Latar Belakang
Pendudukan Portugis atas Malaka pada tahun 1511 serta kebijakan
monopoli yang diterapkanya membuat aktivitas prdagangan para
saudagar muslim di tempat itu menjadi tidak terganggu, hal ini
menjadi solidaritas dari kesultanan demak, baik terhadap kesultanan
Malaka maupun terhadap para saudagar muslim
Latar belakang
kebijakan portugis
Kebijakan portugis
Dalam jaringan perdagangan masa Islam di Nusantara, wilayah
Malaka memiliki tempat yang penting.Sebab semenanjung Malaka
selama berabad-abad telah menjadi pintu keluar-masuk perdagangan
dari dan ke dalam wilayah nusantara. Namun sejak kesultanan
Malaka jatuh ke tangan Portugis pada 1511, peran Malaka
berubah. Hal ini tidak lepas dari kebijakan Portugis di Semenanjung
Malaka yang terkait kapal-kapal dagang yang melewati wilayah
tersebut. Dalam hal ini Portugis menerapkan kebijakan yang
merugikan para saudagar non-portugis. Oleh sebab itu kerajaan Islam
di Nusantara menjadi korban. Maka karena alasan tsb, pati Unus
pada 1512 dan 1513 melakukan penyerangan terhadap Malaka yang
dikuasai oleh Portugi
strategi demak
strategi Demak melawan portugis
menghidupkan kembali kekuatan armada Majapahit yang tertidur lama
pada saat masa - masa kekuasaan kekuasaan (Perang paregreg),
Perang. Kapal baru tersebut juga dilengkapi dengan Cetbang, yaitu
meriam api, di mana kapal dan cetbang juga merupakan kekuatan
andalan Armada Majapahit. Pusat produksi kapal ini adalah
Semarang, dan Jepara, dengan bantuan orang-orang Muslim
Tionghoa lokal
Raja-Raja
Raja-Raja
Pati Unus (1518 - 1521 M)
Pati Unus kaki tahun 1518 M sampai tahun 1521 M. Karena jasanya
armada pimpinan Demak dalam penyerangan ke Malaka, Pati Unus
mendapatkan sebutan “Pangeran Sabrang Lor”. Pemerintahan
Pangeran Sabrang Lor tidak berlangsung lama, karena setelah 3
tahun memerintah beliau sakit dan wafat tahun 1521 M. Pati Unus
meninggal tanpa menurunkan anak. Sebagai penggantinya adalah
adiknya yang bernama Raden Trenggono yang kemudian bergelar
Sultan Trenggono.
Sultan Trenggono adalah adik Pati Unus dan putra ketiga Raden
Patah. Di bawah pemerintahannya wilayah Demak bertambah
luas. Tahun 1522, armada laut Demak di bawah pimpinan Fatahillah
(Faletehan) dimulai penyerangan dari Banten, Sunda Kelapa,
kemudian ke Cirebon. Ketiga daerah ini semula berada di bawah
kekuasaan Kerajaan Pajajaran. Saat itu juga Portugis bekerja sama
dengan Pajajaran untuk menguasai Sunda Kelapa.
Foto Faletehan
Faletehan
Pada tahun 1527 M, Demak berhasil merebut Sunda Kelapa dari
tangan Portugis. Dalam pertempuran ini, Portugis mengalami
kekalahan. Fatahillah menggantikan nama Sunda Kelapa menjadi
Jayakarta. Saat pemindahan nama ditetapkan sebagai berdirinya kota
DKI Jakarta.

Pada tahun 1565 rakyat Ternate bangkit kembali melawan
Portugis di bawah pimpinan Sultan Hairun. Portugis hampir
terdesak, tetapi kemudian melakukan tindakan licik. Sultan
Hairun diajak berunding. Untuk itu Sultan Hairun diundang
agar datang ke benteng Portugis. Dengan jiwa kesatria dan
tanpa perasaan curiga Sultan memenuhi undangan Portugis.