Anda di halaman 1dari 42

MAKALAH TEKNIK LALU LINTAS

“Persimpangan”

Oleh:

I G.N. Agung Kusuma Putra 1805511085

Agung Sulanto 1805511095

PROGRAM STUDI TEKNIK


SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS UDAYANA
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur dipanjatkan ke hadapan Tuhan yang Maha Esa, karena
berkat dan rahmat-Nyalah, makalah dengan judul “Persimpangan” ini
dapat terselesaikan dengan baik dan benar. Makalah ini dibuat dengan
tujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Teknik lalu lintas.
Tidak lupa ucapan terima kasih disampaikan kepada semua pihak
yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini, terkhusus kepada Ir.
I Nyoman Widana Negara, M.Sc. Selaku dosen pengajar serta dosen
pembimbing karena senantiasa memberikan arahan dan masukan dalam
penyusunan makalah ini.
Akhir kata, permohonan maaf disampaikan apabila terdapat
kesalahan dalam penggunaan diksi, kalimat, ataupun yang lainnya dan
masukan seperti kritik dan saran sangat diharapkan karena penyusunan
makalah ini jauh dari kata sempurna.

Jimbaran, 20 Oktober 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................. ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 Latar Belakang........................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................................. 1
1.3 Tujuan..................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3
2.1 Definisi Persimpangan............................................................................................ 3
2.2 Jenis-jenis Persimpangan....................................................................................... 10
2.3 Alih Gerak (Manuver) pada Persimpangan Jalan
12
2.4 Tahapan Pengendalian Persimpangan.................................................................. 13
2.5 Tujuan Pengaturan Simpang................................................................................. 16
2.6 Tata Cara Perencanaan Geometrik Persimpangan Sebidang.....................17

BAB III SIMPULAN DAN SARAN................................................................... 38


3.1 Simpulan............................................................................................................... 38
3.2 Saran.................................................................................................................... 38
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................3 9

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sebagian besar hambatan kelancaran lalu-lintas pada jaringan jalan perkotaan
disebabkan oleh tingkat pelayanan persimpangan yang kurang memadai. Pembangunan
setiap persimpangan menjadi sebidang guna mengurangi hambatan lalu-lintas sangat
tidak tepat baik ditinjau dari segi ekonomis, ketersediaan lahan, dampak lingkungan dan
lainnya. Dalam merencanakan persimpangan, faktor yang perlu dipertimbangkan adalah
keadaan fisik, lahan, biaya konstruksi, dan lingkungan.

Tingkat keselamatan dan efisiensi pemanfaatan persimpangan sangat bergantung


pada keadaan geometris persimpangan dan cara pengendalian lalu-lintas, misalnya :
sudut persimpangan, gradient, penggunaan lahan sekitar persimpangan, pengaturan
dengan lampu lalu-lintas, pengaturan arah, lokasi halte bis, pengaturan parkir dan
sebagainya. Dengan memperbaiki geometris persimpangan dan pengendalian lalu-lintas
yang benar diharapkan dapat mencegah terjadinya kecelakaan dan menjamin kelancaran
arus lalu-lintas.

1.2 Rumusan Masalah


Masalah yang akan diungkapkan dalam penulisan makalah ini antara lain :
1. Apakah maksud dan jenis-jenis dari persimpangan pada perkotaan?
2. Bagaimanakah konflik-konflik yang terjadi pada persimpangan sebidang?
3. Bagaimana cara merencanakan persimpangan sebidang di jalan perkotaan?
4. Apa sajakah perlengkapan yang dibutuhkan pada persimpangan agar
perencanaan persimpangan aman bagi penggunanya?

1
1.3 Tujuan

Makalah ini dimaksudkan untuk digunakan sebagai acuan dan pegangan bagi
pembaca agar :

1. Memahami apa itu persimpangan sebidang maupun tak sebidang di jalan


perkotaan, serta jenis-jenisnya.

2. Mampu menganalisis konflik-konflik yang terjadi pada persimpangan sebidang.

3. Mampu merencanakan persimpangan sebidang di jalan perkotaan, sehingga


diharapkan dapat diperoleh keseragaman pola dasar perencanaan yang baik,
aman, ekonomis, dan efisien.

4. Menganalisis perlengkapan-perlengkapan apa saja yang dibutuhkan perencana


dalam merencanakan persimpangan, sesuai dengan aturan keselamatan.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Persimpangan

Persimpangan jalan adalah suatu daerah umum dimana dua atau lebih
ruas jalan (link) saling bertemu atau berpotongan yang mencakup fasilitas jalur jalan
(roadway) dan tepi jalan (road side), dimana lalu lintas dapat bergerak
didalamnya. Persimpangan ini adalah merupakan bagian yang terpenting dari
jalan raya sebab sebagian besar dari efisiensi, kapasitas lalu lintas, kecepatan,
biaya operasi, waktu perjalanan, keamanan dan kenyamanan akan
tergantung pada perencanaan persimpangan tersebut. Setiap persimpangan
mencakup pergerakan lalu lintas menerus dan lalu lintas yang saling memotong
pada satu atau lebih dari kaki persimpangan dan mencakup juga pergerakan
perputaran. Pergerakan lalu lintas ini dikendalikan berbagai cara, bergantung pada
jenis persimpangannya.

2.2 Jenis Persimpangan Jalan

a. Jenis atau macam persimpangan jalan dilihat dari perencanaannya yaitu :

1. Pertemuan atau persimpangan Jalan Sebidang


2. Pertemuan atau persimpangan jalan tidak sebidang (simpang susun)

1. Pertemuan atau persimpangan jalan sebidang

Pertemuan atau persimpangan sebidang adalah pertemuan dua ruas


jalan atau l e b i h s e c a r a s e b i d a n g a t a u t i d a k s a l i n g b e r s u s u n . P e r t e m u a n
ini direncanakan sedemikian dengan tujuan untuk mengalirkan atau
melewatkan lalu lintas dengan lancar serta mengurangi kemungkinan
terjadinya kecelakaan/pelanggaran sebagai akibat dari titik konflik yang
ditimbulkan dari adanya pergerakan antara kenderaan bermotor, pejalan kaki ,
sepeda dan fasilitas-fasilitas lain atau dengan kata lain akan memberikan
kemudahan , kenyamanan dan ketenangan terhadap pemakai jalan y a n g
melalui persimpangan. Perencanaan persimpangan yang baik

3
a k a n menghasilkan kualitas operasional yang baik seperti tingkat pelayanan,
waktu tunda, panjang antrian, dan kapasitas.

Bentuk Persimpangan Sebidang

1) Bentuk persimpangan sebidang yang disarankan seperti diilustrasikan pada Gambar


4.1 yaitu terdiri atas ;
(1) Simpangan tiga
(2) Simpangan empat

Gambar Bentuk Persimpangan

2) Semua persimpangan sebidang dimana pertemuan lengan dengan lengan harus


saling tegak lurus (⊥), toleransi sudut/∝ bisa sampai ± 200.

3) Untuk hal-hal dimana kondisi medan sangat sulit (karena paktor topografi atau lahan
terbatas) maka bentuk persimpangan saling tegak lurus sulit diperoleh, maka bentuk
persimpangan bisa tidak saling tegak lurus seperti ;

(1) Simpang tiga tidak tegak


(2) Simpang empat tidak
tegak
(3) Simpang tiga ganda
(4) Simpang lima.

4
Gambar Bentuk Persimpangan Tidak Saling Tegak

Sudut ∝ persimpangan terkecil harus lebih besar dari 650 , lihat Gambar berikut ini:

Gambar Sudut Persimpangan

5
4) Simpang tiga ganda (senjang) dimana parameter perencanaan harus memenuhi ;

(1) Jarak antara lengan persimpangan harus lebih kecil dari 40 meter
(2) Lintasan lalu lintas utama dilayani oleh jalur lurus.

6
2. Persimpangan Tidak Sebidang atau Simpang Susun ( Interchange)

Persimpangan tidak sebidang adalah persimpangan dimana dua ruas jalan atau
lebih saling bertemu tidak dalam satu bidang tetapi salah satu ruas berada
diatas atau dibawah ruas jalan yang lain.

b.

b. jenis atau macam persimpangan jalan dilihat dari pengaturannya yaitu :

1 . Simpang Tak Bersinyal


2 . Simpang Bersinyal

1 . Pengaturan Simpang Tak Bersinyal

Pengaturan pergerakan pada simpang tak besinyal pada MKJI(1997) dilakukan


secara komperhensif dimana kinerja yang dihasilkan sebagai acuan penentuan dan
prosedur pergerakan yang akan ditetapkan dengan memperhatikan besarnya
parameter tundaan, kapasitas, derajat kejenuhan, peluang antrian dan kondisi geometrik
yang ada pada simpang yang ditinjau. Ukuran-ukuran kinerja dari simpang tak
bersinyal untuk kondisi tertentu sehubungan dengan geometrik lingkungan lalu lintas
adalah:

a) Kapasitas yaitu arus lalu lintas maksimum yang dapat dipertahankan pada suatu
bagianjalan dalam kondisi tertentu yang dinyatakan dalam satuan kendaraan/
jam atau smp.jam.
b) Derajat Kejenuhan yaitu rasio arus lalu lintas terhadap kapasitas

c) Tundaan yaitu waktu tempuh tambahan yang diperlukan untuk melewati


suatu simpang dibandingkan tanpa melewati suatu simpang.
d) Peluang antrian yaitu kemungkinan terjadinya penumpukan kendaraan di sekitar
lengan simpang.

Metoda MKJI(1997) ini menganggap bahwa simpang jalan berpotongan tegak lurus
dan terletak pada alinyemen dan berlaku untuk derajat kejenuhan kurang dari 0.8 – 0.9.

7
Pada kebutuhan lalu lintas yang lebih tinggi perilaku lalu lintas menjadi agresif dan ada
resiko tinggi bahwa simpang tersebut akan terhalang oleh para pengemudi yang berebut
ruang terbatas pada daerah konflik. Metoda ini memperkirakan pengaruh terhadap
kapasitas dan ukuran-ukuran terkait lainnya akibat kondisi geometrik, lingkungan dan
kebutuhan lalu lintas.

2 . Pengaturan Simpang Bersinyal

Menurut MKJI(1997), pada umumya sinyal lalu lintas dipergunakan untuk satu atau
lebih dari alasan berikut:

a) untuk menghindari kemacetaan simpang akibat tingginya arus lalu lintas,


sehingga terjamin bahwa suatu kapasitas tertentu dapat dipertahankan, bahkan
selama kondisi lalu lintas jam puncak
b) untuk memberi kesempatan kepada kendaraan dan/atau pejalan kaki dari jalan
simpang (kecil) untuk/memotong jalan utama;
c) untuk mengurangi jumlah kecelakaan lalu lintas akibat tabrakan antara
kendaraan-kendaraan dari arah yang bertentangan.
Untuk sebagian besar fasilitas jalan, kapasitas dan perilaku lalu lintas
terutama adalah fungsi dari keadaan geometrik dan tundaan lalu lintas.Dengan
menggunakan sinyal, kapasitas dapat didistribusikan ke berbagai pendekat melalui
pengalokasian waktu hijau pada masing-masing pendekat.
Penggunaan sinyal dengan lampu tiga warna (hijau, kuning, merah) diterapkan
untuk memisah lintasan dari gerakan-gerakan lalu lintas yang saling bertentangan
dalam dimensi waktu.Hal ini adalah keperluan yang mutlak bagi gerakan-gerakan lalu
lintas yang datang dari jalan-jalan yang saling berpotongan (konflk-konflik utama).Sinyal-
sinyal dapat juga digunakan untuk memisahkan gerakan membelok dari lalu lintas
melawan, atau untuk memisahkan gerakan lalu lintas membelok dari pejalan kaki yang
menyeberang (konflik-konflik kedua).
Jika hanya konflik-konflik primer yang dipisahkan, maka untuk pengaturan
sinyal lampu lalu lintas hanya dengan dua fase, masing-masing sebuah untuk jalan
yang berpotongan. Penggunaan lebih dari dua fase biasanya akan menambah waktu
siklus dan rasio waktu yang disediakan untuk pergantian antara fase, pada umumnya
berarti kapasitas keseluruhan dari simpang tersebut akan berkurang.

c. jenis atau macam persimpangan jalan dilihat dari prioritasnya yaitu :

1. Simpang Tanpa Proritas (Non Priority Junction)


8
2. Simpang dengan Prioritas (Priority Junction)

1. Simpang Tanpa Prioritas (Non Priority Junction)

Simpang tanpa prioritas ini umumnya digunakan pada daerah volume lalu lintas
yang kecil pada masing-masing cabang simpang. Apabila pada simpang itu terjadi konflik
lalu lintas maka salah satu pihak memperoleh hak utama untuk berjalan berdasarkan
pada kebiasaan (peraturan pemerintah yang berlaku) sementara pihak lain akan
memperlambat gerakannya atau berhenti.
Meningkatnya volume lalu lintas pada salah satu cabang simpang mempertinggi
tingkat konflik antara cabang simpang dengan arus yang rendah dengan arus yang tinggi
pada simpang tersebut.Untuk mengatasi konflik lalu lintas ini maka diberikan hak utama
tertentu pada suatu simpang yang biasa dengan prioritas.

2. Simpang dengan Prioritas (Priority Junction)

Simpang pengendalian semacam ini cocok untuk simpang dimana lalu lintas
pada jalan yang lebih kecil (minor road) tidak terlalu besar.Dengan meningkatnya arus
pada jalan yang lebih kecil maka semakin banyak kendaraan yang memotong arus jalan
yang lebih besar (major road).Arus kendaraan di jalan yang lebih kecil dikendalikan oleh
rambu lalu lintas, misalnya tanda stop atau tanda untuk mengalah (giveway sign). Fungsi
rambu atau marka ini adalah untuk memberikan hak utama untuk bergerak pada jalan
yang fungsinya lebih tinggi.
Pada simpang dengan prioritas, diasumsikan tidak ada tundaan yang terjadi
pada arus lalu lintas utama.Aspek yang paling penting adalah tingkat pengaruh dari arus
lalu lintas pada jalan yang lebih kecil. Kendaraan dari jalan yang lebih kecil akan datang
menuju rambu sebelum memasuki simpang dengan prioritas, kemudian menunggu suatu
jarak kendaraan yang memberi waktu aman pada ruas jalan yang lebih besar.
Tundaan kendaraan pada jalan yang lebih kecil tergantung dari ukuran waktu
antara kendaraan pada jalan yang lebih besar.Ukuran waktu antara kendaraan yang
terjadi tergantung pada volume lalu lintas pada jalan utama. Jika volume lalu lintas pada
jalan utama bertambah maka lama tundaan kendaraan pada jalan yang lebih kecil akan
semakin besar. Dengan terus meningkatnya arus lalu lintas maka simpang prioritas akan
mengalami banyak kesulitan.

2.3 Alih Gerak (Manuver) Lalu Lintas pada Persimpangan Jalan

9
Dari sifat dan tujuan gerakan didaerah persimpangan, dikenal beberapa bentuk alih
gerak yaitu:
1. Diverging (memisah)
2. Merging (menggabung)
3. Crossing (memotong)
4. Weaving (menyilang)

1. Diverging (memisah)

Divering adalah peristiwa memisahnya kenderaan dari suatu arus yang sama
kejalur yang lain

2. Merging (Menggabung)

Merging adalah peristiwa menggabungnya kenderaan dari suatu jalur ke jalur yang
lain

10
3. Crossing (memotong)

Crossing adalah peristiwa perpotongan antara arus kenderaan dari satu jalur ke
jalur yang lain pada persimpangan dimana keadaan yang demikian akanmenimbulkan
titik konflik pada persimpangan tersebut.

4. Weaving (menyilang)

Weaving adalah pertemuan dua arus lalu lintas atau lebih yang berjalan menurut
arah yang sarna sepanjang suatu lintasan dijalan raya tanpa bantuan rambu lalu lintas.
Gerakan ini sering terjadi pada suatu kenderaan yang berpindah dari suatu jalur kejalur
lain misalnya pada saat kenderaan masuk kesuatu jalan raya dari jalan masuk, kemudian
bergerak kejalur lainnya untuk mengambil jalan keluar dari jalan raya tersebut keadaan
ini juga akan menimbulkan titik konflik pada persimpangan tersebut.

11
3 Titik Konflik pada Persimpangan

Keberadaan persimpangan pada suatu jaringan jalan, ditujukan agar kenderaan


bermotor, pejalan kaki (pedestrian), dan kenderaan tidak bermotor dapat bergerak
dalam arah yang berbeda dan pada waktu yang bersamaan.Dengan demikian pada
persimpangan akan terjadi suatu keadaan yang menjadi karakteristik yang unik dari
persimpangan yaitu munculnya konflik yang berulang sebagai akibat dari pergerakan
( manuver ) tersebut.

Berdasarkan sifatnya konflik yang ditimbulkan oleh manuver kenderaan dan


keberadaan pedestrian dibedakan 2 tipe yaitu :

1. Konflik primer, yaitu konflik yang terjadi antara arus lalu lintas yang saling
memotong.
2. Konflik sekunder, yaitu konflik yang terjadi antara arus lalu lintas kanan dengan
ar us lalu lintas arah lainnya dan atau lalu lintas belok kiri dengan para pejalan
kaki.

Adapun titik konflik yang terjadi disuatu persimpangan dapat dilihat pada gambar
berikut :

Pada dasarnya jumlah titik konflik yang terjadi dipersimpangan tergantung beberapa
faktor antara lain:

1. Jumlah kaki persimpangan yang ada


2. Jumlah lajur pada setiap kaki persimpangan

12
3. Jumlah arah pergerakan yang ada
4. Sistem pengaturan yang ada

2.4 Tahapan Pengendalian Persimpangan

Pengendalian simpang Menurut Wibowo, dkk., (cit., Atisusanti, 2009), sesuai dengan
kondisi lalu lintasnya, dimana terdapat pertemuan jalan dengan arah pergerakan yang
berbeda,simpang sebidang merupakan lokasi yang potensial untuk menjadi titik pusat
konflik lalu lintas yang bertemu, penyebab kemacetan, akibat perubahan kapasitas,
tempat terjadinya kecelakaan, konsentrasi para penyeberang jalan atau pedestrian.
Masalah utama yang saling mengkait di persimpangan adalah :
1. volume dan kapasitas, yang secaralangsung mempengaruhi hambatan,
2. desain geometrik, kebebasan pandangan dan jarak antar persimpangan,
3. kecelakaan dan keselamatan jalan,kecepatan, lampu jalan,
4. pejalan kaki, parkir, akses danpembangunan yang sifatnya umum.

Menurut Abubakar, dkk., (1995), sasaran yang harus dicapai pada pengendalian
persimpangan antara lain adalah :
1. mengurangi atau menghindari kemungkinan terjadinya kecelakaan yang
disebabkan oleh adanya titik-titik konflik seperti : berpencar (diverging),
bergabung (merging), berpotongan (crossing), dan bersilangan (weaving),
2. menjaga agar kapasitas persimpangan operasinya dapat optimal sesuai dengan
rencana,
3. harus memberikan petunjuk yang jelas dan pasti serta sederhana, dalam
mengarahkan arus lalu lintas yang menggunakan persimpangan.

Menurut Abubakar, dkk., (1995), dalam upaya meminimalkan konflik dan


melancarkan arus lalu lintas ada beberapa metode pengendalian persimpangan yang
dapat dilakukan, yaitu :

1. persimpangan prioritas

Metode pengendalian persimpangan ini adalah memberikan prioritas yang lebih


tinggi kepada kendaraan yang datang dari jalan utama dari semua kendaraan
yang bergerak dari jalan kecil (jalan minor),

2. persimpangan dengan lampu pengatur lalu lintas

Metode ini mengendalikan persimpangan dengan suatu alat yang sederhana


(manual, mekanis dan elektris) dengan memberikan prioritas bagi masing
13
masing pergerakan lalu lintas secara berurutan untuk memerintahkan
pengemudi berhenti atau berjalan,

3. persimpangan dengan bundaran lalu lintas

Metode ini mengendalikan persimpangan dengan cara membatasi alih gerak


kendaraan menjadi pergerakan berpencar (diverging), bergabung
(merging),berpotongan (crossing), dan bersilangan (weaving) sehingga dapat
memperlambat kecepatan kendaraan,

4. persimpangan tidak sebidang

Metode ini mengendalikan konflik dan hambatan di persimpangan dengan cara


menaikkan lajur lalu lintas atau di jalan di atas jalan yang lain melalui
penggunaan jembatan atau terowongan.

Menurut Abubakar, dkk., (1995), perlengkapan pengendalian simpang salah satunya


perbaikan kecil tertentu yang dapat dilakukan untuk semua jenis persimpangan yang
dapat meningkatkan untuk kerja (keselamatan dan efisien) yang meliputi :

1. kanalisasi dan pulau-pulau

Unsur desain persimpangan yang paling penting adalah mengkanalisasi


(mengarahkan) kendaraan-kendaraan ke dalam lintasan-lintasan yang
bertujuan untuk mengendalikan dan mengurangi titik-titik dan daerah konflik.
Hal ini dapat dicapai dengan menggunakan marka-marka jalan, paku-paku
jalan (road stud), median-median dan pulau-pulau lalu lintas yang timbul,

2. pelebaran jalur-jalur masuk

Pelebaran jalan yang dilakukan pada jalan yang masuk ke persimpangan,


akan memberi kemungkinan bagi kendaraan untuk mengambil ruang antar
(gap) pada arus lalu lintas disuatu bundaran lalu lintas, atau waktu prioritas
pada persimpangan berlampu pengatur lalu lintas,

3. lajur-lajur percepatan dan perlambatan

Pada persimpangan-persimpangan antar jalan minor dengan jalan-jalan


kecepatan tinggi, maka merupakan suatu hal yang penting untuk
menghindarkan adanya kecepatan relatif yang tinggi dari kendaraan

14
kendaraan. Cara yang termudah adalah dengan menyediakan lajur-lajur
tersendiri untuk keperluan mempercepat dan memperlambat kendaraan,

4. lajur-lajur belok kanan

Marka lalu lintas yang membelok ke kanan dapat menyebabkan timbulnya


kecelakaan atau hambatan bagi lalu lintas yang bergerak lurus ketika kendaran
tersebut menunggu adanya ruang yang kosong dari lalu lintas yang bergerak
dari depan. Hal ini membutuhkan ruang tambah yang kecil untuk memisahkan
kendaraan yang belok kanan dari lalu lintas yang bergerak lurus ke dalam
suatu lajur yang khusus,

5. pengendalian terhadap pejalan kaki

Para pejalan kaki akan berjalan dalam suatu garis lurus yang mengarah kepada
tujuannya, kecuali apabila diminta untuk tidak melakukannya. Fasilitas penyeberangan
bagi pejalan kaki harus diletakkan pada tempat-tempat yang dibutuhkan, sehubungan
dengan daerah kemana mereka akan pergi. Digunakan pagar dari besi untuk
mengkanalisasi (mengarahkan) para pejalan kaki dan penyeberangan bawah tanah
(subway) serta jembatan-jembatan penyeberangan untuk memisahkan para pejalan
kaki dari arus lalu lintas yang padat, dengan mengarahkan dan memberikan fasilitas
khusus. Penyediaan fase khusus pada persimpangan berlampu lalulintas mungkin
diperlukan jika:
a) arus pejalan kaki yang menyeberangi setiap kaki persimpangan lebih besar
dari 500 smp/jam,
b) lalu lintas yang membelok ke setiap kaki persimpangan mempunyai waktu
antara rata-rata kurang dari 5 detik, tepat pada saat arus lalu lintas tersebut
bergerak dan terjadi konflik dengan arus pejalan kaki yang besarnya lebih
dari 150 orang/jam.

Menurut Wells (1993), walaupun lampu lalu lintas adalah alat yang sangat baik dalam
pengendalian lalu lintas pada persimpangan-persimpangan yang ada dengan
memprioritaskan membuat pulau-pulau penyalur pada persimpangan persimpangan
dapat mengurangi titik-titik konflik. Bentuk sederhana dalam penyaluran lalu lintas
adalah dengan menggunakan cat putih pada jalan. Pulau pulau lalu lintas hanyalah
perkembangan garis-garis cat tadi dan fungsi utamanya, sebagaimana halnya tanda-
tanda garis, adalah :

15
1. memisahkan arus lalu lintas secara terarah (dan kadang-kadang juga
kecepatannya),
2. mengarahkan pengemudi ke jalur yang benar sesedikit mungkin pengemudi
menentukan keputusan pilihan,
3. menghindarkan pengemudi melakukan gerakan-gerakan terlarang,
4. melindungi (memberikan keamanan) pengemudi yang bermaksud belok ke
kanan,
5. menyediakan ruang lindung bagi para pejalan
satu “keuntungan” lain adalah bahwa pulau lalu lintas seringkali merupakan
tempat yang ideal untuk menempatkan peraturan lalu lintas dan rambu-rambu
pengarah dan lain

2.5 Tujuan Pengaturan Simpang

Tujuan utama dari pengaturan lalu lintas umumnya adalah untuk menjaga
Keselamatan arus lalu lintas dengan memberikan petunjuk-petunjuk yang jelas dan
terarah, tidak menimbulkan keraguan.Pengaturan lalu lintas di simpang dapat dicapai
dengan menggunakan lampu lalu lintas, marka dan rambu-rambu yang mengatur,
mengarahkan, dan memperingati serta pulau-pulau lalu lintas.

Selanjutnya dari pemilihan pengaturan Simpang dapat ditentukan tujuan yang


ingin dicapai seperti:

1. Mengurangi maupun menghindarkan kemungkinan terjadinya kecelakaan yang


berasal dari berbagai kondisi titik konflik;
2. Menjaga kapasitas dari Simpang agar dalam operasinya dapat dicapai
pemanfaatan Simpang yang sesuai dengan rencana;
3. Dalam operasinya dari pengaturan simpang harus memberikan petunjuk yang jelas
dan pasti serta sederhana, mengarahkan arus lalu lintas pada tempatnya yang
sesuai.
Pada pengaturan persimpangan perlu memperhatikan arus lalu lintas baik dari
jalan minor maupun dari jalan mayor, dari data arus tersebut dapat ditentukan 3
pengaturan di simpang yang meliputi :

16
1. Pengaturan dengan persimpangan
a. Pengaturan simpang biasa
b. Pengaturan simpang dengan bundaran
2. Pengaturan dengan lampu lalu lintas
a. Pengaturan simpang biasa
b. Pengaturan simpang dengan bundaran
3. Pengaturan dengan Simpang susun

2.6 Tata Cara Perencanaan Geometrik Persimpangan Sebidang

A. Ketentuan
Persimpangan sebidang harus :

1 . Memenuhi aspek keselamatan, kelancaran, efisien, ekonomis, dan kenyamanan.


2 . Mempertimbangkan jenis kendaraan rencana
3 . Mempertimbangkan efisiensi perencanaan
4 . Mendukung hirarki fungsi dan kelas jalan dalam suatu tatanan sistem
jaringan jalan secara konsisten
5 . Mempertimbangkan pandangan bebas pemakai jalan
6 . Mempertimbangkan drainase jalan
7 . Mempertimbangkan kepentingan penyandang cacat.

B. Daerah Persimpangan

1. Jarak Pandang
Persimpangan harus mempunyai kemudahan pandang ke arah memanjang dan
menyamping, sesuai dengan jarak pandang masuk dan jarak pandang untuk
keselamatan.

Jarak pandang adalah suatu jarak yang diperlukan oleh seorang pengemudi pada
saat mengemudi sedemikian sehingga jika pengemudi melihat suatu halangan yang
membahayakan, pengemudi dapat melakukan sesuatu untuk menghindari bahaya
tersebut dengan aman.

17
Jarak pandang pada persimpangan tergantung pada terlihatnya tanda-tanda lalu
lintas.

 Pada persimpangan dengan kontrol sinyal, jarak pandang minimum sebaiknya


adalah jarak yang dilalui selama mulai melihat sampai pada gerakan berhenti.
Mengingat saat mulai melihat adalah 6 detik untuk daerah perkotaan serta ukuran
perlambatan adalah 1.96 m/det² (=0.29) maka jarak pandang dapat dihitung sbb:

 Pada persimpangan dengan pengendalian henti, kendaraan pada kedua


persimpangan utama dapat dihentikan dengan baik.

Jarak pandang minimum pada persimpangan berdasarkan pada kecepatan


rencana

(1) Jarak pandang masuk diperlukan untuk pengendara di jalan minor masuk ke
jalan utama, didasarkan pada asumsi kendaraan pada jalan utama tidak
mengurangi kecepatan.
(2) Jarak pandang aman persimpangan disediakan untuk kendaraan agar dapat
berhenti sebelum persimpangan.
(3) Gradien alinemen vertikal diusahakan serendah mungkin/datar.

18
Gambar Jarak Pandang Pada Persimpangan

Tabel Jarak Pandang Pada Persimpangan

Kecepatan Rencana Jarak Pandang


(Km/Jam) Masuk (Meter) Aman (Meter)
40 100 60
50 125 80
60 160 105
70 220 130
80 305 165

(1) Kelandaian relatif belokan persimpangan tidak lebih dari 2 %, fungsi utama
kelandaian untuk mengalirkan air permukaan (run-off drainage).
(2) Persimpangan pada daerah tikungan harus dihindarkan sejauh mungkin, minimal
lebih besar dari jarak pandang henti, yaitu dimulai dari titik peralihan tangen ke
lengkung (TC/TS) sampai ke daerah persimpangan, lihat Gambar 4.6.

19
TS/T persimpangan

Jarak ke persimpangan

Gambar Jarak Persimpangan dengan Tikungan

Jarak antara persimpangan harus sejauh mungkin, jarak minimum harus lebih besar dari
jumlah komponen-komponen berikut ini :

(1) Panjang jalinan.


(2) Perkiraan panjang antrian yang terjadi selama satu siklus periode
berhenti.
(3) Panjang lajur perlambatan.

20
Gambar Jarak Antara Persimpangan

(4)Panjang daerah persimpangan ditentukan oleh perkiraan panjang antrian


kendaraan yang terjadi, perkiraan panjang antrian dapat diperoleh dari MKJI.

2. Lajur

1) Lajur merupakan bagian dari jalur yang memanjang, memiliki lebar yang cukup
untuk satu kendaraan bermotor sedang berjalan selain sepeda motor;

(1) Lebar lajur tergantung kepada kecepatan rencana dan kendaraan


rencana, terutama dalam melakukan manuver pergerakan membelok;
(2) Kebutuhan lajur membelok ditetapkan dengan mengacu pada MKJI;

2) Lajur belok kanan sebaiknya disediakan pada setiap persimpangan, terkecuali


untuk hal-hal berikut ;

(1) Adanya larangan untuk belok kanan;


(2) Kelas jalan II, III, dan IV dan masih mempunyai kapasitas yang memadai;
(3) Jalan dua jalur dimana kecepatan rencana kurang dari 40 km/jam;
(4) Volume rencana kurang dari 200 kendaraan/jam, atau perbandingan yang
melakukan belok kanan kurang 20 % dari total volume masuk pada lengan
bersangkutan;
3) Lebar lajur tambahan ditetapkan antara 2,27 s/d 3,50 meter, lebar lajur masuk
persimpangan untuk lintasan menerus dapat dikurangi sampai dengan angka yang
tercantum pada kolom ketiga Tabel 4.2.

Tabel Lebar Jalur di Persimpangan

Kelas Lebar Lajur (Meter)


Jalan Tanpa Lajur Menerus Sejajar Tambahan
Tambahan Lajur Tambahan
I 3,5 3,25 - 3,0 3,25
II 3,25 3,0 - 2,75 3,0
III 3,25 - 3,0 3,0 - 2,75 2,75 (2,50)

4) Lengan persimpangan untuk lalu lintas menerus dimana, lajur masuk dan lajur

21
keluar harus berada pada satu lintasan/poros garis lurus;
5) Jumlah lajur di persimpangan mengacu pada MKJI.
6) Pergeseran poros lajur tambahan (jika diperlukan) harus dengan lengkung/taper
yang tepat. Standar taper tercantum pada Tabel 1 dan panjang minimum taper
tercantum pada Tabel 2

Tabel 1 Standar Taper dari Pergeseran Poros Lajur

Kecepatan Rencana Taper


(Km/Jam)
60 1/30

50 1/25

40 1/20

30 1/15

20 1/10

Tabel 2 Panjang Minimum Taper

KecepatanRencana Panjang Taper Minimum


(Km/Jam) ( Meter )
60 40
50 35
40 30
30 25
20 20
Catatan : Nilai terbesar yang didapat dari perhitungan dengan rumus atau dari table
dipakai sebagai panjang taper minimum.

Tabel Panjang Lajur Belok Kanan

Kecepatan Panjang Minimum Panjang Minimum


Rencana Lajur Perlambatan (Ld) Lajur Pergeseran (Lc)
(Km/Jam) (Meter) (Meter)

80 45 40
60 30 30
50 20 25
40 15 20
30 10 15
20 10 10

22
GambarPanjang Lajur Belok Kanan
Berikut ini beberapa tipikal lajur bekok kanan ;

Gambar Lajur Belok Kanan Dengan Perpindahan

23
a. Lajur Belok Kanan pada Jalan b. Lajur Belok Kanan dengan
Tanpa Trotoar. Perpindahan Lajur di Kaki
Persimpangan.

Gambar Lajur Belok Kanan Tanpa Trotoar

Gambar Pembuangan Lajur Parkir di Persimpangan

24
7) Panjang lajur belok kiri dapat ditentukan dengan cara yang sama pada penentuan
lajur untuk belok kanan

Berikut ini beberapa tipikal lajur belok kiri :

Gambar Lajur Belok Kiri Tanpa Pulau Lalu Lintas

Gambar Lajur Belok Kiri dengan Pulau Lalu Lintas

3. Kanal

25
1) Kanal adalah lajur khusus untuk belok kiri
2) Lajur husus belok kiri harus dilengkapi pulau lalu lintas
3) Lebar kanal merupakan fungsi dari manuver kendaraan rencana membelok,
seperti tercantum pada Tabel 4.9.
1) Pulau lalu lintas dipisahkan dari lajur lalu lintas diperlukan daerah bebas selebar 50
cm disisi kiri dan kanan, dan masih diperlukan daerah bebas digunakan untuk
menggeser mundur sudut/hidung pulau (set back), lihat Gambar 4.16 merupakan
desain belok kiri dengan kanal dan pulau lalu lintas.

Tabel Lebar Kanal

Jari-Jari Sisi Luar Kanal Kendaraan Rencana


(Meter) Truk Semi Trailer (Meter) Truk (Meter)
13 < R < 14 8.5 5.5
14 < R < 15 8.0
15 < R < 16 7.5 5.0
16 < R < 17 7.0
17 < R < 19 6.5
19 < R < 21 6.0 4.5
21 < R < 25 5.5
25 < R < 30 5.0 4.0
30< R < 40 4.5
40 < R < 60 4.0 3.5
60 > 3.5

26
Gambar Desain Belok Kiri Dengan Kanal

27
4. Pulau Lalu Lintas

1) Pulau lalu lintas mempunyai fungsi :

(1) Mengatur lalu lintas


(2) Memperlancar arus lalu lintas
(3) Bisa dimanfaatkan sebagai tempat berlindung bagi pejalan kaki yang
melakukan penyeberangan jalan.

2) Ruang pada pulau lalu lintas dapat dimanfaatkan untuk penempatan fasilitas jalan
seperti:

(1) Rambu lalu lintas


(2) Tiang lampu penerang
(3) Land skap

Dengan catatan tidak mengganggu pandangan pemakai jalan.

Ukuran minimum pulau lalu lintas tersebut tercantum pada Tabel 4.10

Tabel Dimensi Minimum Pulau Lalu Lintas

Tipe Elemen Panjang (Meter)


Wa 1.0
A La 3.0
Ra 0.5
Wb 1.5
B Lb Wp + 1.0
Rb 0.5
Luas daerah 5.0 mm
C Wc D + 1.0
Lc 5.0
D Wd 1.0

Catatan :

D = Lebar bagian dari fasilitas jalan


Wp = Lebar jalur penyeberang jalan

28
Berikut ini penjelasan dari tabel 4.10 dimensi mininum pulau lalu lintas pada
Gambar 4.17 dalam beberapa tipikal pulau jalan.

(A) Hanya pemisah lalu lintas

(B) Untuk pemisah lalu lintas dan untuk pejalan kaki

29
(C) Penempatan fasilitas pada pulau

(D) Pemisah tanpa taper

Gambar Beberapa Tipikal Pulau Lalu Lintas

3) Pulau-pulau tersebut apabila luasnya sudah lebih besar dari 7 m 2 harus


ditinggikan dibatasi dengan kerb. Batas kerb merupakan gabungan antara garis

30
lurus dan garis lengkung.
4) Daerah pendekat persimpangan harus dipasang sparator untuk mengarahkan
pergerakan kendaraan belok ke kanan
5) Ujung pulau lalu lintas yang ditinggikan dengan kerb harus dibulatkan,
dengan ketentuan ;

(1) Lalu lintas datang R = 1 meter


(2) Untuk lalu lintas ke luar R = 0,50 meter

Tabel jari-jari ujung pulau (nose)

RI Ro Rr
( Meter ) ( Meter ) ( Meter )
0,50 - 1,00 0,50 0,50 - 1,50

6) Bidang kosong akibat pemunduran pulau lalu lintas harus diisi marka Chevron
sesuai dengan arah pergerakan lalu lintas.

Gambar Pergeseran Ujung Pulau

Gambar Pergeseran Jalur Lalu Lintas Memencar

31
Gambar Pergeseran Jalur Lalu Lintas Memisah

32
5. Lintasan Belokan Pada Persimpangan

Lintasan belokan pada persimpangan ditetapkan berdasarkan kendaraan


rencana, dalam Tabel 4.13 lintasan yang didasarkan pada pengaturan lalu lintas dan
kelas jalan.

Tabel Lintasan belokan di persimpangan

Kelas Jalan
Pengaturan Bagian
L.L I II III IV
Masuk S4 T3 T2 T1

Stop
Kontrol Keluar JalanU S4 T3 T2 T1
tama
Jalan T3 T2 T1
Minor
Masuk S4 T3 T2 T1
SignalK
ontrol Keluar S3 T2 T2 T1

Keterangan :

1) S = Truk semi trailer


T = Truk

2) Angka 1 - 4 merupakan notasi gerakan membelok.

1 = seluruh lebar jalur jalan digunakan.


2 = bagian kiri dari jalur digunakan, jalur berlawanan tidak
digunakan.
3 =Jalur belok atau jalur paling kanan/kiri dan kedua dari
kanan/kiri digunakan jalur berlawanan.
4 = Jalur belok atau jalur paling kanan/kiri saja yang dipakai.

33
GambarLintasan Belokan Pada Persimpangan

Gambar Lintasan Belokan Pada Persimpangan

34
GambarLintasan Belokan Pada Persimpangan

6. Pemotongan Sudut Pulau Lalu Lintas

Sudut persimpangan harus dilakukan pemotongan (lihat Gambar 4.17) guna


menjamin keamanan dan kelancaran dari kendaraan saat melakukan belokan, bagi
pejalan kaki, dan sepeda.

Panjang potongan sudut tercantum pada Tabel

Tabel Potongan Sudut

Kelas Klas I Klasa II Kl as II I Kl as I V


( Meter ) ( Meter ) ( Meter ) ( Meter )

I 12 10 5 3

II 10 5 3

III 5 3

IV 3

35
Gambar Potongan Sudut

36
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Jadi dapat disimpulkan bahwa, Persimpangan merupakan suatu


daerah umum dimana dua atau lebih ruas jalan saling bertemu atau berpotongan
yang mencakup fasilitas jalur jalan dan tepi jalan, dimana lalu lintas dapat bergerak
didalamnya.

Jenis persimpangan beragam :

1. Simpang sebidang dan tak sebidang,

2. Simpang prioritas dan tanpa prioritas, serta

3. Simpang bersinyal dan tak bersinyal

Konflik-konflik yang terjadi pada persimpangan ada empat macam yaitu


Diverging (memisah), Merging (menggabung), Crossing (memotong), dan Weaving
(menyilang).

Dalam merencanakan persimpangan harus berdasarkan pada peraturan baik


dalam Bina Marga ataupun AASHTO, begitu pula dengan perlengkapan-perlengkapan
yang dibutuhkan pada persimpangan tersebut agar aman dan nyaman bagi
penggunanya.

3.2 Saran

Saran ini digunakan jika tindakan perubahan fase sinyal tidak memungkinkan. Hal
ini dilakukan, karena kondisi eksisting yang terjadi adalah jarak pandang antar lengan
simpang yang sangat berdekatan yang dapat megakibatkan konflik lalu lintas ketika
sinyal per fase berada di posisi sinyal hijau. Sehingga, memicu para pengendara untuk
melakukan pelanggaran lalu lintas. Apalagi, waktu amber yang didapatkan hanya 2
detik di tiap fase.

37
DAFTAR PUSTAKA

Sumadji, Sumaryo. 1992. Tata Cara Perencanaan Persimpangan Sebidang Jalan


Perkotaan. Direktorat Jenderal Bina Marga. Jakarta.
Pusjatan Balitbang PU. 2002. Tata Cara Perencanaan Geometrik Persimpangan
Sebidang.
Buku tersebut dilengkapi dengan buku-buku acuan berikut :
1) Undang Undang Nomor 12 Tahun 1980 tentang jalan.
2) Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1985 tentang jalan.
3) Peraturan Pemerintah 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan.
4) Standar Perencanaan Geometrik untuk Jalan Perkotaan, Direktorat Jenderal Bina
Marga, Maret 1992.
5) A Policy on Geometric Design of Highways and Sreets, AASHTO 1994.
6) Guide To Traffic Engineering Practice, Naasra 1988.
7) Towards Safer Roads in Developing Countries, Transport and Road
Research Laboratory, 1993.
8) Manual Kapasitas Jalan Indonesia, Direktorat Jenderal Bina Marga, 1997.

38

Anda mungkin juga menyukai