Anda di halaman 1dari 17

TERAPI MENYUSUN PUZZLE

DI RUANG POLI ANAK RSUD PROF. Dr. H. ALOEI SABOE


KOTA GORONTALO

SATUAN ACARA BERMAIN

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Stase Anak Dalam Mengikuti
Profesi Ners

Disusun Oleh:

Sinta Pakaja, S.Kep


Wahyuni Kidamu, S.Kep
Crisela Dewi Bolota, S.Kep
Nia Noviandari Mootalu, S.Kep
Febby Wahyunita Kasim. S.Kep

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2020
SATUAN ACARA BERMAIN
(TERAPI MENYUSUN PUZZLE)
Pokok Bahasan : Terapi Bermain Menyusun Puzzle

Sub Pokok Bahasan : Terapi Bermain pada Anak Sakit yang dirawat di Rumah Sakit

dengan Cara Stimulasi Motorik dan Sosial

Waktu : 30 menit

Hari/tanggal :

Tempat : Ruang Bermain Anak

Peserta : Untuk kegiatan ini peserta yang dipilih adalah pasien di Ruang

Perawatan Anak yang memenuhi kriteria:

a. Anak usia 4 – 6 tahun

b. Tidak mempunyai keterbatasan fisik

c. Dapat berinteraksi dengan perawat dan keluarga

d. Pasien kooperatif

e. Peserta terdiri dari: anak usia pra sekolah dan sekolah

sebanyak 4 orang didampingi keluarga

A. Alasan Dilakukan Terapi Bermain

Pada saat dirawat di rumah sakit, anak akan mengalami berbagai perasaan

yang sangat tidak menyenangkan, seperti marah, takut, cemas, sedih, dan nyeri.

Perasaan tersebut merupakan dampak dari hospitalisasi yang dialami anak karena

menghadapi beberapa stressor yang ada dilingkungan rumah sakit. Untuk itu, dengan

melakukan permainan anak akan terlepas dari ketegangan dan stress yang dialaminya
karena dengan melakukan permainan anak akan depat mengalihkan rasa sakitnya

pada permainannya (distraksi) dan relaksasi melalui kesenangannya melakukan

permainan (Whaley, 2010).

Oleh karena itu, dalam melakukan permainan, anak lebih bebas, spontan,

dan menunjukkan otonomi baik dalam memilih mainan maupun dalam aktivitas

bermainnya. Anak mempunyai rasa ingin tahu yang besar. Oleh karena itu seringkali

mainannya dibongkar-pasang, bahkan dirusaknya. Untuk itu harus diperhatikan

keamanan dan keselamatan anak dengan cara tidak memberikan alat permainan yang

tajam dan menimbulkan perlukaan (Kalpan, 2015).

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Setelah mendapatkan terapi bermain selama 30 menit agar dapat

mencapai tugas perkembangan secara optimal sesuai tahap perkembangan

walaupun dalam kondisi sakit.

2. Tujuan Khusus

Setelah dilakukan terapi bermain selam 30 menit anak mampu:

a. Bersosialisasi dengan perawat baru

b. Menunjukkan ekspresi nonverbal dengan tertawa, tersenyum dan saling

bercanda.
C. Metode dan Media

1. Metode

a. Bermain bersama

b. Mendengarkan tanggapan anak/tanya jawab

2. Media

a. Puzzle

b. Hadiah

D. Kegiatan

1. Pengorganisasian

a. Leader : Sinta Pakaja, S.Kep

b. Co Leader : Wahyuni Kidamu, S.Kep

c. Fasilitator :

1) Nia Noviandari Mootalu, S.Kep

2) Crisela Dewi Boloto, S.Kep

d. Observer : Febby Wahyunita Kasim, S.Kep

2. Pembagian Tugas :

a. Peran Leader

1) Mengkoordinasi seluruh kegiatan

2) Memimpin jalannya terapi bermain dari awal hingga berakhirnya

terapi

3) Membuat suasana bermain agar lebih tenang dan kondusif.


b. Peran Co Leader

1) Mengidentifikasi issue penting dalam proses


2)  Mengidentifikasi strategi yang digunakan Leader
3)  Mencatat modifikasi strategi untuk kelompok pada sesion atau
kelompok yang akan datang
4) Memprediksi respon anggota kelompok pada sesion berikutnya

c. Fasilitator

1) Memotivasi anak agar dapat kooperatif dalam permainan yang akan

dilakukan

2) Bertanggung jawab terhadap program antisipasi masalah

3) Fasilitator bertugas sebagai pemandu dan memotivasi anak agar dapat

kooperatif dalam permainan yang akan dilakukan.

4) Mengatur posisi kelompok dalam lingkungan untuk melaksanakan

kegiatan

5) Membimbing kelompok selama permainan

d. Observer

1) Mengamati semua proses kegiatan yang berkaitan dengan waktu,

tempat dan jalannya acara

2) Melaporkan hasil pengamatan pada leader dan semua anggota

kelompok dengan evaluasi kelompok


3. Setting Tempat (Gambar/Denah Ruangan)

Keterangan:

Leader

Co Leader

Peserta (Anak)

Fasilitator

Orang Tua

Observer

Meja

4. Kegiatan Bermain
No
Waktu Terapis Anak
.
1. 5 menit Pembukaan:
1. Leader membuka dan Menjawab salam
mengucapkan salam
2. Memperkenalkan diri Mendengarkan
3. Memperkenalkan Mendengarkan
pembimbing
4. Memperkenalkan anak satu Mendengarkan dan
persatu dan anak saling saling berkenalan
berkenalan dengan temannya
5. Kontrak waktu dengan anak Mendengarkan
6. Mempersilahkan leader Mendengarkan
2. 20 menit Kegiatan bermain:
1. Leader menjelaskan cara Mendengarkan
bermain dihamburkan
kemudian di susun kembali
2. Menanyakan pada anak, anak Menjawab pertanyaan
mau bermain atau tidak
3. Membagikan permainan Menerima permainan
4. Leader, dan fasilitator Bermain
memotivasi anak
5. Observer mengobservasi Bermain
anak
6. Menanyakan perasaan anak Mengungkapkan
perasaan
3. 5 menit Penutup:
1. Leader menghentikan Selesai bermain
permainan
2. Menanyakan perasaan anak Mengungkapkan
perasaan
3. Menyampaikan hasil Mendengarkan
permainan
4. Memberikan hadiah pada Senang
anak yang cepat dalam
menyusun puzzle
5. Membagikan hadiah pada Senang
semua anak yang bermain
6. Menanyakan perasaan anak Mengungkapkan
perasaan
7. Leader menutup acara Mendengarkan
8. Mengucapkan salam Menjawab salam
E. Evaluasi

1. Evaluasi Struktur

a. Alat-alat yang digunakan lengkap

b. Kegiatan yang direncanakan dapat terlaksana

2. Evaluasi Proses

a. Terapi dapat berjalan dengan baik

b. Anak dapat mengikuti terapi bermain dengan baik

c. Tidak adanya hambatan saat melakukan terapi

d. Semua anggota kelompok dapat bekerja sama dan bekerja sesuai tugasnya

3. Evaluasi Hasil
a. Anak dapat mengembangkan motorik halus dengan menyusun puzzle

kemudian berhasil

b. Anak dapat mengikuti kegiatan dengan baik

c. Anak merasa senang

d. Anak tidak takut lagi dengan perawat

e. Orang tua dapat mendamping kegiatan anak sampai selesai

f. Orang tua mengungkapkan manfaat yang dirasakan dengan terapi bermain


Lampiran Materi

TERAPI BERMAIN MENYUSUN PUZZLE DENGAN


KONSEP TUMBUH KEMBANG ANAK

A. Pengertian Perkembangan

Perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan (skill)

dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan

dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan. Disini menyangkut adanya

proses diferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ dan sistem organ

yang berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat memenuhi

fungsinya. Termasuk juga perkembangan emosi, intelektual dan tingkah laku sebagai

hasil interaksi dengan lingkungannya. (Yudiernawati, 2013)

Menurut Veltman M (2018) yang dikatakan anak usia pra sekolah adalah

anak-anak yang berusia berkisar 3-6 tahun. Ada beberapa aspek yang perlu

diperhatikan untuk mengukur tingkat pertumbuhan dan perkembangan anak, yaitu:

1. Aspek fisik

2. Aspek motorik

3. Aspek bahasa

4. Aspek kognitif

5. Aspek sosialisasi

Bermain dengan cara menyusun pazel pada dasarnya tidak hanya membantu

mengembangkan kemampuan motorik anak saja tetapi juga berperan penting dalam

proses pengembangan kognitif klien dan emosional klien, serta membantu klien untuk
menggunakan kemampuan bahasanya dengan bertanya sehingga klien akan terbiasa

dengan proses sosialisasi dengan orang, lingkungan dan kondisi disekitarnya.

Ketika anak sudah mampu bermain menyusun pazel secara lancar maka dia

sudah siap untuk meningkatkan kemampuannya ke tingkat yang lebih lanjut seperti

bersosialisasi dengan orang lain seperti mengenalkan diri.

B. Stimulasi Perkembangan Anak Usia 3-6 Tahun

Stimulasi yang diperlukan anak usia 3-6 tahun adalah:

1. Gerakan kasar, dilakukan dengan memberi kesempatan anak melakukan

permainan yang melakukan ketangkasan dan kelincahan.

2. Gerakan halus, dirangsang misalnya dengan membantu anak belajar

menggambar.

3. Bicara bahasa dan kecerdasan, misalnya dengan membantu anak mengerti satu

separuh dengan cara membagikan kue.

4. Bergaul dan mandiri, dengan melatih anak untuk mandiri, misalnya bermain ke

tetangga

C. Tes Skrining Perkembangan Menurut Denver (DDST)

DDST (Denver Developmental Screening Test) adalah salah satu dari

metode skrining terhadap kelainan perkembangan anak, tes ini bukanlah tes

diagnostik atau tes IQ. DDST memenuhi semua persyaratan yang diperlukan untuk

metode skrining yang baik. Tes ini mudah dan cepat (15-20 menit), dapat diandalkan

dan menunjukan validitas yang tinggi. Dari beberapa penelitian yang pernah
dilakukan DDST secara efektif 85-100% bayi dan anak-anak prasekolah yang

mengalami keterlambangan perkembangan (Yudiernawati, 2013).

Frankenburg dkk, mengemukakan 4 parameter perkembangan yang dipakai

dalam menilai perkembangan anak balita yaitu: Personal Sosial (kepribadian/ tingkah

laku sosial) yaitu aspek yang berhubungan dengan kemampuan mandiri,

bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungannya; Gerakan Motorik Halus yaitu

aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak untuk mengamati sesuatu,

melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubh tertentu saja dan dilakukan

otot-otot kecil, tetapi memerlukan koordinasi yang cermat. Misalnya kemampuan

untuk menggambar, memegang sesuatu benda; Bahasa adalah kemampuan untuk

memberikan respon terhadap suara, mengikuti perintah dan berbicara spontan;

Perkembangan Motorik Kasar (Gross Motor) adalah aspek yang berhubungan dengan

pergerakan dan sikap tubuh.

D. Faktor Penyebab Ketidakmampuan Menyusun Pazel

Menurut Immanuel, ketidakmampuan melakukan tugas perkembangan

tertentu, seperti bergerak, tumbuh, bicara, ataupun kecakapan motorik tertentu seperti

menyusun, merangkai ataupun memposisikan benda, dapat menghambat

berkembangnya keterampilan berikutnya. Diwaspadai kemungkinan mengalami

keterlambatan.

Faktor penyebabnya yaitu:

1. Karena kurang dirangsang atau kurang latihan; Anak dengan usia 3-5 tahun

perlu dilatih rangsangan motorik halus dan kasarnya dengan memberinya


stimulus pendukung. Umumnya, anak usia ini berminat pada hal-hal yang

berhubungan dengan sebab-akibat, sehingga ingin mencoba memadukan satu

benda dengan benda lain.

2. Ada gangguan pada mata; Pandangan yang tidak jelas pada anak membuatnya

enggan melakukan kegiatan yang menggunakan benda-benda kecil. Anda perlu

memeriksakannya ke dokter sebelum hal ini berlangsung lama.

3. Ada gangguan pada saraf atau retardasi mental; Gangguan ini dapat diwaspadai

dari kemampuan meraba. Bila Anda mendapati si kecil Anda mengalami

kelainan pada keterampilan meraba, Anda perlu waspada. Segera bawa ke

dokter untuk mendapatkan pemeriksaan.

E. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan

Faktor instrinsik sangat dominan dalam mempengaruhi tingkat kegagalan

berkembang terutama berkaitan dengan terjadinya penyakit pada anak, yaitu:

1. Kelainan kromosom (misalnya sindroma Down dan sindroma Turner)

2. Kelainan pada sistem endokrin, misalnya kekurangan hormon tiroid,

kekurangan hormon pertumbuhan atau kekurangan hormon lainnya

3. Kerusakan otak atau sistem saraf pusat yang bisa menyebabkan kesulitan dalam

pemberian makanan pada bayi dan menyebabkan keterlambatan pertumbuhan

4. Kelainan pada sistem jantung dan pernafasan yang bisa menyebabkan gangguan

mekanisme penghantaran oksigen dan zat gizi ke seluruh tubuh

5. Anemia atau penyakit darah lainnya


6. Kelainan pada sistem pencernaan yang bisa menyebabkan malabsorbsi atau

hilangnya enzim pencernaan sehingga kebutuhan gizi anak tidak terpenuhi

Menurut Yudiernawati secara umum terdapat dua faktor yang

mempengaruhi tumbuh kembang anak yaitu faktor genetik (instrinsik) dan faktor

lingkungan (ekstrinsik). Faktor genetik merupakan modal dasar dalam mencapai hasil

akhir proses tumbuh kembang anak. Faktor ini adalah bawaan yang normal dan

patologis, jenis kelamin, suku bangsa / bahasa, gangguan pertumbuhan di negara

maju lebih sering diakibatkan oleh faktor ini, sedangkan di negara yang sedang

berkembang, gangguan pertumbuhan selain di akibatkan oleh faktor genetik juga

faktor lingkungan yang kurang memadai untuk tumbuh kembang anak yang optimal.

F. Dampak Hospitalisasi Terhadap Anak.

1. Separation ansiety

2. Tergantung pada orang tua

3. Stress bila berpisah dengan orang yang berarti

4. Tahap putus asa: berhenti menangis, kurang aktif, tidak mau makan, main,

menarik diri, sedih, kesepian dan apatis

5. Tahap menolak: Samar-samar seperti menerima perpisahan, menerima

hubungan dengan orang lain dan menyukai lingkungan

G. Manfaat Terapi Bermain

1. Terapi bermain menyusun balok dapat merangsang keterampilan proses berfikir

dan motorik anak

2. Meningkatkan hubungan antara klien (anak dan keluarga) dan perawat


3. Perawatan di rumah sakit akan membatasi kemampuan anak untuk mandiri.

Aktivitas bermain yang terprogram akan memulihkan perasaan mandiri pada

anak

4. Permainan pada anak di rumah sakit tidak hanya memberikan rasa senang pada

anak, tetapi juga akan membantu anak mengekspresikan perasaan dan pikiran

cemas, takut, sedih tegang dan nyeri

5. Permainan yang terapeutuk akan dapat meningkatkan kemampuan anak untuk

mempunyai tingkah laku yang positif.

H. Cara Bermain Puzzle

1. Acak puzzle

2. Ajak anak mencocokkan potongan puzzle tersebut

3. Setelah selesai bermain berikan pujian pada anak

I. Manfaat Puzzle Bagi Anak Usia Dini

1. Stimulasi Mental

Puzzle adalah sumber stimulasi mental bagi anak-anak dari segala usia,

meskipun permainan puzzle telah dilakukan secara berulang-ulang. Anak anda

harus memikirkan strategi terbaik untuk mencocokkan potongan-potongan

puzzle kardus tersebut seperti memasang potongan tersebut pada tepi pertama

dan mengisi ruang kosong yang berada ditengah sehingga terbentuklah gambar

puzzle yang utuh. Mereka juga ditantang dari bagian pertama sampai dengan

terakhir untuk mencoba menemukan potongan khusus dengan menghubungkan

bagian atas sehingga menyerupai gambar seutuhnya. Bahkan mainan elektronik


dan mainan edukatif yang saat ini di banyak tersedia dipasaran jarang dapat

bersaing dengan tantangan yang konsisten disajikan oleh puzzle yang

sederhana.

2. Melatih Koordinasi antara Mata dengan Tangan

Mengembangkan koordinasi antara mata dengan tangan merupakan hal

yang sangat penting bagi anak kecil, dan dengan mainan puzzle kardus adalah

cara yang bagus untuk melakukannya. Alasan anak-anak kecil harus

menggunakan potongan puzzle yang besar dan mencobanya dengan lebih giat

untuk menyesuaikannya supaya tercipta keseluruhan gambar yang lengkap

adalah karena mereka belum mengembangkan koordinasi yang diperlukan

untuk terampil dalam menyusun puzzle dengan potongan-potongan kecil.

Untuk anak bayi, mainan ini bisa dimulai dengan puzzle pasak kardus yang

dilakukan dengan bimbingan orang tua dengan cara menuntun tangan sang anak

untuk menyusun mainan ini. Dan seiring berjalan waktu mereka mulai bisa

menyamai bentuk dan melakukan permainan game puzzle dengan sendirinya.

Ini adalah refleksi dari perkembangan bertahap koordinasi antara mata dengan

tangan.

3. Keterampilan Pemecahan Masalah dan Penalaran

Menyusun game puzzle anak juga menuntut pemecah masalah dan

keterampilan penalaran. Anak-anak selalu dihadapkan dengan masalah-masalah

kecil yang harus diselesaikan dalam rangka untuk menyelesaikan puzzle supaya

berhasil. Misalnya, ketika tersisa beberapa potongan terakhir yang memiliki


bentuk dan warna hampir sama maka anak harus menentukan mana yang cocok

dan ini biasanya dilakukan dengan proses eliminasi, mencobanya satu per satu

bagian disetiap lubang sampai terpasang dengan benar. Dengan waktu, anak-

anak mampu memecahkan masalah-masalah kecil ini jauh lebih cepat.

4. Melatih Daya Kreatifitas

Banyak anak yang terpicu daya kreatifitasnya hanya dengan bermain

puzzle. Mereka menikmati melihat gambar pada kotak dan menyelesaikannya.

Mungkin mereka dapat diarahkan juga untuk menggambar, melukis, dan

gambar warna yang mirip di alam. Saat mengembangkan semua keterampilan

di atas, puzzle sering membuka pintu untuk kreativitas juga.

5. Melatih Konsentrasi

6. Melatih Logika

7. Memperkuat Daya Ingat

8. Mengenalkan anak pada konsep hubungan dengan memilih gambar/bentuk,

dapat melatih berfikir matematis (menggunakan otak kiri)

9. Puzzle adalah salah satu permainan yang disukai anak. Permainan ini juga

disebut “Bongkar Pasang”. Aspek yang dikembangkan adalah aspek kognitif ,

anak memikirkan susunan yang mana yang akan dicocokkan dari puzzle

tersebut.
Daftar Pustaka

Yudiernawati, Immanuel, R. (2014). Permainan Edukatif dalam Perkembangan


Logic-Smart Anak. Terdapat pada:
http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect/skripsi/archives/HASH01fd/325abfcd.dir
/doc.pdf. Diakses pada 17 Desember 2020.

Kalpan H.I, Sadock. B.J Grebb J.A. (2015). Sinopsis Psikiatri, Ilmu Pengetahuan
Perilaku, Psikiatri. Klinis. Alih Bahasa : Kusuma W,edisi Wiguna .

Veltman M,W Browne K.D. (2018). An Evaluation of Favorite Kind of Day Drawing
from Psychially Maltreated Children. Child Abuse and Neglect.

Whaley L.F, Wong D.L. (2010). Nursing Care of infants and children in-ed. St
Louis : Mosby year book

Yudiernawati, Atty. (2013). Peran Bermain Dalam Perkembangan Psikososial Anak.


Malang: Politeknik Kesehatan Malang

Anda mungkin juga menyukai