Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Ginjal adalah salah satu organ sistem kemih atau uriner yang bertugas menyaring dan
membuang cairan, sampat metabolisme dari dalam tubuh seperti diketahui setelah sel-sel
tubuh mengubah makanan menjadi energy, maka akan dihasilkan pula sampah sebagai hasil
sampingan dari proses metabolisme tersebut yang harus dibuang segera agar tidak meracuni
tubuh.Chronic Kidney Disease ( CKD)merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan
irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme
dankeseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dansampah
nitrogen lain dalam darah). Penyakit inimerupakan sindrom klinis yang terjadi pada stadium
gagal ginjal yang dapatmengakibatkan kematian kecuali jika dilakukan terapi pengganti
padasistem sekresi tubuhnya (DiGiulio, 2014).
Di Indonesia peningkatan penderita penyakit ini mencapai angka 20%. Pusat data dan
informasi Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PDPERSI) menyatakan jumlah
penderita gagal ginjal kronik diperkirakan sekitar 50 orang per satu juta penduduk. Berdasarkan
data dari Indonesia Renal Registry, suatu kegiatan registrasi dari perhimpunan nefrologi
Indonesia, pada tahu 2008 jumlah pasien hemodialisa (cuci darah) mencapai 2260 orang dari
2146 orang pada tahun 2007 (Pribadi, 2012).
Bila seseorang mengalami penyakit ginjal kronik sampai pada stadium 5 atau telah
mengalami penyakit ginjal kronik (gagal ginjal) dimana laju filtrasi glomerulus (15 ml/menit)
ginjal tidak mampu lagi menjalankan seluruh fungsinya dengan baik maka dibutuhkan terapi
untuk menggantikan fungsi ginjal. Hingga saat ini dialisis dan transplantasi ginjal adalah
tindakan yang efektif sebagai terapi untuk gagal ginjal terminal.Sedangkan salah satu
penatalaksanaan pada penderita gagal ginjal kronik adalah hemodialisa (DiGiulio, 2014).
Hal ini karena hemodialisa merupakan terapipengganti ginjal yang bertujuan untuk
mengeluarkan sisa-sisa metabolismeprotein atau mengoreksi gangguan keseimbangan air dan
elektrolit. Terapihemodialisa yang dijalani penderita gagal ginjal tidak mampu
mengimbangihilangnya aktivitas metabolik atau endokrin yang dilaksanakan ginjal
akanberpengaruh terhadap kualitas hidup pasien. Terapi hemodialisa adalah suatu teknologi
tinggi sebagai terapi pengganti untuk mengeluarkan sisa-sisah metabolisme atau racun tertentu
dari peredaran darah manusia seperti air, natrium, kalium, hidrogen, urea, kreatinin, asam urat,
dan zat-zat lain melalui membran semi permeabel sebagai pemisah darah dan cairan dialisa
pada ginjal buatan dimana terjadi proses difusi, osmosis dan ultrafiltrasi (DiGiulio, 2014).

1
Pasien gagal ginjal menjalani proses hemodialisa 1-3  kali seinggu dan sitiap kali nya
memerlukan waktu 2-5 jam, kegiatan ini akan berlangsung terus menerus sepanjang
hidupnya.Pasien gagal ginjal kronik sangat bergantung kepada terapi hemodialisa untuk
menggantikan fungsi ginjalnya. “HD dapat memperpanjang usia tanpa batas yang jelas, namun
tindakan ini tidak akan mengubah perjalanan alami penyakit ginjal yang mendasari, juga tidak
akan memperbaiki seluruh fungsi ginjal. Pasien tetap akan mengalami sejumlah permasalahan
dan komplikasi” (Pribadi, 2012).
Secara tidak langsung menjalani terapi hemodialisa juga berarti menggangu pekerjaannya
dan gairah bekerja menurun, karna harus menjalankan peraturan pengobatan yang dirasakan.
Begitu juga prilaku yang dijalankan selama ini harus berubah, seperti perubahan diet yang
tadinya bebas sekarang dibatasi baik dalam asupan protein maupun jumlah cairan yang masuk,
tidak boleh merokok, tidak boleh minum yang beralkohol dan lain sebagainya. Perubahan
perilaku ini sangat sulit sehingga kecenderungan untuk mengikiti peraturan pengobatan yang
telah ditetapkan sangat rendah karna peraturan tersebut sangat mengikat dengan aktifitas
individu(Pribadi, 2012).
Adapun salah satu komplikasi atau dampak dilakukan hemodialisapada pasien gagal ginjal
kronik ( GGK) adalah hipoglikemia. Hal ini karenaterlalu banyak darah yang terbuang saat
sirkulasi hemodialisa, termasukglukosa (gula darah) yang terkandung dalam darah juga
terbuang bersamasisa – sisa metabolisme lainnya. Sehingga kadar gula darah dalam
tubuhmengalami penurunan, yang mengakibatkan pasien mengalami kelelahanatau lemas
setelah dilakukan hemodialisa (Pribadi, 2012).
Berdasakan penjelasan diatas, maka kelompok kami memutuskan untuk membahas
tentang Asuhan Keperawatan Gagal Ginjal Kronik on HD karena penyakit ini masih banyak
terjadi pada masyarakat Indonesia namun sebagian besar penderitanya belum cukup
memahami tentang penyakit tersebut dan cara pengobatannya. Selain itu penyakit ini juga
dapat menyebabkan kematian.
1.2. Tujuan
1.      Tujuan Umum
Setelah disusunnya makalah Asuhan Keperawatan Gagal Ginjal Kronik, diharapkan
pembaca dapat memahami dan menerapkannya dalam asuhan keperawatan.
2.      Tujuan Khusus
1)      Untuk mengetahui dan memahami konsep dasar penyakit gagal ginjal kronik.
2)      Untuk mengetahui dan memahami asuhan keperawatan gagal ginjal kronik.
3)      Untuk memahami cara membatasi asupan cairan pada pasien gagal ginjal kronik.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Anatomi Fisiologi


a. Anatomi Ginjal
1.      Makroskopis
Ginjal terletak dibagian belakang abdomen atas, dibelakang peritonium, didepan dua
kosta terakhir dan tiga otot-otot besar (transversus abdominis, kuadratus lumborum dan psoas
mayor). Ginjal pada orang dewasa penjangnya sampai 13 cm, lebarnya 6 cm dan berat kedua
ginjal kurang dari 1% berat seluruh tubuh atau ginjal beratnya antara 120-150 gram.
Bentuknya seperti biji kacang, jumlahnya ada 2 buah yaitu kiri dan kanan, ginjal kiri lebih
besar dari ginjal kanan dan pada umumnya ginjal laki-laki lebih panjang dari pada ginjal
wanita. Ginjal dipertahankan dalam posisi tersebut oleh bantalan lemak yang tebal.
Potongan longitudinal ginjal memperlihatkan dua daerah yang berbeda yaitu korteks
dan medulla.Medulla terbagi menjadi baji segitiga yang disebut piramid. Piramid-piramid
tersebut dikelilingi oleh bagian korteks dan tersusun dari segmen-segmen tubulus dan duktus
pengumpul nefron. Papila atau apeks dari tiap piramid membentuk duktus papilaris bellini
yang terbentuk dari kesatuan bagian terminal dari banyak duktus pengumpul.
2.      Mikroskopis
Tiap tubulus ginjal dan glumerulusnya membentuk satu kesatuan (nefron). Nefron
adalah unit fungsional ginjal. Dalam setiap ginjal terdapat sekitar satu juta nefron. Setiap
nefron terdiri dari kapsula bowman, tumbai kapiler glomerulus, tubulus kontortus proksimal,
lengkung henle dan tubulus kontortus distal, yang mengosongkan diri keduktus pengumpul.
3.      Vaskularisasi ginjal
Arteri renalis dicabangkan dari aorta abdominalis kira-kira setinggi vertebra lumbalis
II. Vena renalis menyalurkan darah kedalam vena kavainferior yang terletak disebelah kanan
garis tengah. Saat arteri renalis masuk kedalam hilus, arteri tersebut bercabang menjadi arteri
interlobaris yang berjalan diantara piramid selanjutnya membentuk arteri arkuata kemudian
membentuk arteriola interlobularis yang tersusun paralel dalam korteks.
Arteri interlobularis ini kemudian membentuk arteriola aferen pada glomerulus.
Glomeruli bersatu membentuk arteriola aferen yang kemudian bercabang membentuk sistem
portal kapiler yang mengelilingi tubulus dan disebut kapiler peritubular. Darah yang mengalir
melalui sistem portal ini akan dialirkan kedalam jalinan vena selanjutnya menuju vena

3
interlobularis, vena arkuarta, vena interlobaris, dan vena renalis untuk akhirnya mencapai
vena cava inferior.
Ginjal dilalui oleh sekitar 1200 ml darah permenit suatu volume yang sama dengan
20-25% curah jantung (5000 ml/menit) lebih dari 90% darah yang masuk keginjal berada
pada korteks sedangkan sisanya dialirkan ke medulla. Sifat khusus aliran darah ginjal adalah
otoregulasi aliran darah melalui ginjal arteiol afferen mempunyai kapasitas intrinsik yang
dapat merubah resistensinya sebagai respon terhadap perubahan tekanan darah arteri dengan
demikian mempertahankan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus tetap konstan.
4.      Persarafan pada ginjal
Ginjal mendapat persarafan dari nervus renalis (vasomotor), saraf ini berfungsi untuk
mengatur jumlah darah yang masuk kedalam ginjal, saraf ini berjalan bersamaan dengan
pembuluh darah yang masuk ke ginjal.

b. Fisiologi Ginjal

Fungsi ginjal yaitu mengeluarkan zat-zat toksik atau racun; mempertahankan


keseimbangan cairan; mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh;
mempertahankan keseimbangan garam-garam dan zat-zat lain dalam tubuh; mengeluarkan
sisa metabolisme hasil akhir sari proteinureum, kreatinin dan amoniak”.
Tiga tahap pembentukan urine :

1) Filtrasi glomerular

Pembentukan kemih dimulai dengan filtrasi plasma pada glomerulus, seperti kapiler
tubuh lainnya, kapiler glumerulus secara relatif bersifat impermiabel terhadap protein plasma
yang besar dan cukup permabel terhadap air dan larutan yang lebih kecil seperti elektrolit,
asam amino, glukosa, dan sisa nitrogen. Aliran darah ginjal (RBF = Renal Blood Flow)
adalah sekitar 25% dari curah jantung atau sekitar 1200 ml/menit. Sekitar seperlima dari
plasma atau sekitar 125 ml/menit dialirkan melalui glomerulus ke kapsula bowman. Ini
dikenal dengan laju filtrasi glomerulus (GFR = Glomerular Filtration Rate).

Gerakan masuk ke kapsula bowman’s disebut filtrat. Tekanan filtrasi berasal dari
perbedaan tekanan yang terdapat antara kapiler glomerulus dan kapsula bowman’s, tekanan
hidrostatik darah dalam kapiler glomerulus mempermudah filtrasi dan kekuatan ini dilawan
oleh tekanan hidrostatik filtrat dalam kapsula bowman’s serta tekanan osmotik koloid darah.
Filtrasi glomerulus tidak hanya dipengaruhi oleh tekanan-tekanan koloid diatas namun juga
oleh permeabilitas dinding kapiler.

4
2) Reabsorpsi

Zat-zat yang difilltrasi ginjal dibagi dalam 3 bagian yaitu : non elektrolit, elektrolit
dan air. Setelah filtrasi langkah kedua adalah reabsorpsi selektif zat-zat tersebut kembali lagi
zat-zat yang sudah difiltrasi.

3)Sekresi
Sekresi tubular melibatkan transfor aktif molekul-molekul dari aliran darah melalui
tubulus kedalam filtrat. Banyak substansi yang disekresi tidak terjadi secara alamiah dalam
tubuh (misalnya penisilin). Substansi yang secara alamiah terjadi dalam tubuh termasuk asam
urat dan kalium serta ion-ion hidrogen.
Pada tubulus distalis, transfor aktif natrium sistem carier yang juga telibat dalam
sekresi hidrogen dan ion-ion kalium tubular. Dalam hubungan ini, tiap kali carier membawa
natrium keluar dari cairan tubular, cariernya bisa hidrogen atau ion kalium kedalam cairan
tubular “perjalanannya kembali” jadi, untuk setiap ion natrium yang diabsorpsi, hidrogen atau
kalium harus disekresi dan sebaliknya. Pilihan kation yang akan disekresi tergantung pada
konsentrasi cairan ekstratubular (CES) dari ion-ion ini (hidrogen dan kalium).
Pengetahuan tentang pertukaran kation dalam tubulus distalis ini membantu kita
memahami beberapa hubungan yang dimiliki elektrolit dengan lainnya. Sebagai contoh, kita
dapat mengerti mengapa bloker aldosteron dapat menyebabkan hiperkalemia atau mengapa
pada awalnya dapat terjadi penurunan kalium plasma ketika asidosis berat dikoreksi secara
theurapeutik.

2.2.Definisi
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi
renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan
sampah nitrogen lain dalam darah).Gagal ginjal kronik biasanya akibat akhir dari kehilangan
fungsi ginjal lanjut secara bertahap.Gagal ginjal kronis adalah kegagalan fungsi ginjal untuk
mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit akibat destruksi
struktur ginjal yang progresif dengan manifestasi penumpukan sisa metabolit ( toksik
uremik ) di dalam darah.
Dapat disimpulkan, Gagal ginjal kronik atau penyakit ginjal tahap akhir (ESRD/PGTA)
adalah perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat pada setiap nefron (biasaya
berlangsung beberapa tahun dan tidak reversible). Fungsi ginjal yang tidak dapat pulih

5
dimana kemampuan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan metabolik, dan cairan dan
elektrolit mengalami kegagalan, yang mengakibatkan uremia.

2.3. Etiologi
Penyebab dari gagal ginjal kronis antara lain :
1.    Infeksi saluran kemih (pielonefritis kronis).
2.    Penyakit peradangan (glomerulonefritis).
3.    Penyakit vaskuler hipertensif (nefrosklerosis, stenosis arteri renalis).
4.    Gangguan jaringan penyambung (SLE, poliarteritis nodusa, sklerosis sitemik).
5.    Penyakit kongenital dan herediter (penyakit ginjal polikistik, asidosis tubulus ginjal).
6.    Penyakit metabolik (DM, gout, hiperparatiroidisme).
7.    Nefropati toksik.
8.    Nefropati obstruktif (batu saluran kemih).

Penyebab gagal ginjal kronik cukup banyak tetapi untuk keperluan klinis dapat dibagi dalam
2 kelompok :
1.    Penyakit parenkim ginjal
a.    Penyakit ginjal primer : Glomerulonefritis, Mielonefritis, Ginjal polikistik, Tbc ginjal.
b.    Penyakit ginjal sekunder : Nefritis lupus, Nefropati, Amilordosis ginjal, Poliarteritis nodasa,
Sclerosis sistemik progresif, Gout, DM.
2.    Penyakit ginjal obstruktif : Pembesaran prostat, batu saluran kemih, refluks ureter. Secara
garis besar penyebab gagal ginjal dapat dikategorikan infeksi yang berulang dan nefron yang
memburuk, obstruksi saluran kemih, destruksi pembuluh darah akibat diabetes dan hipertensi
yang lama, scar pada jaringan dan trauma langsung pada ginjal.

2.4. Patofisiologi
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan tubulus)
diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh
hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun
dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk
berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak.
Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi
berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang
rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya

6
gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal
bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%.
Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15
ml/menit atau lebih rendah itu. Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein
(yang normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala
akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis.

2.5. Manifestasi Klinik


Menurut perjalanan klinisnya:
1.      Menurunnya cadangan ginjal pasien asimtomatik, namun GFR dapt menurun hingga25% dari
normal.
2.      Insufisiensi ginjal, selama keadaan ini pasien mengalami poliura dan nokturia, GFR 10%
hingga 25% dari normal, kadar kreatinin serum dan BUN sedikit meningkat diatas normal.
3.      Penyakit ginjal stadium akhir (ESRD) atau sindrom uremik (lemah, letargi, anoreksia, mual
muntah, nokturia, kelebihan volume cairam (volume overload), neuropati perifer, pruritus,
uremik frost, perikarditis, kejang-kejang sampai koma), yang di tandai dengan GFR kurang
dari 5-10 ml/menit, kadar serum kreatinin dan BUN meningkat tajam, dn terjadi perubahan
biokimia dan gejala yang kompleks.

2.6.Komplikasi
1.      Hiperkalemia akibat penurunana ekskresi, asidosis metabolic, katabolisme dan masukan diet
berlebih.
2.      Perikarditis, efusi pericardial, dan tamponade jantung akibat retensi produk sampah uremik
dan dialysis yang tidak adekuat
3.       Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system rennin-angiotensin-
aldosteron
4.      Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah, perdarahan
gastrointestinal akibat iritasi toksin dna kehilangan drah selama hemodialisa
5.       Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum yang
rendah dan metabolisme vitamin D abnormal.
6.      Asidosis metabolic.
7.      Osteodistropi ginjal.
8.      Sepsis.

7
9.       Neuropati perifer.
10.   Hiperuremia.

2.7  Penatalaksanaan Medik


Penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan CKD dibagi tiga yaitu :
1.         Konservatif
a.    Dilakukan pemeriksaan laboratorium darah dan urin.
b.    Observasi balance cairan.
c.    Observasi adanya odema.
d.   Batasi cairan yang masuk.
2.         Dialisis
a.    Peritoneal diálisis biasanya dilakukan pada kasus – kasus emergency.
b.    Sedangkan dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat akut adalah CAPD
( Continues Ambulatori Peritonial Dialysis).
c.    Hemodialisis
Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena dengan menggunakan mesin.
Pada awalnya hemodiliasis dilakukan melalui daerah femoralis namun untuk mempermudah
maka dilakukan :
d.   AV fistule : menggabungkan vena dan arteri.
e.    Double lumen : langsung pada daerah jantung (vaskularisasi ke jantung).
3.         Operasi
a.    Pengambilan batu.
b.    Transplantasi ginjal.

2.8    Konsep Asuhan Keperawatan


A.    Pengkajian
a.       Identitas pasien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, alamat, pekerjaan, pendidikan dll
b.      Riwayat kesehatan
1.      Keluhan utama
Keluhan utama pada GGK biasanya badan terasa lemah, mual, muntah, dan terdapat udema.
2.      Riwayat kesehatan sekarang

8
Keluhan lain yang menyerta biasanya: gangguan pernafasan, anemia, hiperkalemia,
anoreksia, turgor pada kulit jelek, gatal-gatal pada kulit dan asidosis metabolic
3.      Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya pasien dengan GGK, memiliki riwayat hipertensi
c.       Pengkajian fisik
1.      Aktifitas/istirahat
Gejala : Kelelahan ekstrim, kelemahan, malaise, gangguan tidur (insomnia/gelisah atau
somnollen)
Tanda : Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentan gerak
2.      Sirkulasi
Gejala : Riwayat hipertensi lama/berat, pada saat dipalpasi terdapat nyeri dada (angina)
Tanda : Hipertensi; DPJ, nadi kuat, edema jaringan umum dan pitting pada kaki, telapak
tangan, distritmia jantung, nada lemah halus, hipotensi ortostatik menunjukan hipopolemia,
yang jarang pada tahap akhir, pucat, kehijauan, kuning, kecendrungan perdarahan.
3.      Integritas ego
Gejala : Faktor stress, contoh finansial, hubungan dan sebagainya. Perasaan tak berdaya, tak
ada harapan.
Tanda : Menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian.
4.      Eliminasi
Gejala: Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut).
Abdomen kembung, diare, atau konstipasi.
Tanda: Perubahan warna urine, contoh kuning kat, merah, coklat, berawan. Oliguria, dapat
menjadi anuria.
5.      Makanan/cairan
Gejala : Peningkatan berat badan cepat (edema), penurunan berat badan (malnutrusi).
Anoreksia, nyeri uluhati, mual/muntah, rasa metalik tak sedap pada mulut (pernapasan
amonia). Pengunaan diuretik.
Tanda : Distensi abdomen/asites, pembesaran hati (tahap akhir). Perubahan turgor kulit atau
kelembapan. Edem (umum,tergantung). Ulserasi gusi, perdarahan gusi/lidah. Penurunan otot,
prnurunan lemak subkutan, penampilan tak bertenaga.
6.      Neurosensori
Gejala : Sakit kepala, penglihatan kabur. Kram otot/kejang; sindrom “kaki gelisah” ; kebas
rasa terbakar pada telapak kaki. Kebas/kesemutan dan kelemahan, khususnya ekstremitas
bawah (neuropati perifer).

9
Tanda: Gangguan status mental, contoh penurunan lapang perhatian, ketidak mampuan
berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran, stupor, koma.
Kejang, vasikulasi otot, rambut tipis, kuku rapuh dan tipis.
7.      Nyeri/kenyamanan
Gejalah: Nyeri panggul, sakit kepala; kram otot/nyeri kaki (memburuk saat malam hari).
Tanda: Perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah.
8.      Pernafasan
Gejalah : Napas pendek, dispnea nokturnal paroksimal;batuk dengan/tanpa sputum kental dan
banyak.
Tanda : Takipnea, peningkatan prekuensi/kedalaman (pernapasan kussmaul). Batuk
produktif dengan sputum merah mudah-encer (edema paru.
9.      Keamanan
Gejalah : Kulit gatal. Ada/berulangnya infeksi.
Tanda : Pruritus. Demam (sepsis, dehidrasi). Petekie, area ekimosis pada kulit. Fraktur
tulang; deposit fosfat kalsium (kalsifikasi metastatik) pada kulit. Jaringan lunak, sendi;
perbatasan gerak sendi.
10.  Seksualitas
Gejalah : Penurunan libido; amenorea; infertilitas.
11.  Interaksi sosial
Gejalah : Riwayat DM keluarga (resiko tinggi untuk gagal ginjal), penyakit polikistik, nefritis
herediter, kalkulus urinaria, malignansi. Riwayat terpajang pada toksin, contoh obat, racun
lingkungan. Penggunaan anti biotik nefrotoksik saat ini/berulang.

B.     Diagnosa Keperawatan


1.      Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urine
2.      Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia,
mual dan muntah, pembatasan diet
3.      Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan volume cairan.
4.      Ketidakpatuhan berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang pengobatan

10
C.     Rencana Asuhan Keperawatan
No. Tujuan Intervensi Rasional
Dx.
1. Setelah diberikan Mandiri : Mandiri :
asuhan 1.      Kaji TTV 1.     Mengetahui keadaan
keperawatan umum
selama 1x sesi HD
2.      Kaji adanya edema 2.     Menunjukan adanya
diharapkan tanda-tanda letargi
kelebihan volume cairan yang
cairan teratasi menambah kerja dari
dengan kriteria jantung dan menuju
hasil: edema pulmoner dan
a. Tidak ada edema gagal jantung
3.      Kaji status cairan (balance3.      Ketentuan batas cairan
cairan) jika terjai oliguria
Tujuan 4.      Monitor BUN, kreatinin, 4.      Fungsi ginjal diketahui
b.      BB dan TTV stabil asam urat (bila ada) dan peningkatan BUN
c.      Elektrolit dalam lebih dari 25 mg/dl dan
batas normal kreatinin lebih dari
1,5mg/dl
5Batasi pemasukan cairan
5.      Pemasukan cairan yang
berlebiha dapat
mengakibat kan
terjadinya penumpukan
cairan.
2. Setelah diberikan Mandiri: Mandiri:
asuhan 1.      Kaji anoreksia, nausea dan1.      Tanda dan gejala dari
keperawatan muntah peningkatan azotemia.
diharapkan nutrisi2.      Batasi protein 20-60 gram2.      Protein ditentukan
pasien terpenuhi perhari, intake karbohidrat dengan kegagalan ginjal
dengan kriteria 100 gram perhari 2000 dan tingkat BUN:
hasil: kalori perhari keseluruhan karbohidrat untuk
a.       tidak ada mual, intake. mencegah lemak untuk
muntah. menghancurkan

11
b.     mukosa mulut katabolisme
lembab.

3.      Hindari minum berkafein, jaringan.


juice makanan 3.      Iritasi stomatistik
Tujuan panas/berbau meningkatkan nausea
c.       IMT normal. 4.    Berikan intake ayam, ikan 4.      Protein komplek
sebagai sumber protein. mengandung seluruh
asam amino

Kolaborasi: Kolaborasi:
1.        Kolaborasi pemberian 1.      Bertugas untuk
obat anti emetik mengurangi muntah
(metociropmid) dengan menambah
asam gastrin
3. Setelah diberikan Mandiri: Mandiri:
asuhan 1.      Kaji gatal-gatal, pecah 1.      Gatal-gatal hasil dari
keperawatan dalam kulit, kemerahan kekeringan kulit
selama 1x sesi HD pada titik tekanan kristalisasi urea pada
kerusakan kulit, tekanan konstan
integritaskulit 2.     pada kulit menunjukan
teratasi dengan penurunan pada
kriteria hasil: jaringan dan pecahan
a. Turgor kulit 2.      Hasil dari peningkatan
Kaji mukosa oral adanya
elastis. urea dan amonia dari
stomatitis dan pernafasan
b. pecahan bakteri dan
bau amonia
Tujuan urea
b.     Tidak ada Hasil dari retensi urine
Kaji apakah rambut mudah
kemerahan pada dan penurunan atau
rusak dan kuku pucat, serta
kulit. peningkatan
warna pada kulit.
c.       Pecah dan erosi
4.      Ajari klien untuk menekan
kulit tidak ada
area yang gatal Iritasi kulit dapat
pada kulit akibat
disebabkan karena
garukan

12
5.      kuku.

Anjurkan klien untuk 5.      Bahan kapas dapat

menghindari pemakaian meningkatkan gatal-


dari bahan kapas.
gatal

Kolaborasi: Kolaborasi:

1.      Pemberian obat anti biotik1.      Untuk menahan dingin


(ampicilin) sel,membentuk mikro
organisme

4. Setelah diberikan Mandiri: Mandiri:


asuhan 1.      Beri informasi alasan 1.      Informasi yang logis
keperawatan untuk pembatasan protein dapat menguranggi
selama 1xsesi HD dan bagaimana memantang keluhan pasien tentang
diharapkan makanan selama 24 jam. pengobatan dan
masalah mempercepat
ketidakpatuhan penyembuhan
teratasi dengan 2.      Berikan motivasi pada 2.      Mengurangi kecemasan
kriteria hasil: pasien pada pasien
a. Pasien mematuhi
perintah tim 3.      Berikan informasi 3.      Dukungan emosional
kesehatan. penerimaan tidak ketika mengungkapkan,
menyesuaikan/memutuska klien mengontrol
Tujuan n sikap tanpa perasaan lingkungan.
b.      Pasien dapat kecewa, ketidak sadaran
diarahkan atau marah.
4.      4.     
Jelaskan pada pasien dan Pemahaman
keluarga tentang meningkatkan
pembatasan cairan kerjasama pasien dan
keluarga dalam
pembatasan cairan
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN KASUS

13
PADA TN. Z DENGAN CKD ON HD DI RUANG SAHABAT
RSUD BANGKINANG

3.1  Pengkajian
1.      Identitas Klien
a.       Nama : Tn. Z
b.      Umur : 64 tahun
c.       Agama : Islam
d.      Jenis kelamin : Laki-laki
e.       Pekerjaan : Swasta
f.       Suku/Bangsa : Indonesia
g.      Status Per\kawinan : Menikah
h.      Tanggal Masuk RS : 04 November 2019
i.        Tanggal Pengkajian : 05 November 2019
j.        No. RM : 023797
k.      Diagnosa Medis : CKD on HD

2.      Riwayat kesehatan


3.      Pemeriksaan Fisik
a.          Keadaan umum :
Penampilan umum : Baik
Kesadaran GCS : M: 6 , V:5, E:4
b.         Tanda tanda vital
Tekanan darah : 140/90 mmHg
Nadi : 86x/menit
Suhu : 36 C
Respiration : 26x/menit
BB : 60 kg
TB : 167 cm

c.          Sistem integument

14
Warna kulit coklat sawo matang, kebersihan bersih, oedema kaki, tidak ada lesi, vaskularisasi
tidak ada, kondisi rambut rapih, kuku tidak sianosis, tidak ada achymosis, tidak ada massa,
tidak ada petechiae, tidak ada pruritus.
d.         Sistem penginderaan
Ketajaman penglihatan baik, gerakan bola mata cukup baik, lapang pandang cukup baik,
reflek mata cukup baik, ketajaman pendengaran baik, penciuman cukup baik, pengecapan
baik, perabaan baik.
e.         Sistem pernafasan
Bentuk hidung simetris, kebersihan hidung cukup baik, tidak ada pernapasan cuping hidung,
kesemetrisan deformitas cukup baik, ekspansi paru, pola pernafasan vesikuler, irama
pernafasan regular, kedalaman dangkal, menggunakan O2 2 l/i.
f.          Sistem pencernaan
Inpeksi : bentuk mulut simetris, kebersihan mulut dan gigi, mukosanya lembab,
jumlah gigi lengkap, tidak ada karies, kebersihan lidah baik, kemampuan mengigit dan
menguyah cukup baik, kemampuan menelan baik, tidak ada hemoroid, frekuensi BAB 1x tiap
pagi hari.
Palpasi :tidak ada distensi abdomen, batas hepar normal
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus 5-12x /menit
g.         Sistem kardiovaskular
Tekanan darah 140/90 mmHg, nadi 86x/menit, CRT dibawah 2, tidak ada pembesaran JVP.
h.         Sistem perkemihan
Frekuensi BAK 1-2x/hari, pasien tidak merasakan ingin berkemih, tidak ada distensi
abdomen,
i.           Sistem persarafan
Fungsi serebral cukup baik, respon pasien dalam menerima instruksi perawat baik, fungsi
cranial NI cukup baik ditandai pasien dapat menyebutkan wangi aroma terapi yang diberikan,
NII cukup baik ditandai pasien dapat membaca atau menyebutkan angka jarak 30cm – 1m,
NIII, IV, VI cukup baik ditandai pasien mampu mengikuti kesegala arah pada pergerakan
bola mata, pupil isokor, reflek cahaya dan reflek akomodasi cukup baik. NV sensori cukup
baik ditandai pasien dapat mampu merasakan rangsangan goresan tissue diwajah, motorik
cukup baik ditandai dengan pasien mampu mengigit dengan baik. NVII cukup baik ditandai
dengan pasien mampu tersenyum, meringis (memperlihatkan gigi depan). NVIII baik ditandai
dengan pasien dapat mendengar detik arlogi. NIX cukup baik ditandai dengan pasien mampu

15
mengecap dengan baik. NX baik ditandai pasien mampu menelan dengan baik. NXI dapat
mengangkat bahu. NXII baik pasien mampu menjulurkan lidah pada posisi lurus, reflek
babinski normal.
j.        Sistem endokrin
Tidak ada pembesaran tiroid, kelenjar getah bening normal, tidak mengalami akromegali.
k.      Sistem musculoskeletal
55555 55555
44444 44444

3.2    Diagnosa Keperawatan


1.      Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi ditandai
dengan pasien HD sudah 1 tahun, oliguria, RR 26x/menit, BB pre HD mengalami kenaikan
dari sebelumnya 60 kg menjadi 65 kg.
2.      Resiko jatuh berhubungan dengan penggunaan alat bantu (kursi roda ditandai dengan pasien
mengatakan lemas, klien kesulitan bangun dari kursi dan tempat tidur.

3.3  Rencana Asuhan Keperawatan


Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
1)      Kelebihan Setelah dilakukan
1.      Ukur BB pre dan 1.      Pengukuran BB dapat
volume cairan tindakan post HD menentukan program
berhubungan keperawatan HD dan untuk
dengan gangguan selama 1x sesi mengevaluasi
mekanisme HD diharapkan pengeluaran cairan.
regulasi ditandai masalah
dengan pasien kelebihan volume
HD sudah 1 cairan dapat 2.      Dialisis sebagai
tahun, oliguria, teratasi dengan penentuan penarikan
RR 26x/menit, kriteria hasil : 2.      Lakukan dialisis cairan berlebih dalam
BB pre HD a.       RR normal (12- tubuh.
mengalami 20x/menit) 3.      Hipertensi atau
kenaikan dari b.      BB sesuai BB takikardia antara
sebelumnya 60 kg kering 3.      Observasi TTV hemodialisis dapat
menjadi 65 kg. c.       Balance cairan diakibatkan oleh

16
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
seimbang. kelebihan cairan dan
atau gagal jantung.
4.      Atur posisi semi 4.      Membantu ekspansi
fowler. dada atau paru.
Monitor intake dan 5.      Membantu
output cairan mengevaluasi status
cairan klien.
6.      Kolaborasi 6.      Neurobion untuk
pemberian obat memperbaiki
bionemi metabolisme tubuh
dan memenuhi
kebutuhan vit B
kompleks.
2)      Resiko jatuh Setelah dilakukan Bantu aktivitas klien1.      Dengan dibantu
berhubungan tindakan aktivitas, klien dapat
dengan keperawatan mudah beraktivitas
penggunaan alat selama 1x sesi dan tehindar dari
bantu ditandai HD diharapkan 2.      resiko jatuh.
dengan pasien masalah resiko Pasang restrain 2.      Restain sebagai
mengatakan jatuh dapat pada tempat tidur penyanggah pasien
lemas, klien dihindari dengan saat istirahat di bed
kesulitan bangun kriteria hasil : 3.      Anjurkan klien 3.      Kursi roda adalah
dari kursi dan a.       Pasien tidak berjalan salah alat bantu yang
tempat tidur. Hb lemas menggunakan kursi digunakan untuk
7.8 g/dl, Ht 25 %b.      Hb normal (13 – roda berjalan.
16 g/dl )
c.       Ht normal (40-
48 %)

3.4 Implementasi
Hari/Tanggal Waktu No. DP Tindakan/Respon Paraf dan
Nama
Selasa, 09.30 Dx. 1 1.     Mengkur BB pre dan post HD. Rosmanidar

17
Hari/Tanggal Waktu No. DP Tindakan/Respon Paraf dan
Nama
05-11-2019 DS: Pasien mengatakan BB
lalu 60 kg.
DO: BB pre HD= 65 kg, BB
kering= 60 kg.
Melakukan pengkajian /
Dx. 2 assesmen resiko pasien jatuh
Memastikan menandaan
warna kuning pada gelang
pasien.
Memastikan terpasangnya
tanda segi tiga kuning di
tempat tidur pasien
Memastikan pagar pengaman
tempa tidur tetap terpasang
Mengobservasi TTV,
10.40 Dx. 1 melakukan dialysis di ruang
HD
DS: pasien mengeluh sesak.
DO: TD= 140/90 mmHg, N=
86x/menit irama regular, RR=
26x/menit irama regular, S=36
derajat Celcius,

Atur posisi semi fowler.


DS: pasien megatakan posisi
nyaman.
DO: RR=25x/menit.

Mendorong os keruang HD
Dx. 2 dengan menggunakan tempat Rosmanidar
tidur dan O2 2l/i

18
Hari/Tanggal Waktu No. DP Tindakan/Respon Paraf dan
Nama
4.     Menjemput os ke HD dengan
13.45 Dx. 2 menggunakan tempat tidur
pasien
Mengukur kembali TTV
Dx. 1 DS: pasien mengatakan sesak
berkurang
DO: TD= 130/90 mmHg, N=
82x/mnt, RR= 20x/mnt.
Memberikan posisi semifowler
Melepaskan O2
Mambatasi pengunjung
14.00 Dx. 2 Menganjurkan os bedrest
Menaikkan pagar pengaman
tempat tidur pasien
Menganjurkan os membatasi
15.00 aktifitas dan membatasi
asupan cairan sesuai denagn
intruksi dokter
Kolaborasi dengan dokter
dalam pemberian diuretik

Rabu, 08.00 Dx. 1 Memantau TTV


06-11-2019 DS : os mengatakan sesak
tidak lagi
DO : TD= 120/80 mmHg, N=
87x/mnt, RR= 20x/mnt
Membrikan penkes sebelum
pulang tentang asupan cairan
selama di rumah. Rosmanidar
10.00 Dx. 2 Mempersiapkan pasien pulang
Melakukan kolaborasi dengan
dokter dalam terapi selama

19
Hari/Tanggal Waktu No. DP Tindakan/Respon Paraf dan
Nama
peratan di rumah
11.45 Mengantarkan pasein pulang
dengan menggunakan kursi
roda

3.5  Evaluasi
Hari/Tanggal Waktu No. DP Evaluasi (SOAP) Paraf dan
Nama
Rabu, 09.00 Dx. 1 S: Pasien mengatakan minum 2 Rosmanidar
06-11-2019 gelas, BB kering= 65 kg.
O: Balance cairan= -1470 cc.
BB post HD= 60 kg.
A: masalah kelebihan volume
cairan teratasi.
P: Intervensi dihentikan.
DP: anjurkan batasi minum,
minum hanya boleh 3 gelas per
hari (kurang lebih 597ml).

12.10 Dx. 2 S: Pasien mengatakan lemas Rosmanidar


berkurang, minta tolong
dibantu naik ke kursi roda.
O: Aktivitas dibantu, ROM
55555 55555
44444 44444
A: masalah resiko jatuh belum
dapat dihindari.
P: intervensi dihentikan. Pasien
pulang,
DP: anjurkan kepada keluarga
untuk membantu aktivitas
pasien selama di rumah.

20
BAB IV
PENUTUP

4.1  Kesimpulan
Gagal ginjal kronik atau penyakit ginjal tahap akhir (ESRD/PGTA) adalah perkembangan
gagal ginjal yang progresif dan lambat pada setiap nefron (biasaya berlangsung beberapa
tahun dan tidak reversible). Fungsi ginjal yang tidak dapat pulih dimana kemampuan tubuh
untuk mempertahankan keseimbangan metabolik, dan cairan dan elektrolit mengalami

21
kegagalan, yang mengakibatkan uremia.Salah satu komplikasi atau dampak dilakukan
hemodialisapada pasien gagal ginjal kronik (GGK) adalah hipoglikemia.
Hal ini karenaterlalu banyak darah yang terbuang saat sirkulasi hemodialisa,
termasukglukosa (gula darah) yang terkandung dalam darah juga terbuang bersamasisa–sisa
metabolisme lainnya. Sehingga kadar gula darah dalam tubuhmengalami penurunan, yang
mengakibatkan pasien mengalami kelelahanatau lemas setelah dilakukan hemodialisa.

  

DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, Gloria M. dkk. 2016. Nursing Interventions Classification (NIC) Edisi Bahasa
Indonesia.Yogyakarta: MocoMedia.
DiGiulio, Mary dkk. 2014. Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Rapha Publishing.
Herdman, T. Heather dan S. Kamitsuru. 2015. NANDA International Inc. DIAGNOSIS
KEPERAWATAN : Definisi dan Klasifikasi 2015-2017 Edisi 10. Jakarta: EGC.
Julianti, Erythrina. 2014 LAPORAN PENDAHULUAN RUANG PERAWATAN UMUM GATOT
SOEBROTO PADA KASUS CKD. Jakarta: Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN

22
Syarif Hidayatullah, dalam http://www.academia.edu
/6418985/LAPORAN_PENDAHULUAN_CKD (diakses tanggal 27 Desember 2016)
Moorhead, Sue dkk. 2016. Nursing Outcomess Classification (NOC) Edisi Bahasa
Indonesia.Yogyakarta: MocoMedia.
Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2013. APLIKASI KEPERAWATAN BERDASARKAN
DIAGNOSA MEDIS & NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: Media Action Publishing.
Pearce, Evelyn C. 2009. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT Gramedia.
Pribadi, Totok. 2012. LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN
DENGAN CHRONIC KIDNEY DESEASE (CKD) DI RUANG HEMODIALISA (HD) RSUD
SIDOARJO. Jombang: STIKes Bahrul Ulum, dalam http://dokumen.tips/documents/lp-dan-
askep-ckd.html (diakses tanggal 27 Desember 2016)
Syaifuddin. 2012. Anatomi Fisiologi edsi 4. Jakarta: EGC.
Wilkinson, Judith M. Dan Nancy R. Ahern. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 9.
Jakarta: EGC.

23

Anda mungkin juga menyukai