Anda di halaman 1dari 71

UPAYA PENGENDALIAN ANGKA BEBAS JENTIK NYAMUK (ABJ)

TERHADAP TERJADINYA DEMAM BERDARAH DENGUE DI


PUSKESMAS WERU DENGAN PROGRAM “WEDI NGAMUK” (Weru
Peduli Jentik Nyamuk)

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu


Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Keluarga

Disusun oleh :
Fairuz Majid, S.Ked J510185115
Kapindra Bagus Prabowo, S.Ked J510195003
Aditia Candra Prayogo, S.Ked J510195004

Pembimbing :
dr. Dewi Kartikasari

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2020
UPAYA PENGENDALIAN ANGKA BEBAS JENTIK NYAMUK (ABJ)
TERHADAP TERJADINYA DEMAM BERDARAH DENGUE DI
PUSKESMAS WERU DENGAN PROGRAM “WEDI NGAMUK” (Weru
Peduli Jentik Nyamuk)

Yang diajukan oleh:


Fairuz Majid, S.Ked J510185115
Kapindra Bagus Prabowo, S.Ked J510195003
Aditia Candra Prayogo, S.Ked J510195004

Telah Disetujui dan Disahkan oleh Tim Pembimbing Kepaniteraan Klinik


Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Keluarga Bagian Program
Pendidikan Profesi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pada hari……………….., ………………………2020

Pembimbing

Nama : dr. Dewi Kartikasari (.............................)


NIP :

Penguji

Nama : dr. M. Shoim Dasuki, M. Kes (.............................)


NIP : 060202602

Penguji

Nama : Bejo Raharjo, S.K.M, M.Kes (.............................)


NIP :

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN.....................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
DAFTAR TABEL...................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR...............................................................................................v
DAFTAR LAMPIRAN...........................................................................................vi
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. LATAR BELAKANG.................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH.............................................................................3
C. TUJUAN......................................................................................................3
D. MANFAAT PROGRAM............................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................5
A. Demam Berdarah Dengue (DBD)..............................................................5
B. Vektor.........................................................................................................10
C. Pengendalian Vektor DBD.......................................................................11
D. Jenis dan Aplikasi Insektisida untuk Pengendalian Vektor DBD........13
E. Kewaspadaan Dini dan Penanggulangan DBD......................................15
F. Program Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit DBD...................19
G. Menetapkan Prioritas Masalah................................................................27
BAB III METODE PENERAPAN KEGIATAN...............................................29
A. Gambaran Umum Kecamatan Bendosari, Kabupaten Sukoharjo......29
B. Manajemen Pengendalian Penyakit Demam Berdarah Dengue..........33
BAB IV PEMECAHAN MASALAH.................................................................39
A. Hasil Kinerja Puskesmas Bendosari.......................................................39
B. Penentuan Prioritas Masalah...................................................................39
C. Analisis Penyebab Masalah......................................................................43
C. Rencana Pemecahan Masalah..................................................................48
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...............................................................53
A. Kesimpulan................................................................................................53
B. Saran..........................................................................................................54
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................55

iii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Jumlah Tenaga Kesehatan........................................................................32
Tabel 2. Hasil Kinerja Puskesmas Bendosari Januari-Juni 2009...........................39
Tabel 3. Penentuan prioritas masalah....................................................................40
Tabel 4. Angka Bebas Jentik Puskesmas Bendosari tahun 2016-Juni 2019..........40
Tabel 5. Jumlah kasus DBD Puskesmas Bendosari Tahun 2016-Mei 2019..........41
Tabel 6. Angka Kesakitan DBD Puskesmas Bendosari Tahun 2016-Mei 2019....41
Tabel 7. Daftar Alternatif Pemecahan Masalah.....................................................45
Tabel 8. Analisa SWOT.........................................................................................46
Tabel 9. Daftar Pemecahan Masalah.....................................................................48
Tabel 10. Program CABE ANTIK.........................................................................52

iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Klasifikasi Infeksi Dengue.....................................................................7
Gambar 2. Daur Hidup Nyamuk............................................................................11
YGambar 3. Peta Wilayah Kecamatan Bendosari..................................................30
Gambar 4. Bagan Standar Operasional Prosedur Penanggulangan Fokus DBD...38

v
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Standar Operasional Prosedur “CABE ANTIK”................................57
Lampiran 2. Stiker “Awas SAJEN”.......................................................................61
Y

vi
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
. Infeksi virus dengue merupakan masalah kesehatan utama di 100
negara-negara tropis dan subtropis di Asia Tenggara, Pasifik Barat,
Amerika Tengah, dan Amerika Selatan. Kira-kira 50 juta kasus baru
terjadi di seluruh dunia setiap tahunnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi
peningkatan dan penyebaran kasus dengue ini sangat kompleks, yaitu
pertumbuhan penduduk, urbanisasi yang tidak terencana dan tidak
terkontrol, tidak adanya kontrol terhadap nyamuk yang efektif di daerah
endemik, dan peningkatan sarana transportasi. Morbiditas dan mortalitas
infeksi dengue dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain status
imunologis pejamu, kepadatan vektor nyamuk, transmisi virus dengue,
faktor keganasan virus, dan kondisi geografis setempat.
Penyakit DBD telah menjadi masalah kesehatan masyarakat di
negara-negara tropis Asia Tenggara dan wilayah Pasifik Barat yang
menyita perhatian para ahli kesehatan dunia. Penyakit DBD termasuk
dalam sepuluh penyebab perawatan di rumah sakit dan kematian pada
anak-anak, sedikitnya di delapan negara tropis Asia salah satunya yaitu
Indonesia (Ginanjar, 2008). Sejak tahun 1968 hingga tahun 2009, World
Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai negara
dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara (Brahim dkk, 2010).
Menurut Rita (2011), hingga kini Indonesia merupakan salah satu
negara yang masih berisiko terhadap DBD, karena sampai dengan tahun
2010 sekitar 70% kabupaten/ kota masih termasuk kategori endemis. Hal
ini berarti 2 dari 497 kabupaten/ kota di Indonesia, 348 kabupaten/ kota di
antaranya termasuk daerah endemis.
Berdasarkan data dari Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit
dan Penyehatan Lingkungan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
(Dirjen P2PL Kemkes RI) (2011), diketahui bahwa Provinsi Jawa Tengah
menempati urutan kedua tertinggi setelah Provinsi Jawa Timur yakni
2

sejumlah 2.345 kasus DBD dari jumlah penduduk 32.380.687 jiwa


(IR=7,24/100.000 penduduk). Dari 35 kabupaten/kota yang ada di Provinsi
Jawa Tengah, Kabupaten Sukoharjo merupakan kabupaten yang
cenderung mengalami peningkatan jumlah daerah endemis DBD, yakni
dari 56 desa/kelurahan endemis pada tahun 2010 menjadi 68
desa/kelurahan endemis pada tahun 2011. Hal ini dapat dilihat dari data
tiga tahun terakhir yang menggambarkan bahwa di Kabupaten Sukoharjo
terdapat kasus DBD setiap tahunnya, yaitu sebanyak 371 kasus DBD
dengan 11 orang penderita di antaranya meninggal pada tahun 2009, 437
kasus DBD dengan 10 orang penderita di antaranya meninggal pada tahun
2009 dan 106 kasus DBD dengan satu orang penderita di antaranya
meninggal pada tahun 2011. Meskipun jumlah angka kesakitan dan
kematian sudah menurun, tetapi penyakit DBD tetap menjadi masalah
kesehatan karena masih endemis di beberapa wilayah Kabupaten
Sukoharjo dan masih menimbulkan kematian (DKK Sukoharjo, 2011).
Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia pada tahun 2018 di Provinsi Jawa Tengah terdapat
3.133 kasus dengan Incidence Rate per 100.000 penduduk yaitu 9,08 yang
berarti setiap 100.000 penduduk terdapat 9 kasus DBD (KEMENKES,
2018).
Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten
Sukoharjo pada tahun 2018 terdapat 35 kasus DBD, sedangkan pada tahun
2019 hingga bulan Juni ini terdapat 248 kasus DBD dari 12 Kecamatan di
Kabupaten Sukoharjo. Dari 248 kasus tersebut rincian jumlah kasus pada
setiap Kecamatan yaitu 45 kasus pada Kecamatan Sukoharjo, 32 kasus
pada Kecamatan Polokarto, 28 kasus pada Kecamatan Kartasura, 23 kasus
pada Kecamatan Grogol, 20 kasus pada Kecamatan Weru, 18 kasus pada
Kecamatan Baki dan Mojolaban, 17 kasus pada Kecamatan Bendosari, 15
kasus pada Kecamatan Tawangsari, 12 kasus pada Kecamatan Nguter, 11
kasus pada Kecamatan Bulu, dan 9 kasus pada Kecamatan Gatak. Data
yang diperoleh dari Puskesmas Weru pada tahun 2019 dengan rentang
3

waktu dari bulan Januari hingga September terdapat 10 kasus DBD.


Berdasarkan data tersebut menunjukkan bahwa masih terdapatnya angka
kejadian Demam Berdarah.
Kader merupakan seorang tenaga sukarela yang direkrut dari, oleh
dan untuk masyarakat yang bertugas membantu kelancaran pelayanan
kesehatan. Kader jumantik mempunyai tugas membantu petugas
puskesmas melakukan pendataan dan pemeriksaan jentik nyamuk di
rumah-rumah penduduk sekitar wilayah kerja 4 puskesmas (Sudayasa,
2010). Akan tetapi selain partisipasi aktif dari kader jumantik, diharapkan
masyarakat juga turut serta dalam meningkatkan ABJ dan menekan jumlah
kasus DBD di Kecamatan Weru.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan penguraian dalam latar belakang masalah tersebut,
didapatkan rumusan masalah sebagai berikut: “Bagaimana mengelola
Angka Bebas Jentik Nyamuk (ABJ) Terhadap Terjadinya Demam
Berdarah Dengue (DBD) kecamatan Weru, Kabupaten Sukoharjo?”

C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mengetahui manajemen pengendalian penyakit DBD dengan
meningkatkan Angka Bebas Jentik (ABJ) di Puskesmas Kecamatan
Bendosari, Kabupaten Sukoharjo.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui perencanaan pengendalian penyakit DBD dengan
meningkatkan Angka Bebas Jentik (ABJ) di Puskesmas Bendosari,
Kabupaten Sukoharjo.
b. Mengetahui pelaksanaan pengendalian penyakit Angka Bebas
Jentik (ABJ) di Puskesmas Bendosari.
c. Mengetahui pengawasan, pengendalian, dan penilaian
pengendalian penyakit Angka Bebas Jentik (ABJ) di Puskesmas
Bendosari.
4

D. MANFAAT PROGRAM
1. Bagi Mahasiswa
a. Memberikan wawasan tentang pengelolaan Angka Bebas Jentik
nyamuk (ABJ) terhadap terjadinya Demam Berdarah Dengue
(DBD) di kecamatan Weru, Kabupaten Sukoharjo.
b. Memberikan informasi mengenai tingkat peningkatan Angka
Bebas Jentik nyamuk (ABJ) terhadap terjadinya Demam
Berdarah Dengue (DBD) di kecamatan Weru, Kabupaten
Sukoharjo
2. Bagi Puskesmas Bendosari
a. Sebagai masukan tentang pengelolaan Angka Bebas Jentik
nyamuk (ABJ) terhadap terjadinya Demam Berdarah Dengue
(DBD) di kecamatan Weru, Kabupaten Sukoharjo.
b. Memantau dan mengevaluasi pengendalian Angka Bebas Jentik
(ABJ) di Puskesmas Weru.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Demam Berdarah Dengue (DBD)
1. Definisi
DBD (Demam Berdarah Dengue) adalah suatu penyakit yang
disebabkan oleh virus dengue tipe 1-4, dengan manifestasi klinis demam
mendadak 2-7 hari disertai gejala perdarahan dengan atau tanpa syok,
disertai pemeriksaan laboratorium menunjukkan trombositopenia
(trombosit kurang dari 100.000) dan peningkatan hematokrit 20% atau
lebih dari nilai normal

2. Epidemiologi
Secara epidemiologi DBD banyak ditemukan di daerah tropis,
dimana suhu yang hangat, adanya penyimpanan air untuk keperluan
sehari-hari dan sanitasi yang kurang baik menyebabkan terdapatnya
populasi Aedes Aegypti yang permanen. Di Indonesia penyakit DBD
ditemukan pertama di Surabaya pada tahun 1968. Sejak itu penyakit
tersebut menyebar ke berbagai daerah hingga tahun 1980 seluruh propinsi
di Indonesia telah terjangkit penyakit. Sejak pertama kali ditemukan,
jumlah kasus menunjukkan kecenderungan meningkat baik dalam jumlah
maupun luas wilayah yang terjangkit dan secara sporadis selalu terjadi
Kejadian Luar Biasa (KLB) setiap tahun, dimana jumlah penderita
meningkat lebih dari dua kali pada periode yang sama (Depkes, 2008).
KLB DBD terbesar terjadi tahun 1998, dengan Incidence Rate (IR)
= 35,19 per 100.000 penduduk dan Case Fatality Rate (CFR) = 2%. Pada
tahun 1999 IR menurun tajam sebesar 10,17%, namun tahun-tahun
berikutnya IR cenderung meningkat yaitu 15,99 (tahun 2000); 21,66
(tahun 2001); 19,24 (tahun 2002); dan 23,87 (tahun 2003). Sejak Januari
sampai 5 Maret tahun 2004 total kasus DBD di seluruh propinsi di
Indonesia mencapai 26.015, dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang.

5
(CFR=1,53%), sehingga pada 16 Februari 2004 demam berdarah
dinyatakan sebagai kejadian luar biasa nasional (Depkes, 2008).
Meningkatnya jumlah kasus serta bertambahnya wilayah yang
terjangkit, disebabkan karena semakin baiknya sarana transportasi
penduduk, adanya pemukiman baru, kurangnya perilaku masyarakat
terhadap pembersihan sarang nyamuk (PSN), terdapatnya vektor hampir
di seluruh pelosok tanah air serta adanya tipe virus yang bersirkulasi
sepanjang tahun (Depkes, 2008).

3. Etiologi dan Transmisi


DBD diketahui disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue
merupakan RNA virus dengan nukleokapsid ikosahedral dan dibungkus
oleh lapisan kapsul lipid. Virus ini termasuk kedalam kelompok arbovirus
B, famili Flaviviridae, genus Flavivirus. Flavivirus merupakan virus yang
berbentuk sferis, berdiameter 45-60 nm, mempunyai RNA positif sense
yang terselubung, bersifat termolabil, sensitif terhadap inaktivasi oleh
dietil eter dan natrium dioksikolat, stabil pada suhu 70 oC. Virus dengue
mempunyai 4 serotipe, yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3, DEN 4 (Hadinegoro,
2004).
Manifestasi klinis dengue selain dipengaruhi oleh virus dengue itu
sendiri, terdapat 2 faktor lain yang berperan yaitu faktor host dan vektor
perantara. Virus dengue dikatakan menyerang manusia dan primata yang
lebih rendah. Penelitian di Afrika menyebutkan bahwa monyet dapat
terinfeksi virus ini. Transmisi vertikal dari ibu ke anak telah dilaporkan
kejadiannya di Bangladesh dan Thailand6. Vektor utama dengue di
Indonesia adalah Aedes aegypti betina, disamping pula Aedes albopictus
betina. Ciri-ciri nyamuk penyebab penyakit demam berdarah (nyamuk
Aedes aegypti):
 Badan kecil, warna hitam dengan bintik-bintik putih
 Hidup di dalam dan di sekitar rumah
 Menggigit/menghisap darah pada siang hari

6
 Senang hinggap pada pakaian yang bergantungan dalam kamar
 Bersarang dan bertelur di genangan air jernih di dalam dan di
sekitar rumah bukan di got/comberan
 Di dalam rumah: bak mandi, tampayan, vas bunga, tempat minum
burung, dan lain-lain.
Jika seseorang terinfeksi virus dengue digigit oleh nyamuk Aedes
aegypti, maka virus dengue akan masuk bersama darah yang diisap
olehnya. Didalam tubuh nyamuk itu virus dengue akan berkembang biak
dengan cara membelah diri dan menyebar ke seluruh bagian tubuh
nyamuk. Sebagian besar virus akan berada dalam kelenjar air liur nyamuk.
Jika nyamuk tersebut menggigit seseorang maka alat tusuk nyamuk
(proboscis) menemukan kapiler darah, sebelum darah orang itu diisap
maka terlebih dahulu dikeluarkan air liurnya agar darah yang diisapnya
tidak membeku. Bersama dengan air liur inilah virus dengue tersebut
ditularkan kepada orang lain.

4. Diagnosis
Diagnosis demam berdarah ditegakkan berdasarkan kriteria
diagnosis menurut WHO terdiri dari kriteria klinis dan laboratories.
Kriteria klinis antara lain:
a. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab jelas, berlangsung terus-
menerus selama 2 sampai 7 hari,
b. Terdapat manifestasi perdarahan, termasuk tourniquet test positif,
petekie, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan/atau
melena,
c. Pembesaran hati,
d. Syok, ditandai dengan nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan
nadi, hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembap dan pasien
tampak gelisah. (WHO, 2009)
Kriteria laboratoris adalah:
a. Trombositopenia (100.000/mm3 atau kurang);

7
b. Hemokonsentrasi, dapat dilihat dari peningkatan hematokrit 20% atau
lebih menurut standar umur dan jenis kelamin (WHO, 2009)
Dua kriteria klinis pertama ditambah trombositopenia dan
hemokonsentrasi cukup untuk menegakkan diagnosis klinis DBD. WHO
juga memberikan pedoman untuk membantu menegakkan derajat beratnya
penyakit, yaitu:
a. Derajat I : Demam dengan uji bendung atau Rumple leed (+);
b. Derajat II : Derajat I ditambah perdarahan spontan;
c. Derajat III : Nadi cepat dan lemah, tekanan nadi ≤ 20 mmHg
hipotensi, akral dingin;
d. Derajat IV : Syok berat, nadi tak teraba, tekanan darah tak terukur
(WHO, 2009)

Gambar 1. Klasifikasi infeksi dengue (WHO, 2009)

8
5. Pengobatan
Berdasarkan panduan WHO 2009, pasien dengan infeksi dengue
dikelompokkan ke dalam 3 kelompok yaitu Grup A, B, dan C. Pasien yang
termasuk Grup A dapat menjalani rawat jalan. Sedangkan pasien yang
termasuk Grup B atau C harus menjalani perawatan di rumah sakit.
Sampai saat ini belum tersedia terapi antiviral untuk infeksi dengue.
Prinsip terapi bersifat simptomatis dan suportif (WHO, 2009).
a. Grup A
Grup A adalah pasien yang tanpa disertai warning signs dan
mampu mempertahankan asupan oral cairan yang adekuat dan
memproduksi urine minimal sekali dalam 6 jam. Sebelum diputuskan
rawat jalan, pemeriksaan darah lengkap harus dilakukan. Pasien dengan
hematokrit yang stabil dapat dipulangkan. Terapi di rumah untuk pasien
Grup A meliputi edukasi mengenai istirahat atau tirah baring dan asupan
cairan oral yang cukup, serta pemberian parasetamol. Pasien beserta
keluarganya harus diberikan KIE tentang warning signs secara jelas dan
diberikan instruksi agar secepatnya kembali ke rumah sakit jika timbul
warning signs selama perawatan di rumah (WHO, 2009).
b. Grup B
Grup B meliputi pasien dengan warning signs dan pasien dengan
kondisi penyerta khusus (co-existing conditions). Pasien dengan kondisi
penyerta khusus seperti kehamilan, bayi, usia tua, diabetes mellitus, gagal
ginjal atau dengan indikasi sosial seperti tempat tinggal yang jauh dari RS
atau tinggal sendiri harus dirawat di rumah sakit. Jika pasien tidak mampu
mentoleransi asupan cairan secara oral dalam jumlah yang cukup, terapi
cairan intravena dapat dimulai dengan memberikan larutan NaCl 0,9%
atau Ringer’s Lactate dengan kecepatan tetes maintenance. Monitoring
meliputi pola suhu, balans cairan (cairan masuk dan cairan keluar),
produksi urine, dan warning signs (WHO, 2009).
Tatalaksana pasien infeksi dengue dengan warning signs adalah
sebagai berikut:

9
1) Mulai dengan pemberian larutan isotonic (NS atau RL) 5-7 ml/kg/jam
selama 1-2 jam, kemudian kurangi kecepatan tetes menjadi 3-5
ml/kg/jam selama 2-4 jam, dan kemudian kurangi lagi menjadi 2-3
ml/kg/jam sesuai respons klinis.
2) Nilai kembali status klinis dan evaluasi nilai hematokrit. Jika
hematokrit stabil atau hanya meningkat sedikit, lanjutkan terapi cairan
dengan kecepatan 2-3 ml/kg/jam selama 2-4 jam.
3) Jika terjadi perburukan tanda vital dan peningkatan cepat nilai HCT,
tingkatkan kecepatan tetes menjdai 5-10 ml/kg/jam selama 1-2 jam
4) Nilai kembali status klinis, evaluasi nilai hematokrit dan evaluasi
kecepatan tetes infus. Kurangi kecepatan tetes secara gradual ketika
mendekati akhir fase kritis yang diindikasikan oleh adanya produksi
urine dan asupan cairan yang adekuat dan nilai hematokrit di bawah
nilai baseline.
5) Monitor tanda vital dan perfusi perifer (setiap 1-4 jam sampai pasien
melewati fase kritis), produksi urine, hematokrit (sebelum dan sesudah
terapi pengganti cairan, kemudian setiap 6-12 jam), gula darah, dan
fungsi organ lainnya (profil ginjal, hati, dan fungsi koagulasi sesuai
indikasi). (WHO, 2009).
c. Grup C
Grup C adalah pasien dengan kebocoran plasma (plasma leakage)
berat yang menimbulkan syok dan/atau akumulasi cairan abnormal dengan
distres nafas, perdarahan berat, atau gangguan fungsi organ berat. Terapi
terbagi menjadi terapi syok terkompensasi (compensated shock) dan terapi
syok hipotensif (hypotensive shock) (WHO, 2009).
Terapi cairan pada pasien dengan syok terkompensasi meliputi:
1) Mulai resusitasi dengan larutan kristaloid isotonik 5-10 ml/kg/jam
selama 1 jam. Nilai kembali kondisi pasien, jika terdapat perbaikan,
turunkan kecepatan tetes secara gradual menjadi 5-7 ml/kg/jam selama
1-2 jam, kemudian 3-5 ml/kg/jam selama 2-4 jam, kemudian 2-3

10
ml/kg/jam selama 2-4 jam dan selanjutnya sesuai status hemodinamik
pasien. Terapi cairan intravena dipertahankan selama 24-48 jam.
2) Jika pasien masih tidak stabil, cek nilai hematokrit setelah bolus cairan
pertama. Jika nilai hematorit meningkat atau masih tinggi (>50%),
ulangi bolus cairan kedua atau larutan kristaloid 10-20 ml/kg/jam
selama 1 jam. Jika membaik dengan bolus kedua, kurangi kecepatan
tetes menjadi 7-10 ml/kg/jam selama 1-2 jam dan lanjutkan
pengurangan kecepatan tetes secara gradual seperti dijelaskan pada
poin sebelumnya.
3) Jika nilai hematokrit menurun, hal ini mengindikasikan adanya
perdarahan dan memerlukan transfusi darah (PRC atau whole blood)
(WHO, 2009).
Terapi cairan pada pasien dengan syok hipotensif meliputi:
1) Mulai dengan larutan kristaloid isotonik intravena 20 ml/kg/jam
sebagai bolus diberikan dalam 15 menit.
2) Jika terdapat perbaikan, berikan cairan kristaloid atau koloid 10
ml/kg/jam selama 1 jam, kemudian turunkan kecepatan tetes secara
gradual.
3) Jika tidak terdapat perbaikan atau pasien masih tidak stabil, evaluasi
nilai hematokrit sebelum bolus cairan. Jika hematokrit rendah (50%),
lanjutkan infus koloid 10-20 ml/kg/jam sebagai bolus ketiga selama 1
jam, kemudian kurangi menjadi 7-10 ml/kg/jam selama 1-2 jam,
kemudian ganti dengan cairan kristaloid dan kurangi kecepatan tetes.
Jika terdapat perdarahan, berikan 5-10 ml/kg/jam transfusi PRC segar
atau 10-20 ml/kg/jam whole blood segar (WHO, 2009).

B. Vektor DBD
Nyamuk Aedes aegypti dewasa berukuran lebih kecil jika
dibandingkan dengan rata-rata nyamuk lain. Nyamuk ini mempunyai dasar
hitam dengan bintik- bintik putih pada bagian badan, kaki, dan sayapnya.
Nyamuk Aedes aegypti jantan mengisap cairan tunlbuhan atan sari bunga

11
untuk keperluan hidupnya. Sedangkan yang betina mengisap darah.
Nyamuk betina ini lebih menyukai darah manusia dari pada binatang.
Biasanya nyamuk betina mencari mangsanya pada siang hari. Aktivitas
menggigit biasanya pagi (pukul 9.00-10.00) sampai petang hari (16.00-
17.00. Aedes aegypti mempunyai kebiasan mengisap darah berulang kali
untuk memenuhi lambungnya dengan darah (Siregar, 2004).
Dengan demikian nyamuk ini sangat infektif sebagai penular
penyakit. Setelah mengisap darah, nyamuk ini hinggap (beristirahat) di
dalam atau diluar runlah. Tempat hinggap yang disenangi adalah benda-
benda yang tergantung dan biasanya ditempat yang agak gelap dan
lembab. Disini nyamuk menunggu proses pematangan telurnya.
Selanjutnya nyamuk betina akan meletakkan telurnya di dinding tempat
perkembangbiakan, sedikit diatas permukaan air. Pada umumnya telur
akan menetas menjadi jentik dalam waktu 2 hari setelah terendam air.
Jentik kemudian menjadi kepompong dan akhirnya menjadi nyamuk

dewasa (Sir
Gambar 2. Daur hidup nyamuk (Siregar, 2004)

C. Pengendalian Vektor DBD


Pemberantasan vektor dapat dilakukan pada stadium dewasa maupun
stadium jentik.

12
1. Pemberantasan vektor stadium dewasa
Pemberantasan vektor penyakit DBD pada waktu terjadi wabah
sering dilakukan fogging atau penyemprotan lingkungan rumah
dengan insektisida malathion yang ditujukan pada nyamuk dewasa.
Caranya adalah dengan menyemprot atau mengasapkan dengan
menggunakan mesin pengasap yang dapat dilakukan melalui darat
maupun udara. Dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa
pengasapan rumah dengan malathion sangat efektif untuk
pemberantasan vektor. Namun kegiatan ini tanpa didukung dengan
aplikasi abatisasi, dalam beberapa hari akan meningkat lagi kepadatan
nyamuk dewasanya, karena jentik yang tidak mati oleh pengasapan
akan menjadi dewasa, untuk itu dalam pemberantasan vektor stadium
dewasa perlu disertai aplikasi abatisasi.
2. Pemberantasan vektor stadium jentik.
Pemberantasan vektor stadium jentik dapat dilakukan dengan
menggunakan insektisida maupun tanpa insektisida.
a. Pemberantasan jentik dengan insektisida.
Insektisida yang digunakan untuk memberantas jentik
Aedes aegypti disebut larvasida yaitu Abate (temephos). Abate SG
1 % diketahui sebagai larvasida yang paling aman dibanding
larvasida lainnya, dengan rekomendasi WHO untuk dipergunakan
sebagai pembunuh jentik nyamuk yang hidup pada persediaan air
minum penduduk, sehingga kegiatannya sering disebut abatisasi.
Untuk pemakaiannya dengan dosis 1 ppm (part per-million), yaitu
setiap 1 gram Abate 1 % untuk setiap 10 liter air. Abate setelah
ditaburkan ke dalam air maka butiran pasirnya akan jatuh sampai
ke dasar dan racun aktifnya akan keluar serta menempel pada pori-
pori dinding tempat air, dengan sebagian masih tetap berada dalam
air. Tujuan abatisasi adalah untuk menekan kepadatan vektor
serendah-rendahnya secara serentak dalam jangka waktu yang
lebih lama, agar transmisi virus dengue selama waktu tersebut

13
dapat diturunkan. Sedang fungsi abatisasi bisa sebagai pendukung
kegiatan fogging yang dilakukan secara bersama-sama, juga
sebagai usaha mencegah letusan atau meningkatnya penderita
DBD (Fathi dan Catharina, 2005).
b. Pemberantasan jentik tanpa insektisida.
Cara pemberantasan vektor stadium jentik tanpa
menggunakan insektisida lebih dikenal dengan pembersihan
sarang nyamuk (PSN). Kegiatan ini merupakan upaya sanitasi
untuk melenyapkan kontainer yang tidak terpakai, agar tidak
memberi kesempatan pada nyamuk Aedes aegypti untuk
berkembang biak pada kontainer tersebut. Tindakan pembersihan
sarang nyamuk meliputi tindakan menguras air kontainer secara
teratur seminggu sekali, menutup rapat kontainer air bersih, dan
mengubur kontainer bekas seperti kaleng bekas, gelas plastik,
barang bekas lainnya yang dapat menampung air hujan sehingga
menjadi sarang nyamuk (dikenal dengan istilah tindakan ‘3M’)
(Fathi dan Catharina, 2005).

D. Jenis dan Aplikasi Insektisida untuk Pengendalian Vektor DBD


Insektisida digunakan untuk pengendalian vektor DBD yang
dilakukan di daerah endemis serta daerah lainnya.
1. Jenis Insektisida untuk pengendalian vektor DBD:
a. Organofosfat
Insektisida ini bekerja dengan menghambat enzim
kholinesterase OP banyak digunakan dalam kegiatan pengendalian
vektor,baik untuk space spraying, IRS, maupun larvasidasi.
Contoh: malation, fenitrotion, temefos, metil-pirimifos, dan lain-
lain.
b. Karbamat

14
Cara kerja insektisida ini identik dengan OP , namun bersifat
reversibel sehingga relative lebih aman dibandingkan OP. Contoh:
bendiocarb, propoksur, dan lain-lain.
c. Piretroid (SP)
Insektisida ini lebih dikenal sebagai synthetic pyretroid (SP)
yang bekerja mengganggu system saraf. Golongan SP banyak
digunakan dalam pengendalian vektor untuk serangga dewasa
(space spraying dan IRS), kelambu celup atau Insecticide Treated
Net (ITN), Long Lasting Insecticidal Net (LLIN), dan berbagai
formulasi pestisida rumah tangga. Contoh: metoflurin, transflutrin,
d-fenotrin, lamda-sihalotrin, permetrin, sipermetrin, deltametrin,
etofenproks, dan lain-lain.
d. Insect Growth Regulator (IGR)
Kelompok senyawa yang dapat mengganggu proses
perkembangan dan pertumbuhan serangga. IGR terbagi menjadi
dua kelas, yaitu:
1) Juvenoid atau sering juga dikenal dengan Juvenile Hormone
Analog (JHA). Pemberian juvenoid pada serangga berakibat
pada perpanjangan stadium larva dan kegagalan menjadi pupa.
Contoh: fenoksikarb, metopren, piriproksifen, dll.
2) Penghambat Sintesis Khitin atau Chitin Synthesis Inhibibtor
(CSI) mengganggu proses ganti kulit dengan menghambat
pembentukan kitin. Contoh: diflubensuron, heksaflumoron, dan
lain-lain.
e. Mikroba
Kelompok pestisida ini berasal dari mikroorganisme yang
berperan sebagai pestisida. Contoh: Bacillus thuringiensis var
israelensis (BTI), Bacillus sphaericus (BS), abbamektin,
spinosad, dan lain-lain.

2. Cara aplikasi insektisida

15
Aplikasi insektisida dalam pengendalian DBD, dibagi menjadi dua,
yaitu:
a. Pengendalian larva
Dalam program pengendalian vektor, kegiatan
pengendalian larva dengan insektisida disebut sebagai larvasidasi.
Larvasidasi merupakan kegiatan pemberian insektisida yang
ditujukan untuk membunuh stadium larva. Larvasida dimaksudkan
untuk menekan populasi vektor untuk jangka waktu yang relatif (3
bulan), sehingga transmisi virus dengue selama waktu itu dapat
diturunkan atau dicegah (longterm preventive measure).
Terdapat tiga jenis pestisida untuk mengendalikan larva
Aedes yaitu butiran temephor, pengatur pertumbuhan serangga
Insect Growth Regulator (IGR) dan Bacillus thuringiensis (Bt H-
14).
b. Pengendalian Nyamuk (Adult Control)
Pengendalian nyamuk aedes dilakukan dengan space
spraying yang sasaran nya adalah vektor yang sedang terbang baik
di dalam maupun luar rumah. Terdapat dua macam space spraying
yaitu sistem panas (thermal fogging) dan sistem dingin (cold
spraying).

E. Kewaspadaan Dini dan Penanggulangan DBD


1. Kewaspadaan Dini
a. Kewaspadaan dini DBD ialah suatu upaya kewaspadaan yang
berupa pemantauan/surveilans terhadap kemungkinan peningkatan
kasus dan atau faktor risiko DBD, seperti: adanya peningkatan
populasi nyamuk, penurunan ABJ <95%, adanya perubahan cuaca,
dan peningkatan tempat-tempat perindukan.
b. Laporan kewaspadaan dini DBD adalah laporan hasil
pemantauan/surveilans kasus dan faktor risiko DBD.

16
c. Penanggulangan seperlunya meliputi kegiatan penyelidikan
epidemiologi dan penanggulangan fokus.
2. Penyelidikan Epidemiologi
a. Pengertian Penyelidikan Epidemiologi (PE)
Pengertian Penyelidikan Epidemiologi (PE) yang dimaksud
adalah kegiatan pencarian kasus infeksi dengue atau kasus suspek
infeksi dengue lainnya dan pemeriksaan jentik nyamuk penular
DBD di tempat tinggal penderita dan rumah/bangunan sekitar,
termasuk tempat-tempat umum dalam radius sekurang-kurangnya
100 meter.

b. Tujuan penyelidikan epidemiologi


1.) Tujuan umum
Mengetahui potensi penularan dan penyebaran DBD lebih
lanjut serta tindakan penanggulangan yang perlu dilakukan di
wilayah sekitar tempat tinggal penderita.
2.) Tujuan Khusus
a) Mengetahui adanya pederita dan tersangka DBD lainnya
b) Mengetaui ada/tidak jentik nyamuk penular DBD
c) Menentukan jenis tindakan (penanggulangan fokus) yang
akan dilakukan.
d) Langkah-langkah Pelaksanaan Kegiatan Penyelidikan
Epidemiologi :
I. Setelah menemukan/menerima laporan adanya
penderita DBD, petugas puskesmas/koordinator DBD
segera mencatat dalam Buku Catatan Harian Penderita
DBD
II. Menyiapkan Peralatan survei, seperti : tensimeter,
thermometer, senter, formulir PE, dan surat tugas.

17
III. Memberitahukan kepada Kades/Lurah dan Ketua
RW/RT setempat bahwa I wilayahnya ada penderita
DBD dan akan dilaksanakan PE.
IV. Masyarakat di lokasi tempat tinggal penderita
membantu kelancaran pelaksanaan PE.
V. Pelaksanaan PE sebagai berikut:
i. Petugas puskesmas memperkenalkan diri dan
selanjutnya melakukan wawancara dengan
keluarga, untuk mengetahui ada tidaknya
penderita infeksi dengue lainnya (sudah ada
konfirmasi dari rumah sakit atau unit pelayanan
kesehatan lainnya), dan penderita demam saat itu
dalam kurun waktu 1 minggu sebelumnya.
ii. Bila ditemukan penderita demam tanpa sebab yang
jelas, lakukan uji torniquet untuk mencari
kemungkinan adanya kasus suspek infeksi dengue.
iii. Melakukan pemeriksaan jentik pada tempat
penampungan air (TPA) dan tempat-tempat lain
yang dapat menjadi tempat perkembangbiakan
nyamuk Aedes baik didalam maupun diluar
rumah/bangunan
iv. Kegiatan PE dilakukan dalam radius 100 meter
dari lokasi tempat tinggal penderita
v. Bila penderita adalah siswa sekolah dan pekerja,
maka selain dilakukan dirumah penderita, PE juga
dilakukan disekolah /tempat kerja penderita oleh
puskesmas setempat.
vi. Hasil PE segera dilaporkan kepada Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota, untuk tindak lapangan
dikoordinasikan dengan Kades/Lurah setempat.

18
vii. Bila hasil positif (ditemukan 1 atau lebih penderita
infeksi dengue lainnya dan/atau ≥ 3 penderita
suspek infeksi dengue, dan ditemukan jentik
(≥5%), dilakukan penanggulangan fokus (fogging
focus, penyuluhan, PSN, 3M plus dan larvasidasi
selektif), sedangkan bila negatif dilakukan
penyuluhan, PSN 3M plus dan larvadasi selektif.
3. Penanggulangan fokus
a. Penanggulangan fokus adalah kegiatan pemberantasan
nyamuk penular DBD yang dilaksanakan mencakup radius
minimal 200 meter dengan melakukan pemberantasan
sarang nyamuk penular DBD (PSN 3M plus), larvasidasi,
penyuluhan dan/atau pengabutan panas
(pengasapan/fogging) dan/atau pengabutan dingin (ULV)
menggunakan insektisida yang masih berlakudan efektif
sesuai rekomendasi WHOPES dan/atau Komisi Pestisida.
b. Tujuan Penanggulangan Fokus
Penanggulangan fokus dilaksankan untuk
membatasi penularan DBD dan mencegah terjadinya KLB
di sekitar lokasi tempat tinggal penderita serta tempat-
tempat umum yang berpotensi menjadi sumber penularan
DBD lebih lanjut.
c. Tindak lanjut hasil PE adalah sebagai berikut:
1) Bila ditemukan penderita infeksi dengue lainnya (1 atau
lebih) dan/atau ditemukan 3 atau lebih penderita suspek
infeksi dengue dan ditemukan jentik lebih dari sama
dengan 5% dari rumah/bangunan yang diperiksa, maka
dilakukan penggerakan masyarakat dalam PSN 3M
plus, larvasidasi, penyuluhan, dan pengasapan dengan
insektisida di rumah penderita dan rumah/bangunan

19
sekitarnya dalam radius minimal 200 meter, pengasapan
dilakukan 2 siklus dengan interval 1 minggu.
2) Bila tidak ditemukan penderita lainnya, tetapi
ditemukan jentik, maka dilakukan penggerakan
masyarakat dalam PSN 3M plus, larvasidasi, dan
penyuluhan.
3) Bila tidak ditemukan penderita lainnya dan tidak
ditemukan jentik, maka dilakukan penyuluhan kepada
masyarakat.
d. Langkah-langkah Pelaksanaan Kegiatan
1) Kades/lurah menerima hasil PF dari puskesmas dan
rencana koordinasi penanggulangan fokus kemudian
meminta ketua RW/RT agar warga membantu
kelancaran pelaksanaan penanggulangan fokus.
2) Ketua RW/RT menyampaikan jadwal kegiatan yang
diterima dari petugas puskesmas setempat dan
mengajak warga berpartisipasi
3) Kegiatan penanggulangan fokus sesuai hasil PE dengan
penggerakan masyarakat dalam PSN DBD dan
larvasidasi, penyuluhan, pengabutan dengan insektisida.
4) Hasil pelaksanaan dilaporkan oleh puskesmas kepada
dinas kesehatan kabupaten/kota dengan tembusan
kepada camat dan kades/lurah setempat.
5) Hasil kegiatan pengendalian DBD dilaporkan oleh
puskesmas kepada dinas kesehatn kabupaten/kota setiap
bulan dengan menggunakan formulir K-DBD.

F. Program Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit DBD


1. Tujuan
Menurut pedoman pemberantasan DBD dari Direktorat Jenderal
Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan

20
Pemukiman (Dirjen P2M-PLP), program pemberantasan penyakit
DBD memiliki tujuan:
1) Tujuan Umum
Meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup
sehat bagi setiap masysarakat agar terhindar dari peyakit DBD
melalui terciptanya masysarakat yang hidup dari perilaku dan
lingkungan yang sehat dan terbebas dari penyakit DBD serta
memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan
yang bermutu dan merata.
2) Tujuan Khusus
Menurunkan angka insiden kasus DBD menjadi <
49/100.000 penduduk di daerah endemis dan < 5/100.000
penduduk secara nasional sampai tahun 2019.
2. Tercapainya angka bebas jentik (ABJ) > 95%
3. Menurunkan angka kematian DBD < 1%
4. Daerah KLB < 5%
5. Kegiatan
Kegiatan program pemberantasan penyakit DBD meliputi:
1) Pencatatan dan pelaporan
Pencatatan dan pelaporan adalah satu elemen yang sangat
penting dalam sistem penanggulangan DBD yang telah
dilaksanakan. Kegiatan ini bertujuan untuk mencatat, menilai dan
melaporkan hasil kegiatan penanggulangan DBD yang telah
dicapai. Pencatatan dan pelaporan dibakukan berdasarkan
klasifikasi dan tipe penderita. Semua unit pelaksana harus
melakukan sistem dan pencatatan yang baku. Pencatatan dan
pelaporan dilakukan berjenjang dalam kurun waktu secara harian,
bulanan, triwulan, semester dan tahunan.
2) Penyelidikan epidemiologi (PE)
Penyelidikan Epidemiologi adalah kegiatan pencarian
penderita panas atau yang 1 minggu yang lalu menderita panas

21
dan pemeriksaan jentik di rumah kasus DBD dan rumah
sekitarnya dalam radius 100 m atau lebih kurang 20 rumah, serta
di sekolah jika kasus DBD adalah anak sekolah. Hasil
penyelidikan epidemiologi ada 2 yaitu PE (+) atau PE (-)
digunakan untuk menentukan penanggulangan kasus.
Penyelidikan epidemiologi positif yaitu ditemukan 3 atau
lebih kasus demam tanpa sebab yang jelas dan atau ditemukan 1
kasus yang meninggal karena sakit DBD dalam radius 100 m atau
lebih kurang 20 rumah di sekitarnya, sedangkan PE negatif adalah
kecuali tersebut pada PE positif. Tujuan penyelidikan
epidemiologi adalah untuk mengetahui ada/tidaknya kasus DBD
tambahan dan luasnya penyebaran serta mengetahui kemungkinan
terjadinya penyebarluasan penyebaran penyakit DBD lebih lanjut
di lokasi tersebut.
Penyelidikan epidemiologi dilakukan oleh petugas
Puskesmas yang telah dilatih meliputi pencarian kasus tersangka
DBD lainnya dan pemeriksaan jentik Aedes Aegypti. Kegiatan ini
segera dilaksanakan setelah menerima laporan kasus dalam waktu
maksimal 3x24 jam. Hasilnya kemudian dicatat pada form PE
untuk digunakan sebagai dasar tindak lanjut penanggulangan
kasus.
Langkah-langkah pelaksanaan PE adalah sebagai berikut:
1) Setelah menerima laporan adanya kasus/tersangka DBD,
petugas Puskesmas/ koordinator DBD segera mencatat dalam
buku catatan harian penderita penyakit DBD dan menyiapkan
peralatan survei (tensimeter, senter dan formulir PE) serta
menyiapkan surat tugas;
2) Petugas Puskesmas melapor kepada lurah dan ketua RT/RW
setempat bahwa di wilayahnya terdapat penderita/tersangka
penderita DBD dan akan dilaksanakan PE. Lurah/kader akan
memerintahkan ketua RW agar pelaksanaan PE dapat

22
didampingi oleh ketua RT, kader atau tenaga masyarakat
lainnya. Keluarga penderita/tersangka penderita DBD serta
keluarga lainnya juga membantu kelancaran pelaksanaan
kegiatan PE;
3) Petugas Puskesmas melakukan wawancara dengan keluarga
untuk mengetahui ada/tidaknya penderita panas saat itu dan
dalam kurun waktu 1 minggu sebelumnya. Bila terdapat
penderita panas tanpa sebab yang jelas, saat itu akan dilakukan
pemeriksaan terhadap adanya tanda perdarahan di kulit dan uji
tourniquet. Selanjutnya petugas melakukan pemeriksaan jentik
pada tempat penampungan air dan benda-benda lain yang dapat
menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk Aedes Aegypti,
baik di dalam maupun di luar rumah. Hasil seluruh
pemeriksaan tersebut dicatat dalam formulir PE;
4) Hasil PE dilaporkan kepada kepala Puskesmas dan selanjutnya
kepala Puskesmas akan melaporkan hasil PE dan rencana
penanggulangan seperlunya kepada lurah melalui camat.
Berdasarkan hasil PE ini dilakukan pelaksanaan
penanggulangan seperlunya.
6. Penyuluhan
Penyuluhan merupakan serangkaian kegiatan yang berlandaskan
prinsip-prinsip belajar untuk mencapai suatu keadaan dimana individu,
kelompok atau masyarakat secara keseluruhan dapat bebas dari penyakit
DBD dengan cara memelihara, melindungi dan meningkatkan
kesehatannya. Penyuluhan bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan,
kesadaran, kemauan dan praktek mengenai pencegahan dan
pemberantasan penyakit DBD. Penyuluhan dapat diberikan oleh dokter,
paramedis, atau kader terlatih mengenai penyakit DBD. Materinya
meliputi pemberantasan sarang nyamuk, abatisasi selektif, tanda dan
gejala penyakit DBD serta penanggulangan penyakit DBD di rumah.

23
Walaupun 3-M adalah cara yang mudah dan bisa kita lakukan karena
tidak memerlukan biaya, pada kenyataannya cara ini tidak terlaksana
dengan baik. Ini sangat erat hubungannya dengan kebiasaan hidup bersih
dan kesadaran masyarakat terhadap bahaya demam berdarah dengue ini.
Kurangnya kesadaran masyarakat mungkin disebabkan beberapa hal, di
antaranya adalah faktor ekonomi. Susahnya masyarakat untuk memenuhi
kebutuhan ekonomi membuat masyarakat hanya memikirkan 'makan'
tanpa peduli terhadap kebersihan dan sanitasi. Selain itu, budanya hidup
bersih, sedikit banyaknya juga berpengaruh terhadap pelaksanaan 3-M
ini.Lebih dari itu, penyuluhan dari pemerintah sangat memengaruhi
pelaksanaan 3-M ini. Pelaksanaan 3-M sangat dipengaruhi oleh kesadaran
masyarakat akan bahaya deman berdarah dengue itu sendiri. Artinya,
tidak terlaksananya 3-M juga berarti bahwa penyuluhan pemerintah
kepada masyarakat tentang demam berdarah dengue ini masih kurang.
Karena itu, pemerintah harus lebih aktif lagi memberikan pengertian dan
penyuluhan kepada masyarakat dengan menggunakan berbagai media
seperti surat kabar dan televisi. Jika tidak, kasus dengue tidak akan pernah
teratasi, bahkan akan bertambah parah.
7. Kemitraan
Kemitraan adalah suatu proses kerjasama yang melibatkan
berbagai pihak dan sektor dalam masyarakat termasuk kalangan
swasta, organisasi profesi dan organisasi sosial kemasyarakatan serta
lembaga swadaya masyarakat dalam penanggulangan penyakit DBD
dalam rangka sosialisasi dan advokasi program untuk memperoleh
dukungan dalam rangka penanggulangan DBD. Pemerintah dan
masyarakat menunjukkan kepedulian terhadap penanggulangan DBD
di bawah koordinasi Pokja/Pokjanal DBD.
8. Fogging fokus dan fogging masal
Merupakan serangkaian kegiatan dalam pemberantasan nyamuk
Aedes Aegypti dewasa untuk memutus rantai penularan. Fogging
dilakukan pada kasus-kasus dengan PE positif, 2 penderita positif atau

24
lebih, ditemukan 3 penderita demam dalam radius 100 m dari tempat
tinggal penderita DBD positif atau ada 1 penderita DBD meninggal.
Fogging fokus dilaksanakan 2 siklus dengan radius 200 m dalam
selang waktu 1 minggu, sedangkan fogging masal dilakukan 2 siklus di
seluruh wilayah tersangka KLB dengan selang waktu 1 bulan. Obat
yang dipakai adalah Malathion 96 EC atau Fendona 30 EC.
9. Pemberantasan sarang nyamuk (PSN)
Sudah tidak diragukan lagi bahwa penyebaran wabah dengue
disebabkan oleh nyamuk Aedes Aegypti, terutama nyamuk betina.
Nyamuk ini sangat pintar menyembunyikan suaranya dengan membuat
gerakan sayap yang halus sehingga nyaris tak terdengar. Nyamuk betina
ini menghisap darah manusia sebagai bahan untuk mematangkan
telurnya. Hingga kini belum diketahui mengapa hanya darah manusia
yang dikonsumsi nyamuk ini, tidak darah makhluk hidup lainnya.Bila
nyamuk jenis lain bertelur dan menetaskannya pada sarangnya, Aedes
Aegypti betina melakukannya di atas permukaan air. Karena dengan
demikianlah, telur-telurnya itu berpotensi menetas dan hidup. Telur
menjadi larva yang kemudian mencari makan dengan memangsa
bakteri yang ada di air tersebut. Karena itu tidak heran bila nyamuk
penyebab demam berdarah ini berkembang biak pada genangan air,
terutama yang kotor.
Penyebaran wabah dengue dipengaruhi oleh ada tidaknya nyamuk
Aedes aegypti yang dipengaruhi lagi oleh ada tidaknya genangan air
yang kotor. Pemberantasan sarang nyamuk merupakan serangkaian
kegiatan untuk meningkatkan peran serta dan swadaya masyarakat
dalam rangka memberantas nyamuk Aedes aegypty. Tujuan kegiatan
PSN adalah memberantas nyamuk Aedes aegypti dengan
menghilangkan tempat-tempat perindukan/sarang nyamuk sehingga
penularan penyakit DBD dapat dicegah atau dibatasi. Pelaksana PSN-
DBD adalah individu, keluarga atau masyarakat. Kegiatan dilakukan
secara berkesinambungan dan bisa secara massal/serentak.

25
Pertama adalah membunuh nyamuk, baik dengan pestisida maupun
dengan ovitrap, yakni dengan bak perangkap yang ditutup kasa.
Penggunaan pestisida, selain memerlukan biaya dan berbahaya pada
manusia, juga akan memicu munculnya nyamuk yang resistan, sehingga
cara ini bukanlah cara yang efektif untuk jangka panjang. Untuk jangka
pendek, cara ini masih bisa digunakan. Cara kedua adalah membuat
nyamuk transgenik supaya tidak terinfeksi oleh virus dengue. Jika
nyamuk tidak bisa diinfeksi oleh virus dengue, otomatis manusia tidak
akan pernah terinfeksi oleh virus dengue. Cara ini digunakan oleh
beberapa peneliti untuk mengatasi masalah malaria. Namun,
pengembangan cara ini masih memerlukan puluhan tahun untuk bisa
diaplikasikan. Cara yang ketiga adalah pemberantasan sarang nyamuk
yang efektif dan efisien melalui kegiatan 3-M, yaitu menguras,
menutup/menabur abate di tempat penampungan air, dan
mengubur/menyingkirkan barang-barang bekas yang memungkinkan
dijadikan tempat perindukan dan perkembangbiakan jentik nyamuk
Aedes Aegypti. Cara inilah yang efektif yang bisa kita lakukan dengan
kondisi kita saat ini.
Sasaran PSN-DBD adalah semua tempat yang dapat menjadi
sarang nyamuk, alami ataupun buatan, baik di dalam maupun di luar
rumah, serta tempat-tempat umum (termasuk bangunan kosong dan
lahan tidur).
Pada dasarnya PSN-DBD adalah kegiatan dari, oleh, dan untuk
masyarakat, sehingga jenis-jenis kegiatan yang dilaksanakan
merupakan kesepakatan masyarakat setempat yang diorganisasikan oleh
kelompok kerja pemberantasan dan pencegahan DBD (POKJA DBD)
dalam wadah LKMD. Penggerakan masyarakat dalam kegiatan PSN-
DBD dilakukan dengan kerja sama lintas sektoral yang dikoordinasikan
oleh kepala wilayah/daerah setempat melalui wadah Pokjanal/Pokja
DBD. Kegiatan ini dilakukan selama 1 bulan, pada saat sebelum

26
perkiraan peningkatan jumlah kasus yang ditentukan berdasarkan data
kasus bulanan DBD dalam 3-5 tahun terakhir.
Pemberantasan sarang nyamuk dilakukan seminggu sekali,
alasannya daur hidup nyamuk Aedes aegypti adalah 8-10 hari. Jika PSN
dilakukan seminggu sekali maka rantai pertumbuhan dari mulai telur
menjadi jentik atau dari jentik menjadi kepompong dan dari
kepompong menjadi dewasa atau dari dewasa kembali bertelur akan
terputus sebelu nyamuk dapat menyelesaikan daur hidupnya.Sasaran
penggerakan PSN-DBD di desa/kelurahan adalah semua rumah
keluarga, sehingga dilaksanakan PSN-DBD di rumah secara terus-
menerus. Kegiatan rutin penggerakan PSN-DBD di desa/kelurahan
meliputi:
a. Penggerakan PSN-DBD di desa/kelurahan;
1.) Penyuluhan kelompok masyarakat oleh kader dan tokoh
masyarakat antara lain di Posyandu, tempat ibadah dan dalam
pertemuan warga masyarakat,
2.) Kerja bakti PSN-DBD secara serentak dan berkala
untuk membersihkan lingkungan termasuk tempat-tempat
penampungan air untuk keperluan sehari-hari,
3.) Kunjungan rumah berkala sekurang-kurangnya setiap 3
bulan (untuk penyuluhan dan pemeriksaan jentik) oleh tenaga
yang telah dibimbing dan dilatih. Kegiatan ini dimaksudkan
untuk mengingatkan keluarga agar selalu melaksanakan PSN-
DBD.
b. Penggerakan PSN-DBD di sekolah dan tempat umum lainnya;
Pembinaan kegiatan PSN-DBD di sekolah diintegrasikan
dalam proses belajar-mengajar, baik melalui intra maupun ekstra
kurikuler termasuk program Usaha Kesehatan Sekolah (UKS).
Kegiatan penggerakan PSN-DBD di sekolah dilaksanakan sesuai
petunjuk teknis pelaksanaan PSN-DBD di sekolah melalui UKS

27
yang telah diedarkan Dirjen Dikdasmen Depdikbud melalui surat
edaran No. 81/TPUKS 00/X/1993 tanggal 14 Oktober 1993.
Pembinaan kegiatan PSN-DBD di tempat umum lainnya
dipadukan dalam program pemeliharaan kesehatan lingkungan
antara lain melalui pemeriksaan sanitasi tempat umum.
10. Penyuluhan dan motivasi kepada masyarakat luas
Penyuluhan kepada masyarakat luas dilaksanakan melalui media
massa seperti televisi, radio, bioskop, poster, surat kabar, majalah dan
sebagainya.Motivasi tentang PSN-DBD dilakukan antara lain melalui
berbagai lomba, misalnya lomba PSN desa, lomba sekolah atau tempat
umum. Penggerakan PSN-DBD di tempat umum lainnya dipadukan
dalam program pemeliharaan kesehatan lingkungan.
Pemantauan gerakan PSN-DBD dilakukan secara berkala minimal
setiap 3 bulan. Pemantauan dilaksanakan antara lain dengan pemeriksaan
jentik berkala (PJB) pada sejumlah sampel rumah, sekolah dan tempat
umum lainnya. Indikator keberhasilan PSN-DBD adalah angka bebas
jentik (ABJ), yaitu persentase rumah/bangunan yang tidak ditemukan
jentik sebesar 95%.
Mengenai kegiatan PSN tersebut. Hasil pemeriksaan jentik dicatat
dalam formulir PJB-1. Kemudian minta tandatangan kepala
keluarga/anggota keluarga pada formulir tersebut. Formulir PJB-1 yang
telah diisi disampaikan kepada pihak puskesmas setiap hari. Dibuat
rekapitulasi untuk memperoleh angka bebas jentik (ABJ) tiap kelurahan.
Untuk evaluasi/penilaian kualitas kegiatan pemeriksaan jentik berkala
digunakan format penilaian kualitas kegiatan PJB.
11. Peningkatan profesionalisme SDM
Dilakukan dengan pelatihan tatalaksana kasus, petugas
laboratorium, penanggung jawab program, supervisor, dan penyemprot.
Selain itu juga dilakukan survei vektor.

G. Menetapkan Prioritas Masalah

28
Penentuan prioritas permasalahan merupakan bagian yang penting
dari proses pemecahan permasalahan disebabkan karena dua hal. Yang
pertama, sumber daya yang sangat terbatas, sehingga seluruh
permasalahan tidak mungkin diselesaikan semua. Yang kedua, eratnya
korelasi permasalahan satu dengan yang lain, sehingga tidak perlu
permasalahan diselesaikan semua.
Metode yang sering digunakan Puskesmas atau intstansi lain dalam
menyusun program tahunan, yaitu metode USG.
Urgency, Serioisness, Growth (USG), merupakan sarana untuk
menetapkan prioritas permasalahan yang harus dipecahkan, dengan cara
menetapkan ranking urgensi, tingkat keseriusan dan perkembangan
permasalahan dengan menentukan skor 1-5. Masalah yang mempunyai
nilai skor paling besar merupakan prioritas.
1) Urgency
Merupakan tingkat urgensi dari permasalahan harus dibahas dan
dihubungkan dengan waktu yang disediakan untuk memecahkan
masalah tersebut.

2) Seriousness
Tingkat keseriusan dari permasalahan tersebut sehingga harus dibahas
dan dikaitkan dengan akibat yang akan timbul apabila permasalahan
tersebut tidak bisa diselesaikan.
3) Growth
Berkaitan dengan pertumbuhan masalah. Semakin cepat berkembang
masalah tersebut maka semakin tinggi tingkat pertumbuhannya.

29
BAB III
METODE PENERAPAN KEGIATAN

A. Gambaran Umum Kecamatan Weru, Kabupaten Sukoharjo


1. Letak Geografis
Puskesmas Kecamatan Weru merupakan salah satu puskesmas di
Kabupaten Sukoharjo yang mempunyai wilayah kerja yaitu Kecamatan
Weru. Kecamatan Weru terletak paling selatan dari wilayah Kabupaten
Sukoharjo, berbatasan dengan Kecamatan Cawas Kabupaten Klaten di
sebelah barat, sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Tawangsari
Kabupaten Sukoharjo, sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan
Bulu Kabupaten Sukoharjo dan Kecamatan Manyaran Kabupaten
Wonogiri, dan di sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Semin
Kabupaten Gunung Kidul Propinsi Daerah Istimewa Yogjakarta.
Kecamatan Weru mempunyai luaswilayah 41,90 km2 yang terdiridari13
desa, yaitu Desa Grogol, Desa Karangtengah, Desa Karangwuni, Desa
Krajan, Desa Jatingarang, Desa karanganyar, Desa Alasombo, Desa
Karangmojo, Desa Weru, Desa Karakan, Desa Tegalsari, Desa Tawang,
Desa Ngreco. Wilayah terluas adalah Desa Ngreco dengan luas 4,76 Ha
dan desa terkecil Desa Grogol dengan luas 2,13 Ha.
Jumlah penduduk di wilayah Puskesmas Kecamatan Weru pada
tahun 2018 adalah 59.471 orang. Desa dengan jumlah penduduk
terbanyak adalah Desa Ngreco sebanyak 6.097 orang dan desa dengan

30
jumlah penduduk terkecil adalah Desa Grogol dengan jumlah penduduk
3.552 orang.

Berikut tabel wilayah menurut jenis penggunaan :

Tabel 1. Luas wilayah menurut penggunaan Kecamatan Weru 2018


Tanah Tanah Peka- Hutan Lainnya Jumlah
Desa Sawah Tegal Rangan Rakyat
Grogol 147 - 61 - 5 213
Karang Tengah 133 3 101 - 25 262
Karang Wuni 133 1 74 - 20 228
Krajan 190 43 95 - 7 335
Jatingarang 120 12 140 25 24 321
Karang Anyar 139 10 134 15 10 308
Alasombo 94 40 194 125 7 460
Karang Mojo 38 65 105 139 24 371
Weru 195 19 71 - 7 292
Karakan 164 10 102 - 4 280
Tegalsari 230 5 86 - 15 336
Tawang 167 17 96 14 22 316
Ngreco 116 62 176 96 26 476
Jumlah 1.866 287 435 414 196 4.198
Sumber : Monografi Kecamatan Weru

31
Gambar 3. Peta Wilayah Kecamatan Werumbar 1. Peta Wilayah
Kecamatan Bendosari
2. Keadaan Pendidikan
Tingkat pendidikan penduduk mempengaruhi status kesehatan,
karena perilaku salah satunya dipengaruhi oleh pendidikan. Sebagai
gambaran, tingkat pendidikan penduduk di wilayah Puskesmas
Kecamatan Weru dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2. Tingkat Pendidikan Penduduk Weru 2018


Blm Tidak Tamat Tamat Tamat Diploma S1
Nama Desa pernah tamat SD SMP SMA
sekolah SD

Grogol 288 667 118 385 1.158 187 228

Karangtengah 88 339 1.022 1.052 391 292 109

Karangwuni 187 790 332 332 477 137 34

Krajan 381 799 1.230 733 359 102 89

Jatingarang 290 519 1.597 1.301 557 42 44

Karanganyar 1886 366 876 834 758 145 40

Alasombo 248 826 1.766 745 312 40 20

Karangmojo 572 3.321 572 822 536 58 27

Weru 327 469 379 1.043 1.902 236 65

Karakan 563 686 693 526 614 311 106

Tegalsari 427 769 679 1.043 1.902 248 65

Tawang 330 609 1.730 783 1.334 200 84

Ngreco 111 108 1.658 1.625 929 50 62

Sumber: Monografi Kecamatan Weru

.Pendidikan Kecamatan Bendosari Tahun 2017 Semester

32
3. Struktur Organisasi

Gambar 4. Struktur Organisasi Puskesmas Weru

33
4. Sarana Kesehatan
a. Jumlah Tenaga Kesehatan di Sarana Pelayanan Kesehatan
Tabel 3. Jumlah Tenaga Kesehatan

N
Sumber Daya Jumlah Keterangan
o
1 Dokter Umum 7 4 PNS (Tubel 3)
2 Dokter Gigi 2 2 PNS
3 Perawat / Perawat Gigi 17 17 PNS
4 Pelaksana Farmasi 2 2 PNS
5 Pelaksana Laborat 2 2 PNS
6 Bidan Puskesmas 20 20 PNS
7 Bidan Desa 13 13 PNS
8 Gizi 2 2 PNS
9 Staf 15 15 PNS
10 Rekam Medik 1 1 PNS
11 Radiografer 1 1 PNS
12 PKL 1 1 PNS
14 Penjaga Malam 2 2THL
15 Cleaning Servis 2 2 THL
16 Tenaga Lainnya 2 2 THL
17 Bagian Dapur 2 2 THL
18 Operator SIMPUS 1 1 THL
83PNS dan
Jumlah 92
9THL
Sumber: Monografi Puskesmas Weru 2018

b. Visi Puskesmas Bendosari


Visi Pembangunan Kesehatan di Puskesmas Kecamatan Weru
yang dimaksud adalah menjadi sentral pelayanan kesehatan pilihan
pertama masyarakat Weru dan sekitarnya.
Adapun pengertian dari Kecamatan Sehat adalah masyarakat di
Kecamatan Weru yang hidup dalam lingkungan yang sehat,
berperilaku bersih dan sehat, memiliki kemampuan untuk
menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil, merata
dan terjangkau serta memiliki derajat kesehatan setinggi-tingginya.
Lingkungan sehat yang diharapkan adalah suatu lingkungan yang
kondusif bagi terwujudnya keadaan sehat yaitu lingkungan bebas
polusi, tersedianya akses terhadap air bersih, sanitasi memadai dan
terwujudnya kawasan pemukiman beserta perencanaan
pembangunan berwawasan kesehatan.

c. Misi Puskesmas Bendosari

Misi mencerminkan peran dan fungsi dan kewenangan seluruh


jajaran organisasi kesehatan di Kecamatan Weru yang secara teknis
bertanggung jawab terhadap pencapaian tujuan dan sasaran
pembangunan kesehatan. Adapun Misi Puskesmas KecamatanWeru
adalah :
1. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara profesional,
bermutu, efektif dan paripurna serta terjangkau masyarakat
Weru dan sekitarnya.
2. Meningkatkan kualitas SDM untuk memenuhi kebutuhan dan
harapan masyarakat.
3. Meningkatkan pengetahuan sikap dan perilaku masyarakat
untuk hidup sehat dan peningkatan peran sertanya terutama
dalam promotif dan presentif.
Misi dari Puskesmas Kecamatan Weru sesuai dengan misi
Pembangunan Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Sukoharjo
yaitu :
1. Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan.
2. Mendorong kemandirian masyarakat agar berperilaku hidup
sehat.

35
3. Memelihara dan meningkatkan mutu pemerataan dan
keterjangkauan pelayanan kesehatan.
4. Memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan,
keluarga, masyarakat dan lingkungan.
d. Sumber Dana
Sumber dana berasal dari APBD, APBD Provinsi Jawa Tengah,
APBN, Kapitasi, DAK nonfisik/BOK.
e. Wilayah Kerja
Wilayah kerja Puskesmas Weru meliputi wilayah
Kecamatan.Puskesmas mempunyai tanggung jawab terhadap
wilayahnya artinya Puskesmas mempunyai wewenang dan
tanggung jawab atas pemeliharaan kesehatan diwilayah kerjanya.
Puskesmas Kecamatan Weru mempunyai wilayah 13 Desa :
Desa Karang Wuni Desa Weru
Desa Krajan Desa Karakan
Desa Jatingarang Desa Karangtengah
Desa Karanganyar Desa Grogol
Desa Alasombo Desa Tegalsari
Desa Karangmojo Desa Tawang
Desa Ngreco
Dengan batas-batas wilayah kerja sebagai berikut :
Sebelah Utara : Kecamatan Tawangsari
Sebelah Timur : Kecamatan Manyaran Kab. Wonogiri
Sebelah selatan : Kecamatan Semin, DIY
Sebelah barat : Kabupaten Klaten
f. Sarana dan Prasarana
Tabel 4.Sarana dan Prasarana Puskesmas Weru Tahun 2018
No Nama Gedung Jumlah Keterangan
BangunanPuskesmas
1 1 Keadaan Baik
Induk(RJ dan RI)
2 Bangunan Pustu 5 Keadaan Baik

36
Bangunan Rumah Watukelir Perlu Rehap ,
3 1
Dinas Dokter Keadaan Rusak Parah
Kondisi Baik, Bangunan Milik
4 PKD 11
Desa
Operasional 1 Januari 2014
5 PONED 1
Sampai Sekarang
6 Ruang perpustakaan 1 Di Puskesmas Induk
Sumber: Monografi Puskesmas Weru 2018

B. Manajemen Pengendalian Penyakit


Dalam program kesehatan, terdapat beberapa program diantaranya:
1. Program penyehatan lingkungan dan pemberdayaan mesyarakat.
Mencakup tentang akses air bersih, jamban sehat, rumah sehat, dan
tempat-tempat umum sehat.
2. Program peningkatan pelayanan kesehatan
Diantaranya tentang peningkatan mutu pelayanan kesehatan,
cakupan rawat jalan, pustu, PKD dan lain-lain.
3. Program pencegahan dan pemberantasan penyakit
Diantaranya adalah mencakup pelayanan imunisasi, pengelolahan
dan pemberantasan penyakit (TB paru, Demam Berdarah Dengue,
Malaria, Kusta dan lain-lain).
4. Program peningkatan kesehatan keluarga dan gizi masyarakat
Diantaranya tentang menurunkan mortalita (ibu, bayi dan balita),
pelayanan kesehatan ibu (pemberian tablet tambah darah, deteksi
hamil risiko tinggi, dan lain lain), pelayanan kesehatan anak (ASI
ekslusif, neonates risiko tinggi yang ditangani dan lain lain), pelayanan
keluarga berencana, dan pelayanan usia lanjut.
5. Program peningkatan sumberdaya kesehatan dan pembiayaan
Diantaranya peningkatan mutu dan penyebaran tenaga kesehatan
serta peningkatan jumlah, efisiensi dan efektifitas penggunaan biaya
kesehatan.
6. Program pengembangan puskesmas

37
Dalam mewujudkan pelayanan yang maksimal di kembangkan
pusat konsultasi gizi dan lain lain serta terdapat pelayanan fisioterapi.
Dalam pencapaian program perlu didukung struktur organisasi agar
data bersama sama mewujudkan program dengan managemen yang
baik.
a. Tahap-tahap pelaksanaan menagemen penyakit Demam Berdarah
Dengue
Unit P2PL adalah unit yang bertugas melaksanakan fungsi
tugas melaksanakan fungsi pemberantasan penyakit menular yang
bersumber dari binatang sebagai petugas P2M yang diserahkan dan
menjadi tanggung jawab P2BB yang meliputi monitoring,
merencanakan, menyiapkan, pelaksanaan dan evaluasi pada
penyelidikan, pelaksanaan dan pencegahan penyakit menular.
Kegiatan yang telah dilakukan di puskesmas Bendosari adalah :
1) Promosi Kesehatan berupa penyuluhan dan pendidikan
kesehatan (misalnya kegiatan sosialisasi eliminasi telur Aedes
Aegepti melalui pemasangan Lavitrep dan Ovitrep)
2) Pertemuan di tingkat Desa dan Kecamatan
3) Pembentukkan Kader PJB
4) Pelaksanaan Kegiatan PJB oleh Kader dan Petugas
5) Monitoring Pelaksanaan PJB
6) Evaluasi Kegiatan PJB
Apabila terdapat laporan kasus maka selanjutnya akan
dilakukan:
1) Penyelidikan epidemiologi pada setiap kasus yang dilaporkan
Penyelidikan epidemiologi dilaksanakan pada radius 20 rumah
sekeliling indeks kasus dan disekolah penderita. Pada saat
dilakukan PE, dilakukan pemeriksaan dan abatisasi selektif
yang dicatat dalam AS-1.
2) Cari penderita tambahan dalam periode 3 minggu yang lalu
sejak tanggal sakit indeks dengan gejala:

38
a) Panas 2-7 hari tanpa sebab, bila ditemukan penderita panas
pada saat penyelidikan epidemiologi atau seminggu
sebelumnya, adakan uji tourniquet.
b) Penderita dengan tanda DBD (dengan tanda perdarahan
atau RL positif) dengan diagnosis dokter.
c) Penderita meninggal dengan tanda DBD
d) Hasil abatisasi selektif pada penyelidikan epidemiologi,
pada saat PE bila ditemukan adanya jentik di TPA,
anjurkan kepada penghuni rumah untuk menguras. Bila
tidak memungkinkan taburkan abate dengan dosis 1
sendok teh (5 gram) tiap 50 liter air atau 1 sendok makan
(10 gram) tiap 100 liter air.
e) Analisa hasil penyelidikan epidemiologi, analisa dilakukan
dengan kriteria adanya :
i. Tambahan 2 kasus atau lebih dalam periode 3 minggu
yang lalu
ii. Adanya tambahan kasus DBD meninggal dalam
periode 3 minggu yang lalu
iii. Adanya tambahan kasus DBD 1 orang atau ada
minimal 3 penderita panas tanpa sebab yang jelas
dalam periode 3 minggu serta house indeks lebih dari
5.
iv. Adanya tambahan kasus DBD 1 orang dengan indeks
kasus meninggal
v. Indeks kasus meninggal tetapi tidak ada tambahan
kasus
vi. Ada tambahan kasus DBD dan house indeks kurang
dari 5
vii. Tidak diemukan tambahan kasus atau penderita panas
tanpa sebab yang jelas < 3 orang.
b. Kesimpulan dan rencana penanggulangan

39
1) Bila terpenuhi kriteria 1 atau 2 atau 3atau 4 dilakukan: fogging
fokus pada radius 200 meter dari kasus atau seluas 1 RW atau ±
100 rumah sebanyak 2 siklus dengan interval 7-10 hari dan
PSN di dalam dan di luar rumah.
2) Bila hanya tepenuhi kriteria 5 atau 6 atau 7 maka diharapkan
penggerakan masyarakat untuk Pemberantasan Sarang Nyamuk
(PSN), selanjutnya dilakukan pengamatan selama 3 minggu
yang akan datang sejak tanggal sakit indeks kasus.
3) Bila pada pengamatan tersebut ditemukan 1 kasus DBD
dilakukan fogging focus seluas radius 200 meter dari indeks
kasus seluar 1 RW atau ± 100 rumah sebanyak 2 siklus dengan
interval 7-10 hari dan PSN di dalam dan di luar rumah.
4) Penyuluhan penanggulangan DBD di tingkat desa dan
posyandu baik posyandu lansia serta penemuan kader.
5) Penyelidikan logistic penanggulangan DBD meliputi abate dan
insektisida pembunuh nyamuk Aedes aegypti, yang
dipergunakan pada tempat-tempat air yang tidak
memungkinkan untuk dikuras.
6) Penanggulan DBD sesuai protap yang berlaku:
a) Fogging focus 2 siklus dengan interval 7-10 hari dan
batisasi selektif didearah tersebut serta PSN didalam dan di
luar rumah minimal 3 bulan kedepan, bila ditemukan
minimal 2 kasus DBD atau 1 kasus DBD dengan tambahan
miniml 3 hari panas tanpa sebab yang jelas dengan uji RL
positif selama 3 minggu.
b) Pergerakan masyarakat untuk kegiatan PSN dan pemberian
abate pada tandon /penampungan air yang sulit dilakukan
pengurasan secara berkala 2 kali seminggu, bila ditemukan
1 kasus DBD tanpa ada tambahan kasus selama 3 minggu
c) Sosialisasi pengendalian penyakit DBD bagi bidan desa
dan pokja desa siaga.

40
Gambar 5. Bagan Standar Operasional Prosedur Penanggulangan Fokus Demam

Berdarah Dengue

41
BAB IV
PEMECAHAN MASALAH

A. Hasil Kinerja Puskesmas Bendosari


Berdasarkan data Penilaian Kinerja Puskesmas (PKP) Bendosari
bulan Januari-Juni 2019, terdapat beberapa program yang belum mencapai
target standar pelayanan minimal (SPM) serta beberapa program
diantarannya merupakan program prioritas di Puskesmas Bendosari. Hasil
pencapaian kinerja Puskesmas Bendosari bulan Januari - Mei 2019 pada
lima program prioritas tercantum dalam tabel di bawah ini:

No Program Target Pencapaian

1 KB Aktif 70%% 68,8%

2 Pelayanan kesehatan remaja 28% 17,73%

3 Angka Bebas Jentik (ABJ) >95% 83%

4 Cakupan penemuan/pengobatan semua kasus TB 15,83% 2,89%


yang di obati
5 Cakupan penemuan kasus pneumonia pada 42%% 9,7%
balita
Tabel 2. Hasil Kinerja Puskesmas Bendosari Januari - Mei 2019as

B. Penentuan Prioritas Masalah


Pada tahap selanjutnya, peneliti menentukan prioritas masalah di
Puskesmas Bendosari. Terdapat beberapa cara menentukan prioritas
masalah kesehatan masyarakat. Dalam hal ini, peneliti menggunakan

42
kriteria matriks berdasarkan dari tingkat urgensi (U), tingkat keseriusan (S)
dan tingkat perkembangan (G) pada masing-masing masalah.

43
Tabel 3. Penentuan prioritas masalah

Masalah KB Aktif Pelayanan Angka Cakupan Cakupan


Kriteria Kesehatan Bebas penemuan/pengobatan penemuan
Remaja Jentik semua kasus TB yang di kasus
obati pneumonia
pada balita
Urgency 3 2 4 4 3
Serious 4 2 4 4 4
Growth 4 2 5 4 3
U+S+G 11 6 13 12 10
Rank 3 5 1 2 4
nentuan prioritas masa

Keterangan :

Masing-masing kriteria ditetapkan dengan nilai 1-5. Nilai tertinggi


menunjukkan tingkat urgensi yang sangat mendesak, serta tingkat
perkembangan dan tingkat keseriusan semakin memprihatinkan apabila
tidak diatasi. Setelah dilakukan matrikulasi masalah di atas dapat
ditentukan bahwa prioritas masalah yang akan disusun alternatif
pemecahan masalahnya adalah Angka Bebas Jentik (ABJ). Berdasarkan
hasil pemantauan jentik berkala sepanjang tahun 2016 sampai dengan Mei
2019, didapatkan hasil sebagai berikut:

Tabel 4. Angka Bebas Jentik Puskesmas Bendosari tahun 2016 - bulan Mei 2019
Desa ABJ (%)
Januari-Mei
Tahun 2016 2017 2018
2019
Jombor 88 89 90 -
Toriyo 86 88 85 -
Mulur 86 88 88 -
Jagan 83 85 88 -
Cabeyan 87 88 89 80
Manisharjo 85 89 87 89
Puhgogor 85 88 88 -
Paluhombo 88 88 88 76
Bendosari 83 84 88 74
Mojorejo 84 85 86 -
Mertan 60 64 60 84
Sugihan 78 80 80 85
Sidorejo 84 85 86 -
Gentan 85 85 90 91
Puskesmas 84 87 90 83
Tabel 1. Angka Bebas Jentik Puskesmas Bendosari tahun 2015-20

44
Dari data tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa Angka Bebas
Jentik di Kecamatan Bendosari belum mencapai target Standar Pelayanan
Minimal meskipun telah meningkat dari tahun 2016-2018, namun
mengalami penurunan pada bulan Januari-Mei 2019 yaitu 83%. ABJ yang
paling rendah yaitu Desa Mertan, Desa Sugihan, dan Desa Toriyo.
Sedangkan jumlah kasus DBD yang didapatkan pada tahun 2016-
Mei 2019 adalah sebagai berikut:
Tabel 5. Jumlah kasus DD dan DBD di Puskesmas Bendosari Tahun 2016- Mei
2019

No Tahun DD DBD Target Pencapaian


1 2016 120 kasus 33 kasus < 49/100.000 52,15 %
2 2017 39 kasus 9 kasus < 49/100.000 14,22 %
3 2018 26 kasus 3 kasus < 49/100.000 4,74 %
4
Januari-Mei
123 kasus 11 kasus < 20/100.000 17,38 %
2019
h asus DBD Puskesmas Bendosari Tahun 2015-2017

Berdasarkan jumlah kasus tersebut, dapat dihitung angka kesakitan DBD


sebagai berikut :

Tabel 6. Angka Kesakitan DBD Puskesmas Bendosari Tahun 2016 – Mei


2019

Desa Kasus DBD/DSS


Januari-Mei
Tahun 2016 2017 2018
2019
Jombor 7 3 0 1
Toriyo 3 0 0 5
Mulur 7 0 1 1
Jagan 0 0 0 0
Cabeyan 0 0 0 0
Manisharjo 1 0 1 0
Puhgogor 1 0 0 1
Paluhombo 2 0 0 0
Bendosari 2 2 0 0
Mojorejo 0 0 0 1
Mertan 1 1 0 0
Sugihan 2 1 0 1
Sidorejo 5 0 0 0
Gentan 2 2 1 1
Puskesmas 33 9 3 11

45
Angka kasus suspek DBD (DD) sudah mengalami penurunan dari
tahun 2016 hingga 2018. Pada bulan januari – Mei 2019 terjadi
peningkatan drastis sebanyak 123 kasus suspek. Begitu juga dengan angka
kesakitan DBD sudah mengalami penurunan dari tahun 2016 hingga 2018.
Namun terjadi peningkatan pada bulan Januari-Mei 2019 dengan jumlah
kasus terbanyak terdapat di Desa Toriyo sebanyak 5 kasus.
Berdasarkan data ABJ dan angka kesakitan DBD tersebut dapat
diambil kesimpulan bahwa peningkatan capaian angka bebas jentik perlu
untuk terus dilakukan untuk mengurangi angka kesakitan DBD. Selain itu,
pencapaian target ABJ sangat ditentukan oleh kerja sama antara
masyarakat dan puskesmas yang tentunya menjadi prioritas utama dalam
kegiatan UKM sebagai bentuk peningkatan kualitas kesehatan masyarakat
melalui pemberdayaan dan pencerdasan masyarakat itu sendiri. Oleh
karena itu, peneliti mengambil masalah Angka Bebas Jentik sebagai
prioritas utama masalah.

Material Money Man


Kurangnya kepedulian masyarakat
pada lingkungan dan DBD

Jumlah kader kurang


Pendanaan
belum semua Kurang aktifnya petugas
Kurangnya media desa dalam pemantauan sarang
informasi mengenai nyamuk
deteksi dini DBD Kurangnya pengetahuan
masyarakat tentang deteksi
dini DBD
angka
kurangnya kesakitan
kontinuitas PSN dbd

Method Environment
46
C. Analisis Penyebab Masalah
Berdasarkan teori Blum, bahwa derajat kesehatan seseorang
dipengaruhi oleh 4 faktor, yaitu perilaku, lingkungan, pelayanan kesehatan
dan underlying disease. Maka untuk mendapatkan alternatif pemecahan
masalah perlu dilihat sumber-sumber permasalahan dari faktor-faktor
penunjang kesehatan tersebut dalam diagram tulang ikan sebagai berikut:

Material Money Man


Masyarakat kurang peduli
Masyarakat kurang kesadaran
Kurangnya media Pendanaan Masyarakat belum mandiri
edukasi tentang belum merata Ju
Pengendalian dan ml
Bahaya DBD (spanduk, ah
poster, dan papan Kurangnya ka
edukasi) pendanaan der
mandiri oleh Peran kader kurang maksimal
ku
masyarakat Kader kurang motivasi
ran
g

Angka
Kurangnya kontinuitas PSN di Bebas
semua desa Jentik
Hujan tidak merata <95%
Kurangnya reward kader PJB

Kurangnya evaluasi dan


monitoring kegiatan PJB Banyak sampah dilingkungan

Method Environment

47
1. Material
Kurangnya media edukasi tentang Pengendalian dan Bahaya DBD
dalam bentuk media cetak maupun media elektronik. Sebagian besar
masyarakat mengaku paham mengenai cara pengendalian penyakit DBD
melalui kegiatan 3M dan pemantauan jentik berkala. Akan tetapi
berdasarkan analisis lapangan, kurangnya media edukasi yang bermanfaat
sebagai “alarm” dalam kegiatan PJB menjadi sebab kurangnya
kemandirian masyarakat dalam memantau jentik yang selanjutnya
meningkatkan angka jentik.
2. Man
Belum semua masyarakat mandiri dan termotivasi dalam
memantau jentik karena masyarakat kurang peduli terhadap kebersihan
lingkungan seperti Desa Toriyo, Desa Mojorejo, Desa Puhgogor dan Desa
Paluhombo. Kemudian kurang maksimalnya peran kader dalam PJB dan
P2P DBD karena masyarakat masih sulit untuk di ajak bekerja sama. Hal
ini dibuktikan dengan adanya data ABJ kurang dari 95%. Masyarakat
menganggap bahwa kasus DBD saat ini bukanlah suatu masalah yang
besar, sehingga masyarakat tidak melakukan gerakan 3 M dan
pemantauan jentik secara mandiri dan rutin
3. Money
Pendanaan program DBD belum semua desa. Saat ini desa yang
telah memiliki pendanaan khusus dalam kegiatan pencegahan dan
pengendalian DBD, yaitu Desa Bendosari, Desa Manisharjo, Desa Gentan,
dan Desa Mertan. Kemudian Desa Sugihan, dan Desa Gentan merupakan
desa endemis DBD dan mendapatkan pendanaan dari APBD.
Keberadaan pendanaan baik secara mandiri maupun subsidi
pemerintah sangat mendukung keberlanjutan kegiatan pencegahan dan
pengendalian DBD terutama dalam hal monitoring dan evaluasi.

48
4. Method
Kurangnya kontinuitas kegiatan PSN serta kegiatan monitoring
evaluasi kader PJB serta kurangnya reward untuk kader dalam PJB
5. Environment
Tersebarnya media sarang nyamuk dan jentik di Lingkungan
Umum merupakan salah satu penyebab belum tercapainya ABJ > 95%.
Media sarang nyamuk dan jentik di Lingkungan Umum belum memiliki
pihak penanggung jawab untuk dilakukan edukasi, pelaksanaan dan
monitoring kegiatan pengendalian dan pencegahan DBD.
Musim pancaroba juga menyebabkan banyaknya air tergenang baik
dilingkungan rumah warga maupun lingkungan umum.
6. Alternatif Prioritas Pemecahan Masalah
Setelah diperoleh daftar penyebab masalah paling mungkin,
langkah selanjutnya adalah membuat alternative prioritas pemecahan
masalah. Hal ini didapatkan melalui diskusi :
Tabel 7. Daftar Alternatif Pemecahan Masalah
Tabel 2. Daftar Alternat
Masalah alternatif Pemecahan masalah
Kurangnya kepedulian masyarakat dalam Sosialisasi secara berkala tentang bahaya
kebersihan lingkungan DBD
Membuat stiker sebagai media edukasi dan
sebagai “alarm” dalam kegiatan PJB
Kurang maksimalnya peran kader di desa non Pemberian reward pada kader
endemis dalam PJB dan P2P DBD
Refresh kader PJB
Kurangnya kontinuitas kegiatan PSN Perekrutan kader guna menambah SDM
dalam kegiatan PSN
Pemberian reward pada kader
Bekerja sama dengan Polsek dan Polres dan
membuat jadwal kegiatan PSN terstruktur
setiap bulan
Kurangnya reward kader PJB Pengalokasian dana desa dalam pengendalian
DBD secara mandiri, misalnya pengumpulan
dana saat HUT RI yang selanjutnya digunakan
dalam kegiatan Pengendalian, Pencegahan
DBD
Tersebarnya media sarang nyamuk dan jentik “TOMPAS”(Toriyo menanam pandan dan
di Lingkungan Umum sereh) merupakan kegiatan desa percontohan
penanaman tanaman obat pandan dan sereh

49
yang mampu mengusir nyamuk di Desa
Toriyo. Kegiatan ini bekerja sama dengan
Dinas Pertanian.
ecahan Masalah

Tabel 8. Analisa SWOTTabel 3. Analisa SWOT

S W Kekuatan (S) Kelemahan (W)


1. Ada tenaga professional 1. Belum terjalinnya kerjasama
2. Kepercayaan terhadap puskesmas dan koordinasi yang baik antara
3. Adanya fasilitas penunjang puskesmas puskesmas dengan kader
O T (ranap dan laboratorium) 2. Kurangnya komunikasi antara
4. Terjangkaunya pelayanan kesehatan masyarakat dan kader
(pustu/pusling) 3. Kurangnya pemahaman
5. Adanya alur atau flowchart yang masyarakat tentang PSN
dipahami oleh tenaga medis dan paramedic 4. Koordinasi antar lini belum
6. Tersedianya dana (APBD, BOK) solid
Peluang (O) Strategi SO Strategi WO
1. Adanya kerjasama
dengan poerangkat dan 1. Meningkatkan kerjasama dengan 1. Optimalkan tenaga yang ada
tim pokja desa perangkat desa dan tim pokja desa sesuai dengan tugas pokok.
2. Tersedianya kader 2. Terus memberikan pembekalan dan 2. Meningkatkan kualitas
jumantik sebagai pelatihan bagi para kader kerjasama dengan kader dengan
perpanjangan tangan 3. Penggunaan dana secara optima promosi lewat penyuluhan tentang
pusk PSN dan DBD
3. Meningkatkan peran serta
kader dalam mendukung program
P2PL khususnya penyakit demam
berdarah dengue
Ancaman (T) Strategi ST Strategi WT
1. Tingkat ekonomi dan
sosial masyarakat yang 1. Melakukan survey sejauh mana 1. Lebih melibatkan peran serta
rendah dimana masih ada pengetahuan masyarakat tentang DBD tokoh masyarakat dan organisasi
rumah yang tidak sehat 2. Meningkatkan kegiatan-kegiatan masyarakat setempat untuk ikut
2. Jumlah penderita tiap promosi kesehatan khusnya tentang DBD secara aktif dalam program P2PL
tahun meningkat 3. Pendekatan secara personal melalui 2. Memperbaiki perencanaan dan
3. Perubahan musim kader-kader desa, agar dapat memberi strategi program penyuluhan
sebagai salah satu faktor penyuluhan pada saat ada kegiatan- 3. Meningkatkan komunikasi dan
pendukung lain kegiatan masyarakat seperti contoh (rapat koordinasi yang jelas dengan
terjadinya peningkatan karang taruna, rapat PKK, rapat RT, dsb.) kader dan tokoh masyarakat.
kasus DBD 4. Meningkatkan penyuluhan tentang PSN 4. Adanya penyuluhan rutin
4. Adanya perbedaan dan DBD
presepsi masyarakat
dalam penanggulangan
DBD/ adanya keyakinan
dalam masyarakat bah

Untuk meningkatkan program pada tahun mendatang Puskesmas


Bendosari dapat melakukan :

50
a. Puskesmas meningkatkan komunikasi dan koordinasi yang jelas antara
jejaring internal dan eksternal tenaga kesehatan di lingkungan puskesmas
Bendosari. Seperti bekerja sama dengan Koramil dan Polsek Bendosari
dalam kegiatan PSN.
b. Sosialisasi berkala ke masyarakat tentang Bahaya DBD dan
penanggulangan DBD baik melalui penjaringan maupun melalui bidan
desa
c. Meningkatkan kualitas kerja sama dengan kader untuk melakukan
promosi lewat penyuluhan tentang demam berdarah dengue. Mengajak
kader untuk melakukan penyuluhan tentang bahaya DBD setiap kegiatan
PKK.
d. Lebih melibatkan peran serta tokoh masyarakat dan organisasi
masyarakat setempat untuk ikut secara aktif dalam program P2PL.
Bekerja sama dengan pihak Desa agar membuat kegiatan PSN rutin
setiap minggu.
e. Melakukan survei sejauh mana pemahaman masyarakat tentang DBD
dan pencegahannya serta mendampingi dan memantau masyarakat saat
mengisi survei agar survey diisi dengan benar dan teliti oleh masyarakat.

51
D. Rencana Pemecahan Masalah
Berikut martikulasi alternative pemecahan masalah dari kegiatan
P2PL yang dilakukan oleh puskesmas Bendosari.
Tabel 9. Daftar Pemecahan MasalahTab
Efektivita s Jumlah
Efisiensi
Daftar Pemecahan MxIxV
No (C) C
Masalah
M I V
Meningkatkan komunikasi antara
puskesmas, kader, perangkat desa, pokja
1 desa, dan masyarakat agar 5 4 2 3 13
programpenanggulangan DBD dapat
terlaksana secara optimal
Memberikan penyuluhan mengenai
pentingnya PSN sebagai penanggulangan
DBD dan memberikan edukasi pada
2 masyarakat tentang deteksi dini DBD 4 3 3 2 18
melalui penyuluhan dan penyebaran
leaflet, sticker dan atau poster pada
tempat yang strategis
Menggerakkan secara langsung
masyarakat untuk melakukan PSN
minimal 1 minggu sekali melalui
program “MINGGU BATIK”(Minggu
Bebas Jentik), apabila di rumahnya
3 4 5 5 4 25
masih didapatkan jentik nyamuk maka
akan diberikan sanksi dengan
menempelkan stiker khusus pada
rumahnya yang menunjukkan bahwa
rumahnya belum bebas jentik
Membekali dan menggerakkan kader
dengan pemberian motivasi, pengetahuan
4 5 4 4 3 27
,pelatihan, dukungan serta reward
terhadap program penanggulangan DBD

Kriteria efektivitas :
1. M = Magnitude (besarnya masalah yang dapat deselesaikan)
2. I = Importancy (pentingnya jalan keluar)
3. V = Vulnerability (sensitivitas jalan keluar)
Kriteria penilaian efektifitas :
1. = tidak efektif
2. = agak efektif
3. = cukup efektif
4. = efektif

52
5. = paling efektif

Kriteria efisiensi :
C = Efficiency – Cost (semakin besarbiaya yang diperlukan semakin tidak
efisien)Berdasarkan kriteria matriks di atas, maka urutan pemecahan masalah
adalah sebagai berikut:
1) Membekali dan menggerakkan kader denganpemberian motivasi,
pengetahuan, pelatihan dan dukungan terhadap program penanggulangan
DBD
2) Menggerakkan secara langsung masyarakat untuk melakukan PSN minimal 1
minggu sekali melalui program MINGGU BATIK, apabila di rumahnya masih
didapatkan jentik nyamuk maka akan diberikan sanksi dengan menempelkan
stiker khusus pada rumahnya yang menunjukkan bahwa rumahnya belum
bebas jentik
3) Memberikan penyuluhan mengenai pentingnya PSN sebagai penanggulangan
DBD dan memberikan edukasi pada masyarakat tentang deteksi dini DBD
melalui penyuluhan dan penyebaran leaflet, sticker dan atau poster pada
tempat yang strategis
4) Meningkatkan komunikasi antara puskesmas, kader, perangkat desa, pokja
desa, dan masyarakat agar programpenanggulangan DBD dapat terlaksana
secara optimal

Berdasarkan analisis tersebut, kami mengusulkan program Cabe Antik


“Cegah Demam Berdarah Bendosari Anti Jentik”. Program Cabe Antik
merupakan suatu program pemberdayaan masyarakat yang bertujuan
mengurangi angka jentik. Dalam program ini puskesmas bersama-sama
dengan kader dan masyarakat berjuang mengurangi angka jentik. Program ini
terdiri dari :
a. Pengadaan Sticker “Awas SAJEN” (Awas Sarang Jentik)

53
Sticker ini bertujuan menjadi trigger terbentuknya motivasi dan
kemandirian dalam jiwa masyarakat untuk memantau jentik di rumah
masing-masing secara berkala.
Pelaksanaan penempelan Sticker “Awas SAJEN” dilakukan
bersamaan dengan kegiatan pemantauan jentik berkala yang telah menjadi
progam Puskesmas Bendosari. Rumah yang masih terdapat jentik
selanjutnya akan ditempeli sticker dan diberi tanda pada bagian mana saja
sarang nyamuk dan jentik tersebut masih ada. Sticker akan dicabut setelah
rumah dinyatakan bebas jentik.Penerapan metode ini sebelumnya tetap
harus melalui kesepakatan oleh warga.
b. MINGGU BATIK (Minggu Bebas Jentik)
MINGGU BATIK merupakan kegiatan pemantauan jentik dan
sarang nyamuk Aedes aegepty berkala yang dilakukan oleh seluruh
masyarakat di kawasan kecamatan Bendosari dengan bimbingan petugas
puskesmas dan kader jumantik. Kegiatan ini bertujuan meningkatkan
Angka Bebas Jentik sebesar 95% dan mengurangi angka kesakitan dan
kematian DBD dengan memaksimalkan peran masyarakat di Kecamatan
Bendosari melalui bimbingan dan monitoring oleh petugas puskesmas dan
kader jumantik.
c. LEM CANTIK (Lomba Mencari Jentik)
LEM CANTIK merupakan kegiatan pembersihan sarang nyamuk
Aedes aegepty dan jentik yang dilakukan serentak di desa percontohan,
Desa Toriyo, Kecamatan Bendosari.
Program ini bertujuan membangun semangat dan partisipasi
masyarakat dalam meningkatkan Angka Bebas Jentik sebesar 95% dan
mengurangi angka kesakitan dan kematian DBD dengan menumbuhkan
rasa cinta kebersihan dan kesehatan desa.

d. Refresh dan monev PJB

54
Kegiatan ini merupakan kegiatan keberlanjutan dari pemantauan
jentik berkala. Refresh kader bertujuan meningkatkan motivasi dan kinerja
kader dalam memantau jentik.
e. TOMPAS (Toriyo menanam pandan dan sereh)
Merupakan kegiatan desa percontohan penanaman tanaman obat
pandan dan sereh yang mampu mengusir nyamuk di Desa Toriyo.
Kegiatan ini bekerja sama dengan Dinas Pertanian.

55
Ta
Tabel 10. Program CABE ANTIK” (Cegah Bendosari Anti Jentik)

PROGRAM “CABE ANTIK” (Cegah Bendosari Anti Jentik)

DI KECAMATAN BENDOSARI

No Kegiatan Penanggung SasaranWaktu Biaya Target


Jawab dan
tempat
1. Pengadaan Kepala Desa Seluruh Januari 1000x1000 Reminder bagi
Sticker masing- Rumah Kec. 2020 (sticker)= masyarakat dalam
“Awas masing Desa Bendosari 1.000.000 memantau jentik
SAJEN” yang belum secara rutin
bebas jentik
2. MINGGU Kader Masyarakat Setiap Transport Kontinuitas
BATIK masing- di Kec. Hari kader (1 kegiatan PSN
masing Desa Bendosari minggu kader/ming
gu) 15.000
x 14 desa
=210.000
3. LEM Kepala Kader dan Juni 2020 Reward Keikutsertaan dan
CANTIK Puskesmas Masyara- pemenang peningkatan
kat = 375.000 motivasi Kader
Kec.Bendo- dan Masyarakat
sari
4. Refresh & Kepala Kader PJB Tiap 3 20x5000 Peningkatan
Monev PJB Puskesmas bulan (snack+ad motivasi dan
ministrasi) pengetahuan
=100.000 kader
5 TOMPAS Kepala Masyara- Desember 1310x10.00 Tertanamnya
Puskesmas kat desa 2020 0 (tanaman pandan dan sereh
Toriyo sereh di desa percobaan
Kec.Bendosa /pandan ) (Toriyo) segabai
ri =1.310.000 tanaman anti
nyamuk

bel 4. Program Bendosari Berkut

56
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Manajemen pengendalian penyakit DBD yang telah dilakukan
Puskesmas Bendosari antara lain: penyelidikan epidemiologis,
penanggulangan fokus, pemberantasan nyamuk (3M dan 3M plus) dan
pemeriksaan jentik berkala.
2. Perencanaan sudah dilakukan, namun pelaksanaan pengendalian
penyakit demam berdarah dengue di puskesmas Bendosari belum
berjalan efektif, dilihat dari ABJ yang belum mencapai target, IR
masih tinggi, dan juga CFR yang masih tinggi.
3. Prioritas masalah penyakit DBD di Bendosari adalah tingkat kesadaran
masyarakat yang rendah mengenai PSN.
4. Beberapa alternatif pemecahan masalah pengendalian penyakit DBD di
Bendosari yaitu membekali dan menggerakkan kader dengan
pemberian motivasi, pengetahuan, pelatihan dan dukungan terhadap
program penanggulangan DBD, menggerakkan secara langsung
masyarakat untuk melakukan PSN minimal 1 minggu sekali melalui
program MINGGU BATIK, apabila di rumahnya masih didapatkan
jentik nyamuk maka akan diberikan sanksi dengan menempelkan stiker
khusus pada rumahnya yang menunjukkan bahwa rumahnya belum
bebas jentik, memberikan penyuluhan mengenai pentingnya PSN
sebagai penanggulangan DBD dan memberikan edukasi pada
masyarakat tentang deteksi dini DBD melalui penyuluhan dan
penyebaran leaflet, sticker dan atau poster pada tempat yang strategis,
dan meningkatkan komunikasi antara puskesmas, kader, perangkat
desa, pokja desa, dan masyarakat agar program penanggulangan DBD
dapat terlaksana secara optimal.

57
B. Saran
1. Melakukan pembekalan dan menggerakkan kader dengan pemberian
motivasi, pengetahuan, pelatihan dan dukungan terhadap program
penanggulangan DBD
2. Menggerakkan secara langsung masyarakat untuk melakukan PSN
minimal 1 minggu sekali melalui program MINGGU BATIK
3. Memberikan penyuluhan mengenai pentingnya PSN sebagai
penanggulangan DBD dan memberikan edukasi pada masyarakat
tentang deteksi dini DBD melalui penyuluhan dan penyebaran leaflet,
sticker dan atau poster pada tempat yang strategis
4. Meningkatkan komunikasi antara puskesmas, kader, perangkat desa,
pokja desa, dan masyarakat agar programpenanggulangan DBD dapat
terlaksana secara optimal.

58
DAFTAR PUSTAKA
Brahim R, Hasnawati, Anggraeni ND dan Ismandari, F. 2010. Demam Berdarah
Dengue di Indonesia Tahun 1968-2009. Buletin Jendela
Epidemiologi. Vol. 2, Agustus 2010, hal: 1-14.

Depkes RI. 2007. Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue


(PSN DBD) oleh Juru Pemantau Jentik (Jumantik). Jakarta: Depkes RI.

Dirjen P2PL Kemkes RI. 2011. Data Kasus Demam Berdarah Dengue di Indonesia
Tahun 2011. Available at : http://www.depkes.go.id.

Accessed on 22 June, 2019

DKK Sukoharjo. 2011. Profil Kesehatan Kabupaten Sukoharjo 2010. Sukoharjo:


DKK Sukoharjo.

DKK Sukoharjo. 2012. Profil Kesehatan Kabupaten Sukoharjo 2011. Sukoharjo:


DKK Sukoharjo.

Fathi, Soedjadjadi K dan Chatarina, U W. 2005. Peran Faktor Lingkungan dan


Perilaku Terhadap Penularan Demam Berdarah Dengue di Kota Mataram.
Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 2 No.1, Juli 2005: 1-10. Available at :
http://www.journal.unair.ac.id/filerPDF/KESLING-2-1-01.pdf

Accessed on 24 June, 2019

Ginanjar, G. 2008. Apa yang Dokter Anda tidak Katakan tentang Demam

Berdarah. Yogyakarta: Penerbit Buku B-first (PT Bentang Pustaka).

Hadinegoro, S.Sri Rezeki, Pitfalls and Pearls. 2004. Diagnosis dan Tata Laksana
Demam Berdarah Dengue, dalam: Current Management of Pediatrics
Problem. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. Hal 63-72

Kesetyaningsih, TW. 2008. Khasiat Obat Nyamuk Bakar Bertahan Aktif Pyrethroid
terhadap Culex Quinquefasciatus pada Berbagai Kondisi Ruangan. Mutiara
Medika. Vol. 8 No 2: 67-76, Juli 2008.

Profil Kesehatan Puskesmas Bendosari. 2018. Kinerja dan Pencapaian


Pembangunan Kesehatan Bendosari. Dinas Kesehatan Kabupaten
Sukoharjo

Rita. 2011. Kampanye Ayo Stop DBD Peran Serta Masyarakat dalam Upaya

59
Memberantas DBD. Available at http://www.depkes.go.id.

Siregar, Faziah A. 2004. Epidemiologi dan Pemberantasan Demam Berdarah


Dengue (DBD) di Indonesia.

Sudayasa, P. 2010. 9 Macam Kader Kesehatan dalam Pelayanan Puskesmas.

Available at http://www.puskel.com/9-macam-kader-kesehatan-dalam-
pelayanan-puskesmas/

Accessed on 21 June, 2019.

WHO, Regional Office for South East Asia. 2011. Comprehensive Guidelines for
Prevention and Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever:
Revised and expanded edition. SEARO Technical Publication Series. India

Available at
http://www.searo.who.int/entity/vector_borne_tropical_diseases/documents
/SEAROTPS60/en/

Accessed 22 June, 2019.

WHO. 2009. DENGUE Guidelines for diagnosis, treatment, prevention and control.
World Health Organization

60
Lampiran 1. Standar Operasional Prosedur “CABE ANTIK”

MINGGU BATIK “ Minggu Bebas Jentik”


Puskesmas Bendosari, Sukoharjo

No.dokumen : Ditetapkan oleh


SOP Tanggal Terbit:
Kepala Puskesmas Bendosari

dr. Sugeng Purnomo,M.Gizi

1. Pengertian Minggu bebas jentik merupakan kegiatan pemantauan jentik


dan sarang nyamuk Aedes aegepty berkala yang dilakukan
oleh seluruh masyarakat di kawasan Kecamatan Bendosari
dengan bimbingan petugas Puskesmas dan kader jumantik.

2. Tujuan Meningkatkan Angka Bebas Jentik sebesar 95% dan mengurangi


angka kesakitan dan kematian DBD dengan memaksimalkan peran
masyarakat di Kecamatan Bendosari melalui bimbingan dan
monitoring oleh petugas Puskesmas dan kader jumantik.

3. Prosedur 1. Petugas P2PM memberikan sosialisasi kepada masyarakat


dan kader tentang kegiatan “Minggu Bebas Jentik”
2. Petugas P2PM memberikan sosialisasi kepada masyarakat
tentang tata cara pemantauan jentik dan sarang nyamuk
pada kegiatan “Minggu Bebas Jentik”
3. Petugas P2PM memberikan form pemantauan jentik kepada
seluruh masyarakat
4. Minggu Bebas Jentik dilakukan setiap hari minggu oleh
seluruh masyarakat dengan memantau sarang nyamuk dan
jentik di rumah masing masing
5. masyarakat kemudian mengisi form pemantauan jentik
6. Form pemantauan jentik kemudian diserahkan ke bidan
desa dan kader jumantik tiap bulannya
7. Evaluasi rumah yang belum bebas jentik dilakukan setiap
bulan oleh kader
8. Rumah dengan jentik diberikan edukasi dan sticker “Awas
SAJEN”
9. Hasil pemantauan jentik selanjutnya dicantumkan pada
sticker “Awas SAJEN”

4. Unit Terkait Promosi Kesehatan

5. Dokumen Form Pemantauan Jentik


terkait

62
LEM CANTIK (Lomba Mencari Jentik)
Puskesmas Bendosari, Sukoharjo

No.dokumen : Ditetapkan oleh


SOP Tanggal Terbit:
Kepala Puskesmas Bendosari

dr. Sugeng Purnomo,M.Gizi

1. Pengertian LEM CANTIK merupakan kegiatan pembersihan sarang


nyamuk Aedes aegepty dan jentik yang dilakukan serentak di
Desa percontohan, Desa Toriyo, Kecamatan Bendosari.

2. Tujuan Membangun kepedulian dan partisipasi masyarakat dalam


meningkatkan Angka Bebas Jentik sebesar 95% dan
mengurangi angka kesakitan dan kematian DBD dengan
menumbuhkan rasa cinta kebersihan dan kesehatan desa .

3. Prosedur 1. LEM CANTIK dilakukan di bulan Juni 2020.


2. Kegiatan LEM CANTIK berisikan kegiatan lomba
mencari dan membersihkan jentik dalam memberantas
sarang nyamuk dan jentik.
3. Lomba dilakukan di Desa percontohan, Desa Toriyo.
4. Tim penilai berasal dari Puskesmas Bendosari
5. Indikator penilaian berupa
a. Kelengkapan form pemantauan jentik berkala
beserta hasilnya selama 6 bulan terakhir
b. Hasil grebek jentik oleh tim penilai
c. Tersedianya media edukasi berupa poster maupun
papan kreatif dalam meningkatkan kepedulian
masyarakat terhadap pemantauan sarang nyamuk

63
dan jentik
d. Keaktifan kader dalam kegiatan PJB selama 6
bulan terakhir
e. Jumlah rumah tanpa sticker “Awas SAJEN”

4. Unit Terkait Promosi Kesehatan

5. Dokumen Form Pemantauan Jentik, Form penilaian


terkait

Lampiran 2. Stiker “Awas SAJEN”

64

Anda mungkin juga menyukai