Anda di halaman 1dari 20

DERMATITIS KONTAK IRITAN

No. Dokumentasi :
No. Revisi :
SOP Tangga Terbit : 15 Maret 2017
Halaman : 1/3

UPTD PUSKESMAS ARPANUDDIN, SKM


KARYA MUKTI NIP : 19630107198603004

Dermatitis Kontak Iritan (DKI) adalah reaksi peradangan kulit non-


imunologik. Kerusakan kulit terjadi secara langsung tanpa didahului oleh
proses sensitisasi. DKI dapat dialami oleh smua orang tanpa memandang
PENGERTIAN umur , jenis kelamin dan ras. Penyebab muculnya dermatitis jenis ini adalah
bahan yang bersifat iritan, misalnya bahan pelarut, detergen, minyak
pelumas, asam , alkali dan serbuk kayu yang biasanya berhubungan dengan
pekerjaan.
TUJUAN Penerapan langkah-langkah dalam melakukan diagnosis dan terapi kasus
Dermatitis Kontak Iritan (DKI).
KEBIJAKAN

PROSEDUR 1. Anamesis
A. Keluhan
Keluhan kelainan kulit berupa gatal, kelainan kulit bergantung pada
keparahan dermatitis, keluhan dapat disertain timbul kemerahan. Hal
yang penting ditanyakan adalah riwayat kontak dengan bahan-bahan
yang berhubungan dengan riwayat pekerjaan, hobby, obat topikal yang
pernah digunakan, obat sistemik, kosmetik, bahan-bahan yang dapat
menimbulkan alergi, serta riwayat alergi keluarga.

B. Faktor Resiko
 Ditemukan pada orang-orang terpapar oleh bahan iritan, riwayat kontak
dengan bahan iritan pada waktu tertentu
 Pasien bekerja sebagai tukang cuci, juru masak, kuli bangunan, montir,
penata rambut
 Riwayat dermatitis atopik

2. Pemeriksaan Klinis
a. Tanda yang dapat diobservasi sama seperti dermatitis pada umumnya,
tergantung pada kondisi akut atau kronis
b. Faktor Predisposisi pekerjaan
Paparan seseorang terhadap terhadap suatu bahan yang bersifat
iritan
c. Faktor Predisposisi
Pekerjaan atau paparan seseorang terhadap suatu bahan yang
bersifat alergen

3. Pemeriksaan Penunjang
Tidak diperlukan

DERMATITIS KONTAK IRITAN

No. Dokumentasi :
No. Revisi :
SOP
Tangga Terbit : 15 Maret 2017
Halaman : 2/3

UPTD PUSKESMAS ARPANUDDIN, SKM


KARYA MUKTI NIP : 19630107198603004

4. Diagosis
A. Diagosis Klinis ditegakkan berdasarkan anamesis dan pemeriksaan fisik
B. Klasifikasi berdasarkan penyebab dan pengaruh faktor-faktor tertentu,
DKI dibagi menjadi :
a) DKI Akut
1) Bahan iritan kuat, misalnya larutan asam sulfat (H2SO4) atau asam
klorida (HCL), termasuk luka bakar oleh bahan kimia
2) Lesi berupa : Eriema, edema, bula kadang disertai nekrosis
3) Tepi kelainan kulit berbatas tegas dan pada umumnya asimetris

b) DKI akut lambat


1) Gejala klinis muncul sekitar 8-24 jam atau lebih setelah kontak. Bahan
iritan yang dapat menyebabkan diantaranya : podofiliin, antralin,
tretinoin, etilen oksida, benzalkonium klorida, dan asam hidrofluorat
2) Kadang-kadang disebabkan oleh bulu serangga yang terbang pada
malam hari (dermatitis venenata); penderita baru merasa pedih
keesokan harinya sudah menjadi vesikel atau bahkan nekrosis

c) DKI Kumulatif / DKI kronis


1) Penyebabnya adalah kontak berulang-ulang dengan iritan lemah
(faktor fisik misalnya gesekan, trauma minor, kelembapan rendah,
panas atau dingin, faktor kimia sperti detergen, sabun, pelarut, tanah
dan bahkan air)
2) Umumnya terdapat ditangan, kelainan baru muncul setelah kontak
dengan bahan iritan berminggu-minggu atau bulan, bahkan bisa
bertahun-tahun kemudian, sehingga waktu rentetan kontak merupakan
faktor penting
3) Kulit dapat retak seperti luka iris, misalnya pada kulit tumit tukang cuci
yang mengalami kontak terus menerus dengan detergen
4) Keluhan penderita umumnya rasa gatal dan nyeri karena kulit retak.
Adakalanya hanya berupa kulit kering atau skuama tanpa eritema
sehingga diabaikan oleh penderita

d) Reaksi iritan :
1) Atitis subklinis pada seseorang yang terpajan dengan pekerjaan basah,
misalnya penata rambut dan pekerja logam dalam beberapa bulan
pertama, kelainan kulit kering monomorfik ( efloresensi tunggal) dapat
berupa eritema, skuaman, vesikel , pustul, dan erusi
2) Umumnya dapat sembuh sendiri, namun menimbulkan penebalan kulit,
dan kadang-kadang berlanjut menjadi DKI kumulatif
e) DKI Traumatik
1) Kelainan kulit berkmbang lambat setelah trauma panas atau lasera

DERMATITIS KONTAK IRITAN

No. Dokumentasi :
No. Revisi :
SOP
Tangga Terbit : 15 Maret 2017
Halaman : 3/3

UPTD PUSKESMAS ARPANUDDIN, SKM


KARYA MUKTI NIP : 19630107198603004

2) Gejala seperti dermatitis numularis (Lesi akut dan basah)


3) Penyembuhan lambat, paling cepat 6 minggu
4) Predileksi paling sering terjadi ditangan

f) DKI Non Eritematosa


Merupakan bentuk subklinik DKI, ditandai dengan perubahan fungsi sawar
stratum komeum, hanya ditandai oleh skuamasi ringan tanpa di sertai
kelainan klinis lain

g) DKI Subyektif / DKI sensori


Kelainan kulit tidak terlihat, namun penderita merasa seperti tersengat
( perih) atau terbakar (panas) setelah kontak dengan bahan kimia tertentu,
misalnya asam laktat

5. Komplikasi
Infeksi sekunder

6. Terapi
A. Farmakologi
1. Topikal (2x Sehari)
a) Kortikosteroid
Hidrokortison 1% , Pada kasus dengan manifestasi klinis likenfikasi dan
Hiperpigmentasi dapat mengunakan golongan betametason valerat
cream 0,1%
b) Pada kasus infeksi sekunder, perlu dipertimbangkan pemberian
antibiotik topikal

2. Oral sistemik
Antihistamin : Cetirizine 10 mg 1X1 atau ceterizine 5mg/ml 1X1 atau
Loratadine 1 x10 mg/hari selama maksimal 2 minggu atau CTM 4mg 2x1

B. Konseling dan Edukasi


 Pasien perlu mengidentifikasi faktor resiko, menghindari bahan-bahan yang
bersifat alergen, baik yang bersifat kimia, mekanis dan fisik, memakai
sabun pH netral dan mengunakan pelembab serta memakai alat pelindung
diri untuk melindungi kontak alergen saat bekerja
 Konseling untuk menghindari bahan iritan dirumah saat mengerjakan
pekerjaan rumah tangga
 Edukasi menggunakan alat pelindung diri seperti sarung tangan dan sepatu
boot
 Memodifikasi lingkungan tempat bekerja
1. UGD
UNIT KERJA
2. Rawat Inap

DERMATITIS ATOPIK

No. Dokumentasi :
No. Revisi :
SOP Tangga Terbit : 15 Maret 2017
Halaman : 1/2

UPTD PUSKESMAS ARPANUDDIN, SKM


KARYA MUKTI NIP : 19630107198603004

Dermatitis atopik adalah peradangan kulit berulang dan kronis dengan disertai
PENGERTIAN gatal. pada umumnya pada bayi dan anak disertai adanya riwayat atopi pada
keluarga

TUJUAN Sebagai acuan untuk menegakan diagnosis dan penatalaksanaan penyakit


dermatitis atopik

KEBIJAKAN

PROSEDUR 1. Anamnesis :
 Keluhan utama gatal dapat hilang timbul sepanjang hari, umumnya lebih
hebat pada malam hari
 Pasien biasanya mempunyai riwayat juga sering merasa cemas, egois,
frustasi, agresif, atau merasa tertekan
 Faktor resiko penderita wanita lebih banyak dibanding pria, riwayat
sensitifitas terhadap wol, bulu kucing, anjing, ayam dan burung

2. Pemeriksaan fisik ditemukan kulit penderita :


 Perabaan Kulit kering
 Pucat/redup
 Jari tangan teraba dingin
 Terdapat papul, likenifikasi, eritema, erosi, eksoriasi, eksudasi dan krusta
pada lokasi predileksi.

3. Diagnosa Banding :
 Dermatitis Seboroik
 Dermatitis Numularis
 Scabies

4. Terapi :
A. Modifikasi gaya hidup :
1. Menemukan faktor resiko
2. Menghindari bahan-bahan yang bersifat iritan termasuk pakaian seperti
wol atau bahan sintetik.
3. Memakai sabun dengan pH netral dan mengandung pelembab.
4. Menjaga kebersihan bahan pakaian.
5. Menghindari pemakaian bahan kimia tambahan.

DERMATITIS ATOPIK

No. Dokumentasi :
No. Revisi :
SOP
Tangga Terbit : 15 Maret 2017
Halaman : 2/2

UPTD PUSKESMAS ARPANUDDIN, SKM


KARYA MUKTI NIP : 19630107198603004

6. Membilas badan segera setelah selesai berenang untuk menghindari


kontak klorin yang terlalu lama.
7. Menghindari stress psikis
8. Pada bayi, menjaga kebersihan di daerah popok, iritasi oelh kencing atau
feses, dan hindari pemakaian bahan-bahan medicated baby oil.
9. Menghindari pembersih yang mengandung antibakteri karena
menginduksi resistensi.
10. Menghindari bahan pakaian terlalu tebal, ketat, kotor.

B. Farmakoterapi diberikan dengan :


1. Topical (2x sehari)
 Pada lesi di kulit kepala, diberikan kortikosteroid topical, seperti Desonid
krim 0,05% (catatan : bila tidak tersedia dapat digunakan fluosinolon
asetonid krim 0.025%) selama maksimal 2 minggu
 Pada kasus dengan manifestasi klinis likenifikasi dan hiperpigmentasi,
dapat diberikan golongan betametason valerat 0,1% atau mometason
furoat 0,1%).
 Pada kasus infeksi sekunder, perlu dipertimbangkan pemberian
antibiotik topical atau sitemik bila lesi meluas.

2. Oral sistemik
 Antihistamin sedative yaitu hidroksisin (2x1 tablet) selama maksimal 2
minggu, atau Loratadine 1x10 mg/hari atau antihistamin non sedative
lainnya selama maksimal 2 minggu

1. Laboratorium
UNIT KERJA 2. Rawat jalan
3. Apotek
DERMATITIS NUMULARIS

No. Dokumentasi :
No. Revisi :
SOP Tangga Terbit : 15 Maret 2017
Halaman : 1/2

UPTD PUSKESMAS ARPANUDDIN, SKM


KARYA MUKTI NIP : 19630107198603004

Dermatitis Numularis adalah kelainan kulit kronis yang menyebabkan munculnya


PENGERTIAN bercak-bercak lingkaran seperti koin. Bercak ini terasa gatal dan memiliki
permukaan kasar, namun tidak menular.
TUJUAN Sebagai acuan untuk menegakan diagnosis dan penatalaksanaan penyakit
dermatitis numularis
KEBIJAKAN

PROSEDUR 1. Anamnesis :
 Keluhan terdapat bercak merah yang basah pada predileksi tertentu dan
sangat gatal
 Keluhan dirasakan hilang timbul dan sering kambuh dan Kambuh
ditempat semula
 Pasien dapat memiliki riwayat trauma fisik dan kimiawi, riwayat dermatitis
kontak alergi, riwayat dermatitis atopik pada kasus dermatitis numularalis
anak, riwayat infeksi kulit sebelumnya, dan kebiasaan mengkonsumsi
minuman yang mengandung alkohol

2. Pemeriksaan Fisik :
 Mengamati area kulit yang mengalami dermatitis numularis
 Sejumlah pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk
memastikan diagnosa kelainan kulit yang terjadi adalah:
- Kerokan kulit
Pemeriksaan ini dilakukan dengan mengerok permukaan kulit yang
mengalami dermatitis, untuk melihat keberadaan jamur. Tujuannya
adalah untuk membedakan penyakit ini dari kurap.
- Tes alergi tempel (patch testing)
Caranya adalah dengan menempelkan beberapa zat pada kulit, misalnya
logam nikel. Tes alergi dilakukan bila pasien diduga memiliki alergi.
- Biopsi kulit
Pemeriksaan biopsi kulit dilakukan dengan mengambil sedikit sampel
jaringan kulit dari area yang mengalami kelainan, untuk kemudian
diperiksa dengan mikroskop. Tujuannya adalah untuk melihat kelainan
kulit yang terjadi.
3. Diagnosa differensial :
 Dermatitis Kontak
 Dermatitis Atopik
 Neurodermatitis sirkumskripta

4. Terapi
A. Farmakoterapi
 Kompres terbuka dengan PK 1 : 10.000

DERMATITIS NUMULARIS

No. Dokumentasi :
No. Revisi :
SOP
Tangga Terbit : 15 Maret 2017
Halaman : 2/2

UPTD PUSKESMAS ARPANUDDIN, SKM


KARYA MUKTI NIP : 19630107198603004

 Kortikosteroid : desonid krim 0,05 % / fluosinolon asetonid krim 0,025 %,


maksimal 2 minggu
 Betametason valerat krim 0,1 % / mometason furoat krim 0,1 % (untuk
likenifikasi dan hiperpigmentasi )
 Antibiotik, bila ada infeksi bakteri
 ORAL :
Antihistamin : Hidroksisin 2 x 1 tab / Loratadine 1 x 10 mg/ hari ,
maksimal 2 minggu

B. Konseling dan Edukasi


 Menghindari faktor yang mungkin memprovokasi seperti stres dan fokus
infeksi di organ lain
 Memberikan pengertian bahwa kelainan bersifat kronis dan berulang,
sehingga penting untuk pemberian obat topikal rumatan
 Menjaga terjadinya infeksi sebagai faktor resiko terjadinya relaps

UNIT KERJA  UGD


 Poli Umum
 Unit Layanan KIA
 Apotek
NAPKIN ECZEMA

No. Dokumentasi :
No. Revisi :
SOP Tangga Terbit : 15 Maret 2017
Halaman : 1/2

UPTD PUSKESMAS ARPANUDDIN, SKM


KARYA MUKTI NIP : 19630107198603004

Napkin Eczema disebut juga dermatitis pokok/ diaper rash adalah dermatitis
PENGERTIAN didaerah genital krural sesuai dengan tempat kontak popok, umumnya pada
bayi, pemakai popok dan juga orang dewasa yang sakit

TUJUAN Sebagai acuan untuk menegakan diagnosis dan penatalaksanaan penyakit


napkin eczema
KEBIJAKAN

PROSEDUR 1. Anamnesis :
 Keluhan terdapat bercak merah dan gatal, mengikuti popok yang
berkontak kadang-kadang membasah dan membentuk luka
 Faktor rsiko :
a. Pokok jarang diganti
b. Kulit bayi yang kering sebelum dipasang popok
c. Riwayat atopi diri dan keluarga
d. Riwayat alergi terhadap bahan plastik dan kertas

2. Pemeriksaan Fisik :
Pemeriksaan fisik patognomis :
a. Makula eritematosa berbatas agak tegas ( Bentuk megikuti popok yang
digunakan )
b. Papul
c. Vesikel
d. Erosi
e. Ekskorinasi
f. Infiltran dan ulkus bila parah
g. Plak eritematosa, membasah, kadang pultus, lesi satelit (bila terinfeksi
jamur)

3. Pemeriksaan Penunjang
Bila diduga terinfeksi jamur kandida, perlu dilakukan pemeriksaan KOH atau
GRAM dari kelainan kulit yang basah

4. Diagnosa differensial :
 Penyakit Letterer-Siwe
 Akrodermatitis enteropatika
 Psoriasis infersa
 Eritrasma

5. Terapi
A. Farmakoterapi
1. Prinsip pemberian farmakoterapi yaitu menekan inflamasi dan
mengatasi infeksi kandida

NAPKIN ECZEMA

No. Dokumentasi :
No. Revisi :
SOP Tangga Terbit : 15 Maret 2017
Halaman : 2/2

UPTD PUSKESMAS ARPANUDDIN, SKM


KARYA MUKTI NIP : 19630107198603004

a) Bila ringan : Krim / Salep bersifat protektif kortikosteroid potensi


lemah ( hidrokortison salep1-2,5%) dipakai 2 kali sehari selama 3-7
hari
b) Bila terinfeksi kandida : derivat azol topikal 2 kali sehari selama 7 hari

2. Untuk mengurangi gejala dan mencegah bertambah beratnya lesi, perlu


dilakukan hal berikut :
a) Ganti popok bayi lebih sering, gunakan pelembab sebelum
memakaikan popok bayi
b) Diajukan pemakaian popok sekali pakai jenis Highly absorbent

B. Konseling dan Edukasi


1. Memberitahu keluarga mengenai penyebab dan menjaga higiene kulit
2. Mengajarkan cara menggunakan popok dan maenganti secepatnya
bila popok basah
3. Menganti popok sekali pakai bila kapasitas telah penuh

1. UGD
UNIT KERJA 2. Poli Umum
3. Apotek
DERMATITIS SEBOROIK

No. Dokumentasi :
No. Revisi :
SOP Tangga Terbit : 15 Maret 2017
Halaman : 1/3

UPTD PUSKESMAS ARPANUDDIN, SKM


KARYA MUKTI NIP : 19630107198603004

Dermatitis Seboroik adalah kelainan kulit papuloskuamosa kronis yang umum


dijumpai pada anak dan dewasa. Penyakit ini ditemukan pada area kulit yang
PENGERTIAN memiliki banyak kelenjar sebasea seperti wajah, kulit kepala, telinga, tubuh
bagian atas dan fleksura (inguinal, inframammae, dan aksila)

Sebagai acuan untuk menegakan diagnosis dan penatalaksanaan penyakit


TUJUAN
Dermatitis Seboroik

KEBIJAKAN

PROSEDUR 1. Anamnesis :
 Pada bayi biasanya terjadi pada 3 bulan pertama kehidupan.
Sering disebut cradle cap. Keluhan utama biasanya berupa sisik
kekuningan yang berminyak dan umumnya tidak gatal
 Pada anak dan dewasa, biasanya yang menjadi keluhan utama adalah
kemerahan dan sisik di kulit kepala, lipatan nasolabial, alis mata, area
post aurikula, dahi dan dada. Lesi lebih jarang ditemukan di area
umbilikus, interskapula, perineum dan anogenital. Area kulit yang
kemerahan biasanya gatal. Pasien juga dapat mengeluhkan ketombe
(Pitiriasis sika). Keluhan dapat memburuk jika terdapat stressor atau
cuaca dingin
 Pada bayi umumnya bersifat swasirna sementara cenderung menjadi
kronis pada dewasa

2. Pemeriksaan Fisik :
 Pada bayi, dapat ditemukan skuama kekuningan atau putih yang
berminyak dan tidak gatal. Skuama biasanya terbatas pada batas kulit
kepala (skalp) dan dapat pula ditemukan di belakang telinga dan area
alis mata. Lesi lebih jarang ditemukan di lipatan fleksura, area popok dan
wajah.
 Pada anak dan dewasa dapat bervariasi mulai dari:
1) Ketombe dengan skuama halus atau difus, tebal dan menempel
padan kulit kepala
2) Lesi eksematoid berupa plak eritematosa superfisial dengan skuama
terutama di kulit kepala, wajah dan tubuh
3) Di dada dapat pula menunjukkan lesi petaloid atau pitiriasiformis.
 Apabila terdapat di kelopak mata, dapat disertai dengan blefaritis.
 Dapat meluas hingga menjadi eritroderma.

3. Pemeriksaan Penunjang
Tidak ada pemeriksaan penunjang khusus untuk diagnosis. Apabila
diagnosis meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan kerokan kulit dengan
pewarnaan KOH untuk menyingkirkan infeksi jamur atau biopsi kulit

-
DERMATITIS SEBOROIK

No. Dokumentasi :
No. Revisi :
SOP Tangga Terbit : 15 Maret 2017
Halaman : 2/3

UPTD PUSKESMAS ARPANUDDIN, SKM


KARYA MUKTI NIP : 19630107198603004

4. Diagnosa Banding :
 Pada bayi : dermatitis atopik, skabies, psoriasis
 Pada anak dan dewasa : psoriasis, dermatitis atopik, dermatitis kontak,
impetigo, tinea
 Di lipatan: dermatitis intertriginosa, kandidosis kutis Harus disingkirkan:
histiositosis sel Langerhans (pada bayi)

5. Terapi
A. Farmakoterapi
Dewasa :
 Pada lesi dikulit kepala, diberikan shampo selenium sulfida1,8
(Selsun-R) atau ketokonazol 2% shampo, zink pirition ( Shampo snti
ketombe), atau pemakaian preparat ter (Liquor carbons detergent)
2-5% dalam bentuk salep dengan frekuensi 2-3kali seminggu
selama 5-15 menit perhari
 Pada lesi dibadan diberikan kortikosteroid topikal : Desnid krim
0,05% selama maksimal 2 minggu
 Pada kasus dengan manifestasi yang berat diberikan kortikosteroid
kuat (betametason valent krim 0,1%)
 Pada kasus dengan infeksi jamur, perlu dipertimbangkan pemberian
ketokonazol 2% topikal

Obat sistemik :
Antihistamin sedatif yaitu hidroksisin (2X1 tablet) selama maksimal 2
minggu

Bayi :
 Pada lesi kulit kepala bayi diberikan asam salisilat 3% dalam minyak
kelapa atau vehikulum yang larut air atau kompres minyak kelapa
hangat 1x/hari selama beberapa hari
 Dianjurkan dengan krim hidrokortison 1% atau lotion selama
beberapa hari
 Selama pengobatan rambut tetap dicuci

B. Konseling dan Edukasi


1) Menghindari faktor pemicu/pencetus misalnya :
 Penggunaan pendingin ruangan (air conditioner) atau udara
dengan kelembapan rendah di lingkungan kerja
 Hindari garukan yang dapat menyebabkan lesi iritasi
 Hindari bahan-bahan yang dapat menimbulkan iritasi
 Mengkonsumsi makanan rendah lemak

DERMATITIS SEBOROIK

No. Dokumentasi :
No. Revisi :
SOP Tangga Terbit : 15 Maret 2017
Halaman : 3/3

UPTD PUSKESMAS ARPANUDDIN, SKM


KARYA MUKTI NIP : 19630107198603004

 Tetap menjaga higiene kulit


2) Mencari faktor-faktor predisposisi yang diduga sebagai penyebab
3) Edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai perjalanan penyakit
(tujuan pengobatan, hasil pengobatan yang diharapkan, lama terapi,
cara penggunaan obat, dan efek samping obat yang mungkin terjadi)
4) Edukasi mengenai pentingnya perawatan kulit dan menghindari
pengobatan diluar yang diresepkan

UNIT KERJA 1. UGD


2. Poli Umum
3. Apotek

PITIRIASIS ROSCA

No. Dokumentasi :
No. Revisi :
SOP Tangga Terbit : 15 Maret 2017
Halaman : 1/3

UPTD PUSKESMAS ARPANUDDIN, SKM


KARYA MUKTI NIP : 19630107198603004

Pitiriasis Rosca adalah suatu kelainan kulit akut yang diawali dengan
timbulnya makula/plak soliter berwarna merah muda dengan skuama halus
PENGERTIAN (“herald patch”), kemudian dalam beberapa hari sampai beberapa minggu
timbul lesi serupa dengan ukuran lebih kecil di badan dan ekstremitas proksimal
yang tersusun sesuai lipatan kulit (christmas tree pattern)
Sebagai acuan untuk menegakan diagnosis dan penatalaksanaan penyakit
TUJUAN
Pitiriasis Rosca

KEBIJAKAN

1. Anamnesis :
 Terutama timbul pada remaja dan dewasa muda yang sehat, kelompok
usia 10-35 tahun. Lebih banyak dialami oleh perempuan.
 Gejala subjektif biasanya tidak ditemukan, tetapi dapat disertai gatal
ringan maupun sedang.
 Kelainan kulit diawali dengan lesi primer yang diikuti lesi sekunder.
 Timbul lesi sekunder bervariasi antara 2 hari sampai 2 bulan setelah lesi
primer, tetapi umumnya dalam waktu 2 minggu. Kadang-kadang lesi
primer dan sekunder timbul secara bersamaan.
 Dapat pula ditemukan demam yang tidak terlalu tinggi atau lemah badan

2. Pemeriksaan Fisik :
 Gambaran klinis diawali dengan timbulnya lesi primer berupa
makula/plak sewarna kulit / merah muda / salmon-colored /
PROSEDUR hiperpigmentasi yang berbatas tegas, umumnya berdiameter 2-4 cm
dan berbentuk lonjong atau bulat. Bagian tengah lesi memiliki
karakteristik skuama halus, dan pada bagian dalam tepinya terdapat
skuama yang lebih jelas membentuk gambaran skuama kolaret.
 Lesi primer biasanya terletak di bagian badan yang tertutup baju, tetapi
kadang-kadang ditemukan di leher atau ekstremitas proksimal seperti
paha atas atau lengan atas. Lesi primer jarang ditemukan di wajah,
penis atau kulit kepala berambut.
 Erupsi simetris terutama pada badan, leher, dan ekstremitas proksimal.
 Lesi sekunder berupa makula/plak merah muda, multipel, berukuran
lebih kecil dari lesi primer berbentuk bulat atau lonjong, yang mengikuti
Langer lines sehingga pada punggung membentuk gambaran christmas-
tree pattern
 Dapat ditemukan pembesaran kelenjar getah bening

-
PITIRIASIS ROSCA

No. Dokumentasi :
No. Revisi :
SOP Tangga Terbit : 15 Maret 2017
Halaman : 2/3

UPTD PUSKESMAS ARPANUDDIN, SKM


KARYA MUKTI NIP : 19630107198603004

3. Pemeriksaan Penunjang
 Untuk penegakan diagnosis tidak perlu pemeriksaan penunjang khusus.
 Apabila diperlukan, dapat dilakukan pemeriksaan penunjang sesuai
diagnosis banding.
 Pemeriksaan histopatologi dapat dilakukan pada kasus yang tidak dapat
ditegakkan berdasarkan gambaran klinis.

4. Diagnosa Banding :
a. Sifilis sekunder
b. Tinea korporis
c. Dermatitis numularis
d. Psoriasis gutata
e. Pityriasis lichenoides chronica
f. Pitiriasis rosea-like drug eruption
g. Dermatitis seboroik

5. Terapi
A. Farmakoterapi
Prinsip: penyakit dapat sembuh spontan, penglihatan bersifat
simtomatis Terdapat beberapa obat yang dapat dipilih sesuai dengan
indikasi sebagai berikut:
1) Topikal
Bila gatal sangat mengganggu:
 Larutan anti pruritus seperti calamine lotion.
 Kortikosteroid topikal.
2) Sistemik
 Apabila gatal sangat mengganggu dapat diberikan antihistamin
Seperti ceterizin 1x10 mg per hari
 Kortikosteroid sistemik
 Eritromisin oral 4x250 mg/hari selama 14 hari
 Acyclovir 3x400 mg/hari per oral selama 7 hari diindikasikan
sebagai terapi pada awal perjalanan penyakit yang disertai flu-like
symptoms atau keterlibatan kulit yang luas
 Dapat pula dilakukan fototerapi: narrowband ultraviolet B (NB-UVB)
dengan dosis tetap sebesar 250 mg/cm2 3 kali seminggu selama 4
minggu.

C. Konseling dan Edukasi


 Kelainan kulit dapat sembuh sendiri.
 Pengobatan bertujuan untuk mengurangi gejala.

PITIRIASIS ROSCA

No. Dokumentasi :
No. Revisi :
SOP Tangga Terbit : 15 Maret 2017
Halaman : 3/3
UPTD PUSKESMAS
KARYA MUKTI ARPANUDDIN, SKM
NIP : 19630107198603004

1. UGD
UNIT KERJA 2. Poli Umum
3. Apotek

AKNE VULGARIS RINGAN

SOP No. Dokumentasi :


No. Revisi :
Tangga Terbit : 15 Maret 2017
Halaman : 1/1

UPTD PUSKESMAS ARPANUDDIN, SKM


KARYA MUKTI NIP : 19630107198603004

PENGERTIAN Akne Vulgaris Ringan adalah Penyakit kulit obstruktif dan inflamasi kronik
pada unit pilosebasea yang sering terjadi pada masa remaja.
Sebagai acuan untuk menegakan diagnosis dan penatalaksanaan penyakit
TUJUAN
Akne Vulgaris Ringan

KEBIJAKAN

1. Anamnesis :
 Pasien datang dengan keluhan adanya wajah berminyak dan komedo
 Hasil Pemeriksaan Fisik dan pemeriksaan Penunjang Sederhana
(Objective)

2. Pemeriksaan Fisik
 Lesi kulit berupa komedo, papul, pustul, nodul, kistik bahkan scar.
 Daerah predileksi adalah wajah, leher, bahu dan lengan atas serta
punggung.

3. Pemeriksaan Penunjang
Meskipun androgen berperan penting, sebagian besar penderita acne
PROSEDUR tanpa gejala hiperandrogenisme memiliki kadar androgen serum normal,
dan derajat berat acne tidak berkorelasi dengan kadar androgen serum.
Diduga, androgen hanya sebagai faktor pemicu acne.

4. Terapi
A. Farmakoterapi
 Topikal terapi : benzoil peroksida 2,5-5%, asam salisilat 0,5-2%, asam
retinoat 0,05% , sulfur, sabun keratolitik dan antibiotik.
 Terapi oral : Asam retinoat, antibiotik ( Clindamisin dan Eritromisin) ,
hormonal terapi

B. Konseling dan Edukasi


Mengurangi kebiasaan makan yang dapat meningkatkan produksi
minyak oleh kelenjar sebasea.

1. UGD
UNIT KERJA 2. Poli Umum
3. Apotek
HIDRADENITIS SUPURATIF

No. Dokumentasi :
No. Revisi :
SOP Tangga Terbit : 15 Maret 2017
Halaman : 1/2

UPTD PUSKESMAS ARPANUDDIN, SKM


KARYA MUKTI NIP : 19630107198603004

Hidradenitis Supuratif adalah penyakit kulit jangka panjang yang timbul pada
PENGERTIAN kulit yang memiliki rambut dan kelenjar keringat. Kelainan ini diawali dengan
timbulnya benjolan kecil sebesar kacang di area pergesekan kulit, seperti ketiak
atau lipat paha. Benjolan kecil tersebut dapat terasa nyeri atau berisi nanah.
Sebagai acuan untuk menegakan diagnosis dan penatalaksanaan penyakit
TUJUAN
Hidradenitis Supuratif

KEBIJAKAN

PROSEDUR 1. Anamnesis :
 Pasien hidradenitis suppurativa umumnya akan mengeluhkan terdapat
nodul pada area intertriginosa, seperti aksila, lipatan inframammary, regio
anogenital, dan lipatan paha. Penyakit ini bersifat kronik, sehingga pasien
akan mengalami flare rekuren. Gejala lain yang bisa timbul adalah rasa
terbakar atau menyengat, nyeri, gatal, hangat, dan kering.
 Rasa terbakar pada nodul akan terjadi selama 7-15 hari dan diikuti dengan
ruptur nodul yang menyebabkan rasa nyeri lebih berat. Setelah
terbentuknya abses, pasien akan mengeluhkan terdapat cairan purulen
dengan bau busuk.

2. Pemeriksaan Fisik
 Penampakan lesi hidradenitis suppurativa bergantung pada progresi
penyakit. Lesi dapat ditemukan pada aksila, anogenital, lipatan paha, dan
lipatan inframammary.
 Hidradenitis suppurativa memiliki karakteristik lesi primer berupa nodul
dengan ukuran 0,5-2 cm. Nodul dapat muncul pada lebih dari satu
kelenjar, sehingga akan tampak berbenjol-benjol. Kumpulan nodul yang
saling bertumpuk dan tidak teratur ini kemudian akan melunak tidak
merata, yang disebut sebagai abses multipel. Abses yang pecah akan
mengeluarkan cairan purulen berbau busuk, serta menimbulkan sinus dan
fistula.

Stadium Hurley
Derajat penyakit hidradenitis suppurativa dapat ditentukan melalui sistem
stadium Hurley. Berikut ini merupakan hidradenitis suppurativa berdasarkan
pembagian stadium Hurley :

HIDRADENITIS SUPURATIF

No. Dokumentasi :
No. Revisi :
SOP Tangga Terbit : 15 Maret 2017
Halaman : 2/2

UPTD PUSKESMAS ARPANUDDIN, SKM


KARYA MUKTI NIP : 19630107198603004

 Hurley stadium I : formasi abses tanpa adanya jaringan parut atau saluran
sinus
 Hurley stadium II: Abses rekuren dengan saluran sinus dan jaringan parut
 Hurley stadium III : Keterlibatan luas, saluran sinus multipel yang menyatu,
abses-abses hampir terdapat pada seluruh area meninggalkan sedikit atau
tidak ada bagian kulit normal

3. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis hidradenitis suppurativa umumnya tidak membutuhkan
pemeriksaan penunjang. Peran pemeriksaan penunjang pada
hidradenitis suppurativa adalah untuk menyingkirkan diagnosis banding
dan mencari komorbiditas.

4. Terapi
A. Farmakoterapi
Pengobatan oral :
1) Antibiotik sistematik
Misalnya kombinasi Rifampisin 600mg sehari (dalam dosis tunggal atau
dosis terbagi) dan Clindamisin 300 mg dua kali sehari menunjukan
hasil pengobatan yang menjanjikan.Dapson dengan dosis 50-150
mg/hari sebagai monoterapi, Eritromisin atau tetrasiklin 250-500mg 4
kali sehari, doksisiklin 100mg dua kali sehari selama 7-14 hari
2) Kortikosteroid sistemik
Misalnya Triamsinolon, prednisolon atau prednison

Jika telat terbentuk abses dilakukan insisi

C. Konseling dan Edukasi


1) Mengurangi berat badan untuk pasien obesitas
2) Berhenti merokok
3) Tidak mencukur dikulit yang berjerawat karena mencukur dapat
mengiritasi kulit
4) Menjaga kebersihan kulit
5) Mengenakan pakaian longgar untuk mengurangi gesekan
6) Mandi dengan menggunakan sabun dan antiseptik atau antiperspirant
1. UGD
UNIT KERJA 2. Poli Umum
3. Apotek

Anda mungkin juga menyukai