Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

GERONTIK DENGAN DIABETES MELITUS

OLEH :

KADEK KEMBAR AYU MANIK SUKRAENY : P07120218 014

NI KADEK RIA HENDRIYANI : P07120218 016

NI LUH PUTU TANASYA PUTRI : P07120218 020

NI PUTU WIWIEK HITA F : P07120218 021

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR


2020-2021

A. Konsep Dasar Penyakit

1. Definisi
Diabetes mellitus merupakan kelainan metabolisme yang kronis terjadi
defisiensi insulin atau retensi insulin, di tandai dengan tingginya keadaan glukosa
darah (hiperglikemia) dan glukosa dalam urine (glukosuria) atau merupakan
sindroma klinis yang ditandai dengan hiperglikemia kronik dan gangguan
metabolisme karbohidrat, lemak dan protein sehubungan dengan kurangnya
sekresi insulin secara absolut / relatif dan atau adanya gangguan fungsi insulin.
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai
oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Mansjoer, 2000).
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh
kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth,
2002).
Diabetes mellitus merupakan penyakit sistemis, kronis, dan multifaktorial
yang dicirikan dengan hiperglikemia dan hipoglikemia. ( Mary, 2009).

2. Penyebab/factor predisposisi
Beberapa ahli berpendapat bahwa dengan bertambahnya umur, intoleransi
terhadap glukosa juga meningkat, jadi untuk golongan usia lanjut diperlukan batas
glukosa darah yang lebih tinggi daripada orang dewasa non usia lanjut.
Pada NIDDM, intoleransi glukosa pada lansia berkaitan dengan obesitas,
aktivitas fisik yang berkurang,kurangnya massa otot, penyakit penyerta,
penggunaaan obat-obatan, disamping karena pada lansia terjadi penurunan sekresi
insulin dan insulin resisten. Lebih dari 50% lansia diatas 60 tahun yang tanpa
keluhan, ditemukan hasil Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) yang abnormal.
Intoleransi glukosa ini masih belum dapat dikatakan sebagai diabetes. Pada usia
lanjut terjadi penurunan maupun kemampuan insulin terutama pada post reseptor.
Pada lansia cenderung terjadi peningkatan berat badan, bukan karena
mengkonsumsi kalori berlebih namun karena perubahan rasio lemak-otot dan
penurunan laju metabolisme basal. Hal ini dapat menjadi faktor predisposisi
terjadinya diabetes mellitus. Penyebab diabetes mellitus pada lansia secara umum
dapat digolongkan ke dalam dua besar :
a. Proses menua/kemunduran (Penurunan sensitifitas indra pengecap,
penurunan fungsi pankreas, dan penurunan kualitas insulin
sehingga insulin tidak berfungsi dengan baik).
b. Gaya hidup (life style) yang jelek (banyak makan, jarang olahraga,
minum alkohol, dll.)
Keberadaan penyakit lain, sering menderita stress juga dapat menjadi penyebab
terjadinya diabetes mellitus. Selain itu perubahan fungsi fisik yang menyebabkan
keletihan dapat menutupi tanda dan gejala diabetes dan menghalangi lansia untuk
mencari bantuan medis. Keletihan, perlu bangun pada malam hari untuk buang air
kecil, dan infeksi yang sering merupakan indikator diabetes yang mungkin tidak
diperhatikan oleh lansia dan anggota keluarganya karena mereka percaya bahwa
hal tersebut adalah bagian dari proses penuaan itu sendiri.
3. Pohon masalah ( dalam bentuk bagan berdasarkan Patofisiologi) E/ : obese, gaya hidup, usia, Riwayat
E/ : Autoimun (Genetik) keluarga DM, pola makan >>>

DM Tipe I DM Tipe II

Glukosa darah tidak dpt masuk sel


Komplikasi vaskular Kurang informasi

Hiperglikemia Pbentkn ATP Simpanan kalori


Terganggu berkurang Glukoneogenesis
Mikrovask
Makrovask

Ansietas

Prod badan Cadangan


keton lemak & Prot Nefropati Retinopa Neuropati
Ambang ti
ginjal Hiperosmolalitas Lemah Polifagia
terlampaui darah

BB PK Sensibilitas
GGK menurun
PK Ketoasidosis
Intoleransi
aktivitas
Glukosuria Polidipsi

Diuresis PK Hipertensi Resiko PK Gangren


osmotik Infeksi
Gangguan
Keseimbangan
Nutris

Poliuria

Dehidrasi Haus

Resiko Kurang
volume cairan
4. Klasifikasi
 Diabetes melitus tipe I :
Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut baik melalui
proses imunologik maupun idiopatik.
Karakteristik Diabetes Melitus tipe I:
1. Mudah terjadi ketoasidosis
2. Pengobatan harus dengan insulin
3. Onset akut
4. Biasanya kurus
5. Biasanya terjadi pada umur yang masih muda
6. Berhubungan dengan HLA-DR3 dan DR4
7. Didapatkan antibodi sel islet
8. 10%nya ada riwayat diabetes pada keluarga
 Diabetes melitus tipe II :
Bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin
relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi
insulin. Karakteristik DM tipe II :
1. Sukar terjadi ketoasidosis
2. Pengobatan tidak harus dengan insulin
3. Onset lambat
4. Gemuk atau tidak gemuk
5. Biasanya terjadi pada umur > 45 tahun
6. Tidak berhubungan dengan HLA
7. Tidak ada antibodi sel islet
8. 30%nya ada riwayat diabetes pada keluarga
9. ± 100% kembar identik terkena

5. Gejala klinis
Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada lansia
umumnya tidak ada. Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda disebabkan
ambang ginjal yang tinggi, dan dapat muncul keluhan nokturia disertai gangguan
tidur, atau bahkan inkontinensia urin. Perasaan haus pada pasien DM lansia
kurang dirasakan, akibatnya mereka tidak bereaksi adekuat terhadap dehidrasi.
Karena itu tidak terjadi polidipsia atau baru terjadi pada stadium lanjut.
Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat komplikasi
degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf.
Pada DM lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua,
sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus
dengan komplikasi yang luas. Keluhan yang sering muncul adalah adanya
gangguan penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta
kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh
dengan pengobatan lazim.
Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering
ditemukan adalah :
a. Katarak
b. Glaukoma
c. Retinopati
d. Gatal seluruh badan
e. Pruritus Vulvae
f. Infeksi bakteri kulit
g. Infeksi jamur di kulit
h. Dermatopati
i. Neuropati perifer
j. Neuropati viseral
k. Amiotropi
l. Ulkus Neurotropik
m. Penyakit ginjal
n. Penyakit pembuluh darah perifer
o. Penyakit koroner
p. Penyakit pembuluh darah otak
q. Hipertensi

6. Pemeriksaan diagnostic / penunjang


 Glukosa darah sewaktu
a. Kadar glukosa darah puasa
b. Tes toleransi glukosa
Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali
pemeriksaan :
a. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
b. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
c. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200
mg/dl

7. Penatalaksanaan medis
Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan aktivitas
insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi komplikasi
vaskuler serta neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah
mencapai kadar glukosa darah normal.
Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes :
a. Diet
Suatu perencanaan makanan yang terdiri dari 10% lemak, 15% Protein,
75% Karbohidrat kompleks direkomendasikan untuk mencegah diabetes.
Kandungan rendah lemak dalam diet ini tidak hanya mencegah arterosklerosis,
tetapi juga meningkatkan aktivitas reseptor insulin.
b. Latihan
Latihan juga diperlukan untuk membantu mencegah diabetes.
Pemeriksaan sebelum latihan sebaiknya dilakukan untuk memastikan bahwa
klien lansia secara fisik mampu mengikuti program latihan kebugaran.
Pengkajian pada tingkat aktivitas klien yang terbaru dan pilihan gaya hidup
dapat membantu menentukan jenis latihan yang mungkin paling berhasil.
Berjalan atau berenang, dua aktivitas dengan dampak rendah, merupakan
permulaan yang sangat baik untuk para pemula. Untuk lansia dengan NIDDM,
olahraga dapat secara langsung meningkatkan fungsi fisiologis dengan
mengurangi kadar glukosa darah, meningkatkan stamina dan kesejahteraan
emosional, dan meningkatkan sirkulasi, serta membantu menurunkan berat
badan.
c. Pemantauan
Pada pasien dengan diabetes, kadar glukosa darah harus selalu
diperiksa secara rutin. Selain itu, perubahan berat badan lansia juga harus
dipantau untuk mengetahui terjadinya obesitas yang dapat meningkatkan
resiko DM pada lansia.
d. Terapi (jika diperlukan)
Sulfoniluria adalah kelompok obat yang paling sering diresepkan dan
efektif hanya untuk penanganan NIDDM. Pemberian insulin juga dapat
dilakukan untuk mepertahankan kadar glukosa darah dalam parameter yang 
telah ditentukan untuk membatasi komplikasi penyakit yang membahayakan.
e. Pendidikan
1. Diet yang harus dikomsumsi
2. Latihan
3. Penggunaan insulin

8. Komplikasi
Komplikasi diabetes mellitus diklasifikasikan menjadi akut dan kronis. Yang
termasuk dalam komplikasi akut adalah hipoglikemia, diabetes ketoasidosis
(DKA), dan hyperglycemic hyperosmolar nonketocic coma (HHNC). Yang
termasuk dalam komplikasi kronis adalah retinopati diabetic, nefropati diabetic,
neuropati, dislipidemia, dan hipertensi.
1. Komplikasi akut
a. Diabetes ketoasidosis
Diabetes ketoasidosis adalah akibat yang berat dari deficit
insulin yang berat pada jaringan adipose, otot skeletal, dan hepar.
Jaringan tersebut termasuk sangat sensitive terhadap kekurangan
insulin. DKA dapat dicetuskan oleh infeksi ( penyakit)
b. Komplikasi kronis
 Retinopati diabetic
Lesi paling awal yang timbul adalah mikroaneurism pada
pembuluh retina. Terdapat pula bagian iskemik, yaitu retina
akibat berkurangnya aliran darah retina. Respon terhadap
iskemik retina ini adalah pembentukan pembuluh darah baru,
tetapi pembuluh darah tersebut sangat rapuh sehingga mudah
pecah dan dapat mengakibatkan perdarahan vitreous. Perdarahan
ini bisa mengakibatkan ablasio retina atau berulang yang
mengakibatkan kebutaan permanen.
 Nefropati diabetic
Lesi renal yang khas dari nefropati diabetic adalah
glomerulosklerosis yang nodular yang tersebar dikedua ginjal
yang disebut sindrom Kommelstiel-Wilson. Glomeruloskleriosis
nodular dikaitkan dengan proteinuria, edema dan hipertensi. Lesi
sindrom Kommelstiel-Wilson ditemukan hanya pada DM.
 Neuropati
Neuropati diabetic terjadi pada 60 – 70% individu DM.
neuropati diabetic yang paling sering ditemukan adalah
neuropati perifer dan autonomic.
 Displidemia
Lima puluh persen individu dengan DM mengalami
dislipidemia.
 Hipertensi
Hipertensi pada pasien dengan DM tipe 1 menunjukkan
penyakit ginjal, mikroalbuminuria, atau proteinuria. Pada pasien
dengan DM tipe 2, hipertensi bisa menjadi hipertensi esensial.
Hipertensi harus secepat mungkin diketahuin dan ditangani
karena bisa memperberat retinopati, nepropati, dan penyakit
makrovaskular.
 Kaki diabetic
Ada tiga factor yang berperan dalam kaki diabetic yaitu
neuropati, iskemia, dan sepsis. Biasanya amputasi harus
dilakukan. Hilanggnya sensori pada kaki mengakibatkan trauma
dan potensial untuk ulkus. Perubahan mikrovaskuler dan
makrovaskuler dapat mengakibatkan iskemia jaringan dan
sepsis. Neuropati, iskemia, dan sepsis bisa menyebabkan
gangrene dan amputasi.
 Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah keadaan dengan kadar glukosa
darah di bawah 60 mg/dl, yang merupakan komplikasi potensial
terapi insulin atau obat hipoglikemik oral. Penyebab
hipoglikemia pada pasien sedang menerima pengobatan insulin
eksogen atau hipoglikemik oral.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian Keperawatan
A. Pengkajian
1. Data Subyektif
a. Identitas
b. DM pada pasien usia lanjut umumnya terjadi pada usia > 60 tahun
dan umumnya adalah DM tipe II ( non insulin dependen ) atau tipe
DMTTI.
c. Keluhan utama
d. DM pada usia lanjut mungkin cukup sukar karena sering tidak khas
dan asimtomatik ( contohnya ; kelemahan, kelelahan, BB menurun,
terjadi infeksi minor, kebingungan akut, atau depresi ).
e. Riwayat Penyakit Sekarang
f. Pada umumnya pasien datang ke RS dengan keluhan gangguan
penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta
kelemahan otot ( neuropati perifer ) dan luka pada tungkai yang
sukar sembuh dengan pengobatan lazim.
g. Riwayat Kesehatan Keluarga
h. Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ?
i. Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya
j. Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya,
mendapat terapi insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya
apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk
menanggulangi penyakitnya.
k. Pola pemenuhan kebutuhan sehari – hari
1) Aktivitas/ Istirahat :
Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot,
tonus otot menurun.
2) Sirkulasi
Adakah riwayat hipertensi,AMI, klaudikasi, kebas,
kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki yang
penyembuhannya lama, takikardi, perubahan tekanan darah
3) Integritas Ego
Stress, ansietas
4) Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ),
diare
5) Makanan / Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet,
penurunan berat badan, haus, penggunaan diuretik.
6) Neurosensori
Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan
pada otot, parestesia, gangguan penglihatan.
7) Nyeri / Kenyamanan
Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)
8) Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung
adanya infeksi / tidak)
9) Keamanan
Kulit kering, gatal, ulkus kulit.
2. Data obyektif
Pemeriksaan fisik pada Lansia
a. Sel ( perubahan sel )
Sel menjadi lebih sedikit, jumlah dan ukurannya
menjadi lebih besar, berkurangnya jumlah cairan tubuh
dan berkurangnya cairan intrasel.
b. Sistem integumen
Kulit keriput akibat kehilangan jaringan lemak, kulit
kering dan pucat dan terdapat bintik – bintik hitam
akibat menurunnya aliran darah kekulit dan
menurunnya sel – sel yang memproduksi pigmen, kuku
pada jari tengah dan kaki menjadi tebal dan rapuh.
Pada orang berusia 60 tahun rambut wajah meningkat,
rambut menipis / botak dan warna rambut kelabu,
kelenjar keringat berkurang jumlah dan fungsinya.
c. Sistem Muskuler
Kecepatan dan kekuatan kontraksi otot skeletal
berkurang pengecilan otot karena menurunnya serabut
otot. Pada otot polos tidak begitu berpengaruh.
d. Sistem pendengaran
Presbiakusis ( menurunnya pendengaran pada lansia )
membran timpani menjadi altrofi menyebabkan
austosklerosis, penumpukan serumen sehingga
mengeras karena meningkatnya keratin.
e. Sistem Penglihatan
Karena berbentuk speris, sfingter pupil timbul sklerosis
dan hilangnya respon terhadap sinar, lensa menjadi
keruh, meningkatnya ambang penglihatan ( daya
adaptasi terhadap kegegelapan lebih lambat, susah
melihat gelap ). Hilangnya daya akomodasi,
menurunnya lapang pandang karena berkurangnya luas
pandangan. Menurunnya daya membedakan warna
hijau atau biru pada skala.
f. Sistem Pernafasan
Otot – otot penafasan kehilangan kekuatan dan menjadi
kaku, menurunnya aktivitas sillia, paru kurang elastis,
alveoli kurang melebar biasanya dan jumlah berkurang.
Oksigen pada arteri menurun menjadi 75 mmHg.
Karbon oksida pada arteri tidak berganti – kemampuan
batuk berkurang.
g. Sistem Kardiovaskuler
Katub jantung menebal dan menjadi kaku. Kemampuan
jantung memompa darah menurun 1 % pertahun.
Kehilangan obstisitas pembuluh darah, tekanan darah
meningkat akibat meningkatnya resistensi pembuluh
darah perifer.
h. Sistem Gastointestinal
Kehilangan gigi, indra pengecap menurun, esofagus
melebar, rasa lapar menurun, asam lambung menurun
waktu pengosongan lambung, peristaltik lemah
sehingga sering terjadi konstipasi, hati makin mengecil.
i. Sistem Perkemihan
Ginjal mengecil, nefron menjadi atrofi, aliran darah ke
ginjal menurun sampai 50 %, laju filtrasi glumesulus
menurun sampai 50 %, fungsi tubulus berkurang
sehingga kurang mampu memekatkan urine, Dj urin
menurun, proteinuria bertambah, ambang ginjal
terhadap glukosa meningkat, kapasitas kandung kemih
menurun ( zoome ) karena otot – otot yang lemah,
frekwensi berkemih meningkat, kandung kemih sulit
dikosongkan, pada orang terjadi peningkatan retensi
urin dan pembesaran prostat (75 % usia diatas 60
tahun).
j. Sistem Reproduksi
Selaput lendir vagina menurun / kering, menciutnya
ovarium dan uterus, atrofi payu darah testis masih dapat
memproduksi meskipun adanya penurunan secara
berangsur – angsur, dorongan sek menetap sampai usia
diatas 70 tahun asal kondisi kesehatan baik.
k. Sistem Endokrin
Produksi semua hormon menurun, fungsi paratiroid dan
sekresinya tidak berubah, berkurangnya ACTH, TSH,
FSH, dan LH, menurunnya aktivitas tiroid sehingga laju
metabolisme tubuh ( BMR ) menurun, menurunnya
produk aldusteran, menurunnya sekresi, hormon godad,
progesteron, estrogen, testosteron.
l. Sistem Sensori
Reaksi menjadi lambat kurang sensitif terhadap
sentuhan (berat otak menurun sekitar 10 – 20 % )
2. Diagnosis keperawatan yang mungkin muncul
a. Ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan resistensi insulin/ penggunaan insulin
b. Resiko infeksi dibuktikan dengan imunosupresi
c. Resiko ketidakseimbangan elektrolit dibuktikan dengan gangguan mekanisme regulasi

3. Rencana asuhan keperawatan


NO SLKI SIKI RASIONAL
DX
1 Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama …x24 jam LABEL SIKI
diharapkan kestabilan kadar gula darah pasien meningkatMANAGEMEN HIPERGLIKEMIA
dengan kriteria hasil :

2 Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama …x24 jam LABEL SIKI


diharapkan tingkat infeksi pasien menurun 1. PENCEGAHAN INFEKSI
dengan kriteria hasil : 2. EDUKASI PENCEGAHAN LUKA
tingkat infeksi TEKAN
1. .
2. .
3. .
Control resiko
1. .
2. .

Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama …x24 jam LABEL SIKI


diharapkan keseimbangan elektrolit pasien membaik 1. PEMANTAUAN ELEKTROLIT
dengan kriteria hasil : 2. PEMANTAUAN CAIRAN
keseimbangan elektrolit
1. ..
2. .
3. .
Keseimbangan cairan
1. .
2. .
3. .

Nama pembimbing/CI …………………….,


……………..20…
Nama mahsiswa

………………………………………
… …………………………………….
NIP………………………………….. NIM……………………………….

Nama Pembimbing/CT

………………………………………
NIP……………………………………..

Anda mungkin juga menyukai