PROPOSAL TESIS
Disusun Oleh :
Proposal Tesis dengan judul “Faktor Risiko Kejadian Lost To Follow Up ODHA Ke
layanan VCT RSUD. Prof. Dr. W.Z. Johannes” karya,
Nama : Dewi Ramliana Yani
NIM : 0613520009
Program Studi : Kesehatan Masyarakat S2
Dr. Widya Hary Cahyati, M.Kes (Epid) dr. RR. Sri Ratna Rahayu. M.Kes, Ph.D
NIP197712272005012001 NIP 197205182008012011
2
DAFTAR ISI
PERSETUJUAN PEMBIMBING......................................................................................................2
DAFTAR ISI..........................................................................................................................................3
BAB I..................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN..............................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang..............................................................................................................................5
1.2 Identifikasi Masalah.....................................................................................................................8
1.3 Cakupan Masalah.........................................................................................................................8
1.4 Rumusan Masalah.........................................................................................................................9
1.5 Tujuan Penelitian........................................................................................................................10
1.6 Manfaat Penelitian......................................................................................................................12
BAB II..............................................................................................................................................13
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA TEORITIS, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS
PENELITIAN...................................................................................................................................13
2.1. Kajian Pustaka...........................................................................................................................14
2.2. Kerangka Teori..........................................................................................................................41
2.3. Kerangka Konsep......................................................................................................................43
2.4. Hipotesis Penelitian...................................................................................................................44
BAB III.............................................................................................................................................46
METODE PENELITIAN.................................................................................................................46
3.1. Desain Penelitian.......................................................................................................................46
3.2. Populasi dan Sampel..................................................................................................................46
3.3. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional...........................................................................49
3.4. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data................................................................................52
3.5. Teknik Analisis Data.................................................................................................................53
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................................57
3
BAB I
PENDAHULUAN
Syndrome (AIDS) tetap menjadi salah satu tantangan dan masalah kesehatan
2019).
juta) nyawa. Diperkirakan ada 37,7 juta (30,2–45,1 juta) orang yang hidup
dengan HIV pada akhir tahun 2020, lebih dari dua pertiganya (25,4 juta) berada di
Wilayah Afrika. Pada tahun 2020, 680.000 (480.000-1,0 juta) orang meninggal
karena penyebab terkait HIV dan 1,5 juta (1,0-2,0 juta) orang tertular HIVdan
WHO mencatat 3,8 juta kasus HIV (10%) terjadi di kawasan Asia Tenggara.
(WHO, 2020)
HIV, akibat menurunnya kekebalan tubuh maka orang tersebut sangat mudah
jumlah virus HIV dalam tubuh agar tidak masuk kedalam stadium AIDS,
4
sedangkan pengidap AIDS memerlukan pengobatan ARV untuk mencegah
Lost to follow up pada pasien HIV adalah pasien yang drop out pengobata
atau tidak melakukan kunjungan ke klinik dalam waktu 90 hari (3 bulan) atau
kembali ke klinik setelah beberapa saat (Krishnan et al., 2016). Dampak dari lost
Di Uganda dari 7.553 ODHA yang termasuk dalam sampel 42,8% memulai
ART dalam waktu tujuh hari setelah diagnosis HIV. Ada 1.180 kasus LTFU yang
diamati pada lebih dari 15.807,7 orang-tahun yang berisiko. Tingkat kejadian
keseluruhan (IR) LTFU adalah 7,5% orang tahun pengamatan. Insiden kumulatif
LTFU meningkat dengan durasi tindak lanjut dari 8,9% pada 6 bulan menjadi
ditemukan (419.551) dan dilaporkan mencapai 77% dari jumlah estimasi ODHA
hidup (543.100). ODHA yang rutin menerima pengobatan ARV sebanyak 26%
pengobatan ARV (65.779) sebesar 26% dari ODHA yang pernah memulai
harapan tahun 2020, ODHA sebanyak 258.340 dapat kembali mengikuti regiment
5
ARV. Sampai saat ini, target baru tercapai 50% atau sebanyak 17 provinsi mulai
dari Aceh sampai Gorontalo yang melaporkan data telah mengikuti program
Oktober 2021 tercatat jumlah ODHA sebanyak 3.483 orang, on ART sebanyak
2.363 orang, dan LTFU sebanyak 742 orang dengan Sebaran fasilitas kesehatan
perawatan dukungan dan pengobatan (PDP) di Provinsi NTT Tahun 2021, Dari 22
jumlah kasus tertinggi yaitu Rumah sakit Prof dr. Wz.Johannes 525 ODHA On
ART menyusul Rumah sakit Wirasakti 208 ODHA on ART dan terakhir Rumah
sakit S.K Lerik 180 O ODHA on ART (Dinkes Prop NTT, 2021).
Kota Kupang yang tercatat tertinggi Jumlah ODHA on ART dan Penderita ODHA
Lost to follow up yaitu Data dari Rumah Sakit Umum Prof. Dr.W.Z. Johannes
antiretroviral dari 597 orang, di mana 89 orang (14,9%) berada dalam status
LTFU terapi antiretroviral. Dan pada Oktober 2021 jumlah ODHA 920 orang, on
ART sebanyak 525 orang, dan yang LTFU sebanyak 187 orang (RS. Dr. W.Z.
dengan HIV AIDS) yang kehilangan kontak/informasi karena tidak mau berobat
6
atau mendapat layanan dari fasilitas pelayanan di lapangan (ODHA Lost) hal ini
tentang faktor risiko kejadian lost to follow up ODHA ke layanan VCT RSUD.
dihimpun Dinas Kesehatan Provinsi NTT dari tahun 1997 sampai Maret
(ODHA Lost to Follow UP). Data komulatif Januari – september 2021 ada
(PDP) di Kota Kupang yang tercatat tertinggi Jumlah ODHA on ART dan
Penderita ODHA yang Lost to follow up yaitu total ODHA yang on ART
525 dan 187 Odha Lost to follow up dari Total ODHA yang on ART.
7
1.3 Cakupan Masalah
Cakupan dari penelitian ini adalah faktor risiko kejadian lost to follow up
yang diambil yaitu “Faktor risiko apa sajakah yang berhubungan dengan kejadian
ODHA lost to Follow up ke layanan VCT RSUD. WZ. Yohanes dan faktor yang
8
7. Apakah terdapat hubungan stadium HIV dengan kejadian ODHA lost
Yohanes ?
15.
9
1.5.2 Tujuan Khusus
10
11. Menganalisis hubungan Pelayanan di klinik VCT dengan kejadian
Kupang
11
BAB II
12
2.1. Kajian Pustaka
2.1.1.1. Pengertian
adalah tahap lanjut dari infeksi HIV yang menyebabkan beberapa infeksi lainnya.
Virus akan memperburuk sistem kekebalan tubuh dan penderita HIV/AIDS akan
berakhir dengan kematian dalam waktu 5-10 tahun kemudian jika tanpa
pengobatan yang cukup. HIV adalah organisme patogen yang menyebabkan AIDS
retro virus yang menyebabkan HIV, menular melalui darah, serum, semen,
yang muncul karena menurunnya kekebalan tubuh yang disebabkan infeksi oleh
HIV. Akibat menurunnya kekebalan tubuh maka orang tersebut sangat mudah
Berdasarkan gambaran klinik WHO (2006) dalam Amin & Hardhi, (2016):
13
Lanjut : Fase klinik 3
1. Fase klinik 1
2. Fase klinik 2
pharyngitis) berulang.
c) Herpes zoster.
e) Seborrhoic dermatitis.
3. Fase klinik 3
e) TB pulmonal (baru).
terutama pleura, abses pada otot skelet, infeksi sendi atau tulang).
14
h) Meningitis.
i) Bakterimia.
109/l).
4. Fase klinik 4
candidiasis.
d) TBC ekstrapulmonal.
e) Cytomegalovirus.
f) Toksoplasma di SSP.
g) HIV encephalopathy.
h) Meningitis.
j) Leukoencephalopathy.
(Sumber: Grimes E& St. Louis. Mosby Year Book. 1991 dalam Amin &
Hardhi, 2016).
a. Stadium I
Belum menunjukkan gejala dan dalam hal ini pasien dengan HIV tidak
menunjukkan gejala klinis yang berarti, sehingga pasien akan tampak sehat
16
b. Stadium II
Sudah mulai menunjukkan gejala yang ringan dan gejala ringan seperti
penurunan berat badan kurang dari 10%, infeksi yang berulang pada saluran
c. Stadium III
Pasien sudah tampak lemah, gejala dan infeksi sudah mulai bermunculan,
enderita akan mengalami penurunan berat badan yang lebih berat, diare yang
tidak kunjung sembuh, demam yang hilang timbul dan mulai mengalami
infeksi jamur pada rongga mulut bahkan infeksi sudah menjalar ke paru-paru.
d. Stadium IV
Pasien akan menjadi AIDS, aktivitas pasien akan banyak dilakukan di tempat
tidur karena kondisi dan keadaannya sudah mulai lemah dan infeksi mulai
yang diberikan seumur hidup dan bertujuan untuk mengurangi aktivitas HIV
dalam tubuh penderita sehingga memberi kesempatan bagi sistem imun, terutama
CD4 untuk dapat diproduksi dalam jumlah yang normal. Pengobatan kuratif dan
17
Pada lingkungan perawatan kritis, prosedur-prosedur isolasi tambahan
kepada pasien dengan AIDS. Infeksi stafilokokus adalah perhatian utama pada
bakteri ini akan mengalami septic, yang ditandai oleh demam, hipotensi, dan
2.1.2. VCT
post testing HIV yang bersifat rahasia dan secara lebih dini membantu orang
Ada dua kegiatan utama dalam program VCT yaitu konseling dan testing.
Seorang konselor VCT harus mendapat pelatihan khusus dengan standar nasional.
Konseling post testing di VCT dibedakan menjadi konseling untuk tes HIV positif
18
Tujuan dari program VCT adalah pencegahan penularan dari ibu ke anak,
RI, 2018).
dini dan memadai bagi pasien dengan HIV positif maupun negative. VCT
informasi, dan edukasi) tentang pemahaman HIV, pencegahan dari ibu ke anak
persetujuan dari klien dalam bentuk inform consent. Pemeriksaan testing dalam
VCT bersifat sukarela, yaitu klien dapat memilih untuk mengikuti testing ataupun
tidak tanpa paksaan dari pihak manapun. Pelayanan VCT yang mencakup
pelaksanaan maupun hasil dari pelayanan VCT tersebut hanya diketahui oleh
19
klien dan petugas yang bertugas. Sebelum memutuskan untuk mengikuti testing
VCT, klien harus mendapatkan konseling terlebih dahulu agar klien memahami
prosedur dan tujuan dari testing VCT. Dalam pemeriksaan VCT, apabila klien
2018).
barang, masyarakat yang datang ke Puskesmas atau rumah sakit untuk maksud
persyaratan input pasti dan outcome yang dihasilkan. Baik tidaknya komponen
pelaksanaan dapat diukur dari relevan tidaknya pelaksanaan itu bagi pasien,
fleksibel dan efektifitas, Mutu pelaksanaan itu sendiri sesuai dengan standar
20
pelayanan (Nursalam, 2016). Pelaksanaan VCT dikatakan baik apabila memenuhi
mengatasi AIDS. Obat ini tidak dapat menyembuhkan AIDS, hanya dapat
memperlambat perkembangan HIV pada tahap awal. ARV telah terbukti mampu
ARV di minum seumur hidup oleh seseorang yang terinfeksi HIV dan AIDS
(Nursalam, 2016).
yang cukup untuk melawan HIV dalam tubuh tetapi tidak menimbulkan
21
a. HIV positif
pasien.
a. Adanya kepatuhan.
b. Adanya kesinambungan.
3. Saat belum memulai ARV, ada beberapa hal yang harus diperhatikan
antara lain:
(Nursalam, 2016).
1. Adanya infeksi HIV yang telah dikonfirmasi dengan hasil tes positif
22
yang tercatat.
2. Ada indikasi medis, jika tidak ada indikasi klinis, maka jangan
menginginkan pengobatan.
Jenis obat ARV mempunyai target yang berbeda pada silkus replikasi HIV
1. Entry atau saat masuk, HIV masuk kedalam sel T untuk merusak, HIV
melekat pada sel lalu menyatu dengan membrane luar sel, membutuhkan
dan Indinivir.
3. Late replication. Setelah HIV berubah menjadi DNA, DNA HIV akan
4. Assmbly atau penyatuan. Ketika HIV mengambil alih bahan genetic sel,
sel akan diatur untuk membuat potongan virus baru. potongan virus
baru harus dalam ukuran yang benar dan memerlukan enzim protease
penyambungan.
24
perubahan RNA virus menjadi DNA (proses ini dilakukan oleh virus
dibentuk oleh virus. Adapun salah satu contoh golongan obat ini ialah
25
loponavir atau ritonavir (LPV/r), indinavir (IDV), amprenavir (APV),
PCP, Toksoplasmosis, infeksi bacterial dan diare kronis. Terdapat dua macam
profilaksis, yaitu :
didapatkan.
sama.
perlu juga menerapkan pola hidup sehat (menjaga kebersihan pribadi maupun
lingkugan seperti mencuci tangan, makan masakan yang sudah matang). Selain itu
perlu juga imunisasi untuk mencegah penyakit – penyakit yang bisa dicegah oleh
26
penting dari rencana pengobatan bagi ODHA.
pemeriksaan CD4
3. Dosis PPK untuk orang dewasa 1 x 960 mg (dua tablet atau satu tablet
forte)
4. Efek samping yang timbul anatara lain ruam kulit (alergi) dari tingkat
ringan sampai berat. Bila timbul ruam kulit yang luas atau basah disertai
kembali dengan tingkat kepatuhan minimum obat ATV baik dan CD4 >
turut.
27
2) Adanya kegagalan terapi.
3) Jika tidak ada efek mungkin mengganti satu obat pada lini pertama
b. NNRTI, adanya ruam pada kulit dan hepatitis, ruam pada kulit pada
(Nursalam, 2016).
2. Kreteria CD4
maupun virologis. Pada tempat dimana tidak tersedia sarana pemeriksaan CD4
dan atau viral load, maka diagnosa kegagalan terapi menurut gejala klinis dapat
CD4 dan atau viral load, maka diagnosa kegagalan terapi ditegakkan dengan
panduan pemeriksaan CD4 dan atau viral load setelah pemeriksaan fisik dijumpai
tampilan gejala klinis yang mengarah pada kegagalan terapi. Dua macam kriteri
kegagalan terapi, yang pertama adalah yang menggunakan pemeriksaan CD4 dan
klinis sebagai dasar penentuan gagal terapi (utamanya digunakan pada tempat
1. Kegagalan klinis:
29
dalam stadium klinis 3 (TB paru, infeksi bakteri berat) dapat
2. Kegagalan Imunologis
load tetap > 5.000 copies/ml atau viral load menjadi terdeteksi lagi
30
Pasien HIV/AIDS Lost to follow up atau disingkat dengan LTFU
terapi ARV. LTFU berkaitan erat dengan kepatuhan pasien. Namun, dua hal
tersebut mempunyai arti yang berbeda. Jika LTFU adalah ketidakhadiran pasien
adalah pasien tidak meminum obat sesuai aturan dengan berbagai alasan
meskipun datang ke klinik dan mengambil obat secara rutin (Udeagu et al dalam
Sarah, 2018).
waktu 90 hari (3 bulan) atau kembali ke klinik setelah beberapa saat (Krishnan et
al., 2016). Program pengobatan ARV di Indonesia menetapkan jika pasien LTFU
adalah pasien yang tidak berkunjung kembali 3 bulan atau lebih dari kunjungan
LTFU terbagi menjadi dua yaitu LTFU permanen dan LTFU sementara.
Pasien LTFU permanen adalah jika pasien tidak melakukan kunjungan ke klinik
pasien yang tidak melakukan kunjungan ke klinik dalam waktu 90 hari kemudian
berkunjung kembali setelah beberapa saat disebut dengan LTFU sementara. Obat
ARV harus diminum seumur hidup dengan tingkat kepatuhan yang tinggi (>95%)
sehingga petugas kesehatan perlu untuk membantu pasien agar dapat patuh
minum obat. ODHA harus minum obat rata-rata sebanyak 60 kali dalam sebulan,
maka pasien diharapkan tidak lebih dari 3 kali lupa minum obat. Sebagian dari
31
pasien LTFU memiliki riwayat ketidakpatuhan terapi ARV. Cara pemberian terapi
ARV (4S start, substitute, switch, dan stop) terdapat dalam Pedoman Pengobatan
menurunkan viral load dan meningkatkan jumlah CD4. Meskipun ARV belum
mampu menyembuhkan penyakit atau membunuh HIV, namun terapi ARV telah
2016).
yang harus dikonsumsi seumur hidupnya. ODHA yang mengalami LTFU akan
memberikan efek, baik itu efek klinis maupun program terapi ARV. Pada
tingkatan klinis, kelanjutan terapi ARV ODHA yang LTFU tidak akan dapat
dievaluasi. Bagi ODHA yang memutuskan untuk berhenti mengikuti terapi, akan
memiliki risiko kematian yang lebih besar. Hal ini disebabkan sistem imun yang
awalnya dikendalikan oleh terapi ARV akan menjadi semakin buruk, sehingga
ODHA rentan terhadap infeksi oportunistik dan berakibat pada kematian. Selain
itu HIV akan menjadi resisten dan akan menjadi kebal terhadap ARV. Akibatnya
32
jika ODHA memutuskan untuk kembali mengikuti terapi, kemungkinan ODHA
akan mengalami kegagalan terapi di lini 1 sehingga harus beralih ke lini 2. Akan
tetapi apabila ODHA sudah sampai di lini 2 tetapi kembali terjadi kegagalan
terapi, ARV sudah tidak mampu mengendalikan replikasi HIV. Dengan kata lain
akan terjadi resistensi obat, sehingga ARV tidak lagi dapat berfungsi atau terjadi
kegagalan terapi ARV. Selain itu, adanya LTFU akan mengakibatkan risiko
penularan yang lebih tinggi. ODHA yang tidak mengikuti terapi ARV atau
berhenti mengikuti terapi ARV akan memiliki risiko untuk menularkan virusnya
pada orang lain. Pada tingkat program, LTFU akan menyebabkan kesulitan untuk
masyarakat dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu faktor perilaku (behavior
causes) dan faktor yang di luar perilaku (non-behavior causes). Faktor perilaku
berasal dari unsur-unsur yang ada di dalam diri seseorang. Faktor predisposisi
a. Usia
33
Usia yang semakin muda akan meningkatkan risiko ODHA untuk gagal
menunjukkan bahwa ODHA dengan usia < 30 tahun lebih berisiko untuk
b. Jenis Kelamin
dibandingkan laki-laki. Selain itu telah ada layanan kesehatan khusus bagi
(Manowati, 2019).
c. Pendidikan
ancaman yang akan didapat jika tidak melanjutkan terapi, lebih mudah
menerima informasi baik dari media massa, kampanye, atau nasehat orang
34
d. Pendapatan
untuk loss to follow up, dan ada pula interaksi yang signifikan antara
pendapatan yang rendah dengan kadar CD4 yang rendah saat memulai
terapi. ODHA dengan kadar CD4 yang rendah dan dengan pendapatan
e. Pekerjaan
tidak bisa pergi ke layanan karena sibuk bekerja dan tetap bekerja
rujuk keluar terapi ARV ketika bekerja di luar kota, sehingga loss to
merasa sehat dan biaya cek lengkap awal yang dirasa cukup mahal.
f. Status Perkawinan
Status kawin tidak hanya bagi mereka yang kawin sah secara hukum (adat,
agama, negara dan sebagainya) tetapi juga mereka yang hidup bersama
35
dan oleh masyarakat sekelilingnya dianggap sebagai suami istri (BPS-RI,
2019).
g. Pengetahuan
banyaknya virus di dalam darah seseorang. Jadi viral load HIV adalah
jumlah / banyak virus HIV yang ada di dalam tubuh atau seseorang yang
telah terinfeksi HIV. Untuk mengetahui jumlah suatu virus tersebut maka
dilakukan Tes Viral Load pada Orang dengan HIV AIDS atau ODHA.
Tes Viral Load pada ODHA dapat dipakai untuk melihat efektivitas
pengobatan pada ODHA. Tes Viral load idealnya dilakukan kepada pasien
bulan berikutnya dan kemudian bisa dilakukan secara rutin 12 bulan sekali
Hasil viral load diatas 100.000 copy/ml menunjukkan jumlah virus yang
menunjukkan jumlah virus dalam darah rendah. Hasil viral load dibawah
36
20 copy/ml menunjukkan bahwa virus tidak terdeteksi. Viral load yang
semakin kecil untuk menularkan HIV kepada orang lain (Dinkes DIY,
2021).
i. Stadium Klinis
keparahan. Pada stadium III dan IV, sudah nampak gejala klinik yang
jelas. Pasien dengan stadium III atau IV, tidak memungkinkan untuk
dengan stadium klinis tinggi (III dan IV). Kondisi tersebut terjadi karena
j. Infeksi Oportunistik
koinfeksi menunjukkan bahwa pasien HIV telah berada pada stadium yang
lebih parah. Hal ini menyebabkan pasien merasa lebih penting untuk
37
pasien yang mempunyai koinfeksi TB pada awal terapi ARV berhubungan
Kondisi sistem imun ODHA yang lemah akan menjadi buruk ketika
infeksi oportunistik dan berakhir pada kematian. Selain itu, HIV akan
menjadi resisten terhadap ARV dan jika ODHA berhenti mengikuti terapi
lagi, maka akan mengalami kegagalan terapi pada lini 1 sehingga harus
beralih pada lini 2. Apabila terapi lini 2 mengalami kegagalan, maka ARV
dikatakan bahwa terapi ARV tidak dapat berfungsi lagi pada ODHA
tersebut.
Efek samping obat (ESO) atau adverse drug reaction adalah suatu efek
terapi. Sedangkan pengertian lain dari efek samping obat adalah semua
38
Beberapa gejala dari efek samping obat ARV yang dikeluhkan oleh
samping dari jenis ARV zidovudin yang memiliki gejala efek samping
sosial yang diberikan kepada seseorang seperti keluarga, teman, maupun petugas
a. Dukungan Keluarga
yang berinteraksi dengan pasien HIV yaitu adalah keluarga. Keluarga bisa
keluarga berperan besar dalam hal kepatuhan minum obat ARV pada
yang baik akan memengaruhi positif pada kepatuhan minum obat ARV
(Bachrun, 2017).
39
faktor yang pertama kali memhubungani pasien untuk mengunjungi klinik.
(Handayani, 2017). Faktor penyebab yang paling umum bagi pasien yang
ARV adalah jarak yang cukup jauh dan sarana transportasi yang kurang.
kejadian LTFU yang berasal dari modifikasi teori Green, Rosiana, dan
pengetahuan, status perkawinan, lama terapi, adanya stigma, nilai yang dirasa,
40
motivasi, kadar viral load, stadium HIV, Infeksi Oportunistik, efek Samping
(enabling) yaitu pelayanan klinik VCT, jarak akses, jenis transportasi, dan biaya.
Variabel Independen
Variabel Dependen
Faktor Risiko
1. Usia
2. Jenis kelamin
3. Pendidikan
4. Pekerjaan
5. Status perkawinan
6. Kadar viral load Kejadian
7. Stadium HIV lost to Follow up ODHA Ke
8. Infeksi Oportunistik layanan VCT
9. Efek Samping ARV 41 RSUD. Prof. Dr. W.Z.
10. Dukungan sosial
Johannes
11. Pelayanan di klinik VCT
12. Jarak akses menuju
13. Jenis Transportasi
14. Biaya
Variabel Perancu
Tingkat Kepatuhan
variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas merupakan
variabel yang mempengaruhi variabel terikat, antara lain usia, jenis kelamin,
pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, kadar viral load, stadium HIV, infeksi
variabel perancu tersebut berada pada kondisi yang homogen dimana seluruh
ODHA di RSUD. Prof. Dr. W.Z. Johannes Kupang yang LTFU rata-rata tidak
patuh terhadap terapi ARV. Sedangkan variabel terikat yaitu kejadian ODHA lost
42
2.4. Hipotesis Penelitian
1. Ada hubungan faktor usia dengan kejadian ODHA lost to Follow up ke
6. Ada hubungan Kadar viral load dengan kejadian ODHA lost to Follow
11. Ada hubungan Pelayanan di klinik VCT dengan kejadian ODHA lost to
43
12. Ada hubungan jarak akses dengan kejadian ODHA lost to Follow up ke
13. Ada hubungan Jenis transportasi dengan kejadian ODHA lost to Follow
BAB III
METODE PENELITIAN
44
HIV/AIDS dengan ARV yang lost to follow up) serta kelompok kontrol (pasien
HIV/AIDS dengan ARV yang masih dalam perawatan). Penelitian ini dilakukan
3.2.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah ODHA (Orang dengan HIV AIDS )
dengan Case = ODHA LTFU, dan Control = ODHA tidak LTFU di RSUD. WZ
3.2.2. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
besar sampel pada studi kasus kontrol untuk data yang tidak berpasangan
[Z 2 P (1 P ) Z 1 P1 (1 P1 ) P2 (1 P2 ) ] 2
1
n 2
( P1 P2 ) 2
Keterangan:
45
Z1 : 1,96 (Derajat Kepercayaan 95%, derajat kemaknaan 5%)
2
Z 1 : 1,28 (kekuatan uji 90%)
P1 P2
P 0,82 0,52 / 2 0,67
2
n 49 responden
= 49 orang
yang mengalami drop out. Sehingga besar sampel minimal yang diperlukan
sampel kelompok kasus (54 responden HIV/AIDS dengan ARV yang mengalami
lost to follow up) dan besar sampel kelompok kontrol (54 responden HIV/AIDS
Adapun kriteria sampel dibagi menjadi dua yaitu kriteria inklusi dan eksklusi.
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari populasi target
46
penelitian karena berbagai sebab misalnya subjek menolak berpartisipasi. Sampel
Kriteria inklusi :
dinyatakan hidup.
Kriteria eksklusi :
Kriteria inklusi:
sampel case
Kriteria eksklusi :
yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga
47
diperoleh informasi tentang hal tersebut kemudian ditarik kesimpulannya. Dalam
terikat. Dalam penelitian ini, yang menjadi variabel X yaitu umur (X1),
(X5), lama terapi (X6), stigma masyarakat (X7), motivasi (X8), kadar viral
load (X9), dukungan sosial (X10), pelayanan di klinik VCT (X11), jarak
variabel bebas (variabel X). dalam penelitian ini, yang menjadi variabel Y
8. Stadium Tingkat kesehatan atau Rekam Ordinal 1. Rendah (stadium 1 dan 2).
HIV. kondisi kesehatan medis. . 2. Tinggi (stadium 3 dan 4)
responden berdasarkan
status HIV/AIDS yang
ditetapkan oleh WHO saat
responden memulai terapi
ARV
Variabel Independent
10. Efek samping Ada tidaknya efek Kuesioner Ordinal 1. Ada
49
ARV samping 2. Tidak ada
yang dialami responden
selama mengikuti terapi
ARV hingga pasien loss to
follow up
13. Jarak akses Jarak rumah pasien ke Kuesioner Ordinal 1. Berisiko positif: Jarak
klinik VCT terdekat dalam rumah > 10 km
kilometer hingga pasien 2. Berisiko negatif: Jarak
loss to follow up rumah ≤ 10 km
(Shaweno, getnet, dan Fikru,
2019)
a. Data Primer
50
perkawinan, lama terapi, stigma masyarakat, motivasi, dukungan sosial,
b. Data Sekunder
dari rumah sakit seperti data jumlah ODHA baik yang masih follow up
maupun yang lost to follow up, data rekam medis tentang kadar viral load,
cara mendapatkan Izin dari Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat S2 Pasca
Sarjana Universitas Negeri Semarang dan izin dari RSUD. WZ. Yohanes Kupang
yang masih menjalani terapi ARV di RSUD. WZ. Yohanes Kupang, dan
dihubungi.
maka akan langsung tatap muka, sedangkan bila tidak, maka peneliti
51
menggunakan media telepon untuk keperluan tanya jawab yang
d. Bila responden dapat dijangkau, maka satu per satu responden akan
oleh responden.
dengan rumus :
Keterangan :
: nilai rata-rata
∑x : hasil penjumlahan observasi
n : jumlah responden menjadi sampel
52
Selanjutnya data dimasukkan dalam tabel distribusi frekuensi. Analisis ini
sebagai berikut :
P=
Keterangan :
P : Persentase
f : Frekuensi teramati
n : Jumlah responden menjadi sampel
Rumus Chi-Square:
Keterangan :
O : Frekuensi observasi
E : Frakuensi Harapan (nilai ekspektasi)
: Chi-Square Test
53
b) Sel yang mempunyai nilai expected kurang dari 5, maksimal 20% dari jumlah
sel.
suatu tabel B x K yang baru. Uji hipotesis yang dipilih sesuai dengan tabel B x K
(level of signifikan 95% (α = 0,05). Selanjutnya apabila nilai p<0,05 maka hasil
variabel dependen (Ho ditolak dan Ha diterima), namun apabila p>0,05 maka
hasil perhitungan statistik tidak bermakna, artinya tidak ada hubungan antara
digunakan adalah uji regresi logistic berganda model prediksi, dengan tingkat
54
kategorik polikontom dengan salah satu kategori menjadi pembanding dengan
DAFTAR PUSTAKA
55
Bachrun, E. 2017. Hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan minum obat
antiretroviral pada orang dengan HIV/AIDS (ODHA). Jurnal Elektronik,
7(1), 57-61.
Dinkes Prov. NTT, 2021. Laporan Program HIV Bidang P2P, Nusa Tenggara
Timur.
Handayani, L., Ahmad, R. A., & Subronto, Y. W. 2017. Faktor Risiko Lost to
Follow Up pada Terapi Pasien ARV.BKM Journal of Community
Medicine and Public Health, 33(4):173–180.
Jona, 2020. Faktor risiko kejadian lost to follow up pada penderita HIV yang
menjalani pengobatan ARV di Puskesmas Sumberjambe dan Puskemas
Sukowono
Kemenkes RI, 2021. Laporan Perkembangan HIV AIDS & Penyakit lnfeksi
Menular Seksual (PIMS) Triwulan I Tahun 2021. Jakarta
______, 2020. Pusat Data dan Informasi Keenterian Kesehatan RI, Jakarta
56
______, 2018. Pedoman dan tata laksanaan VCT. Jakarta: Kementrian Kesehatan
RI.
Krishnan, S., Koletar, S. L., & Team, A. A. (2016). Incidence Rate of and Factors
Associated with Loss to Follow-up in a Longitudinal Cohort of
Antiretroviral-Treated HIV-Infected Persons: An AIDS Clinical Trials
Group (ACTG) Longitudinal Linked Randomized Trials (ALLRT) Analysis
S.HIV Clinical Trials, 12(4): 190-200.
Paul, 2021. Kasus HIV AIDS di Provinsi NTT Tetap Meningkat, Artikel dikutip
dari : https://parekrafntt.id/bacaartikel?id_artikel=87
57
______, 2017. Global Reports. UNAIDS Report on the Global AIDS Epidemic
2017. Dikutip dari http://www.unaids.org
Zürcher, K., Mooser, A., Anderegg, N., Tymejczyk, O., Couvillon, M. J., Nash,
D. dan Egger, M. 2017. Outcomes of HIV-positive patients lost to follow-
up in African treatment programmes. Tropical medicine & international
health : TM & IH. 22(4): 375–387.
58
Saya yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan BERSEDIA / TIDAK
BERSEDIA *) menjadi peserta / responden penelitian yang akan dilakukan oleh
Dewi Ramliana Yani, mahasiswa Program Studi Magister Kesehatan Masyarakat
Pascasarjana Universitas Negeri Semarang, yang berjudul:
“Faktor Risiko Kejadian Lost To Follow Up ODHA Ke layanan VCT RSUD.
Prof. Dr. W.Z. Johannes”
Nama : ………………………………………………………………………...
Umur : …………… tahun
Alamat : ………………………………………………………………………...
No Telp / Hp : ………………………………………………………………………...
Kode ** : ………………………………………………………………………...
Sebagai responden dari penelitian tersebut. Persetujuan ini saya buat dengan sadar
dan tanpa paksaan dari siapa pun. Demikian pernyataan ini saya buat untuk dapat
dipergunakan sebagaimana mestinya.
Kupang, ……………….2022
Peneliti, Responden,
Saksi,
(……………….…………)
Lampiran 2 Instrumen Penelitian
No. Resp. :
Tanggal Wawancara : …….……..
59
LEMBAR KUESIONER
FAKTOR RISIKO KEJADIAN LOST TO FOLLOW UP ODHA KE
LAYANAN VCT RSUD PROF. DR. W.Z JOHANNES
A. KARAKTERISTIK RESPONDEN
Inisial : ______
Memberikan tanda checklist () pada salah satu kolom pilihan jawaban.
Pendidikan Terakhir : SD
SMP
SLTA/Sederajat D-3
S1 S2/S3
Petani/nelayan/buruh Wiraswata
C. KUESIONER TENTANG STADIUM HIV
Memberikan tanda checklist () pada salah satu kolom pilihan jawaban.
Stadium II Stadium IV
D. KUESIONER TENTANG INFEKSI OPORTUNISTIK
Memberikan tanda checklist () pada salah satu kolom pilihan jawaban.
F. KUESIONER TENTANG DUKUNGAN KELUARGA
Memberikan tanda checklist () pada salah satu kolom pilihan jawaban.
Jawaban
No. Pernyataan
Ya Tidak
1. Pasangan atau keluarga saya tahu bahwa saya
adalah seorang HIV-positive (+)
61
5. Pasangan atau keluarga saya selalu mengingatkan
saya supaya saya mengkonsumsi ARV secara
rutin (+)
Jawaban
No. Pernyataan
Ya Tidak
62
10. Memberikan waktu yang khusus kepada pasien
untuk berkonsultasi (+)
Kendaraan umum
Pesawat Terbang
Kapal laut
Tempat dan
Nama Judul Tahun Rancangan
No Variabel Hasil Penelitian
Peneliti Penelitian Penelitian Penelitian
66
1.055–9.450)
were
independent
predictors of lost
to follow-up
among HIV-
exposed infants
67
had transferred
to another clinic,
9.2% (95% CI,
8.5%–9.8%)
were retained on
cART, and
31.6% (95% CI,
30.6%–32.7%)
could not been
found. Mortality
was associated
with male sex,
more advanced
disease, and
shorter cART
duration;
stopping cART
with less
advanced
disease
andlonger cART
duration; and
silent transfer
with female sex
and less
advanced
disease
68