Anda di halaman 1dari 69

LAPORAN MANAJEMEN KEPERAWATAN DI RUANG EDELWEIS

RUMAH SAKIT ISLAM UNISMA MALANG


Disusun untuk memenuhi tugas laporan kelompok praktik pendidikan ners
departemen manajemen keperawatan di Ruang Edelweiss
Rumah Sakit Islam Unisma Malang

Disusun Oleh :
Kelompok I
CANDRA APRILIA K (1608.14201.476)
DIAN PERMATA SARI (1810.14201.662)
SARCIANI SUHARTINI (1608.14201.511)
STEFANI MANDALA (1608.14201.514)
ARNIS UMBU KALENDI (1810.14201.661)
KRISPINA MELSADALIM (1608.14201.490)
MACHMUD J (1810.14201.661)
PETRUS SUDI Z (1608.14201.527)
ERNA YASIN (1608.14201.480)
SARINA ASTITIN (1608.14201.512)
FERDINANDUS MILLA (1608.14201.482)
NURULLAH IKA P (1608.14201.507)
ANITA YOLANDHA (1608.14201.467)
UMI KULSUM (1608.14201.515)
ANEESHA SAQIA (1608.14201.466)
MARZELLA INRIANY (1608.14201.498)
KADEK DICKY (1810.14201.663)
RISKAYANI (1608.14201.509)
ANASTASIUS RENDA (1608.14201.465)
ASARIA RIANDA R (1608.14201.474)
YUREL BERNARD (1608.14201.520)
BENYAMIN BALI M (1608.14201.522)
ESTA FLORIDA (1608.14201.401)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYAGAMA HUSADA
MALANG
2020
LEMBAR PENGESAHAN

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan tentang
“Laporan Manajemen Keperawatan di Ruang Edelweiss Rumah Sakit Islam
Unisma Malang” dengan lancar serta tepat waktu yang telah ditentukan.
Dalam menyelesaikan laporan ini penulis tidak lupa mengucapkan
terimakasih kepada :
1. Bapak dr.H. Tri Wahyu Sarwiyata, M.Kes selaku direktur Utama Rumah
Sakit Islam Unisma Malang.
2. Bapak dr. Rudy Joegijantoro, MMRS selaku Ketua STIKES Widyagama
Husada Malang.
3. Bapak Abdul Qodir, S. Kep., Ners., M. Kep, selaku Ketua Program Studi
Pendidikan Ners STIKES Widyagama Husada Malang.
4. Bapak Syahfril Ariawan Hidayat, Amd.Kep, selaku Kepala Ruangan Ruang
Edelweiss Rumah Sakit Islam Unisma Malang.
5. Bapak Harliansyah Wardhana S. Kep., Ners selaku Pembimbing Lahan
Rumah Sakit Islam Unisma Malang.
6. Bapak Frengky Apriyanto, S. Kep., Ners., M. Kep, selaku Pembimbing
akademik STIKES Widyagama Husada Malang.
7. Staff dan petugas kesehatan di Ruang Edelweiss RSI Unisma Malang.
8. Kedua orang tua kami yang telah memberikan dukungan moril maupun
materil selama praktIk pendidikan ners dan selama pembuatan laporan
kelompok ini.
9. Segenap pihak yang turut membantu dalam menyelesaikan laporan ini.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun
dari para pembaca sangat penulis harapkan dan semoga laporan ini berguna
baik bagi diri kami sendiri maupun pihak lain yang memanfaatkan.

Malang, Agustus 2020

Penulis

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rumah Sakit merupakan unit pelayanan kesehatan dari sistem
pelayanan kesehatan dan merupakan unsur strategis dilihat dari konteks
jumlah biaya yang dikeluarkan, dimana sebagian besar dana kesehatan
terserap dalam sektor pengelolaan rumah sakit baik di Negara maju maupun
di Negara berkembang. Pelayanan medik dan perawatan merupakan sub
sistem dari sistem pelayanan yang ada di rumah sakit. Bentuk pelayanan
yang diberikan disesuaikan dengan keadaan pasien, sehingga lebih bersifat
individual (Depkes, 2002).
Tuntutan masyarakat terhadap kualitas pelayanan keperawatan di
rumah sakit dirasakan sebagai suatu fenomena yang harus direspon oleh
perawat. Oleh karena itu pelayanan keperawatan ini perlu mendapat prioritas
utama dalam pengembangan ke masa depan. Perawatharus mau
mengembangkan ilmu pengetahuannya dan berubah sesuai tuntutan
masyarakat, dan menjadi tenaga perawat yang profesional. Pengembangan
dalam berbagai aspek keperawatan bersifat saling berhubungan, saling
bergantung, saling mempengaruhi dan saling berkepentingan oleh karena itu
inovasi dalam pendidikan keperawatan, praktik keperawatan, ilmu
keperawatan dan kehidupan keprofesian merupakan fokus utama
keperawatan Indonesia dalam proses profesionalitas. Proses profesionalisasi
merupakan proses pengakuan terhadap sesuatu yang dirasakan, dinilai dan
diterima secara spontan oleh masyarakat, maka dituntut untuk
mengembangkan dirinya dalam sistem pelayanan kesehatan. Oleh karena
alasan-alasan di atas maka pelayanan keperawatan harus dikelola secara
professional, karena itu perlu adanya Manajemen Keperawatan (Priharjo,
2005).
Manajemen Keperawatan merupakan suatu proses bekerja dengan
melibatkan anggota keperawatan dalam memberikan pelayanan Asuhan
Keperawatan Profesional. Pemberian pelayanan keperawatan secara
profesional perawat diharapkan mampu menyelesaikan tugasnya dalam
memberikan asuhan keperawatan untuk meningkatkan derajat pasien menuju
ke arah kesehatan yang optimal (Nursalam, 2011).Pelaksanaan asuhan
keperawatan secara profesional berkaitan dengan tuntutan profesi dan
2

tuntutan global bahwa setiap perkembangan dan perubahan memerlukan


pengelolaan secara profesional dengan memperhatikan setiap perubahan
yang terjadi di Indonesia.
Berdasarkan hasil pengkajian yang telah dilakukan pada tanggal 27
Agustus 2020, didapatkan data bahwa di ICU RSI Unisma saat ini memiliki
jumlah perawat total 10 orang dan 1 pekarya, yang terdiri dari 1 kepala
ruangan, 1 kepala tim jaga, 8 perawat pelaksana, dan 1 tenaga pekarya.
Jumlah perawat dengan pendidikan S1 sebanyak 2 orang, D3 sebanyak 8
orang. Perawat terbagi menjadi 2 tim, dimana masing-masing tim terdiri dari
4-5 orang perawat pelaksana dengan 1 PPJP hanya pada saat shift pagi.
MAKP yang diterapkan di ruangan ICU saat ini adalah MAKP dengan metode
tim. Tugas antara perawat primer dan perawat associate yang dilaksanakan
sama, perbedaannya perawat primer harus mengetahui permasalahan yang
terjadi pada pasien yang dikelola. Perawat primer dan associate
mendapatkan pasien kelolaan yang dikelola selama mereka shift. Hal ini
disebabkan oleh beberapa hal seperti jumlah tenaga yang mempunyai latar
belakang S1 dan dapat bertindak sebagai ketua tim atau perawat primer yang
belum sesuai dengan jumlah pasien, tingkat ketergantungan pasien yang
berbeda sehingga menyebabkan beban kerja yang sedang hingga tinggi dan
pembagian tugas yang belum dapat dilaksanakan sesuai uraian tugas yang
ditetapkan.
Model Asuhan Keperawatan Profesional saat ini yang sering
digunakan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat adalah Primary
Nursing. Primary Nursing merupakan suatu metode yang memberikan tugas
kepada satu orang perawat untuk bertanggung jawab penuh sampai keluar
Rumah Sakit. Primary Nursing ini ditandai dengan adanya keterkaitan kuat
dan terus-menerus antara pasien dan perawat yang ditugaskan untuk
merencanakan, melakukan, dan koordinasi asuhan keperawatan selama
pasien dirawat (Nursalam, 2014).Dalam pengelolaan MAKP primer
dibutuhkan langkah-langkah dalam pengumpulan data mulai dari M1 (man),
M2 (material), M3 (methods), M4 (money), dan M5 (mutu). Pengumpulan
data M1 (man) dalam penerapan MAKP primer memerlukan perawat primer
sebagai ketua tim dengan kualifikasi Ners, sementara itu di Ruang ICU
sendiri hanya terdapat 2 perawat dengan kualifikasi pendidikan S1 Ners, 9
lainnya masih berstatus D3. M2 (material) dalam penerapan MAKP
3

primer.merupakan data sarana prasarana yang digunakan untuk membantu


jalannya pelayanan. Ruang ICU memiliki kapasitas bed sebanyak 5 bed,
Setiap bed terdapat 1 monitor namun ketika pengkajian hanya terdapat 3
monitor. Setiap bed di ruang ICU sudah terpasang oksigen central, tersedia
handrub, setiap bed terdapat 4 stop kontak,pada setiap bednya. Terdapat
alat suction yang terpasang dalam 3 bed pada ruang ICU, dan terdapat 2
ventilator. Pada ruang ICU terdapat 2 wastafel, 3 AC ruangan, ruang
penyimpanan peralatan dan barang, terdapat tempat pembuangan kotoran
atau cairan pasien namun sangat dekat dengan bed pasien.Terdapat
hepafilter, kulkas penyimpanan obat dan etalase penyimpanan obat.
Berdasarkan data di atas peralatan medis di Ruang ICU RS Unisma
sudah cukup baik sesuai dengan standar Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia (Permenkes RI) Nomor 340/MENKES/III/2010. Pada M3
(Methods), di ruang ICU MAKP yang digunakan adalah MAKP dengan
metode tim. Data M4 (Money) diruang ICU diperolah dari RAK (Rencana
Anggaran & Progam Kerja) sedangkan berdasarkan hasil pengkajian M5
(mutu), Ruang ICU telah menerapkan upaya penjaminan mutu perawatan
pasien.Ruang Edelweiss RSI Unisma Malangmerupakan ruang ICU
(intensive care unit)yang memberikan pelayanan asuhan keperawatan pada
pasien, untuk itu diperlukan penerapan MAKP yang bertujuan untuk
memberikan pelayanan keperawatan yang sebaik-baiknya kepada pasien.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa memahami dan mampu menerapkan konsep teori dala
m aplikasi prinsip-prinsip manajemen keperawatan dalam pelaksanaan m
anajemen asuhan keperawatan dan manajemen pelayanan keperawatan
di ruang Edelweiss RSI Unisma Malang
2. Tujuan Khusus
Selama berlangsungnya praktik manajemen keperawatan mahasiswa dih
arapkan mampu untuk :
a. Mengidentifikasi masalah yang tidak sesuai dengan prinsip
manajemen keperawatan yang terdapat di ruang Edelweiss RSI
Unisma Malang
b. Mempraktikkan konsep teori manajemen asuhan keperawatan, baik
manajemen pelayanan maupun manajemen asuhan keperawatan.
4

c. Memudahkan perawat yang ada di ruangan Edelweiss RSI Unisma


Malang dalam mengatasi masalah yang terkait dengan manajemen
keperawatan dengan metode 5 M (Man, Methode, Material, Money,
Mutu) yang dipaparkan dalam analisa SWOT.
C. Manfaat
Dengan diadakannya praktik manajemen keperawatan ini diharapkan
akan memberikan manfaat kepada :
1. Mahasiswa
a. Mahasiswa lebih terampil dalam penerapan aplikasi prinsip-prinsip
manajemen keperawatan di lapangan.
b. Mahasiswa mendapat pengalaman baru di lapangan dalam hal
penerapan manajemen keperawatan.
2. Perawat
Membantu meringankan beban kerja perawat selama praktik berlangsung
di ruang EdelweissRSI Unisma Malang.
3. Rumah Sakit
Data yang diperoleh dari hasil pengkajian akan membantu sebagai bahan
masukan bagi Rumah Sakit, dalam upaya peningkatan mutu manajerial p
elayananrumah sakit.
BAB II
PENGUMPULAN DATA

A. Visi, Misi dan Motto Rumah Sakit


1. Visi
Menjadi Rumah Sakit Pendidikan Islami Yang Terbaik.
2. Misi
a. Memberikan pelayanan prima berdasarkan etika, disiplin profesi yang di
jiwai nilai keislaman dengan mengutamakan keselamatan pasien.
b. Mengembangkan professionalisme sumber daya manusia melalui pendi
dikan, pelatihan dan penelitian.
c. Meningkatkan pendapatan Rumah Sakit dan karyawannya
d. Mengembangkan jaringan kerjasama dengan Rumah Sakit pendidikan r
egional dan internasional
3. Motto
Pengabdianku Pelayanan Terbaikku
B. Tujuan Rumah Sakit
1. Meningkatkan mutu pelayanan yang islami;
2. Tersusunya standar pelayanan rumah sakit;
3. Meningkatkan mutu dan profesional sumber daya manusia;
4. Meningkatkan pendapatan rumah sakit dengan pengelolaan yangefisien
dan efektif;
5. Terbentuknya jaringan kerjasama dengan institusi terkait;
6. Terwujudnya rumah sakit pendidikan pada tahun 2025.

C. Tujuan ruang Edelweisss


1. Tujuan umum
Meningkatkan pelayanan yang bermutu dan mengutamakan keselamat
an pasien di ICU Rumah Sakit Islam Unisma Malang.
2. Tujuan khusus
a. Memberikan acuan pelaksanaan pelayanan intensive care di Ruma
h Sakit Islam Malang
b. Meningkatkan kualitas pelayanan dan keselamatan pasien intensive
care di Rumah Sakit Islam Malang

5
6

c. Menjadi acuan pengembangan pelayanan intensive care di Rumah


Sakit Islam Malang
d. Menyelamatkan dan meningkatkan kualitas hidup pasien intensive
care.
e. Mencegah terjadinya kondisi memburuk dan komplikasi melalui obs
ervasi dan monitoring yang ketat disertai kemampuan menginterper
stasikan setiap data yang didapat, dan melakukan tindak lanjut.
f. Mengurangi angka kematian dan kecacatan pasien kritis dan memp
ercepat proses penyembuhan pasien.

D. Tenaga dan pasien ( M1 – Man )


1. Struktur organisasi ruangan
Dari hasil wawancara dan observasi kelompok tentang model
asuhan keperawatan profesional (MAKP) yang digunakan di Ruang
Edelweiss adalah MAKP jenis Tim, Ruang Edelweiss dipimpin oleh
kepala ruangan dan dibantu oleh ketua tim, penanggung jawab shift dan
perawat pelaksana. Adapun struktur organisasinya adalah sebagai
berikut:

Kepala Ruangan

Ketua tim

Perawat Pelaksana Perawat Pelaksana Perawat Pelaksana

Gambar 2.1 Struktur Fungsional ruangan Edelweiss


7

Gambar 2.2Struktur Manajerial ruangan Edelweiss

Peranan antara ketua tim dan penanggungjawab shif disini mempunyai


perbedaan yg mendasar. Ketua tim adalah petugas yg bertanggung jawab
atas berjalannya proses asuhan keperawatan selama satu hari. Ketua tim
bertugas menyusun rencana asuhan selama satu hari dan melakukan
evaluasi terhadap pelaksanaan proses asuhan keperawatan. Ketua tim
melakukan perencanaan dilakukan pada shift pagi saja. Berbeda dengan
peranan penanggungjawab shift, disini penanggungjawab shift atau PJ
Shift bertugas sebagai pengganti peran Kepala Ruang disaat Kepala
Ruang tidak melakukan kegiatan manajerial. PJ Shift biasanya ada pada
shift sore atau malam, atau juga shift pagi pada hari libur.

2. Sistem Jenjang Karir Perawat Profesional


a. Definisi

Jenjang karir profesional merupakan sistem untuk


meningkatkan kinerja dan profesionalisme, sesuai dengan bidang
pekerjaan melalui peningkatan kompetensi.Jenjang karir
merupakan jalur mobilitas vertikal yang ditempuh melalui
peningkatan kompetensi, dimana kompetensi tersebut diperoleh
dari pendidikan formal berjenjang, pendidikan informal yang
sesuai/relevan maupun pengalaman praktik klinis yang diakui.
Dengan arti lain, jenjang karir merupakan jalur untuk peningkatan
8

peran perawat profesional di sebuah institusi. Dalam


penerapannya, jenjang karir memiliki kerangka waktu untuk
pergerakan dari satu level ke level lain yang lebih tinggi dan
dievaluasi berdasarkan penilaian kinerja.
Pengembangan sistem jenjang karir profesional bagi
perawat dapat dibedakan antara tugas pekerjaan (job) dan karir
(career).Pekerjaan sebagai perawat diartikan sebagai suatu posisi
atau jabatan yang diberikan/ditugaskan, serta ada keterikatan
hubungan pertanggung jawaban dan kewenangan antara atasan
dan bawahan, dan mendapatkan imbalan penghargaan berupa
uang. Karir sebagai perawat diartikan sebagai suatu bidang kerja
yang dipilih dan ditekuni oleh individu untuk dapat memenuhi
kepuasan kerja individu melalui suatu sistem dan mekanisme
peringkat, dan bertujuan untuk meningkatkan keberhasilan
pekerjaan (kinerja) sehingga pada akhirnya akan memberikan
kontribusi terhadap bidang profesi yang dipilihnya. Pemilihan karir
dan meningkatkannya secara bertahap akan menjamin individu
perawat dalam mempraktikkan bidang profesinya, karena karir
merupakan investasi jangka panjang yang menghasilkan
pengakuan dan penghargaan baik materi maupun non materi
sesuai level karir perawat yang disandangnya. Komitmen terhadap
karir, dapat dilihat dari sikap dan perilaku individu perawat
terhadap profesinya serta motivasi untuk bekerja sesuai dengan
karir yang telah dipilihnya.Dalam sistem jenjang karir profesional
terdapat beberapa aspek yang saling berhubungan yaitu kinerja,
orientasi profesional dan kepribadian perawat, serta kompetensi
yang menghasilkan kinerja profesional.
Pengembangan karir profesional perawat mendorong
perawat menjadi perawat profesional atau Ners teregister
(RN).Perawat profesional diharapkan mampu berpikir rasional,
mengakomodasi kondisi lingkungan, mengenal diri sendiri, belajar
dari pengalaman dan mempunyai aktualisasi diri sehingga dapat
meningkatkan jenjang karir profesinya.Jenjang karir profesional
perawat dapat dicapai melalui pendidikan formal dan pendidikan
9

berkelanjutan berbasis kompetensi serta pengalaman kerja dan


kegiatan keprofesionalan di fasilitas pelayanan kesehatan.
Pengembangan sistem jenjang karir profesional perawat
pada pedoman ini ditujukan bagi perawat klinis yang melakukan
praktik sebagai pemberi asuhan keperawatan di fasilitas
pelayanan kesehatan. Secara utuh jenjang karir profesional di
Indonesia terdiri dari 4 bidang, meliputi Perawat Klinis (PK),
Perawat Manajer (PM),Perawat Pendidik (PP) dan Perawat
Peneliti/Riset (PR). Keempat jalur jenjang karir profesional perawat
digambarkan dalam Bagan 1.1.

Perawat Klinis Perawat Manajer Perawat Pendidik Perawat Riset


Bagan 1.1 Pola Penjenjangan Karir Profesional Perawat
Setiap bidang memiliki 5 (lima) level, dimulai level generalis,
dasar kekhususan, lanjut kekhususan, spesialis, subspesialis/
konsultan. Untuk menjadi perawat manajer level I dipersyaratkan
memiliki kompetensi perawat klinis level II. Untuk menjadi perawat
pendidik level I dipersyaratkan memiliki kompetensi perawat klinis
level III. Untuk menjadi perawat peneliti level I dipersyaratkan
memilliki kompetensi perawat klinis level IV.

b. Level Karir dan Kompetensi


1) Level Karir dan Kompetensi Perawat di Rumah Sakit
Kompetensi perawat klinis di Rumah Sakitdideskripsikan
10

sesuai level jenjang karir perawat klinis (PK I –PK V).


Kompetensi sesuai level pada perawat klinis yaitu :

a) Perawat Klinis I
Perawat klinis I adalah jenjang perawat klinis
dengan kemampuan melakukan asuhan keperawatan
dasar dengan penekanan pada keterampilan teknis
keperawatan dibawah bimbingan. Kompetensi perawat
klinis I yaitu:
1) Melakukan asuhan keperawatan (pengkajian,
menetapkan diagnosis keperawatan, menetapkan
intervensi dan melaksanakan tindakan keperawatan
serta evaluasi) dengan lingkup keterampilan tehnik
dasar.
2) Menerapkan prinsip etik, legal, dan peka budaya
dalam asuhan keperawatan.
3) Melakukan komunikasi terapeutik di dalam asuhan
keperawatan.
4) Menerapkan caring dalam keperawatan.
5) Menerapkan prinsip keselamatan klien.
6) Menerapkan prinsip Pengendalian dan Pencegahan
Infeksi.
7) Melakukan kerjasama tim dalam asuhan keperawatan.
8) Menerapkan prinsip mutu dalam tindakan
keperawatan.
9) Melakukan proses edukasi kesehatan pada klien
terkait dengan kebutuhan dasar.
10) Menunjukkan sikap pengharapan dan keyakinan
terhadap pasien.
11) Menunjukkan hubungan saling percaya dengan klien
dan keluarga.
12) Menunjukkan sikap asertif.
13) Menunjukkan sikap empati.
14) Menunjukkan sikap etik.
11

15) Menunjukkan kepatuhan terhadap penerapan standar


dan pedoman keperawatan.
16) Menunjukkan tanggung jawab terhadap penerapan
asuhan keperawatan sesuai kewenangannya.
17) Menunjukkan sikap kerja yang efektif dan efisien
dalam pengelolaan klien.
18) Menunjukkan sikap saling percaya
danmenghargai antara anggota tim dalam
pengelolaan asuhan keperawatan.
19) Mengumpulkan data kuantitatif untuk kegiatan
pembuatan laporan kasus klien.
20) Mengumpulkan data riset sebagai anggota tim
penelitian.
21) Menunjukkan sikap memperlakukan klien tanpa
membedakan suku, agama, ras dan antar golongan.
b) Perawat Klinis II
Perawat klinis II adalah jenjang perawat klinis
dengan kemampuan melakukan asuhan keperawatan
holistik pada klien secara mandiri dan mengelola
klien/sekelompok klien secara tim serta memperoleh
bimbingan untuk penanganan masalah lanjut/kompleks.
Kompetensi perawat klinis II yaitu:
1) Melakukan asuhan keperawatan dengan tahapan dan
pendekatan proses keperawatan pada klien dengan
tingkat ketergantungan partial dan total care.
2) Menerapkan prinsip kepemimpinan dalam
melaksanakan asuhan keperawatan.
3) Menerapkan konsep pengelolaan asuhan keperawatan
pada sekelompok klien.
4) Mengidentifikasi tingkat ketergantungan klien untuk
menentukan intervensi keperawatan.
5) Menetapkan jenis intervensi keperawatan sesuai
tingkat ketergantugan klien.
6) Menerapkan prinsip etik, legal, dan peka budaya
dalam pemberian asuhan keperawatan.
12

7) Menggunakan komunikasi terapeutik yang sesuai


dengan karakteristik dan masalah klien.
8) Menerapkan caring yang sesuai dengan karakteristik
dan masalah klien.
9) Melakukan kajian insiden keselamatan klien dan
manajemen risiko klinis.
10) Melakukan kajian terhadap kejadian dan risiko infeksi
pada klien.
11) Melakukan kerjasama antar tim.
12) Menerapkan pengendalian mutu dengan satu metoda
tertentu sesuai kebijakan rumah sakit setempat.
13) Mengimplementasikan pengendalian mutu asuhan
keperawatan.
14) Merumuskan kebutuhan belajar klien dan keluarga
secara holistik sesuai dengan masalah kesehatan
klien.
15) Menyusun rancangan pembelajaran sesuai dengan
kebutuhan belajar klien dan keluarga.
16) Melakukan proses edukasi kesehatan pada klien dan
keluarga.
17) Mengevaluasi ketercapaian edukasi kesehatan dan
rencana tindak lanjut.
18) Melaksanakan preceptorsip pada tenaga perawat di
bawah bimbingannya dan praktikan.
19) Melakukan diskusi refleksi kasus untuk meningkatkan
kualitas pemberian asuhan keperawatan.
20) Menggunakan hasil penelitian dalam pemberian
asuhan keperawatan.
21) Membantu pelaksanaan riset keperawatan deskriptif.
22) Melakukan survey keperawatan.
23) Menunjukkan sikap memperlakukan klien tanpa
membedakan suku, agama, ras dan antar golongan.
24) Menunjukkan sikap pengharapan dan keyakinan
terhadap pasien.
13

25) Menunjukkan hubungan saling percaya dengan klien


dan keluarga.
26) Menunjukkan sikap asertif.
27) Menunjukkan sikap etik.
28) Menunjukkan kepatuhan terhadap penerapan standar
dan pedoman keperawatan.
29) Menunjukkan kepatuhan terhadap penerapan standar
dan pedoman keperawatan.
30) Menunjukkan tanggung jawab terhadap penerapan
asuhan keperawatan sesuai kewenangannya.
31) Menunjukkan sikap kerja yang efektif dan efisien
dalam pengelolaan klien.
32) Menunjukkan sikap saling percaya dan
menghargai antara anggota tim dalam pengelolaan
asuhan keperawatan.
c) Perawat Klinis III
Perawat Klinis III adalah jenjang perawat klinis
dengan kemampuan melakukan asuhan keperawatan
komprehensif pada area spesifik dan mengembangkan
pelayanan keperawatan berdasarkan bukti ilmiah dan
melaksanakan pembelajaran klinis. Kompetensi perawat
klinis III yaitu:
1) Melakukan pemberian asuhan keperawatan pada klien
dengan tingkat ketergantung partial dan total dengan
masalah kompleks di area keperawatan spesifik.
2) Menerapkan filosofi dasar keperawatan pada area
keperawatan spesifik.
3) Menerapkan penyelesaian dan pengambilan
keputusan masalah etik, legal dalam asuhan
keperawatan di unit keperawatan.
4) Menetapkan jenis intervensi keperawatan sesuai
tingkat ketergantungan klien pada lingkup area
spesifik.
5) Menerapkan prinsip kepemimpinan dalam
melaksanakan asuhan keperawatan.
14

6) Menerapkan konsep pengelolaan asuhan keperawatan


pada unit ruang rawat.
7) Menggunakan metode penugasan yang sesuai dalam
pengelolaan asuhan keperawatan di unit ruang rawat.
8) Menetapkan masalah mutu asuhan keperawatan
berdasarkan kajian standar dan kebijakan mutu.
9) Melaksanakan analisis akar masalah (RCA) dan
membuat grading risiko terhadap masalah klinis.
10) Mengidentifikasi kebutuhan belajar klien dan keluarga
secara holistik sesuai dengan masalah kesehatan klien
di area spesifik.
11) Mengidentifikasi dan memilih sumber-sumber yang
tersedia untuk edukasi kesehatan pada area spesifik.
12) Melakukan tahapan penyelesaian masalah etik, legal
dalam asuhan keperawatan.
13) Menggunakan komunikasi terapeutik yang sesuai
dengan karakteristik dan masalah klien dan keluarga
pada area spesifik.
14) Menerapkan caring yang sesuai dengan karakteristik
dan masalah klien di area spesifik.
15) Menerapkan prinsip kerjasama interdisiplin.
16) Melaksanakan pengendalian mutu asuhan
keperawatan di unit.
17) Menyusun rancangan pembelajaran sesuai dengan
kebutuhan belajar klien dan keluarga pada area
spesifik.
18) Melakukan proses edukasi kesehatan pada klien dan
keluarga pada area spesifik.
19) Mengevaluasi ketercapaian edukasi kesehatan pada
area spesifik dan rencana tindak lanjut.
20) Melaksanakan preceptorship dan mentorship pada
area spesifik.
21) Menginterpretasi hasil penelitian dalam pemberian
asuhan keperawatan pada area spesifik.
22) Menggunakan hasil penelitian dalam pemberian
asuhan keperawatan pada area spesifik.
15

23) Melakukan riset keperawatan deskriptif analitik dan


inferensial.
24) Menunjukkan sikap memperlakukan klien tanpa
membedakan suku, agama, ras dan antar golongan.
25) Menunjukkan sikap pengharapan dan keyakinan
terhadap pasien.
26) Menunjukkan hubungan saling percaya dengan klien
dan keluarga.
27) Menunjukkan sikap asertif.
28) Menunjukkan sikap etik.
29) Menunjukkan sikap empati.
30) Menunjukkan kepatuhan terhadap penerapan standar
dan pedoman keperawatan.
31) Menunjukkan tanggung jawab terhadap penerapan
asuhan keperawatan sesuai kewenangannya.
32) Menunjukkan sikap kerja yang efektif dan efisien
dalam pengelolaan klien.
33) Menunjukkan sikap saling percaya dan menghargai
antara anggota tim dalam pengelolaan asuhan
keperawatan.
d) Perawat Kinis IV
Perawat klinis IV adalah jenjang perawat klinis
dengan kemampuan melakukan asuhan keperawatan
pada masalah klien yang kompleks di area spesialistik
dengan pendekatan tata kelola klinis secara interdisiplin,
multidisiplin, melakukan riset untuk mengembangkan
praktek keperawatan serta mengembangkan
pembelajaran klinis. Kompetensi perawat klinis IV yaitu:
1) Melakukan pemberian asuhan keperawatan pada klien
dengan tingkat ketergantung total dengan masalah
kompleks di area spesialistik.
2) Menetapkan jenis intervensi keperawatan pada lingkup
masalah klien yang kompleks di area spesialistik.
3) Menerapkan tata kelola klinis dalam pelayanan
keperawatan.
16

4) Melakukan evaluasi efektifitas metode penugasan


yang sesuai dalam pengelolaan asuhan keperawatan
di unit.
5) Merumuskan indikator keberhasilan intervensi
keperawatan.
6) Menetapkan pengelolaan asuhan klien dengan
masalah kompleks pada area spesialistik.
7) Menetapkan upaya perbaikan mutu.
8) Melakukan tahapan penyelesaian masalah etik, legal
dalam asuhan keperawatan dalam berbagai lingkup
pelayanan keperawatan.
9) Menggunakan komunikasi terapeutik yang sesuai
dengan karakteristik klien dengan masalah kompleks
di area spesialistik.
10) Menerapkan prinsip caring yang sesuai dengan
karakteristik dan masalah klien dengan kasus
spesialistik.
11) Melaksanakan risiko klinis menggunakan pendekatan
Healthcare Failure Mode & Effect Analysis atau
Analisis Efek & Mode Kegagalan di Pelayanan
Kesehatan (HFMEA).
12) Menerapkan prinsip kerjasama secara
interdisiplin/interprofesional.
13) Melakukan upaya perbaikan mutu asuhan
keperawatan dengan memberdayakan sumber terkait.
14) Melakukan pengendalian mutu asuhan keperawatan di
beberapa unit.
15) Menyusun rancangan pembelajaran sesuai dengan
kebutuhan belajar klien dan keluarga pada area
spesialistik.
16) Melakukan proses edukasi kesehatan pada klien dan
keluarga pada area spesialistik.
17) Mengevaluasi ketercapaian edukasi kesehatan pada
area spesialistik dan rencana tindak lanjut.
18) Melaksanakan preceptorship dan mentorship pada
area spesialistik.
17

19) Menganalisis hasil penelitian dalam pemberian asuhan


keperawatan pada area spesialistik.
20) Menggunakan hasil penelitian dalam pemberian
asuhan keperawatan pada area spesialistik.
21) Menunjukkan sikap memperlakukan klien tanpa
membedakan suku, agama, ras dan antar golongan.
22) Menunjukkan sikap pengharapan dan keyakinan
terhadap pasien.
23) Menunjukkan hubungan saling percaya dengan klien
dan keluarga.
24) Menunjukkan sikap asertif.
25) Menunjukkan sikap empati.
26) Menunjukkan sikap etik.
27) Menunjukkan kepatuhan terhadap penerapan standar
dan pedoman keperawatan.
28) Menunjukkan tanggung jawab terhadap penerapan
asuhan keperawatan sesuai kewenangannya.
29) Menunjukkan sikap kerja yang efektif dan efisien
dalam pengelolaan klien.
30) Menunjukkan sikap saling percaya dan
menghargai antara anggota tim dalam pengelolaan
asuhan keperawatan.
e) Perawat Klinis V
Perawat klinis V adalah jenjang perawat klinis
dengan kemampuan memberikan konsultasi klinis
keperawatan pada area spesialistik, melakukan tata
kelola klinis secara transdisiplin, melakukan riset klinis
untuk pengembangan praktik, profesi dan kependidikan
keperawatan. Kompetensi perawat klinis V yaitu:
1) Menerapkan prinsip caring yang sesuai dengan
karakteristik dan masalah klien yang kompleks di area
spesialistik.
2) Merumuskan strategi penanganan akar masalah dan
risiko klinis secara lintas disiplin.
18

3) Menganalisis potensi risiko klinis dari intervensi


keperawatan.
4) Menerapkan prinsip dan model kerjasama secara
interdisplin/interprofesional dalam pelayanan
kesehatan, transdisiplin.
5) Menerapkan tata kelola klinis dalam pelayanan
kesehatan.
6) Mengembangkan metode penugasan berdasarkan
bukti ilmiah.
7) Merumuskan indicator kinerja kunci pengelolaan
asuhan klien dengan masalah kompleks pada area
spesialistik sebagai acuan penilaian.
8) Mengembangkan metoda perbaikan mutu asuhan
keperawatan berdasarkan bukti ilmiah.
9) Menggunakan filosofi dasar keperawatan sebagai
dasar keputusan dalam pemberian asuhan
keperawatan spesialistik.
10) Menyediakan pertimbangan klinis sebagai konsultan
dalam asuhan keperawatan kliendengan masalah klien
yang kompleks di area spesialistik.
11) Melakukan pembinaan tata laku dan pertimbangan etik
profesi, legal dalam lingkup pelayanan keperawatan.
12) Menggunakan komunikasi terapeutik yang sesuai
dengan karakteristik, masalah klien yang kompleks di
area spesialistik sebagai konsultan.
13) Menyusun strategi penanganan akar masalah dan
risiko klinis secara lintas disiplin.
14) Menggunakan model kerjasama secara interdisiplin
/interprofesional dalam pelayanan kesehatan,
transdisiplin.
15) Melakukan pemberian konsultasi klinis dalam asuhan
keperawatan pada klien dengan masalah kompleks
pada area spesialistik.
16) Mengembangkan berbagai alternatif intervensi
keperawatan berdasarkan bukti ilmiah.
19

17) Mengembangkan sistem dalam menjaga mutu asuhan


keperawatan secara keberlanjutan.
18) Melaksanakan konsultasi dan edukasi kesehatan baik
bagi peserta didik, sejawat, klien, maupun mitra profesi
sesuai kebutuhan.
19) Menyediakan advokasi sebagai konsultan dalam
pelaksanaan preceptorship dan mentorship.
20) Mengevaluasi hasil penelitian untuk merumuskan
intervensi keperawatan.
21) Melakukan riset keperawatan semi eksperimental dan
eksperimental.
22) Menunjukkan sikap memperlakukan klien tanpa
membedakan suku, agama, ras dan antar golongan.
23) Menunjukkan sikap pengharapan dan keyakinan
terhadap pasien.
24) Menunjukkan hubungan saling percaya dengan klien
dan keluarga.
25) Menunjukkan sikap asertif.
26) Menunjukkan sikap empati.
27) Menunjukkan sikap etik.
28) Menunjukkan kepatuhan terhadap penerapan standar
dan pedoman keperawatan.
29) Menunjukkan tanggung jawab terhadap penerapan
asuhan keperawatan sesuai kewenangannya.
30) Menunjukkan sikap kerja yang efektif dan efisien
dalam pengelolaan klien.
31) Menunjukkan sikap saling percaya dan
menghargai antara anggota tim dalam
pengelolaan asuhan keperawatan.
3. Tenaga/SDM
a. Keperawatan

Status
No Nama Tingkat Pendidikan Masa Kerja Jabatan
Pegawai
1 Tn. Syahfril. AH D3-Keperawatan 12 tahun Tetap KARU
2 Ny. Ayuningsari D3 -Keperawatan 12 tahun Tetap PP
3 Ny. Syairah Z D3 -Keperawatan 9 tahun Tetap PP
4 Ny. Nur Hariati D3 -Keperawatan 10 tahun Tetap PP
20

5 Tn. Harliansyah W S1-Keperawatan 18 tahun Tetap PP


6 Ny. Tuti S D3 -Keperawatan 11 tahun Tetap PP
7 Nn. Fidya Y D3 -Keperawatan 1 tahun kontrak PP
8 Sdr. Syaiful B D3 -Keperawatan 4 tahun Tetap PP
9 Nn. Defi Putri S1 - Keperawatan 1 tahun Tetap PP

10 Ny. Retno P D3 - Keperawatan 18 tahun Tetap PP


11 Ny. Lilik Suryani D3 - Keperawatan 5 Tahun Tetap PP
Tabel 2.1 jumlah dan masa kerja tenaga keperawatan ruang Edelweiss

Menurut data observasi dan interview secara langsung didapatkan


data bahwa kualifikasi tenaga dengan pendidikan S-1 keperawatan
sebanyak 2 orang dengan masa kerja > 10 tahun, sedangkan kualifikasi
tenaga dengan pendidikan D-3 keperawatan sebanyak 9 orang dengan
masa kerja > 10 tahun sebanyak 5 orang, < 10 tahun sebanyak 4 orang,
dimana semua tenaga bekerja sebagai pegawai swasta dan Para
perawat di ruang Edelweiss semuanya sudah pernah mengikuti
pelatihan, diantaranya adalah PPGD DAN BLS. Sedangkan pelatihan
khusus yg diterima oleh sebagian perawat di ruang edelweiss adalah
pelatihan ICU dan CVCU.
b. Non Keperawatan
Ruang Edelweiss dibersihkan oleh cleaning service, dimana
pembagian tugas tempat pembersihan dilakukan oleh manajemen rumah
sakit, pada shift pagi terdapat 1 cleaning service yang membersihkan
ruangan Edelweiss, sedangkan pada shift sore juga terdapat 1 cleaning
service yang membersihkan ruangan Edelweiss dan malam para
cleaning service hanya on call saat diperlukan saja. Pengaturan gizi
pasien diatur oleh ahli gizi yang diatur secara terpisah oleh ruangan gizi
rumah sakit, sedangkan tenaga security selalu berjaga di rumah sakit
selama 24 jam dengan dibagi 3 shift, dimana Security akan berkeliling
memeriksa setiap ruang setiap pergantian shif dan jika jadwal
pengunjung sudah habis dan akan selalu mengisi keterangan keamanan
“aman” jika aman dan “tidak aman” jika tidak aman pada system
komputerisasi yang ada pada nurse station. Selain dari pada itu petugas
hanya by on call jika dibutuhkan melalui konfirmasi perawat ruangan.
21

4. Tingkat Ketergantungan Pasien dan Kebutuhan Tenaga Perawat


Berdasarkan hasil pengkajian dan observasi didapatkan
gambaran kapasitas bed ruang Edelweiss yaitu sebanyak 5 bed dengan
rincian sebagai berikut :

Sumber: Rumus Douglas

Tingkat Ketergantungan Jumlah Kebutuhan Tenaga


Tingkat ktg Jml Pasien PAGI SORE MALAM
Total 5 5x0,36= 1,8 5x0,36= 1,8 5x0,2 = 1
Jumlah 5 1,8 1,8 1
2 2 1
Total Tenaga Perawat :
Pagi : 2 orang
Sore : 2 orang
Malam : 1 orang
¯¯¯¯¯¯¯ +
5 orang
Jumlah tenaga lepas dinas perhari :

86 x 5 = 1,44 = 2
297
Jadi jumlah perawat yang dibutuhkan :
5 orang + 2 orang struktural (kepala ruangan, ketua tim )+ 2 pekerja lepas
= 9 orang.

Kebijakan yang ada di RSI. Unisma adalah tiap shift jaga minimal ada 2
tenaga perawat, berdasarkan hal tersebut maka didapatkan sejumlah 10
tenaga pelaksana dan 1 tenaga Kepala ruang.

5. BOR
Berdasarkan hasil pengkajian, didapatkan gambaran kapasitas bed
Ruang Edelweissyaitu 5 bed dengan rincian sebagai berikut:
No Shift BED BOR
22

1. Pagi 5 bed (5 kosong) 5/5x100= 100%


2. Sore 5 bed (5 kosong) 5/5x100= 100%
3. Malam 5 bed (5 kosong) 5/5x100= 100%
saat pengkajian semua bed kosong atau tidak ada pasien, namun
dari hasil wawancara dengan kepala ruangan BOR saat ini di ruang
Edelweisss adalah 40% atau terdapat setidaknya 2 - 3 bed
terpakai.Sedangkan angka capaian TOI / Turn Over Interval adalah 1 s.d
3 hari.
Pengumpulan data dalam hal ketenagaan di ruang Edelweiss RSI
Unisma Malang melalui observasi, wawancara secara langsung dengan
perawat yang ada diruangan, jumlah perawat yang berada di
ruangEdelweissadalah 10 orang dan 1 orang prakarya, didapatkan data
bahwa : Perawat menyatakan pembagian tugas di ruangan sudah sesuai
dengan struktur organisasi yang telah ada, Kinerja perawat di ruangan
sudah cukup baik, Perawat menyatakan kepala ruangan sudah optimal
dalam melaksanaan tugas-tugasnya, beban kerja perawat di ruangan tidak
terlalu tinggi namun perawat masih berlatar pendidikan SPK, perawat tidak
melakukan operan pada klien, sebagian perawat tidak membaca SOP
sebelum tindakan
Berdasarkan hasil observasi, didapatkan data bahwa Ruangan
Edelweiss dipimpin oleh kepala ruangan dan dibantu oleh ketua tim, dan 8
perawat pelaksana, 1 prakarya. Pasien di ruangan Edelweiss dengan
tingkat ketergantungan yaitu Total. Jumlah total perawat adalah 10 orang
dengan 2 orang berpendidikan S1, 9 orang DIII yang dibagi menjadi 3 shift
kerja yakni, shift pagi (07.00-14.00), shift sore (14.00-21.00) dan shift
malam (21.00-07.00). perawat mendapatkan kesempatan untuk
mengambil cuti 1x dalam seminggu. Sedangkan berdasarkan hasil
perhitungan, BOR pasien di ruangan adalah 40%.
E. Sarana dan prasarana ( M2 – Material )
1. Lokasi dan Denah
Lokasi penerapan proses manajerial keperawatan ini dilakukan pada
ruang Edelweiss RSI Unisma satu blok dengan Laboratorium.

Kamar Mandi
TT. Pasien
Kamar Ganti U
TT. Pasien
Ruang Karu

TT. Pasien
Ruang Dokter
Nurse Station
Ruang Pemeriksaan Lab TT. Pasien
LABORATORIUM

23

Gambar 2.2 Denah Ruang Edelweiss bulan Agustus 2020.


2. Peralatan dan Fasilitas (Sumber Catatan Inventaris Di Ruang
Edelweiss)
a. Fasilitas untuk pasien
No Nama Barang Jumlah Kondisi Ideal Usulan
1. Tempat Tidur 5 Baik 1:1 -
2. Meja pasien 5 Baik 1:1 -
3. Lemari pasien 5 Baik 1:1 -
4. Lemari Obat 1 Baik 2 Perlu
5. Jam Dinding 3 Baik - ditambah
6 Timbangan 1 Baik - -
7. Kamar Mandi dan 1 Baik - -
WC
8. Dapur 1 Baik - -
9. Wastafel 2 Baik -
10 Kulkas 1 Baik 2 -
. AC 1 Baik - Kurang 1
11 Trolly Obat 1 Baik - -
. Tempat Sampah 1 Baik - -
12 Non Medis
13 Tempat Sampah 4 Baik - -
. Medis - -
Kursi Plastik 4 Baik - -
14 Sandaran - -
. Kursi kayu Spons 2 Baik - -
Kursi Spons Besi 2 Baik - -
15 Meja perawat 1 Baik - -
. Kipas Angin 1 Baik - -
Almari kaca 1 Baik - -
24

16 Tabung O2 2 Baik - -
. Komputer 1 Baik - -
17 Telepon 1 Baik -
-
. Standart Infus 5 Baik -
18
.
19
.
20
.
21
.
22
.
23
.
24
.

b. Fasilitas untuk petugas kesehatan


1. Ruang kepala ruangan menjadi satu dengan ruang
pertemuan perawat/ meja perawat.
2. Kamar mandi perawat/ WC ada 3.
3. RuangEdelweiss tidak menyediakan untuk staff
dokter, karena ruangan terbatas.
4. Nursing station jadi satu dengan ruangan pasien.
5. Tempat istirahat perawat ada sebelah selatan
ruangan pasien.
6. Dapur ada disebelah timurnya tempat istirahat
perawat
c. Fasilitas dan bahan kesehatan yang ada di ruang Edelweiss
1. Peralatan Buat Perawatan Pasien
No. Jenis Peralatan Jumlah Kondisi Kondisi
Baik Rusak
25

1 Sphygmomanometer 1 Baik -
2 Senter 1 Baik
3 Stetoscope 4 Baik -
4 Termometer axila 2 Baik -
5 Termometer raksa 5 Baik -
6 Timbangan dewasa 1 Baik -
7 Monitor parameter 5 Baik -
8 Ventilator 2 1 Baik 1 rusak
9 Metelin 2 Baik -
10 Bengkok stenlis 1 Baik -
11 Gunting 2 Baik -
12 Pispot 3 Baik -
13 Waskom seka besar 5 Baik -
stenlis
14 Waskom sedang stenlis 7 Baik -
15 Tabung O2 2 Baik -
16 O2 sentral 5 Baik -
17 Troli obat cadangan 1 Baik -
18 Troli obat emergency 1 Baik -
19 Troli kayu 1 Baik -
20 Troli injeksi stenlis 1 Baik -
21 Sketsel 3 Baik -
22 Elektrokardigram 1 Baik -
23 Syringe Pump 7 Baik -
24 Bak instrumen sedang 1 Baik -
stenlis
25 Bak instrumen kecil stenlis 1 Baik -
26 Ambubag dewasa 1 Baik -
27 Suction pump 3 Baik -
28 Inhalasi nebulizer 1 Baik -
29 Glucometer 1 Baik -
30 Defibrillator 1 Baik -
31 Buli buli air 2 Baik -

2. Daftar Nama Persedian Obat


No Nama Obat Jumlah/ stok
1 Antrain 15
2 Antropin Sulfas 2
3 C 1:5 1
4 Cedantron 4 mg 5
5 Cedantron 8 mg 1
6 Cyclofem inj 1 box
7 D 10 2
8 D5 10
9 Depo progestin 12
10 Dormicum 5 mg 2
11 Epidoxin 2
12 Extrace 200 mg inj 5
13 Extrace 500 mg inj 1
26

14 F cath 16 5
15 F cath 18 5
16 Feeding tube no 3,5 5
17 Feeding tube no 5 5
18 Feeding tube no 8 5
19 Fentalyl inj 2 cc 2
20 Gastridine 5
21 Gentamerk Inj 5
22 Haessteril 6% 1
23 Mikrobret 1
24 Injecsion plug 5
25 KA EN 3 B 2
26 KA EN mg 3 2
27 Kalmethason 5 mg inj 5
28 Ketamin 1
29 Ketopain inj 2
30 Lasix 1
31 Lidocain 2% inj 5
32 Metergin inj 5
33 Meylon 10
34 mgSO4 20% 1
35 MgSO4 40% 1
36 Mucus extractor/ slim 5
37 Neo K inj 5
38 Neurobin inj 5000 1
39 NS 25 cc 5
40 NS 500 ml 5
41 Ottogenta inj 5
42 Petidin inj 5
43 Recofel inj 1
44 Remopain 3% 5
45 RL 5
46 Sagestam inj 5
47 Spuit 1 cc 15
48 Spuit 10 cc 20
49 Spuit 3 cc 25
50 Spuit 5 cc 25
51 Surflo 18 5
52 Surflo 20 2
53 Surflo 24/26 2
54 Syntocinon inj 15
55 Tomit 5
56 Tramal 100mg inj 1
57 Tranfusi set 2
58 Transamin 500mg inj 2
59 Ulsikur 1
60 Umbilical cosa 5
61 Urine bag onemed 5
62 Valium inj 2
63 Venflon 26 g 2
64 Vit K 5
27

65 WFI 25 cc 5
66 Ranitidine 2
67 RD 5% 10

3. Daftar Obat Emergency Edelweiss


No Nama obat Satuan Jumlah
1 Aminofilin Ampul 3
2 Amiodaron Ampul 1
3 Atropin sulfas Ampul 5
4 Cytotec Tablet 3
5 Dexametason Ampul 3
6 D40 Fls 3
7 Udopa A 4
8 Dobutamin Vial 2
9 Epinefrin Ampul 3
10 Fargoxin Ampul 1
11 Phenytoin A 2
12 Lidocain A 3
13 Norfion A 3
14 Pehacain Ampul 2
15 Ca Glukonas Vial 2
16 KCL Fls 3
17 Meylon Fls 3
18 Mgso4 20% Fls 3
19 Dormicum 5mg / miloz 5mg / Tablet 3
fortanes 5mg
20 Fentanyl A 1
21 Ketamin Vial 1`
22 Morfin Vial 2
23 Recofol A 1
24 Stesolid inj - 2
25 Mgso4 40% Fls 3
36 NGT - 1
37 Stesolit rectal 5mg Tablet 1
37 Gelafusal Fls 1

d. Administrasi penunjang
1) Lembar observasi
2) Buku timbang trima
3) Lembar dokumentasi
Sarana dan prasarana di ruang ICU Edelweiss RSI Unisma
Malang sudah cukup baik.Setiap pagi dan sore ruangan dibersihkan
oleh petugas cleaning service. Kondisi administrasi penunjang cukup
baik yang terdiri dari 1 buah buku Laporan, Lembar observasi dan
28

lembar dokumentasi, Nurse station diruangan biasanya digunakan


sebagai ruang pertemuan perawat, kadang – kadang perawat
mengobrol di Ners station. Untuk ruangan Kepala ruangan sendiri
belum ada Nurse Station, padahal idealnya Ruang Karu punya
ruangan sendiri tidak satu dengan Nurse Station.
F. Metode asuhan keperawatan ( M3 – Metode )
1. Penerapan MAKP
Dari hasil wawancara dan observasi kelompok tentang model asuhan
keperawatan yang digunakan di Ruang Edelweiss adalah Tim, sebagian
besar perawat menyatakan cocok dengan model yang ada serta model
yang digunakan sudah sesuai dengan visi dan misi ruangan.Adapun saran
dari kami yaitu pertahankan model yang digunakan apabila ada kecocokan
dan kesesuaian dengan visi dan misi ruangan hanya saja diperlukan
pemahaman yang menyeluruh tentang model yang digunakan.
Hasil wawancara yang dilakukan sudah terjalin komunikasi yang baik
dan adekuat antara perawat dan unit kesehatan lainnya salah satunya
adalah dalam menerima intruksi (advice) dari dokter selalu dilakukan
validasi kembali sebelum akan melakukan tindakan.
2. Timbang Terima
Berdasarkan hasil observasi kelompok timbang terima status pasien
di ruang Edelweiss selalu dilakukan di Nurse Station, sedangkan yang di
timbang terimakan yaitu mulai dari identitas pasien, dokter penanggung
jawab, keluhan pasien, diagnosa medis, terapi yang sudah dilkukan dan
rencana tindak lanjut yang akan dilakukan kepada pasien di ruangan
tersebut.
Timbang terima dilakukan tiga kali dalam sehari, yaitu pada saat
pergantian shift malam ke pagi (pukul 07.00), pagi ke siang (pukul 14.00),
dan siang ke malam (pukul 21.00). Selalu diikuti oleh semua perawat yang
ada dan yangakan dinas jaga di ruangan tersebut. Kegiatan ini dipimpin
langsung oleh Penanggung Jawab shift. Untuk hal-hal yang perlu disiapkan
dalam timbang terima, semua perawat dapat menyebutkan dengan benar
dan menyiapkan hal-hal yang akan dibutuhkan dalam timbang terima,
meliputi status pasien, buku obat, dan buku SOP. Sementara untuk hal-hal
yang perlu disampaikan semua perawat mencantumkan nama pasien,
diagnosa medis pasien, keluhan pasien, terapi yang diberikan, diagnosa
29

keperawatan dan rencana tindak lanjut sudah dilakukan secara maksimal,


selain itu dalam proses timbang terima kepala ruangan terkadang
membuka acara timbang terima dan menutup acara timbang terima
sebagaimana tugas yang seharusnya dilakukan.
Pelaporan timbang terima dicatat dalam buku khusus laporan
timbang terima yang akan di tanda tangani oleh perawat yang melaporkan
(PJ Shift) dan oleh perawat (PJ Shift) yang menerima laporan dan kepala
ruangan. Setelah pelaksanan timbang terima, kepala ruangan seharusnya
mengadakan diskusi singkat untuk mengetahui sekaligus mengevaluasi
kesiapan shift selanjutnya, kemudian timbang terima akan ditutup oleh PJ
Shift.

Adapun Standar Prosedur Operasional RSIUnisma Malang adalah :

SPO Timbang Terima Pasien di Ruang ICU

Pengertian Suatu rangkaian kegiatan serah terima tugas dan tanggung jawab
dari kelompok perawat suatu shift kepada kelompok perawat shift
berikutnya

Tujuan 1. Menjamin kesinambungan asuhan keperawatan terbaik bagi


pasien dengan waktu 24 jam
2. Menyampaikan kondisi atau keadaan secara umum klien
3. Menyampaikan hal-hal penting yang perlu ditindak lanjuti oleh
perawat dinas selanjutnya
4. Tersusunnya rencana kerja untuk dinas berikutnya
Kebijakan Timbang terima pasien harus dilakukan dari satu shift ke shift
berikutnya dengan melihat pasien untuk memastikan kondisi pasien
sesuai yang dioperkan (dilaporkan)

Prosedur A. Persiapan
1. Kedua kelompok shift sudah dalam keadaan siap timbang
terima
2. Perawat shift yang tugas menyiapkan format timbang
terima pasien
B. Pelaksanaan
1. Timbang terima dilaksanakan setiap pergantian shift dinas
2. Timbang terima dilakukan di nurse station untuk dilakukan
30

diskusi dengan mengkaji secara komperhensif /


menyeluruh yang berkaitan tentang masalah keperawatan
pasien, rencana tindakan yang sudah dan belum
dilaksanakan serta hal-hal penting lainnya yang perlu
dilimpahkan
3. Hal-hal yang sifatnya khusus dan memerlukan perincian
yang lengkap sebaiknya dicatat secara khusus (buku
komunikasi) untuk kemudian diserah terimakan kepada
perawat jaga berikutnya
4. Hal-hal yang perlu disampaikan saat timbang terima
adalah:
- Identitas pasien dan diagnosa medis
- Masalah keperawatan yang memungkinkan masih
muncul
- Tindakan keperawatan yang sudah dan belum
dilaksanakan
- Intervensi kolaboratif
- Rencana umum dan persiapan yang perlu dilakukan
dalam kegiatan selanjutnya, misalnya: operasi,
pemeriksaan laboratorium/pemeriksaan penunjang
lainnya, persiapan untuk konsultasi/ prosedur lainnya
yang tidak dilaksanakan secara rutin
5. Perawat yang melakukan timbang terima dapat melakukan
klarifikasi, tanya jawab dan melakukan validasi terhadap
hal-hal yang ditimbang terimakan dan berhak menanyakan
hal-hal yang kurang jelas
6. Penyampaian saat timbang terima secara singkat dan jelas
7. Lama timbang terima untuk setiap pasien tidak lebih dari 5
menit, kecuali pada kondisi khusus dan memerlukan
penjelasan yang lengkap
8. Setelah selesai diskusi di nurse station semua perawat
yang operan langsungmenuju pasien dengan
mengevaluasi keadaannya sesuai yang dioperkan serta
melakukan komunikasi terapeutik dengan pasien
Unit Terkait Keperawatan

3. Ronde Keperawatan
Ronde keperawatan di ruang Edelweiss tidak ada, tetapi terdapat
suatu kegiatan yang membahas tentang kasus unik yang pernah terjadi di
RSIUnisma Malang, kegiatan tersebut adalah Round Table Discuss yaitu
diskusi oleh semua unit kesehatan di rumah sakit yang mana dilakukan
pada waktu sebulan sekali, pada rapat pembahasan kasus unik tersebut
akan melibatkan semua unit seperti dokter, farmasi, ahli gizi, dan kepala
31

ruangan, pada pertemuan tersebut terdapat kepala ruang dan perawat


pelaksana yang mengikuti acara pembahasan kasus tersebut. Dengan
melibatkan semua unit diharapkan bisa mendapat solusi melalui
pendekatan berfikir kritis, sehingga masalah pasien dapat teratasi dan dan
terjalin kerjasama antar tim kesehatan.

4. Sentralisasi Obat
Data yang diperoleh dari wawancara dan observasi didapatkan
bahwa sudah terlaksananya sentralisasi obat di ruangan, namun
mempunyai masalah dengan penataan ruangan, sehingga diperlukan
modifikasi ruangan khusus untuk obat. Penanggung jawab pengelolaan
obat tidak semuanya dilakukan oleh kepala ruangan tetapi di ambil alih oleh
semua perawat yang dinas di ruang Edelweiss, dan untuk obat oral
ditangani juga oleh perawat ruang.
Adapun data tentang alur penerimaan obat yang didapat, pertama
yaitu saat dokter memberikan advise resep obat pada pasien tertentu yang
tertulis di rekam medis pasien, kemudian perawat membuatkan resep obat
untuk pasien untuk ditebuskan keluarga pasien ke unit farmasi, kemudian
obat yang diperoleh dari keluarga pasien langsung disimpan ke loker obat
tanpa adanya pengecekan kembali sesuai dengan isi SPO yang
menyatakan bahwa “Perawat ruangan mengecek kembali kesesuaian obat
dengan resep yang telah diberikan, kemudian obat diambil dan diletakkan
diruang keperawatan (karena pembagian obat dilakukan oleh perawat) dan
perawat menghitung serta mencatat pada format penerimaan obat”,
sehingga diperlukan buku penerimaan obat sebelum obat dimasukan
kedalam loker obat pasien, dan selama ini belum ada format persetujuan
sentralisasi obat untuk pasien, tetapi jika obat tersebut di kelola oleh
petugas farmasi maka pengecekan sudah dilalukan antara resep dan buku
obat.
Data tentang cara penyimpanan obat meliputi adanya tempat khusus
obat seperti loker obat yang memadai. Selama ini obat - obat bagi pasien
langsung di simpan di lemari berdasarkan bed pasien.Semua obat seperti
obat oral, syirup dan injeksi disimpan dan diberikan oleh perawat.

Adapun Standar Prosedur Operasional RSIUnisma Malang adalah :

SPO Pengelolaan Sentralisasi Obat di Ruangan Edelweiss


32

Pengertian Pengelolaan obat dimana seluruh obat yang akan diberikan pasa pasien
diserahkan sepenuhnya pada perawat/ pengeluaran dan pembagian obat
sepenuhnya dilakukan oleh perawat

Tujuan 1. Sebagai wujud pelayanan terbaik kepada pasien agar pasien tidak
terbebani dalam menjaga keamanan obat
2. Mempermudah pemantauan kebutuhan obat pasien agar cepat
terdeteksi untuk menghindari pasien kehabisan stok obet
3. Mempercepat pelayanan perawatan dalam memenuhi semua
kebutuhan pasien
Kebijakan Selama tenaga farmasi klinik belum ada di RSI Unisma Malang, maka
tanggung jawab pengelolaan dan pembagian obat kepada pasien
ditangani oleh perawat

Prosedur 1. Perawat saat menerima pasien baru menjelaskan tata cara


pengelolaan obat di ruangan sambil menyodorkan lembar
informconsent bukti persetujuan pengelolahan sentralisasi obat
nantinya dengan pendekatan secara terapeutik
2. Dokter memberikan resep pada pasien/ keluarga saat visite
3. Perawat pendamping visite dokter mengingatkan kembali pada
pasien/ keluarga untuk menyerahkan obat yang telah dibeli ke
perawat untuk di cek
4. Pasien/ keluarga membeli obat ke bagian farmasi/ kamar obat
5. Bagian farmasi melayani obat sesuai dengan resep yang telah di
tulis dokter
6. Pasien/ keluarga menyerahkan obat yang telah dibeli ke perawat
ruangan
7. Perawat ruangan mengecek kembali kesesuaian obat dengan
resep yang telah diberikan, kemudian obat diambil dan diletakkan
diruang keperawatan (karena pembagian obat dilakukan oleh
perawat) dan perawat menghitung serta mencatat pada format
penerimaan obat
8. Obat yang sudah di terima perawat di tempatkan pada kotak obat
sesuai nomor kamar dan diberi nama pasien pada kotak obat
tersebut
9. Perawat memberikan obat sesuai advis dokter dan
mengevaluasinya
10. Bila ada kondisi pasien yang menurun perawat melaporkan
kedokter untuk konfirmasi pemberian obat selanjutnya
Unit Terkait Keperawatan
33

Bagan alur sentralisasi obat :

Advise Obat Dokter Perawat Membuat Keluarga pasien


v PJ Resep menerima resep

Keluarga pasien
Keluarga pasien Bidang Farmasi mengambil obat
mengantar obat ke
perawat

Perawat Bagian farmasi Jadwal pemberian Perawat memberikan


menyimpan obat di menyiapkan obat obat obat pada pasien
Loker oral

5. Discharge Planning
Dari hasil observasi yang dilakukan, perencanaan pulang sudah
dilaksanakan akan tetapi hanya dilaksanakan oleh sebagian perawat dan
hanya saat pasien akan pulang. Isi format perencanaan pulang hanya
tentang penjelasan penyakit yang diderita pasien dan cara mengatasi
penyakitnya jika kambuh.
Semua perawat mengatakan bahwa tehnik yang digunakan saat
pemberian perencanaan pulang melalui lisan dan tertulis, namun menurut
data observasi saat melakukan proses discharge planning perawat tidak
memberikan leaflet sehingga pasien lupa tentang informasi dan penjelasan
yang telah diberikan oleh perawat. Bahasa yang digunakan saat
memberikan perencanaan pulang menggunakan Bahasa Indonesia.Semua
perawat mengatakan bahwa mereka selalu melakukan pendokumentasian
setelah melakukan perencanaan pulang.
34

Adapun Standar Prosedur Operasional RSIUnisma Malang adalah :

SPO Persiapan Pasien Pulang

Pengertian Menyiapkan segala sesuatu pada saat pasien akan pulang yaitu
tentang tindak lanjut perawatan pasien sehingga setelah pulang dari
rumah sakit tidak ada permasalahan yang muncul.

Tujuan 1) Memberikan pemahaman tentang hal-hal yang harus dilakukan


setelah pulang
2) Memberikan kelancaran dalam proses pemulangan pasien.
Kebijakan 1. Semua pasien yang akan pulang diberikan pendidikan kesehatan
sesuai dengan form yang telah disediakan.
2. Apabila pasien atau keluarga menghendaki pulang dan belum
dapat persetujuan dari DPJP, maka pasien atau keluarga
menandatangani surat pulang atas permintaan sendiri.
Prosedur 1. DPJP menyatakan pasien sudah boleh pulang
2. Pasien dan keluarganyadiberitahu ulang bahwa pasien boleh
pulang
3. Petugas menyiapkan obat yang perlu di retur (jika ada), resep
baru, surat kontrol dan pemeriksaan penunjang yang perlu di
bawa pulang
4. Keluarga di anjurkan menyelesaikan pembiayaan perawatan
selama di rumah sakit sekaligus meretur obat (jika ada) serta
membeli resep obat baru (jika ada peresepan dari dokter)
5. Setelah keluarga menunjukkan surat - surat pelunasan biaya,
selanjutnya pasien atau keluarganya diberi penjelasan tentang
hal-hal yang harus dilakukan dan diperhatikan pada pasien di
rumah misalnya tentang:
a. Obat-obatan yang diminum
b. Perawatan di rumah
c. Pengaturan makan/ dietnya
d. Kegiatan aktifitas yang tidak/ boleh dilakukan
e. Waktu kontrol
6. Sebagai bukti setelah diberikan penjelasan, keluarga atau pasien
tanda tangan di form tersebut
7. Petugas melepas semua peralatan yang ada di pasien (infus,
kateter, gelang identitas pasien, dll)
8. Petugas mengantarkan pasien pulang sampai di kendaraan
Unit terkait Keperawatan

6. Supervisi
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan di ruang
Edelweiss bahwa supervisi yang dilakukan oleh kepala ruangan Edelweiss
35

yaitu pada saat pemberian tindakan kepada pasien secara langsung,


supervisi tersebut dilakukan oleh kepala ruang Edelweiss secara
mendadak dan setiap saat tanpa terjadwal, sehingga apabila terdapat
tindakan yang tidak sesuai dengan SPO yang dilakukan oleh perawat
pelaksana terhadap pasien maka kepala ruang akan memberikan teguran
terhadap perawat pelaksana yang melakukan tindakan tersebut.
Supervisi yang lainnya yaitu dari kepala seksi penjaminan mutu
rumah sakit, supervisor tersebut melakukan supervisi / sidak (inspeksi
mendadak) sama halnya dengan kepala ruang, tanpa memberikan
informasi terlebih dahulu sesaat sebelum melakukan tindakan. Jika
terdapat suatu tindakan atau hal yang tidak sesuai dengan SPO yang ada
di RSI Unisma Malang maka langsung diberikan teguran pada pegawai
tersebut, sehingga untuk menekan angka kesalahan prosedur dan
meningkatkan mutu dan pelayanan oleh rumah sakit.
7. Dokumentasi
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di ruang Edelweiss,
model dokumentasi keperawatan yang digunakan adalah SOAPIE.
Dokumentasi keperawatan yang dilakukan meliputi pengkajian
menggunakan system Head to Toe, diagnosa, intervensi, implementasi,
evaluasi dan tanda tangan dan catatan perkembangan pasien
menggunakan SOAP, dokumentsi dilakukan setelah selesai tindakan ke
pasien, dokumentasi dilakukan oleh perawat pelaksana.
Format pengkajian sudah ada dan dapat memudahkan perawat
dalam pengkajian dan pengisiannya.Sistem pendokumentasian masih
dilakukan secara manual (belum ada komputerisasi). Catatan keperawatan
berisikan jawaban terhadap nasihat dokter dan tindakan mandiri perawat,
G. Sumber Keuangan ( M4 – Money )
Pembiayaan di ruang Edelweiss (ICU) menerima JAMSOSTEK,
BPJS/ASKES, SKTM, jasa Raharja (kecelakaan lalu lintas), dan AXA mandiri.
Sebagian besar sumber dana diperoleh dari pemasukan rumah sakit itu
sendiri (RSI Unisma). Dari hasil wawancara dikatakan bahwa pembiayaan
tarif umum maupun BPJS sama harga/biaya dan perbedaan biaya terdapat
pada rincian terakhir yang dikoding oleh petugas RM tergantung diagnosa
pasien. Hasil wawancara dan observasi lainnya menemukan bahwa sistem
administrasi pada ruangan rawat ICU terpusat pada administrasi rumah sakit
36

serta perawat ruangan mengatakan ruangan tidak memperoleh sumber dana


lain di ruangan Edelweiss (ICU).
H. Mutu (M5)
Mutu asuhan kesehatan sebuah rumah sakit akan selalu terkait dengan
struktur, proses, dan outcome system pelayanan rumah sakit. Secara umum
aspek penilaian meliputi evaluasi, dokumentasi, instrument, dan audit (EDIA)
(Nursalam, 2015). Menurut Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit (2018)
dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan pasien dan menjamin
keselamatan pasien maka rumah sakit perlu mempunyai program
peningkatan mutu dan keselamatan pasien (PMKP) yang menjangkau ke
seluruh unit kerja di rumah sakit.
Berdasarkan hasil pengkajian yang telah dilakukan pada tanggal 26
Agustus 2020 Ruang Edelweiss RSI UNISMA Malang telah menerapkan
upaya penjaminan mutu perawatan pasien, dimana terdapat beberapa aspek
penilaian penting, diantaranya sebagai berikut:
1. Patient safety
Berdasarkan Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit Edisi 1/ SNARS
(2018) seluruh pejabat structural dan pemberi layanan wajib mendorong
pelaksanaan program peningkatan mutu dan keselamatan pasien
(PMKP), berupaya mendorong pelaksanaan budaya mutu dan
keselamatan (quality and safety culture), secara proaktif melakukan
identifikasi dan menurunkan variasi, menggunakan data agar fokus
kepada prioritas isu dan berupaya menunjukkan perbaikan yang
berkelanjutan. Sasaran keselamatan pasien (SKP) yang dikeluarkan oleh
SNARS, Standar Akreditasi Rumah Sakit Edisi 1 (Kemenkes, 2011) dan
JCI accreditation, maka sasaran tersebut meliputi 6 elemen berikut :
1) Sasaran 1 : Mengidentifikasi Pasien dengan Benar
Sasaran ini memiliki 2 (dua) maksud dan tujuan yakni untuk
memastikan ketepatan pasien yang akan menerima layanan atau
tindakan dan untuk menyelaraskan layanan atau tindakan yang
dibutuhkan oleh pasien. Identifikasi pasien dilakukan untuk
menghindari kesalahan pasien.Identifikasi dilakukan dengan
menggunakan gelang untuk identitas pasien di pasang saat pasien
dilakukan penilaian risiko mulai dari IGD atau di ruang
37

perawatan.Gelang terdiri dari 4 warna yang memiliki definisi tersendiri


pada masing-masing warna.
a. Gelang pink digunakan untuk pasien perempuan.
b. Gelang biru digunakan untuk pasien laki-laki.
c. Gelang kuning digunakan untuk pasien risiko jatuh.
d. Gelang merah digunakan untuk pasien alergi.
e. Gelang ungu digunakan untuk pasien tidak dilakukan resusitasi.
Menurut Kemenkes (2011) standar gelang identitas berwarna
pink atau biru berisi identitas pasien meliputi nama lengkap pasien,
nomor rekam medik, jenis kelamin pasien, dan tanggal lahir.
Identifikasi pasien dilakukan dengan mencocokan gelang identitas
yang dipakai pasien. Proses identifikasi yang digunakan di rumah
sakit mengharuskan terdapat paling sedikit 2 (dua) dari 3 (tiga)
bentuk identifikasi, yaitu nama pasien, tanggal lahir, nomor rekam
medik, atau bentuk lainnya (misalnya, nomor induk kependudukan
atau barcode). Nomor kamar pasien tidak dapat digunakan untuk
identifikasi pasien. Identifikasi pasien dilakukan ketika penerimaan
pasien baru, pemberian obat, pemberian terapi sebelum melakukan
prosedur/tindakan dan discharge planning.
Berdasarkan hasil pengkajian tanggal 26 Agustus 2020,
penerapan gelang identitas di Ruang Edelweiss sudah sesuai dengan
kriteria Kemenkes yakni berwarna pink atau biru berisi identitas
pasien meliputi nama lengkap pasien, nomor rekam medik, jenis
kelamin pasien, dan tanggal lahir, pada pengkajian semua pasien
telah diberikan gelang identitas oleh perawat.
2) Sasaran 2 : Meningkatkan komunikasi yang efektif
Menurut Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit Edisi 1
(2018) komunikasi dianggap efektif bila tepat waktu, akurat, lengkap,
tidak mendua (ambiguous), dan diterima oleh penerima informasi
yang bertujuan mengurangi kesalahan-kesalahan dan meningkatkan
keselamatan pasien.Komunikasi efektif yang digunakan yaitu
menggunakan metode SBAR (Situation, Background, Assesment,
Recommendation). SBAR digunakan pada saat berkomunikasi
dengan tim kesehatan yang lain, timbang terima, berkomunikasi
38

dengan teman sejawat, konsultasi pasien, dan melaksanakan


informed consent.
SBAR juga digunakan pada saat komunikasi atau perintah
secara verbal ataupun telepon, staf yang menerima pesan harus
menuliskan dan membacakan kembali kepada pemberi pesan dan
dalam pemberi pesan harus menandatangani dalam waktu 1x 24
jam.Kolom comunicator yang ditandatangani oleh perawat yang
menerima dan kolom advisor yang ditandatangani oleh dokter yang
memberikan advice.Berdasarkan pengkajian yang dilakukan pada
tanggal 26 Agustus, komunikasi efektif yang sudah diterapkan di
Ruang Edelweiss Rumah Sakit Islam Unisma yaitu menggunakan
metode SBAR.Pada stempel readback, juga sudah ditandatangani
oleh perawat yang menerima dan oleh dokter sesuai ketentuan yang
ada.Pada ruangan ini selalu menerapkan komunikasi efektif pada
setisap pasien baik pasien sadar ataupun tidak sadar.
3) Sasaran 3 : Meningkatkan keamanan obat-obat yang harus diwaspad
ai (high alert medications)
Obat high alert adalah obat yang memerlukan kewaspadaan ti
nggi dan dapat menyebabkan cedera serius pada pasien jika terjadi k
esalahan dalam penggunaannya. Obat yang perlu diwaspadai terdiri
atas obat risiko tinggi, yaitu obat yang bila terjadi kesalahan (error) da
pat menimbulkan kematian atau kecacatan seperti, insulin, heparin, a
tau kemoterapeutik; obat yang nama, kemasan, label, penggunaan kli
nik tampak/kelihatan sama (look alike), bunyi ucapan sama (sound ali
ke), seperti Xanax dan Zantac atau hydralazine dan hydroxyzine atau
disebut juga nama obat rupa ucapan mirip (NORUM); dan elektrolit k
onsentrat seperti potasium klorida dengan konsentrasi sama atau lebi
h dari 2 mEq/ml, potasium fosfat dengan konsentrasi sama atau lebih
besar dari 3 mmol/ml, natrium klorida dengan konsentrasi lebih dari 0,
9% dan magnesium sulfat dengan konsentrasi 20%, 40%, atau lebih
(SNARS, 2018).
Untuk meningkatkan keamanan obat yang perlu diwaspadai, r
umah sakit perlu menetapkan risiko spesifik dari setiap obat dengan t
etap memperhatikan aspek peresepan, menyimpan, menyiapkan, me
ncatat, menggunakan, serta monitoringnya. Obat high alert harus disi
39

mpan di instalasi farmasi/unit/depo. Bila rumah sakit ingin menyimpan


di luar lokasi tersebut, disarankan disimpan di depo farmasi yang ber
ada di bawah tanggung jawab apoteker. Selain itu, sebagai perawat s
alah satu cara untuk mewaspadai pemberian obat, yaitu menggunaka
n double crosscheck mulai dari proses persiapan sampai pemberian
ke pasien.
Berdasarkan hasil pengkajian pada tanggal 26 Agustus 2020, dida
patkan bahwa pada ruang Edelweiss sudah terdapat tempat penyimp
anan obat atau lemari obat, namun pada saat pengkajian obat tercam
pur dengan alkes. Selain itu perawat Ruang edelweis sudah memberi
kan label pembeda antara high alert dan LASA. Namun untuk obat ya
ng akan diinjeksikan penamaan belum dilakukan dengan labeling (eti
ket), penamaan masih ditulis menggunakan spidol permanen yang m
eliputi nama pasien dan jenis obat sehingga belum memenuhi standa
rt. Penerapan prinsip 7 benar di Edelweiss sudah dilakukan. Dalam p
enyimpanan obat high alert di Ruang Edelweiss belum sesuai standar
JCI (2011) dimana obat high alert disimpan pada suhu dingin antara
2-80C maka disimpan dalam lemari pharmaceutical refrigerator dan d
okter harus mengambil sendiri obat high alert ke farmasi, sedangkan
disimpan pada suhu ruangan 250C maka disimpan dalam lemari yan
g diberikan penanda khusus.
4) Sasaran 4 : Memastikan lokasi pembedahan yang benar, prosedur
yang benar, dan pembedahan pada pasien yang benar
Ketepatan sebelum melakukan tindakan terdiri dari tiga hal
yaitu tepat lokasi, tepat pasien, dan tepat prosedur. Proses untuk
memastikan tepat lokasi yaitu menggunakan SPO pemberian
marker atau penanda lokasi operasi yang diberikan oleh dokter
operator menggunakan spidol permanen. Proses untuk
memastikan tepat pasien yang dilakukan di ruangan yaitu
menggunakan crosscheck pada gelang identifikasi sedangkan
tepat prosedur dilakukan di ruang operasi menggunakan beberapa
check list untuk mencegah kesalahan prosedur. Prosedur
pembedahan dilakukan melalui tiga tahap yaitu :
1. Sign in, dilakukan sebelum pasien di anestesi konfirmasi ke
pasien,keluarga dan tim anestesi.
40

2. Time out, dilakukan sebelum melakukan insisi,


dikonfirmasikan kepadatim bedah.
3. Sign out, dilakukan sebelum ruang operasi.
Berdasarkan hasil pengkajian di Ruang Edelweiss untuk
memastikan tepat pasien dilakukan menggunakan crosscheck
pada gelang identifikasi, tepat prosedur dilakukan dengan cara
ruangan sudah menyediakan form checklist pre operasi
sedangkan tepat lokasi dipastikan dengan pemberianmarker atau
penanda lokasi operasi menggunakan spidol permanen oleh
dokter di ruangan sebelum operasi.
5) Sasaran 5 : Mengurangi resiko infeksi terkait pelayanan kesehatan
Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan sebuah
tantangan di lingkungan fasilitas kesehatan.Kenaikan angka infeksi
terkait pelayanan kesehatan menjadi keprihatinan bagi pasien dan
petugas kesehatan.Secara umum, infeksi terkait pelayanan
kesehatan terjadi di semua unit layanan kesehatan, termasuk
infeksi saluran kencing disebabkan oleh kateter, infeksi
pembuluh/aliran darah terkait pemasangan infus baik perifer
maupun sentral, dan infeksi paru-paru terkait penggunaan
ventilator.Upaya terpenting menghilangkan masalah infeksi ini dan
infeksi lainnya adalah dengan menjaga kebersihan tangan melalui
cuci tangan.Pedoman kebersihan tangan (hand hygiene) tersedia
dari World HealthOrganization (WHO).Rumah sakit mengadopsi
pedoman kebersihan tangan (hand hygiene) dari WHO ini untuk
dipublikasikan di seluruh rumah sakit.
Sebagai upaya pencegahan infeksi,di Ruang Edelweiss telah
terbentuk tim Pencegahan dan pengendalian Infeksi (PPI). Selain
tim PPI terdapat tim surveillance untuk mengetahui kejadian infeksi
setiap hari. Pendataan infeksi setiap hari dilakukan di masing-
masing ruangan oleh IPCLN kemudian dijadikan satu setiap
bulannya oleh IPCN (Depkes RI, 2012). Berdasarkan hasil
pengkajian pada tanggal 26 Agustus 2020 didapatkan bahwa
perawat sudah menerapkan lima momen mencuci tangan yang
ditetapkan oleh WHO.
41

6) Sasaran 6 : Mengurangi Risiko Cedera Pasien Akibat Terjatuh


Pasien yang pada asesmen awal dinyatakan berisiko rendah
untuk jatuh dapat mendadak berubah menjadi berisiko tinggi.Hal
iIni disebabkan oleh operasi dan/atau anestesi, perubahan
mendadak kondisi pasien, serta penyesuaian pengobatan.Banyak
pasien memerlukan asesmen selama dirawat inap di rumah
sakit.Rumah sakit harus menetapkan kriteria untuk identifikasi
pasien yang dianggap berisiko tinggi jatuh (SNARS, 2018).
Berdasarkan data yang diperoleh dari tim pengendalian mutu,
di Ruang Edelweiss pada 26 Agustua 2020, pengkajian risiko jatuh
pada pasien dilakukan pada saat awal pasien masuk ke ruangan
rawat inap menggunakan form sesuai dengan usia pasien anak
yaitu form penilaian resiko jatuh humpty dumpty. Pemberian
intervensi pada pasien disesuaikan dengan kriteria rendah atau
tinggi berdasarkan SPO yang telah ada. Salah satu contoh
intervensi penangulangan pasien risiko jatuh yaitu pemasangan
tanda kuning risiko jatuh pada gelang ID, tanda segitiga kuning
risiko jatuh pada bed atau infus stand pasien, harus ada satu
penunggu pasien dan side rail harus selalu ditutup serta
memastikan ke keluarga untuk selalu menutupnya, menganjurkan
keluarga pasien untuk minta bantuan perawat dalam tindakan
apapun.
30

BAB III
ANALISA MASALAH

Bobot Rating Bobot x


No. Analisis SWOT Total
(0,1-1) (1-4) Rating
1. M1 (Ketenagaan)
1. Faktor Internal (IFAS)
Kekuatan (Strength) S–W=
a. Perawat menyatakan 0,1 2 0,2 1,8 – 0,9 =
pembagian tugas di 0.9
ruangan sudah sesuai
dengan struktur
organisasi yang telah
ada.
b. Kinerja perawat di 0,1 3 0,3
ruangan sudah cukup
baik.
c. Perawat menyatakan 0,1 3 0,3 O–T=
kepala ruangan sudah 0,8 – 0,7
optimal dalam =0,1
melaksanaan tugas-
tugasnya.
d. Beban kerja perawat di 0,5 2 1
ruangan tidak terlalu
tinggi
Total T = 0,8 T = 1,8
Kelemahan (Weakness)
a. Hanya terdapat sedikit 0,4 2 0,3
perawat yang melakukan
pelatihan ICU
b. Pendidikan akhir perawat 0,4 1 0,4
rata-rata D3
Keperawatan
Total T = 0,8 T = 0,7
2. Faktor Eksternal (EFAS)
Peluang (Opportunity)
a. Sebanyak 50 % perawat
mempunyai kemauan
untuk melanjutkan 0,3 3 0,9

30
31

pendidikan lebih tinggi


b. Adanya peningkatan
kinerja agar tidak terjadi 0,2 0,6
kesalahan dalam
3
penerapan SPORumah
sakit memberikan
kebijakan untuk
memberikan pelatihan
bagi perawat ruangan
Total T= 0,5 T= 1,5

Ancaman (Threatened)
a. Adanya tuntutan tinggi 0,2 0,4
dari masyarakat untuk
2
pelayanan yang lebih
professional
b. Pemeriksaan yang tidak 0,2 0,2
berkelanjutan membuat
1
data tidak actual
c. Makin tingginya 0,3 0,6
kesadaran masyarakat
2
akan pentingnya
kesehatan
d. Adanya 0,3 0,3
pertanggungjawaban
1
legalitas bagi pasien
Total T= 1 T=1,5
2. M2 (Sarana dan Prasarana)
1. Faktor Internal (IFAS)
Kekuatan (Strength)
a. Mempunyai sarana dan 0,4 3 0,6 S–W
prasarana untuk klien =1,7 - 1,5
dan tenaga kesehatan =0,2
b. Mempunyai peralatan
oksigenasi dan semua 0,2 2 0,3
perawat setiap ruangan,
sehingga mampu
menggunakannya
dengan baik dan tepat
32

c. Tersedianya waktu dan 0,2 2 0,2


fasilitas penunjang
seperti kamar mandi,
ruang tunggu
d. Terdapat administrasi 0,1 2 0,2
penunjang
e. Adanya informasi
tentang peraturan jam 0,1 2 0,2
kunjung keluarga dan
pembatasan penunggu
klien
f. Adanya ruangan
perawatan klien yang 0,3 2 0,2
kondusif
Total T= 1,4 T=1,7

Kelemahan (Weakness)
0,3 1 0,3
a. Batasan Jam kunjung
dan jumlah penunggu
pasien belum terlaksana.
0,3 1 0,3
b. Tidak adanya ruangan
berdasarkan kelompok
usia dan keparahan
0.2 2 0.2
penyakit
O –T =
c. Kurang lengkapnya alat-
0.1 1 0.1 1,5 – 1,4
alat kesehatan
= 0,1
d. Tidak adanya ruangan
khusus KIE, kepala
ruangan.

T= 1,2 T= 6,5
Total

2. Faktor eksternal (EFAS)


Peluang (Opportunity)
0,2 3 0,6
a. Adanya kesempatan
untuk memperbaiki
sarana dan prasarana
0,2 3 0,6
b. Adanya kesempatan
33

untuk memodifikasi
ruangan.
c. Adanya kesempatan
2
untuk penggantian alat- 0,2 0,4
alat yang tidak layak
pakai, yang kurang dan
pengadaan administrasi
penunjang di ruangan.
d. Adanya peluang untuk
2
pengecekan alat secara 0,2 0,4
berkala
Total T= 0,8 T= 2

Ancaman (Threatened)

a. Adanya tuntutan yang


tinggi dari masyarakat 0,1 0,2
2
untuk melengkapi sarana
dan prasarana.
b. Adanya kesenjangan
antara jumlah pasien dan 0,3 0.6
2
peralatan yang
diperlukan
c. Terjadi peningkatan 0,2 0,4
2
infeksi nosocomial
d. Menggangu proses 0,1 0,2
2
pelayanan dan
kenyamanan pasien
T= 0.7 T= 1,4
Total

3. M3 (METHOD)
Penerapan Model MAKP
1. Faktor Internal (IFAS)
Kekuatan (Strength)
a. Sudah ada model S–W=
keperawatan yang 0,2 3 0,6 2,4– 1,8
digunakan yaitu metode = 0,6
Tim
b. Model yang digunakan 0,2 3 0,6
sesuai dengan visi dan
34

misi ruangan
c. Semua perawat 0,2 2 0,4
mengerti dan
memahami model yang
digunakan dan
menyatakan cocok
dengan model yang ada 0,1 2 0,2
d. Model yang digunakan
cukup efisien 0,2 2 0,4
e. Memiliki standar asuhan
keperawatan (SAK)
f. Terlaksananya 0,1 2 0,2
komunikasi yang cukup
baik antar tingkat
pendidikan T=1 T= 2,4
Total

Kelemahan (Weakness)

a. Diperlukan pemahaman 0,1 2 0,2


yang menyeluruh
tentang model yang
digunakan 0,2 3 0,6
b. Hanya sebagian
perawat yang
mengetahui kebutuhan
perawatan pasien
secara komprehensif 0,1 2 0,2
c. Kurangnya jumlah
tenaga yang membantu
optimalisasi penerapan
model yang digunakan 0,2 1 0,2
d. Diperlukan perawatan
dan pelayanan secara
optimal sehingga
meminimalisir jumlah
hari rata-rata pasien T= 0,9 T= 1,8
rawat inap
35

Total

2. Faktor Eksternal (EFAS)


0,3 0,6
Peluang (Opportunity)
2 O–T=
a. Adanya kesempatan
2,4–
untuk memperbaiki
0,4 1,2 1,7=0,7
model yang sudah ada.
3
b. Meningkatkan pelayanan
0,3 0,6
yang optimal
2
c. Adanya kerja sama
T= 1 T= 2,4
dengan institusi klinik-
klinik independen
Total

Ancaman (Threatened) 0,2 0,4


2
a. Persaingan dengan RS 0,3 0,9
lain 3
b. Tuntutan masyarakat
akan pelayanan yang
maksimal
c. Kebebasan pers 0,2 2 0,4
(wartawan)mengakibatka
n mudahnya penyebaran
informasi di dalam T= 0,7 T= 1,7
ruangan ke masyarakat

Total

Dokumentasi Keperawatan
1. Faktor Internal (IFAS)
0,1 2 0,2
Kekuatan (Strength)

a. Tersedianya sarana dan


prasarana atau 0,1 2 0,2 S–W=
administrasi penunjang 2– 1,2
b. Sudah ada sistem = 0,8
pendokumentasian 0,2 1 0,2
c. Dokumentasi
keperawatan yang
dilakukan meliputi
36

pengkajian
menggunakan sistem
head to toe, serta 0,2 2 0,4
diagnosis keperawatan
sampai dengan evaluasi
dengan menggunakan
SOAPIE
d. Format pengkajian
sudah ada dan dapat 0,2 2 0,4
memudahkan perawat
dalam pengkajian dan
pengisiannya (model
ceklist)
e. Semua perawat 0,2 2 0,4
mengatakan mengerti
cara pengisian format
dokumentasi yang
digunakan dengan benar
dan tepat
f. Sistem
pendokumentasian 0,1 2 0,2
masih dilakukan secara
manual (belum ada
komputerisasi)
g. Semua perawat,
mengatakan melakukan T= 1,1 T= 2
dokumentasi segera
setelah melakukan
tindakan

Total

0,4 3 1,2
Kelemahan (Weakness)

a. Pengisian format
T= 0,4 T= 1,2
SOAPIE tidak sesuai
intervensi dari diagnosa
keperawatan yang
37

muncul
Total 0,3 2 0,6

2. Faktor Eksternal (EFAS)


Peluang (Opportunity)
O–T=2
a. Adanya kesempatan
– 1,8
untuk membuat format
0,3 2 0,6 = 0,2
dokumentasi
keperawatan Misalnya
0,2 2 0,4
penggunaan format
SOAPIE
b. Adanya mahasiswa
0,3 2 0,6
pendidikan ners praktik
manajemen keperawatan
c. Peluang perawat untuk
T= 1,1 T= 2
meningkatkan
pendidikan
(pengembangan SDM)
d. Adanya kerja sama yang
baik antara mahasiswa
dan perawat ruangan
0,4 3 1,2
Total

0,3 2 0,6
Ancaman (Threatened)

T= 1 T= 1,8
1. Adanya kesadaran
pasien dan keluarga
akan tanggung jawab
dan tanggung gugat
2. Resiko terjadinya rata
0,3 2 0,6
rata lama perawatan
Total

Sentralisasi Obat
Faktor Internal (IFAS) S–W=
Kekuatan (Strength) 0,3 2 6 2,1 – 1,7
= 0,4
a. Semua perawat
mengemukakan
0,3 3 0,9
38

jawaban mengerti
tentang sentralisasi obat
b. Adanya SPO mengenai T= 0,9 T= 2,1
sentralisasi obat di
ruang rawat inap
c. Sebagian besar perawat
pernah berwenang 0,3 2 0,6
mengurusi sentralisasi
obat. 0,1 3 0,3
Total

Kelemahan (Weakness)

a. Tidak ada tempat


ruangan khusus obat T= 0,4 T= 0.9

b. Tidak ada tempat


khusus untuk vial dan
ampul dalam loker obat
untuk mengurangi resiko
obat jatuh
Total
0,3 3 0,9
Faktor eksternal (EFAS)

Peluang (Opportunity)
0,4 2 0,8
a. Adanya peluang untuk
kerjasama yang baik antara 0,3 2 0,6
perawat dan mahasiswa.
b. Adanya peluang untuk T= 1 T= 2,3
memodifikasi ruangan
untuk ruang sentralisasi
obat O–T=
c. Adanya kesempatan untuk 0,4 4 1,6 2,3 – 2,4
memperbaiki teknik = - 0,1
sentralisasi obat sesuai
SPO 0,2 4 0,8
Total

Ancaman (Threatened)
T= 1 T= 2,4
a. Adanya tuntutan akan
39

pelayanan yang
profesional.
b. Kurangnya kepercayaan
pasien terhadap 0,8
sentralisasi obat. 0,4 2

Total
0,3 2 0,6
Supervisi
Faktor internal (IFAS)
0,3 2 0,6
Kekuatan (Strength)

a. Perawat memahami
tentang supervisi di
ruangan 0,2 3 0,6

b. Adanya kemauan
perawat untuk berubah. S–W=

c. Kepala ruangan T= 1,2 T= 2,6 2,6 - 1,7

Edelweiss mendukung = 0,9

kegiatan supervisi demi


peningkatan mutu
pelayanan keperawatan. 0,1 2 0,2

d. SPO setiap tindakan


sudah cukup lengkap
dan baik 0,3 1 0,3

Total

Kelemahan (Weakness) 0,3 2 0,6

a. Belum ada uraian yang


T= 07 T= 1,1
jelas tentang supervisi.
b. Belum mempunyai
format yang baku dalam
pelaksanaan supervisi.
c. Kurangnya program
0,2 3 0,6
pelatihan dan sosialisasi
tentang supervisi.
Total
0,3 2 0,6
Faktor eksternal (EFAS)
40

Peluang (Opportunity)

0,2 2 0,4
a. Adanya kesempatan
untuk menambah SPO
supervisi
0,3 2 0,6
b. Adanya jadwal supervisi
keperawatan oleh
pengawas setiap bulan
T= 1 T= 2,2
c. Adanya mahasiswa
pendidikan ners yang
praktik manajemen
O–T=
keperawatan.
0,4 4 1,6 2,2 - 1,6
d. Terbuka kesempatan
= 0,6
untuk pelatihan
sosialisai tentang
supervisi.
Total

Ancaman (Threatened)
T= 0,5 T= 1,6
a. Tuntutan pasien sebagai
konsumen untuk
mendapatkan pelayanan
yang profesional dan
bermutu sesuai dengan
peningkatan biaya 2 0,6
0,3
keperawatan.
Total

Timbang Terima
2 0,4
Internal faktor (IFAS) 0,2
Kekuatan (Strength)

a. Operan merupakan 2 0,4


0,2
kegiatan rutin, yaitu
dilaksanakan 3 kali
dalam sehari. 2 0,4
0,2
b. Diikuti oleh perawat
yang telah dan akan
dinas.
c. Ada klarifikasi, tanya 2 0,4 S–W=
41

jawab, dan validasi 0,2 3 – 2,6


terhadap semua yang di = 0,4
operankan 2 0,4
d. Semua perawat tau hal- 0,2
hal yang perlu
dipersiapkan dalam
operan. 2 0,4
e. Selalu ada interaksi 0,2
dengan pasien selama T= 3
operan T= 1,4
f. Semua perawat
mengetahui prinsip-
prinsip tentang teknik 3 0,9
penyampaian overan 0,3
didepan pasien T= 2,6
g. Ada buku khusus untuk T= 1
pelaporan operan
Total

Kelemahan (Weakness)
3 0,9

a. Masalah keperawatan 0,3

lebih fokus pada


diagnosis medis 3 0,9

Total 0,3

Faktor eksternal (EFAS) 3 1,2


Peluang (Opportunity) 0,4

a. Adanya mahasiswa
T= 3
profesi ners yang praktik
T=1
di ruang Edelweiss
b. Adanya kerja sama
yang baik antara
3 1,2
mahasiswa dengan
0,4
perawat ruangan
c. Adanya kesempatan
untuk melakukan
pendekatan secara
intensif dengan pasien
3 1,2
42

Total 0,4 O–T=


3 - 2,4
Ancaman (Threatened)
= 0,6

a. Adanya tuntutan yang


lebih tinggi dari T= 2,4

masyarakan untuk T= 1

mendapatkan pelayanan
keperawatan yang
profesional.
b. Meningkatnya
kesadaran masyarakat 3 0,9

tentang tanggung jawab 0,3

dan tanggung gugat


perawat sebagai 3 0,9

pemberi asuhan 0,3

keperawatan.
Total
3 0,9
Discharge Planning 0,3
Faktor internal (IFAS)
Kekuatan (Strength)

T= 2,7
a. Adanya kemauan untuk
T= 0,9
memberikan pendidikan
kesehatan kepada
pasien dan keluarga
3 1,2 S–W=
pasien
0,4 2,7 - 2
b. Memberikan pendidikan
= 0,7
kesehatan kepada
pasien dan keluarga
T= 2
saat akan pulang
T= 1
c. Perawat menggunakan
bahasa indonesia saat
melakukan perencanaan
pulang
2 0,6
Total
0,3
Kelemahan (Weakness)

3 0,6
a. Tidak semua pasien
0,2
43

mendapatkan brosur
atau leaflet untuk pasien 0,4
saat melakukan 0,2 2
perencanaan pulang
Total 0,4
0,2 2
Faktor eksternal (EFAS)
Peluang (Opportunity)
T= 2

a. Adanya mahasiswa T= 1

pendidikan ners yang


melakukan praktik
b. Adanya kerja sama
yang baik antara
mahasiswa dengan 1,2 O–T=

perawat 0,4 3 2--2,4= -

c. Kemauan pasien atau 1,2 0,4

keluarga terhadap 0,4 3

anjuran perawat
d. Tingkat kepuasan dan
kepercayaan pasien T= 2,4
semakin meningkat T= 1
Total

Ancaman (Threatened)

a. Adanya tuntutan
masyarakat untuk
mendapatkan pelayanan
keperawatan yang
profesional
b. Makin tingginya
kesadaran masyarakat
terhadap pelayanan
kesehatan
Total

4. M-4 (Money)
INTERNAL FACTOR (IFAS)
Strength (Kekuatan)
a. Pembiayaan di ruang
44

Edelweiss menerima 1 3 3 S-W=


JAMSOSTEK, Jasa 4-3=1
Rahaja, SKTM dan
BPJS
b. Adanya koperasi RSI 0,5 2 1
UNISMA
Total T=1,5 T=4
Weakness (Kelemahan)
a. Sebagian besar sumber 1 3 3
dana berasal dari rumah
sakit T=1 T=3
Total
EKSTERNAL FACTOR (EFAS)
Opportunity (Peluang)
a. Adanya mahaiswa 0,6 3 1,8 O-T=
praktik dari berbagai 2,8-
institusi 2,1=0,7
b. Kerjasama dengan 0,5 2 1
pihak RS lain untuk
mengadakan pelatihan
keahlian, kerjasama
membuka minimarket T=1,1 T=2,8
Total
Threatened (Ancaman)
a. Tingginya pesaing RS 0,6 2 1,2
khususnya ruang
Edelweiss
b. Tingginya biaya 0,3 3 0,9
perawatan
Total T=0,9 T=2,1
5. M-5 (mutu)pelayanan mutu
INTERNAL FACTOR (IFAS)
Strength (Kekuatan)
a. Pelaksanaan
kewaspadaan obat
sudah dilakukan oleh 0,5 2 1 S-W=
perawat Ruang Edelweis 1,5-1=0,5
yaitu sudah memberikan
label pembeda antara
high alert dan LASA.
45

b. Pelaksanaan penerapan
gelang identitas di Ruang
0,4 2 0,8
edelweis sudah sesuai
dengan kriteria
Kemenkes
c. Pelaksanaan cuci tangan
0,5 2 1
5 momen sudah optimal
Total
T=1,5 T=1
Weakness (Kelemahan)
a. Saat pengkajian tidak
ada pasien, sehingga
tidak bisa
mengobservasi secara
langsung pada mutu.
b. Tempat pembuangan
kotoran atau cairan 1 3 3
pasien masih berada
dekat dengan bed
pasien, tidak ada kamar
mandi dalam.
Total T=1 T=3

EKSTERNAL FACTOR (EFAS)


Opportunity (Peluang) O-T=
a. Sebagai wahana 2,7—
praktik pendidikan 0,5 1 0.3 1,3=1,4
ners 0,8 3 2,4
b. Adanya kerjasama
dengan pelayanan
kesehatan lainnya
Total

T=1,3 T=2,7
Threatened (Ancaman)
a. Semakin banyak Rumah Sakit
yang menawarkan pelayanan 0,8 2 1,6
keperawatan berkualitas yang
bisa menjadi pesaing.
46

b. RS lain mempunyai alat


kesehatan yang lebih 0,5 3 1,5
lengkap
Total T=1 T=3,1
43

BAB IV
PERENCANAAN

A. Diagram Layang Analisis SWOT

MK (0,9 - 0,2)

DK (0,7 - 0,6)

M2 (0,6 – (-0,2)

SV (0,4 - 0,6)

SO (0,3 – (-0,2) M1 (0,3 - 0,4)

TT (0.2 - 0,5)

DP (1.0 – (-0,4)

-1,0 -0,9 -0,8 -0,7 -0,6 -0,5 -0,4 -0,3 -0,2 -0,1 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,91,0

KETERANGAN :
M1 : Ketenagakerjaan
M2 : Sarana dan Prasarana
MK : Metode-Keperawatan
DK : Metode-Dokumentasi
SO : Metode-Sentralisasi Obat
SV : Metode-Supervisi
TT : Metode-Timbang Terima
DP : Metode-Discharge Planning

43
44

B. Identifikasi Masalah
1) Ketenagaan (M1)
a. Pendidikan akhir perawat rata-rata DIII Keperawatan dari 10
perawat , 9 orang DIII Kep.
b. Hanya sedikit perawat yang memiliki pelatihan khusus pelayanan
ruang ICU.
2) Sarana dan Prasarana (M2)
b. Kurang lengkapnya alat-alat kesehatan
c. Lemari obat masih campur dengan lemari alkes
d. Penyimpanan obat masih di campur
e. Adanya tuntutan yang tinggi dari masyarakat untuk melengkapi
sarana dan prasarana.
3) Metode (M3)
a. MAKP
1) Hanya sebagian perawat yang mengetahui kebutuhan perawatan
pasien secara komprehensif
2) Kurangnya jumlah tenaga yang membantu optimalisasi penerapan
model yang digunakan
3) Diperlukan pemahaman yang menyeluruh tentang model yang
digunakan
4) Tuntutan masyarakat akan pelayanan yang maksimal
b. Timbang Terima Keperawatan
1) Masalah keperawatan lebih fokus pada diagnosis medis
2) Perawat melakukan operan sesuai SPO
3) Perawat kurang di siplin saat operan
c. Sentralisasi Obat
1) Kurang pengetahuan pasien dan keluarga mengenai jenis dan
manfaat obat yang diberikan.
d. Discharge Planning
1) Pasien tidak mendapatkan brosur, leaflet atau dokumentasi tertulis
untuk pasien saat melakukan perencanaan pulang.
2) Adanya tuntutan masyarakat untuk mendapatkan pelayanan
keperawatan yang profesional
45

3) Makin tingginya kesadaran masyarakat terhadap pelayanan


kesehatan
e. Supervisi Keperawatan
1) Belum ada uraian yang jelas tentang supervisi.
2) Belum mempunyai format yang baku dalam pelaksanaan
supervisi.
f. Dokumentasi Keperawatan
1) Pengisian format SOAPIE dalam diagnosa keperawatan ataupun
intervensi yang muncul seringkali menetap tanpa adanya
perubahan intervensi sesuai kondisi pasien
2) Resiko kurangnya tenaga keperawatan ruangan dan kesalahan
kordinasi karena ada pengisian SIMRS
3) Money (M4 )
Sebagian besar sumber dana berasal dari rumah sakit
4) Mutu (M5)
Semakin banyak Rumah Sakit yang menawarkan pelayanan keperawatan
berkualitas yang bisa menjadi pesaing.
C. Prioritas Masalah
1. M2 (Material) Sarana & Prasarana.
46

No Masalah Tujuan Kegiatan Indikator Keberhasilan Waktu PJ


1 M2 (Material) 1) Sarana dan 1) Mengusulkan kepada 1) Semua peralatan Tergantung Riskayani,
Sarana dan prasarana alat prasarana ruangan menejerial Rumah perawatan dapat kebijakan institusi mahmud,
kesehatan yang dimiliki oleh dapat lengkap dan di Sakit untuk lengkap dan RS dan Ruangan dian dan
Ruang Edelweiss jumlahnya pakai optimal melakukan digunakan dengan Arnis,
kurang, seperti alat suction pengadaan alat baik. Krispina,
pada setiap bed pasien dan kesehatan yang esta florida,
lemari obat yang belum kurang lengkap di marzhella,
sesuai standar. Ruang Edelweiss RS petrus,
Unisma Malang. asaria,
2) Mensosialisasikan Ferdinandus
kepada semua , Benyamin
perawat tentang Nurullah
ruangan dan alat-alat Anita, umi,
yang masih belum sarciani,
difungsikan dengan Stefani,
memberikan data kadek, erna
tentang ruangan dan yasin,
alat-alat yang belum anesha,
digunakan secara yurel,
optimal. anastasius,
Candra,
Esta
47
47

BAB V
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

No Masalah Tanggal Implementasi Implementasi Evaluasi Kendala

1. M2 (Sarana & Prasarana) 2 September 2020 1. Memberikan usulan 1. Almari obat Sudah dibuat tinggal
1. Belum ada lemari obat kepada manajemen tersedia di ruangan menunggu persetujuan
trersendiri agar tidak rumah sakit untuk Edelweisss dan dari instansi RSI UNISMA
tercampur dengan menyediakan almari tidak tercampur
alkes khusus obat-obatan. dengan alkes.
2. Sarana dan prasarana 2. Perawat ruangan
kesehatan yang memastikan obat
dimiliki ruangan terlabel dan
kurang lengkap dan tersentralisasi
belum terpakai secara dengan benar.
optimal.
BAB VI
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pelaksanan kegiatan praktik manajemen di Ruangan Edelweiss
RSI Unisma Malang dimulai pada tanggal 26 Agustus-2 September 2020.
Kelompok melakukan pengkajian selama satu minggu dari tanggal 26 s/d 1
September 2020 kemudian data diolah/analisa dan merumuskan masalah
dimana kelompok menemukan beberapa masalah yang perlu diintervensi.
Dari masalah – masalah tersebut kelompok sudah melakukan intervensi
yaitu :
1. Melakukan perencanaaan untuk pengadaan almari khusus obat.
2. .Selama ini sudah dilakukan sentralisasi obat, mulai dari resep dokter
kemudian obat ditebus oleh keluarga pasien dan langsung diberikan
pada perawat untuk disimpan pada loker obat sesuai nama pasien di
ruang nurse station.
B. Saran

1. Pihak Rumah Sakit


Menindak lanjuti rekomendasi untuk kelengkapan sarana prasarana di
ruangan Edelweiss RSI Unisma Malang.
2. Pihak perawat ruangan
a. Perawat ruang Edelweiss melaksanakan pendokumentasian dengan
baik dan benar demi terpenuhinya kebutuhan pasien
b. Perawat dapat memberikan KIE atau penyuluhan kesehatan secara
berkala dengan memanfaatkan leaflet pendidikan kesehatan dan
discharge planning di ruangan Edelweiss.
c. Mengadakan pendidikan kesehatan secara rutin dan terjadwal
terhadap klien dan anggota keluarga dalam rangka mengoptimalkan
mutu asuhan keperawatan yang di berikan.
d. Tetap mensosialisasikan slogan anjuran cuci tangan yang telah
ditempelkan dan mempertegas peraturan rumah sakit pada klien dan
anggota keluarga.
e. Aturan tentang Jam kunjung klien dan pengunjung di perhatikan lagi
f. Seluruh warga rumah sakit (tenaga medis dan non medis, pasien dan
keluarga pasien) menjaga fasilitas yang sudah disediakan oleh RS.

48
49

DAFTAR PUSTAKA

Arinati, wiwik Dwi. 2016. Hubungan Penerapan Timbang Terima Pasien


denganKeselamatan Pasien oleh Perawat Pelaksana di Ruang Bedah
dan Ruang Penyakit Dalam RSUD Dr. Pringadi Medan Tahun 2014.

Komisi Akreditasi Rumah Sakit. 2017. StandarNasional Akreditasi Rumah


SakitEdisi 1.

Marquis & Huston. 2010. Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan Teoridan


aplikasi. Edisi 4. Jakarta: EGC

Nursalam.2014. Manajemen Keperawatan Aplikasi dalam Praktik Keperawatan


Profesional edisi 4. Jakarta: Salemba Medika.

Nursalam. 2015. Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam Praktik Keperawatan


Profesional. Jakarta: Salemba Medika.

Rumah Sakit Dr. Soetomo. 2017. Pedoman standar tarif pelayanan kesehatan
diRSUD Dr. Soetomo, Rumah Sakit Dr. Soetomo, Surabaya.

Sihotang, H. & Santosa, H.. 2016. Hubungan Fungsi Supervisi Kepala Ruangan
Dengan Produktivitas Kerja Perawat Pelaksana Di Rumah Sakit Umum
Daerah Dr . Pirngadi Medan. Idea Nusing Journal, VII (1), pp.13–19.

Anda mungkin juga menyukai