Anda di halaman 1dari 33

FAKTOR RESIKO KEJADIAN DEMAM BERDARAH

DENGUE DI RW 07 KELURAHAN OEBUFU


KOTA KUPANG

USULAN KARYA TULIS ILMIAH

Oleh:

Yosefina Andia Pretty Rego


PO. 5303333200260

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES KUPANG
2023
FAKTOR RESIKO KEJADIAN DEMAM BERDARAH
DENGUE DI RW 07 KELURAHAN OEBUFU
KOTA KUPANG

USULAN KARYA TULIS ILMIAH

Usulan Karya Tulis Ilmiah ini diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam
menyelesaikan Program Diploma-III Teknologi Laboratorium Medis

Oleh:

Yosefina Andia Pretty Rego


PO. 5303333200260

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES KUPANG
2023

i
LEMBAR PERSETUJUAN

KARYA TULIS ILMIAH

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN PERILAKU IBU RUMAH


TANGGA DENGAN KEBERADAAN JENTIK NYAMUK Aedes
sp SEBAGAI VEKTOR DEMAM BERDARAH DENGUE
(Studi di Kelurahan Sikumana Rw: 004 Kota Kupang)

Oleh:

Yosefina Andia Pretty Rego


PO. 5303333200260

Telah disetujui untuk diseminarkan

Pembimbing

Michael Bhadi Bia S.Si M.Sc


NIP. 197108041992031001

ii
iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................................... i
DAFTAR ISI...............................................................................................................................ii
DAFTAR TABEL......................................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................................. v
BAB I ......................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................................ 3
C. Tujuan Penelitian............................................................................................................... 3
1. Tujuan umum ........................................................................................................... 3
2. Tujuan khusus .......................................................................................................... 4
D. Manfaat Penelitian .......................................................................................................... 4
BAB II........................................................................................................................................ 5
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................................ 5
A. Pengertian Demam Berdarah Dengue............................................................................. 5
B. Etiologi Demam Berdarah Dengue ................................................................................. 6
C. Penyebab Penyakit Demam Berdarah Dengue ............................................................... 6
D. Perantara Demam Berdarah Dengue ............................................................................... 7
E. Morfologi Nyamuk Aedes Aegypti.................................................................................. 9
F. Daur Hidup Nyamuk Aedes Aegypti ............................................................................. 10
G. Tempat Perkembangbiakan Aedes Aegypti ................................................................... 12
H. Tanda dan Gejala .......................................................................................................... 13
I. Penularan....................................................................................................................... 16
L. Pelaksanaan Pemberantasan DBD ................................................................................ 23

BAB III .................................................................................................................................... 25


METODE PENELITIAN ......................................................................................................... 25
A. Jenis Penelitian.............................................................................................................. 25
B. Tempat dan Waktu penelitian ....................................................................................... 26
C. Variabel Penelitian ........................................................................................................ 26
F. Definisi Operasional ..................................................................................................... 26

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Data Kasus Demam Berdarah Dengue beberapa Kecamatan di Kota Kupang Tahun
2019 ......................................................................................................... 3
Tabel 2.1 Perbedaan larva Aedes aegypti dan Aedes albopictus. .......................... 29

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Siklus hidup nyamuk ............................................................................. 18


Gambar 2. Gambaran makroskopis telur Aedes aegypti dan gambaran mikroskopis telur
Aedes aegypti ...................................................................................... 28
Gambar 3. Larva Aedes aegypti (gigi-gigi sisir dalam satu baris) dan larva Aedes albopictus
(ada seperti sisir dalam satu baris)....................................................... 28
Gambar4. Pupa Aedes aegypti (dayung pupa terdapat unggul) dan Aedes albopictus (dayung
pupa terdapat bulu) .............................................................................. 29
Gambar 5. Nyamuk Dewasa Aedes aegypti (toraks berbentuk piala dan kaki berwarna
belang- belang) dan Aedes albopictus (toraks terdapat simbul garis putih dan
terdapat belang hitam putih pada kaki)….......................................... 30

vi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Demam Berdarah Dengue (DBD) termasuk jenis penyakit arbovirus yang ditularkan

oleh dua jenis vektor nyamuk yaitu Aedes aegypti dan Aedes Albopictus dan merupakan

masalah utama penyakit di dunia, terutama di negara tropis. Sampai tahun 2009, sekitar 2-

5 miliar orang yang tinggal di lebih 100 negara endemik, terutama daerah tropis yang rentan

penularan virus dengue.(Widyatama, 2018)

Data dari World Health Organization (WHO) tahun 2015 menyataka n negara tropis

berisiko terinfeksi virus dengue dengan 96 juta kasus berasal dari 128 negara tropis. Angka

tersebut menjadikan negara tropis penyumbang kasus terbesar kejadian DBD. Di Asia

Tenggara terjadi kematian rata-rata 1682 jiwa/tahun karena DBD. Pada peringatan ASEAN

Dengue Day (ADD) tahun 2016 WHO juga melaporkan bahwa Asia Pasifik menanggung

75% dari beban dengue di dunia antara tahun 2004 dan 2010. Tahun 2019, Kepulauan

Solomon melaporkan wabah Demam Berdarah Dengue (DBD) terdapat lebih dari 7.000

kasus dan wabah wilayah Afrika, Burkina Faso 1.061 kasus yang dilaporkan.(Ismah et al.,

2021)

Trend kasus DBD di Indonesia dari tahun 2002-2014 menunjukkan bahwa kasus

terbanyak terjadi pada tahun 2007 dengan incidence rate (IR) sebesar 71,78 per 100.000

penduduk. Kasus DBD kemudian mengalami penurunan sangat signifikan menjadi 27,67

per 100.000 penduduk pada tahun 2011,namun meningkat kembali tahun 2012- 2014

dengan angka insidens masing- masing 37,2 dan 39,8 per 100.000 penduduk. Secara

nasional angka kematian mengalami penurunan kurang dari 1% sejak tahun 2008. Case

Fatality Rate (CFR) tahun 2005 mengalami penurunan, hingga tahun 2010 namun, kembali

1
meningkat pada tahun 2011 hingga 2014 mencapai 0,9%. Penyakit ini sering menimbulkan

Kejadian Luar Biasa (KLB) di beberapa daerah dan termasuk dalam 5 penyakit dengan

frekuensi KLB tertinggi. Wilayah dengan kasus DBD terbanyak yaitu Jawa Timur (2.657

kasus) kemudian Jawa Barat (2.008 kasus) lalu Nusa Tenggara Timur di urutan ke- tiga

dengan 1.169 kasus.(Sholihah, dkk., 2020)

Data profil Dinas Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) menunjukkan

bahwa kasus DBD di Provinsi NTT dalam periode 4 (empat) tahun terakhir mengalami

fluktuasi sejak tahun 2014-2017. Kasus DBD pada tahun 2014 sebesar 487 kasus (10 per

100.000 penduduk), pada tahun 2015 meningkat menjadi 665 kasus (13 per 100.000

penduduk), pada tahun 2016 meningkat lagi menjadi 1.213 (23,3 per 100.000 penduduk)

dan pada tahun 2017 mengalami penurunan jumlah kasus DBD sebanyak 542 kasus (10,3

per 100.000 penduduk). Jika dikaitkan dengan capaian Renstra Dinkes NTT pada tahun

2017, belum mencapai target yang seharusnya sebesar 8/100.000. Hal ini menggambarkan

bahwa upaya pencegahan penyakit DBD belum optimal, dan berpotensi untuk

menyebabkan terjadinya KLB cukup tinggi diwaktu- waktu mendatang.(Sholihah,

Weraman and Ratu, 2020)

Di daerah NTT sendiri Kota Kupang merupakan daerah dengan tingkat mobilitas

penduduk yang tinggi. Kota Kupang mempunyai 6 wilayah Kecamatan yang terdiri atas 51

Kelurahan yang merupakan wilayah endemik DBD dengan kejadian kasus setiap tahunnya

merata pada seluruh wilayah kecamatan. Menurut data Dinas Kesehatan Kota Kupang

(2014) selama lima tahun terakhir (2008-2012) sebelum pemekaran wilayah Kecamatan

dari 4 kecamatan menjadi 6 kecamatan pada tahun 2008 angka kesakitan penyakit DBD

cenderung berfluktuasi dari 646 kasus (IR 14,7) pada tahun 2009 kemudian mengalami

penurunan signifikan menjadi 260 kasus (IR 5,98) pada tahun 2010 dan pada tahun 2011

2
naik lagi menjadi 511 kasus (IR 11,76) dan tahun 2012 menurun lagi menjadi 120 kasus

(IR 2,75).(Sholihah, Weraman and Ratu, 2020)

Vektor utama yang berperan dalam penyebaran penyakit DBD adalah nyamuk Aedes

aegypti dan Aedes albopictus. Nyamuk ini tersebar luas di daerah tropis dan subtropis.

Nyamuk Aedes aegypti hidup di sekitar permukiman manusia, di dalam dan di luar rumah

terutama di daerah perkotaan dan berkembang biak dalam berbagai macam penampungan

air bersih yang tidak berhubungan langsung dengan tanah dan terlindung dari sinar

matahari. Vektor Aedes aegypti merupakan nyamuk yang dapat memindahkan dan menjadi

sumber penular DBD. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor

374/Menkes/Per/III/2010 tentang pengendalian vektor, seperti menurunkan kepadatan

vektor, meminimalisir kontak antara manusia dengan sumber penular dapat dikendalikan

secara lebih rasional, efektif, dan efisien (Said, 2012). Pengendalian vektor dapat dilakukan

dengan berbagai cara seperti Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengasapan (untuk

nyamuk dewasa) dan penggunaan bubuk abate (untuk larva) untuk menghilangkan tempat

perkembangbiakan nyamuk (Kemenkes, 2017).

Perkembangbiakan nyamuk Aedes Aegypti biasanya pada tempat-tempat dengan

Lingkungan yang lembab,memiliki intensitas curah hujan yang tinggi,dan pada genangan

air dalam rumah maupun luar rumah.Adapun faktor lain yang dapat menyebabkan penyakit

Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah sanitasi lingkungan yang buruk, hygiene

masyarakat yang kurang sehat, seperti tidur pada siang hari, kebiasaan menggantung

pakaian, dan kebiasaan membuang sampah sembarangan.(Gama and Betty, 2020)

Penyakit DBD dapat dicegah dengan cara mengendalikan vektornya, yaitu aedes

aegypti dan pendistribusian penyakit DBD itu sendiri pada suatu wilayah. Kebersihan

lingkungan sekitar dan peranan keluarga dalam melaksanakan pemberantasan sarang

nyamuk (PSN) demam berdarah dengue merupakan cara-cara yang dapat digunakan untuk

3
pengendalian nyamuk tersebut. (Sucipto, 2011). Kegiatan- kegiatan tersebut meliputi

pembersihan jentik dengan program pemberantasan sarang nyamuk dan menggunakan ikan

(ikan kepala timah, cupang, sepat) serta pencegahan gigitan nyamuk dengan menggunakan

kelambu, obat nyamuk, repellent serta tidak melakukan kebiasaan berisiko (tidur siang,

mengantung baju) dan penyemprotan atau fogging (pengasapan), serta program yang

dicanangkan oleh pemerintah Indonesia melalui Departemen Kesehatan RI ialah menguras,

menimbun dan mengubur (3M). (Azizah and Faizah, 2017)

Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti sangat tertarik untuk mengetahui

lebih lanjut tentang “Faktor Resiko Demam Berdarah Dengue di RW 07 Kelurahan Oebufu

Kota Kupang”

B. Rumusan Masalah

Apa saja Faktor Resiko Kejadian Demam Berdarah Dengue di Kelurahan Oebufu Kota

Kupang Pada Tahun 2023?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk diketahui faktor resiko kejadian demam berdarah dengue di wilayah Kelurahan

Oebufu Kota Kupang.

2. Tujuan Khusus

Diketahui Pemberantasan Sarang Nyamuk Aedes Aegypti di Kelurahan Oebufu Kota

Kupang

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Instansi

Menambah referensi dan kepustakaan khususnya dalam bidang Parasitologi.

2. Bagi Mahasiswa

4
Sarana penerapan ilmu yang telah penulis peroleh selama menempuh Pendidikan di

Program Studi Teknologi Laboratorium Medis dan tambahan pengetahuan ilmiah di

bidang Parasitologi.

3. Bagi Masyarakat

Bahan pengetahuan bagi masyarakat tentang perilaku yang menimbulkan keberadaan

jentik nyamuk yang dapat menyebabkan penyakit DBD di Kelurahan Oebufu Kota

Kupang

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Demam Berdarah Dengue

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan suatu penyakit epidemi akut yang

disebabkan oleh virus yang di transmisikan oleh Aedes aegypti dan Aedes albopictus.

Penderita yang terinfeksi akan memiliki gejala berupa demam ringan sampai tinggi, disertai

dengan sakit kepala, nyeri pada mata, otot dan persendian, hingga pendarahan spontan.

Virus tersebut dapat menyerang bayi, anak-anak dan orang dewasa (Depkes RI, 2013).

5
DBD merupakan salah satu penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan

ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti, ditandai dengan demam mendadak selama 2-7 hari

tanpa penyebab yang jelas disertai dengan lemah, gelisah, nyeri ulu hati disertai tanda

perdarahan di kulit berupa bintik merah, lebam (ecchymosis) atau ruam (purpura). Kadang-

kadang disertai dengan mimisan (epistaksis), bercak darah, muntah darah, kesadaran

menurun (delirium) atau renjatan (syok) (Depkes RI, 2010). Tidak semua yang terinfeksi

virus dengue akan menujukkan manifestasi DBD berat. Ada yang hanya bermanifestasi

demam ringan yang akan sembuh dengan sendirinya atau bahkan ada yang sama sekali

tanpa gejala sakit (asimtomatik), sebagian lagi akan menderita demam dengue saja tidak

menimbulkan kebocoran plasma dan menyebabkan kematian (Kemenkes RI, 2013).

B. Etiologi Demam Berdarah Dengue

Penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue yang sampai sekarang dikenal 4 serotipe

(Dengue-1, Dengue-2, Dengue-3 dan Dengue-4), termasuk dalam grup B Arthropod Borne

Virus (Arbovirus). Ke-empat serotipe virus ini telah ditemukan di berbagai daerah di

Indonesia. Hasil penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa Dengue-3 sangat berkaitan

dengan kasus DBD berat dan merupakan serotipe yang paling luas distribusinya disusul

oleh Dengue-2, Dengue-1 dan Dengue-4 (Widoyono, 2011).

C. Gambaran Penyakit Demam Berdarah Dengue

Terdapat 4 gejala utama penyakit DBD yaitu demam tinggi, fenomena pendarahan,

kondisi membesarnya hati melebihi ukuran normalnya (hepatomegali) dan kegagalan

sirkulasi (Bakhtiar, 2009):

1. Demam

Demam terjadi secara mendadak dan berlangsung selama 2-7 hari kemudian

turun menjadi suhu normal atau lebih rendah demam berdarah dapat disertai dengan

gejala nyeri punggung, nyeri tulang dan sendi, nyeri kepala serta rasa lemah.

6
2. Pendarahan

Biasanya terjadi pada hari kedua dari demam dan pada umumnya terjadi pada

kulit dan dapat berupa hasil uji tourniquet, pendarahan mudah terjadi pada tempat

fungsi vena, perdarahan pada kulit (petekie) dan ruam (purpura), selain itu juga di

jumpai pendarahan dari hidung (epistaksis) dan pendarahan pada gusi (gingivitis),

muntahan isi lambung yang bercampur darah (hematemesis), serta tinja berwarna gelap

(melena).

3. Hepatomegali

Pembesaran hati pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan penyakit,

pembesaran hati tidak sejajar dengan beratnya penyakit, nyeri tekanan sering ditemukan

tanpa di sertai kulit menguning akibat penumpukan bilirubin dalam darah (ikterus).

4. Rejatan (syok)

Tanda – tanda rejatan (syok):

a. Kulit dingin dan lembab terutama pada ujung hidung, jari tangan dan kaki.

b. Penderita menjadi gelisah.

c. Warna kebiruan (sianosis) disekitar mulut.

d. Nadi cepat, lemah, kecil, sampai tak teraba.

e. Tekanan nadi menurun, sistolik menurun sampai 90 mmHg atau kurang.

D. Gejala Demam Berdarah Dengue

Pada penderita penyakit DBD dapat ditemukan gejala-gejala klinis dan laboratorium,

sebagai berikut (Tumbelaka, 2014):

1. Kriteria klinis

a. Demam tinggi yang berlangsung dalam waktu singkat antara 2-7 hari, yang dapat

mencapai 40o c. Demam sering disertai gejala tidak spesifik, seperti tidak nafsu

7
makan (anoreksia), lemah badan (malaise), nyeri sendi dan tulang serta rasa sakit

daerah bola mata (retro orbital) dan wajah yang kemerah-merahan (flusing).

b. Tanda-tanda pendarahan seperti mimisan (epitaksis), perdarahan gusi, perdarahan

pada kulit seperti tes Rumple leed (+), serta BAB berdarah berwarna kehitaman

(melena).

c. Pembesaran organ hati (hepatomegali).

d. Kegagalan sirkulasi darah yang ditandai dengan denyut nadi yang teraba lemah dan

cepat, ujung-ujung jari terasa dingin serta dapat disertai penurunan kesadaran

renjatan (syok) yang dapat menyebabkan kematian.

2. Kriteria Laboratoris

Diagnosis penyakit DBD ditegakkannya berdasarkan adanya dua kriteria klinis

atau lebih, ditambah dengan adanya minimal satu kriteria laboratoris. Kriteria

laboratoris meliputi penurunan jumlah trombosit (trombositopenia) ≤ 100.000/mm3 dan

peningkatan kadar hematokrit > 20% dari normal.

3. Derajat Keparahan atau Besar Penyakit DBD

Derajat keparahan penyakit DBD berbeda-beda menurut tingkat keparahannya.

Tingkat keparahan DBD terbagi menjadi:

a. Derajat 1: badan panas selama 5-7 hari, gejala umum tidak khas.

b. Derajat 2: seperti derajat 1, disertai pendarahan spontan pada kulit berupa ptekiae

dan ekimosis, mimisan (epistaksis), muntah darah (hematemesis), buang air besar

berdarah berwarna merah kehitaman (melena), perdarahan gusi, perdarahan rahim

(uterus), telinga dan sebagainya.

c. Derajat 3: ada tanda-tanda kegagalan sirkulasi darah, seperti denyut nadi teraba

lemah dan cepat (>120x/menit), tekanan nadi selisih antara tekanan darah sistolik

8
dan diastolik menyempit (<120 mmHg). DBD derajat 3 merupakan peringatan awal

yang mengarah pada terjadinya renjatan (syok).

d. Derajat 4: denyut nadi tidak teraba, tekanan darah tidak terukur, denyut jantung

140x/menit, ujung-ujung jari kaki dan tangan terasa dingin, tubuh berkeringat, kulit

membiru (purpura). DBD derajat 4 merupakan manifestasi syok, yang sering kali

berakhir dengan kematian.

E. Cara Penularan Penyakit Demam Berdarah Dengue

Cara penularan penyakit DBD dari satu orang ke orang lain dengan perantara vektor

nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk ini mendapatkan virus dengue pada waktu menghisap

darah penderita DBD atau carrier, jika nyamuk ini menggigit orang lain, maka virus

dengue akan dipindahkan bersama air liur nyamuk. Dalam waktu kurang dari 7 hari orang

tersebut dapat menderita sakit DBD. Virus DBD memperbanyak diri dalam tubuh manusia

dan akan ada dalam darah selama satu minggu (Kemenkes RI, 2011).

1. Mekanisme penularan DBD

Virus dengue berada dalam darah selama 4-7 hari sebelum demam, bila

penderita DBD digigit nyamuk penular, maka virus dalam darah akan ikut terhisap

masuk ke dalam lambung nyamuk selanjutnya virus akan memperbanyak diri dan

tersebar di tubuh nyamuk, termasuk di dalam kelenjar liurnya kira-kira 1 minggu

setelah menghisap darah penderita nyamuk tersebut siap untuk menularkan kepada

orang lain (masa inkubasi intrinsik). Virus ini akan berada dalam tubuh nyamuk

sepanjang hidupnya. Penularan ini terjadi karena setiap kali nyamuk menggigit

sebelumnya menghisap darah akan mengeluarkan air liur melalui alat tusuknya

(proboacis). Bersamaan air liur tersebut virus dengue dipindahkan dari nyamuk ke

orang lain.

2. Masa inkubasi

9
Masa inkubasi penyakit DBD berkisar antara 3-15 hari, umumnya 5-8 hari

dimulai dengan demam tinggi yang tiba-tiba sakit kepala yang kuat, sakit pada bola

mata dan sakit yang menyeluruh pada otot, sendi dan punggung, menggigil dapat

dijumpai masa krisis mulai menurun pada hari ke 5 atau ke 6 sesudah demam kadang-

kadang temperatur tubuh menurun menjadi normal pada masa demam disebut saddle

back type of fever curve.

Pada hari ke 3 atau ke 5 bercak merah pertama pada dada, pinggul, perut, kemudian

menyebar ke lengan kaki dan muka, jumlah trombosit di bawah 150.000/mm, biasanya

ditentukan hari ke 3 sampai hari ke 7 sakit (dalam keadaan normal jumlahnya berkisar

antara 200.000 - 400.000 tiap mikro liter darah). Dijumpai kadar sel darah putih rendah

dalam darah yang dapat mengganggu kemampuan untuk melawan infeksi (leukopenia)

pada masa akut dari penyakit, darah ini kembali normal setelah satu minggu. Separuh

dari kasus menunjukan gejala-gejala awal 6-12 jam sebelum demam berupa lemah,

sakit kepala, sakit punggung dan hilangnya nafsu makan.

3. Tempat Potensial bagi penularan DBD

Penularan DBD dapat terjadi di semua tempat yang terdapat nyamuk sebagai

penularnya, oleh karena itu tempat potensial untuk terjadi penularan DBD adalah:

a. Wilayah yang banyak kasus demam berdarah (rawan endemis).

b. Tempat-tempat umum yang menjadi tempat berkumpulnya orang-orang yang

datang dari berbagai wilayah sehingga kemungkinan terjadinya pertukaran

beberapa tipe virus DBD yang cukup besar seperti: Sekolah, Rumah sakit atau

Puskesmas dan tempat umum lainnya.

F. Pencegahan Penyakit Demam Berdarah Dengue

Dalam upaya pencegahan DBD keluarga sebagai salah satu manifestasi kelompok

merupakan unit kelompok terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan

10
anggota keluarga lainnya yang berkumpul dan tinggal dalam satu rumah tangga karna

pertalian darah dan ikatan keluarga atau adopsi dimana satu dengan lainnya saling

bergantungan dan berinteraksi. Penerapan 3M Plus (Mengubur, Menutup, Membersihkan

tempat genangan air serta memberikan bubuk abate) yang dilakukan keluarga di rumah

tangga merupakan faktor yang menentukan dalam keberhasilan pemberantasan DBD.

Keberhasilan ini dikarenakan kelompok keluarga merupakan kelompok kecil pada

masyarakat. Kelompok keluarga yang efektif dalam partisispasi pengendalian DBD

tentunya akan berakibat positif dalam program pencegahan DBD (Kemenkes RI, 2011).

Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektor, yaitu

nyamuk Aedes aegypti. Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan

menggunakan beberapa metode yang tepat yaitu:

1. Menjaga kebersihan lingkungan

Lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan

Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat modifikasi tempat

perkembangbiakan nyamuk hasil sampling kegiatan manusia dan perbaikan desain

rumah (Nurjannah, 2013) sebagai contoh:

a. Menguras bak mandi atau penampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu.

b. Mengganti atau menguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali.

c. Menutup dengan rapat tempat penampungan air.

d. Mengubur kaleng-kaleng bekas, aki bekas, dan ban bekas di sekitar rumah dan lain

sebagainya.

2. Biologis

Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik (ikan

adu atau ikan cupang), dan bakteri. Upaya pengendalian secara biologis juga dapat

dilakukan seperti pemanfaatan agentbiologis untuk pengendalian vektor DBD.

11
Beberapa agent biologis yang sudah digunakan dan terbukti mampu mengendalikan

populasi vektor DBD adalah dari kelompok bakteri, predator seperti ikan pemakan

jentik dan cyclop (copepod) (Sukowati, 2010).

3. Kimiawi

Pengendalian secara kimiawi juga masih sering digunakan baik bagi program

pengendalian DBD dan masyarakat. Penggunaan insektisida dalam pengendalian

vektor DBD bisa menguntungkan sekaligus merugikan. Insektisida jika digunakan

secara tepat sasaran, tepat dosis, tepat waktu dan cakupan akan mampu mengendalikan

vektor dan mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan orga nisme yang bukan

sasaran.

Penggunaan insektisida dalam jangka tertentu akan menimbulkan resistensi vektor.

Insektisida untuk pengendalian DBD harus digunakan dengan bijak dan merupakan

media yang ampuh untuk pengendalian vektor (Sukowati, 2010). Cara pengendalian ini

antara lain dengan: pengasapan atau fogging dengan menggunakan malathion dan

fenthion, berguna untuk mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu

tertentu. Memberikan bubuk abate (pemephon) pada tempat-tempat penampungan air

seperti, gentong air, vas bunga, kolam, dan lain-lain.

Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan

mengkombinasikan cara-cara diatas yang disebut dengan “3M plus”, yaitu (Menutup,

Menguras, Mengubur), selain itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara

ikan pemakan jentik, menabur larvasida, menggunakan kelambu pada waktu tidur,

memasang kasa, menyemprot dengan insektisida, memasang obat nyamuk, dan

memeriksa jentik berkala (Nurjannah, 2013).

G. Pengobatan Penyakit Demam Berdarah Dengue

1. Pengobatan untuk penderita DBD pada umumnya dengan cara:

12
a. Mengganti cairan dengan minum yang banyak penambah cairan tubuh melalui infus

(intravena) mungkin diperlukan untuk mencegah dehidrasi dan homokonsentrasi

yang berlebihan.

b. Memberikan obat-obatan.

c. Bila suhu > 40°C berikan antiseptik, sebaiknya memberikan parasetamol daripada

aspirin.

d. Bila terjadi syok berikan antibiotik.

2. Perawatan pertama penderita DBD oleh keluarga

a. Tirah baring selama demam.

b. Antiseptik (paracetamol) 3x1 tablet untuk dewasa 10-15 mg/kg untuk anak anak

asetosal, salsilat, ibuprofen jangan digunakan karena dapat menyebabkan gastritis

atau pendarahan.

c. Kompres hangat.

d. Minum banyak (1-2 liter/hari) semua cairan diperbolehkan.

e. Bila terjadi kejang:

1) Jaga lidah agar tidak tergigit.

2) Kosongkan mulut.

3) Longgarkan pakaian.

4) Tidak memberikan apapun lewat mulut selama kejang jika 2 hari panas tidak

turun atau timbul gejala lanjut seperti pendarahan dikulit (seperti bekas gigitan

nyamuk), muntah- muntah, gelisah, mimisan, dianjurkan segera dibawa berobat.

H. Pengertian Aedes sp

Nyamuk spesies Aedes merupakan vektor penyebar virus dengue penyebab penyakit

DBD yaitu Aedes aegypti dan Aedes albopictus, namun dalam penularan virus dengue

nyamuk Aedes aegypti lebih berperan dari pada nyamuk Aedes albopictus karena habitat

13
Aedes aegypti lebih dekat dengan lingkungan hidup manusia daripada habitat nyamuk

Aedes albopictus yang berada di kebun-kebun dan rawa-rawa (Umi, 2011).

1. Siklus hidup nyamuk Aedes sp

Nyamuk Aedes sp mempunyai siklus hidup sempurna yaitu mengalami

metamorfosis sempurna (holometabola) yang terdiri dari 4 (empat) stadium yaitu telur,

larva, pupa, nyamuk dewasa. Stadium telur hingga pupa hidup di dalam air sedangkan

stadium nyamuk hidup di lingkungan udara, darat dan sesekali di air untuk membasahi

sayapnya dan untuk meletakan telurnya bagi nyamuk Aedes sp betina. Kondisi

lingkungan optimum siklus hidup nyamuk Aedes sp di tempuh dalam waktu sekitar 7

hingga 9 hari dengan perincian 1 hingga 2 hari stadium telur, 3 hingga 4 hari stadium

larva dan 2 hari merupakan stadium pupa. Siklus hidup stadium telur larva dan pupa

terjadi di lingkungan air sedangkan stadium nyamuk dewasa terjadi di udara dan darat.

Dalam kondisi temperatur yang rendah siklus hidup nyamuk dapat berlangsung lebih

lama (Amalia, 2015). Siklus hidup dari nyamuk dapat dilihat pada gambar:

Gambar 1. Siklus hidup nyamuk


Sumber: https://www.99.co/blog/indonesia/fase-daur-hidup-nyamuk/

2. Pengendalian Vektor Nyamuk Spesies Aedes

Menurut Palgunadi (2011) secara garis besar terdapat 4 cara pengendalian

vektor nyamuk Aedes sp yaitu secara kimiawi, radiasi, mekanik, pengelolaan

lingkungan dan biologik:

14
a. Pengendalian vektor secara kimiawi dengan menggunakan insektisida yang dapat

dilakukan terhadap nyamuk dewasa maupun larva. Insektisida untuk nyamuk

dewasa dapat diaplikasikan dalam bentuk spray sedangkan insektisida untuk larva

dapat diaplikasikan dengan kegiatan abatisasi yaitu pelarutan golongan

organophosphor (temephos) dalam bentuk sand granules ke dalam air.

b. Pengendalian vektor secara radiasi dengan menggunakan bahan radioaktif dosis

tertentu terhadap nyamuk Aedes sp jantan yang dapat menyebabkan kemandulan

walaupun pada akhirnya nyamuk Aedes sp berkopulasi namun telur yang dihasilkan

tidak fertil.

c. Pengendalian secara biologi dengan menggunakan predator alami seperti ikan

cupang yang di taruh di tempat-tempat penampungan air yang dapat menjadi tempat

pertumbuhan larva.

d. Pengendalian secara mekanik yaitu dengan memasang kasa dan penggunaan

pendingin ruangan dalam membantu mengurangi nyamuk Aedes sp yang hidup di

lingkungan rumah.

e. Pengendalian vektor secara lingkungan yaitu dengan melakukan cara pencegahan

agar nyamuk maupun larva Aedes sp tidak kontak dengan manusia misalnya dengan

memasang kawat kasa pada lubang ventilasi rumah, serta melakukan gerakan 3M

yaitu menguras tempat-tempat penampungan air paling sedikit seminggu sekali,

menutup tempat-tempat penampungan air sehingga tidak dapat digunakan sebagai

tempat bertelur dan berkembang biak nyamuk Aedes sp, mengubur barang-barang

yang dapat menimbun air hujan yang dikhawatirkan dapat digunakan sebagai

tempat bertelur dan berkembangbiak nyamuk.

15
I. Pengertian Aedes aegypti

Nyamuk Aedes aegypti dikenal dengan sebutan black white mosquito atau tiger

mosquito karena nyamuk ini mempunyai ciri khas yang berupa adanya garis- garis dan

bercak-bercak putih keperakan di atas dasar warna hitam yang terdapat pada kaki dan

tubuhnya (Wati, 2010). Penyebaran nyamuk Aedes aegypti tersebar luas khususnya tersebar

pada daerah tropis dan subtropik (Martina, 2015). Nyamuk Aedes aegypti merupakan

vektor utama dalam penyebaran penyakit DBD. Populasi nyamuk Aedes aegypti meningkat

antara bulan September hingga November dengan puncaknya antara bulan Maret hingga

Mei. Peningkatan populasi nyamuk akan menyebabkan meningkatnya jumlah penderita

penyakit DBD, nyamuk Aedes aegypti merupakan nyamuk yang hidup di permukiman

penduduk, stadium dewasa mempunyai habitat perkembangbiakan di tempat penampungan

air yang jernih. Nyamuk Aedes aegypti bersifat diurnal yaitu melakukan aktivitas secara

aktif pada pagi hingga siang hari. Penularan virus dengue dilakukan oleh nyamuk betina

karena hanya nyamuk betina yang menghisap darah sebagai asupan protein untuk

memproduksi telur. Nyamuk Aedes aegypti jantan menghisap sari bunga sebagai asupan

energi (Rahman, 2016).

1. Klasifikasi Nyamuk Aedes aegypti

Kedudukan nyamuk Aedes aegypti dalam klasifikasi hewan sebagai berikut

(Milatti, 2010):

Kingdom : Animalia

Philum : Arthropoda

Sub Philum : Mandibulata

Kelas : Insekta

Ordo : Diptera

Sub Ordo : Nematocera

16
Famili : Culicinae

Genus : Aedes

Spesies : Aedes aegypti

2. Morfologi Aedes aegypti

a. Stadium Telur Aedes aegypti

Nyamuk Aedes aegypti betina dapat bertelur 10-100 kali dalam jangka waktu 4-

5 hari dan dapat menghasilkan telur antara 300-700 butir telur. Telur nyamuk Aedes

aegypti menetas 1-2 hari setelah telur dikeluarkan oleh induk telur nyamuk Aedes

aegypti. Telur Aedes aegypti berbentuk oval dan berwarna coklat kehitaman di

letakkan memisah satu persatu di permukaan air dan menempel pada tempat

perindukannya. Telur Aedes aegypti diletakkan ditempat yang lembab dan tidak

terkena paparan sinar matahari langsung dan sedikit mengandung air. Telur di

tempat yang kering tanpa air dapat bertahan sampai 6 bulan pada suhu minus 2 o

celcius hingga 42o celcius dan apabila tergenang air maka telur dapat menetas (Eka,

2013).

b. Stadium Larva Aedes aegypti

Pada stadium larva mempunyai empat tingkatan hidup yang berbeda yang

disebut dengan instar. Larva instar I mempunyai ukuran paling kecil yaitu berkisar

1-2 mm atau satu sampai dua hari setelah telur menetas, belum terlihat jelas duri-

duri pada dada (spinae) dan corong pernapasan (siphon) belum menghitam. Larva

nyamuk Aedes aegypti instar II mempunyai ukuran berkisar antara 2, 5 sampai 3,

5 mm dan berumur dua sampai tiga hari setelah telur menetas, duri-duri (spinae)

pada dada masih belum jelas dan corong pernapasan (siphon) sudah mulai

menghitam. Larva nyamuk Aedes aegypti instar III berukuran antara 4-5 mm

berumur tiga sampai empat hari setelah telur menetas, duri-duri (spinae) pada dada

17
sudah mulai terlihat jelas dan corong pernapasan berwarna coklat kehitaman. Larva

nyamuk Aedes aegypti instar IV mempunyai bentuk dan ukuran yang lebih mudah

diamati karena sudah mempunyai susunan tubuh yang lengkap (Wati, 2010).

Pertumbuhan dan perkembangbiakan larva dipengaruhi oleh beberapa faktor

yaitu temperatur, tempat perindukan, keadaan air dan kandungan zat makanan yang

terdapat pada tempat perindukan. Larva nyamuk Aedes aegypti sangat

membutuhkan air dan mengambil makanan melalui mulut dan kulit tubuhnya

sebagai sumber nutrisi untuk berkembang biak (Wati, 2010).

1). Ciri-ciri larva Aedes aegypti menurut (Eka, 2013) antara lain:

a). Berenang bebas di air tidak melekat pada akar tanaman air.

b). Mempunyai siphon yang besar namun pendek.

c). Pada waktu istirahat membentuk sudut dengan permukaan air.

d). Banyak di jumpai pada genangan air dengan tempat tertentu semisal pada

drum dan bak mandi.

2). Ciri-ciri larva Aedes aegypti secara mikroskopis menurut Prayuda (2014: 14)

antara lain:

a) Morfologi kepala larva yang ditemukan yaitu terdapat rambut-rambut halus dan

memiliki dua antena di bagian kepala.

b) Morfologi bentuk badan larva yang ditemukan yaitu beruas dan lonjong.

c) Morfologi ekor larva yang ditemukan memiliki siphon (corong udara).

c. Pupa nyamuk Aedes aegypti

Pada stadium pupa tidak melakukan aktivitas makan apapun, namun

membutuhkan oksigen dan mengambil oksigen melalui corong pernapasan dan

akan menjadi nyamuk setelah 1-2 hari setelah melewati stadium pupa lalu menjadi

nyamuk dewasa jantan atau betina dan terbang meninggalkan air (Wisnutanaya,

18
2013).

Ciri ciri pupa Aedes aegypti:

1) Memiliki tabung pernapasan yang berbentuk segitiga.

2) Jumlah seluruh tabung untuk pernapasan berbentuk segitiga.

3) Bentuk sepeti tanda koma.

4) Berukuran lebih besar dan lebih ramping daripada ukuran larva Aedes aegypti.

5) Gerakan pupa Aedes aegypti lambat dan sering berada di permukaan air.

6) Masa stadium pupa Aedes aegypti normalnya berlangsung 2 hari.

d. Stadium Nyamuk Aedes aegypti

Nyamuk Aedes aegypti berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan

rata rata nyamuk lain dan berwarna hitam dengan bintik bintik putih pada bagian

badan dan kaki. Pada saat hinggap di suatu tempat tubuh nyamuk Aedes aegypti

membentuk sudut yang sejajar dengan tempat yang dihinggapinya, untuk

membedakan jenis kelamin nyamuk Aedes aegypti jantan dan betina dapat diamati

dari antena Aedes aegypti betina mempunyai bulu yang tidak lebat yang disebut

dengan pilose, sedangkan Aedes aegypti jantan mempunyai bulu pada antena yang

lebat yang disebut dengan plumose. Nyamuk Aedes aegypti betina menghisap

darah manusia yang bertujuan sebagai sumber protein untuk mematangkan telur

(Eka, 2013).

Ciri-ciri nyamuk penyebab penyakit demam berdarah (nyamuk Aedes

aegypti) (Shu PY, 2016):

1. Hidup di dalam dan sekitar rumah.

2. Menggigit atau menghisap darah pada siang hari.

3. Senang hinggap pada pakaian yang bergantung di dalam kamar.

19
4. Bersarang dan bertelur di genangan air jernih di dalam dan di sekitar rumah

bukan got atau comberan.

5. Di dalam rumah: bak mandi, tempayan, vas bunga, tempat minum burung, dan

lainnya.

J. Pengertian Aedes albopictus

Nyamuk Aedes albopictus mempunyai habitat di kebun-kebun atau di kawasan

pinggir hutan sehingga sering disebut dengan nyamuk kebun. Nyamuk Aedes albopictus

dapat berkembang biak pada lubang pohon yang berair dan meletakkan telurnya di atas

permukaan air di lubang pohon tersebut (Rahmaniar, 2011).

1. Klasifikasi nyamuk Aedes albopictus

Klasifikasi Aedes albopictus adalah sebagai berikut (Rahmaniar, 2011):

Golongan : Animalia

Filum : Arthropoda

Kelas : Insekta

Ordo : Diptera

Famili : Culicinae

Genus : Aedes

Spesies : Aedes albopictus

2. Morfologi Aedes albopictus

a. Stadium telur dan larva Aedes albopictus

Telur nyamuk Aedes albopictus diletakkan satu-satu di atas permukaan air di

dalam batang pohon mempunyai bentuk tidak berpelampung dan lonjong. Setelah

2 hari telur menjadi larva dengan panjang sekitar 1 mm, dan akan terus bertambah

panjang sesuai dengan tingkatan instar hingga 5 mm pada instar 3 pada hari ke 4

dan mempunyai sifon berambut dan akan terlihat pada larva instar III (Budidarma,

20
2011).

b. Stadium pupa Aedes albopictus

Pada stadium pupa sebagian kecil tubuh pupa melakukan kontak dengan

permukaan air untuk mengambil oksigen melalui corong pernapasan berbentuk

segitiga dan pada stadium pupa tidak melakukan aktivitas makan apapun hingga

waktu 1-2 hari sampai menjadi nyamuk dewasa (Rahmaniar, 2011).

c. Stadium nyamuk Aedes albopictus

Nyamuk Aedes albopictus jantan mempunyai ukuran lebih kecil daripada

nyamuk Aedes albopictus betina. Nyamuk Aedes albopictus akan berkopulasi di

dekat inang nyamuk Aedes albopictus betina untuk memudahkan nyamuk Aedes

albopictus betina memperoleh darah sebagai bahan nutrisi untuk perkembang

biakan telur nyamuk. Untuk membedakan nyamuk Aedes albopictus jantan dan

betina dapat diamati pada bulu yang terletak pada dadanya. Nyamuk Aedes

albopictus betina mempunyai sedikit bulu pada dadanya yang disebut dengan

pilose, sedangkan pada nyamuk Aedes albopictus jantan mempunyai banyak bulu

yang disebut dengan plumose (Rahmaniar, 2011).

K. Perbedaan gambar Aedes aegypti dan Aedes albopictus

1. Gambar telur nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus

Untuk mengetahui perbedaan antara telur nyamuk Aedes aegypti dan Aedes

albopictus, dapat dilihat pada gambar:

Gambar 2. Gambaran makroskopis telur Aedes aegypti dan Gambaran


mikroskopis telur Aedes albopictus (Cutwa, 2014)

21
2. Gambar larva Aedes aegypti dan Aedes albopictus

Untuk mengetahui perbedaan antara larva Aedes aegypti dan Aedes

albopictus, dapat dilihat pada gambar:

Gambar 3. LarvaAedes aegypti (gigi-gigi sisir dalam satu baris) dan larva Aedes
albopictus (ada seperti sisir dalam satu baris) (Cutwa, 2014)

Tabel 2.1: Perbedaan larva Aedes aegypti dan Aedes lbopictus


Bagian Perbedaan larva Aedes aegypti dan Aedes albopictus

Aedes aegypti Aedes albopictus

Siphon Bentuk siphon besar dan pendek Bentuk siphon besar dan
yang berwarna gelap terdapat pendek yang terdapat
pada abdomen terakhir. pada abdomen terakhir.

Gigi sisir Pada segmen ke-8 terdapat Memiliki gigi sisir yang
deretan sisir sebanyak 8-12 buah berbentuk runcing.
bentuknya seperti mahkota.

Posisi dalam Posisi larva sejajar/paralel Posisi larva sejajar


air dengan permukaan air. dengan permukaan air.

Bulu kipas Memiliki 1 pasang bulu kipas. Memiliki 1 pasang bulu


kipas.
Sumber: https://id.scribd.com/document/351554502/perbedaan -nyamuk-doc

3. Gambar pupa Aedes aegypti dan Aedes albopictus

Untuk mengetahui perbedaan antara pupa Aedes aegypti dan Aedes

albopictus, dapat dilihat pada gambar:

22
Gambar 4. Pupa Aedes aegypti (dayung pupa terdapat unggul) dan Aedes
albopictus (dayung pupa terdapat bulu) (Cutwa, 2014)

4. Gambar nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus

Untuk mengetahui perbedaan antara nyamuk Aedes aegypti dan Aedes

albopictus, dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 5. Nyamuk dewasa Aedes aegypti (toraks berbentuk piala dan kaki berwarna
belang - belang) dan Aedes albopictus (toraks terdapat simbul garis putih
dan terdapat belang hitam putih pada kaki) (Cutwa, 2014)

L. Definisi Ibu Rumah Tangga

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah perempuan yang mengurus

seluruh keperluan rumah tangga, seorang istri yang pekerjaan utamanya adalah

mengerjakan seluruh pekerjaan rumah tangga dan tidak bekerja di Kantor. Menurut

pendapat Walker dan Thompson, ibu rumah tangga adalah wanita yang telah menikah dan

tidak bekerja, menghabiskan sebagian waktunya untuk mengurus rumah tangga dan mau

tidak mau setiap hari akan menjumpai suasana yang sama serta tugas–tugas rutin, ibu

rumah tangga memiliki peran utama yang dilakonkan sesuai dengan fitrah kewanitaan

23
(hamil, menyusui, membina anak, membesarkan anak) merupakan inti aktivitasnya.

M.

Perilaku merupakan hasil daripada segala macam pengalaman serta interaksi manusia

dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan.

Perilaku merupakan respon atau reaksi seorang individu terhadap stimulus yang berasal

dari luar maupun dari dalam dirinya (Notoatmojo, 2010). Respon ini terbentuk dua macam

yakni bentuk pasif dan bentuk aktif dimana bentuk pasif adalah respon internal yaitu yang

terjadi dalam diri manusia dan tidak secara langsung dapat dilihat dari orang lain sedangkan

bentuk aktif yaitu apabila perilaku itu dapat diobservasi secara langsung (Triwibowo,

2015).

Menurut Notoatmodjo (2011), dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus maka

perilaku dapat dibedakan menjadi dua:

1. Bentuk pasif atau perilaku tertutup (covert behavior)

Respons atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian,

persepsi, pengetahuan atau kesadaran dan sikap yang terjadi pada seseorang yang

menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.

2. Bentuk aktif atau perilaku terbuka (overt behavior)

Respons terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau

praktik, yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat orang lain.

24
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian, maka metode penelitian yang digunakan adalah

metode Deskriptif Kuantitatif yaitu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama

untuk membuat gambaran deskriptif tentang suatu keadaan secara objektif yang

menggunakan angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiran terhadap data tersebut serta

penampilan dan hasilnya. (Arikunto, 2006).

25
B. Tempat dan Waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Kelurahan Oebufu Kota Kupang pada bulan

Februari sampai Maret 2023.

C. Variabel Penelitian

Variabel yang hendak diteliti antara lain:

D. Populasi

E. Sampel dan Teknik Sampling

F. Definisi Operasional

G. Prosedur Penelitian

Langkah – langkah yang dilakukan peneliti adalah:


1. Studi literatur
2. Penentuan lokasi penelitian
3. Observasi lapangan
4. Penentuan masalah penelian
5. Penulisan proposal
6. Pengujian proposal
7. Perizinan penelitian
8. Kegiatan penelitian
9. Pelaporan hasil penelitian
10. Pengujian hasil penelitian
11. Publikasi penelitian

H. Analis Hasil

26

Anda mungkin juga menyukai