OLEH :
JURUSAN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2021
KATA PENGANTAR
Seiring dengan kemajuan jaman, tradisi dan kebudayaan daerah yang pada
awalnya dipegang teguh, dipelihara dan dijaga keberadaannya oleh setiap suku, kini
sudah hampir punah. Pada umumnya masyarakat merasa gengsi dan malu apabila masih
mempertahankan dan menggunakan budaya lokal atau budaya daerah. Kebanyakan
masyarakat memilih untuk menampilkan dan menggunakan kesenian dan budaya
modern daripada budaya yang berasal dari daerahnya sendiri yang sesungguhnya justru
budaya daerah atau budaya lokallah yang sesuai dengan kepibadian bangsanya. Mereka
lebih memilih dan berpindah ke budaya asing yang belum tentu sesuai dengan
kepribadian bangsa bahkan masyarakat lebih merasa bangga terhadap budaya asing
daripada budaya yang berasal daridaerahnya sendiri. Tanpa mereka sadari bahwa
budaya daerah merupakan faktor utama terbentuknya kebudayaan nasional dan
kebudayaan daerah yang mereka miliki merupakan sebuah kekayaan bangsa yang
bernilai tinggi yang perlu dijaga kelestarian dan keberadaannya oleh setiap individu di
masyarakat. Padaumumnya mereka tidak menyadari bahwa sesungguhnya kebudayaan
merupakan jati diri bangsa yang mencerminkan segala aspek kehidupan yang berada
didalamnya. Besar harapan kami dengan dibuatnya makalah yang berjudul Budaya ini
menjadi salah satu sarana agar masyarakat menyadari betapa berharganya sebuah
kebudayaan bagi suatu bangs, yang akhirnya akan membuat masyarakat menjadi merasa
bangga terhadap budaya daerahnya sendiri.
Medan, 1 Maret
2021
Kelompok 1
KATA PENGANTAR..............................................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................3
3.1 Kesimpulan.....................................................................................................................15
3.2 Saran...............................................................................................................................15
BAB I
PENDAHULUAN
1.Mengetahui maksud dan tujuan pelaksanaan adat pemakaman orang mati salam
masyarakat batak
2. Mengetahui klasifikasi tingkatan sosial dari orang yang sudah meninggal menurut
dalihan na tolu.
3. Mengetahui tujuan dari kajian terhadap peranan adat Batak dan iman Kristen
BAB II
PEMBAHASAN
Demikian pula halnya dengan Batak Toba sebagai salah satu suku di
Indonesia yang juga memiliki kebudayaan atau agama yang telah diwarisi secara
turun-temurun sebelum agama-agama besar (Kristen dan Islam) masuk ke Tanah
Batak. Kebudayaan Batak Toba juga mencakup berbagai kehidupan. Kehidupan
Batak Toba lebih dikenal dengan sebutan adat, yang mengatur seluruh tatanan
dan perilaku, paho habatahon (moral kebatakan). Perumpamaan Batak yang
mengatakan: "Adat do ugari, sinihathon ni ompunta Mulajadi", menunjukkan
bahwa adat adalah ugari atau hukum yang diilhamkan (sinihathon) Tuhan
Pencipta Alam Semesta. Dari perumpamaan ini dapat diketahui bahwa orang
Batak memahami adat Batak sebagai hukum yang bukan ciptaan manusia
melainkan berasal dari Yang llahi, sehingga adat Batak bermakna religius (D.
Lumbantobing 2007, 324). Itulah sebabnya, adat Batak tidak terpisahkan dari
kepercayaan atau agama Batak.
2.3 Kematian dan Pemakaman Orang Mati Menurut Adat Dalihan Na Tolu
Dalam adat atau agama Batak, sangat sulit ditentukan batas yang tegas
antara orang mati dan hidup, sehingga orang Batak yang masih teguh memegang
adat selalu mentari pengaruh atau berkat dari orang yang telah meninggal,
terutama jika orang itu mulia, kaya, atau mempunyai banyak keturunan. Orang
Batak memahami bahwa meskipun manusia sudah mati, rohnya (tondi) masih
tetap hidup, sebab kematian dipahami bukan akhir dan keberadaan dan tindakan
dari roh (tondi). Roh orang mati (begu) masih dapat berhubungan dengan orang
yang masih hidup, mampu memberi pengaruh, bahkan memberikan berkat bagi
orang hidup. Orang Batak yakin bahwa tubuh orang mati akan menjadi tanah
sedangkan roh (tondi)-nya akan menjadi begu (hantu).
1. Pada akhir acara adat pesta mati sarimatua atau saurmatua, sebelum acara
diserahkan ke pengurus gereja, keluarga melaksanakan acara yang disebut
dondon tua. Kata mardondon tua terdiri dari kata: dondon dan tua. Dondon
artinya 'timpa' dan tua artinya 'tuah: berkat. Maksudnya adalah untuk
memindahkan tuah (berkat) orang itu kepada keturunannya.
2. Anak-anak dan keluarga si mati masih ada yang meminta maaf kepada
almarhum atau almarhumah.
3. Kehadiran musik modern fantara lain trompet, gitar, kibor, saksofon) yang
menggantikan posisi musik Batak tradisional gondang (gendang), hasapi
(kecapi), dan lain-lain dalam adat pemakaman orang mati. Melodi lagu-lagu
yang dibawakan pada umumnya berasal dari lagulagu rohani dan pop Batak.
1. Mate tilahaon, apabila seorang bayi atau anak meninggal dari keluarga atau
rumah tangga. Keluarga atau rumah tangga yang berduka itu disebut tilahaon,
Dalam ajaran agama Batak tradisional, apabila seseorang bayi atau anak
meninggal sebelum martutuaek, roh bayi itu tidak akan dapat berhubungan
dengan penghuni Benua Atas. Untuk mengatasi masalah tersebut, ayah dan
ibunya diberi wewenang untuk melaksanakan acara martutueak bagi anaknya
yang sakit keras di rumah.
2. Mate di paralangalangan, apabila seseorang telah berumah tangga namun belum
mempunyai anak atau apabila seseorang belum berumah tangga.
3. Mate mangkar (matipul ulu, matompas tataring), apabila almarhum atau
almarhumah sudah mempunyai anak tetapi belum satupun yang berumah tangga
atau anak-anaknya masih kecil.
4. Mate sarimatua, apabila almarhum atau almarhumah, baik suami maupun istri,
sudah mempunyai anak laki-laki maupun perempuan yang telah berumah tangga
serta sudah memperoleh cucu dari satu atau beberapa anaknya, akan tetapi masih
mempunyai anak yang belum berumah tangga. Mereka yang meninggal
sarimatua dianggap telah mengalami kehidupan yang mendekati sempurna,
dengan demikian perasaan sedih tidak mendominasi keluarga maupun pelayat.
5. Mate saurmatua, apabila seluruh anak-anaknya, baik laki-laki maupun
perempuan, sudah berumah tangga dan sudah memperoleh cucu dari sebagian
atau semua anaknya. Mereka yang meninggal saurmatua dianggap telah
mengalami kehidupan sempurna, dengan demikiap baik keluarga maupun
pelayat tidak mencerminkan kesedihan, karena penonjolan rasa syukur
tergambar pada sebagian besar keturunannya.
6. Mate maulibulung apabila almarhum atau almarhumah memiliki anak laki laki
dan perempuan yang semuanya sudah berumah tanggadan almarhum atau
almarhumah sudah mempunyai nini (cucu anak laki-laki) dan nono (cucu anak
perempuan) serta belum pernah kematian anak, perumean (istri anak laki-laki),
dan hela (suami anak perempuan). Mate maulibulung merupakan kematian yang
sangat sempurna dan sangat jarang terjadi. Apabila dicapai kematian seperti ini,
keturunannya dan para pelayat mencerminkan rasa syukur dan penuh sukacita.
2.4 Sebuah Kajian Terhadap Peranan Adat Batak Dan Iman Kristen
Walaupun sebagian besar orang Batak beragama Kristen dan sebagian kecil
beragama Islam tetap menjalankan ritual adat kematian dan pemakaman orang
mati menurut Dalihan Na Tolu, termasuk penggalian tulang-belulang
(pemakaman kembali) dan pembangunan tugu, yang dalam pelaksanaannya
memakai biaya yang tidak sedikit. Kondisi dan situasi ini mengandung
pertanyaan mengapa orang Batak, khususnya Batak Toba, yang sudah menganut
agama Kristen, masih tetap menjalankan pesta kematian dan pemakaman orang
mati menurut adat Dalihan Na Tolu yang disinyalir oleh Sebagian masyarakat
Kristen Batak sebagai warisan kekafiran (sipelebegu). Harus diakui bahwa
masalah ini timbul disebabkan oleh dampak langsung dari
kesalingterpengaruhan antara adat-budaya Batak dan nilai-nilai teologis
kekristenan secara timbal balik. Disamping itu, pelaksanaan adat kematian dan
pemakaman orang mati menurut Dalihan Na Tolu sudah sangat beragam, tidak
efisien, dan banyak menyita waktu, daya, dan dana. Masalah inilah yang akan
dibicarakan dalam tulisan ini, untuk melihat apa pertimbangan, makna, dan
hubunganya sehingga masyarakat Kristen Batak tetap melaksanakan upacara
tersebut sampai saat ini. Demikian juga, berbagai pelaksanaan peribadatan
Kristen selalu dipengaruhi oleh unsur-unsur tradisi budaya Batak. Pada satu sisi
dominasi kekristenan juga sangat kuat terhadap adat-budaya Batak. Hal ini perlu
dikaji agar kita dapat menempatkan dan memfungsikan adat Batak dan
kekristenan secara proporsional dalam kehidupan sehari-hari.
Kematian merupakan suatu hal yang pasti akan dialami oleh semua
orang, tanpa terkecuali. Setiap manusia tidak akan mengetahui kapan seseorang
akan meninggal, dan setiap kelompok masyarakat memiliki tradisi yang
berbeda-beda dalam melaksanakan ritual-ritual kematian. Kematian adalah
bagian dari setiap orang dan makhluk ciptaan Tuhan, yang tidak mungkin
dihindari. Ia begitu menyengat nyawa, tidak memandang ras, ekonomi, usia,
jabatan, dan Agama. Untuk menghormati seseorang yang telah meninggal
tentunya ada ritual yang harus dijalankan, biasanya ritual itu berdasarkan
kepercayaan yang telah dianut oleh masing-masing orang. Upacara kematian
merupakan salah satu tardisi yang saat ini masih sering dijalankan oleh berbagai
etnis.
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
3.2 SARAN
Saran dari kelompok kami adalah sekiranya dengan adanya tugas ini
dapat menambah wawasan pembaca mengenai budaya Batak serta kaitannya
dengan kristen agar tidak menjadi salah kaprah atau terhadap budaya Batak dan
kaitannya dengan Kristen.