat parenteral direkomendasikan untuk digunakan di Rumah Sakit atau
Puskesmas perawatan, sedangkan artemeter intramuskular direkomendasikan
untuk di lapangan atau Puskesmas tanpa fasilitas perawatan. Obat ini tidak boleh
diberikan pada ibu hamil trimester 1 yang menderita malaria berat.
Kemasan dan cara pemberian artesunat Artesunat parenteral tersedia dalam
vial yang berisi 60 mg serbuk kering asam artesunik dan pelarut dalam ampul
yang berisi 0,6 ml natrium bikarbonat 5%. Untuk membuat larutan artesunat
dengan mencampur 60 mg serbuk kering artesunik dengan larutan 0,6 ml natrium
bikarbonat 5%. Kemudian ditambah larutan Dextrose 5% sebanyak 3-5 ml.
Artesunat diberikan dengan loading dose secara bolus: 2,4 mg/kgbb per-iv selama
± 2 menit, dan diulang setelah 12 jam dengan dosis yang sama. Selanjutnya
artesunat diberikan 2,4 mg/kgbb per-iv satu kali sehari sampai penderita mampu
minum obat. Larutan artesunat ini juga bisa diberikan secara intramuskular (i.m.)
dengan dosis yang sama.
Bila penderitasudah dapat minum obat, maka pengobatan dilanjutkan dengan
regimen artesunat + amodiakuin + primakuin (Lihat dosis pengobatan lini
pertama malaria falsiparum tanpa komplikasi).
Kemasan dan cara pemberian artemeter. Artemeter intramuskular tersedia
dalam ampul yang berisi 80 mg artemeter dalam larutan minyak Artemeter
diberikan dengan loading dose: 3,2mg/kgbb intramuskular Selanjutnya artemeter
diberikan 1,6 mg/kgbb intramuskular satu kali sehari sampai penderita mampu
minum obat. Bila penderita sudah dapat minum obat, maka pengobatan
dilanjutkan dengan regimen artesunat + amodiakuin + primakuin.
3. Kemoprofilaksis
Kemoprofilaksis bertujuan untuk. mengurangi resiko terinfeksi malaria
sehingga bila terinfeksi maka gejala klinisnya tidak berat. Kemoprofilaksis ini
ditujukan kepada orang yang bepergian ke daerah endemis malaria dalam waktu
yang tidak terlalu lama, seperti turis, peneliti, pegawai kehutanan dan lain-lain
Untuk kelompok atau individu yang akan bepergian/tugas dalam jangka waktu
yang lama, sebaiknya menggunakan personaI protection seperti pemakaian
kelambu, repellent, kawat kassa dan Iain-lain.
Sehubungan dengan laporan tingginya tingkat resistensi Plasmodium
falciparum terhadap klorokuin, maka doksisiklin menjadi pilihan untuk
kemoprofilaksis Doksisiklin diberikan setiap hari dengan dosis 2 mg/kgbb selama
tidak Iebih dari 4-6 minggu. Doksisiklin tidak boleh diberikan kepada anak umur
< 8 tahun dan ibu hamil.
Kemoprofilaksis untuk Plasmodium vivax dapat diberikan klorokuin dengan
dosis 5 mg/kgbb setiap minggu. Obat tersebut diminum satu minggu sebelum
masuk ke daerah endemis sampai 4 minggu setelah kembali. Dianjurkan tidak
menggunakan klorokuin lebih dan 3-6 bulan.
H. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
A. Identitas
Nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa,
tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomer register, diagnosis medis
B. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan
kesehatan adalah Pasien biasanya mengeluh suhu tubuhnya panas, pusing, mual,
muntah, lemah, sesak nafas, pucat yang menunjukkan anemia.
b. Riwayat penyakit sekarang
Pasien biasanya mengeluh suhu tubuhnya panas, pusing, Kulit kuning dan
perut kelihatan  membesar bila sudah dalam kondisi parah, hilangnya nafsu makan
dan kadang mual. Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran napas bagian atas
infeksi lainnya. Hal ini mudah dimengerti karena rendahnya Hb yang berfungsi
sebagai alat transport.  
c. Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian yang perlu ditanyakan pada RPD meliputi adanya Riwayat
transfuse darah/ komponen darah, penyakit ginjal kronis, hepar, kanker, infeksi
kronis, pernah mengalami pendarahan, dan alergi multiple.
d. Riwayat penyakit keluarga
Perlu dikaji apakah kedua orang tua menderita malaria, maka anaknya berisiko
menderita malaria. Oleh karena itu, konseling pranikah sebenarnya perlu dilakukan
karena berfungsi untuk mengetahui adanya penyakit yang mungkin disebabkan
karena keturunan.
C. Activity Daily Living
1. Aktivitas/ istirahat
Gejala : Keletihan, kelemahan, malaise umum
Tanda : Takikardi, Kelemahan otot dan penurunan kekuatan.
2. Sirkulasi
Tanda : Tekanan darah normal atau sedikit menurun. Denyut perifer kuat dan cepat
(fase demam) Kulit hangat, diuresis (diaphoresis ) karena vasodilatasi. Pucat dan
lembab (vaso kontriksi), hipovolemia,penurunan aliran darah.
3. Eliminasi
Gejela : Diare atau konstipasi; penurunan haluaran urine
Tanda : Distensi abdomen
2. Makanan dan cairan
Gejala : Anoreksia mual dan muntah
Tanda : Penurunan berat badan, penurunan lemak subkutan, dan Penurunan masa
otot. Penurunan haluaran urine, kosentrasi urine.
3. Neuro sensori
Gejala : Sakit kepala, pusing dan pingsan.
Tanda : Gelisah, ketakutan, kacau mental, disorientas deliriu atau koma.
4. Pernapasan.
Tanda : Tackipnea dengan penurunan kedalaman pernapasan .
Gejala : Napas pendek pada istirahat dan aktivitas
5. Penyuluhan/ pembelajaran
Gejala : Masalah kesehatan kronis, misalnya hati, ginjal, keracunan alkohol,
riwayat splenektomi, baru saja menjalani operasi/ prosedur invasif, luka traumatik.
D. Pemeriksaan Fisik
a.   Keadaan umum
Klien biasanya terlihat lemah dan tampak pucat, perut membuncit akibat
hepatomegali, bentuk muka mongoloid, ditemukan ikterus.

b.    TTV
 TD: Hipotensi
 Nadi: Takikardi (>100x/menit)
 RR: Takipneu (>24 x/menit)
 Suhu: Bisa naik (> 40˚C)
c.     Review of system
BI (Breath)
Pasien dengan Malaria Bila gejala telah lanjut klien mengeluh sesak nafas,
pernafasan dangkal, cepat, melaui hidung disertai penggunaan otot bantu
pernafasan.
B2 (Blood)
Hasil pemeriksaan kardiovaskuler klien Malaria dapat ditemukan tekanan
darah hipotensi, nadi bradikardi, takikardi. Frekuensi nadi cepat dan lemah
berhubungan dengan homeostatis tubuh dalam upaya menyeimbangkan kebutuhan
oksigen perifer.
Biasanya ketika dilakukan pemeriksaan hapusan darah tepi didapatkan
gambaran Anisositosis (sel darah tidak terbentuk secara sempurna), Hipokrom
(jumlah sel berkurang), Poikilositosis (adanya bentuk sel darah yang tidak
normal), Pada sel target terdapat fragmentosit dan banyak terdapat sel normablast,
Kadar haemoglobin rendah dijumpai pada malaria berat disertai syndroma
anemia, yaitu kurang dari 6 mg/dl.
B3 (Brain)
Status mental pada pasien malaria kondisi lanjut bisa terjadi penurunan
kesadaran, gelisah, kejang.
B4 (Bladder)
Pada klien dengan malaria biasanya ditemukan BAK lebih sering, bisa terjadi
urine berwarna gelap, Palpasi adanya distesi bladder (kandung kemih).
B5 (Bowel)
Selaput mukosa kering, kesulitan dalam menelan, kembung, nyeri tekan pada
epigastrik, nafsu makan menurun, mual muntah, pembesaran limpa, pembesaran
hati, abdomen tegang, terdapat pembesaran limpa dan hati (hepato dan
splemagali).
B6 (Bone)
Kulit kelihatan pucat karena adanya penurunan kadar hemoglobin dalam
darah, selain itu  warna kulit kekuning- kuningan. Nyeri otot / sendi, kelemahan,
penurunan aktifitas.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang sering muncul pada pasien malaria adalah sebagai berikut:
1. Peningkatan suhu tubuh/ hipertermia b.d peningkatan tingkat metabolisme,
dehidrasi, perubahan pada regulasi temperatur.
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b. d mual, muntah dan anoreksia.
3. Nyeri akut, sakit kepala b.d peningkatan tekanan vaskular serebral
4. Gangguan mobilitas b.d kelemahan tubuh

3. Intervensi Keperawatan
Dx. 1 Peningkatan suhu tubuh/ hipertermia b.d peningkatan tingkat metabolisme,
dehidrasi, perubahan pada regulasi temperatur.
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam, suhu tubuh klien turun.
Kriteria Hasil:
 TTV dalam batas normal: S = 36,5 – 37,5˚C
 Turgor kulit < 2 det
 Input dan output cairan balance
 Mukosa bibir lembab
Intervensi:
1. Pantau suhu pasien, perhatikan pasien menggigil/ diaforesis.
R: Suhu 38,9- 41,1 c menunjukkan proses penyakit infeksius akut. Pola demam
dapat membantu dalam diagnosis mis: kurva demam lanjut berakhir lebih dari
24 jam menunjukkan pneumonia, demam. Menggil merupakan puncak suhu.
2. Pantau suhu lingkungan , batasi / tambahkan linen tempat tidur sesuai indikasi.
R: Suhu ruangan/ jumalh selimut harus diubah untuk mempertahankan suhu
mendekati normal.
3. Berikan kompres mandi hangat, hindari penggunaan alkohol.
R: Dapat membantu mengurangi demam.
4. Berikan selimut pendingin
R: Digunakan untuk mengurangi demam dengan umumnya lebig besar dari 39,5-
40 c pada waktu terjadi kerusakan/ gangguan pada otak.
5. Kolaborasi
Berikan antipiretik misalnya : ASA (Aspirin), asetaminofen (Tylenol).
R: Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentral pada hipotalamus,
meskipun demam mungkin dapat berguna dalam membatasi pertumbuhan
organisme dan meningkatkan autodestruksi dari sel- sel yang terinfeksi.
Dx. 2 Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b. d mual, muntah dan anoreksia.
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam, kebutuhan nutrisi klien
terpenuhi.
Kriteria Hasil:
 Tidak terjadi mual
 Muntah (-)
 Anoreksia (-)
 BB ideal
Intervensi:
1. Catat status nutrisi pasien, catat turgor kulit , berat badan dan derajat kekurangan
berata badan, integritas kulit, adanya tonus usus, riwayat mual/ muntah atau diare.
R: Berguna untuk mendefinisikan derajat/ luasnya masalah dan pilihan intervensi
yang tepat.
2. Pastikan pola diet biasa pasien, yang disukai/ tidak disukai.
R: Membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan/ kekuatan khusus.
Pertimbangkan keinginan individu untuk memperbaiki makanan.
3. Awasi masukan/ pengeluaran dan berat badan secara periodik.
R: Berguna dalam menukur keefektifan nutrisi dan dukungan cairan.
4. Selidiki anoreksia, mual, muntah dan catat kemungkinan hubungan dengan obat.
Awasi frekuensi, volume, konsistensi feses.
R: Dapat mempengaruhi pilihan diet dan mengidentifikasi area pemecahan masalah
untuk meningkatkan pemasukan / penggunaan nutrien.
5. Dorong makan dengan sering dengan porsi sedikit.
R: Membantu menghemat energi khususnya bila kebutuhan metabolik meningkat
saat demam.
6. Berika perawatan mulut sesudah maupun sebelum tindakan.
R: Menurunkan rasa tak enak karena sisa muntah atau obat untuk pengobatan
respirasi yang merangsang pusat muntah.
7. Dorong orang terdekat untuk memberikan makanan.
R: Membuat lingkungan sosial lebih normal selama makan dan membantu
memenuhi kebutuhan personal dan kultural.
8. Kolaborasi
Rujuk ke ahli diet untuk menentukan komposisi diet.
R: Memberikan bantuan dalam perencanaan diet dengan nutrisi adekuat untuk
kebutuhan metabolik pasien.

Dx. 3 Nyeri akut, sakit kepala b.d peningkatan tekanan vaskular serebral
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam, nyeri klien berkurang.
Kriteria Hasil:
 Grimace (-)
 Pusing berkurang
 Skala nyeri 2 – 5
 Nadi: 60 – 80
Intervensi:
1. Pertahankan tirah baring pada pasien selama fase akut.
R: Meminimalkan stimulasi/meningkatkan relaksasi.
2. Berikan tindakan nonfarmakologi untuk menghilangkan sakit kepala, misal;
kompres dingin, pijat, relaksasi.
R: Menurunkan tekanan vaskular serebral dan memperlambat respon simpatis
efektif dalam menghilangkan sakit kepala dan komplikasinya.
3. Minimalkan aktivitas yang dapat meningkatkan sakit kepala.
R: Aktivitas yang meningkat menyebabkan sakit kepala karena adanya
peningkatan tekanan vaskular serebral.
4. Bantu pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan.
R: Pasien biasanya mengalami pusing juga kadang mengalami hipotensi postural.
Meningkatkan kenyamanan umum.
5. Berikan cairan, makanan lunak, perawatan mulut yang teratur jika terjadi
perdarahan hidung.
R: Kompres hidung dapat mengganggu menelan atau membutuhkan napas mulut.
6. Kolaborasi:
Berikan analgesic sesuai indikasi
R: Menurunkan nyeri dan menurunkan rangsang simpatis.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN. Y PASIEN MALARIA DI RUANG
ISOLASI RAWAT INAP ANAK

Kasus :
An. Y berusia 4 tahun di rawat di ruangan Isolasi Rawat Inap RSUP dr. M Djamil Padang
dengan keluhan panas, lemas, dan mual – mual dan muntah ketika makan. Klien
memiliki riwayat imunisasi di posyandu tempat tinggal klien. Jenis imunisasi yang sudah
didapat klien adalah : BCG , DPT , polio, campak. Ibu klien mengatakan awal gejalanya
yaitu panas dan kemudian 2 hari yang lalu muntah, awal muncul penyakitnya kira – kira
6 hari yang lalu dan berhenti 2 hari setelah itu timbul Lagi. Sering timbul pada waktu
siang dan malam. Pada pemeriksaan didapatkan suhu tubuh 390C, denyut nadi 120
x /menit.

A. Pengkajian
Tanggal pengkajian : 14 Januari 2013
Diagnosa medis : Malaria
Data Klien
Nama : An. Y
Usia : 4 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
No. RM (rekam maedik) : 83.01.24
Tanggal Masuk (MRS) : 14 Januari 2013
Alamat : Jln Jend. Nasution
Pekerjaan :-
Agama : Islam
Denyut Nadi : 120 x/ menit
Suhu : 39° C
1. Identitas klien
 Nama : An . Y
 Umur : 4 tahun
 Jenis kelamin : laki – laki
 Agama : islam
 Pendidikan : -
 Alamat : Jln Jend. Nasution
2. Identitas orang tua
 Ayah
Nama : Tn . D
Usia : 42 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Agama : islam
Pendidikan : D3
Pekerjaan : PNS
Suku / bangsa : Tolaki/ indonesia
Hubungan dengan klien : Ayah kandung
Alamat : Jln Jend. Nasution
 Ibu
Nama : Ny M
Usia : 37 tahun
Jenis kelamin : perempuan
Agama : islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : wiraswasta
Suku / bangsa : Tolaki / Indonesia
Hubungan dengan klien : Ibu kandung
Alamat : Jend. Nasution
3. Identitas saudara kandung
No Identitas saudara Usia Hubungan Status kes
kandung
1 An . Oni 18 tahun Kakak kandung Sehat
2 An . agus 15 tahun Kakak kandung Sehat
3 An . Rani 12 tahun Kakak kandung Sehat

Riwayat kesehatan Klien


a. Riwayat kesehatan sekarang
Sejak klien terkena penyakit, ibu klien mengeluhkan bahwa anaknya lemas, dan
mual – mual. Dan Ibu klien juga mengatakan awal gejalanya yaitu panas dan kemudian 2
hari yang lalu muntah, awal muncul penyakitnya kira – kira 6 hari yang lalu dan berhenti
2 hari setelah itu timbul Lagi.
b. Riwayat kesehatan dahulu
- Pernah tinggal/berkunjung ke daerah endemik malaria
- Klien memiliki riwayat imunisasi di posyandu tempat tinggal klien. Jenis
imunisasi yang sudah didapat klien adalah : BCG , DPT , polio, campak.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Ibu klien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit
keturunan dalam keluarga.
d. Riwayat Imunisasi.
Ibu klien mengatakan anaknya mendapatkan imunisasi di posyandu tempat
tinggal klien.
Jenis imunisasi yang sudah didapat klien adalah : BCG , DPT , polio ,campak
dengan waktu pemberian tepat sesuai usia namun ibu klien tidak ingat setiap
jenis imunisasi.
e. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan klien
 Pertumbuhan fisik anak.
- Berat badan : 13 kg
- Panjang badan lahir : -
- Usia mulai timbul gigi 8 bulan jumlah gigi 20 buah.
 Perkembangan anak..
Dari hasil anamnese dengan ibu klien mulai berguling dada usia 5 bulan
duduk pada usia 8 bulan merangkak pada usia 9 setengah bulan berdiri pada
usia 12 bulan, mulai berjalan pada usia 13 bulan , dan mulai berbicara pada
usia 15 bulan.
 Pemberian ASI.
Anak pertama kali diberi ASI sejak 3 hari dan cara pemberiannya anak
dibaringkan.lamanya pemberian tidak menentu.asi di berikan sampai seusia
2 tahun.ibu juga memberikan susu formula pada kepada klien.pemberian
susu dalam sehari _+ 4 gelas (1800 cc ).
 Pemberian makanan tambahan.
Pertama kali diberikan makanan tambahan pada usia 4 bulan preminasun
nestle beras merah. Lama pemberian berupa promina sun nestle beras merah
usia 5 bulan.
f. Riwayat psikososial
Berdasarkan anamnese dengan ibu klien di dapat : klien tinggal bersama orang
tua letak rumah klien ditengah kota dan jauh dari sekolah.
Aktivitas sehari – hari klien.
1. pola nutrisi.
- Selera makan : selera makan klien baik.
- Menu makan ; nasi + ikan + sayur . klien makan 3X dalam sehari.
- Cara makan klien : klien makan sendiri.
- Perubahan ; klien selama sakit,ibu klien mengatakan selera makan anaknya
berkurang. Porsi makannya selalu tidak dihabiskan.
2. pola cairan
- .jenis minuman yang dikomsumsi : susu
- Frekuensi minum +_3 gelas (1900 cc )
Perubahan selama sakit tidak ada perubahan.
3. pola eliminasi.
- BAB
Frekwensi 1 kali sehari.
Konsistensi lunak
- BAK
Frekwensi 4 – 5 kali sehari
Perubahan selama sakit klien mengatakan kadang dalam 1 hari tidak BAB. BAK
klien selama sakit tidak ada perubahan.
4. pola istrahat tidur.
- Tidur siang dari jam 13.00 -15.00 (2 jam)
- Tidur malam dari jam 20.00-06.00 (10 jam)
Perubahan selama klien sakit:ibu klien klien mengatakan waktu tidur sering
terjaga dan gelisah.
5. pola personal hyegiene.
- Mandi 2-3 kali sehari.
- Cuci rambut dengan memakai shampoo 2 kali dalam seminggu.
- Menggunting kuku bila panjang
Perubahan selama klien sakit : ibu klien mengatakan selama sakit klien jarang
dimandikan hanya menglap badannya dengan handuk basah.

B. Pola Kesehatan Fungsional Gordon

a. Pola Persepsi dan penanganan Kesehatan


Ibu klien mengatakan bahwa badan klien panas dan klien merasakan sakit di
persendian, lemas, dan mual – mual.
Dan Ibu klien juga mengatakan awal gejalanya yaitu panas dan kemudian 2 hari
yang lalu muntah, awal muncul penyakitnya kira – kira 6 hari yang lalu dan
berhenti 2 hari setelah itu timbul Lagi.

b. Pola Nutrisi / Metabolisme


Ibu pasien mengatakan selama sakit bahwa anaknya tidak nafsu makan. Setiap
makan hanya mampu menelan 2-3 sdm kemudian pasien merasakan mual dan
kadang muntah.

c. Pola Eliminasi
Perubahan selama sakit klien mengatakan kadang dalam 1 hari tidak BAB. BAK
klien selama sakit tidak ada perubahan

d. Pola Akivitas – Latihan


Kemampuan perawatan diri :
0 = Mandiri
1 = Dengan alat bantu
2 = Bantuan dari orang lain
3 = Bantuan peralatan dari orang lain
4 = Tergantung/ tidak mampu
Aktivitas 0 1 2 3 4
Makan V
Mandi V
Toileting V
Mobilitas di tempat ruangan V
Berpindah V
Berjalan V
Menaiki tangga V

e. Pola istirahat dan tidur


Ibu klien mengatakan bahwa klien susah tidur dan sering merengek menangis.

f. Pola Kongnitif – persepsi


Klien tidak mengalami gangguan dalam hal penglihatan, pendengaran,
penciuman, dan pengecapan.

g. Pola persepsi diri – konsep diri


Klien merasakan lemas semenjak sakit, tidak selera makan, dan merasakan
kedinginan waktu suhu tubuhnya naik.

h. Pola peran hubungan


Klien merupakan anak ke-2 dari 2 bersaudara. Selama di rumah sakit pasien di
kunjungi oleh tetangga di lingkungan nya dan keluarganya seperti kakek, nenek,
dll dari pihak ayah atau ibunya.

i. Pola Seksual
-

j. Koping - Toleransi Stress


Selama sakit klien menangis apabila tidak ada Ibu atau ayahnya di sampingnya
dan selalu ditemani ibu nya atau ayahnya.

k. Nilai Kepercayaan
Selama dirumah sakit ibu pasien selalu memberikan ajaran-ajaran kerohanian dan
bersifat islamik kepada klien.

C. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik.
 keadaan umum
o Klien tampak gelisah , pakaian klien rapi dan bersih
 tanda tanda vital
o Suhu tubuh :39 C
o Denyut nadi : 120 dpm
o Pernapasan : -
 kepala
o Bentuk kepala oval.
o Kulit kepala bersih
 rambut
o Hitam lurus , tumbuhnya merata.
 hidung dan telinga
o Bentuk lubang hidung kiri dan kanan simetris.tidak ada cairan dan tidak
ada infeksi pada lubang telinga.
 mata
o Sclera tidak ikterus , konjungtiva tidak anemis.bala mata simetris
 mulut dan gigi
o Bentuk datar, atas`dan bawah simetris, bibir anak kering, tidak ada karies,
jumlah gigi 20 buah, tidak ada peradamgan pada tonsil.
 leher
o Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
 thoraks
o Bentuk simetris kiri dan kanan pergerakan simetris.
 abdomen
o Tidak ada kelainan (benjolan)
 ekstermitas
o Palpasi nyeri pada tungkai dan koordinasi gerak baik

Data Penunjang
- sianosis, pucat
- kulit kering
- muka merah
- hipertermi, suhu 39° C
- delirium
- Dari pemeriksaan laboratorium diketahui : anemia
- ikterik
- nadi cepat
- Hipotensi
- diuresis
- respirasi meningkat
- malaise

Pemeriksaan Laboratorium
- Hb menurun (<7,3 g/dl)
- protein plasma, albumin menurun
- kreatinin serum >3,1 g/dl
- bilirubin serum >49 mmol/l
- natrium urin <20 mmol/l
- asidemia pH <7,25
- hematokrit <15%
- hitung parasit >10 000/ul
- plasma bikarbonat < 15 mmol/l
- urea urin >4,1
- LED meningkat
- Hipoglikemia : gula darah <40 mg %
- Pemeriksaan darah tepi : poikilositosis, anisositosis, polikromatosis
- Urinalisis (hemoglobinuria)
- Tes serologis : IFA (Indirect fluorescent antibody test), IHA (indirect
hemaglutination test), ELISA
- QBC (Quantitative buffy coat)
- Faal koagulasi : plasma prothrombin time/PPT, activated plasma
thromboplastin time/Appt
- Pemeriksaan biomolekuler : untuk mendeteksi DNA spesifik parasit
plasmodium dalam darah

Perumusan diagnosa keperawatan


Masalah keperawatan yang muncul
1. Hipertermia
2. kekurangan nutrisi
3. gangguan rasa nyaman
4. risiko cidera

Rencana keperawatan
1. kekurangan volume cairan b.d hipertermi, mual-muntah

No Intervensi keperawatan mandiri Rasional


1 Kaji perubahan tanda vital, contoh Peningkkatan
peningkatan suhu/demam suhu/memanjangnya demam
memanjang, takikardi meningkatkan laju metabolik dan
kehilangan cairan melalui
evaporasi. Peningkatan takikardi
menunjukan kekurangan cairan
sistemik
2 Kaji turgor kulit, kelembaban Indikator langsung keadekuatan
membran muosa (bibir, lidah) volume cairan, meskipun
membran mukosa mulut mungkin
kering karena napas mulut
3 Catat laporan mual-muntah Adanya gejala ini menurunkan
masukukan oral
4 Pantau masukan dan haluaran, catat Memberikan informasi tentang
warna, karakter urin. Hitung keadekuatan volume cairan dan
kelembaban cairan. Waspadai kebutuhan penggantian
kehilangan yang tampak. Ukur
berat badan sesuai indikasi
5 Tekankan cairan sedikitnya 2500 Pemenuhan kebutuhan dasar
ml/hari atau sesuai kondisi individu cairan, menurunkan risiko
dehidrasi
Kolaborasi
6 Beri obat sesuai indikasi Berguna menurunkan kehilangan
cairan

2. Kekurangan nutrisi b.d anoreksia, mual-muntah

No Intervensi keperawatan mandiri Rasional


1 Kaji dan catat intake Membantu mengidentifikasi
defisiensi makanan, kondisi fisik
umum, gejala uremik
2 Kaji riwayat nutrisi pasien, hitung Pola makan dahulu membantu
kalori. Kesehatan makanan dalam penyusunan menu
3 Beri makan sedikit tapi sering Meminimalkan anoreksia dan
mual
4 Tawarkan perawatan mulut kering Membran mukosa menjadi kering
dan pecah, perawatan mulut
menyejukan dan menyegarkan
mulut
Kolaborasi
5 Awasi pemeriksaan labor, albumin Indikator kebutuhan nutrisi
serum, Na, ureum
6 Konsul dengan ahli gizi Menentukan kebutuhan kalori dan
mengidentifikasi rute paling
efektif dan produknya

3. Risiko cidera b.d anemia

No Intervensi keperawatan mandiri Rasional


1 Perhatikan keluhan peningkatan Dapat menunjukan anemia untuk
kelelahan, kelemahan. Observasi mempertahankan oksigenasi sel
takikardi, kulit/membran mukosa
pucat, nyeri. Rencanakan aktivitas
pasien untuk mengatasi nyeri
2 Awasi tngkat kesadaran dan Anemia dapat menyebabkan
perilaku hipolsia serebral dengan
perubahan mental, orientasi, dan
respon perilaku
3 Evaluasi rtespon terhadap Anemia menurunkan oksigenasi
aktivitas, kemampuan untuk jaringan dan meningkatkan
melakukan tugas. Bantu sesuai kelelahan, sehingga memerlukan
kebutuhan dan buat jadwal untuk intervensi, perubahan aktivitas
istirahat dan istirahat
4 Batasi contoh vaskuler, Pengambilan contoh darah
kombinasikan tes laboratorium berulang dapat memperburuk
bila mungkin anemia
Kolaborasi
5 Berikan obat sesuai indikasi, Berguna unuk memperbaiki gejala
contoh: sediaan besi, asam folat anemia

DAFTAR PUSTAKA

Doengoes. E. Mariylynn. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC

Mansjoer. A. (2000). Kapita selekta kedokteran. Jakarta : Media aesculapius.

FK UI. (1996). Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta : Balai penerbit FKUI.

Spiritia. (2000), Malaria. (http://medicafarma..com/2008/05/malaria.html, diperoleh pada


tanggal 04 Maret 2013).

Anda mungkin juga menyukai