Anda di halaman 1dari 38

0

Tim Penyusun Kajian

Kajian Labirin Hukum Penyelesaian Kasus Djoko Tjandra

Disusun oleh:
Aqshal Muhammad Arsyah

Cora Kristin Mulyani

Kevin Daffa Athilla

Tariq Hidayat Pangestu

Muhammad Ardiansyah

Muhammad Hamzah Al Faruq

Muhammad Rayhan

Natalische Ramanda Ricko Aldebarant

Shafira Dinda

Sukma Hadi Wijaya

1
Daftar Isi

Tim Penyusun Kajian ________________________________________________________ 1


Daftar Isi __________________________________________________________________ 2
Latar Belakang Skandal Bank Bali ______________________________________________ 3
Pejalanan Kasus Djoko Tjandra ________________________________________________ 6
Kontroversi Putusan Batal Demi Hukum; Kontroversi Keabsahan Eksekusi Tjoker; dan
Perlunya Memperbaiki Putusan yang Batal Demi Hukum ___________________________ 9
A. Kontroversi Putusan Batal Demi Hukum__________________________________________ 9
B. Putusan MK bersifat Tidak Retroaktif ___________________________________________ 11
C. Eksekusi Penuntut Umum Sah atau Tidak?_______________________________________ 14
D. Langkah Memperbaiki Putusan yang Batal Demi Hukum ____________________________ 15
Pengajuan Peninjauan Kembali (PK) oleh Jaksa Penuntut Umum, Permasalahan Novum
terkait Putusan MK, dan Problematika Pengajuan Peninjauan Kembali (PK) Kedua Djoko
Tjandra __________________________________________________________________ 16
Alegasi Kasus Suap Jaksa Pinangki dan Implikasinya Terhadap Kasus Djoko Chandra ___ 20
Masalah Dirjen Imigrasi _____________________________________________________ 21
A. Jalan Tikus Perbatasan ______________________________________________________ 21
B. Kontroversi Penghapusan Status Buron (DPO). ___________________________________ 23
Kontroversi Masalah Administrasi ____________________________________________ 24
1. Surat Jalan __________________________________________________________________ 24
2. Surat Bebas Covid diterbitkan oleh Polri __________________________________________ 27
3. Kontroversi Pengurusan KTP di Grogol ____________________________________________ 28
Pelanggaran normatif dalam penerbitan e-KTP Djoko Tjandra _____________________ 28
1. Pembuatan e-KTP yang dilakukan di luar waktu layanan umum dibuka ________________ 28
2. Tidak memenuhi persyaratan dan tata cara pembuatan e-KTP _______________________ 29
3. Peran aktif Lurah dalam penerbitan e-KTP Djoko Tjandra ___________________________ 30
4. Tidak dilakukannya Verifikasi data penduduk ____________________________________ 31
5. Tahapan pengambilan e-KTP yang telah dicetak __________________________________ 32
Daftar Pustaka ____________________________________________________________ 33

2
Latar Belakang Skandal Bank Bali

Permasalahan ini dimulai pada saat krisis ekonomi di tahun 1997-1998 di mana banyak bank
terjebak dalam krisis tersebut. Bank Bali, sebagai bank swasta terbesar ke-4 saat itu 1 ,
memberikan pinjaman kepada Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI), Bank Umum
Nasional (BUN), dan Bank Tiara Asia dengan total pinjaman Rp1,477 triliun meliputi pokok
dan bunganya pada 31 Desember 19982.

Pada 4 April 1998, BDNI, BUN, dan Bank Tiara termasuk ke dalam daftar 7 bank yang
diawasi pemerintah akibat adanya permasalahan likuiditas yang besar3, yang mana kewajiban
serta aset ketiga bank tersebut dialihkan kepada Badan Penyehatan Perbankan Nasional
(BPPN), yang dibentuk pada Januari 1998, sebagai wakil pemerintah untuk mengawasi bank-
bank tersebut.

Surat Keputusan Bersama Direksi Bank Indonesia dan Ketua Badan Penyehatan Perbankan
Nasional No. 30/270/KEP/DIR dan 1/BPPN/1998 tanggal 6 Maret 1998 dikeluarkan untuk
memberikan uraian syarat kelayakan klaim pembayaran pinjaman bank yang dijamin
pemerintah4. Syarat kelayakan tersebut ada untuk menentukan dan memilah bank-bank mana
saja yang pembayaran piutangnya dapat dilunasi oleh pemerintah.

Pada 11 Januari 1999, jumlah pinjaman yang diberikan Bank Bali, setelah disesuaikan dengan
liabilitas BDNI dan Bank Tiara, dan penyesuaian kerugian selisih mata uang, mencapai
Rp1.235 triliun, terdiri dari Rp869,8 miliar untuk BDNI, Rp327,3 miliar untuk BUN dan Rp38
miliar untuk Bank Tiara.

Lika-liku Skandal Bank Bali

1. Jaminan Pemerintah terhadap Pengembalian Simpanan pada Bank Umum


kepada Para Pemilik Simpanan

1
Mark Landler, “Baligate, and Why it Matter: Indonesia’s Recovery, and Democrasy, Tested by Scandal”,
https://www.nytimes.com/1999/09/29/business/baligate-and-why-it-matters-indonesia-s-recovery-and-
democracy-tested-by-scandal.html, diakses pada 27 Agustus 2020
2
Laporan Tahunan Bank Permata Tahun 2005
3
BBC News UK, “Indonesia Closes Seven Banks”
http://news.bbc.co.uk/2/hi/events/indonesia/latest_news/73959.stm, diakses pada 27 Agustus 2020
4
John Deacon, 2004, Global Securitisation and CDOs, John Wiley & Sons Publishers, New Jersey
3
Melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 1998 tentang Jaminan
Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Umum, pemerintah memberikan jaminan bahwa bank
umum akan mengembalikan simpanan para pemilik simpanan dan kreditur. Keputusan ini
dikeluarkan untuk mengatasi krisis kepercayaan terhadap perbankan akibat likuidasi bank pada
1997. Sebab pada tahun 1997, sebanyak 16 bank dilikuidasi atau ditutup pemerintah akibat
adanya masalah stabilitas dalam sistem keuangannya 5 . Jaminan inilah yang diperjuangkan
Rudy Ramli, sebagai Direktur Bank Bali, kepada BI dan BPPN untuk memenuhi batas
persyaratan permodalan BPPN agar Bank Bali tidak diambil alih oleh BPPN 6 . Di tengah
keputusasaan akibat ditolaknya permintaan-permintaan pengembalian piutang Bank Bali oleh
BI dan BPPN, Rudy Ramli tergoda untuk beralih menggunakan jasa penagihan dari PT Era
Giat Pratama (EGP), yang dimiliki oleh Djoko Tjandra dan dijalankan oleh Setya Novanto,
Wakil Bendahara Partai Golkar dan bagian dari tim pemilihan kembali BJ. Habibie.

2. Pertemuan Rahasia yang Memulai Skandal Bank Bali

Rudy Ramli menggunakan jasa penagihan EGP dengan menandatangani perjanjian cessie pada
tanggal 11 Januari 1999. Perjanjian ini mengalihkan hak tagih Bank Bali kepada EGP dengan
komisi lebih dari 50% dari jumlah piutang yang ditagih adalah sebagai upaya Rudy Ramli
untuk mengembalikan piutang Bank Bali terhadap debiturnya, yaitu BDNI, BUN, dan Bank
Tiara. Dengan kata lain, Bank Bali menyerahkan tanggung jawab penagihan kepada EGP
dengan fee sebesar Rp546 miliar. Pada tanggal 11 Februari 1999, sebuah pertemuan diadakan
di Hotel Mulia milik Djoko Tjandra (Direktur EGP), yang dihadiri oleh Rudy Ramli, Djoko
Tjandra, Firman Soetjahja (Direktur Bank Bali), Arnold Baramuli (Ketua Dewan Pertimbangan
Agung), Tanri Abeng (Menteri Badan Usaha Milik Negara), Syahril Sabirin (Gubernur BI),
Pande Lubis (Wakil Ketua BPPN), dan Setya Novanto 7 . Pertemuan ini menimbulkan
kecurigaan sebab beberapa saat setelah pertemuan tersebut diadakan, piutang Bank Bali
sebesar Rp904 miliar dicairkan oleh BI dan BPPN, yang mana Rp546 miliarnya masuk ke
dalam kantong EGP sementara Rp358 miliar kembali ke Bank Bali. Padahal, sebelum adanya
pertemuan tersebut, permintaan pencairan piutang oleh Bank Bali selalu ditolak oleh kedua

5
Reuters, “Indonesia Closes Troubled Banks as Part of Economic Bailout”,
https://www.nytimes.com/1997/11/02/world/indonesia-closes-troubled-banks-as-part-of-economic-bailout.html,
diakses 30 Agustus 2020
6
Samuel S. Kim, 2000, East Asia and Globalization, Rowman & Littlefield Publishers, Maryland
7
Tempo, “Political Free Fall”, https://magz.tempo.co/read/8895/political-free-fall, diakses 27 Agustus 2020
4
institusi tersebut. Kecurigaan ini diperkuat dari bantahan sebagian besar pihak yang terlibat
dalam pertemuan tersebut8.

3. Awal Terkuaknya Skandal Bank Bali

Masalah ini mulai terkuak setelah Standard Chartered setuju untuk membeli 20% bagian dari
kepemilikan Bank Bali pada April 1999 dengan menimbang hasil audit laporan keuangan Bank
Bali. Berdasarkan temuan due dilligence tersebut ditemukan kerugian sebesar Rp546 miliar
yang kemudian diketahui bahwa uang tersebut adalah uang yang sama yang digunakan untuk
membayar jasa penagihan EGP9. Dalam hal ini Bank Bali melanggar Pasal 49 UU No. 7 Tahun
1992 tentang Perbankan karena menyembunyikan suatu transaksi, yang dalam hal ini transaksi
pengalihan hak tagih kepada EGP, tanpa mencatatkannya pada laporan keuangannya.

Lebih jauh lagi, pasca-pertemuan pada 11 Februari 1999 tersebut, Pande Lubis sebagai
Wakil Ketua BPPN ternyata telah berusaha untuk meminta bantuan BI untuk melakukan
verifikasi terhadap klaim tagihan Bank Bali, yang kemudian ditolak oleh BI. Tidak kehabisan
akal, Pande Lubis kemudian menginstruksikan Erman Munzir, yang saat itu menjabat sebagai
Direktur Pengembangan Perbankan BI, secara langsung untuk memeriksa klaim Bank Bali.
Beberapa hari kemudian, yaitu tepatnya pada tanggal 22 Maret 1999, BI menyatakan bahwa
klaim Bank Bali memenuhi syarat untuk dibayarkan. Pernyataan tersebut kemudian
ditindaklanjuti dengan mengubah keputusan bersama Direksi BI dan Ketua BPPN tentang
persyaratan untuk kelayakan klaim untuk pembayaran berdasarkan jaminan pemerintah pada
14 Mei 1999 agar klaim Bank Bali dapat benar-benar memenuhi syarat10. Hal ini dikatakan
oleh Menteri Keuangan saat itu, Bambang Subianto, yang juga mengakui adanya 3 pertemuan
yang berbeda oleh Rudy Ramli dengannya dan beberapa pejabat lainnya pada Mei 1999.

Kabar terkait skandal ini sampai di telinga International Monetary Fund (IMF) yang
kemudian menekan pemerintah untuk membuka tabir kebenaran dalam skandal ini. DPR,

8
Hukum Online, “Pledoi Penasehat Hukum Syahril: Tuduhan Jaksa Tidak Terbukti”,
https://www.hukumonline.com/berita/baca/hol4409/pledoi-penasehat-hukum-syahril-tuduhan-jaksa-tidak-
terbukti/, diakses pada 29 Agustus 2020
9
Mark Landler, “International Business; An Indonesian Banker, on Trial, Finds Fame Is No Friend”,
https://www.nytimes.com/1999/11/18/business/international-business-an-indonesian-banker-on-trial-finds-
fame-is-no-friend.html, diakses 28 Agustus 2020
10
Yudho Winarto, “Skandal Bank Bali: kongkalingkong berbau politik”,
https://lipsus.kontan.co.id/v2/perbankan/read/325/Skandal-Bank-Bali-kongkalingkong-berbau-politik, diakses
27 Agustus 2020
5
sebagai wakil pemerintah, kemudian menunjuk auditor independen, PriceWaterhouseCoopers
(PwC), untuk menginvestigasi kasus ini11. Setelah 2 minggu investigasi dan melibatkan 20
auditor, PwC melaporkan temuannya sebanyak 123 halaman kepada BPK pada 7 September
1999. Hasil temuan tersebut secara garis besar menunjukan indikasi penipuan, ketidakpatuhan
terhadap regulasi, penggelapan, penyalahgunaan kekuasaan, perlakuan istimewa yang tidak
semestinya, penyembunyian transaksi, penyuapan, dan korupsi12.

Pejalanan Kasus Djoko Tjandra

1. Pengadilan Negeri

Setelah skandal Bank Bali mencuat, Djoko Tjandra diperiksa oleh Kepolisian dan Kejaksaan
Agung atas dugaan pengaturan dan keterlibatan dalam transaksi ilegal, di mana kemudian ia
didakwa 18 bulan penjara dengan dakwaan korupsi dan diadili di PN Jakarta Selatan pada 9
Februari 2000, tetapi kemudian dibebaskan pada 6 Maret 2000 karena Wakil Hakim Ketua
yang menangani kasusnya, memutuskan bahwa kasus tersebut seharusnya disidangkan sebagai
kasus perdata13.

2. Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung

Sekitar 2 minggu setelah bebas, Pengadilan Tinggi Jakarta memerintahkan PN Jakarta Selatan
untuk memeriksa dan mengadili Djoko Tjandra sehingga ia kemudian diadili kembali pada
April 2000 dan dibebaskan kembali pada 28 Agustus 2000, sebab hakim menilai walaupun
seluruh dakwaan jaksa penuntut umum terhadap Djoko Tjandra terbukti, tetapi kasus tersebut
bukanlah merupakan tindak pidana melainkan kasus perdata14. Kejaksaan Agung kemudian
mengajukan banding ke Mahkamah Agung pada Juni 2001 yang justru memperkuat putusan
sebelumnya bahwa Djoko Tjandra tidak bersalah, tetapi satu anggota majelis hakim kasasi,

11
Chris Manning, et al., 2000, Indonesia in Transition: Social Dimensions of the Reformasi and the Economic
Crisis, Zed Books Publisher, London
12
Arnold Wayne, “INTERNATIONAL BUSINESS; As Bank Scandal Worsens, Indonesia Assails the
Auditors”, https://www.nytimes.com/1999/09/16/business/international-business-as-bank-scandal-worsens-
indonesia-assails-the-auditors.html, diakses 29 Agustus 2020
13
Agence France Presse, “Court rejects suit linked to Bank Bali graft case”, https://www.asia-pacific-
solidarity.net/news/2000-03-07/court-rejects-suit-linked-bank-bali-graft-case.html, diakses 29 Agustus 2020
14
Yudho Winarto, Loc. Cit.
6
Artidjo Alkostar, memberikan pendapat yang bertentangan dari hakim lainnya (dissenting
opinion) dengan menyatakan bahwa Djoko Tjandra bersalah melakukan korupsi15.

3. Peninjauan Kembali

Tidak patah arang, Kejaksaan Agung mengajukan Peninjauan Kembali (PK) terhadap putusan
yang membebaskan Djoko Tjandra dalam kasus korupsi cessie Bank Bali pada Oktober 2008.
Majelis hakim yang diketuai Djoko Sarwoko dan beranggotakan I Made Tara, Komariah E.
Sapardjaja, Mansyur Kertayasa, dan Artidjo Alkostar menerima PK tersebut serta menjatuhkan
vonis penjara 2 tahun dan denda 15 juta dengan hukuman tambahan perampasan uang sebesar
Rp546 miliar dalam rekening Djoko Tjandra di Bank Bali pada 11 Juni 200016.

4. Buron

Pada 16 Juni 2009, Djoko Tjandra mangkir dari panggilan Kejaksaan untuk dieksekusi, yang
lalu Djoko Tjandra diberikan kesempatan sekali lagi untuk dipanggil ulang, namun ia kembali
tidak memenuhi panggilan tersebut sehingga ia dinyatakan buron oleh Kejaksaan17. Kemudian
diketahui bahwa Djoko Tjandra melarikan diri ke Papua Nugini dengan menggunakan pesawat
charter dari Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta sehari sebelum pembacaan putusan oleh
hakim.

5. Kewarganegaraan Ganda

Juli 2012, Kejaksaan Agung, melalui Wakil Jaksa Agung, Darmono, menyatakan bahwa
pemerintah Papua Nugini telah memberikan kewarganegaraan kepada Djoko Tjandra sehingga
mempersulit jalannya eksekusi terhadapnya. Rupanya pada Oktober 2011, Djoko Tjandra
sudah mengajukan permohonan kewarganegaraan dengan cara naturalisasi kepada Menteri
Luar Negeri Papua Nugini saat itu, Ano Pala, yang kemudian kewarganegaraan tersebut

15
Tempo, “Hakim Agung Artidjo Alkostar: Saya Mencari Kebenaran Sejati”,
https://majalah.tempo.co/read/hukum/121909/hakim-agung-artidjo-alkostar-saya-mencari-kebenaran-sejati,
diakses 29 Agustus 2020
16
Egi Adyatama, “Dieksekusi Jaksa, Djoko Tjandra Resmi Ditahan 2 Tahun untuk Kasus Bank Bali”,
https://nasional.tempo.co/read/1371325/dieksekusi-jaksa-djoko-tjandra-resmi-ditahan-2-tahun-untuk-kasus-
bank-bali/full&view=ok, diakses 29 Agustus 2020
17
Yudho Winarto, Loc. Cit.
7
diberikan pada April 2012 walaupun Djoko Tjandra ada di dalam daftar merah Interpol akibat
status buronnya di Indonesia18.

6. Kembali ke Indonesia untuk Melakukan PK

Pada 29 Juni 2020, aparat penegak hukum melalui Jaksa Agung, ST Burhanuddin, mengaku
kecolongan sebab diketahui bahwa Djoko Tjandra sudah berada di Indonesia pada 8 Juni 2020.
Ia menyatakan bahwa informasi pendeteksian yang dimiliki imigrasi lemah, tetapi hal itu
dibantah oleh Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly, bahwa imigrasi tidak pernah
mencatat seseorang bernama Djoko Tjandra masuk ke Indonesia. Dugaan yang muncul adalah
Djoko Tjandra masuk dengan nama Joko Soegiarto Tjandra, sesuai dengan berkas putusan
perkara di MA nomor 12 PK/Pid.Sus/200919.

Alasan utama Djoko Tjandra kembali ke Indonesia tidak lain adalah mencoba peruntungannya
dengan mengajukan PK atas kasus yang menjeratnya di PN Jakarta Selatan pada 8 Juni 2020.
Hal tersebut ia lakukan setelah sempat mendatangi rumahnya di Jakarta dan mengurus KTP
elektronik di kantor kelurahan Grogol Selatan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan guna
melengkapi persyaratan pengajuan PK20. Sebulan setelah pengajuan PK, yaitu pada tanggal 7
Juli 2020, Djoko Tjandra dijadwalkan akan hadir untuk menjalani sidang pemeriksaannya,
namun malang tak dapat ditolak, Djoko Tjandra tidak muncul. Pengacara Djoko Tjandra, Anita
Kolopaking, mengatakan bahwa Djoko Tjandra berada di Kuala Lumpur, Malaysia karena
sakit 21 . Akan tetapi, Ditjen Imigrasi melalui Kepala Bagian Humas dan Umum, Arvin
Gumilang, menyangkal hal tersebut dengan mengatakan bahwa tidak ada nama Djoko Tjandra
dalam data perlintasan imigrasi22.

18
PNGi, “Investigation into improper and unlawful issuance of entry permits, citizenship and passports to Joko
Tjandra: Summary Report”, https://pngiportal.org/directory/investigation-into-improper-decision-to-engage-
central-lands-limited-to-build-a-government-office-complex-summary-report, diakses 29 Agustus 2020
19
Zakki Amali, “Saat Negara 11 Tahun Digocek Buron Korupsi Bank Bali Djoko Tjandra”, https://tirto.id/saat-
negara-11-tahun-digocek-buron-korupsi-bank-bali-djoko-tjandra-fNia, diakses 29 Agustus 2020
20
Aiman Witjaksono, “Djoko Tjandra Masuk Indonesia, Urus KTP, Lalu Keluar Indonesia Lagi, Kok Bisa?”
https://www.kompas.com/tren/read/2020/07/13/070000365/djoko-tjandra-masuk-indonesia-urus-ktp-lalu-
keluar-indonesia-lagi-kok-bisa?page=all, diakses 29 Agustus 2020
21
Kompas, “Djoko Tjandra Ada di Kuala Lumpur, Malaysia”, https://kumparan.com/kumparannews/djoko-
tjandra-ada-di-kuala-lumpur-malaysia-1tnI57B2udU/full, diakses 29 Agustus 2020
22
Jawa Pos, “Imigrasi Sebut Tak Mengetahui Perjalanan Djoko Tjandra ke Malaysia”,
https://www.jawapos.com/nasional/hukum-kriminal/13/07/2020/imigrasi-sebut-tak-mengetahui-perjalanan-
djoko-tjandra-ke-malaysia/, diakses 29 Agustus 2020
8
7. Tertangkap Kembali di Malaysia

Pada 30 Juli 2020, Djoko Tjandra benar-benar ditangkap di Malaysia dan di bawa ke Indonesia
pada hari yang sama23. Kasus ini menyeret nama 2 perwira tinggi polisi, yaitu Brigjen Prasetijo
Utomo dan Irjen Napoleon Bonaparte sebagai terduga penerima suap penghapusan red notice
atas nama Djoko Tjandra24, serta jaksa yang menangani kasus tersebut, yaitu Jaksa Pinangki
sebagai terduga penerima suap guna mengurus fatwa MA agar ia tak dieksekusi ke tahanan25.

Kontroversi Putusan Batal Demi Hukum; Kontroversi Keabsahan

Eksekusi Tjoker; dan Perlunya Memperbaiki Putusan yang Batal Demi

Hukum

A. Kontroversi Putusan Batal Demi Hukum

Hal yang menarik dari kasus ini adalah adanya kontroversi terhadap kelengkapan surat
putusan pemidanaan. Surat putusan pemidanaan adalah surat yang terdiri atas unsur-unsur
perkara yang tengah dihadapi terdakwa seperti identitas terdakwa, tuntutan pidana, hingga
perintah penahanan/pembebasan terdakwa. Ketentuan lebih lengkap mengenai surat ini diatur
secara expressive verbis dalam Pasal 197 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP).

Menurut Yahya Harahap, surat putusan pemidanaan memiliki peran penting dalam
menentukan sah tidaknya suatu putusan dibuat. 26 Hal ini didasarkan pada ketentuan yang
terumus di dalam pasal 197 ayat (2) KUHAP di mana suatu putusan yang tidak memuat
beberapa unsur tertentu dapat mengakibatkan putusan batal demi hukum.27

23
Fajar Pebrianto, “Polri Tangkap Djoko Tjandra, Kabareskrim: Selanjutnya Ditangani Kejaksaan”,
https://nasional.tempo.co/read/1371091/polri-tangkap-djoko-tjandra-kabareskrim-selanjutnya-ditangani-
kejaksaan, diakses 29 Agustus 2020
24
Andita Rahma, “Bareskrim Gelar Rekonstruksi Kasus Red Notice Djoko Tjandra”,
https://nasional.tempo.co/read/1380233/bareskrim-gelar-rekonstruksi-kasus-red-notice-djoko-tjandra, diakses 29
Agustus 2020
25
Zakki Amali, “Kejanggalan Pinangki: Tak ‘dipamerkan’ ke Publik & Enggan Diperiksa”,
https://tirto.id/kejanggalan-pinangki-tak-dipamerkan-ke-publik-enggan-diperiksa-f1W3, diakses 29 Agustus
2020
26
Yahya Harahap, 2000, Pembahasan dan Permasalahan KUHAP: Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding,
Kasasi, dan Peninjauan Kembali, Sinar Grafika, Jakarta. Hlm. 351.
27
Ibid.
9
Dalam kasus Djoko Candra terdapat suatu kontroversi mengenai dua ketentuan norma
ini. Otto Hasibuan, pengacara Djoko Candra berpendapat bahwa putusan yang dikeluarkan oleh
Mahkamah Agung dalam Peninjauan Kembali (PK 2009) bersifat batal demi hukum.28 Hal ini
disebabkan karena putusan PK yang dijatuhkan kepada Djoko Candra tidak memuat perintah
penahanan29 sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 197 ayat (1) huruf k dan ayat (2) KUHAP
yang berbunyi sebagai berikut:30

Pasal 197

(1) Surat putusan pemidanaan memuat :

a. kepala putusan yang dituliskan berbunyi : "DEMI KEADILAN


BERDASARIKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA";

b. nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal, jenis kelamin, kebangsaan,
tempat tinggal, agama dan pekerjaan terdakwa;

...

k. perintah supaya terdakwa ditahan atau tetap dalam'tahanan atau


dibebaskan;

L. hari dan tanggal putusan, nama penuntut umum, nama hakim yang
memutus dan nama panitera;

(2) Tidak dipenuhinya ketentuan dalam ayat (1) huruf a, b, c, d, e, f, h, i, j, k dan


I pasal ini mengakibatkan putusan batal demi hukum.

Dalam pasal di atas dapat disimpulkan dengan tidak dicantumkannya perintah


penahanan dalam surat dakwaan menimbulkan konsekuensi yang cukup serius, yaitu putusan
batal demi hukum. Menurut Yahya Harahap, putusan yang batal demi hukum adalah putusan
yang dianggap tidak pernah terjadi sama sekali, tidak bersifat mengikat, sehingga penuntut
umum dalam kasus ini tidak dapat mengeksekusi pemidanaan yang dijatuhkan oleh MA saat

28
Kompas Cyber Media, KOMPAS.com, https://nasional.kompas.com/read/2020/08/05/0606 2561/saat-
pengacara-protes-terhadap-eksekusi-djoko-tjandra, diakses 21 Agustus 2020.
29
Kumparan, https://kumparan.com/kumparannews/kejagung-siap-hadapi-otto-hasibuan-jika-eksekusi-vonis-
pk-djoko-tjandra-digugat-1tw5B2RinzD, diakses 24 Agustus 2020.
30
Lihat Pasal 197 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana. Lembaran Negara Nomor 76 Tahun 1981, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209.
10
PK 2009.31 Menanggapi hal tersebut Djoko Candra memutuskan untuk menguji keabsahan PK
2009 dengan melakukan Peninjauan Kembali ke-2 pada bulan Juli lalu sebagai satu langkah
untuk membebaskan dirinya.

B. Putusan MK bersifat Tidak Retroaktif

Dalam perkembangan kasus ini, Mahkamah Konstitusi (MK) pada tahun 2012 (4 tahun
setelah PK Djoko Candra) mengeluarkan suatu putusan yang bersifat inkonstitusional bersyarat
(conditionally unconsistutional) terhadap Pasal 197 KUHAP ayat (1) huruf K juncto Pasal 197
KUHAP ayat (2). 32 Pada umumnya, putusan MK terdiri atas putusan yang bersifat dan
membatalkan, namun jenis putusan MK terus berkembang hingga akhirnya melahirkan putusan
berjenis baru seperti putusan inkonstitusional.

Putusan yang bersifat inkonstitusional adalah putusan yang memberi dampak kepada
pasal yang diujikan sebagai pasal yang bersifat tidak mengikat apabila syarat baru yang telah
ditetapkan oleh MK tidak dipenuhi.33 Dalam kasus ini, MK mempertimbangkan mengeluarkan
putusan a quo atas pertimbangan:34

1. “Bahwa ketika dalam perkara pidana yang harus dibuktikan adalah kebenaran
materiil, dan saat kebenaran materiil tersebut sudah terbukti dan oleh karena itu
terdakwa dijatuhi pidana, namun karena ketiadaan perintah supaya terdakwa
ditahan atau tetap dalam tahanan atau dibebaskan yang menyebabkan putusan
batal demi hukum, sungguh merupakan suatu ketentuan yang jauh dari
substansi keadilan, dan lebih mendekati keadilan prosedural atau keadilan
formal semata;”35
2. “Menimbang bahwa oleh karena permohonan Pemohon tidak beralasan
menurut hukum sepanjang permohonan penafsiran seperti yang dimohonkan,

31
Yahya Harahap, Op. Cit. hlm. 385.
32
Hukum Online, “MK: Putusan Tanpa Perintah Penahanan Tetap Sah",
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt50aea9e793963/mk--putusantanpa-perintah-penahanan-tetap-sah/,
diakses 25 Agustus 2020.
33
Sukri Asyari, Meyrinda Rachmawaty Hilipito, dan Mohammad Mahrus Ali, 2013, Model dan Implementasi
Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Pengujian Undang-Undang (Studi Putusan 2003-2012), Pusat Penelitian
dan Pengujian Perkara, Pengelolaan Teknologi Informasi dan Komunikasi Kepaniteraan dan Sekretariat
Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Hlm. 9
34
Lihat Putusan MK Nomor 69/PUU-X/2012. hlm. 141
35
Ibid. hlm. 143
11
padahal ketentuan Pasal 197 ayat (2) huruf “k” tersebut memang tidak sejalan
dengan upaya pemenuhan kebenaran materiil dalam penegakan hukum pidana
maka demi kepastian hukum yang adil, Mahkamah memberikan makna bahwa
Pasal 197 ayat (2) huruf “k” tersebut bertentangan dengan UUD 1945 apabila
diartikan surat putusan pemidanaan yang tidak memuat ketentuan Pasal 197
ayat (1) huruf k UU 8/1981 mengakibatkan putusan batal demi hukum;”

Berdasarkan pertimbangan di atas dapat disimpulkan bahwa MK menganggap


ketentuan pembatalan putusan dalam Pasal 197 ayat (1) jo. ayat (2) bertentangan dengan
prinsip keadilan substantif. Satjipto Rahardjo memaknai keadilan substantif sebagai suatu
keadilan yang diperoleh dari nilai-nilai yang dianut masyarakat, bukan keadilan formalistik
atau keadilan yang diperoleh berdasarkan prosedur peradilan belaka. 36 Dalam kasus Djoko
Candra, membebaskannya adalah suatu bentuk implementasi keadilan prosedural yang
berlandaskan kepada kepastian hukum, sedangkan memilih untuk tetap menghukumnya adalah
implementasi keadilan substantif.

Kasus Djoko Candra sebenarnya adalah serupa dengan kasus Parlin Riduansyah yang
menjadi pihak Pemohon dalam Putusan MK a quo. Dalam kedua kasus ini, pasal 197 KUHAP
ayat (1) huruf K juncto Pasal 197 KUHAP ayat (2) ditafsirkan sebagai suatu prasyarat penting
untuk menguji keabsahan putusan pengadilan secara prosedural. Melalui amar Putusan MK a
quo prasyarat tersebut dihilangkan dan diubah secara bersyarat dengan ketentuan sebagai
berikut:37

1) Pasal 197 ayat (2) huruf “k” Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum
Acara Pidana, apabila diartikan surat putusan pemidanaan yang tidak memuat
ketentuan Pasal 197 ayat (1) huruf k Undang-Undang a quo mengakibatkan putusan
batal demi hukum;
2) Pasal 197 ayat (2) huruf “k” Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum
Acara Pidana, (diubah) selengkapnya menjadi, “Tidak dipenuhinya ketentuan

36
Mohammad Machfud MD dkk., Satjipto Rahardjo dan Hukum Progresif: Urgensi dan Kritik, Epistema
Institute, Jakarta.
37
Ibid. Hlm. 144
12
dalam ayat (1) huruf a, b, c, d, e, f, h, j, dan l pasal ini mengakibatkan putusan
batal demi hukum”;

Penulis memuat tabel di bawah dengan tujuan untuk memudahkan pemahaman


pembaca terkait implikasi yang ditimbulkan oleh amar a quo sebagai berikut:

Pasal 197 ayat (2) Sebelum Putusan Pasal 197 ayat (2) Setelah Putusan
MK MK
“Tidak dipenuhinya ketentuan dalam “Tidak dipenuhinya ketentuan dalam
ayat (1) huruf a, b, c, d, e, f, h, i, j, k ayat (1) huruf a, b, c, d, e, f, h, j, dan l
dan I pasal ini mengakibatkan putusan pasal ini mengakibatkan putusan batal
batal demi hukum.” demi hukum”

Tabel 1.1 Implikasi yang Ditimbulkan oleh Amar Putusan MK No. 69 Tahun
2012

Namun, timbul satu pertanyaan penting: Apakah perubahan di atas menimbulkan


pengaruh pada kasus PK Djoko Candra (2009) yang telah diputus sebelum dikeluarkan
putusan tersebut (2012)? Apakah Putusan MK a quo bersifat retroaktif?

Jawabannya secara hukum positif, tidak. Hal ini didasarkan pada dua hal. Pertama,
Yusril Ihza Mahendra selaku kuasa hukum Parlin berpendapat bahwa putusan MK tidak
berlaku surut, sehingga kasus yang terjadi sebelum Putusan MK ini tidak dapat dieksekusi.38
Opini tersebut sesungguhnya didasarkan pada asas legalitas yang tercantum dalam Pasal 1 ayat
(1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang menyatakan:39

Pasal 1

(1) Tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana
dalam perundang-undangan yang telah ada, sebelum perbuatan
dilakukan.

Dalam kasus Djoko Candra secara jelas perbuatannya dilakukan jauh sebelum Putusan
MK terbit. Perbuatan Djoko Candra, yaitu melakukan tindakan pidana korupsi terbukti

38
Loc. Cit. Hukumonline. MK: Putusan Tanpa Perintah Penahanan Tetap Sah.
39
Moeljatno, 2005, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Bumi Aksara, Jakarta. Hlm. 3
13
dilakukan pada tahun 1997 hingga tahun 1999 40 sebelum adanya Putusan MK yang
membatalkan ketentuan Pasal 197 ayat (1) huruf k jo. Pasal 197 ayat (2) pada tahun 2012.
Artinya, walaupun Putusan MK tersebut membatalkan ketentuan yang diatur dalam KUHAP,
namun tidak menimbulkan efek apa-apa terhadap kasus yang diadili sebelum Putusan MK
dibuat. Dalam artian lain, Kejaksaan Agung tidak memiliki hak untuk mengeksekusi
pemidanaan Djoko Candra.

Dasar kedua, pasal 1 ayat (2) KUHP justru memperkuat argumentasi pembebasan
Djoko Candra di mana ketentuan a quo menyatakan:

Pasal 1

(2) Jika sesudah perbuatan dilakukan ada perubahan dalam perundang-undangan,


dipakai aturan yang paling ringan bagi terdakwa.

Pasal ini memiliki suatu makna bahwa ketika terdakwa sedang dituntut, diperiksa, atau
diadili dalam suatu sidang dan saat dalam proses tersebut ada “perubahan ketentuan” maka
peraturan yang digunakan adalah peraturan yang mengancam ancaman paling ringan.

Dalam kasus Djoko Candra, peraturan yang dimaksud sebagai “ketentuan perubahan”
adalah putusan MK No. 69 Tahun 2012 yang mengancam pemidanaan terdakwa, sedangkan
“ketentuan lama” yang dimaksud adalah Putusan Peninjauan Kembali Tahun 2009 yang
putusannya bersifat batal demi hukum-bebas. Dalam kasus ini jelas secara positivistik Djoko
Candra dapat bebas dari jeratan eksekusi Putusan PK 2009 oleh Kejagung.

Namun, apakah realitas berkata demikian? Hal tersebut akan dibahas selanjutnya.

C. Eksekusi Penuntut Umum Sah atau Tidak?

Jumat, 31 Juli 2020 Kejaksaan Agung (Kejagung) melakukan eksekusi Putusan PK MA


Tahun 2009 dengan menangkap Djoko Candra usai tiba di Indonesia. 41 Kejagung tidak
menghiraukan protes Otto Hasibuan-pengacara Djoko Candra yang sebelumnya berpendapat
bahwa putusan a quo bersifat batal demi hukum, sehingga seharusnya tidak bisa
dilaksanakan.42 Kejagung beralasan eksekusi tersebut adalah sah karena dilandasi oleh putusan

40
Lihat Putusan Mahkamah Agung Peninjauan Kembali. Putusan MA Nomor 100 PK/Pid. Sus/2009. Hlm. 2
41
Kompas Cybermedia. Loc. Cit.
42
Ibid.
14
yang bersifat mengikat (inkracht) dan berdalih hakim PK memang tidak memiliki kewenangan
untuk memerintahkan jaksa melakukan penahanan.43

Alasan tersebut adalah tidak tepat karena (i) dalih hakim PK tidak memiliki
kewenangan untuk memerintahkan jaksa melakukan penahanan tidak memiliki landasan
hukum dan (ii) putusan yang menjadi landasan eksekusi jaksa adalah bersifat batal demi hukum.
Seperti yang Penulis katakan sebelumnya, putusan yang batal demi hukum tidak menimbulkan
akibat hukum apapun dikarenakan putusan a quo tidak dapat dilaksanakan. Kasus ini
sebenarnya adalah kasus kedua yang pernah terjadi di Indonesia setelah kasus Parlin
Riduansyah yang juga pernah dieksekusi oleh Kejagung, padahal putusannya batal demi
hukum.44

Lantas bagaimana penyelesaian solusi yang ideal?

D. Langkah Memperbaiki Putusan yang Batal Demi Hukum

Yahya Harahap mengatakan bahwa putusan yang batal demi hukum atas sebab tidak
dipenuhinya ketentuan yang tertera dalam Pasal 197 ayat (1) jo. Pasal 197 ayat (2) KUHAP
dapat diperbaiki dengan cara memenuhi unsur-unsur yang mempengaruhi pembatalan
putusan.45

Dalam hal ini perlu diingat bahwa hanya putusanlah yang bersifat batal demi hukum,
sedangkan pemeriksaan dan berkas acara pemeriksaan tetap sah dan mengikat. 46 Artinya,
seluruh proses sidang di pengadilan tidak perlu diulang karena pemeriksaan di pengadilan
adalah sah.

Jaksa, penasihat hukum, dan terdakwa/terpidana memiliki hak untuk mengajukan


pernyataan putusan batal demi hukum kepada pengadilan yang mengeluarkan putusan
tersebut.47 Setelah itu, pengadilan yang lebih tinggi bertugas melakukan perbaikan terhadap
kesalahan putusan yang dibuatnya.48

43
Ibid.
44
Hukumonline, Loc. Cit, MK: Putusan Tanpa Perintah Penahanan Tetap Sah.
45
Yahya Harahap, Op. Cit., Hlm. 396
46
Ibid.
47
Ibid. Hlm. 388
48
Ibid.
15
Dalam kasus Djoko Candra, pada seharusnya jaksa penuntut umum mengajukan
pernyataan putusan batal demi hukum kepada MA, sehingga MA dapat melakukan perbaikan
terhadap putusan yang dibuat. Perbaikan ini adalah perlu untuk menjaga asas kepastian hukum
dan memperoleh keadilan substantif. Djoko Candra telah terbukti melakukan kesalahan berupa
tindak pidana korupsi, tidak etis rasanya membebaskannya hanya dengan alasan “putusan tidak
sesuai prosedur”. Namun, di sisi lain kita juga perlu melindungi asas kepastian hukum di mana
hukum harus jelas dan objektif, sehingga setiap orang dapat diperlakukan sama di mata
hukum.49 Memperbaiki putusan yang batal demi hukum adalah jalan tengah untuk melindungi
kedua asas tersebut.

Putusan atas suatu kasus yang tidak memiliki kekuatan hukum karena batal demi hukum
seharusnya dibenahi demi pemenuhan formilnya. Menurut Eddy O.S. Hiariej dalam suatu
wawancara dengan Refly Harun, Djoko Tjandra beserta kuasa hukumnya membuat kesalahan
karena berasumsi bahwa yang sudah ditetapkan sebagai tersangka menjadi orang bebas dengan
begitu saja hanya karena putusan yang batal demi hukum. Seharusnya, putusan yang batal demi
hukum seharusnya dilawan atau diusahakan supaya putusan tersebut tidak menjadi batal demi
hukum. Tindakan yang demikian semakin memperkuat asumsi bahwa keadilan substansial
memang harus diupayakan, karena penyiasatan hukum formil menjadi keunggulannya.

Pengajuan Peninjauan Kembali (PK) oleh Jaksa Penuntut Umum,

Permasalahan Novum terkait Putusan MK, dan Problematika Pengajuan

Peninjauan Kembali (PK) Kedua Djoko Tjandra

Perlu diuraikan mengenai hal ini karena seperti telah dipaparkan di atas bahwa salah satu
peristiwa hukum yang berkaitan dengan perjalanan kasus Djoko Tjandra adalah adanya
peninjauan kembali yang dilakukan oleh JPU. Jika dikembalikan pada dasar filosofis adanya
lembaga peninjauan kembali ditujukan untuk melindungi kepentingan hukum terpidana atas
putusan yang telah berkekuatan hukum tetap.50 Berdasarkan rasio ini Anne Boentaran, istri
Djoko Tjandra, mengajukan permohonan ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menguji
ketentuan Pasal 263 ayat (1) KUHAP yang seharusnya dimaknai bahwa terkait pengajuan PK

49
Lihat Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
50
Yahya Harahap, Op. Cit., hlm. 616
16
yang mempunyai hak adalah terpindana atau ahli warisnya. 51 Berdasarkan permohonan
tersebut, dalam putusan MK nomor 33/PUU-XIV/2016 menyatakan bahwa yang mempunyai
hak untuk mengajukan PK adalah terpidana atau ahli warisnya. Secara lebih rinci dalam
pertimbangan hukum putusan a quo MK memberikan tafsiran terhadap pasal 263 ayat KUHAP
bahwa tidak boleh melanggar dan menafsirkan lain selain apa yang tegas diatur dalam pasal
tersebut yaitu:

1. PK hanya dapat diajukan terhadap putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap (inkracht van gewujsde zaak);
2. PK tidak dapat diajukan terhadap putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum;
3. Pemohonan PK hanya dapat diajukan oleh terpidana atau ahli warisnya;
4. PK haya dapat diajukan terhadap putusan pemidanaan.

Sehingga jika dikontekskan dalam perkara a quo, bahwa pengajuan dan putusan PK yang ada
secara sekaligus melanggar subjek dan objek hukum PK. Secara subjek hukum PK, jaksa tidak
memiliki hak mengajukan PK. Begitupun terkait objek hukum PK, bahwa PK hanya dapat
diajukan terhadap putusan inkracht yang berupa putusan pemidanaan, namun dalam perkara a
quo objeknya adalah putusan lepas.

Problematika utamanya adalah putusan MK bersifat prospektif atau tidak berlaku surut. 52
Sehingga dengan adanya prinsip tersebut, tidak serta merta membatalkan putusan PK yang ada.
Yang menarik dan berkaitan dengan perkara ini adalah apakah putusan MK tersebut dapat
dijadikan sebagai keadaan baru (novum)?

Seperti diketahui bahwa Djoko Tajndra pada juli 2020 lalu mengajukan kembali PK. Secara
waktu, ika melihat ketentuan Pasal 264 ayat (3) bahwa permintaan peninjauan kembali tidak
dibatasi suatu jangka waktu sehingga ini tidak menjadi masalah. Selanjutnya alasan untuk
mengajukan PK dapat ditemukan dalam pasal 263 ayat (2) yang menyatakan:

a. apabila terdapat keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat, bahwa jika keadaan itu
sudah diketahui pada waktu sidang masih berlangsung, hasilnya akan berupa putusan

51
Agus Sahbani, “Akhirnya MK Larang Jaksa Ajukan PK”.
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5734711a1fc21/akhirnya-mk-larang-jaksa-ajukan-pk/, diakses 29
Agustus 2020
52
Muhammad Mahfud MD, 2009, Konstitusi dan Hukum dalam Kontroversi Isu, Rajawali Pers, Jakarta, Hlm.
288
17
bebas atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum atau tuntutan penuntut umum tidak
dapat diterima atau terhadap perkara itu diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan;
b. apabila dalam pelbagai putusan terdapat pernyataan bahwa sesuatu telah terbukti, akan
tetapi hal atau keadaan sebagai dasar dan alasan putusan yang dinyatakan telah terbukti
itu, ternyata telah bertentangan satu dengan yang lain;
c. apabila putusan itu dengan jelas memperlihatkan suatu kekhiIafan hakim atau suatu
kekeliruan yang nyata.

Sehingga novum dapat dijadikan alasan untuk melakukan peninjauan kembali. Adapun adanya
novum ini sendiri harus menimbulkan dugaan kuat, bahwa:53

a. Jika seandainya keadaan baru itu diketahui atau ditemukan dan dikemukakan pada
waktu sidang berlangsung, dapat menjadi faktor dan alasan untuk menjatuhkan putusan
bebas atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum, atau;
b. Keadaan baru itu jika ditemukan dan diketahui pada waktu sidang berlangsung, dapat
menjadi alasan dan faktor untuk putusan yang menyatakan tuntutan penuntut umum
tidak dapat diterima, atau;
c. Dapat dijadikan alasan dan faktor untuk menjatuhkan putusan dengan menerapkan
ketentuan pidana yang lebih ringan.

Jika dikonteksan dengan putusan MK sebagai novum Eddy O.S. Hiariej dalam suatu
wawancara dengan Refly Harun menyatakan bahwa putusan pengadilan, dalam hal ini dapat
dijadikan novum untuk mengajukan PK karena perubahan ini berkaitan dengan suatu ketentuan
hukum pidana. Melihat hal yang sama, Bagir Manan yang kala itu menjabat sebagai ketua MA
menyatakan bahwa putusan MK tidak bisa dijadikan novum karena hal ini bukan terkait
bagaimana hukum diterapkan, melainkan fakta yang sudah ada tetapi tidak terungkap dan baru
ditemukan kemudian. 54 Sehingga bagaimana mendudukkan putusan MK ini kelak akan
menentukan putusan PK yang diajukan.

53
Yahya Harahap, op.cit., hlm. 619.
54
Detik, “Bagir Manan : Putusan MK Tak bisa Dijadikan Novum”, https://news.detik.com/berita/d-
182201/bagir-manan-putusan-mk-tak-bisa-dijadikan-novum-- diakses 29 Agustus 2020
18
Tidak berhenti disitu, kompleksitas perkara ini masih terus berlanjut dalam hal ini terkait
apakah PK hanya bisa diajukan satu kali atau boleh lebih daripada itu. Jika menilik ketentuan
Pasal 268 ayat (1), (2), dan (3) KUHAP, yang menyatakan bahwa:

1) Permintaan peninjauan kembali atas suatu putusan tidak menangguhkan maupun


menghentikan pelaksanaan dari putusan tersebut;
2) Apabila suatu permintaan peninjauan kembali sudah diterima oleh Mahkamah Agung
dan sementara itu pemohon meninggal dunia, mengenai diteruskan atau tidaknya
peninjauan kembali tersebut diserahkan kepada kehendak ahli warisnya;
3) Permintaan peninjauan kembali atas suatu putusan hanya dapat dilakukan satu kali saja.

Ketentuan serupa juga terdapat dalam pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009
tentang Kekuasaan Kehakiman dan Pasal 66 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985
tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun
2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009. Sehingga PK
berdasarkan ketentuan a quo hanya dapat diajukan satu kali sebagai perwujudan kepastian
hukum. Namun ketentuan dalam Pasal 268 ayat (3) KUHAP tersebut dibatalakan melalui
Putusan MK Nomor 34/PUU-XI/2013 yang menyatakan PK dapat dilakukan lebih dari satu
kali dengan penekanan utama adalah untuk terwujudnya keadilan hukum.55 Atas putusan MK
tersebut, MA mengeluarkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 7 tahun 2014
yang kontradiktif dengan putusan MK a quo dengan menyatakan bahwa PK hanya tetap dapat
diajukan satu kali dengan rasio utama masih ada ketentuan undang-undang lain yang mengatur
demikian. SEMA ini menarik ditinjau dari kekuatan mengikatnya dan statusnya sebagai suatu
peraturan perundang-undangan yang akan ditilik dalam kajian lainnya. Nantinya bagaimana
hakim yang menangani perkara PK kedua yang diajukan Djoko Tjandra dalam melihat hal ini
juga akan sangat menentukan eskalasi akhir terhadap perkara ini.

55
Muzakkir, 1 Maret 2012, Makalah disampaikan pada kegiatan diskusi “Peninjauan Kembali Putusan Pidana
oleh Jaksa Penuntut Umum” diselenggarakan oleh Badan Litbang Diklat Kumdil Mahkamah Agung Republik
Indonesia di Hotel Santika. Dalam Muh. Djaelani Prasetya, Analisis Yuridis Mengenai Keputusan Mahkamah
Konstitusi Terhadap Pasal 268 ayat (3) Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 (Putusan Mahkamah Konstitusi
No.34/PUU-XI/2013 tentang Peninjauan Kembali), Naskah Skripsi fakultas Hukum Universitas Hasanuddin,
Makassar: Universitas Hasanuddin, 2014, h. 33.
19
Alegasi Kasus Suap Jaksa Pinangki dan Implikasinya Terhadap Kasus

Djoko Chandra

Pinangki Sirna Malasari adalah seorang jaksa yang diduga menerima gratifikasi sebesar
Rp7,4 miliar rupiah atau sekitar 500 ribu dolar Amerika dari Djoko Chandra.56 Pertemuannya
dengan Djoko Chandra dicurigai karena Jaksa Pinangki telah keluar negeri tanpa izin sebanyak
sembilan kali di tahun 2019.

Jaksa Pinangki ditetapkan menjadi tersangka atas kasus korupsi atas penerimaan
gratifikasi, dan di dakwa dalam Pasal 5 ayat (2) UU Tipikor. Pemberian gratifikasi terhadap
Jaksa Pinangki diduga terkait fatwa hukum untuk menguntungkan Djoko Chandra. 57 Namun,
investigasi lebih lanjut menemukan bahwa uang gratifikasi tersebut merupakan uang muka dari
jumlah yang akan dijanjikan lebih besar.

Kasus ini bermula dari pertemuan Jaksa Pinangki dengan Djoko Chandra pada
September 2019 silam dimana Jaksa Pinangki diminta untuk mengurus fatwa pembebasan
Djoko Chandra atas perkara hak tagih Bank Bali. 58 Jaksa Pinangki dan Djoko Chandra sepakat
atas uang gratifikasi sebesar 10 juta dolar untuk pengurusan fatwa tersebut, dan 500 ribu dolar
sebagai uang muka. Jaksa Pinangki dan Anita Kolopaking kemudian segera mengurus
pembuatan fatwa tersebut. Anita Kolopaking membantu Jaksa Pinangki dengan imbalan
sebesar 50 ribu dolar. Jaksa Pinangki mengurus administrasi di kejaksaan, sedangkan Anita
Kolopaking mengurus fatwa di Mahkamah Agung.

Akibat dari perbuatan tersebut, Jaksa Pinangki dinonaktifkan sementara dari Kejaksaan
Agung pasca 12 Agustus 2020, berdasarkan PP no. 20 Tahun 2008 tentang Tata Cara
Pemberhentian Dengan Hormat, Pemberhentian Tidak Hormat, dan Hak Jabatan Fungsional

56
Fitra Moerat Ramadhan, “Jaksa Pinangki Ditahan, Diduga Terima Rp 7,4 Miliar dari Djoko Tjandra”,
https://grafis.tempo.co/read/2180/jaksa-pinangki-ditahan-diduga-terima-rp-74-miliar-dari-djoko-tjandra ,
diakses 21 Agustus 2020
57
Linda Trianita, “Muslihat Fatwa di Menara 106, “https://majalah.tempo.co/read/laporan-
utama/161258/proposal-fatwa-us-100-juta-dari-jaksa-pinangki-kepada-joko-tjandra, diakses 21 Agustus 2020
58
Ibid
20
Jaksa yang Terkena Pemberhentian. Penonaktifan ini dilakukan selama proses hukum masih
berlangsung. 59 Apabila Jaksa Pinangki tidak bersalah maka akan dikembalikan status nya.

Kasus Jaksa Pinangki memberi penglihatan terhadap masalah internal yang ada di
dalam institusi kejaksaan. 60 Menurut Ketua Komisi Kejaksaan, Barita Simanjuntak, Jaksa
Pinangki tidak bereaksi sendiri. Ada yang merekomendasikan Jaksa Pinangki ke Djoko
Chandra yang membuat Djoko Chandra menerima bantuan Jaksa Pinangki. Benar atau
tidaknya kecurigaan tersebut memang belum dapat dikonfirmasi, namun masalah internal
Kejaksaan tentu menjustifikasi apa yang dikatakan oleh Ketua Komisi Kejaksaan.

Kenyataan tersebut, dan kasus korupsi Jaksa Pinangki telah mengimplikasikan masalah
internal dalam institusi Kejaksaan Indonesia. Investigasi lebih lanjut dan rencana reformasi
institusi Kejaksaan sangat diperlukan, namun untuk meningkatkan kepercayaan publik
terhadap penegakkan hukum di Indonesia, pernyataan tegas oleh Presiden adalah sebuah
langkah awal yang harus dilakukan. 61

Masalah Dirjen Imigrasi

A. Jalan Tikus Perbatasan

Djoko Soegiarto Tjandra selaku Direktur PT Era Giat Prima, berdasarkan Putusan
Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 12 PK/Pid.Sus/2009 tanggal 11 Juni 2009 telah
terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi yang mengakibatkan
kerugian negara. Terpidana kasus korupsi cessie Bank Bali tersebut melarikan diri ke luar
negeri sehari sebelum putusan pengadilan. Sehari sebelum putusan MA pada Juni 2009, Djoko
Tjandra diduga kabur meninggalkan Indonesia dengan pesawat carteran dari Bandara Halim
Perdanakusuma menuju Port Moresby, Papua Nugini.62 Ekstradisi Djoko S. Tjandra terkendala
karena Komite Penasihat Imigrasi dan Kewarganegaraan Papua New Guinea memberikan

59
Syailendra Persada, “Terseret Kasus Djoko Tjandra, Kejaksaan Agung Nonaktifkan Jaksa Pinangki”,
https://nasional.tempo.co/read/1377633/terseret-kasus-djoko-tjandra-kejaksaan-agung-nonaktifkan-jaksa-
pinangki, diakses 21 Agustus 2020
60
Op.cit, Linda Trianita.
61
Tempo, “Dalang Dibalik Joko Tjandra”, https://majalah.tempo.co/read/opini/161252/editorial-usut-tuntas-
komplotan-joko-tjandra, diakses 21 Agustus 2020
62
Irfan Kamil, “Kejagung Diminta Fokus Kembalikan Kerugian Negara Terkait Kasus Djoko Tjandra”,
https://nasional.kompas.com/read/2020/07/31/18443751/kejagung-diminta-fokus-kembalikan-kerugian-negara-
terkait-kasus-djoko?page=all, diakses tanggal 27 Agustus 2020
21
kewarganegaraan kepada Djoko Tjandra pada tanggal 11 Juni 2012. Kejaksaan menduga Djoko
S. Tjandra dilindungi oleh Papua New Guinea karena berdasarkan penelusuran, diketahui
Djoko S. Tjandra menanamkan investasi USD 2,000,000,000 atau sekitar
Rp.18.000.000.000.000,00 (delapan belas triliun rupiah) di lahan seluas 100.000 hektar. 63

Kementerian Hukum dan HAM membentuk tim bersama Kejaksaan Agung untuk
mencari keberadaan Djoko Tjandra pada tanggal 2 Juli 2020. Setelah lama kehilangan jejak,
pada Juni 2020 kemarin nama Joker mulai mencuat dan sempat berada di Indonesia tanpa
terdeteksi aparat penegak hukum dan pihak keimigrasian. Djoko Tjandra atau Joko Soegiarto
Tjandra ditangkap oleh polisi dan tiba di Jakarta pada Kamis (30/7/2020). 64 Koordinator
Masyarakat Anti Korupsi (MAKI), Bonyamin Saiman yakin akan dugaan Djoko Tjandra keluar
masuk Indonesia, maka ada kemungkinan melalui “jalur tikus”. Sementara itu, Kejagung juga
mengatakan semestinya Joker bisa dicekal di pintu masuk kedatangan mengingat statusnya
terpidana. Namun, yang jadi permasalahan disini adalah bagaimana bisa seorang Djoko
Tjandra lolos masuk dan keluar Indonesia tanpa terdeteksi imigrasi? Hal itu mungkin saja,
karena masih ada jalan tikus yang eksis di tanah air, dimana itu ada perlintasan tanpa ada
cheking oleh pihak imigrasi.

Dugaan kuat selama ini Joker menyebrang ke Malaysia lewat “jalur tikus” di Entikong.
Hal ini juga diperkuat dengan adanya surat jalan Joker ke Pontianak. Jika kita asumsikan, Joker
keluar masuk melalui jalur “legal” yaitu dengan paspor Malaysia ataupun Papua Nugini, ketika
masuk ke Indonesia. Pun jika Joker berganti nama secara sistem pasti akan dicek secara
biometri, baik itu kemiripan muka dan besar kemungkinan hal itu akan tercegah. Tetapi, jika
itu masuk sistem cegah-tangkal imigrasi, terdapat Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
64/PUU-IX/2011, yang menyatakan bahwa cegah dan tangkal maksimal 6 bulan setelah itu
bisa diperpanjang 1 kali, maksimal hanya diperbolehkan satu tahun. Jadi, untuk memasukan
Joker ke dalam daftar cekal lagi harus dengan kasus yang baru. Djoko Tjandra telah dilepas
status buronnya setelah 2014, jadi besar kemungkinan ia tidak terdeteksi, jika memang berganti
nama, ataupun melewati jalan “tikus”.

63
Denny Tjandra dan Arfin, “Kendala Pengembalian Aset Hasil Tindak Pidana Korupsi Transnasional”, Jurnal
BPPK, Vol.11, No. 1, 2018, hlm. 29.
64
Jawahir Gustav Rizal, “Djoko Tjandra Ditangkap, Ini Kegiatan yang Dilakukannya di Pontianak”,
https://www.kompas.com/tren/read/2020/07/31/140000765/djoko-tjandra-ditangkap-ini-kegiatan-yang-
dilakukannya-di-pontianak?page=all, diakses 27 Agustus 2020
22
B. Kontroversi Penghapusan Status Buron (DPO).

Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengatakan, terpidana kasus Bank Bali
Djoko Sugiarto Tjandra sudah tidak masuk daftar pencarian orang (DPO) Interpol sejak 2014.65
Artinya, Djoko Tjandra bisa saja masuk ke Indonesia tanpa halangan karena sudah tak lagi
berstatus sebagai buruan interpol. Hal ini senanda dengan Polri yang mengatakan, red notice
untuk Djoko Tjandra terhapus secara otomatis dari basis data Interpol setelah melewati batas
waktu, yaitu lima tahun.66 Red notice sendiri adalah notifikasi Interpol untuk mencari buronan
kejahatan atas permintaan yang menjadi negara anggota. Setelah red notice terhapus pada
secara sistem pada tahun 2014, muncul isu bahwa Joker muncul di Papua Nugini. Merespons
isu tersebut, Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri yang menjabat saat itu mengirim surat
kepada Dirjen Imigrasi Kemenkumham pada 12 Februari 2015. Beliau mohon bantuan untuk
memasukkan nama Joko Soegiharto Tjandra dalam DPO Imigrasi dan melakukan tindakan
pengamanan apabila terlacak.67

Namun hal ini masih menimbulkan polemik tersendiri, pengamat Hukum Pidana dari
Universitas Brawijaya, Fachrizal Afandi mengaku heran dengan alasan penghapusan red notice
Djoko Soegiarto Tjandra. Status tersebut seharusnya berlaku hingga yang bersangkutan
ditangkap.68 Ia juga mengatakan bahwa red notice bukan seperti surat penangkapan, hanya
pemberitahuan saja yang disampaikan kepada seluruh negara yang tergabung dalam Interpol
dunia, bahwa Indonesia memiliki buron yang masuk daftar pencarian orang (DPO) yang kabur
ke luar negeri. Pencabutan status red notice Joker justru seperti memberikan ruang bagi yang
bersangkutan untuk bisa bebas dari jeratan penegak hukum, pencabutan tersebut dilakukan
dengan mudah sehingga Djoko bisa mengajukan Peninjauan Kembali (PK) terkait kasus yang
menjeratnya. Bahkan Djoko bisa melakukan perekaman kartu tanda penduduk elektronik (e-

65
Tsarina Maharani, “Menkumham: Djoko Tjandra Sudah Tak Masuk DPO Interpol Sejak 2014.”,
https://nasional.kompas.com/read/2020/07/02/17570081/menkumham-djoko-tjandra-sudah-tak-masuk-dpo-
interpol-sejak-2014?page=all, diakses 27 Agustus 2020
66
Devina Halim, “Polri Sebut Red Notice Djoko Tjandra Terhapus Otomatis, Kok
Bisa?”, https://nasional.kompas.com/read/2020/07/17/19290211/polri-sebut-red-notice-djoko-tjandra-terhapus-
otomatis-kok-bisa?page=all, diakses 27 Agustus 2020
67
Ibid.
68
Anggi Tondi Martaon, “Akademisi: Red Notice Berlaku Hingga Buronan Ditangkap”,
https://www.medcom.id/nasional/hukum/nbwjBGBN-akademisi-red-notice-berlaku-hingga-buronan-ditangkap,
diakses 27 Agustus 2020.
23
KTP) yang digunakan untuk mendaftarkan PK di PN Jaksel. 69 Hal ini seharusnya menjadi
evaluasi bagi para penegak hukum untuk melakukan perbaikan sistem dan yang terpenting
adalah tetap menjunjung tinggi integritas dan profesionalitas, karena secanggih apapun sistem
dalam melacak, jika aparatnya bermasalah maka akan menimbulkan permasalahan tersendiri.

Kontroversi Masalah Administrasi

1. Surat Jalan

Kasus surat jalan yang dimiliki oleh Djoko Tjandra pada awalnya terkuak karena
adanya laporan dari Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI), dimana koordinator MAKI,
Boyamin Saiman melaporkan foto dokumen surat jalan tersebut ke Ombudsman Republik
Indonesia dan Komisi III DPR RI.70 Surat jalan itu ditandatangani oleh Kepala Biro Koordinasi
dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri, Brigjen Prasetijo Utomo. Di dalam surat jalan tersebut
tertera bahwa Djoko berangkat dari Jakarta pada 19 Juni 2020 dengan tujuan ke Pontianak dan
akan kembali pada 22 Juni 2020. 71 Disebutkan pula dalam surat itu bahwa Djoko selaku
konsultan memiliki kepentingan konsultasi dan koordinasi.72
Surat jalan pada dasarnya surat yang hanya bisa digunakan oleh para anggota
Kepolisian Republik Indonesia apabila sedang bertugas ke luar kota atau sedang menjalankan
perintah dari atasan. Surat ini semestinya hanya bisa diterbitkan oleh Kepala Badan Reserse
Kriminial Polri (Kabareskrim) atau Wakil Kepala Badan Reserse Kriminal Polri (Wakapolri).73
Akan tetapi, Prasetijo selaku Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS tidak memiliki
wewenang atasnya. Secara administratif, tindakannya dapat disebut sebagai tindakan
maladministrasi. Berdasar Pasal 1 angka 3 UU No. 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI:

69
Op.cit., CNN Indonesia, “Jaksa Agung soal Red Notice Djoko Tjandra: Nyatanya Begitulah”,
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200715111418-12-524883/jaksa-agung-soal-red-notice-djoko-
tjandra-nyatanya-begitulah
70
Norbertus Arya D M, Nikolaus H, 2020, “Kapolri: Copot Brigjen Prasetyo dan Lakukan Pemeriksaan”,
https://kompas.id/baca/polhuk/2020/07/15/kapolri-copot-brigjen-prasetyo-dan-lakukan-pemeriksaan/ diakses
pada 27 Agustus 2020.
71
Ibid.
72
Devina Halim, 2020, “Dipersoalkan, Surat Jalan Djoko Tjandra Rupanya Khusus Untuk Polisi”,
https://nasional.kompas.com/read/2020/07/15/21591371/dipersoalkan-surat-jalan-djoko-tjandra-rupanya-
khusus-untuk-polisi?page=all, diakses pada 28 Agustus 2020.
73
Yakub Pryatama Wijayaatmaja, 2020, “Bagaimana Seharusnya Prosedur Penerbitan Surat Jalan Polri?”,
https://mediaindonesia.com/read/detail/328781-bagaimana-seharusnya-prosedur-penerbitan-surat-jalan-polri,
diakses pada 27 Agustus 2020
24
“Maladministrasi adalah perilaku atau perbuatan melawan hukum, melampaui
wewenang, menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan wewenang
tersebut, termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum dalam penyelenggaraan
pelayanan publik yang dilakukan oleh Penyelenggara Negara dan pemerintahan yang
menimbulkan kerugian materiil dan/atau immaterial bagi masyarakat dan orang
perseorangan.”74

Tindakannya tentu menimbulkan kerugian immaterial berupa penyulitan proses


penegakkan hukum. Kemudian, sebagai atasan Polri, Brigjen Prasetijo menyalahgunakan
wewenangnya. Ia melanggar etika kelembagaan Polri yakni menyalahgunakan kewenangan
dalam melaksanakan tugas kedinasan sebagaimana tertera pada Pasal 13 ayat (1) huruf e
Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode
Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.75 Pada 15 Juli 2020, Kapolri mencopot
Prasetijo dari jabatannya dengan surat telegram bernomor ST/1980/VII/KEP/2020. 76 Selama
14 Hari ia ditahan oleh Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri di ruangan khusus
Mabes Polri.77 Lebih dari itu, tindakan Prasetijo tersebut membuatnya terjerat berbagai pasal
yang ada di KUHP yakni Pasal 55 ayat 1, 221 ayat 1 dan 2, 263 ayat 1 dan 2, serta 426.78
Tidaklah mungkin seorang aparatur pemerintah melakukan maladministrasi secara
tidak sengaja. Secara praktis, perbuatan maladministrasi yang biasa terjadi pada umumnya
disebabkan oleh korupsi. Hal ini pun terbukti oleh penyidik yang mengusut kasus tersebut
setelah proses pengusutan yang cukup panjang. Kepala Biro Penerangan Masyarakat
(Karopenmas) Polri Brigjen Awi Setiyono mengungkap bahwa Prasetijo mengakui menerima
uang dari Djoko.79 Selain Prasetijo terdapat pula Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri

74
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4899).
75
Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi
Kepolisian Negara Republik Indonesia (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 608).
76
Devina Halim, Loc cit.
77
Ibid.
78
Devina Halim, “Surat Jalan Djoko Tjandra Antarkan Brigjen Prasetijo ke Status Tersangka”,
https://nasional.kompas.com/read/2020/07/28/07071591/surat-jalan-djoko-tjandra-antarkan-brigjen-prasetijo-
ke-status-tersangka?page=all, diakses pada 31 Agustus 2020.
79
CNN Indonesia, “Pengakuan Dua Jenderal Polri Terima Suap dari Djoko Tjandra”,
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200826075508-12-539327/pengakuan-dua-jenderal-polri-terima-
suap-dari-djoko-tjandra, diakses 31 Agustus 2020.
25
Napoleon Bonaparte yang turut menerima uang tersebut. Dalam hukum positif, perbuatan
Prasetijo
Berdasar hukum positif, Tindakan Prasetijo ialah berupa turut serta/penyertaan,
menyembunyikan pelaku tindak kejahatan, pembuatan surat atau dokumen palsu dan
juga membantu melarikan diri seorang pelaku pidana. Terkait penyertaan (Pasal 55 ayat
1) yang dilakukan Prasetijo, ia merupakan seseorang yang turut serta berbuat atau medepleger.
Terdapat postulat yang menyatakan bahwa seseorang dapat dikatakan sebagai pelaku kejahatan
ketika seseorang tersebut melakukan atau membantu dan ikut serta berbuat kejahatan.80 Hal ini
dikarenakan Prasetijo selaku Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS memfasilitasi
Djoko Tjandra dalam membuat surat jalan palsu. Lebih lanjut lagi, Prasetijo dikatakan sebagai
medepleger karena yang terlibat di dalamnya termasuk Djoko Tjandra dan pengacaranya yakni
Anita Kolopaking sehingga tersangka dalam surat jalan palsu tersebut berjumlah tiga orang.
Kemudian tindakannya yang berkaitan dengan menyembunyikan Djoko sebagai
terdakwa kasus cessie (Pasal 221) adalah merupakan tindakan obstruction of justice.
Obstruction of justice atau menghambat keadilan adalah tindakan yang berupaya menghalangi
81
upaya atau proses penegakan hukum. Dalam tulisannya, Prof. Eddy O.S Hiariej
mengemukakan bahwa secara doktriner, obstruction of justice ditafsirkan sebagai perbuatan,
baik melakukan maupun tidak melakukan, dengan maksud menunda, mengganggu, atau
mengintervensi proses hukum dalam suatu kasus.82 Secara praktis, tindakan yang dilakukan
Prasetijo mencerminkan obstruction of justice. Terbukti dari berhasilnya Djoko terbang dari
Jakarta menuju Kalimantan dan kembali ke Kuala Lumpur. Namun, tindakan penghalangan
dalam menegakkan keadilan yang dilakukannya tidak berhenti sampai situ. Diduga bahwa
Prasetijo menyuruh Kompol Joni Andriyanto untuk membakar surat jalan palsu dalam rangka
penghilangan barang bukti. 83 Perlu ditegaskan bahwa perannya dalam membantu Djoko
melarikan diri (Pasal 426) bukan merupakan tindakan penyertaan/turut serta maupun
pembantuan. Hal ini dikarenakan bahwa konstruksi pasal a quo mengindikasikan bahwa
tindakan tersebut merupakan delik yang berdiri sendiri.

80
Eddy O.S Hiariej, 2016, Prinsip-Prinsip Hukum Pidana, Cahaya Atma Pustaka, Yogyakarta, hlm. 354.
81
Tulisan Eddy O.S Hiariej dalam Indonesia Corruption Watch, “Obstruction of Justice dan Hak Angket DPR”,
https://www.antikorupsi.org/en/node/69773, diakses pada 30 Agustus 2020.
82
Ibid
83
Devina Halim, Loc cit.
26
Tindakan pemalsuan dokumen yang dilakukan membuatnya juga terjerat Pasal 263.
Yang perlu diperhatikan dari pasal a quo adalah frasa “diancam jika pemakaian tersebut dapat
menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat”. Kendati pun berbunyi seperti itu, perlu
diingat bahwa pemalsuan surat termasuk delik formil.84 Hal ini berarti pemalsuan surat dapat
dikatakan sebagai tindak pidana dengan menitik beratkan pada tindakannya bukan pada
akibatnya. Dalam kasus ini, tindakan yang dilakukan jelas berupa pemalsuan dan juga
menimbulkan kerugian. Akibat kerugian yang ditimbulkan tidak selalu berupa materiil atau
ranah perdata. Berdasar Putusan Mahkamah Agung RI No. 10 K/Kr/1965 “kerugian yang
mungkin timbul oleh pemalsuan surat berdasarkan Pasal 263 KUHP tidak harus berupa
kerugian materiil, dapat juga berupa kerugian terhadap kepentingan masyarakat seperti dalam
hal penggunaan surat yang dipalsukan itu dapat menyulitkan pengusutan suatu perkara”. 85
Putusan a quo sejalan dengan kasus ini karena pembuatan Surat Jalan Djoko dimaksudkan
untuk menghalangi proses penegakan hukum. Oleh karena berbagai tindakan Prasetijo tersebut,
ia dicopot dari jabatan Kepala Biro Pengawasan PPNS Bareskrim Polri.

2. Surat Bebas Covid diterbitkan oleh Polri

Selain surat jalan, Djoko Tjandra juga memperoleh surat keterangan pemeriksaan
covid-19 nomor 990 yang diterbitkan oleh Pusat Kedokteran dan Kesehatan Satuan Kesehatan
(Pusdokkes) Polri yang terbit pada 19 Juni 2020. 86 Menurut Kepala Biro Penerangan
Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigadir Jenderal Awi Setiyono dalam konferensi pers daring
17 Juli 2020 lalu menyebut bahwa Djoko tidak hadir secara langsung dalam proses pembuatan
surat bebas covid-19 tersebut, akan tetapi ada dua orang yang datang untuk menjalani
pemeriksaan covid-19 dan mengaku sebagai Djoko Tjandra. 87 Setelah mendapatkan hasil
pemeriksaan negatif covid-19, Brigjen Prasetijo Utomo dan kedua orang tersebut meminta
dokter untuk menerbitkan surat sehat tersebut atas nama Djoko Tjandra. 88 Dalam hal ini,
terdapat pula maladministrasi berupa tindakan sewenang-wenang oleh Prasetijo selaku

84
Eva Achjani Zulfa, “Menghancurkan Kepalsuan (Studi Tentang Tindak Pidana Pemalsuan dan Problema
Penerapannya)”, Jurnal Hukum & Pembangunan 48, No. 2, April-Juni, 2018, hal. 355.
85
Ibid.
86
Devina Halim, Loc cit
87 M Rosseno Aji, 2020, “Polisi: Djoko Tjandra Tak Datang Langsung Buat Surat Bebas Covid”
https://nasional.tempo.co/read/1366343/polisi-djoko-tjandra-tak-datang-langsung-buat-surat-bebas-
covid/full&view=ok, diakses pada 27 Agustus 2020
88
Ibid.
27
petinggi Polri. Pada dasarnya Pusdokkes Polri memang diperuntukkan anggota Polri. Prasetijo
memanfaatkan kesempatan tersebut dengan mencantumkan “Konsultan Kepala Biro Korwas
PPNS Bareskrim Polri” sebagai pekerjaan Djoko. Brigjen Awi menerangkan bahwa tidak benar
adanya bahwa Djoko Tjandra merupakan konsultan di Bareskrim Polri.89

3. Kontroversi Pengurusan KTP di Grogol

Djoko Tjandra yang telah buron sejak 2009, tiba-tiba pada 8 Juni 2020 lalu melakukan
perekaman e-KTP di Kelurahan Grogol Selatan. 90 Direktur Jenderal Kependudukan dan
Pencatatan Sipil Kementrian Dalam Negeri, Zudan Arif, menyebutkan bahwa berdasarkan
database, proses pembuatan e-KTP Djoko Tjandra memakan waktu kurang dari dua jam.91
Lolosnya Djoko Tjandra saat membuat e-KTP jelas menimbulkan kejanggalan. Pihak
kelurahan menyatakan tidak mengenali Djoko Tjandra yang sudah menjadi buronan selama
bertahun-tahun sehingga saat mengajukan permohonan perekaman e-KTP, Djoko tetap
dilayani seperti masyarakat pada umumnya. Dukcapil juga menyebut bahwa mereka belum
mendapat pemberitahuan bahwa Djoko Tjandra berstatus sebagai buronan sejak 2009 sehingga
mereka juga belum memperoleh perintah cekal atas nama Djoko Tjandra.92

Pelanggaran normatif dalam penerbitan e-KTP Djoko Tjandra

1. Pembuatan e-KTP yang dilakukan di luar waktu layanan umum dibuka

Kedatangan Djoko Tjandra dan rombongan di Kelurahan Grogol Selatan pada tanggal 8
Agustus 2020 dilakukan 20 menit lebih awal dari jam bukanya pelayanan umum di Kelurahan
tersebut. Berdasarkan kesaksian salah seorang petugas di kelurahan tersebut, yakni tepat pada
pukul 07.10 WIB rombongan Djoko Tjandra datang untuk mengurus pembuatan e-KTP Djoko
Tjandra.93 Padahal, layanan umum pada Kelurahan Grogol Selatan tersebut dibuka pada pukul
07.30 WIB.94

89
Kumparan, “Polri: Djoko Tjandra Bukan Konsultan Bareskrim”, https://kumparan.com/kumparannews/polri-
djoko-tjandra-bukan-konsultan-bareskrim-1tqBekv37rg/full, diakses pada 1 September 2020.
90
Dian Erika N, 2020, “Penjelasan Kemendagri soal E-KTP dan Status Buron Djoko Tjandra”,
https://nasional.kompas.com/read/2020/07/08/07454581/penjelasan-kemendagri-soal-e-ktp-dan-status-buron-
djoko-tjandra?page=all, diakses pada 27 Agustus 2020
91
Ibid.
92
Ibid.
93
Loc.Cit, Aiman Witjaksono.
94
Ibid.
28
Diperkuat lagi dengan keterangan yang diberikan oleh Dirjen Kependudukan dan Catatan
Sipil (Dukcapil) Kemendagri, Zufan Arif Fakhrulloh, menyatakan bahwa menurut catatan
dalam server Ditjen Dukcapil telah ditemukan adanya riwayat perekaman biometrik atas nama
Djoko Tjandra pada pukul 07.27 WIB di Kelurahan Grogol Selatan.95 Berdasarkan hal tersebut
dapat dipastikan bahwa pembuatan e-KTP yang dilakukan oleh Djoko Tjandra ini dilakukan di
luar waktu pelayanan publik yang seharusnya sebagaimnaa yang telah ditentukan di Kelurahan
Grogol Selatan. Sehingga hal tersebut telah melanggar normatif yang ada pada Kelurahan
Grogol Selatan.

2. Tidak memenuhi persyaratan dan tata cara pembuatan e-KTP

Pembuatan e-KTP Djoko Tjandra ini hanya bermodalkan foto KTP lama dan KK yang
tersimpan dalam ponsel milik Asep Subhan, Lurah Grogol Selatan.96 Tentunya hal tersebut
tidak memenuhi persyaratan yang telah ditentukan dalam ketetuan yang berlaku, sebagaimana
yang disebutkan dalam Pasal 15 Peraturan Presiden Nomor 96 Tahun 2018 tentang Persyaratan
dan Tata Cara Pemdaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil yeng menyebutkan,

“Penerbitana KTP-el baru bagi Penduduk WNI harus memenuhi persyaratan:


a.) telah berusia 17 tahun, sudah kawin, atau pernah kawin; dan
b.) KK”97
Kemudian juga berdasarkan pada ketentuan dalam Pasal 5 ayat (1) butir a Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 8 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2009 tentang Pedoman Penerbitan Kartu Tanda Penduduk
Berbasis Nomor Induk Kependudukan Secara Nasional yang berbunyi sebagai berikut,

“penduduk melapor kepada petugas di tempat pelayanan KTP-el, dengan mengisi


formulir permohonan dan membawa persyaratan berupa:
1) NIK; dan
2) Fotokopi Kartu Keluarga.”98

95
Ibid.
96
Tria Sutrisna, “Kronologi Penerbitan e-KTP Djoko Tjandra, Pengacara Sempat Temui Lurah Grogol Selatan”,
https://amp.kompas.com/megapolitan/read/2020/07/13/05150001/kronologi-penerbitan-e-ktp-djoko-tjandra-
pengacara-sempat-temui-lurah, diakses 29 Agustus 2020.
97
Pasal 15 Peraturan Presiden Nomor 96 Tahun 2018 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemdaftaran Penduduk
dan Pencatatan Sipil.
98
Pasal 5 ayat (1) butir a Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua
Permendagri Nomor 9 Tahun 2009 tentang Pedoman Penerbitan Kartu Tanda Penduduk Berbasis Nomor Induk
Kependudukan Secara Nasional.
29
Dengan mengacu pada ketentuan tersebut, bahwa terdapat dua hal persyaratan yang tidak
dilengkapi dalam pembuatan e-KTP Djoko Tjandra. Pertama, mengisi formulir permohonan.
Dan yang kedua adalah persyaratan untuk membawa “fotokopi Kartu Keluarga”. Dalam
pembuatan e-KTP tersebut, persyaratan yang digunakan hanyalah bermodalkan foto KTP dan
KK yang tersimpan di ponsel Asep Subhan.99 Sehingga telah jelas bahwa dalam penerbitan e-
KTP atas nama Djoko Tjandra tersebut telah melanggar ketentuan yang ditetapkan dalam
peraturan perundang-undangan.

3. Peran aktif Lurah dalam penerbitan e-KTP Djoko Tjandra

Lurah Grogol Selatan, Asep Subhan, berperan cukup aktif dalam penerbitan e-KTP
Djoko Tjandra. Asep Subhan sedari awal sudah melakukan pertemuan bersama dengan
penasihat hukum Djoko Tjandra, Anita Kolopaking pada Mei 2020.100 Hingga pada tanggal 8
Juni 2020, Asep Subhan mengantarkan sendiri rombongan Djoko Tjandra untuk melakukan
perekaman biometrik.101 Disamping itu, Asep Subhan juga yang menunjukkan foto KTP lama
dan KK milik Djoko Tjandra kepada Satpel Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kelurahan
Grogol Selatan dan memerintahkan kepadanya untuk membuatkan e-KTP atas nama Djoko
Tjandra.102 Bahkan pada saat perekaman biometrik, Asep Subhan juga mendampingi petugas
hingga duduk di samping operator tersebut. 103 Karena perbuatan Asep Subhan tersebut,
operator Satpel Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kelurahan Grogol Selatan tersebut
menjalankan tugasnya tanpa mengindahkan SOP yang ada.104

Selain memberikan perlakuan khusus tersebut, perbuatan Asep Subhan yang sangat
berperan aktif dalam pembuatan e-KTP Djoko Tjandra juga menyalahi apa yang menjadi tugas
dan fungsinya sebagai Lurah sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 5 ayat (1) Peraturan
Gubernur DKI Jakarta Nomor 251 Tahun 2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kelurahan.
Yang mana di dalam ketentuan pasal tersebut tidak memuat hal-hal terkait tugas dari seorang
Lurah yang berkaitan secara langsung mengenai tugas dan fungsi dalam menjalankan

99
Tria Sutrisna, Op.Cit, diakses 29 Agustus 2020.
100
Ika Defianti, “Kronologi Pertemuan Lurah Grogol Selatan dan Djoko Tjandra Soal Penerbitan e-KTP”,
https://www.liputan6.com/news/read/4302956/kronologi-pertemuan-lurah-grogol-selatan-dan-djoko-tjandra-
soal-penerbitan-e-ktp, diakses 30 Agustus 2020.
101
Ibid.
102
Ibid.
103
Ibid.
104
Ibid.
30
pelayanan umum khususnya dalam hal penerbitan e-KTP. 105 Sehingga dapat dinilai bahwa
perbuatan Asep Subhan tersebut selain bertentangan dengan tugas dan fungsinya sebagai lurah
juga mengarah kepada penyalahgunaan kuasanya, yang mana telah mengakibatkan tidak
terpenuhinya SOP dalam penerbitan e-KTP.

4. Tidak dilakukannya Verifikasi data penduduk

Karena tidak dipenuhinya persyaratan pertama, yakni mengenai persyaratan untuk


mengisi formulir permohonan e-KTP, maka secara otomatis hal ini juga akan menyalahi
prosedur dan tata cara penerbitan e-KTP lainnya, yakni perekaman isi formulir permohonan e-
KTP dan juga verifikasi data penduduk. Salah satu tahapan yang perlu dilakukan dalam
penerbitan e-KTP adalah petugas melakukan verifikasi data penduduk yang bersangkutan
secara langsung. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 5 ayat (1) butir b Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 8 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 9 Tahun 2009 tentang Pedoman Penerbitan Kartu Tanda Penduduk Berbasis
Nomor Induk Kependudukan Secara Nasional yang menyebutkan bahwa,

“b. Petugas di tempat pelayanan KTP-el memproses dengan tata cara:


1) merekam isi formulir permohonan KTP-el ke dalam database kependudukan;
2) melakukan verifikasi data penduduk secara langsung;
....”106
Sehingga dapatlah disimpulkan bahwa prosedur yang digunakan dalam penerbitan e-
KTP atas nama Djoko Tjandra tersebut telah menyalahi ketentuan prosedur dan tata cara
penerbitan e-KTP sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1) butir b Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 8 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 9 Tahun 2009 tentang Pedoman Penerbitan Kartu Tanda Penduduk Berbasis Nomor
Induk Kependudukan Secara Nasional.

105
Pasal 5 ayat (1) Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 251 Tahun 2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kelurahan.
106
Pasal 5 ayat (1) butir b Permendagri Nomor 8 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Permendagri Nomor 9
Tahun 2009 tentang Pedoman Penerbitan Kartu Tanda Penduduk Berbasis Nomor Induk Kependudukan Secara
Nasional.
31
5. Tahapan pengambilan e-KTP yang telah dicetak

Peran aktif dari Asep Subhan dalam proses pembuatan e-KTP atas nama Djoko Tjandra
ini juga tidak hanya berhenti sampai mendampingi proses perekaman biometrik Djoko Tjandra.
Bahwa pada tahapan pengambilan e-KTP yang sudah dicetak juga dilakukan secara langsung
oleh Asep Subhan, bahkan dia juga sebgai pihak pertama yang menerima e-KTP yang telah
dicetak tersebut dan kemudian diserahkan kepada pihak Djoko Tjandra.107

Dengan mengacu pada ketentuan yang berlaku, bahwa hal tersebut juga telah melanggar
prosedur dan tata cara penerbitan e-KTP sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 5 ayat (1)
butir c Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2009 tentang Pedoman Penerbitan Kartu
Tanda Penduduk Berbasis Nomor Induk Kependudukan Secara Nasional yang berbunyi,

“c. penduduk dapat mengambil KTP-el apabila membawa Formulir Permohonan


sebagaimana dimaksud pada huruf b angka 4)”108
Dengan mengacu pada ketentuan yang ada dalam Pasal Pasal 5 ayat (1) butir c tersebut,
bahwa dalam tahapan pengambilan e-KTP yang telah dicetak, terdapat persyaratan yang wajib
dipenuhi yakni dengan membawa formulir permohonan e-KTP. Sehingga secara normatif,
pengambilan e-KTP Djoko Tjandra tidak dilakukan dengan benar sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.

107
Ika Defianti, Op.Cit, diakses 30 Agustus 2020.
108
Pasal 5 ayat (1) butir c Permendagri Nomor 8 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Permendagri Nomor 9
Tahun 2009 tentang Pedoman Penerbitan Kartu Tanda Penduduk Berbasis Nomor Induk Kependudukan Secara
Nasional.
32
Daftar Pustaka

A. Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.(Lembaran
Negara Nomor 76 Tahun 1981, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209)
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4899).
Peraturan Presiden Nomor 96 Tahun 2018 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemdaftaran Penduduk dan
Pencatatan Sipil.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Permendagri Nomor 9
Tahun 2009 tentang Pedoman Penerbitan Kartu Tanda Penduduk Berbasis Nomor Induk
Kependudukan Secara Nasional.
Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 251 Tahun 2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kelurahan.
Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik
Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 608).
B. Buku
Deacon, John, 2004, Global Securitisation and CDOs, John Wiley & Sons Publishers, New Jersey
Eddy O.S Hiariej, 2016, Prinsip-Prinsip Hukum Pidana, Cahaya Atma Pustaka, Yogyakarta,
Harahap, Yahya, 2000, Pembahasan dan Permasalahan KUHAP: Pemeriksaan Sidang Pengadilan,
Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali, Sinar Grafika, Jakarta. Hlm. 351.
Machfud MD, Muhammad, 2009, Konstitusi dan Hukum dalam Kontroversi Isu, Rajawali Pers, Jakarta.
Machfud MD, Mohammad dkk., Satjipto Rahardjo dan Hukum Progresif: Urgensi dan Kritik, Epistema
Institute, Jakarta.
Manning, Chris, et al., 2000, Indonesia in Transition: Social Dimensions of the Reformasi and the
Economic Crisis, Zed Books Publisher, London
Moeljatno, 2005, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Bumi Aksara, Jakarta.
S. Kim, Samuel, 2000, East Asia and Globalization, Rowman & Littlefield Publishers, Maryland
C. Putusan Pengadilan
Putusan MK Nomor 69/PUU-X/2012.
Putusan Mahkamah Agung Peninjauan Kembali. Putusan MA Nomor 100 PK/Pid. Sus/2009
D. Jurnal
Asyari, Sukri, Meyrinda Rachmawaty Hilipito, dan Mohammad Mahrus Ali, 2013, Model dan
Implementasi Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Pengujian Undang-Undang (Studi Putusan
2003-2012), Pusat Penelitian dan Pengujian Perkara, Pengelolaan Teknologi Informasi dan
Komunikasi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.
33
Muzakkir, 1 Maret 2012, Makalah disampaikan pada kegiatan diskusi “Peninjauan Kembali Putusan
Pidana oleh Jaksa Penuntut Umum” diselenggarakan oleh Badan Litbang Diklat Kumdil
Mahkamah Agung Republik Indonesia di Hotel Santika. Dalam Muh. Djaelani Prasetya, Analisis
Yuridis Mengenai Keputusan Mahkamah Konstitusi Terhadap Pasal 268 ayat (3) Undang-Undang
No. 8 Tahun 1981 (Putusan Mahkamah Konstitusi No.34/PUU-XI/2013 tentang Peninjauan
Kembali), Naskah Skripsi fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Makassar: Universitas
Hasanuddin, 2014
Tjandra, Denny dan Arfin, “Kendala Pengembalian Aset Hasil Tindak Pidana Korupsi Transnasional”,
Jurnal BPPK, Vol.11, No. 1, 2018.
Zulfa, Eva Achjani, “Menghancurkan Kepalsuan (Studi Tentang Tindak Pidana Pemalsuan dan Problema
Penerapannya)”, Jurnal Hukum & Pembangunan 48, No. 2, April-Juni, 2018
Laporan Tahunan Bank Permata Tahun 2005
E. Internet
Adyatama, Egi, “Dieksekusi Jaksa, Djoko Tjandra Resmi Ditahan 2 Tahun untuk Kasus Bank Bali”,
https://nasional.tempo.co/read/1371325/dieksekusi-jaksa-djoko-tjandra-resmi-ditahan-2-tahun-
untuk-kasus-bank-bali/full&view=ok, diakses 29 Agustus 2020
Agence France Presse, “Court rejects suit linked to Bank Bali graft case”, https://www.asia-pacific-
solidarity.net/news/2000-03-07/court-rejects-suit-linked-bank-bali-graft-case.html, diakses 29
Agustus 2020
Aji, M Rosseno, 2020, “Polisi: Djoko Tjandra Tak Datang Langsung Buat Surat Bebas Covid”
https://nasional.tempo.co/read/1366343/polisi-djoko-tjandra-tak-datang-langsung-buat-surat-
bebas-covid/full&view=ok, diakses pada 27 Agustus 2020
Amali, Zakki, “Kejanggalan Pinangki: Tak ‘dipamerkan’ ke Publik & Enggan Diperiksa”,
https://tirto.id/kejanggalan-pinangki-tak-dipamerkan-ke-publik-enggan-diperiksa-f1W3, diakses
29 Agustus 2020
Amali, Zakki, “Saat Negara 11 Tahun Digocek Buron Korupsi Bank Bali Djoko Tjandra”,
https://tirto.id/saat-negara-11-tahun-digocek-buron-korupsi-bank-bali-djoko-tjandra-fNia, diakses
29 Agustus 2020
Arya D M, Norbertus, Nikolaus H, 2020, “Kapolri: Copot Brigjen Prasetyo dan Lakukan Pemeriksaan”,
https://kompas.id/baca/polhuk/2020/07/15/kapolri-copot-brigjen-prasetyo-dan-lakukan-
pemeriksaan/ diakses pada 27 Agustus 2020.
BBC News UK, “Indonesia Closes Seven Banks”
http://news.bbc.co.uk/2/hi/events/indonesia/latest_news/73959.stm, diakses pada 27 Agustus 2020
CNN Indonesia, “Jaksa Agung soal Red Notice Djoko Tjandra: Nyatanya Begitulah”,
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200715111418-12-524883/jaksa-agung-soal-red-
notice-djoko-tjandra-nyatanya-begitulah, diakses 27 Agustus 2020.

34
CNN Indonesia, “Pengakuan Dua Jenderal Polri Terima Suap dari Djoko Tjandra”,
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200826075508-12-539327/pengakuan-dua-jenderal-
polri-terima-suap-dari-djoko-tjandra, diakses 31 Agustus 2020.
Defianti, Ika, “Kronologi Pertemuan Lurah Grogol Selatan dan Djoko Tjandra Soal Penerbitan e-KTP”,
https://www.liputan6.com/news/read/4302956/kronologi-pertemuan-lurah-grogol-selatan-dan-
djoko-tjandra-soal-penerbitan-e-ktp, diakses 30 Agustus 2020.
Detik, “Bagir Manan : Putusan MK Tak bisa Dijadikan Novum”, https://news.detik.com/berita/d-
182201/bagir-manan-putusan-mk-tak-bisa-dijadikan-novum-- diakses 29 Agustus 2020
Halim, Devina, 2020, “Dipersoalkan, Surat Jalan Djoko Tjandra Rupanya Khusus Untuk Polisi”,
https://nasional.kompas.com/read/2020/07/15/21591371/dipersoalkan-surat-jalan-djoko-tjandra-
rupanya-khusus-untuk-polisi?page=all, diakses pada 28 Agustus 2020.
Halim, Devina, “Polri Sebut Red Notice Djoko Tjandra Terhapus Otomatis, Kok
Bisa?”, https://nasional.kompas.com/read/2020/07/17/19290211/polri-sebut-red-notice-djoko-
tjandra-terhapus-otomatis-kok-bisa?page=all, diakses 27 Agustus 2020
Halim, Devina, “Surat Jalan Djoko Tjandra Antarkan Brigjen Prasetijo ke Status Tersangka”,
https://nasional.kompas.com/read/2020/07/28/07071591/surat-jalan-djoko-tjandra-antarkan-
brigjen-prasetijo-ke-status-tersangka?page=all, diakses pada 31 Agustus 2020.
Hukum Online, “MK: Putusan Tanpa Perintah Penahanan Tetap Sah",
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt50aea9e793963/mk--putusantanpa-perintah-
penahanan-tetap-sah/, diakses 25 Agustus 2020.
Hukum Online, “Pledoi Penasehat Hukum Syahril: Tuduhan Jaksa Tidak Terbukti”,
https://www.hukumonline.com/berita/baca/hol4409/pledoi-penasehat-hukum-syahril-tuduhan-
jaksa-tidak-terbukti/, diakses pada 29 Agustus 2020
Jawa Pos, “Imigrasi Sebut Tak Mengetahui Perjalanan Djoko Tjandra ke Malaysia”,
https://www.jawapos.com/nasional/hukum-kriminal/13/07/2020/imigrasi-sebut-tak-mengetahui-
perjalanan-djoko-tjandra-ke-malaysia/, diakses 29 Agustus 2020
Kamil, Irfan, “Kejagung Diminta Fokus Kembalikan Kerugian Negara Terkait Kasus Djoko Tjandra”,
https://nasional.kompas.com/read/2020/07/31/18443751/kejagung-diminta-fokus-kembalikan-
kerugian-negara-terkait-kasus-djoko?page=all, diakses tanggal 27 Agustus 2020
Kompas Cyber Media, KOMPAS.com, https://nasional.kompas.com/read/2020/08/05/0606 2561/saat-
pengacara-protes-terhadap-eksekusi-djoko-tjandra, diakses 21 Agustus 2020.
Kompas, “Djoko Tjandra Ada di Kuala Lumpur, Malaysia”, https://kumparan.com/kumparannews/djoko-
tjandra-ada-di-kuala-lumpur-malaysia-1tnI57B2udU/full, diakses 29 Agustus 2020
Kumparan, “Polri: Djoko Tjandra Bukan Konsultan Bareskrim”,
https://kumparan.com/kumparannews/polri-djoko-tjandra-bukan-konsultan-bareskrim-
1tqBekv37rg/full, diakses pada 1 September 2020.
Kumparan, https://kumparan.com/kumparannews/kejagung-siap-hadapi-otto-hasibuan-jika-eksekusi-
vonis-pk-djoko-tjandra-digugat-1tw5B2RinzD, diakses 24 Agustus 2020.
35
Landler, Mark, “Baligate, and Why it Matter: Indonesia’s Recovery, and Democrasy, Tested by
Scandal”, https://www.nytimes.com/1999/09/29/business/baligate-and-why-it-matters-indonesia-
s-recovery-and-democracy-tested-by-scandal.html, diakses pada 27 Agustus 2020
Landler, Mark, “International Business; An Indonesian Banker, on Trial, Finds Fame Is No Friend”,
https://www.nytimes.com/1999/11/18/business/international-business-an-indonesian-banker-on-
trial-finds-fame-is-no-friend.html, diakses 28 Agustus 2020
Maharani, Tsarina, “Menkumham: Djoko Tjandra Sudah Tak Masuk DPO Interpol Sejak 2014.”,
https://nasional.kompas.com/read/2020/07/02/17570081/menkumham-djoko-tjandra-sudah-tak-
masuk-dpo-interpol-sejak-2014?page=all, diakses 27 Agustus 2020
Martaon, Anggi Tondi, “Akademisi: Red Notice Berlaku Hingga Buronan Ditangkap”,
https://www.medcom.id/nasional/hukum/nbwjBGBN-akademisi-red-notice-berlaku-hingga-
buronan-ditangkap, diakses 27 Agustus 2020.
Pebrianto, Fajar, “Polri Tangkap Djoko Tjandra, Kabareskrim: Selanjutnya Ditangani Kejaksaan”,
https://nasional.tempo.co/read/1371091/polri-tangkap-djoko-tjandra-kabareskrim-selanjutnya-
ditangani-kejaksaan, diakses 29 Agustus 2020
Persada, Syailendra, “Terseret Kasus Djoko Tjandra, Kejaksaan Agung Nonaktifkan Jaksa Pinangki”,
https://nasional.tempo.co/read/1377633/terseret-kasus-djoko-tjandra-kejaksaan-agung-
nonaktifkan-jaksa-pinangki, diakses 21 Agustus 2020
PNGi, “Investigation into improper and unlawful issuance of entry permits, citizenship and passports to
Joko Tjandra: Summary Report”, https://pngiportal.org/directory/investigation-into-improper-
decision-to-engage-central-lands-limited-to-build-a-government-office-complex-summary-report,
diakses 29 Agustus 2020
Rahma, Andita, “Bareskrim Gelar Rekonstruksi Kasus Red Notice Djoko Tjandra”,
https://nasional.tempo.co/read/1380233/bareskrim-gelar-rekonstruksi-kasus-red-notice-djoko-
tjandra, diakses 29 Agustus 2020
Ramadhan, Fitra Moerat, “Jaksa Pinangki Ditahan, Diduga Terima Rp 7,4 Miliar dari Djoko Tjandra”,
https://grafis.tempo.co/read/2180/jaksa-pinangki-ditahan-diduga-terima-rp-74-miliar-dari-djoko-
tjandra , diakses 21 Agustus 2020
Reuters, “Indonesia Closes Troubled Banks as Part of Economic Bailout”,
https://www.nytimes.com/1997/11/02/world/indonesia-closes-troubled-banks-as-part-of-
economic-bailout.html, diakses 30 Agustus 2020
Rizal, Jawahir Gustav, “Djoko Tjandra Ditangkap, Ini Kegiatan yang Dilakukannya di Pontianak”,
https://www.kompas.com/tren/read/2020/07/31/140000765/djoko-tjandra-ditangkap-ini-kegiatan-
yang-dilakukannya-di-pontianak?page=all, diakses 27 Agustus 2020
Sahbani, Agus, “Akhirnya MK Larang Jaksa Ajukan PK”.
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5734711a1fc21/akhirnya-mk-larang-jaksa-ajukan-
pk/, diakses 29 Agustus 2020

36
Sutrisna, Tria, “Kronologi Penerbitan e-KTP Djoko Tjandra, Pengacara Sempat Temui Lurah Grogol
Selatan”, https://amp.kompas.com/megapolitan/read/2020/07/13/05150001/kronologi-penerbitan-
e-ktp-djoko-tjandra-pengacara-sempat-temui-lurah, diakses 29 Agustus 2020.
Tempo, “Dalang Dibalik Joko Tjandra”, https://majalah.tempo.co/read/opini/161252/editorial-usut-
tuntas-komplotan-joko-tjandra, diakses 21 Agustus 2020
Tempo, “Hakim Agung Artidjo Alkostar: Saya Mencari Kebenaran Sejati”,
https://majalah.tempo.co/read/hukum/121909/hakim-agung-artidjo-alkostar-saya-mencari-
kebenaran-sejati, diakses 29 Agustus 2020
Tempo, “Political Free Fall”, https://magz.tempo.co/read/8895/political-free-fall, diakses 27 Agustus
2020
Tulisan Eddy O.S Hiariej dalam Indonesia Corruption Watch, “Obstruction of Justice dan Hak
Angket DPR”, https://www.antikorupsi.org/en/node/69773, diakses pada 30 Agustus
2020.
Trianita, Linda, “Muslihat Fatwa di Menara 106, “https://majalah.tempo.co/read/laporan-
utama/161258/proposal-fatwa-us-100-juta-dari-jaksa-pinangki-kepada-joko-tjandra, diakses 21
Agustus 2020
Wijayaatmaja, Yakub Pryatama, 2020, “Bagaimana Seharusnya Prosedur Penerbitan Surat Jalan Polri?”,
https://mediaindonesia.com/read/detail/328781-bagaimana-seharusnya-prosedur-penerbitan-surat-
jalan-polri, diakses pada 27 Agustus 2020
Winarto, Yudho, “Skandal Bank Bali: kongkalingkong berbau politik”,
https://lipsus.kontan.co.id/v2/perbankan/read/325/Skandal-Bank-Bali-kongkalingkong-berbau-
politik, diakses 27 Agustus 2020
Witjaksono, Aiman, “Djoko Tjandra Masuk Indonesia, Urus KTP, Lalu Keluar Indonesia Lagi, Kok
Bisa?”, https://www.kompas.com/tren/read/2020/07/13/070000365/djoko-tjandra-masuk-
indonesia-urus-ktp-lalu-keluar-indonesia-lagi-kok-bisa?page=all, diakses 29 Agustus 2020
Wayne, Arnold, “International Business; As Bank Scandal Worsens, Indonesia Assails the Auditors”,
https://www.nytimes.com/1999/09/16/business/international-business-as-bank-scandal-worsens-
indonesia-assails-the-auditors.html, diakses 29 Agustus 2020

37

Anda mungkin juga menyukai