Anda di halaman 1dari 29

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Kehamilan


A. Konsepsi Dan Perkembangan Janin
Kehamilan adalah proses mata rantai yang berkesinambungan terdiri dari ovulasi
(pelepasan ovum) dan terjadi migrasi spermatozoa dari ovum. Pada saat terjadinya
konsepsi dan pertumbuhan zigot,terjadi nidasi (implantasi) pada uterus, pembentukan
placenta,dan tumbuh kembang hasil konsepsi sampai aterm (Bobak, 2004; Armini,
2016).
Kehamilan adalah masa dimulainya konsepsi sampai lahirnya janin. Lama kehamilan
normal adalah 280 hari atau 40 minggu atau 9 bulan 7 hari, dihitung dari hari pertama
haid terakhir (Manuaba, 2002; Armini, 2016).
Konsepsi secara formal didefinisikan sebagai persatuan antara sebuah telur dan
sebuah sperma yang menandai awal suatu kehamilan. Kejadian-kejadian itu ialah
pembentukan gamet (telur dan sperma), ovulasi (pelepasan telur), penggabungan
gamet dan implantasi embrio di dalam uterus (Bobak, 2004; Armini, 2016).

Proses kehamilan merupakan mata rantai berkesinambungan yang terdiri dari:


a. Ovum
Meiosis pada wanita menghasilkan sebuah telur atau ovum. Proses ini terjadi di
dalam ovarium, khususnya pada folikel ovarium. Ovum dianggap subur selama 24
jam setelah ovulasi.
b. Sperma
Ejakulasi pada hubungan seksual dalam kondisi normal mengakibatkan
pengeluaran satu sendok teh semen, yang mengandung 200-500 juta sperma, ke
dalam vagina. Saat sperma berjalan melalui tuba uterina, enzim-enzim yang
dihasilkan di sana akan membantu kapasitasi sperma. Enzim-enzim ini dibutuhkan
agar spermadapat menembus lapisan pelindung ovum sebelum fertilisasi.
c. Fertilisasi
Fertilisasi berlangsung di ampula (seperti bagian luar) tuba uterina. Apabila
sebuah sperma berhasil menembus membran yang mengelilingi ovum, baik
sperma maupun ovum akan berada di dalam membran dan membran tidak lagi
dapat ditembus oleh sperma lain. Dengan demikian, konsepsi berlangsung dan
terbentuklah zigot.
d. Implantasi
Zona peluzida berdegenerasi dan trofoblas melekatkan dirinya pada endometrium
rahim, biasanya pada daerah fundus anterior atau posterior. Antara 7 sampai 10
hari setelah konsepsi, trofoblas mensekresi enzim yang membantunya
membenamkan diri ke dalam endometrium sampai seluruh bagian blastosis
tertutup.

B. Gejala, Tanda, Dan Adaptasi Kehamilan


Beberapa perubahan fisiologis yang terjadi selama kehamilan disebut tanda
kehamilan. Menurut Manuaba (1998), tanda dan gejala kehamilan dibagi menjadi 3
yaitu:
a. Tanda dugaan hamil
Amenore (terlambat datang bulan);mual dan muntah: pengaruh esterogen dan
progesteron terjadi pengeluaran asam lambung yang berlebih; ngidam;sinkope
atau pingsan: terjadi gangguan sirkulasi ke daerah kepala; payudara tegang;
sering miksi; obstipasi;epulis; pigmentasi kulit; varises atau penampakan
pembuluh darah.
b. Tanda tidak pasti kehamilan.
1) Rahim membesar sesuai dengan usia kehamilan
2) Pada pemeriksaan dalam dijumpai :
a) Tanda Hegar: melunaknya segmen bawah uterus.
b) Tanda Chadwicks: warna selaput lendir vulva dan vagina menjadi ungu
c) Tanda Piscaseck: uterus membesar ke salah satu arah sehingga menonjol
jelas kearah pembesaran tersebut
d) Kontraksi Broxton Hicks: bila uterus dirangsang mudah berkontraksi
e) Tanda Ballotement: terjadi pantulan saat uterus diketuk dengan jari
3) Perut membesar
4) Pemeriksaan tes biologis kehamilan positif

C. Perubahan Fisiologis Wanita Selama Kehamilan


a. Uterus
Peningkatan ukuran uterus disebabkan oleh peningkatan vaskularisasi dan dilatasi
pembuluh darah, hiperplas dan hipertrofi (pembesaran serabut otot dan jaringan
fibroelastis yang sudah ada), perkembangan desidua. Selain itu, pembesaran
uterus pada trimester pertama juga akibat pengaruh hormon esterogen dan
progesteron yang tinggi (Bobak, 2004; Armini, 2016).
b. Payudara
Rasa kesemutan nyeri tekan pada payudara yang secara bertahap mengalami
pembesaran karena peningkatan pertumbuhan jaringan alveolar dan suplai darah.
Puting susu menjadi lebih menonjol, keras, lebih erektil,dan pada awal kehamilan
keluar cairan jernih(kolostrum). Areola menjadi lebih gelap/berpigmen terbentuk
warna merah muda. Rasa penuh, peningkatan sensitivitas, rasa geli,dan rasa berat
di payudara mulai timbul sejak minggu keenam kehamilan (Bobak, 2004;
Armini, 2016).
c. Vagina dan vulva
Hormon kehamilan mempersiapkan vagina supaya distensi selama persalinan
dengan memproduksi mukosa vagina yang tebal, jaringan ikat longgar, hipertrofi
otot polos,dan pemanjangan vagina. Peningkatan vaskularisasi menimbulkan
warna ungu kebiruan yang disebut tanda Chadwick, suatu tanda kemungkinan
kehamilan yang dapat muncul pada minggu keenam tapi mudah terlihat pada
minggu kedelapan kehamilan (Bobak, 2004; Armini, 2016).
d. Integumen
Perubahan keseimbangan hormon dan peregangan mekanis menimbulkan
perubahan pada integumen. Terdapat bercak hiperpigmentasi kecoklatan pada
kulit di daerah tonjolan maksila dan dahi yang disebut cloasma gravidarum.
Linea nigrayaitu garis gelap mengikuti midline(garis tengah) abdomen. Striae
gravidarummerupakan tanda regangan yang menunjukkan pemisahan jaringan
ikat di bawah kulit (Bobak, 2004; Armini, 2016).
e. Pernapasan
Kebutuhan oksigen ibu meningkat sebagai respon terhadap percepatan laju
metabolik dan peningkatan kebutuhan oksigen jaringan uterus dan payudara.
Selama masa hamil, perubahan pada pusat pernapasan menyebabkan penurunan
ambang karbondioksida. Selain itu, kesadaran wanita hamil akan kebutuhan
napas meningkat, sehingga beberapa wanita hamil mengeluh mengalami sesak
saat istirahat (Bobak, 2004; Armini, 2016).
f. Pencernaan
Pada awal kehamilan, sepertiga dari wanita hamil mengalami mual dan muntah,
kemudian kehamilan berlanjut terjadi penurunan asam lambung yang
melambatkan pengosongan lambung dan menyebabkan kembung. Selain itu,
menurunya peristaltik menyebabkan mual dan konstipasi. Konstipasi juga
disebabkan karena tekanan uterus pada usus bagian bawah pada awal kehamilan
dan kembali padaakhir kehamilan. Meningkatnya aliran darah ke panggul dan
tekanan vena menyebabkan hemoroid pada akhir kehamilan (Bobak, 2004;
Armini, 2016).
g. Perkemihan
Pada awal kehamilan suplai darah ke kandung kemih meningkat dan pembesaran
uterus menekan kandung kemih, sehingga meningkatkan frekuensiberkemih. Hal
ini juga terjadi pada akhir kehamilan karena janin turun lebih rendah ke pelvis
sehingga lebih menekan lagi kandung kemih (Hamilton, 1995; Armini, 2016).
h. Volume darah
Volume darah makin meningkat dimana jumlah serum darah lebih besar dari
pertumbuhan sel darah, sehingga terjadi pengenceran darah (hemodilusi) dengan
puncaknya pada usia kehamilan 32 minggu dan kadar Hb turun (Manuaba, 1998;
Moore, 2004; Armini, 2016).
i. Sel darah
Sel darah merah makin meningkat jumlahnya untuk mengimbangi pertumbuhan
janin dalam rahim, tetapi penambahan sel darah merah tidak seimbang dengan
peningkatan volume darah sehingga terjadi hemodilusi yang disertai anemia
fisiologis (Armini, 2016).
j. Metabolisme
Metabolisme tubuhmengalami perubahan yang mendasar, dimana kebutuhan
nutrisi makin tinggi untuk pertumbuhan janin dan persiapan pemberian ASI
(Manuaba, 1998; Armini, 2016).

2.2 Konsep Prolaps Tali Pusat


A. Definisi Prolaps Tali Pusat
Tali pusat terkemuka (diketahui saat ketuban masih utuh) dan tali pusat
menumbung(ketuban sudah pecah)sama bahayanya dan mengancam kehidupan janin.
Keadaan ini perlu penanganan segera.
Prolaps tali pusat merupakan komplikasi yang jarang terjadi, kurang dari 1/200
kelahiran, tetapi dapat mengakibatkan tinggi nya kematian janin. Oleh karena itu,
diperlukan keputusan yang matang dan pengelolahan segera.
Prolaps tali pusat adalah Tali pusat berada di samping atau melewati bagian
terendah janin dalam jalan lahir sebelum ketuban pecah. (Mansjoer Arif, 2000,hal.308)
Prolaps Tali Pusat adalah Keadaan darurat yang mana keadaan tali pusat
dipindahkan diantara bagian yang disiapkan untuk janin dan tulang pelvis ibu.
( Maternal Invant Health, hal 68)
Prolaps tali pusat adalah kejadian dimana di samping atau melewati  bagian
terendah janin di dalam jalan lahir setelah ketuban pecah. Terhentinya aliran darah
yang melewati tali pusat dapat berakibat fatal karena terkait dengan oksigenasi janin.

B. Etiologi
Faktor dasar yang merupakan faktor predisposisi prolaps tali pusat adalah tidak
terisi secara penuh pintu atas panggul dan serviks oleh bagian terendah janin.
Faktor-faktor etiologi prolaps tali pusat meliputi beberapa faktoryang sering
berhubungan dengan ibu, janin,plasenta, tali pusat, dan iatrogenik.
Sering ditemukan pada kasus-kasus :
- Prematuritas
- Presentasi yang abnormal seperti letak lintang atau letak sungsang terutama
presentasi kaki
- Polihidramnion sering dihubungkan dengan bagian terendah janin yang tidak
engage
- Tumor dipanggul yang mengganggu masuknya bagian terendah janin
- Tali pusat abnormal panjang>75
- Plasenta letak rendah
- Solusia plasenta
- Ketuban pecah dini
- Amniotomi
- Posisi melintang
-   Letak sungsang
- Kehamilan premature
- Hidramnion
- Janin kembar
- Janin terlalu kecil

C. Klasifikasi
Prolaps Tali pusat dapat dibedakan menjadi 5 derajat yaitu :
1) Tali pusat terkemuka, bila tali pusat berada dibawah bagian terendah janin dan
ketuban masih intak
2) Tali pusat menumbung, bila tali pusat keluar melalui ketuban yang sudah pecah, ke
serviks dan turun ke vagina.
3) Prolaps Occult
Keadaan dimana tali pusat terletak diatas di dekat pelvis tetapi tidak dalam
jangkauan jari pada pemeriksaan vagina.
4) Tali Pusat mungkin fore lying
Adalah keadaan dimana tali pusat dapat diraba melalui arteum uteri, tetapi berada
didalam kantong ketuban yang utuh.
5) Tali pusat mungkin prolaps kedalam vagina atau bahkan diluar vagina setelah
ketuban pecah. 
D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis atau gejala klinis yang dapat timbul dari prolaps tali pusat
adalah :
1) Tali pusat kelihatan menonjol keluar dari vagiana.
2) Tali pusat dapat dirasakan/ diraba dengan tangan didalam bagian yang lebih sempit
dari vagina.
3) Keadaan jalan lahir yang berbahaya mungkin terjadi sebagai mana tali pusat
ditekan antara bagian presentase dan tulang panggul.
4) Bradikardia janin ( DJJ <100x/menit)
5) Hipoksia Janin

E. Patofisiologi
Tekanan pada tali pusat oleh bagian terendah janin dan jalan lahir akan
mengurangi atau menghilangkan sirkulasi plasenta. Bila tidak dikoreksi, komplikasi
ini dapat mengakibatkan kematian janin.
Obstruksi yang lengkap dari tali pusat menyebabkan dengan segera
berkurangnya detak jantung janin(deselerasi variabel). Bila obstruksinya hilang
dengan cepat, detak jantung janin akan kembali normal. Akan tetapi, bila
obstruksinya menetap terjadilah deselerasi yang dilanjutkan dengan hipoksia langsung
terhadap miokard sehingga mengakibatkan deselerasi yang lama. Bila dibiarkan,
terjadi kematian janin.
Seandainya obstruksinya sebagian, akan menyebabkan akselerasi detak jantung.
Penutupan vena umbilikalis mendahului penutupan arteri yang menghasilkan
hipovolemi janin dan mengakibatkan akselerasi jantung janin. Gangguan aliran darah
yang lama melalui tali pusat menghasilkan aksidosis respirator dan metabolik yang
berat, berkurangnya oksigenanasi janin, bradikardia yang menetap, dan akhirnya
kematian janin. Prolaps tali pusat tidak berpengaruh lagsung pada kehamilan atau
jalannya persalinan
F. Komplikasi
Pada presentasi kepala, prolapsus funikuli sangat berbahaya bagi janin, karena
setiap saat tali pusat dapat terjepit antara bagian terendah janin dengan jalan lahir
dengan akibat gangguan oksigensi janin. Pada tali pusat terdepan, sebelum ketuban
pecah, ancaman terhadap janin tidak seberapa besar, tetapi setelah ketuban pecah
bahaya kematian janin sangat besar. Myles melaporkan hasil penelitiannya dalam
perpustakaan dunia, bahwa angka kejadian berkisar antara 9,3-0,6% persalinan.
Sedangkan pada ibu karena terjadi  prolapsus maka dilakukan seksio atau
persalinan normal yang dapat menimbulkan terjadinya trauma jaringan dan leserasi
pada vagina servik.
G. Penatalaksanaan
1)     Tali pusat berdenyut
a. Jika tali pusat berdenyut, berarti janin masih hidup.
b. Beri oksigen 4-6 liter/ menit melalui masker atau nasal kanul
c. Posisi ibu Trendelenberg
d. Diagnosis tahapan persalinan melalui pemeriksaan dalam segera.
e. Jika ibu pada persalinan kala I :
(1) Dengan sarung tangan desinfeksi tingkat tinggi (DTT) masukan tangan
kedalam vagina dan bagian terendah janin segera didorong ke atas, sehingga
tahanan pada tali pusat dapat dikurangi.
(2)Tangan yanglain menahan bagian terendah di supra bubis dan evaluasi
keberhasilan reposisi.
(3)Jika bagian terbawah janin sudah terpegang dengan kuat diatas rongga
panggul, keluarkan tangan dari vagina, letakan tangan tetap diatas abdomen
sampai dilakukan sesio cesarea.
(4)Jika tersedia, berikan salbutamol 0,5 mg IV secara berlahan untuk mengurangi
kontraksi rahim.
(5)Segera lakukan seksio cesarea.
f. Jika ibu pada persalinan kala II :

(1) Pada persentasi kepala, lakukan persalinan segera dengan ekstraksi vakum atau
ekstraksi cunam/forseps.
(2) Jika persentase bokong/sungsang lakukan ekstraksi bokong atau kaki, dan
gunakan forseps pipa panjang untuk melahirkan kepala yang menyusul.
(3) Jika letak lintang, siapkan segera seksio caesarea.
(4) Siapkan segera resusitasi neonatus.
2. Tali pusat tidak berdenyut

Jika tali pusat tidak berdenyut berarti janin telah meninggal. Keadaan ini sudah
tidak merupakan tindakan darurat lagi, lahirkan bayi secara normal tanpa mencederai
ibu. Pergunakan waktu untuk memberikan konseling pada ibu dan keluarganya
tentang apa yang terjadi serta tindakan apa yang terjadi sera tindakan apa yang akan
dilakukan.Diharapkan persalinan dapat berlangsung spontan perva

H. Komplikasi
Komplikasi ibu seperti laserasi jalan lahir, ruptura uteri, atonia uteri akibat
anestesia, anemia dan infeksi dapat terjadi sebagai akibat usaha menyelamatkan bayi.
Kematian perinatal sekitar 20-30%. Prognosis janin membaik dengan seksio sesarea
secara liberal untuk terapi prolaps tali pusat.
Prognosis janin bergantung pada beberapa faktor berikut:
1. Angka kematian untuk bayi prematur dengan prolaps tali pusat hampir 4x
lebih tinggi daripada bayi aterm
2. Bila gawat jnin dibuktikan oleh detak jantung yang abnormal , adanya cairan
amnion yang terwarnai oleh mekonium, atau tali pusat pulsasinya lemah,
maka prognosis janin buruk
3. Jarak antara terjadinya prolaps dan persalinan merupakan faktor yang paling
kritis untuk janin hidup
4. Dikenalnya segera prolaps memperbaiki kemungkinan janin hidup
5. Angka kematian janin pada prolaps tali pusat yang letaknya sungsang atau
lintang sama tingginya dengan presentasi kepala. Hal ini menghapuskan
perkiraan bahwa pada kedua letak janin yang abnormal tekanan pada tali
pusatnya tidak kuat.
2.3 Konsep Ruptur Uteri

A. Pengertian

Ruptur uteri adalah robekan di dinding uterus, dapat terjadi selama periode ante natal
saat induksi, selama persalinan dan kelahiran bahkan selama stadium ke tiga
persalinan(Chapman, 2006;h.288).

Ruptur uteri adalah robekan yang dapat langsung terhubung dengan rongga
peritonium (komplet) atau mungkin di pisahkan darinya oleh peritoneum viseralis
yang menutupi uterus oleh ligamentum latum (inkomplit) (Cunningham,2005;h.217)

Ruptur uteri adalah terjadinya diskontinuitas pada dinding uterus. Perdarahan yang
terjadi dapat keluar melalui vagina atau ke intraabdomen. (Buku Saku Pelayanan
Kesehatan di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. 2013)

Ruptur uteri adalah pelepasan insisi yang lama disepanjang uterus dengan robeknya
selaput ketuban sehingga kavum uteri berhubung langsung dengan kavum peritoneum
(Cunningham, 1995, P: 470 ).

B. Klasifikasi

1. Berdasarkan lapisan dinding rahim

a) Ruptur uteri inkomplit


Keadaan robekan pada rahim dimana terjadi lapisan dimana lapisan serosa atau
perimetrium masih utuh.
b) Ruptur uteri komplit
Keadaan robekan pada rahim dimana terjadi pada ketiga lapisan dinding rahim
dan telah terjadi hubungan langsung antara rongga amnion dan rongga
peritoneum
2. Berdasarkan penyebab terjadinya  
a) Ruptur uteri spontan
Keadaan robekan pada rahim karena kekuatan his semata.
b) Ruptur uteri violenta
Keadaan robekan pada rahim yang di sebabkan ada manipulasi tenaga
tambahan lain seperti induksi, atau stimulasi partus dengan oksitosin atau
yang sejenis atau dorongan yang kuat pada fundus dalam persalinan.   
c) Ruptur uteri traumatika
Keadaan robekan pada rahim yang di sebabkan oleh trauma pada abdomen
seperti kekerasan dalam rumah tangga dan kecelakaan lalu lintas.

C. ETIOLOGI

Kematian anak mendekati 100% dan kematian ibu sekitar 30%. Secara teori robekan
rahim dapat dibagi sebagai berikut:
a. Spontan
1) Karena dinding rahim lemah seperti pada luka seksio sesarea, luka
enukleasi mioma, dan hipoplasia uteri. Mungkin juga karena kuretase,
pelepasan plasenta secara manual dan sepsis pascapersalinan atau pasca
abortus
2) Dinding rahim baik tetapi robekan terjadi karena bagian depan tidak
maju,misalnya pada panggul sempit atau kelainan letak.
3) campuran
b. Violent (rudapaksa): karena trauma (kecelakaan) dan pertolongan versi dan
ekstrasi (ekspresi Kristeller)

Secara praktis pembagian robekan rahim adalah sebagai berikut:


a) Robekan spontan pada rahim yang utuh
Terjadi lebih sering pada multipara terutama pada grandemultipara daripada
primipara. Hal ini disebabkan oleh dinding rahim pada multipara sudah lemah.
Ruptur juga lebih sering terjadi pada orang yang berumur. Penyebab yang
penting adalah panggul sempit, letak lintang hidrosefalus, tumor yang
menghalangi jalan lahir dan presentasi atau dahi. Rupture yang spontan
biasanya terjadi pada kala pengeluaran tetapi ada kalanya sudah terjadi pada
kehamilan. Jika rupture terjadi pada kehamilan biasanya terjadi pada korpus
uteri sedangkan jika dalam persalinan terjadi pada segmen bawah rahim.
Ruptur uteri ada 2 macam yaitu rupture uteri complete (jika semua lapisan
dinding rahim sobek) dan rupture uteri incomplete (jika perimetrium masih
utuh)
Sebelum terjadinya rupture biasanya ada tanda-tanda pendahuluan yang
terkenal dengan istilah gejala-gejala ancaman robekan rahim yaitu:
 Lingkaran retraksi patologis/ lingkaran Bndle yang tinggi mendekati
pusat dan naik terus
 Kontraksi rahim kuat dan terus menerus
 Penderita gelisah, nyeri di perut bagian bawah juga diluar HIS
 Pada palpasi segmen bawah rahim terasa nyeri (di atas simfisis)
 Ligamentum rotundum tegang juga diluar HIS
 Bunyi jantung anak biasanya tidak ada atau tidak baik karena anak
mengalami asfiksia yang disebabkan kontraksi dan retraksi rahim yang
berlebihan.
 Air kencing mengandung darah karena kandung kencing teregang atau
tertekan

Jika keadaan ini berlanjut terjadilah rupture uteri. Gejala-gejala rupture uteri
adalah:
 Sewaktu kontraksi yang kuat pasien tiba-tiba merasa nyeri yang
menyayat dibagian bawah
 Segmen bawah rahim nyeri sekali pada saat dilakukan palpasi
 HIS berhenti/ hilang
 Ada perdarahan pervaginam walaupun biasanya tidak banyak
 Bagian-bagian anak mudah diraba jika anak masuk ke dalam rongga
perut
 Kadang-kadang disamping anak teraba tumor yaitu rahim yang telah
mengecil
 Pada pemeriksaan dalam ternyata bagian depan mudah ditolak ke atas
bahkan terkadang tidak teraba lagi karena masuk ke rongga perut
 Bunyi jantung anak tidak ada/tidak didengar
 Biasanya pasien jatuh dalam syok
 Jika sudah lama terjadi seluruh perut nyeri dan kembung
 Adanya kencing berdarah

Adapun diagnose banding dari rupture uteri adalah solusio plasenta dan
kehamilan abdominal

a) Robekan violent
Dapat terjadi karena kecelakaan akan tetapi lebih sering disebabkan versi dan
ekstrasi. Kadang-kadang disebabkan oleh dekapitasi versi secara baxton hicks,
ektrasi bokong atau forcep yang sulit. Oleh karena itu sebaiknya setiap versi
dan ekstrasi dan operasi kebidanan lainnya yang sulit dilakukan eksplorasi
kavum uteri.

b) Robekan bekas luka seksio


Rupture uteri karena bekas seksio makin sering terjadi dengan meningkatnya
tindakan SC. Rupture uteri semacam ini lebih sering terjadi pada luka bekas
SC yang klasik dibandingkan dengan luka SC profunda. Rupture uteri ini
sering sukar didiagnosis. Tidak ada gejala-gejala yang khas , mungkin hanya
perdarahan yang lebih dari perdarahan pembukaan atau ada perasaan nyeri
pada daerah bekas luka. (unpad.2003)

D. Faktor Predisposisi

1. Multiparitas / grandemultipara
2. Pemakaian oksitosin untuk induksi/stimulasi persalinan yang tidak tepat
3. Kelainan letak dan implantasi plasenta contoh pada plasenta akreta, plasenta
inkreta/plasenta perkreta.
4. Kelainan bentuk uterus umpamanya uterus bikornis
5. Hidramnion
F. Patofisiologi

Pada saat his korpus uteri berkontraksi dan mengalami retraksi, dinding
korpus uteri atau SAR menjadi lebih tebal dan volume korpus uteri menjadi lebih
kecil. Akibatnya tubuh janin yang menempati korpus uteri terdorong ke bawah dan ke
dalam SBR. SBR menjadi lebih lebar karena dindingnya menjadi lebih tipis karena
tertarik ke atas oleh kontraksi SAR yang kuat, berulang dan sering sehingga lingkaran
retraksi yang membatasi kedua segmen semakin bertambah tinggi. Apabila bagian
terbawah janin tidak dapat terdorong karena sesuatu sebab yang menahannya
(misalnya panggul sempit atau kepala janin besar) maka volume korpus yang tambah
mengecil pada saat his harus diimbangi oleh perluasan SBR ke atas. Dengan
demikian, lingkaran retraksi fisiologi  (physiologic retraction ring) semakin meninggi
ke arah pusat melewati batas fisiologi menjadi patologi (pathologic retraction ring)
lingkaran patologik ini di sebut lingkaran Bandl (ring van Bandl). SBR terus menerus
tertarik ke arah proksimal, tetapi tertahan oleh serviks dan his berlangsung kuat terus
menerus tetapi bagin terbawah janin tidak kunjung turun ke bawah melalui jalan lahir,
lingkaran retraksi makin lama semakin meninggi dan SBR semakin tertarik ke atas
sembari dindingnya sangat tipis hanya beberapa milimeter saja lagi. Ini  menandakan
telah terjadi ruptur imminens dan rahim yang terancam robek pada saat his berikut
berlangsung dinding SBR akan robek spontan pada tempat yang tertipis dan terjadilah
perdarahan. Jumlah perdarahan tergantung pada luas robekan yang terjadi dan
pembuluh darah yang terputus.
Ketika terjadi robekan, pasien merasa amat nyeri seperti teriris sembilu dalam
perutnya, dan his yang terakhir itu sekaligus mendorong tubuh janin. Apabila
robekannya cukup luas, tubuh janin sebagian atau seluruhnya terdorong ke luar
rongga rahim dan masuk ke rongga peritoneum. Melalui robekan tersebut, usus dan
omentum terkadang masuk ke dalamnya sehingga bisa mencapai vagina dan bisa
diraba pada waktu periksa dalam.
Ruptura uteri yang tidak sampai ikut merobek perimetrium terjadi pada bagian
rahim yang longgar hubungannya dengan peritoneum yaitu pada bagian samping dan
dekat kandung kemih. Di sini dinding serviks yang meregang karena ikut tertarik
kadang-kadang bisa ikut robek. Robekan pada bagian samping bisa sampai melukai
pembuluh-pembuluh darah besar yang terdapat di dalam ligamentum latum. Jika
robekan terjadi pada bagian dasar ligamnetum latum, arteria rahim atau cabang-
cabangnya bisa terluka disertai perdarahan yang banyak dan di dalam parametrium di
pihak yang robek, akan terbentuk hematoma yang besar dan menimbulkan syok yang
sering kali fatal. Batas antara korpus yang kontraktil dan SBR yang pasif disebut
lingkaran Bandl. Lingkaran Bandl ini dianggap fisiologik bila terdapat 2-3 jari di atas
simphysis, Bila meninggi maka kita harus waspada terhadap kemungkinan adanya
rahim uteri mengancam.
Ruptur uteri terutama disebabkan oleh peregangan yang luar biasa dari uterus.
Sedangkan kalau uterus telah cacat, mudah dimengerti karena adanya lokus minoris
resistans.

G. Manifestasi klinis

1. Gejala mengancam
a. Lingkaran retraksi patologis/lingkaran Bandl yang tinggi, mendekati pusat dan
naik uterus.
b. Kontraksi rahim kuat dan terus-menerus.
c. Penderita gelisah, nyeri di perut bagian bawah, juga di luar his.
d. Pada palpasi segmen bawah rahim terasa nyeri (di atas simpisis).
e. Ligamentum rotundum tegang, juga di luar his.
f. Bunyi jantung anak biasanya tidak ada atau tidak baik karena anak mengalami
hipoksia, yang disebabkan kontraksi dan retraksi rahim yang berlebihan.
g. Air kencing mengandung darah (karena kandung kencing teregang atau
tertekan).

2. Tanda dan gejala lanjutan


Menurut  (Varney,2001;h.243-244) Dapat terjadi dramatis atau tenang.
1. Dramatis
a. Nyeri tajam, yang sangat pada abdomen bawah saat kontraksi hebat
memuncak.
b. Penghentian  kontraksi uterus disertai hilangnya rasa nyeri.
c. Perdarahan vagina (dalam jumlah sedikit atau hemoragi).
d. Tanda dan gejala syok : denyut nadi meningkat (cepat dan terus menerus):
tekanan darah menurun : pucat, dingin,kulit berkeringat,gelisah, atau adanya
perasaaan bahwa akan segera menjelang ajal atau meninggal, sesak (napas
pendek), ketidakberdayaan, dan gangguan penglihatan
e. Temuan pada palpasi abdomen tidak sama dengan temuan terdahulu.
f. Bagian presentasi dapat di gerakkan di atas rongga panggul
g. Gerakan janin dapat menjadi kuat dan kemudian menurun menjadi tidak ada
gerakan dan Denyut Jantung Janin sama sekali tidak terdengar atau masih
dapat di dengar.
h. Lingkar uterus dan kepadatannya (kontraksi) dapat di rasakan di samping
janin(janin seperti berada diluar uterus).

2. Tenang
a. Kemungkinan menjadi muntah.
b. Nyeri tekan meningkat di seluruh abdomen.
c. Nyeri berat pada suprapubis.
d. Kontraksi uterus hipotonik.
e. Perkembangan persalinan menurun.
f. Perasaan ingin pingsan.
g. Hematuri (kadang-kadang)
h. Perdarahan pervagina (kadang-kadang)
i. Tanda-tanda syok progresif di temukan dalam hilangnya darah disertai denyut
nadi yang cepat dan pucat.
j. Kontraksi dapat berlanjut tanpa menimbulkan efek pada servik;atau kontraksi
tidak dapat dirasakan.
k. DJJ mungkin akan hilang.
3. Menurut (Chapman,2006;h.290)
I. Nyeri
1. Nyeri uterus atau jaringan parut mendadak
2. Perasaan “ingin melahirkan” 
3. Nyeri abdomen bagian bawah bisa muncul bersama kontraksi, atau nyeri
konstan yang tidak hilang.
4. Ibu merasa bahwa uterusnya sangat nyeri saat di sentuh atau di raba.
II. Kontraksi uterus
1. Uterus solid atau tonik
2. Kontraksi dapat berkurang atau bahkan berhenti.
III. Denyut Jantung Janin
Perubahan Denyut Jantung Janin abnormal dapat terjadi seperti deselarasi
memanjang atau variable yang biasanya memburuk menjadi bradikardia
serius.
IV. Syok
Dapat terjadi perubahan tanda vital
1. Takikardia
2. Tekanan darah rendah
3. Sesak napas, respirasi, > 24x/menit
4. Kemungkinan ibu :
 Tampak dingin dan lembap
 Tampak gelisah,agitasi, atau menarik diri.
 Berkata bahwa ia takut dan ada sesuatu yang tidak beres
 Muntah.
 Perdarahan
 Perdarahan kadang keluar dari vagina sebagai cairan amnion
bercampur darah atau perdarahan segar.
 Kadang seperti setelah bayi lahir, fundus uteri segera meninggi
karena terisi darah.
H. WOC

SPONTAN
VIOLENT
Dinding Rahim lemah, luka
Trauma, pertolongan versi dan
seksio, luka enoklean
ekstrasi
mioma, hypoplasia uteri,
kuretase, pelepasan plasenta
secara manual, sepsis pasca
persalinan / pasca abortus

Dinding korpus uteri


His korpus uteri berkontraksi menebal dan volume korpus
uteri lebih kecil

Tubuh janin menempati


SBR lebih Lebar korpus uteri terdorongnya ke
bawah dan kedalam SBR

Dinding SBR menipis Lingkaran retralgi fisiologis


karena tertarik keatas oleh meninggi kea rah pusat
kontraksi SAR kuat melewati fisiologis menjadi
patofisiolis

SBR tertarik dan His


Lingkaran bundle
berlangsung kuat terus-
menerus

Tertahan di serviks dan


His berlangsung kuat
terus menerus
Bagian bawah janin tidak
kunjung turun kebah melalui
jalan lahir

Lingkar retraksi semakin meninggi

Robek pada SBR

Ruptur Uteri

B B B B B
1 2 3 4 5

Perdarahan Perdarahan Perdarahan Ada dorongan Tubuh janin


Pervagina dari bayi terdorong

Darah ke Darah ke otak


menurun Panggul ibu
perifer Darah ke Robekannya
sempit
meluas
perifer

Hipoksia
Kebutuhan O2 Kandung
Tubuh janin
kemih tertekan
Kehilangan terdorong ke
dan meregang
banyak cairan rongga rahim

Anemis

Sesak /
Takipnea
TD menurun Robekan kecil Kontraksi
pada kandung uterus
kemih meningkat
Pusing ,
lemas,
MK: Pola
MK: Syok
Nafas tidak
Hipovolemik
Efektif
MK : Nyeri Urine Nyeri
Akut mengandung Abdomen
darah

Masuk ke
MK: Nyeri rongga
Akut peritoneum
MK :
Ansietas
MK:
Usus dan
PK : Resiko omentum masuk
B Infeksi
Ulserasi ke dalam
6
kandung peritoneum
kemih
Kontraksi
Uterus
Mencapai
vagina

Nyeri
abdomen

Nyeri menjalar ke
ekstrimitas bawah

Ibu malas
MK : Defisit
mandi, dll
Perawatan Diri
I. PENATALAKSANAAN

1. Tindakan pertama adalah mengatasi syok, memperbaiki keadaan umum penderita


dengan pemberian infus cairan dan transfusi darah, kardiotonika, antibiotika,dll. Bila
keadaan umum mulai membaik, tindakan selanjutnya adalah melakukan laparatomi
dengan tindakan jenis operasi :
a. Histerektomi, baik total maupun subtotal. Histerektomi total dilakukan khususnya
bila garis robekan longitudinal. Tindakan histerektomi lebih menguntungkan dari
penjahitan laserasi.
b. Histerorafia, yaitu tepi luka dieksidir lalu dijahit sebaik-baiknya.
c. Konservatif, hanya dengan tamponade dan pemberian antibiotik yang cukup.

Tindakan mana yang akan dipilih, tergantung pada beberapa faktro antar lain:
-          Keadaan umum penderita (syok dan sangat anemis).
-          Jenis ruptur, inkompleta, atau kompleta.
-          Jenis luka robekan.
-          Tempat luka apakah pada serviks, korpus atau segmen bawah rahim.
-          Perdarahn dari luka sedikit atau banyak.
-          Umur dan jumlah anak yang hidup.
-          Kemampuan dan keterampilan penolong.

2. Berikut langkah- langkah perbaikan robekan dinding uterus


Kaji ulang indikasi.
Kaji ulang prinsip-prinsip pembedahan dan pasang infus.
Berikan antibiotika dosis tunggal:
 Ampisilin 2 g IV
 ATAU sefazolin 2 g IV
Buka perut:
 Lakukan insisi vertikal pada linea alba dari umbilikus sampai pubis.
 Lakukan insisi vertikal 2-3 cm pada fasia, lanjutkan insisi ke atas dan ke
bawah dengan gunting.
 Pisahkan muskulus rektus abdominis kiri dan kanan dengan tangan atau
gunting.
 Buka peritoneum dekat umbilikus dengan tangan. Jaga agar jangan melukai
kandung kemih.
 Periksa rongga abdomen dan robekan uterus dan keluarkan darah beku.
 Pasang retraktor kandung kemih.
Lahirkan bayi dan plasenta.
Berikan oksitosin 10 unit dalam 500 mL NaCl/Ringer laktat dimulai dari
60 tetes/menit sampai uterus berkontraksi, lalu diturunkan menjadi 20 tetes/menit
setelah kontraksi uterus membaik.
Angkat uterus untuk melihat seluruh luka uterus.
Periksa bagian depan dan belakang uterus.
Klem perdarahan dengan forsep cincin.
Pisahkan kandung kemih dari segmen bawah rahim uterus secara tumpul atau
tajam.
Lakukan penjahitan robekan uterus.

a. Robekan Mencapai Serviks dan Vagina


a) Jika ada robekan ke serviks dan vagina, dorong vesika urinaria ke bawah, 2
cm lateral dari robekan.
b) Jika mungkin buatlah jahitan 1 cm di bawah robekan serviks.

b. Robekan Ke Lateral Mencapai Vasa Uterina


a) Buatlah jahitan hemostasis.
b) Identifikasi ureter sebelum menjahit.

c. Robekan dengan Hematoma pada Ligamentum Kardinal


1) Buatlah hemostasis (jahit dan jepit).
2) Buka lembar depan ligamentum kardinal.
3) Berikan drain karet jika perlu.
4) Buat jahitan hemostasis pada arteri uterina.
5) Jahit luka secara jelujur dengan catgut kromik nomor 0. Jika perdarahan
a. masih terus berlangsung atau robekan pada insisi terdahulu, lakukan
b. jahitan lapis kedua.
c. PERHATIKAN: Ureter harus dapat diidentifikasi agar tindakan tidak
melukai ureter.
6) Jika ibu menginginkan sterilisasi tuba, lakukan pada saat operasi ini
7) Jika luka terlalu luas dan sulit diperbaiki, lakukan histerektomi.
8) Kontrol perdarahan dengan klem arteri dan ikat. Jika perdarahan dalam, ikat
secara angka 8.
9) Pasang drain abdomen.
10) Yakinkan tidak ada perdarahan. Keluarkan darah beku dengan kasa
bertangkai.
11) Periksa laserasi kandung kemih. Lakukan reparasi jika ada laserasi.
12) Tutup fasia dengan jahitan jelujur dengan catgut kromik 0 atau poliglikolik.
Plika dan peritoneum tidak perlu ditutup.
13) Jika ada tanda-tanda infeksi, letakkan kain kasa pada subkutan dan jahit
dengan benang catgut secara longgar. Kulit dijahit setelah infeksi hilang.
14) Jika tidak ada tanda-tanda infeksi, tutup kulit dengan jahitan matras
15) vertikal memakai nilon 3-0 atau sutera.
16) Tutup luka dengan pembalut steril.
17) Untuk menjahit luka kandung kemih, klem kedua ujung luka dan rentangkan.
Periksa sampai di mana robekan/luka kandung kemih.
18) Tentukan apakah luka dekat trigonum (daerah uretra atau ureter).
19) Bebaskan kandung kemih dari segmen bawah rahim secara tajam atau tumpul.
20) Bebaskan 2 cm sekeliling luka kandung kemih.
21) Lakukan penjahitan dengan catgut kromik 3-0 sebanyak 2 lapis:
 Lapisan pertama menjahit mukosa dan otot
 Lapisan kedua menutupi lapisan pertama dengan luka melipat ke dalam
 Yakinkan jahitan tidak mengenai daerah trigonum
22) Tes kemungkinan bocor:
 Isikan kandung kemih dengan larutan garam atau air yang steril melalui
kateter
 Jika bocor buka jahitan dan jahit kembali, kemudian tes ulang
23) Jika ada kemungkinan luka pada uretra atau ureter, konsultasikan pasien untuk
pemeriksaan pielogram
24) Pasang kateter selama 7 hari sampai urin jernih
25) Selama ibu dirawat, jika ada tanda-tanda infeksi atau demam, berikan
kombinasi antibiotika sampai ibu bebas demam selama 48 jam:
 Ampisilin 2 g IV setiap 6 jam
 DAN Gentamisin IV 5 g/kgBB setiap 8 jam
 DAN Metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam
26) Berikan analgetika yang cukup
27) Jika tidak ada tanda infeksi, cabut drain setelah 48 jam
28) JIka tidak dilakukan tubektomi pada reparasi uterus, berikan kontrasepsi lain

CATATAN: Perhatikan kondisi pasien selama tindakan dan


pasca persalinan. Lakukan konseling pasca tindakan mengenai
besarnya robekan pada uterus dan rencana kehamilan berikutnya

Komplikasi yang dapat timbul adalah :


• Cidera pembuluh darah
• Cidera ureter atau kandung kemih

(Buku Saku Pelayanan Kesehatan di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. 2013)

J. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1) Laparoscopy : untuk menyikapi adanya endometriosis atau kelainan bentuk


panggul / pelvis.
2) Pemeriksaan laboratorium.
3) hapusan darah : HB dan hematokrit untuk mengetahui batas darah HB dan nilai
hematikrit untuk menjelaskan banyaknya kehilangan darah. HB < 7 g/dl atau
hematokrit < 20% dinyatakan anemia berat.
4)  SDM : untuk mengidentifikasikan tipe anemia.
5) Urinalisis : hematuria menunjukan adanya perlukaan kandung kemih.
6) Tes prenatal : untuk memastikan polihidramnion dan janin besar.

K. KOMPLIKASI

1. Gawat janin
2. Syok hipovolemik
Terjadi kerena  perdarahan yang hebat dan  pasien tidak segera mendapat infus
cairan kristaloid yang banyak untuk selanjutnya dalam waktu cepat digantikan
dengan tranfusi darah. 
3. Sepsis
Infeksi berat umumnya terjadi pada pasien kiriman dimana ruptur uteri telah
terjadi sebelum tiba di Rumah Sakit dan telah mengalami berbagai manipulasi
termasuk periksa dalam yang berulang. Jika dalam keadaan yang demikian pasien
tidak segera memperoleh terapi antibiotika yang sesuai, hampir pasti pasien akan
menderita peritonitis yang luas dan menjadi sepsis pasca bedah.  
4. Kecacatan dan morbiditas.
a) Histerektomi merupakan cacat permanen, yang pada kasus belum punya
anak hidup akan meninggalkan sisa trauma psikologis yang berat dan
mendalam.
b) Kematian maternal /perinatal yang menimpa sebuah keluarga merupakan
komplikasi sosial yang sulit mengatasinya.
2.3 Konsep Asuhan Keperawatan Ruptur Uteri

A. PENGKAJIAN
1. Identitas : Sering terjadi pada ibu usia dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun
2. Keluhan utama : Perdarahan dari jalan lahir, badan lemah, limbung,
keluar  keringat dingin, kesulitan nafas, pusing, pandangan berkunang-kunang.
3. Riwayat kehamilan dan persalinan : Riwayat hipertensi dalam kehamilan,
preeklamsi /eklamsia, bayi besar, gamelli, hidroamnion, grandmulti gravida,
primimuda, anemia, perdarahan saat hamil. Persalinan dengan tindakan, robekan
jalan lahir, partus precipitatus, partus lama/kasep, chorioamnionitis, induksi
persalinan, manipulasi kala II dan III.
4. Riwayat kesehatan : Kelainan darah dan hipertensi
5. Pengkajian fisik :
-Tanda-tanda vital :
• Tekanan darah : Normal/turun ( kurang dari 90-100 mmHg)
• Nadi : Normal/meningkat ( 100-120 x/menit)
• Pernafasan : Normal/ meningkat ( 28-34x/menit )
• Suhu : Normal/ meningkat
` -Kesadaran : Normal / turun
-Fundus uteri/abdomen : lembek/keras, subinvolusi
-Kulit : Dingin,v berkeringat, kering, hangat, pucat, capilary refill memanjan
-Pervaginam : Keluar darah, robekan, lochea ( jumlah dan jenis )
-Kandung kemih : distensi, produksi urin menurun/berkurang

B. Diagnosa Keperawatan
1. Hipovolemik b/d Kehilangan cairan aktif
2. Pola nafas tidak efektif b/d perdarahan
3. Risiko cidera pada janin b/d Disfungsi Uterus
4. Nyeri akut b/d agen pencidera biologis
5. Risiko infeksi b/d
6. Resiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan tbuh primer
C. Rencana tindakan keperawatan
No Diagnosa SLKI SIKI
Keperawatan
Hipovolemik b/d Setelah dilakukan -Manajemen Hipovolemia
Kehilangan cairan asuhan keperawatan
aktif 3x24 jan diharapkan 1. Periksa tanda dan gejala
hipovolemia teratasi hipovolemia
dengan criteria hasil: 2. Identifikasi penyebab
1 2 3 4 5 hipovolemia
3. Monitor status
-Status Cairan hemodinamika
1. kekuatan Nadi 4. Monitor intake dan
2. turgor kulit outpuc cairan
3. Output urin 5. Monitor tanda
4. Pengisian vena hemokonsentrasi
5. Ortopnea 6. Monitor cairan infuse
6. Edema perifer 7. Posisikan semifowler
7. Perasaan lemah 8. Kolaborasi pemberian
8. Frekuensi nadi diuretic
9. Tekanan darah
10. Tekanan nadi
11. Membrane mukosa
12. Intake cairan
13. Suhu tubuh

Pola nafas tidak Setelah dilakukan asuhan -Manajemen jalan nafas


efektif b/d keperawatan 3x24 jan
perdarahan diharapkan pola nafas 1. Posisikan pasien untuk
kembali efektif dengan memaksimalkan ventilasi
criteria hasil: 2. Identifikasi kebutuhan
1 2 3 4 5 actual
-Pola Nafas 3. Buang secret dan motifasi
1. Ventilasi semenit pasien untuk melakukan
2. Kapasitas vital batuk dan menyedot ledir
3. Tekanan ekspirasi 4. Intruksikan untuk
4. Tekanan inspirasi melakukan batuk efektif
5. Dispnea 5. Auskultasi suara nafas,
6. Penggunaan otot catat area yang
bantu nafas ventilasinya menurun atau
7. Pemanjangan fase tidak ada, dan adanya
ekspirasi suara nafas tambahan.
8. Ortopnea 6. Posisikan semifowler
9. Pernafasan cuping 7. Monitor intake cairan
hidung 8. Berikan oksigen
10. Frekuensi
pernafasan
11. Kedalaman nafas
Risiko cidera pada Setelah dilakukan asuhan -Pemantauan DJJ
janin b/d Disfungsi keperawatan 3x24 jan 1. Identifikasi status
Uterus diharapkan risiko cidera obstetric
pada janin tidak terjadi 2. Identifikasi riwayat
dengan criteria hasil: obstetric
1 2 3 4 5 3. Identifikasi adanya obat,
-Tingkat cidera die, merokok
1. Frekuensi nadi 4. Identifikasi pemeriksaan
2. Perdarahan kehamilan sebelumnya
3. Denyut jantung 5. Periksa denyut jantung
apikan janin selama satu menit
4. Denyut jantung 6. Monitor denyut jantung
radialis janin
7. Monitor tanda vital iu
8. Atur posisi pasien

-Pengukuran gerakan Janin


1. Identifikasi pengetahuan
iu dan kemampuan ibu
menghitung gerakan
janin
2. Hitung dan catat
gerakan janin
3. Lakukan pemeriksaan
CTG
4. Catat gerakan janin
dalam 12 jamberikan
oksigen 2-3L/menit jika
gerakan janin belum
mencapai 10 kali dalam
12 jam
5. Kondisikan dengan tim
medis jika terjadi
kegawatan janin

Daftar Pustaka
Cuningham , Gary et.all, 2005. Obstetri Williams Edisi 21. EGC. Jakarta.
Buku Saku Pelayanan Kesehatan di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Edisi 1.
WHO, 2013
Carpenito-Moyet, Lynda Juall. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 10.
Jakarta : ECG, 2006
Nugroho., Taufan. 2012. Patologi Kebidanan. Yogyakarta:Nuha Medika
Saifuddin., Bari., A. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal
dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Prawirohardjo., Sarwono. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
Wilkinson, Judith M. And R. Ahern, Nancy. 2013. Buku Saku Diagnosa
Keperawatan NANDA. Edisi 9. Jakarta : ECG, 2011
Varney, Helen dkk. 2001. Buku ajar asuhan kebidanan. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai