Anda di halaman 1dari 20

Nama : Brigitta Stella Salim

NIM : 1907035984
Kelas : TPK D3 – A 2019

LEMBAR KERJA MAHASISWA


PENDIDIKAN ANTI KORUPSI

KORUPSI

1. Peraturan Penguasa Militer


No.PRT/PM/06/1957 dikeluarkan
oleh Penguasa Militer Angkatan
DASAR HUKUM Darat dan berlaku untuk daerah
kekuasaan Angkatan Darat.

2. Peraturan Penguasa Militer


No.PRT/PM/08/1957 berisi tentang
pembentukan badan yang
berwenang mewakili negara untuk
menggugat secara perdata orang-
orang yang dituduh melakukan
berbagai bentuk perbuatan korupsi
yang bersifat keperdataan
(perbuatan korupsi lainnya) lewat
Pengadilan Tinggi. Badan yang
dimaksud adalah Pemilik Harta
Kebendaan (PHB).

3. Peraturan Penguasa Militer


No.PRT/PM/011/1957 yang
merupakan peraturan yang menjadi
dasar hukum dari kewenangan yang
dimiliki oleh PHB untuk
melakukan penyitaan harta benda
yang dianggap hasil perbuatan
korupsi lainnya, sambil menunggu
putusan Pengadilan Tinggi. Dasar
Hukum Tentang Korupsi Terkait
Sektor Bisnis 13

4. Peraturan Penguasa Perang Pusat


Kepala Staf Angkatan Darat
No.PRT/PEPERPU/031/1958 serta
peraturan pelaksanaannya.

5. Peraturan Penguasa Perang Pusat


Kepala Staf Angkatan Laut
No.PRT/z.I/I/7/1958.

6. Perpu No.24/1960 diubah dengan


UU No.1/1961 menjadi UU
No.24/Prp/1960 tentang
Pengusutan, Penuntutan, dan
Pemeriksaan Tindak Pidana
Korupsi.

7. Keppres No.52/1970 tentang


pendaftaran kekayaan pribadi bagi
pejabat penting (oleh Komisi IV-
Wilopo)

8. UU No.3/1971 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi.

9. UU No.11/1980 tentang Tindak


Pidana Suap.

10. UU No.28/1999 tentang


Penyelenggara Negara bebas dari
Kolusi, Korupsi dan Nepotisme
(KKN).

11. UU No.30/2002 tentang Komisi


Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi.

12. Undang-Undang Nomor 10 Tahun


2015 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2015
Tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 2002
Tentang Komisi Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi Menjadi
Undang-Undang

13. Undang-Undang Nomor 19 Tahun


2019 tentang Perubahan Kedua
Atas Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2002 Tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi

14. Undang-Undang No. 8 Tahun 1981


tentang Kitab Undang Undang
Hukum Acara Pidana

15. Undang-Undang No. 31 Tahun


1999 Tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi

16. Peraturan Pemerintah No 71 Tahun


2000 Tentang Tata Cara
Pelaksanaan Peran Serta
Masyarakat dan Pemberian
Penghargaan Dalam Pencegahan
dan Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi

17. Undang-Undang No. 20 Tahun


2001 tentang Perubahan atas UU
Nomor 31 tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi

18. Undang-Undang No. 8 Tahun 2010


Tindak Pidana Pencucian Uang

19. Peraturan Pemerintah No. 63


Tahun 2005 tentang Sistem
Manajemen Sumber Daya Manusia
KPK

20. Undang-Undangn No. 46 Tahun


2009 tentang Pengadilan Tindak
Pidana Korupsi

21. Peraturan Pemerintah No. 103


Tahun 2012 tentang Perubahan
Atas Peraturan Pemerintah No. 63
Tahun 2005 Tentang Sistem
Manajemen Sumber Daya Manusia
KPK

22. Undang-Undang No. 6 Tahun 2011


tentang Keimigrasian

23. PER-02 Tahun 2019

24. PER-03 Tahun 2018

25. PER-10 Tahun 2016

26. PER-04 Tahun 2015

27. PER-01 Tahun 2015

28. PER-03 Tahun 2014

29. PER-01 Tahun 2014

30. PER-08 Tahun 2013

31. PER-07 Tahun 2013

32. PER-06 Tahun 2012

33. PER-02 Tahun 2012


BENTUK KORUPSI 1. Kerugian Keuangan Negara

Unsur ‘dapat merugikan keuangan negara’


seharusnya diartikan merugikan negara
dalam arti langsung maupun tidak
langsung. Artinya, suatu tindakan otomatis
dapat dianggap merugikan keuangan
negara apabila tindakan tersebut berpotensi
menimbulkan kerugian negara.

Merugikan keuangan negara merupakan


satu dari 7 jenis korupsi yang umum
terjadi. Jenis perbuatan yang merugikan
negara ini terbagi menjadi dua bagian,
yaitu mencari keuntungan dengan cara
melawan hukum dan merugikan negara
serta menyalahgunakan jabatan untuk
mencari keuntungan dan merugikan
negara.

Syaratnya harus ada keuangan negara yang


masih diberikan. Biasanya dalam bentuk
tender, pemberian barang, atau
pembayaran pajak sekian yang dibayar
sekian. Kalau ada yang bergerak di sektor
industri alam kehutanan atau
pertambangan, itu mereka ada policy tax
juga agar mereka menyetorkan sekali
pajak, semua itu kalau terjadi curang nanti
bisa masuk ke konteks ini (kerugian
negara).

Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor jo. Putusan


Mahkamah Konstitusi Nomor 25/PUU-
XIV/2016 mengatur bahwa:

Setiap orang yang secara melawan


hukum melakukan perbuatan
memperkaya diri sendiri atau orang
lain atau suatu korporasi yang
merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara, dipidana
penjara dengan penjara seumur
hidup atau pidana penjara paling
singkat 4 (empat) tahun dan paling
lama 20 (dua puluh) tahun dan
denda paling sedikit
Rp200.000.000,00 (dua ratus juta
rupiah) dan paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu milyar
rupiah).

Kata ‘dapat’ sebelum frasa ‘merugikan


keuangan atau perekonomian negara’
menunjukkan bahwa tindak pidana korupsi
merupakan delik formal.

Adanya tindak pidana korupsi cukup


dengan dipenuhinya unsur-unsur perbuatan
yang sudah dirumuskan, bukan dengan
timbulnya akibat.

2. Suap-menyuap

Suap-Menyuap merupakan satu dari 7 jenis


korupsi lainnya. Suap-menyuap merupakan
tindakan pemberian uang atau menerima
uang atau hadiah yang dilakukan oleh
pejabat pemerintah untuk melakukan atau
tidak melakukan sesuatu yang
bertentangan dengan kewajibannya
sebagimana perbedaan hukum formil dn
materiil.

Contoh dari kasus korupsi suap-menyuap


seperti menyuap pegawai negeri yang
karena jabatannya bisa menguntungkan
orang yang memberikan suap, menyuap
hakim, pengacara, atau advokat. Korupsi
jenis ini telah diatur dalam UU PTPK.

Contoh perbuatan suap dalam UU Tipikor


dan perubahannya di antaranya diatur
dalam Pasal 5 UU 20/2001, yang
berbunyi:

1. Dipidana dengan pidana


penjara paling singkat 1
(satu) tahun dan paling lama
5 (lima) tahun dan atau
pidana denda paling sedikit
Rp 50.000.000,00 (lima
puluh juta rupiah) dan
paling banyak Rp
250.000.000,00 (dua ratus
lima puluh juta rupiah)
setiap orang yang:

a. memberi atau
menjanjikan sesuatu
kepada pegawai
negeri atau
penyelenggara negara
dengan maksud
supaya pegawai negeri
atau penyelenggara
negara tersebut
berbuat atau tidak
berbuat sesuatu dalam
jabatannya, yang
bertentangan dengan
kewajibannya; atau

b. memberi sesuatu
kepada pegawai
negeri atau
penyelenggara negara
karena atau
berhubungan dengan
sesuatu yang
bertentangan dengan
kewajiban, dilakukan
atau tidak dilakukan
dalam jabatannya.

2. Bagi pegawai negeri atau


penyelenggara negara yang
menerima pemberian atau
janji sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) huruf a atau
huruf b, dipidana dengan
pidana yang sama
sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1).

3. Penggelapan dalam Jabatan

Penggelapan dalam jabatan termasuk ke


dalam kategori yang sering dimaksud
sebagai penyalahgunaan jabatan, yakni
tindakan seorang pejabat pemerintah
dengan kekuasaaan yang dimilikinya
melakukan penggelapan laporan keuangan,
menghilangkan barang bukti atau
membiarkan orang lain menghancurkan
barang bukti yang bertujuan untuk
menguntungkan diri sendiri dengan jalan
merugikan negara.

Contoh penggelapan dalam jabatan diatur


dalam Pasal 8 UU 20/2001 yang berbunyi:

Dipidana dengan pidana penjara


paling singkat 3 (tiga) tahun dan
paling lama 15 (lima belas) tahun
dan pidana denda paling sedikit Rp
150.000.000,00 (seratus lima puluh
juta rupiah) dan paling banyak Rp
750.000.000,00 (tujuh ratus lima
puluh juta rupiah), pegawai negeri
atau orang selain pegawai negeri
yang ditugaskan menjalankan suatu
jabatan umum secara terus menerus
atau untuk sementara waktu, dengan
sengaja menggelapkan uang atau
surat berharga yang disimpan
karena jabatannya, atau
membiarkan uang atau surat
berharga tersebut diambil atau
digelapkan oleh orang lain, atau
membantu dalam melakukan
perbuatan tersebut.

Menurut R. Soesilo dalam bukunya Kitab


Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
serta Komentar-Komentarnya Lengkap
Pasal Demi Pasal (hal. 258), penggelapan
adalah kejahatan yang hampir sama dengan
pencurian.

Bedanya ialah pada pencurian, barang


yang dimiliki itu belum berada di tangan
pencuri dan masih harus ‘diambilnya’.

Sedangkan pada penggelapan, waktu


dimilikinya barang itu sudah ada di tangan
si pembuat, tidak dengan jalan kejahatan.

Penggelapan dalam jabatan dalam UU


Tipikor dan perubahannya, menurut hemat
kami, merujuk kepada penggelapan dengan
pemberatan, yakni penggelapan yang
dilakukan oleh orang yang memegang
barang itu berhubungan dengan
pekerjaannya atau jabatannya (beroep)
atau karena ia mendapat upah (hal. 259).

4. Pemerasan

Pemerasan merupakan tindakan yang


dilakukan oleh pegawai negeri atau
penyelenggara negara untuk
menguntungkan diri sendiri atau orang lain
secara melawan hukum atau dengan
menyalahgunakan kekuasaaannya dengan
memaksa seseorang memberikan sesuatu,
membayar, atau menerima pembayaran
dengan potongan, atau untuk mengerjakan
sesuatu bagi dirinya sendiri.

Pemerasan dalam UU Tipikor berbentuk


tindakan:

1. pegawai negeri atau penyelenggara


negara yang dengan maksud
menguntungkan diri sendiri atau
orang lain secara melawan hukum,
atau dengan menyalahgunakan
kekuasaannya memaksa seseorang
memberikan sesuatu, membayar,
atau menerima pembayaran dengan
potongan, atau untuk mengerjakan
sesuatu bagi dirinya sendiri;

2. pegawai negeri atau penyelenggara


negara yang pada waktu
menjalankan tugas, meminta atau
menerima pekerjaan, atau
penyerahan barang, seolah-olah
merupakan utang kepada dirinya,
padahal diketahui bahwa hal
tersebut bukan merupakan utang;
atau

3. pegawai negeri atau penyelenggara


negara yang pada waktu
menjalankan tugas, telah
menggunakan tanah negara yang di
atasnya terdapat hak pakai, seolah-
olah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan, telah
merugikan orang yang berhak,
padahal diketahuinya bahwa
perbuatan tersebut bertentangan
dengan peraturan perundang-
undangan.
5. Perbuatan Curang

Perbuatan curang yang dimaksud dalam


jenis korupsi ini biasanya dilakukan oleh
pemborong, pengawas proyek, rekanan
TNI/Polri, pengawas rekanan TNI/Polri,
yang melakukan kecurangan dalam
pengadaan atau pemberian barang yang
mengakibatkan kerugian bagi orang lain
atau terhadap keuangan negara atau yang
dapat membahayakan keselamatan negara
pada saat perang. Selain itu pegawai negeri
yang menyerobot tanah negara yang
mendatangkan kerugian bagi orang lain
juga termasuk dalam jenis korupsi ini.

Perbuatan curang dalam UU Tipikor dan


perubahannya di antaranya berbentuk:[3]

1. pemborong, ahli bangunan yang


pada waktu membuat bangunan,
atau penjual bahan bangunan yang
pada waktu menyerahkan bahan
bangunan, melakukan perbuatan
curang yang dapat membahayakan
keamanan orang atau barang, atau
keselamatan negara dalam keadaan
perang;

2. setiap orang yang bertugas


mengawasi pembangunan atau
penyerahan bahan bangunan,
sengaja membiarkan perbuatan
curang di atas;

3. setiap orang yang pada waktu


menyerahkan barang keperluan
Tentara Nasional Indonesia dan
atau Kepolisian Negara Republik
Indonesia melakukan perbuatan
curang yang dapat membahayakan
keselamatan negara dalam keadaan
perang; atau

4. setiap orang yang bertugas


mengawasi penyerahan barang
keperluan Tentara Nasional
Indonesia dan atau Kepolisian
Negara Republik Indonesia dengan
sengaja membiarkan perbuatan
curang di atas.

6. Benturan Kepentingan dalam


Pengadaan

Benturan kepentingan dalam pengadaan


barang/jasa pemerintah adalah situasi di
mana seorang pegawai negeri atau
penyelenggara negara, baik langsung
maupun tidak langsung, dengan sengaja
turut serta dalam pemborongan,
pengadaan, atau persewaan, yang pada
saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh
atau sebagian ditugaskan untuk
mengurus atau mengawasinya.

Pengadaan merupakan kegiatan yang


bertujuan untuk menghadirkan barang atau
jasa yang dibutuhkan oleh suatu instansi
atau perusahaan. Orang atau badan yang
ditunjuk untuk pengadaan barang atau jasa
ini dipilih setelah melalui proses seleksi
yang disebut dengan tender.

Pada dasarnya, proses tender harus


berjalan dengan bersih dan jujur. Instansi
atau kontraktor yang rapornya paling bagus
dan penawaran biayanya paling kompetitif,
maka instansi atau kontraktor tersebut yang
akan ditunjuk dan menjaga, pihak yang
menyeleksi tidak boleh ikut sebagai
peserta.
Kalau ada instansi yang bertindak sebagai
penyeleksi sekaligus sebagai peserta tender
maka itu dapat dikategorikan sebagai
korupsi. Hal ini telah diatur dalam Pasal 12
huruf i UU PTPK.

7. Gratifikasi

Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri


atau penyelenggara negara dianggap
pemberian suap, apabila berhubungan
dengan jabatannya dan yang berlawanan
dengan kewajiban atau tugasnya, dengan
ketentuan:

1. Yang nilainya Rp10 juta atau lebih,


pembuktiannya bahwa gratifikasi
tersebut bukan merupakan suap
dilakukan oleh penerima
gratifikasi.

2. Yang nilainya kurang dari Rp10


juta, pembuktian bahwa gratifikasi
tersebut suap dibuktikan oleh
penuntut umum

Jenis korupsi ini merupakan


pemberian hadiah yang diterima
oleh pegawai Negeri atau
Penyelenggara Negara dan tidak
dilaporkan kepada KPK dalam
jangka waktu 30 hari sejak
diterimanya gratifikasi.

Gratifikasi dapat berupa uang, barang,


diskon, pinjaman tanpa bunga, tiket
pesawat, liburan, biaya pengobatan, serta
fasilitas-fasilitas lainnya. Jenis korupsi ini
diatur dalam Pasal 12B UU PTPK dan
Pasal 12C UU PTPK, yang menentukan:

“Pegawai Negeri atau penyelenggara


Negara yang menerima hadiah, padahal
diketahui atau patut di dugabahwa hadiah,
tersebut diberikan sebagai akibat atau
disebabkan karena telah melakukan atau
tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya
yang bertentangan dengan jabatannya.”

KPK berwenang:

- mengkoordinasikan penyelidikan,
penyidikan, dan penuntutan tindak
pidana korupsi;

- menetapkan sistem pelaporan


dalam kegiatan pemberantasan
tindak pidana korupsi;

- meminta informasi tentang kegiatan


pemberantasan tindak pidana
KEWENANGAN KPK korupsi kepada instansi yang
terkait;

- melaksanakan dengar pendapat atau


pertemuan dengan instansi yang
berwenang melakukan
pemberantasan tindak pidana
korupsi;

- dan meminta laporan instansi


terkait mengenai pencegahan tindak
pidana korupsi.

Dampak Terhadap Ekonomi Dampak Terhadap Hukum


1. Penurunan Produktivitas 1. Korupsi menghambat peran negara
dalam pengaturan alokasi
Lesunya pertumbuhan ekonomi dan
tidak adanya investasi, membuat 2. Korupsi menghambat negara
produktivitas menurun. Hal ini melakukan pemerataan akses dan
menghambat perkembangan sektor aset
industri dan produksi untuk bisa
berkembang lebih baik. 3. Korupsi juga memperlemah peran
pemerintah dalam menjaga
2. Lesunya Pertumbuhan Ekonomi stabilitas ekonomi dan politik
dan Investasi
4. Hilangnya kepercayaan rakyat
Korupsi mempersulit pembangunan terhadap lembaga negara.
ekonomi dan membuat distorsi dan
ketidakefisienan yang tinggi. Dalam
sektor privat, korupsi meningkatkan
ongkos niaga karena kerugian dan
pembayaran ilegal, ongkos
manajemen dalam negosiasi dengan
pejabat korup, dan resiko pembatalan
perjanjian atau karena penyelidikan.

3. Rendahnya Kualitas Barang dan


Jasa Untuk Publik

Jalan rusak, jembatan ambruk, kereta


api terguling, beras tidak layak makan,
ledakan tabung gas, bahan bakar
merusak kendaraan masyarakat,
angkutan umum tidak layak, bangunan
sekolah ambruk, adalah kenyataan
rendahnya kualitas barang dan jasa
sebagai akibat korupsi.

4. Menurunnya Pendapatan dari


Sektor Pajak

APBN sekitar 70% dibiayai oleh


pajak. Pajak Penghasilan (PPh) dan
Pajak Pertambahan Nilai (PPn)
merupakan jenis pajak yang paling
banyak menyumbang. Penurunan
pendapatan dari sektor pajak
diperparah dengan kenyataan bahwa
banyak sekali oknum pegawai dan
pejabat pajak yang bermain untuk
mendapatkan keuntungan pribadi dan
memperkaya diri sendiri.

5. Meningkatnya Hutang Negara

Korupsi yang terjadi di Indonesia akan


meningkatkan hutang luar negeri yang
semakin besar. Dari data yang diambil
dari Direktorat Jenderal Pengelolaan
Hutang, Kementrian Keuangan RI,
disebutkan bahwa total hutang
pemerintah per 31 Mei 2011 mencapai
1.716 trilin.

SOLUSI PENCEGAHAN KORUPSI 1. Akhiri impunitas

Penegakan hukum yang efektif sangat


penting untuk memastikan para koruptor
dihukum dan memutus siklus impunitas,
atau kebebasan dari hukuman atau
kerugian.

Pendekatan penegakan hukum yang sukses


harus didukung oleh kerangka hukum yang
kuat, cabang penegakan hukum dan sistem
pengadilan yang independen dan efektif.
Sedangkan masyarakat sipil sendiri dapat
mendukung proses tersebut dengan
melakukan inisiatif tertentu seperti
kampanye yang dilakukan secara bijak,
dan tetap memperhatikan hukum. Pasalnya
menghukum pihak yang terlibat korupsi
adalah komponen vital dari setiap upaya
anti korupsi yang efektif.

2. Mereformasi administrasi publik


dan manajemen keuangan
Reformasi yang berfokus pada peningkatan
manajemen keuangan dan memperkuat
peran lembaga audit di banyak negara telah
mencapai dampak yang lebih besar
daripada hanya melakukan di sektor
publik dalam mengendalikan korupsi.

Bahkan salah satu reformasi tersebut


merupakan pengungkapan informasi
anggaran, yang dimana upaya ini
dilakukan untuk mencegah pemborosan
dan penyalahgunaan sumber daya.
Misalnya, dengan melakukan transparansi
dan partisipatif , dimana cara ini juga
melatih masyarakat setempat untuk
mengomentari anggaran yang diusulkan
pemerintah daerah mereka.

Namun harus diakui cara ini belum bisa


diterapkan di banyak negara, karena ada
dampak yang harus dipikirkan dan
dipertimbangkan.

3. Mengenali jenis korupsi

Korupsi tidak hanya menyangkut suap, tapi


juga bicara mengenai masyarakat ekonomi
lemah, yang masih sering menjadi sumber
daya yang perannya belum maksimal di
tengah suatu ngara. Itulah mengapa sangat
penting untuk memahami berbagai jenis
korupsi untuk mengembangkan respons
yang cerdas, dan sesuai dengan kebutuhan
negara tersebut.

4. Memaksimalkan kekuatan
masyarakat

Kontribusi masyarakat di setiap aspek


bagian negara yang masih relevan, dapat
membantu pemerintahan. Untuk itu dalam
hal ini sangat perlu untuk melakukan
identifikasi prioritas, masalah, dan
menemukan solusi. Setiap kontribusi yang
diberikan masyarakat akan sangat
bermanfaat untuk kemajuan suatu negara,
meskipun hanya dapat dilakukan dalam
skala kecil. Misalnya saja dengan
melakukan inisiatif pemantauan
masyarakat dalam beberapa kasus
berkontribusi pada deteksi korupsi,
mengurangi kebocoran dana,
meningkatkan kuantitas dan kualitas
layanan publik.

5. Menggunakan Jalur Komunikasi


Alternatif

Saat membacanya mungkin Anda merasa


kebingungan, namun dalam hal ini kita
sedang berbicara tentang bagaimana
menyatukan proses formal dan informal,
yang dimana berarti Anda dapat
melakukan kerjasama dengan pemerintah
dan kelompok non-pemerintah atau
organisasi, untuk mengubah perilaku dan
memantau kemajuan.

6. Memanfaatkan teknologi

Bersyukur saat ini sudah teknologi yang


menunjang segala aktivitas masyarakat,
menjalin komunikasi serta untuk
membangun pertukaran yang dinamis
hingga berkelanjutan antara pemangku
kepentingan utama baik pemerintah, warga
negara, bisnis, kelompok masyarakat sipil,
media, akademisi dll.

Bahkan dengan teknologi seperti internet


siapapun dapat melakukan tindakan
pencegahan baik di tingkat global dan
lokal, yang dapat disesuaikan dengan skala
dan ruang lingkup itu sendiri. Sehingga
sangat disarankan untuk masyarakat dapat
memanfaatkan teknologi dan ikut terlibat
dengancara yang bijaksana.

7. Memberikan kontribusi

Sebagai masyarakat berinvestasilah dalam


institusi dan kebijakan yang di ambil oleh
pemerintah. Meskipun sifatnya sangat
terbatas dan tentunya disertai dengan
berbagi aturan yang sudah ada
sebelumnyaa.

8. Menutup celah Internasional

Salah satu yang menyebabkan korupsi


susah untuk dilacak adalah saat pejabat
publik melakukan pencucian uang dan
menyembunyikannya di negara lain.
Sehingga sangat perlu bagi pusat keuangan
untuk memiliki sistem yang maju, dan
mampu menghentikan transaksi gelap yang
terjadi.

9. Menetapkan Standar

Jika bicara soal korupsi maka tentunya


tidak akan terlepas dari melakukan analisa
kekuatan pasar, perilaku, dan sosial.
Karena semua aspek yang telah disebutkan
mengadopsi standar integritas yang baik,
maka hasil yang diberikan juga akan
positif.

10. Menetapkan langkah yang tepat

Saat mengambil sebuah keputusan dan


strategi tentunya harus ada evaluasi yang
nantinya dapat menjadi tolak ukur
mengenai langkah langkah yang sudah
diambil, juga melakukan antisipasi saat
situasi di lapangan berubah.

Dengan kerja sama dari semua pihak


termasuk masyarakat, setidaknya kita
mampu menurunkan angka korupsi.

Tindak pidana korupsi di Indonesia


semakin banyak terjadi dan memberikan
dampak bagi rakyat. Rakyat harus
menanggung akibat dari tindak pidana
korupsi. Pemiskinan koruptor dianggap
sebagai terobosan baru dalam menindak
kasus tindak pidana korupsi. Konsep
KESIMPULAN pemiskinan koruptor dapat dijalankan
dengan perampasan aset hasil tindak
pidana korupsi dan penggantian kerugian
yang ditimbulkan akibat tindak pidana
korupsi. Konsep pemiskinan koruptor ini
dinilai mampu memberikan efek jera
sekaligus sebagai bentuk mengurangi
tindak pidana korupsi.

Anda mungkin juga menyukai