Anda di halaman 1dari 67

TUGAS IKM

RENDAHNYA PENEMUAN SUSPEK TUBERKULOSIS DI


PUSKESMAS BENDOSARI TAHUN 2019
Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat

Pembimbing
dr. M. Shoim Dasuki, M.Kes

Disusun oleh :
M Eko Andry Setyawan J510185107
Setiadi J510185106
Femina Putri M J510185108
Vesty Anggraini H J510185116

KEPANITERAAN KLINIK
ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
PUSKESMAS BENDOSARI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2020
LEMBAR PENGESAHAN
RENDAHNYA PENEMUAN SUSPEK TUBERKULOSIS DI
PUSKESMAS BENDOSARI TAHUN 2019
Yang diajukan oleh:
M Eko Andry Setyawan J510185107
Setiadi J510185106
Femina Putri M J510185108
Vesty Anggraini H J510185116

Telah Disetujui dan Disahkan oleh Tim Pembimbing Kepaniteraan Klinik


Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Keluarga Bagian Program
Pendidikan Profesi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pada hari……………….., ………………………2019

Pembimbing

Nama : dr. Sugeng Purnomo, M.Gizi (.............................)


NIP : 19671122 200112 1 002

Penguji

Nama : dr. M. Shoim Dasuki, M. Kes (.............................)


NIP : 060202602

Penguji

Nama : Bejo Raharjo, S.K.M, M.Kes (.............................)


NIP : 19710611 199411 1 004
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN.....................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
DAFTAR TABEL...................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR...............................................................................................v
DAFTAR LAMPIRAN...........................................................................................vi
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................3
C. Tujuan...........................................................................................................3
D. Manfaat Program...........................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................5
A. Demam Berdarah Dengue (DBD).................................................................5
B. Vektor..........................................................................................................10
C. Pengendalian Vektor DBD..........................................................................11
D. Jenis dan Aplikasi Insektisida untuk Pengendalian Vektor DBD...............13
E. Kewaspadaan Dini dan Penanggulangan DBD...........................................15
F. Program Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit DBD..........................19
G. Upaya Inovasi Puskesmas Bendosari..........................................................28
H. Menetapkan Prioritas Masalah....................................................................28
BAB III METODE PENERAPAN KEGIATAN...................................................30
A. Gambaran Umum Kecamatan Bendosari, Kabupaten Sukoharjo...............30
B. Manajemen Pengendalian Penyakit Demam Berdarah Dengue.................35
BAB IV PEMECAHAN MASALAH....................................................................40
A. Hasil Kinerja Puskesmas Bendosari...........................................................40
B. Penentuan Prioritas Masalah.......................................................................40
C. Analisis Penyebab Masalah........................................................................44
C. Rencana Pemecahan Masalah.....................................................................49
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN................................................................54
A. Kesimpulan.................................................................................................54
B. Saran............................................................................................................55
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................56

iii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Jumlah Tenaga Kesehatan........................................................................33
Tabel 2. Hasil Kinerja Puskesmas Bendosari Januari-Juni 2009...........................40
Tabel 3. Penentuan prioritas masalah....................................................................41
Tabel 4. Angka Bebas Jentik Puskesmas Bendosari tahun 2016-Juni 2019..........41
Tabel 5. Jumlah kasus DBD Puskesmas Bendosari Tahun 2016-Mei 2019..........42
Tabel 6. Angka Kesakitan DBD Puskesmas Bendosari Tahun 2016-Mei 2019....42
Tabel 7. Korelasi Peningkatan ABJ dengan Penurunan Kasus DBD....................43
Tabel 8. Analisa SWOT.........................................................................................47
Tabel 9. Daftar Pemecahan Masalah......................................................................49
Tabel 10. Program CABE ANTIK.........................................................................53

iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Klasifikasi Infeksi Dengue.....................................................................7
Gambar 2. Daur Hidup Nyamuk............................................................................11
YGambar 3. Peta Wilayah Kecamatan Bendosari..................................................31
Gambar 4. Bagan Standar Operasional Prosedur Penanggulangan Fokus DBD...39

v
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Standar Operasional Prosedur “CABE ANTIK”................................59
Lampiran 2. Stiker “Awas SAJEN”.......................................................................63
Y

vi
1

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit menular kronis
yang telah lama dikenal di masyarakat. Berdasarkan data World Health
Organization (WHO) pada tahun 2014 terdapat 9,6 juta penduduk dunia
terinfeksi kuman TB. Jumlah kasus TB paru terbanyak berada pada
wilayah Afrika (37%), wilayah Asia Tenggara (28%), dan wilayah
Mediterania Timur (17%).1
Prevalensi TB di Indonesia dan negara berkembang lainnya cukup
tinggi. Pada tahun 2006, terdapat > 600.000 kasus baru di Indonesia. TB
umumnya menyerang masyarakat usia produktif (15–55 tahun) dan sosial
ekonomi rendah sehingga berdampak pada pemberdayaan sumber daya
manusia yang dapat menghambat pertumbuhan ekonomi negara. 2 Angka
kematian karena infeksi TB berjumlah sekitar 300 orang per hari dan
terjadi > 100.000 kematian per tahun. Tingginya angka kematian akibat
TB diakibatkan oleh kurangnya kontrol masyarakat terhadap pengobatan
TB yang disebabkan rendahnya sikap serta pengetahuan masyarakat
terhadap pengobatan TB. Hal tersebut merupakan tantangan bagi semua
pihak untuk terus berupaya mengendalikan infeksi ini.3
Indonesia menduduki peringkat kelima negara dengan beban TB
tertinggi di dunia. Estimasi prevalensi TB semua kasus sebesar 660,000
dan estimasi insidensi berjumlah 430,000 kasus baru per tahun. Jumlah
kematian akibat TB diperkirakan 61,000 kematian per tahunnya.
Penemuan kasus baru TB di Indonesia sebanyak 420.994 kasus pada tahun
2017 (data per 17 Mei 2018). Prevalensi tuberkulosis per 100.000
penduduk pada tahun 2019 sebesar 245. Pencapaian Case Detection Rate
(CDR) di Jawa Tengah tahun 2008-2017 masih dibawah target yang
ditetapkan sebesar 70%.4
Penyakit TB paru merupakan salah satu penyakit yang sulit
ditanggulangi di Puskesmas Bendosari Kabupaten Sukoharjo. Pemerintah
2

Daerah Sukoharjo berkomitmen memberantas penyakit TB Paru dengan


cara memutus rantai penularan penyakit TB Paru melalui pengobatan
adekuat serta penjaringan suspek TB secara rutin. Untuk mendukung
komitmen tersebut ditetapkan target yang ingin dicapai yaitu ditemukan
153 kasus suspek TB pada tahun 2018 di Wilayah Kerja Puskesmas
Bendosari Kabupaten Sukoharjo. Namun, pada tahun 2019 hanya
ditemukan 104 kasus suspek TB terhitung sampai bulan Agustus.
Pencapaian yang masih kurang dari target tersebut berkaitan erat dengan
beberapa faktor antara lain tingkat pengetahuan masyarakat mengenai TB
paru, media promosi, serta fasilitas pelayanan kesehatan terkait.
Berdasarkan survei lapangan yang telah kami lakukan,
pengetahuan masyarakat Bendosari mengenai cara penularan, gejala, dan
pengobatan TB umumnya masih kurang. Selain itu, masih terdapat
stigmatisasi dan diskriminasi pada penderita TB sehingga masyarakat
enggan berobat ke fasilitas pelayanan kesehatan. Jumlah tenaga medis
yang terbatas juga menjadi kendala dalam kegiatan skrining pasien baru
TB. Hal tersebut juga menjadi faktor penting kurangnya penjaringan
suspek TB di Puskesmas Bendosari Kabupaten Sukoharjo.5
Berdasarkan permasalahan tersebut, kami tertarik untuk membuat
tugas ilmiah dengan judul “Upaya Penemuan Kasus Baru Penderita
Tuberkulosis di Puskesmas Bendosari”.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan penguraian dalam latar belakang masalah tersebut di
atas, didapatkan rumusan masalah sebagai berikut:
“Bagaimana upaya dalam penemuan kasus baru penderita
tuberkulosis di Puskesmas Kecamatan Bendosari, Kabupaten Sukoharjo
untuk menurunkan angka penderita Tuberkulosis (TB)?”
3

C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mengetahui manajemen pengendalian penularan penyakit TB
dengan meningkatkan penemuan kasus baru penderita TB di
Puskesmas Kecamatan Bendosari, Kabupaten Sukoharjo.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui cakupan angka penemuan kasus baru Tuberkulosis di
wilayah kerja Puskesmas Bendosari Kabupaten Sukoharjo.
b. Mengetahui permasalahan penemuan kasus baru Tuberkulosis di
wilayah kerja Puskesmas Bendosari Kabupaten Sukoharjo.
c. Menyusun perumusan penyelesaian masalah penemuan kasus baru
Tuberkulosis di wilayah kerja Puskesmas Bendosari Kabupaten
Sukoharjo.
d. Menyusun solusi permasalahan penemuan kasus baru Tuberkulosis
di wilayah kerja Puskesmas Bendosari Kabupaten Sukoharjo.

D. MANFAAT PROGRAM
1. Bagi Mahasiswa
a. Penelitian ini dapat menambah wawasan mahasiswa mengenai
upaya peningkatan angka penemuan kasus baru Tuberkulosis di
Puskesmas Bendosari.
b. Memberikan kontribusi melalui ide dan program kerja yang
melibatkan multisectoral di wilayah kerja Puskesmas Bendosari
Kabupaten Sukoharjo.
2. Bagi Puskesmas Bendosari
a. Penelitian ini dapat menjadi inovasi baru dalam upaya
penemuan kasus baru Tuberkulosis di Puskesmas Bendosari
Kabupaten Sukoharjo.
b.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tuberkulosis
1. Definisi tuberkulosis
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang
disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis).6 Definisi kasus
TB adalah sebagai berikut:
a. Kasus TB definitif adalah kasus dengan salah satu spesimen biologis
positif dengan pemeriksaan mikroskopis apusan dahak, biakan atau
diagnostik cepat yg telah disetujui oleh WHO.
b. Kasus TB diagnosis klinis adalah kasus TB yang tidak dapat
memenuhi kriteria konfirmasi bakteriologis walau telah diupayakan
maksimal tetapi ditegakkan diagnosis TB aktif oleh klinisi yang
memutuskan untuk memberikan pengobatan TB berdasarkan foto
thoraks yang abnormal, histologi sugestif dan kasus ekstra paru.
c. Suspek TB adalah seseorang dengan gejala atau tanda sugestif TB.
Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga
mengenai organ tubuh lainnya termasuk meninges, ginjal, tulang, dan
nodus limfe. Tuberkulosis merupakan infeksi bakteri kronik yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Gejala umum TB adalah
batuk produktif lebih dari 2 minggu yang disertai gejala pernafasan seperti
sesak nafas, nyeri dada, batuk darah dan atau gejala tambahan seperti
menurunnya nafsu makan, penurunana berat badan, keringat malam dan
mudah lelah.6

Untuk terpapar penyakit TB pada seseorang dipengaruhi oleh


beberapa faktor seperti : status sosial ekonomi, status gizi, umur, jenis
kelamin7
2. Penularan Tuberkulosis

a. Sumber penularan TB
Sumber penularan adalah pasien TB terutama pasien yang
mengandung kuman TB dalam dahaknya. Pada waktu batuk atau
bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan
dahak (droplet nuclei / percik renik). Infeksi akan terjadi apabila
seseorang menghirup udara yang mengandung percikan dahak yang
infeksius. Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan
dahak yang mengandung kuman sebanyak 0-3500 M.tuberculosis.
Sedangkan kalau bersin dapat mengeluarkan sebanyak 4500 –
1.000.000 M.tuberculosis.7
b. Perjalanan alamiah TB pada manusia.
Terdapat 4 tahapan perjalanan alamiah penyakit.Tahapan
tersebut meliputi tahap paparan, infeksi, menderita sakit dan
meninggal dunia
3. Faktor risiko
Faktor risiko untuk menjadi sakit TB adalah tergantung dari:7
a) Konsentrasi/jumlah kuman yang terhirup
b) Lamanya waktu sejak terinfeksi
c) Usia seseorang yang terinfeksi
d) Tingkat daya tahan tubuh seseorang. Seseorang dengan daya
tahan tubuh yang rendah diantaranya infeksi HIV AIDS dan
malnutrisi (gizi buruk) akan memudahkan berkembangnya TB
Aktif (sakit TB).
e) Infeksi HIV. Pada seseorang yang terinfeksi TB, 10%
diantaranya akan menjadi sakit TB. Namun pada seorang
dengan HIV positif akan meningkatkan kejadian TB. Orang
dengan HIV berisiko 20-37 kali untuk sakit TB dibandingkan
dengan orang yang tidak terinfeksi HIV, dengan demikian
penularan TB di masyarakat akan meningkat pula.
1) Meninggal dunia
Faktor risiko kematian karena TB:7
a) Akibat dari keterlambatan diagnosis
b) Pengobatan tidak adekuat.
c) Adanya kondisi kesehatan awal yang buruk atau penyakit
penyerta.

d) Pada pasien TB tanpa pengobatan, 50% diantaranya akan


meninggal dan risiko ini meningkat pada pasien dengan HIV
positif. Begitu pula pada ODHA, 25% kematian disebabkan
oleh TB.

4. Patogenesis tuberkulosis
Perjalanan infeksi tuberkulosis paru terjadi melalui 5 stage:8
a. Kuman TB masuk ke alveoli difagositosis oleh makrofag yang
umumnya dapat dihancurkan. Bila daya bunuh makrofag rendah,
kuman TB akan berproliferasi dalam sitoplasma makrofag dan
menyebabkan lisis. Pada stage ini belum ada pertumbuhan kuman.8
b. Stage simbiosis, kuman tumbuh dalam non-activated macrophage yang
gagal mendestruksi kuman hingga makrofag hancur. Kemudian
makrofag lain akan memfagositosis kuman TB tersebut yang berada di
tempat radang. Lama kelamaan akan makin banyak kkuman TB dan
makrofag yang berkumpul di lesi.8
c. Terjadi nekrosis kaseosa. Pada stage ini delayed type of hypersensitivity
merupakan respon imun yang mampu menghancurkan makrofag berisi
kuman. Respon ini terbentuk 4-8 minggu dari awal infeksi. Dalam
kaseosa, kuman ekstraseluler tidak bisa tumbuh, dikelilingi non-
activated macrophage, dan partly activated macrophage. Pertumbuhan
kuman terhenti, namun respon DTH menyebabkan perluasan sentral
kaseus dan progresifitas penyakit. Pada keadaan ini kuman tidak
sensitif terhadap terapi.8
d. Respon imun cell mediated immunity (CMI) mengaktifkan makrofag
yang mampu memfagositosis dan menghancurkan kuman. Activated
macrophage menyelimuti tepi kaseous untuk mencegah terlepasnya
kuman. Jika CMI lemah, kuman akan dapat berkembang biak di
dalamnya dan selanjutnya dihanjurkan oleh respon imun DTH sehingga
nekrosis kaseosa menjadi semakin luas. Kuman TB yang terlepas akan
masuk dalam kelenjar limfe trakheobronkhial dan menyebar ke organ
lain.8
e. Terjadi pencairan sentral kaseous dimana untuk pertama kalinya terjadi
multiplikasi kuman TB ekstraseluler yang dapat mencapai jumlah besar.
Dengan progresifitas penyakit terjadi perlunakan nekrosis kaseosa,
membentuk kavitas dan erosi dinsing bronkus. Kuman TB masuk ke
bronkus dan menyebar ke bagian paru lain dan jaringan sekitarnya.8

5. Manifestasi klinis
a. Gejala klinis
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3
minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu
dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu
makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari
tanpa kegiatan fisik,demam meriang lebih dari satu bulan. Gejala-gejala
tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB,
seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-
lain.9,10,11
b. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan jasmani kelainan yang akan dijumpai
tergantung dari organ yang terlibat. Kelainan paru pada umumnya
terletak di daerah lobus superior terutama daerah apex dan segmen
posterior, serta daerah apex lobus inferior.12
Pada pemeriksaan jasmani dapat ditemukan antara lain suara
napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah,tanda-tanda
penarikan paru, diafragma & mediastinum. Pada perkusi ditemukan
pekak, pada auskultasi suara napas yang melemah sampai tidak
terdengar pada sisi yang terdapat cairan.12
Pada limfadenitis tuberkulosa, terlihat pembesaran kelenjar
getah bening, tersering di daerah leher (pikirkan kemungkinan
metastasis tumor), kadang-kadang di daerah ketiak. Pembesaran
kelenjar tersebut dapat menjadi “cold abscess”.12

6. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Bakteriologi
1) Pemeriksaan dahak mikroskopis langsung
Pemeriksaan dahak selain berfungsi untuk menegakkan
diagnosis, juga untuk menentukan potensi penularan dan menilai
keberhasilan pengobatan. Pemeriksaan dahak untuk penegakan
diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 2 contoh uji dahak yang
dikumpulkan berupa dahak Sewaktu-Pagi (SP):7
a) S (Sewaktu): dahak ditampung di fasyankes.
b) P (Pagi): dahak ditampung pada pagi segera setelah bangun
tidur. Dapat dilakukan dirumah pasien atau di bangsal rawat
inap bilamana pasien menjalani rawat inap.
2) Pemeriksaan Tes Cepat Molekuler (TCM) TB
Pemeriksaan tes cepat molekuler dengan metode Xpert
MTB/RIF. TCM merupakan sarana untuk penegakan diagnosis,
namun tidak dapat dimanfaatkan untuk evaluasi hasil pengobatan.7
3) Pemeriksaan biakan
Pemeriksaan biakan dapat dilakukan dengan media padat
(Lowenstein-Jensen) dan media cair (Mycobacteria Growth
Indicator Tube) untuk identifikasi Mycobacterium tuberkulosis
(M.tb).7
Pemeriksaan tersebut diatas dilakukan disarana laboratorium
yang terpantau mutunya. Dalam menjamin hasil pemeriksaan
laboratorium, diperlukan contoh uji dahak yang berkualitas. Pada
faskes yang tidak memiliki akses langsung terhadap pemeriksaan
TCM, biakan, dan uji kepekaan, diperlukan sistem transportasi contoh
uji. Hal ini bertujuan untuk menjangkau pasien yang membutuhkan
akses terhadap pemeriksaan tersebut serta mengurangi risiko
penularan jika pasien bepergian langsung ke laboratorium.7
b. Pemeriksaan penunjang lainnya
1) Pemeriksaan foto toraks

Gambar 1. Foto thorax pada pasien TB8

2) Pemeriksaan histopatologi pada kasus yang dicurigai TB


ekstraparu.
c. Pemeriksaan uji kepekaan obat
Uji kepekaan obat bertujuan untuk menentukan ada tidaknya
resistensi M.tb terhadap OAT. Uji kepekaan obat tersebut harus
dilakukan di laboratorium yang telah lulus uji pemantapan
mutu/Quality Assurance (QA), dan mendapatkan sertifikat nasional
maupun internasional.7
d. Pemeriksaan serologis
Sampai saat ini belum direkomendasikan.7
7. Diagnosis tuberkulosis

Gambar 2. Alur diagnosis TB paru 7


e. Diagnosis TB pada anak

1) Tanda dan gejala klinis


Gejala klinis berupa gejala sistemik/umum atau sesuai organ terkait.
Gejala klinis TB pada anak tidak khas, karena gejala serupa juga dapat
disebabkan oleh berbagai penyakit selain TB. Gejala khas TB sebagai berikut:7
a) Batuk ≥ 2 minggu
b) Demam ≥ 2 minggu
c) BB turun atau tidak naik dalam 2 bulan sebelumnya
d) Lesu atau malaise ≥ 2 minggu
8. Pengobatan tuberkulosis
a. Kategori OAT di Indonesia
Kategori OAT yang digunakan oleh program nasional
penanggulangan TB di Indonesia terbagi menjadi kategori 1 dan 2 serta
kategori OAT sisipan dan OAT anak. Paduan OAT kategori-1 dan
kategori-2 disediakan dalam bentuk paket berupa obat Kombinasi Dosis
Tetap (OAT-KDT), sedangkan kategori anak sementara ini disediakan
dalam bentuk OAT kombipak (paket obat lepas yang dikemas dalam
bentuk blister). Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4
jenis obat dalam satu tablet. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk
satu pasien. Kombinasi Dosis Tetap (KDT) mempunyai beberapa
keuntungan dalam pengobatan TB, yaitu: 9,13
1) Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin
efektifitas obat dan mengurangi efek samping.
2) Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan resiko
terjadinya resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan
resep.

3) Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian


obat menjadi sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien

1) Kategori 1: 2RHZE/4(RH)3
Obat kategori ini diperuntukan untuk pasien baru TB paru
BTA positif, pasien baru TB paru BTA negatif foto thorax positif,
dan pasien TB ekstra paru. 9,13

Tabel 1. Dosis panduan OAT KDT kategori 1 9,13


Tahap Intensif Tahap Lanjutan
Berat badan Pemberian setiap hari Pemberian 3 kali seminggu
(kg) selama 56 hari selama 16 minggu
RHZE (150/75/400/275) RH (150/150)

30-37 2 tablet 4 KDT 2 tablet 2 KDT

38-54 3 tablet 4 KDT 3 tablet 2 KDT

55-70 4 tablet 4 KDT 4 tablet 2 KDT

≥71 5 tablet 4 KDT 5 tablet 2 KDT

Tabel 2. Dosis panduan OAT kombipak kategori 19,13


Jumlah
hari/kali
Dosis per hari/kali
menelan
Tahap Lama obat
pengobatan pengobatan Tablet
Kaplet Tablet Tablet
isoniazid
rimfampisin pirazinami ethambutol
@300
@450 mg d @500 mg @250 mg
mg

Intensif 2 bulan 1 1 3 3 56

Lanjutan 4 bulan 2 1 - - 48

2) Kategori 2: 2RHZE/(RHZE)/5(RH)3E3

Obat kategori ini diperuntukkan untuk pasien BTA positif


yang telah diobati sebelumnya (pasien kambuh, pasien gagal
pengobatan, dan pasien dengan pengobatan setelah putus
berobat).9,13

Tablet 3. Dosis panduan OAT KDT kategori 29,13


Berat Tahap intensif Tahap lanjutan
Pemberian setiap hari
badan Pemberian 3 kali seminggu
RHZE (150/75/400/275) + S
(kg) RH (150/150)+ E (400)

Selama 56 hari Selama 28 hari Selama 20 minggu

2 tab 4KDT + 500 mg inj 2 tab 2KDT + 2 tab


30-37 2 tab 4 KDT
streptomisin ethambutol

3 tab 4KDT + 750 mg inj 3 tab 2KDT + 3 tab


38-54 3 tab 4 KDT
streptomisin ethambutol

4 tab 4KDT + 1000 mg 4 tab 2KDT + 4 tab


55-70 4 tab 4 KDT
inj streptomisin ethambutol

5 tab 4KDT + 1000 mg 5 tab 2KDT + 5 tab


≥71 5 tab 4 KDT
inj streptomisin ethambutol
Tabel 4. Dosis panduan OAT kombipak kategori 2 9,13
Tablet Kaplet Tablet Jumlah
Tahap Tablet Ethambutol Injeksi
Lama Isoniazi Rifampisi hari/kali
pengobata Pirazinamid Streptomisi
pengobatan d @300 n @450 menelan
n @500 mg @250 @40 n
mg mg mg 0 mg obat

Tahap
intensif 2 bulan 1 1 3 3 - 0.75 gr 56
(dosis 1 bulan 1 1 3 3 - - 28
harian)

Tahap
lanjutan
4 bulan 2 1 - 1 2 - 60
(dosis 3x
seminggu)

3) Kategori OAT sisipan: RHZE

Kategori obat ini diberikan kepada pasien BTA positif yang


pada akhir pengobatan intensif masih menunjukkan hasil BTA
positif. Paket sisipan ini sama seperti paket tahapan intensif
kategori 1 yang diberikan selama 28 hari. 9,13

Tabel 5. Dosis OAT KDT sisipan 9,13


Tahap Intensif
Berat badan
Pemberian setiap hari selama 28 hari
(kg)
RHZE (150/75/400/275)

30-37 2 tablet 4 KDT

38-54 3 tablet 4 KDT

55-70 4 tablet 4 KDT

≥71 5 tablet 4 KDT

Tabel 6. Dosis OAT kombipak sisipan9,13


Tahap Lama Dosis per hari/kali Jumlah
pengobatan pengobatan hari/kali
menelan
obat
Tablet
Kaplet Tablet Tablet
isoniazid
rimfampisin pirazinami ethambutol
@300
@450 mg d @500 mg @250 mg
mg

Intensif 1 bulan 1 1 3 3 28

4) Kategori OAT anak: 2RHZ/4RH

Prinsip dasar pengobatan TB adalah minimal 3 macam obat


dan diberikan dalam waktu 6 bulan. OAT pada anak diberikan
setiap hari, baik pada tahap intensif maupun tahap lanjutan dosis
obat harus disesuaikan dengan berat badan anak. 9,13

Tabel 7. Dosis OAT kombipak anak9,13


Jenis obat BB < 10 kg BB 10 – 19 kg BB 20 – 32 kg

Isoniazid 50 mg 100 mg 200 mg

Rifampisin 75 mg 150 mg 300 mg

Pirazinamid 150 mg 300 mg 600 mg

Tabel 8. Dosis OAT KDT anak9,13


Berat badan 2 bulan setiap hari 4 bulan setiap hari
(kg) RHZ(75/50/150) RH (75/50)

5-9 1 tablet 1 tablet

10-14 2 tablet 2 tablet

15-19 3 tablet 3 tablet

20-32 4 tablet 4 tablet

Keterangan: 9,13
a. Bayi dengan berat badan kurang dari 5 kg dirujuk ke rumah
sakit
b. Anak dengan BB 15-19 kg dapat diberikan 3 tablet.
c. Anak dengan BB > 33 kg , dirujuk ke rumah sakit.
d. Obat harus diberikan secara utuh, tidak boleh dibelah
e. OAT KDT dapat diberikan dengan cara : ditelan secara utuh
atau digerus sesaat sebelum diminum.

Pada semua anak, terutama balita yang tinggal serumah atau


kontak erat dengan penderita TB dengan BTA positif, perlu
dilakukan pemeriksaan menggunakan sistem skoring. Bila hasil
evaluasi dengan skoring sistem didapat skor < 5, kepada anak
tersebut diberikan Isoniazid (INH) dengan dosis 5-10 mg/kg
BB/hari selama 6 bulan. Bila anak tersebut belum pernah mendapat
imunisasi BCG, imunisasi BCG dilakukan setelah pengobatan
pencegahan selesai. 9,13

b. Pengobatan TB pada keadaan khusus


1) Kehamilan
Pada prinsipnya pengobatan TB pada kehamilan tidak
berbeda dengan pengobatan TB pada umumnya. Menurut WHO,
hampir semua OAT aman untuk kehamilan, kecuali streptomisin.
Streptomisin tidak dapat dipakai pada kehamilan karena bersifat
permanent ototoxic dan dapat menembus barier placenta. Keadaan
ini dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pendengaran dan
keseimbangan yang menetap pada bayi yang akan dilahirkan. Perlu
dijelaskan kepada ibu hamil bahwa keberhasilan pengobatannya
sangat penting artinya supaya proses kelahiran dapat berjalan lancar
dan bayi yang akan dilahirkan terhindar dari kemungkinan tertular
TB.13
2) Ibu menyusui dan bayinya
Pada prinsipnya pengobatan TB pada ibu menyusui tidak
berbeda dengan pengobatan pada umumnya. Semua jenis OAT aman
untuk ibu menyusui. Seorang ibu menyusui yang menderita TB
harus mendapat paduan OAT secara adekuat. Pemberian OAT yang
tepat merupakan cara terbaik untuk mencegah penularan kuman TB
kepada bayinya. Ibu dan bayi tidak perlu dipisahkan dan bayi
tersebut dapat terus disusui. Pengobatan pencegahan dengan INH
diberikan kepada bayi tersebut sesuai dengan berat badannya. 13
3) Pasien TB pengguna kontrasepsi
Rifampisin berinteraksi dengan kontrasepsi hormonal (pil
KB, suntikan KB, susuk KB), sehingga dapat menurunkan efektifitas
kontrasepsi tersebut. Seorang pasien TB sebaiknya mengggunakan
kontrasepsi non-hormonal, atau kontrasepsi yang mengandung
estrogen dosis tinggi (50 mcg). 13
4) Pasien TB dengan hepatitis akut
Pemberian OAT pada pasien TB dengan hepatitis akut dan
atau klinis ikterik, ditunda sampai hepatitis akutnya mengalami
penyembuhan. Pada keadaan dimana pengobatan Tb sangat
diperlukan dapat diberikan streptomisin (S) dan Etambutol (E)
maksimal 3 bulan sampai hepatitisnya menyembuh dan dilanjutkan
dengan Rifampisin (R) dan Isoniasid (H) selama 6 bulan. 13
5) Pasien TB dengan kelainan hati kronik
Bila ada kecurigaan gangguan faal hati, dianjurkan
pemeriksaan faal hati sebelum pengobatan Tb. Kalau SGOT dan
SGPT meningkat lebih dari 3 kali OAT tidak diberikan dan bila telah
dalam pengobatan, harus dihentikan. Kalau peningkatannya kurang
dari 3 kali, pengobatan dapat dilaksanakan atau diteruskan dengan
pengawasan ketat. Pasien dengan kelainan hati, Pirasinamid (Z)
tidak boleh digunakan. Paduan OAT yang dapat dianjurkan adalah
2RHES/6RH atau 2HES/10HE. 13
6) Pasien TB dengan gagal ginjal
Isoniasid (H), Rifampisin (R) dan Pirasinamid (Z) dapat di
ekskresi melalui empedu dan dapat dicerna menjadi senyawa-
senyawa yang tidak toksik. OAT jenis ini dapat diberikan dengan
dosis standar pada pasien-pasien dengan gangguan ginjal.
Streptomisin dan Etambutol diekskresi melalui ginjal, oleh karena itu
hindari penggunaannya pada pasien dengan gangguan ginjal.
Apabila fasilitas pemantauan faal ginjal tersedia, Etambutol dan
Streptomisin tetap dapat diberikan dengan dosis yang sesuai faal
ginjal. Paduan OAT yang paling aman untuk pasien dengan gagal
ginjal adalah 2HRZ/4HR. 13
7) Pasien TB dengan diabetes melitus
Diabetes harus dikontrol. Penggunaan Rifampisin dapat
mengurangi efektifitas obat oral anti diabetes (sulfonilurea) sehingga
dosis obat anti diabetes perlu ditingkatkan. Insulin dapat digunakan
untuk mengontrol gula darah, setelah selesai pengobatan TB,
dilanjutkan dengan anti diabetes oral. Pada pasien Diabetes Mellitus
sering terjadi komplikasi retinopathy diabetika, oleh karena itu hati-
hati dengan pemberian etambutol, karena dapat memperberat
kelainan tersebut. 13
8) Pasien TB yang perlu mendapat tambahan kortikosteroid
Kortikosteroid hanya digunakan pada keadaan khusus yang
membahayakan jiwa pasien seperti: 13
a) Meningitis TB
b) TB milier dengan atau tanpa meningitis
c) TB dengan Pleuritis eksudativa
d) TB dengan Perikarditis konstriktiva.
Selama fase akut prednison diberikan dengan dosis 30-40 mg per
hari, kemudian diturunkan secara bertahap. Lama pemberian
disesuaikan dengan jenis penyakit dan kemajuan pengobatan. 13
9) Pasien TB dengan infeksi HIV/AIDS
Tatalaksanan pengobatan TB pada ODHA adalah sama
seperti pasien TB lainnya. Pada prinsipnya pengobatan TB diberikan
segera, sedangkan pengobatan ARV dimulai berdasarkan stadium
klinis HIV atau hasil CD4. Penting diperhatikan dari pengobatan TB
pada ODHA adalah apakah pasien tersebut sedang dalam
pengobatan ARV atau tidak. 13
B. Situasi TB di Indonesia
1. Epidemiologi
Indonesia sekarang berada pada ranking kelima negara dengan beban
TB tertinggi di dunia. Estimasi prevalensi TB semua kasus adalah sebesar
660,000 dan estimasi insidensi berjumlah 430,000 kasus baru per tahun.
Jumlah kematian akibat TB diperkirakan 61,000 kematian per tahunnya.6
Menurut laporan WHO tahun 2015, Indonesia sudah berhasil
menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat TB di tahun 2015 jika
dibandingkan dengan tahun 1990. Angka prevalensi TB yang pada tahun
1990 sebesar > 900 per 100.000 penduduk, pada tahun 2015 menjadi 647
per 100.000 penduduk. Dari semua indikator MDG’s untuk TB di Indonesia
saat ini baru target penurunan angka insidens yang sudah tercapai. Untuk itu
perlu upaya yang lebih besar dan terintegrasi supaya Indonesia bisa
mencapai target SDG’s pada tahun 2030 yang akan datang.7
2. Pengetahuan, sikap, dan perilaku
Hasil survei prevalensi TB (2004) mengenai pengetahuan, sikap, dan
perilaku menunjukkan bahwa 96% keluarga merawat anggota keluarga yang
menderita TB dan hanya 13% yang menyembunyikan keberadaan mereka.
Meskipun 76% keluarga pernah mendengar tentang TB dan 85%
mengetahui bahwa TB dapat disembuhkan, akan tetapi hanya 26% yang
dapat menyebutkan dua tanda dan gejala utama TB. Cara penularan TB
dipahami oleh 51% keluarga dan hanya 19% yang mengetahui bahwa
tersedia obat TB gratis.6

C. Indikator Program Pengendalian TB di Indonesia


Untuk mempermudah analisis data diperlukan indikator sebagai alat ukur
kinerja dan kemajuan program (marker of progress). Dalam menilai kemajuan
atau keberhasilan program pengendalian TB digunakan beberapa indikator yaitu
indikator dampak, indikator utama dan indikator operasional.7,9

a. Indikator Dampak
Merupakan indikator yang menggambarkan keseluruhan dampak
atau manfaat kegiatan penanggulangan TB. Indikator ini akan diukur dan di
analisis di tingkat pusat secara berkala. Yang termasuk indikator dampak
adalah:

1) Angka Prevalensi TB
2) Angka Insidensi TB
3) Angka Mortalitas TB

b. Indikator Utama
Indikator utama digunakan untuk menilai pencapaian strategi
nasional penanggulangan TB di tingkat Kabupaten/Kota, Provinsi, dan
Pusat. Adapun indikatornya adalah:

1) Cakupan pengobatan semua kasus TB (case detection rate/CDR) yang


diobati
2) Angka notifikasi semua kasus TB (case notification rate/CNR) yang
diobati per 100.000 penduduk
3) Angka keberhasilan pengobatan pasien TB semua kasus
4) Cakupan penemuan kasus resistan obat
5) Angka keberhasilan pengobatan pasien TB resistan obat
6) Persentase pasien TB yang mengetahui status HIV

D. Analisa Indikator
Indikator yang harus dianalisa secara rutin (triwulan dan tahunan) adalah
sebagai berikut;
a. Indikator Dampak
1) Angka kesakitan (insiden) karena TB
Insiden adalah jumlah kasus TB baru dan kambuh yang muncul
selama periode waktu tertentu. Angka ini menggambarkan jumlah kasus
TB di populasi, tidak hanya kasus TB yang datang ke pelayanan kesehatan
dan dilaporkan ke program. Angka ini biasanya diperoleh melalui
penelitian cohort atau pemodelan (modelling) yang dilakukan setiap tahun
oleh WHO.7,9
2) Angka kematian (mortalitas) karena TB
Mortalitas karena TB adalah jumlah kematian yang disebabkan
oleh TB pada orang dengan HIV negatif sesuai dengan revisi terakhir dari
ICD-10 (international classification of diseases). Kematian TB di antara
orang dengan HIV positif diklasifikasikan sebagai kematian HIV. Oleh
karena itu, perkiraan kematian TB pada orang dengan HIV positif
ditampilkan terpisah dari dengan orang HIV negatif. 7,9 Angka ini biasanya
diperoleh melalui data dari Global Report. 7,9
Catatan:
Angka ini berbeda dengan data yang dilaporkan pada hasil akhir
pengobatan di laporan TB.08. Pada laporan TB.08, kasus TB yang
meninggal dapat karena sebab apapun yang terjadi selama pengobatan TB
sedangkan mortalitas TB merupakan jumlah kematian karena TB yang
terjadi di populasi. 7,9

b. Indikator Utama
1) Cakupan pengobatan semua kasus TB (case detection rate/CDR) yang
diobati adalah jumlah semua kasus TB yang diobati dan dilaporkan di
antara perkiraan jumlah semua kasus TB (insiden). 7
Rumus:

Perkiraan jumlah semua kasus TB merupakan insiden dalam per


100.000 penduduk dibagi dengan 100.000 dikali dengan jumlah penduduk.
Misalnya: perkiraan insiden di suatu wilayah adalah 200 per 100.000
penduduk dan jumlah penduduk sebesar 1.000.000 orang maka perkiraan
jumlah semua kasus TB adalah (200:100.000) x 1.000.000 = 2.000 kasus.
CDR menggambarkan seberapa banyak kasus TB yang terjangkau oleh
program.7

2) Angka notifikasi semua kasus TB (case notification rate/CNR) yang


diobati per 100.000 penduduk adalah jumlah semua kasus TB yang diobati
dan dilaporkan di antara 100.000 penduduk yang ada di suatu wilayah
tertentu. 7
Rumus:

Angka ini apabila dikumpulkan serial, akan menggambarkan


kecenderungan (trend) meningkat atau menurunnya penemuan kasus dari
tahun ke tahun di suatu wilayah.7

3) Angka keberhasilan pengobatan pasien TB semua kasus adalah jumlah


semua kasus TB yang sembuh dan pengobatan lengkap di antara semua
kasus TB yang diobati dan dilaporkan. Dengan demikian angka ini
merupakan penjumlahan dari angka kesembuhan semua kasus dan angka
pengobatan lengkap semua kasus. Angka ini menggambarkan kualitas
pengobatan TB. 7
Rumus:

Angka kesembuhan semua kasus yang harus dicapai minimal 85%


sedangkan angka keberhasilan pengobatan semua kasus minimal 90%.
Walaupun angka kesembuhan telah mencapai 85%, hasil pengobatan
lainnya tetap perlu diperhatikan, meninggal, gagal, putus berobat (lost to
follow up), dan tidak dievaluasi.7
a) Angka pasien putus berobat (lost to follow-up) tidak boleh lebih dari
10%, karena akan menghasilkan proporsi kasus retreatment yang
tinggi di masa yang akan datang yang disebabkan karena
ketidakefektifan dari pengendalian tuberkulosis.
b) Menurunnya angka pasien putus berobat (lost to follw-up) karena
peningkatan kualitas pengendalian TB akan menurunkan proporsi
kasus pengobatan ulang antara 10-20% dalam beberapa tahun.
c) Angka gagal tidak boleh lebih dari 4% untuk daerah yang belum ada
masalah resistensi obat, dan tidak boleh lebih besar dari 10% untuk
daerah yang sudah ada masalah resistensi obat. 7

4) Cakupan penemuan kasus TB resistan obat adalah jumlah kasus TB


resisten obat yang terkonfirmasi resistan terhadap rifampisin (RR) dan atau
TB-MDR berdasarkan hasil pemeriksaan tes cepat molekuler maupun
konvensional di antara perkiraan kasus TB resisten obat. 7
Rumus:
Berdasarkan estimasi WHO, perkiraan kasus TB resisten obat
diperoleh dari 2% dari kasus TB paru baru ditambah 12% dari kasus TB
paru pengobatan ulang. Indikator ini menggambarkan cakupan penemuan
kasus TB resisten obat. 7,9

5) Angka keberhasilan pengobatan pasien TB resistan obat adalah jumlah


kasus TB resistan obat (TB resistan rifampisin dan atau TB MDR) yang
menyelesaikan pengobatan dan sembuh atau pengobatan lengkap di antara
jumlah kasus TB resistan obat (TB resistan rifampisin dan atau TB MDR)
yang memulai pengobatan TB lini kedua. 7
Rumus:

Indikator ini menggambarkan kualitas pengobatan TB resisten obat.7

6) Persentase pasien TB yang mengetahui status HIV adalah jumlah pasien


TB yang mempunyai hasil tes HIV yang dicatat di formulir pencatatan TB
yang hasil tes HIV diketahui termasuk pasien TB yang sebelumnya
mengetahui status HIV positif di antara seluruh pasien TB. Indikator ini
akan optimal apabila pasien TB mengetahui status HIV ≤15 hari terhitung
dari pasien memulai pengobatan. Data ini merupakan bagian dari pasien
yang dilaporkan di TB.07 dan dilaporkan seperti laporan TB.07. 7
Rumus:
Angka ini menggambarkan kemampuan program TB dan HIV
dalam menemukan pasien TB HIV sedini mungkin. Angka yang tinggi
menunjukan bahwa kolaborasi TB HIV sudah berjalan dengan baik, klinik
layanan TB sudah mampu melakukan tes HIV dan sistem rujukan antar TB
dan HIV sudah berjalan baik. 7
Angka yang rendah menunjukan bahwa cakupan tes HIV pada
pasien TB masih rendah dan terlambatnya penemuan kasus HIV pada
TB.7,9
c. Indikator operasional
1) Persentase kasus pengobatan ulang TB yang diperiksa uji kepekaan obat
dengan tes cepat molekuler atau metode konvensional adalah jumlah kasus
TB pengobatan ulang yang diperiksa dengan uji kepekaan terhadap OAT
dengan tes cepat molekular atau metode konvensional di antara jumlah
pasien TB pengobatan ulang yang tercatat selama periode pelaporan. 7
Rumus:

Indikator ini digunakan untuk menghitung berapa banyak kasus


pengobatan ulang yang diperiksa dengan uji kepekaan obat.7

2) Persentase kasus TB resistan obat yang memulai pengobatan lini kedua


adalah jumlah kasus TB resistan obat (TB resistan rifampisin dan atau TB-
MDR) yang terdaftar dan yang memulai pengobatan lini kedua di antara
jumlah kasus TB yang hasil pemeriksaan tes cepat molekuler maupun
konvensionalnya menunjukkan resistan terhadap rifampisin (RR) dan atau
TB-MDR. 7
Rumus:

Indikator ini menggambarkan berapa banyak kasus TB yang


terkonfirmasi TB RR dan atau TB-MDR yang memulai pengobatan.7

3) Persentase pasien TB-HIV yang mendapatkan ARV selama pengobatan


TB adalah jumlah pasien TB-HIV baru dan kambuh yang mendapatkan
ARV selama periode pengobatan TB baik yang melanjutkan ARV
sebelumnya atau baru memulai ARV di antara seluruh pasien TB-HIV.
Indikator ini akan optimal apabila pasien TB mendapat ART ≤8 minggu
terhitung dari pasien memulai pengobatan TB. Data ini merupakan bagian
dari pasien yang dilaporkan di TB.07 dan dilaporkan seperti laporan
TB.07.7
Rumus:

Indikator ini menggambarkan berapa banyak pasien TB HIV yang


mendapatkan ARV. Target untuk indikator ini adalah 100%.7

4) Persentase laboratorium mikroskopik yang mengikuti uji silang adalah


jumlah kabupaten/kota yang mencapai target untuk indikator persentase
laboratorium mikroskopis yang mengikuti uji silang 4 kali dalam 1 tahun
di antara jumlah seluruh kabupaten/kota. 7
Rumus:

Indikator ini menggambarkan partisipasi uji silang pemeriksaan


mikroskopis.7

5) Persentase laboratorium mikroskopis yang mengikuti uji silang dengan


hasil baik adalah jumlah laboratorium yang mengikuti uji silang 4 kali
dalam 1 tahun dengan hasil baik di antara jumlah laboratorium
mikroskopis yang mengikuti uji silang 4 kali dalam 1 tahun. 7
Rumus:

Indikator ini menggambarkan kualitas uji silang dari laboratorium


yang berpartisipasi untuk pemeriksaan uji silang. 7

6) Cakupan penemuan kasus TB anak adalah jumlah seluruh kasus TB anak


yang ditemukan di antara perkiraan jumlah kasus TB anak yang ada
disuatu wilayah dalam periode tertentu. 7
Rumus:

Perkiraan jumlah kasus TB anak adalah 12% dari perkiraan jumlah


semua kasus TB (insiden). Angka perkiraan jumlah kasus TB anak ini,
didasarkan pada “Mathematical modelling Study” yang dilakukan oleh
Dodd et al, dipublikasikan di Lancet pada tahun 2014, dimana Indonesia
masuk ke dalam kategori 22 negara dengan beban TB anak tinggi. 7
Indikator ini menggambarkan berapa banyak kasus TB anak yang
berhasil dijangkau oleh program di antara perkiraan kasus TB anak yang
ada.7
7) Jumlah kasus TB yang ditemukan di Populasi Khusus (Lapas/Rutan,
Asrama, Tempat Kerja, Institusi Pendidikan, Tempat Pengungsian) adalah
jumlah seluruh kasus TB yang ditemukan dan diobati di populasi khusus.7

8) Cakupan anak < 5 tahun yang mendapat Pengobatan Pencegahan dengan


Isoniazid (PP-INH) adalah jumlah anak < 5 tahun yang mendapatkan
pengobatan pencegahan TB yang tercatat dalam register TB.16 di antara
perkiraan anak < 5 tahun yang memenuhi syarat diberikan pengobatan
pencegahan di kabupaten/ kota selama setahun. 7
Rumus:

Perkiraan jumlah anak < 5 tahun yang memenuhi syarat diberikan


PP INH= jumlah pasien TB yang akan diobati x proporsi BTA positif baru
(yaitu 62%) x jumlah pasien TB BTA positif baru yang memiliki anak
(yaitu 30%) x jumlah anak < 5 tahun (yaitu 1 orang) x jumlah anak < 5
tahun yang tidak sakit TB (yaitu 90%).7
Indikator ini menggambarkan berapa banyak anak < 5 tahun yang
mendapatkan PP INH di antara anak < 5 tahun yang seharusnya
mendapatkan PP INH.7

9) Persentase kasus TB yang ditemukan dan dirujuk oleh masyarakat atau


organisasi kemasyarakatan adalah jumlah semua kasus TB yang dirujuk
oleh masyarakat atau organisasi kemasyarakatan yang tercatat (TB 01) di
antara semua kasus TB.
Rumus:

Indikator ini menggambarkan kontribusi dari masyarakat atau


organisasi kemasyarakatan dalam menemukan dan merujuk kasus TB.7,9
31

BAB III
METODE PENERAPAN KEGIATAN

A. Gambaran Umum Kecamatan Bendosari, Kabupaten Sukoharjo


1. Letak Geografis
Kecamatan Bendosari merupakan salah satu kecamatan di
lingkungan Kabupaten Sukoharjo bagian timur dengan luas wilayah
52,99 km atau sekitar 11,36% dari luas Kabupaten Sukoharjo.
Kecamatan Bendosari terdiri dari 14 desa atau kelurahan serta 171
kebayanan. Desa Toriyo Merupakan desa terluas wilayahnya yaitu 695
Ha, sedangkan yang terkecil Desa Toriyo sebesar 224 Ha.
a. Batas Wilayah
1) Batas Utara : Kec. Polokarto dan Kec. Grogol
2) Batas Selatan : Kec. Nguter
3) Batas Barat : Kec. Sukoharjo
4) Batas Timur : Kec. Jumapolo, Kab. Karanganyar
b. Luas Wilayah
Luas wilayah kerja puskesmas Bendosari seluas : 52,99 Km2
c. Jumlah Desa
Desa Walayah kerja Puskesmas Bendosari sejumlah 1 Kelurahan
dan 13 Desa antara lain :
Kelurahan Jombor Desa Paluhombo
Desa Toriyo Desa Bendosari
Desa Mulur Desa Mojorejo
Desa Jagan Desa Toriyo
Desa Manisharjo Desa Sugihan
Desa Cabeyan Desa Sidorejo
Desa Puhgogor Desa Gentan
KEC. GROGOL

Gambar 3. Peta Wilayah Kecamatan Bendosari (Profil Kesehatan


Puskesmas Bendosari, 2018)Gambar 1. Peta Wilayah Kecamatan
Bendosari
2. Keadaan Penduduk
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), Jumlah
penduduk Kecamatan Bendosari tahun 2018 adalah 63.277 jiwa, jika
dibandingkan dengan jumlah penduduk tahun 2017 yaitu 63.700, jiwa
terjadi penurunan jumlah penduduk. Jumlah penduduk terbesar adalah
jombor 8.544 jiwa sedangkan penduduk terkecil desa Mojorejo 2.150
jiwa.
Sedangkan komposisi penduduk berdasarkan tingkat pendidikan
yaitu jumlah siswa laki-laki SD/MI sebanyak 505 siswa, perempuan
sebanyak 439 siswa; SMP laki-laki sebanyak 798 siswa, perempuan
sebanyak 866 siswa; SMA/SMK laki-laki sebanyak 861 siswa,
perempuan sebanyak 1.393 siswa. Untuk jumlah mahasiswa Perguruan
Tinggi atau Universitas tidak dapat melaporkan jumlahnya karena
tidak ada data.Pendidikan Kecamatan Bendosari Tahun 2017 Semester 1
3. Struktur Organisasi
STRUKTUR ORGANISASI Sistim Informasi Puskesmas Perencanaan : drg. Rahma, Simpus/Pcare: Irdian, SimGizKia: Ana
KEPALA PUSKESMAS
PUSKESMAS BENDOSARI Dr. SUGENG PURNOMO,M.Gizi
KABUPATEN SUKOHARJO
...............
Kepegawaian: SUNARNI SDK : Dwi Hari Gunawan, SKep

Lampiran 1 : Keputusan Kepala


Puskesmas Bendosari , Rumah Tangga: SRI SUKASIH,SE, Barang Medis: Eko P, Barang Non Medis : Nur Hasanah, Pemeliharaan :
Nomor : 445.4 / 4400 /VII / 2018 SUBAG TATA USAHA : Triwanto
Tanggal : 13 Juli 2018 KARTINI,S.Sos
Koordinator Keuangan: Murniati AmdKeb, Bendahara Penerimaan Pembantu: Sumarsi AMdKeb,
Tentang : Struktur Organisasi &
Kesekretaritan JPK : Nur Hasanah, AmdKeb,
Urain Tugas Puskesmas
Bendosari

PENANGGUNGJAWAB UKM
PENANGGUNGJAWAB UKP KEFARMASIN DAN LA PENANGGUNGJAWAB JARINGAN PEL PUSKESMAS DAN
SRI HARYANTI,S.ST
dr.RAHARDI JEJARING FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN
drg.IKA KUSUMAWATI
…...............................

KOORDINATOR UKM ESENSIAL DAN PERKESMAS KOORDINATOR UKM PENGEMBANGAN


1.PENGELOLA PELAY PENDAFTARAN: WALINEM PENGELOLA JARINGAN PELAYANAN PUSKESMAS
SRI HARYANTI,S.ST dr.DYAH KUMALASARI
1. drg.IKA KUSUMAWATI
1.PENGELOLA PELAY PENDAFTARAN: WALINEM
…............................... …............................... 2. PENGELOLA PELAY REKAM MEDIS: IRDIAN K,AMd
..............................................
PELAYANAN KESEHATAN LANSIA
PELAYANAN PROMOSI KESEHATAN SRI HANDAYANI,A.Md.Keb 1. 1. Puskesmas Pembantu
1. TRIO HARYONO,AMK
DEWI TRIANA,S.ST 3. PENGELOLA PELAY PEMERIKSAAN UMUM : dr.
1.Pengelola Pelayanan Promkes : Dewi Triana,S.ST RAHARDI, SUDARTIK,
1.PENGELOLA S.Kep.NS WALINEM
PELAY PENDAFTARAN:
2.Pelayanan Usaha Kesehatan Sekolah : Pramono,AMK PELAYANAN KESEHATAN MATRA
..............................................
3.Pelayanan Pemberdayaan Kesehatan : Setyo.A ,S.ST NATHANAEL YUNIADI,AMK
1. PENGELOLA PELAY KESEHATAN GIGI & MULUT : drg. IKA
4.
1. 2. PUSKESMAS KELILING
KUSUMAWATI DWI HARI GUNAWAN,S.Kep

PELAYANAN KESEHATAN KIA – KB BERSIFAT UKM PELAYANAN SERTIFIKASI,REGISTRASI,FARMAMIN 1.PENGELOLA PELAY PENDAFTARAN: WALINEM
5. PENGELOLA PELAY KIA-KB BERSIFAT UKP: PENNY
1. ..............................................
TUTI DEVIANTI,S.ST ENI UMARNINGSIHWATI,A.Md.Keb
S,SST,MSi
1.Petugas IBU : Sri Mardijanti,A.Md.Keb 3. BIDAN DESA
1.
2.Petugas Anak : Tuti Devianti,S.ST WAHYU P,A.Md.Keb
PELAYANAN KESEHATAN LINGKUNGAN 1. .PENGELOLA PELAY GAWAT DARURAT: ATIK,S.Skep.NS
6.
DWI SUSANTI,AMKL
PELAYANAN KESEHATAN TRADISIONAL ..............................................
1.Pelayanan KesLing : Dwi Susanti,AMKL
KOMPLEMENTER 1.
2. Pelayanan Kesehatan Olah Raga : Nathanael Y,AMK 7..PENGELOLA PELAY GIZI BERSIFAT UKP: EFRIANA AYU PENGELOLA JEJARING FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN
SAFITRI H,AMFis
3.Pelayanan Kesehatn Kerja : Setyo Asmorowati, ,S.Gz ENI UMARNINGSIHWATI,A.Md.Keb

PELAYANAN GIZI BERSIFAT UKM PELAYANAN KESEHATAN INDRA .8. PENGELOLA PELAY PERSALINAN : TRI WARSA Amd.Keb.
ENDANG S.W SUWANTI, AMKep

1.
9. PENGELOLA PELAY KEFARMASIAN : AYU WANDIRA S,AMF
PEL KESEHATAN GIGI MASYARAKAT
PENGELOLA PELAYANAN & PENGENDALIAN PENYAKIT
JUWARIYAH, AMKG
RETNO ISWONINGRUM,A.Md.Keb 1.
1.Pelaksana surveilen & SKD KLB: Nunuk W,AMK 10. PENGELOLA PELAY LABORATORIUM : ARIS WIRADI
2.Pelaksana Imunisasi : Etik S,A.Md.Keb
3.Pelaksan Kesehatan Haji : Panti W,S.Kep 1.
4.P2 Tb.Ispa,diare,Thypoid: Widayati, AMK 11.. PENGELOLA PELAY FISIOTERAPI : SAFITRI H,AMFis
5. P2 HIV, IMS, Hepatitis, Kusta ; Nunuk W,AMK
6.P2B2 : Retno I,A.Md.Keb
1.
7.PTM :Atik S,S,Kep,Ns
8.Kesehatan Jiwa: Sudartik,S.Kep.Ns
PANTI W.S.Kep

7
SRI MARDIJANTI,A.Md.Keb
4. Jumlah tenaga kesehatan
Tabel 1. Jumlah Tenaga Kesehatan

a. No. Jenis Ketenagaan Jumlah


1 Dokter Umum 3
2 Dokter Gigi 2
3 Perawat 11
4 Perawat Gigi 1
5 Bidan 31
6 Bidan PTT 2
7 Petugas Gizi 2
8 Sanitarian 1
9 Fisoterapis 1
10 Asisten Apoteker 1
11 Petugas Laboratorium 2
12 Rekam Medis 1
13 Non Kesehatan 7
Jumlah 65

5. Visi Puskesmas Bendosari


Visi Puskesmas Bendosari adalah “ Terwujudnya Layanan Prima
dan Menjadi pilihan Utama Masyarakat ”
6. Misi Puskesmas Bendosari
Misi mencerminkan peran, fungsi, dan kewenangan Puskesmas
Bendosari yang secara teknis bertanggung jawab terhadap
pencapaian tujuan dan sasaran.
Adapun misi Puskesmas Bendosari yaitu :
a) Memberikan pelayanan yang bermutu, mudah, cepat dan tepat
b) Meningkatkan kemitraan peran aktif masyarakat dan lintas
sektor dalam bidang kesehatan.
7. Motto Puskesmas Bendosari
BENDOSARI “CERAH “ Cekatan dan Terarah
B. Manajemen Pengendalian Penyakit TB
Dalam Program Kesehatan, terdapat beberapa program diantaranya:
1. Program penyehatan lingkungan dan pemberdayaan masyarakat.
Diantaranya mencakup tentang akses air bersih, rumah sehat, amban
keluarga, dan tempat-tempat umum sehat.
36

2. Program peningkatan pelayanan kesehatan.


Diantaranya tentang peningkatan mutu pelayanan kesehatan, cakupan
rawat jalan, pustu, PKD dan lain lain
3. Program Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit
Diantaranya adalah mencakup pelayanan imunisasi, pengelolaan dan
pemberantasan penyakit (TB paru, Demam Berdarah dengue, malaria,
kusta, dan lain-lain), serta penanganan kasus KLB (Kejadian Luar Biasa).
4. Program peningkatan kesehatan keluarga dan gizi masyarakat
Diantaranya tentang menurunkan mortalitas (Ibu, bayi, dan balita),
pelayanan kesehatan ibu (pemberian tablet tambah darah, deteksi hamil
resiko tinggi, dan lain lain), pelayanan kesehatan anak (asi eksklusif,
neonatus resiko tinggi yang ditangani, dan lain-lain), pelayanan keluarga
berencana, dan pelayanan usia lanjut.
5. Program peningkatan sumber daya kesehatan dan pembiayaan
Diantaranya meningkatkan mutu dan penyebaran tenaga kesehatan serta
peningkatan jumlah, efisiensi, dan efektifitas penggunaan biaya
kesehatan
6. Program pengembangan puskesmas
Dalam mewujudkan pelayanan yang maksimal di kembangkan pusat
konsultasi gizi dan lain lain serta terdapat pelayanan fisioterapi.
Dalam pencapaian program perlu didukung struktur organisasi agar
dapat bersama sama mewujudkan program dengan manajemen yang baik.

a. Tahap-tahap pelaksanaan menejemen penyakit Tuberculosis


Unit P2PL adalah unit yang bertugas melaksanakan fungsi pemberantasan
penyakit menular yang bersumber dari binatang sebagai petugas P2M yang
diserahkan dan menjadi tanggung jawab P2BB yang meliputi monitoring,
merencanakan, menyiapkan, pelaksanaan dan evaluasi pada penyelidikan,
pelaksanaan dan pencegahan penyakit menular.
Kegiatan yang telah dilakukan di Puskesmas Bendosari
a) Penyelidikan epidemiologi pada setiap kasus yang dilaporkan
37

1. Penyelidikan epidemiologi dilaksanakan pada radius 20 rumah sekeliling indeks


kasus dan di sekolah penderita. Pada saat dilakukan PE, dilakukan pemeriksaan
selektif yang dicatat dalam AS-1.
Cari penderita tambahan dalam periode 3 minggu yang lalu sejak tanggal sakit
indeks dengan gejala sebagai berikut:
2. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk
darah, sesak napas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun,
berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik yang terjadi lebih dari 1 bulan.
3. Penderita dengan tanda TB (gejala respiratorik dan sistemik) dengan diagnosa
dokter
4. Penderita meninggal dengan tanda TB

b. Kesimpulan dan Rencana Penanggulangan


a) Bila terpenuhi kriteria 1 atau 2 atau 3 atau 4 dilakukan : screening pemeriksaan
BTA (+) karena masuk ke dalam suspect TB
38

b) Sosialisasi pengendalian penyakit TB dan pengobatannya bagi bidan Desa dan


Pokja Desa siaga

C. Metode penerapan kegiatan


Metode penerapan kegiatan yang digunakan dalam pembuatan laporan ini
adalah sebagai berikut:
1. Pengumpulan data
Data TB yang digunakan dalam laporan ini diperoleh dari data primer
laporan kerja Puskesmas Bendosari dan data peran skrining TB dalam
39

mendeteksi secara dini penyebaran TB di wilayah Puskesmas


Bendosari Sukoharjo.

2. Pendeskripsian data
Data primer yang terkumpul dianalisa untuk mengetahui pencapaian
deteksi dini penyebaran TB dengan skrining TB di wilayah Puskesmas
Bendosari Sukoharjo.
D. Analisis data
Analisis data yang digunakan dalam laporan ini adalah analisis fishbone.
Analisis fishbone berarti analisis tulang ikan disebut juga dengan fishbone
diagram, cause effect diagram, atau ishikawa diagram. Analisis ini
merupakan alat yang umum digunakan untuk membantu organisasi
memecahkan masalah dengan melakukan analisis sebab dan akibat dari
suatu keadaan dalam sebuah diagram yang terlihat seperti sebuah tulang
ikan.
40

BAB IV
PEMECAHAN MASALAH

A. Hasil Kinerja Puskesmas Bendosari


Berdasarkan data Penilaian Kinerja Puskesmas (PKP) Bendosari
bulan Januari - Mei 2019, terdapat beberapa program yang belum
mencapai target standar pelayanan minimal (SPM) serta beberapa program
diantarannya merupakan program prioritas di Puskesmas Bendosari. Hasil
pencapaian kinerja Puskesmas Bendosari bulan Januari - Mei 2019 pada
lima program prioritas tercantum dalam tabel di bawah ini:
Tabel 2. Hasil Kinerja Puskesmas Bendosari Januari - Mei 2019as

No Program Target Pencapaian

1 KB Aktif 70%% 68,8%

2 Pelayanan kesehatan remaja 28% 17,73%

3 Angka Bebas Jentik (ABJ) >95% 83%

4 Cakupan penemuan/pengobatan semua kasus TB 15,83% 2,89%


yang di obati
5 Cakupan penemuan kasus pneumonia pada 42%% 9,7%
balita

B. Penentuan Prioritas Masalah


41

Untuk menentukan prioritas masalah menggunakan kriteria matriks


berdasarkan dari tingkat urgensi (U), tingkat perkembangan (G), dan tingkat
keseriusan (S).
Tabel 17. Penentuan prioritas masalah

Kriteria
No Urgensi Keseriusan Perkembangan Total
Masalah

Cakupan penemuan / pengobatan 4 4 5 14


1.
semua kasus TB yang diobati
Cakupan penemuan penderita 3 4 4 11
2.
pneumonia pada balita
3. Angka bebas jentik 4 3 3 10

Inspeksi sanitasi rumah Sehat 3 3 3 9


4.
kurang dari target
5. Pembinaan tempat-tempat umum 2 3 3 8

Setelah dilakukan matrikulasi masalah dalam menentukan prioritas


masalah di atas dapat simpulkan bahwa prioritas masalah yang akan di susun
alternative pemecahan masalahnya adalah mengenai cakupan kasus baru penderita
TB.

C. Hasil manajemen pengelolaan TB di Puskesmas Bendosari

Data yang dikumpulkan dari kegiatan skrining Tuberkulosis


didapatkan persentase penemuan kasus Tuberkulosis terakhir pada bulan
Agustus 2019 adalah 5% yaitu 15 kasus dibanding 100 target kasus yang
perlu ditemukan, pada bulan April 2019 adalah hanya sebesar 15% yaitu 12
kasus dibanding 80 target kasus yang perlu ditemukan. Pada bulan Maret
hanya terdapat 10 penemuan kasus TB dengan target penemuan 60 kasus,
sehingga hanya memenuhi 16% dari target. Penemuan kasus baru pada bulan
Februari hanya sebesar 8 orang dibanding target 40 penemuan kasus sehingga
hanya memenuhi 20%. Hal ini menunjukkan semakin meningkatnya angka
penemuan pasien TB bila dilihat dari jumlahnya, namun setiap bulan angkat
target pencapaian penemuan pasien TB juga meningkat sehingga persentase
42

pencapaian setiap bulan tampak menurun. Sementara jumlah penemuan kasus


Tuberkulosis per tahun pada 2015 hingga 2018, dapat dilihat pada tabel
berikut:22

Tabel 18. Jumlah penemuan kasus tuberkulosis di Puskesmas Bendosari per


periode22
No Periode Penemuan Kasus Target Persentase
1 2015 22 115 19,1%
2 2016 15 126 11,9%
3 2017 24 117 20,5%
4 2018 17 126 13,4%
5 2019 15 134 11,1%

Dari tabel di atas disebutkan bahwa angka capaian penemuan pasien


Tuberkulosis untuk tahun 2019 yaitu sebanyak 11,1%, dimana untuk target
nasional penemuan orang berisiko yang didapatkan dari mulai bulan Januari
2019 hingga Desember 2019 yaitu sebanyak 134 orang, namun penemuan
pasien Tuberkulosis di Puskesmas Bendosari hanya mencapai 15 orang.22
Keberhasilan Program TB ditunjukkan dengan cakupan
penemuan/pengobatan semua kasus TB (Case Detection Rate) yang diobati,
sehingga sangat penting untuk mengetahui angka penemuan dan keberhasilan
pengobatan pasien TB. Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa
perkembangan angka kejadian Tuberkulosis di puskemas Bendosari berubah-
ubah tiap tahunnya.
Perbandingan cakupan pencapaian dengan target riil sasaran di
wilayah Puskesmas Bendosari hanya mencapai 11,1% sementara target
tahunan pada tahun 2019 di Puskesmas Bendosari adalah 38% sehingga
penemuan kasus TB per tahun belum memenuhi target. 22 Berdasarkan tabel
diatas didapatkan bahwa, per tahunnya terdapat fluktuasi angka penemuan
pasien TB dengan angka capaian penemuan pasien belum memenuhi target.

A. Analisis penyebab masalah


Derajat kesehatan seseorang berdasarkan teori BLUM dipengaruhi
oleh faktor-faktor perilaku, lingkungan, pelayanan kesehatan, dan underlying
disease. Oleh karena itu, untuk mendapatkan alternatif pemecahan masalah
43

perlu dilihat sumber-sumber permasalahan dari faktor-faktor penunjang


kesehatan tersebut dalam diagram tulang ikan (fish bone) sebagai berikut :
63

Gambar 14. Bagan diagram Fish Bone masalah cakupan penderita tuberkulosis yang rendah di wilayah Puskesmas Bendosari Sukoharjo

MANUSIA METODE

Tenaga medis yang kurang dalam Kegiatan yang masih kurang dalam melaksanakan skrining TB
melaksanakan skrining TB
- Kegiatan terlaksana hanya apabila ada laporan gejala TB
oleh kader setempat
kurangnya pengetahuan masyarakat
tentang penyebab dan gejala TB - Kurangnya kegiatan penyuluhan tentang
penyakit TB
Masih terdapat stigmatisasi dan
diskriminasi masyarakat terhadap
penderita TB Cakupan
penderita TB
di wilayah
Bendosari
rendah

Kurangnya media promosi seperti poster dan


banner tentang TB

LINGKUNGAN
SARANA

63
Keterangan :
1. Manusia
a. Kurangnya tenaga medis dalam melaksanakan skrining tuberkulosis
b. Masih terdapat stigmatisasi dan diskriminasi masyarakat terhadap
penderita tuberkulosis
c. Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang penyebab dan gejala
tuberkulosis serta program pemerintah tentang pengobatan tuberkulosis
2. Metode
a. Kegiatan yang masih kurang dalam melaksanakan skrining tuberkulosis
b. Kegiatan terlaksana hanya apabila ada pelaporan gejala tuberkulosis oleh
kader desa setempat
c. Kurangnya kegiatan penyuluhan tentang penyakit tuberkulosis
3. Sarana
a. Kurangnya media promosi seperti poster dan banner tentang tuberkulosis

A. Rencana Pemecahan Masalah


Berikut matrikulasi alternative pemecahan masalah dari kegiatan
P2PL yang dilakukan oleh puskesmas Bendosari.
Tabel 9. Daftar Pemecahan MasalahTab
Efektivita s Jumlah
Efisiensi
Daftar Pemecahan MxIxV
No (C) C
Masalah
M I V
Meningkatkan komunikasi antara
puskesmas, kader, perangkat desa, pokja
1 desa, dan masyarakat agar 5 4 2 3 13
programpenanggulangan DBD dapat
terlaksana secara optimal
Memberikan penyuluhan mengenai
pentingnya PSN sebagai penanggulangan
DBD dan memberikan edukasi pada
2 masyarakat tentang deteksi dini DBD 4 3 3 2 18
melalui penyuluhan dan penyebaran
leaflet, sticker dan atau poster pada
tempat yang strategis
Menggerakkan masyarakat secara
3 langsung dalam kegiatan PSN seperti 4 5 5 4 25
kegiatan PSN seminggu sekali
4 Membekali dan menggerakkan kader 5 4 4 3 27

64
65

dengan pemberian motivasi, pengetahuan


,pelatihan, dukungan serta reward
terhadap program penanggulangan DBD

Kriteria efektivitas :
1. M = Magnitude (besarnya masalah yang dapat diselesaikan)
2. I = Importancy (pentingnya jalan keluar)
3. V = Vulnerability (sensitivitas jalan keluar)
Kriteria penilaian efektifitas :
1. = tidak efektif
2. = agak efektif
3. = cukup efektif
4. = efektif
5. = paling efektif

Kriteria efisiensi :
C = Efficiency – Cost (semakin besar biaya yang diperlukan semakin tidak
efisien). Berdasarkan kriteria matriks di atas, maka urutan pemecahan masalah
adalah sebagai berikut :
1) Membekali dan menggerakkan kader denganpemberian motivasi,
pengetahuan, pelatihan dan dukungan terhadap program penanggulangan
DBD
2) Menggerakkan secara langsung masyarakat untuk melakukan PSN minimal 1
minggu sekali melalui program MINGGU BATIK, apabila di rumahnya masih
didapatkan jentik nyamuk maka akan diberikan sanksi dengan menempelkan
stiker khusus pada rumahnya yang menunjukkan bahwa rumahnya belum
bebas jentik
3) Memberikan penyuluhan mengenai pentingnya PSN sebagai penanggulangan
DBD dan memberikan edukasi pada masyarakat tentang deteksi dini DBD
melalui penyuluhan dan penyebaran leaflet, sticker dan atau poster pada
tempat yang strategis

65
66

4) Meningkatkan komunikasi antara puskesmas, kader, perangkat desa, pokja


desa, dan masyarakat agar program penanggulangan DBD dapat terlaksana
secara optimal

Berdasarkan analisis tersebut, kami mengusulkan program SERABI


“SayEmbaRa DesA Bebas TuberculosIs”. Program SERABI merupakan
suatu program pemberdayaan masyarakat yang bekerjasama dengan tiap desa
di Kecamatan Bendosari dan bertujuan untuk meningkatkan angka penemuan
kasus baru Tuberkulosis di wilayah kerja Puskesmas Bendosari sehingga
dapat memutus rantai penularan TB di masyarakat Bendosari. Dalam program
ini puskesmas bersama-sama dengan kader, asisten kader dan masyarakat
berjuang menemukan dan menuntaskan kasus TB di Kecamatan Bendosari.
Program ini terdiri dari :

a. Pelaksanaan E-Der (Edukasi Asisten Kader)


Edukasi dilakukan kepada setiap asisten kader perwakilan dari tiap
desa yang ada di Kecamatan Bendosari. Asisten kader dipilih langsung
oleh kepala desa yang berjumlah 5 orang dari masing-masing desa.
Edukasi/pelatihan diberikan oleh dokter atau tenaga ahli TBC dari
Puskesmas Bendosari.
Setiap asisten kader yang sudah mengikuti E-Der dan dinyatakan
lulus oleh dokter diberikan sertifikat pelatihan sebagai bukti bahwa para
asisten kader telah memeiliki ilmu yang cukup untuk melakukan screening
TB pada masyarakat.
b. Yuk k’ STARBAK (Yuk Ikut Screening TB Bareng Asisten Kader)
Pelaksanaan screening TB kepada masyarakat tiap desa yang
dilakukan oleh para asisten kader dari masing-masing desa. Screening
dilakukan dengan mendata tiap warga yang memenuhi kriteria gejala TB
dan tetangganya. Asisten kader kemudian memberikan pot sputum dan
meminta yang bersangkutan untuk menampung dahaknya didalam pot

66
67

sputum bersebut. Kemudian asisten kader langsung membawa kembali pot


yang berisi sputum.
c. Follow-up Pot Sputum
Apabila ada warga yang tidak bisa langsung mengeluarkan dahak
ketika asisten kader ada ditempat, maka pot sputum ditinggal di rumah
warga ybs dan diminta untuk menampung dahak pada keesokan paginya,
dan asisten kader harus memfollow-up warga ybs sampai dahak
didapatkan, setelah itu pot sputum dibawa oleh asisten kader untuk
dilakukan pemeriksaan TBC di Puskesmas.
d. Pemeriksaan Hasil Sputum di Puskesmas dan Pengobatan
Seluruh hasil sputum dari tiap desa yang sudah didapatkan
diperiksa di Laboratorium Puskesmas. Apabila ditemukan hasil positif dan
ada warga yang didiagnosis TB langsung dipanggil ke puskesmas untuk
mendapatkan pengobatan secepatnya.
e. Rekap Jumlah Penderita TB (BTA +) per Desa
Dilakukan rekapitulasi jumlah penderita TB baru dari tiap desa.
Rekapitulasi dilakukan setelah seluruh sputum telah diperiksa dan sudah
ada hasilnya.
f. Penilaian Pemenang “SERABI”
Penilaian dilakukan oleh Puskesmas bendosari dan pihak terkait.
Kriteria pemenang SERABI dinilai dari persentase jumlah suspek
TB/jumlah BTA + dari tiap desa. Jadi semakin rendah persentase
penemuan kasus TB baru dari tiap desa, desa tersebutlah yang layak
menyandang gelar “Desa Bebas Tuberculosis” di Kecamatan Bendosari.
g. Pengumuman Pemenang “SERABI” dan Penyerahan Hadiah
Pengumuman dilakukan oleh puskesmas dan dihadiri oleh seluruh
kepala desa dan pihak terkait. Kepada desa yang memenangkan SERABI
berhak menyandang gelar “Desa Bebas Tuberculosis” dan mendapatkan
hadiah yang bisa bermanfaat untuk desa tersebut dan warganya.
h. Progaram SERABI dilakukan setiap 1 tahun sekali untuk terus memantau
jumlah penderita TB di Kecamatan Bendosari.

67
68

i. Big Goal dari program SERABI bukan hanya untuk menemukan kasus
baru TB saja, harapannya tujuan akhir dari program ini adalah untuk
menghapuskan penularan TB di Bendosari. Skemanya, SERABI 
penemuan kasus TB baru  pengobatan TB hingga tuntas  tidak ada
penularan TB baru  Bendosari Bebas TB.

Selain “SERABI” kami juga mengusulkan beberapa program untuk


semakin memaksimalkan penemuan dan pemberantasan penyakit TB di
Bendosari, diantaranya :
i. Edukasi PMO dan Penyuluhan kepada keluarga terkait penyakit TBC 
Pemberian edukasi langsung dan leaflet.
ii. Edukasi tentang STIGMA Pasien TB kepada masyarakat  Edukasi
dilakukan di posyandu-posyandu atau forum pertemuan masyarakat yang
lain.
iii. Pemasangan X-Banner tentang TBC di SMA/sederajat di Kecamatan
Bendosari  Harapannya para generasi milenial ini mengetahui tentang
TB dan lebih aware dengan dirinya dan keluarganya.

Ta
Tabel 10. Program “SERABI” (SayEmbaRa DesA Bebas TuberculosIs)

PROGRAM “SERABI” (SayEmbaRa DesA Bebas TuberculosIs)

DI KECAMATAN BENDOSARI

No Kegiatan Penanggung Sasaran Waktu Biaya Target


Jawab dan
tempat

68
69

1. Pengadaan Puskesmas Seluruh Januari Pot = 200 x Untuk


Pot Sputum Bendosari warga desa di 2021 Rp2500 = menampung
Bendosari Rp500.000, sputum warga
yang suspek - yang suspek TB
TBC
2. Honor Puskesmas Masyarakat Setiap 5 kader x Menjaga
Asisten Bendosari di Bendosari selesai 14 desa x komitmen dan
Kader dan Tiap yang bersedia program Rp50.000,- meningkatkan
Kepala Desa menjadi = semangat para
Asisten Rp3.500.00 asisten kader
Kader yang 0,-
ditunjuk
langsung oleh
Kepala Desa
3. Alat dan Laboratoriu Pemeriksaan Sepanjan Rp800.000, Mendapatkan
BHP m sputum g Tahun - hasil pemeriksaan
pemeriksaa Puskesmas warga suspek BTA
n BTA TB
4. Pengadaan Puskesmas Asisten - Rp500.000, Keamanan para
APD Bendosari Kader - asisten kader
(Masker SERABI
dan
Handscoon
) untuk
Asisten
Kader
5. Konsumsi Kepala Desa Konsumsi - Rp350.000, Fasilitas untuk
peserta dan untuk asisten - asisten kader
asisten Puskesmas kader
kader Bendosari
6. Sertifikat Puskesmas Asisten kader Setelah 70 orang x Memberikan
Asisten Bendosari pelatihan Rp3000 = legitimasi bagi
Kader Asisten Rp210.000, tiap asisten kader
Kader -
7. Hadiah Puskesmas Desa Di akhir Rp2.000.00 Sebagai
Pemenang pemenang program 0,- penghargaan
SERABI SERABI untuk desa
pemenang
SERABI
8. Pengadaan Puskesmas Leaflet untuk Februari 500 lembar Peningkatan
Leaflet edukasi PMO 2021 (14 desa) x pengetahuan
dan Keluarga Rp1000 = PMO tentang
Rp500.000, TBC
-
9. Pengadaan Puskesmas Siswa/I Maret 5 sekolah x Meningkatkan
X-Banner SMA- 2021 Rp150.000 pengetahuan
sederajat di = siswa/I tentang
Bendosari Rp750.000, TBC
-

69
70

bel 1. Program Bendosari Berkut

70
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Manajemen pengendalian penyakit DBD yang telah dilakukan
Puskesmas Bendosari antara lain: penyelidikan epidemiologis,
penanggulangan fokus, pemberantasan nyamuk (3M dan 3M plus) dan
pemeriksaan jentik berkala.
2. Perencanaan sudah dilakukan, namun pelaksanaan pengendalian
penyakit demam berdarah dengue di puskesmas Bendosari belum
berjalan efektif, dilihat dari ABJ yang belum mencapai target, dan IR
yang masih tinggi.
3. Prioritas masalah penyakit DBD di Bendosari adalah tingkat kesadaran
masyarakat yang rendah mengenai PSN.
4. Beberapa alternatif pemecahan masalah pengendalian penyakit DBD di
Bendosari yaitu membekali dan menggerakkan kader dengan
pemberian motivasi, pengetahuan, pelatihan dan dukungan terhadap
program penanggulangan DBD, menggerakkan secara langsung
masyarakat untuk melakukan PSN minimal 1 minggu sekali melalui
program MINGGU BATIK, apabila di rumahnya masih didapatkan
jentik nyamuk maka akan diberikan sanksi dengan menempelkan stiker
khusus pada rumahnya yang menunjukkan bahwa rumahnya belum
bebas jentik, memberikan penyuluhan mengenai pentingnya PSN
sebagai penanggulangan DBD dan memberikan edukasi pada
masyarakat tentang deteksi dini DBD melalui penyuluhan dan
penyebaran leaflet, sticker dan atau poster pada tempat yang strategis,
dan meningkatkan komunikasi antara puskesmas, kader, perangkat
desa, pokja desa, dan masyarakat agar program penanggulangan DBD
dapat terlaksana secara optimal.

71
72

B. Saran
1. Melakukan pembekalan dan menggerakkan kader dengan pemberian
motivasi, pengetahuan, pelatihan dan dukungan terhadap program
penanggulangan DBD secara berkala.
2. Menggerakkan secara langsung masyarakat untuk melakukan PSN
minimal 1 minggu sekali melalui program MINGGU BATIK
3. Memberikan penyuluhan secara berkelanjutan mengenai pentingnya
PSN sebagai penanggulangan DBD dan memberikan edukasi pada
masyarakat tentang deteksi dini DBD melalui penyuluhan dan
penyebaran leaflet, sticker dan atau poster pada tempat yang strategis
4. Meningkatkan komunikasi antara puskesmas, kader, perangkat desa,
pokja desa, dan masyarakat agar programpenanggulangan DBD dapat
terlaksana secara optimal.

72
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. 2007. Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah
Dengue (PSN DBD) oleh Juru Pemantau Jentik (Jumantik). Jakarta:
Depkes RI.

Dirjen P2PL Kemkes RI. 2019. Data Kasus Demam Berdarah Dengue di
Indonesia Tahun 2018. Available at : http://www.depkes.go.id.

Accessed on 22 June, 2019

DKK Sukoharjo. 2018. Profil Kesehatan Kabupaten Sukoharjo 2017.


Sukoharjo: DKK Sukoharjo.

Fathi, Soedjadjadi K dan Chatarina, U W. 2005. Peran Faktor Lingkungan


dan Perilaku Terhadap Penularan Demam Berdarah Dengue di Kota
Mataram. Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 2 No.1, Juli 2005: 1-
10. Available at :
http://www.journal.unair.ac.id/filerPDF/KESLING-2-1-01.pdf

Accessed on 24 June, 2019

Hadinegoro, S.Sri Rezeki, Pitfalls and Pearls. 2004. Diagnosis dan Tata
Laksana Demam Berdarah Dengue, dalam: Current Management of
Pediatrics Problem. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. Hal 63-72

Kesetyaningsih, TW. 2008. Khasiat Obat Nyamuk Bakar Bertahan Aktif


Pyrethroid terhadap Culex Quinquefasciatus pada Berbagai Kondisi
Ruangan. Mutiara Medika. Vol. 8 No 2: 67-76, Juli 2008.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1501 Tahun 2010


tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu yang Dapat Menimbulkan
Wabah dan Upaya Penanggulangan.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2014


tentang Pusat Kesehatan Masyarakat, 2014.

Profil Kesehatan Puskesmas Bendosari. 2018. Kinerja dan Pencapaian


Pembangunan Kesehatan Bendosari. Dinas Kesehatan Kabupaten
Sukoharjo

Siregar, Faziah A. 2004. Epidemiologi dan Pemberantasan Demam Berdarah


Dengue (DBD) di Indonesia.

Sudayasa, P. 2010. 9 Macam Kader Kesehatan dalam Pelayanan Puskesmas.

Available at http://www.puskel.com/9-macam-kader-kesehatan-
dalam-pelayanan-puskesmas/

Accessed on 21 June, 2019.

WHO, Regional Office for South East Asia. 2011. Comprehensive


Guidelines for Prevention and Control of Dengue and Dengue
Haemorrhagic Fever: Revised and expanded edition. SEARO
Technical Publication Series. India

Available at
http://www.searo.who.int/entity/vector_borne_tropical_diseases/docu
ments/SEAROTPS60/en/

Accessed 22 June, 2019.

World Health Organization. 2009. DENGUE Guidelines for diagnosis,


treatment, prevention and control. New Edition 2009.

74
Lampiran 1. Standar Operasional Prosedur “CABE ANTIK”

MINGGU BATIK “ Minggu Bebas Jentik”


Puskesmas Bendosari, Sukoharjo

No.dokumen : Ditetapkan oleh


SOP Tanggal Terbit:
Kepala Puskesmas Bendosari

dr. Sugeng Purnomo,M.Gizi

1. Pengertian Minggu bebas jentik merupakan kegiatan pemantauan jentik


dan sarang nyamuk Aedes aegepty berkala yang dilakukan
oleh seluruh masyarakat di kawasan Kecamatan Bendosari
dengan bimbingan petugas Puskesmas dan kader jumantik.

2. Tujuan Meningkatkan Angka Bebas Jentik sebesar > 95% dan mengurangi
angka kesakitan dan kematian DBD dengan memaksimalkan peran
masyarakat di Kecamatan Bendosari melalui bimbingan dan
monitoring oleh petugas Puskesmas dan kader jumantik.

3. Prosedur 1. Petugas P2PM memberikan sosialisasi kepada masyarakat


dan kader tentang kegiatan “Minggu Bebas Jentik”
2. Petugas P2PM memberikan sosialisasi kepada masyarakat
tentang tata cara pemantauan jentik dan sarang nyamuk
pada kegiatan “Minggu Bebas Jentik”
3. Petugas P2PM memberikan form pemantauan jentik kepada
seluruh masyarakat
4. Minggu Bebas Jentik dilakukan setiap hari minggu oleh
seluruh masyarakat dengan memantau sarang nyamuk dan
jentik di rumah masing masing
5. Masyarakat kemudian mengisi form pemantauan jentik
6. Form pemantauan jentik kemudian diserahkan ke bidan
desa dan kader jumantik tiap bulannya

75
7. Evaluasi rumah yang belum bebas jentik dilakukan setiap
bulan oleh kader
8. Rumah dengan jentik diberikan edukasi dan sticker “Awas
SAJEN”
9. Hasil pemantauan jentik selanjutnya dicantumkan pada
sticker “Awas SAJEN”

4. Unit Terkait Promosi Kesehatan

5. Dokumen Form Pemantauan Jentik


terkait

76
LEM CANTIK (Lomba Mencari Jentik)
Puskesmas Bendosari, Sukoharjo

No.dokumen : Ditetapkan oleh


SOP Tanggal Terbit:
Kepala Puskesmas Bendosari

dr. Sugeng Purnomo,M.Gizi

1. Pengertian LEM CANTIK merupakan kegiatan pembersihan sarang


nyamuk Aedes aegepty dan jentik yang dilakukan serentak di
Desa percontohan, Desa Toriyo, Kecamatan Bendosari.

2. Tujuan Membangun kepedulian dan partisipasi masyarakat dalam


meningkatkan Angka Bebas Jentik sebesar > 95% dan
mengurangi angka kesakitan dan kematian DBD dengan
menumbuhkan rasa cinta kebersihan dan kesehatan desa .

3. Prosedur 1. LEM CANTIK dilakukan di bulan Juni 2020.


2. Kegiatan LEM CANTIK berisikan kegiatan lomba
mencari dan membersihkan jentik dalam memberantas
sarang nyamuk dan jentik.
3. Lomba dilakukan di Desa percontohan, Desa Toriyo.
4. Tim penilai berasal dari Puskesmas Bendosari
5. Lomba dilakukan antar kader dan antar masyarakat
6. Lomba antar masyarakat berupa lomba rumah bebas
jentik
7. Lomba antar kader berupa lomba mencari jentik
sebanyak mungkin
8. Lomba di awali dengan lomba antar masyarakat,
setelah selesai, dilakukan lomba antar kader

77
9. Indikator penilaian berupa
a. Kelengkapan form pemantauan jentik berkala
beserta hasilnya selama 6 bulan terakhir
b. Hasil grebek jentik oleh tim penilai
c. Rumah tanpa stiker “Awas Sajen”
d. Keaktifan kader dalam kegiatan PJB selama 6
bulan terakhir
e. Jumlah jentik ditemukan oleh kader

4. Unit Terkait Promosi Kesehatan

5. Dokumen Form Pemantauan Jentik, Form penilaian


terkait

78
LAMPIRAN

Lembar Kuisioner

Pengetahuan Masyarakat Tentang Penyakit Tuberkulosis

Nama :

Umur :

Alamat :

Pendidikan terakhir :

Pekerjaan :

1. Apakah saudara/saudari tahu penyakit Tuberkulosis Paru ?


a. Tahu
b. Ragu-ragu
c. Tidak tahu.

2. Menurut saudara/saudari apa yang dimaksud dengan Tuberkulosis Paru ?


a. Penyakit infeksi menlar yang disebabkan oleh kuman
b. Penyakit infeksi tidak menular yang disebabkan oleh kuman
c. Penyakit batuk-batuk akibat merokok

3. Menurut saudara/saudari penyebab penyakit Tuberkulosis Paru adalah : a.


Kuman atau bakteri b. Debu, asap dan udara kotor c. Guna-guna

4. Menurut saudara/saudari bagaimana tanda-tanda / gejala penyakit Tuberkulosis


Paru :
a. Batuk lebih dari 2 (dua) minggu, dapat disertai dengan dahak atau darah
b. Batuk yang disertai demam
c. Batuk dengan gatal di tenggorok

5. Menurut saudara/saudari penyakit Tuberkulosis Paru dapat menular kepada


anggota keluarga lain karena :
a. Terhirup percikan ludah atau dahak penderita Tuberkulosis
b. Bicara berhadap-hadapan dengan penderita Tuberkulosis
c. Sudah ada dari masih dikandungan

6. Menurut saudara/saudari penularan Tuberkulosis Paru melalui :


a. Udara
b. Pakaian
c. Makanan/minuman

7. Menurut saudara/saudari penyakit Tuberkulosis Paru dapat menular apabila :


a. Tidur sekamar dengan penderita Tuberkulosis Paru
b. Tidak tidur sekamar dengan penderita Tuberkulosis Paru
c. Tidur beramai-ramai

8. Apakah penderita TBC dapat diketahui tanpa melalui pemeriikaan dahak :


a. Dapat diketahui
b. Tidak dapat diketahui
c. Ragu-ragu

9. Menurut saudara/saudari cara terbaik untuk menghidari penularan terhadap


orang lain adalah :
a. Menutup mulut/hidung saat batuk/bersin dan tidak meludah disembarang
tempat
b. Tidak meludah disembarang tempat
c. Tidak ada cara untuk menghindari penularan

10. Menurut saudara/saudari penyakit Tuberkulosis dapat disembuhkan


melalui :
a. Pengobatan teratur disertai dengan perbaikan lingkungan dan perubahan
perilaku
b. Berobat kalau ada waktu
c. Dibiarkan saja (sembuh sendiri)

11. Apabila ada tetangga/keluarga yang menderita penyakit TB, apa yang anda
lakukan:
a. Menjauhinya
b. Membawanya berobat
c. Tidak peduli

80

Anda mungkin juga menyukai