Anda di halaman 1dari 11

KASUS PASIEN (ADIT)

Pasien laki2 usia 45 tahun datang ke IGD RSUD Sukoharjo dengan


keluhan terdapat benjolan di anus. Sejak 1 hari yg lalu pasien
mengeluh benjolan tidak bisa masuk dan nyeri, disertai BAB campur
darah. Pasien sebelumnya mengalami kejadian serupa sejak th 2018
tetapi bisa masuk sendiri setelah BAB. Pasien punya Riwayat DM
teratur minum obat dan alergi obat : Antalgin, Ketorolac.

TD : 130/90 mmHg
N : 100 x menit
RR : 25 x / menit
S : 36 ⁰ C
Hasil Lab : leukosit 15.000mmk
Lain2 : Normal
Silahkan dibuat status pasien berdasarkan klinis yg ada. Pemeriksaa
fisik hanya seperti yg terlihat pada gambar. Disertakan tinjauan teori
kasus yang bersangkutan
Format : Anamnesis, PF, Diagnosa, Diferensial Diagnosa,Terapi
Anamnesis
RPS: Pasien mengeluhkan terdapat benjolan di anus sejak 1 hari yang
lalu SMRS. Benjolan tidak bisa masuk dan nyeri disertai BAB
campur darah
RPD: 2 tahun yang lalu pasien mengalami keluhan serupa tetapi
benjolan bisa masuk sendiri setelah BAB. Pasien mempunya riwayat
DM teratur minum obat. Pasien mempunyai riwayat alergi obat
Antalgin dan Ketorolac.

Pemeriksaan Fisik
Kepala dan leher, thoraks, abdomen dalam batas normal
Pada ekstremitas bagian belakang (dubur) terlihat adanya benjolan
berwarna merah yang keluar dari lubang anus pasien.

Pemeriksaan Penunjang
Tanda vital
TD: 130/80 mmHg
N: 100x/ menit
RR: 25x/ menit
S: 36o C
Hasil Lab: leukosit 15.000 mm3

Diagnosis
Hemoroid derajat IV
Terdapat benjolan yang keluar dari anus dan tidak bisa masuk sendiri
atau dimasukkan dengan jari.
Benjolan terasa nyeri.
BAB bercampur darah.
Mempunyai riwayat yang serupa dengan benjolan bisa masuk sendiri
ke dalam anus.
Leukositosis
15.000 mm3 (meningkat), normal 4000-11.000 mm3.
Diabetes Melitus tipe 2
Riwayat konsumsi obat DM

Diagnosis Banding
CA Colon
Keluarnya darah dari lubang anus. Pada ca colon darah terpisah dari
feses dan bercampur lendir.
Terapi
Farmakologi
Inf Tutofusin 20 tpm
Inj Metronidazole 500 mg/8 jam
Inj Lantus 0-0-1
Aspilets tab 80 mg/6 jam P.O
Anatomi
Rectum memiliki panjang sekitar 13 cm dan mulai di depan
vertebra sacralis ketiga sebagai lanjutan dari colon sigmoideum.
Rectum berjalan ke bawah mengikuti lengkung sacrum dan coccygis,
dan berakhir di depan ujung coccygis dengan menembus diaphragma
pelvis dan melanjutkan diri sebagai canalis analis (2). Rektum dibagi
menjadi tiga bagian, yaitu atas, tengah, dan bawah. Sepertiga atas
ditutupi oleh peritoneum anterior dan lateral, sepertiga
tengah hanya ditutupi anterior, dan sepertiga bawah tanpa peritoneum.

Dalam perjalanannya rektum berhubungan posterior


dengan sacrum, coccyges, otot levator ani, musculus coccygeal,
pembuluh median sakral, dan akar pleksus saraf sakral. Secara
anterior pada pria, rektum ekstraperitoneal berhubungan dengan
prostat, vesikula seminalis, vas deferens, ureter, dan kandung
kemih; rektum intraperitoneal dapat bersentuhan dengan loop usus
kecil dan usus sigmoid. Pada wanita, rektum ekstraperitoneal terletak
di belakang dinding vagina posterior; rektum intraperitoneal
mungkin berhubungan dengan bagian atas vagina, uterus, saluran
tuba, ovarium, usus kecil, dan kolon sigmoid. Lambat di atas refleksi
peritoneum, mungkin ada loop usus kecil, adneksa, dan kolon
sigmoid. Di bawah refleksi, rektum dipisahkan dari dinding samping
panggul oleh ureter dan pembuluh iliaka.

Arteri rectalis superior adalah cabang terminal dari arteri


mesenterika inferior dan memasok rektum atas. Arteri rectal
media cabang dari arteri iliaka internal. Arteri rectalis inferior muncul
dari arteri pudenda interna, yang merupakan cabang dari arteri iliaka
internal. Drainase vena rektum sejajar dengan suplai arteri. Vena
rectalis superior mengalir ke sistem portal melalui vena mesenterika
inferior.  Vena rectalis media dan vena rectalis inferior masing-
masing bermuara ke vena iliaca interna dan vena pudenda interna.
Pleksus submukosa jauh ke dalam kolom
Morgagni membentuk pleksus hemoroid dan mengalir ke ketiga vena.

Gambar 1. Pasokan arteri ke rektum dan saluran anus (Sumber :


Schwartz’s, 2015).
Kanal anal adalah bagian terminal dari saluran usus. Ini dimulai
di persimpangan anorektal (titik melewati  otot levator ani),
panjangnya sekitar 4 cm, dan berakhir di ambang anal(3). Lapisan
saluran anal terdiri dari epitel berbagai jenis pada tingkat yang
berbeda. Pada kira - kira titik tengah saluran anal
ada demarkasi bergelombang yang disebut sebagai garis
dentate. Garis ini kira - kira 2 cm dari ambang anus. Karena
rektum menyempit ke dalam lubang anus, jaringan di atas garis
dentate terlihat seperti lipit. Lipatan longitudinal ini, yang ada 6
hingga 14, dikenal sebagai kolom Morgagni. 

Gambar 2. Anal canal (Sumber : Gordon, 2007)


Mukosa rektum adalah merah muda, sedangkan daerah tepat di
atas garis dentate adalah ungu atau plum dalam warna karena

mendasari pleksus hemoroid internal. Jaringan subepitel terikat


dengan longgar dan secara radial dapat distensi dari pleksus
hemoroid interna. Jaringan subepitel pada batas anal, yang berisi
pleksus hemoroid eksterna, membentuk lapisan yang melekat kuat
pada jaringan di bawahnya.

Gambar 3. Anal canal (Sumber : Netterimage)

FISIOLOGI

Fungsi utama dari rektum dan kanalis anal ialah untuk


mengeluarkan massa feses yang terbentuk di tempat yang lebih tinggi
dan melakukan hal tersebut dengan cara yang terkontrol. Rectum dan
kanalis anal tidak begitu berperan dalam proses pencernaan, selain
hanya dapat menyerap sedikit cairan. Selain itu, sel-sel Goblet
mukosa mengeluarkan mucus yang berfungsi sebagai pelicin
keluarnya massa feses. Pada hampir setiap waktu rektum tidak berisi
feses. Hal ini sebagian diakibatkan adanya otot sfincter yang tidak
begitu kuat yang terdapat pada rectosigmoid junction kira-kira 20 cm
dari anus. Terdapatnya lekukan tajam dari tempat ini juga memberi
tambahan penghalang masuknya feses ke rektum. Akan tetapi, bila
suatu gerakan usus mendorong feses ke arah rektum, secara normal
keinginan untuk defekasi akan timbul, yang ditimbulkan oleh reflek
kontraksi dari rektum dan relaksasi dari otot sfincter. Feses tidak
keluar secara terus menerus dan sedikit demi sedikit dari anus berkat
adanya kontraksi tonik otot sfincter ani interna dan eksterna.

Proses Defekasi

Keinginan untuk defekasi dimulai dari rangsangan reseptor


regangan di dalam dinding rectum oleh masuknya feces ke dalam
lumen rectum. Kegiatan defekasi melibatkan refleks koordinasi yang
mengakibatkan pengosongan colon descendens, colon sigmoideum,
rectum, dan canalis analis. Kegiatan ini dibantu oleh peningkatan
tekanan intraabdominal dengan kontraksi otot-otot dinding anterior
abdomen.

Selanjutnya, kontraksi tonik musculus sphincter ani internus,


musculus sphincter ani externus, termasuk musculus puborectalis
secara volunter dihambat, dan feces dikeluarkan melalui canalis
analis. Tergantung pada kelemasan tunika submucosa, tunica mucosa
bagian bawah canalis analis menonjol melalui anus mendahului massa
feces. Pada akhir defekasi, tunica mucosa kembali ke canalis analis
akibat tonus serabut-serabut longitudinal dinding canalis analis serta
kontraksi dan penarikan ke atas oleh musculus puborectalis.
Kemudian lumen canalis analis yang kosong ditutup oleh kontraksi
tonik musculus sphincter ani.

PATOFISIOLOGI

Keterlibatan bantalan anus (anal cushion) makin dipahami


sebagai dasar terjadinya Hemoroid. Bantalan anus merupakan
jaringan lunak yang kaya akan pembuluh darah. Agar stabil,
kedudukannya disokong oleh ligamentum Treitz dan lapisan
muskularis submukosa. Bendungan dan hipertrofi pada bantalan anus
menjadi mekanisme dasar terjadinya hemoroid. Pertama, kegagalan
pengosongan vena bantalan anus secara cepat saat defekasi. Kedua,
bantalan anus terlalu mobile, dan ketiga, bantalan anus terperangkap
oleh sfingter anus yang ketat. Akibatnya, vena intramuskular kanalis
anus akan terjepit (obstruksi). Proses pembendungan diatas
diperparah lagi apabila seseorang mengedan atau adanya feses yang
keras melalui dinding rectum. Kantung-kantung vena yang melebar
menonjol ke dalam saluran anus dan rektum terjadi trombosis,
ulserasi, perdarahan dan nyeri. Darah yang keluar berwarna merah
segar meskipun berasal dari vena karena kaya akan asam. Nyeri yang
timbul akibat inflamasi dan edema yang disebabkan oleh trombosis.
Trombosis adalah pembekuan darah dalam hemoroid. Trombosis ini
akan mengakibatkan iskemi pada daerah tersebut dan nekrosis.

Hemoroid eksternal berasal di bawah garis dentate dan ditutupi


dengan epitel skuamosa dan terkait dengan komponen internal,
robeknya vena hemorroidalis inferior membentuk hematoma di kulit
yang berwarna kebiruan, kenyal-keras dan nyeri. Bentuk ini sering
nyeri dan gatal karena ujung-ujung saraf pada kulit merupakan
reseptor nyeri.

Hemoroid interna berasal di atas garis dentata dan ditutupi


dengan mukosa dan epitel zona transisi dan mewakili sebagian besar
hemoroid, sumbatan aliran darah system porta menyebabkan
timbulnya hipertensi portal dan terbentuk kolateral pada vena
hemorroidalis superior dan medius. Selain itu Sistem vena portal tidak
mempunyai katup sehingga mudah terjadi aliran balik.

Klasifikasi

Menurut person (2007), hemoroid internal diklasifikasikan menjadi


beberapa tingkatan:

Derajat Haemorrhoid Keterangan Klinis Gambaran Klinis


Derajat I Pada stadium ini
biasanya dimulai
dengan merasakan
ketidaknyamanan
ketika duduk lama.
Hemoroid mencapai
lumen anal canal
Derajat II Hemoroid mencapai
sfingter external dan
tampak pada saat
pemeriksaan tetapi
dapat masuk kembali
secara spontan
Derajat III Hemoroid telah keluar
dari anak canal dan
hanya dapat masuk
kembali secara manual
oleh pasien

Derajat IV Hemoroid selalu


keluar dan tidak dapat
masuk ke anal canal
meski dilakukan
secara manual

Anda mungkin juga menyukai