Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN MAKALAH

PENCEGAHAN PRIMER, SEKUNDER, DAN TERSIER


KLIEN DENGAN HIV/AIDS

Untuk memenuhi tugas mata kuliah keperawatan HIV/AIDS


Yang dibina oleh Ibu Sulastyawati, S.Kep., Ns., M.Kep

Disusun oleh :
Kelompok 5
1. Sesar Andriyono (P17212215006)
2. Nandhea Exza S. (P17212215017)
3. Rishelia Trista Ardani (P17212215024)
4. Sabrina Kumala Dewi (P17212215040)
5. Basilio Roberto Dos (P17212215041)
6. Meryl Avin Zanuarsa (P17212215048)
7. Ana Mas’amah (P17212215058)
8. Erika Bintan W. (P17212215068)
9. Novianti Eka Saputri (P17212215076)
10. Yuniat Risky A.D.P (P17212215078)
11. Dyah Sulistianingtyas (P17212215086)
12. Karliyn Ayu A.M (P17212215088)
13. Karin Vera Marita (P17212215102)
14. M. Rezkiansyah A.F (P17212215103)
15. Mira Talitha Fitriana (P17212215104)
16. Yenny Yulistiani (P17212215119)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS KEPERAWATAN MALANG


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah dengan judul
“Pencegahan Primer, Sekunder, dan Tersier Klien dengan HIV/AIDS” sebagai
salah satu syarat untuk memenuhi tugas keperawatan HIV/AIDS Program Studi
Profesi Ners
Penulis menyadari bahwa dalam makalah ini tidak lepas dari bimbingan,
bantuan, dukungan dari berbagai pihak, sehingga kendala-kendala yang dihadapi
penulis dapat diatasi. Oleh karena itu, peneliti menyampaikan ucapan terima kasih
dan penghargaan sebesar-besarnya kepada:
1. Ibu Sulastyawati, S.Kep., Ns., M.Kep selaku dosen mata kuliah keperawatan
HIV/AIDS yang dalam penyusunan makalah ini telah banyak memberi
bimbingan, saran, dan dukungan kepada penulis.
2. Keluarga dan teman-teman yang selalu mendoakan dan memberikan
semangat serta dukungan untuk semangat dalam menyelesaikan makalah
3. Semua pihak yang telah memberikan dorongan dan bantuannya dalam
menyelesaikan makalah ini
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, maka
dari itu penulis berharap pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang
membangun bagi penulis.
Malang, 6 September 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................1
1.1 Latar Belakang ..............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.........................................................................................3
1.3 Tujuan............................................................................................................3
1.4 Manfaat..........................................................................................................3
BAB 2 ANALISIS JURNAL..............................................................................4
2.1 Analisis Jurnal Pencegahan Primer...............................................................4
2.2 Analisis Jurnal Pencegahan Sekunder...........................................................7
2.3 Analisis Jurnal Pencegahan Tersier.............................................................10
BAB 3 PEMBAHASAN...................................................................................13
3.1 Pencegahan Primer......................................................................................13
3.2 Pencegahan Sekunder..................................................................................17
3.3 Pencegahan Tersier......................................................................................18
BAB 4 PENUTUP.............................................................................................21
4.1 Kesimpulan..................................................................................................21
4.2 Saran............................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................23

ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan sejenis virus yang
menginfeksi sel darah putih yang menyebabkan turunnya kekebalan tubuh
manusia. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan
gejala yang timbul karena turunnya kekebalan tubuh yang disebabkan infeksi
oleh HIV. Penderita HIV memerlukan pengobatan dengan Antiretroviral
(ARV) untuk menurunkan jumlah virus HIV di dalam tubuh agar tidak masuk
ke dalam stadium AIDS, sedangkan penderita AIDS membutuhkan
pengobatan ARV untuk mencegah terjadinya infeksi oportunistik dengan
berbagai komplikasinya. HIV dapat ditularkan melalui pertukaran berbagai
cairan tubuh dari orang yang terinfeksi, seperti darah, ASI (Air Susu Ibu),
semen dan cairan vagina. HIV juga dapat ditularkan dari seorang ibu ke
anaknya selama kehamilan dan persalinan. Orang tidak dapat terinfeksi
melalui kontak sehari-hari seperti mencium, berpelukan, berjabat tangan, atau
berbagi benda pribadi, makanan, atau air (KEMENKES RI, 2020).
HIV terbesar di dunia adalah di benua Afrika (25,7 juta orang), kemudian
di Asia Tenggara (3,8 juta), dan di Amerika (3,5 juta). Sedangkan yang
terendah ada di Pasifik Barat sebanyak 1,9 juta orang. Tingginya populasi
orang terinfeksi HIV di Asia Tenggara mengharuskan Indonesia untuk lebih
waspada terhadap penyebaran dan penularan virus ini. Selama sebelas tahun
terakhir jumlah kasus HIV di Indonesia mencapai puncaknya pada tahun
2019, yaitu sebanyak 50.282 kasus. Berdasarkan data WHO tahun 2019,
terdapat 78% infeksi HIV baru di regional Asia Pasifik. Untuk kasus AIDS
tertinggi selama sebelas tahun terakhir pada tahun 2013, yaitu 12.214 kasus.
Berdasarkan data Ditjen P2P yang bersumber dari Sistem Informasi HIV,
AIDS, dan IMS (SIHA) tahun 2019, laporan triwulan 4 menyebutkan bahwa
kasus HIV dan AIDS pada laki-laki lebih tinggi dari perempuan. Kasus HIV
tahun 2019 sebanyak 64,50% adalah laki-laki, sedangkan kasus AIDS sebesar
68,60% pengidapnya adalah laki-laki. Hal ini sejalan dengan hasil laporan

1
HIV berdasarkan jenis kelamin sejak tahun 2008-2019, dimana persentase
penderita laki-laki selalu lebih tinggi dari perempuan (KEMENKES RI, 2020)
Penyakit HIV /AIDS menimbulkan beberapa permasalahan yang cukup
serius bagi penderitanya. Secara fisik menimbulkan kerentanan terhadap
beberapa penyakit seperti munculnya penyakit TB, Infeksi pada mulut dan
tenggorokan oleh jamur, pembengkakan kelenjar getah bening, muncul herpes
zoster berulang dan muncul bercak gatal diseluruh tubuh. Banyak dampak
negative yang ditimbulkan dari HIV AIDS bukan hanya bagi penderitanya
tetapi juga dampak negative bagi Negara yang disebabkan oleh penyakit ini
(Darti & Imelda, 2019). Sehingga perlu dilakukan pencegahan dalam
penanganan kasus HIV/AIDS ini, salah satunya yaitu pencegahan. Pencegahan
dapat dibagi menjadi 3, yaitu (primer, sekunder, dan tersier).
Pencegahan primer dalah upaya pencegahan yang dilakukan saat proses
penyakit belum mulai (pada periode pre-patogenesis) dengan tujuan agar tidak
terjadi proses penyakit. Tujuannya adalah untuk mengurangi insiden penyakit
dengan cara mengendalikan penyebab dan faktor risikonya. Upaya yang
dilakukan adalah untuk memutus mata rantai infeksi (agent – host –
environment). Terdiri dari (health promotion dan specific protection) dan
dilakukan melalui 2 strategi yaitu populasi dan individu. Pencegahan primer
pada fase penyakit yaitu faktor-faktor penyebab khusus, dan targetnya adalah
total populasi, kelompok terseleksi, dan individu sehat. Pencegahan sekunder
adalah upaya pencegahan yang dilakukan saat proses penyakit sudah
berlangsung namun belum timbul tanda dan gejala sakit (patogenesis awal)
dengan tujuan proses penyakit tidak berlanjut. Tujuannya adalah
menghentikan proses penyakit lebih lanjut dan mencegah komplikasi.
Bentuknya berupa deteksi dini dan pemberian pengobatan (yang tepat).
Pencegahan sekunder pada fase penyakitnya yaitu tahap dini penyakit, dan
targetnya adalah pasien. Pencegahan tersier adalah upaya pencegahan yang
dilakukan saat proses penyakit sudah lanjut (akhir periode patogenesis)
dengan tujuan untuk mencegah cacad dan mengembalikan penderita ke status
sehat. Tujuannya adalah menurunkan kelemahan dan kecacatan, memperkecil
penderitaan dan membantu penderita-penderita untuk melakukan penyesuaian

2
terhadap kondisi yang tidak dapat diobati lagi. Yang terdisi dari disability
limitation dan rehabilitation. Pencegahan tersier pada fase penyakitnya adalah
penyakit tahap lanjut (pengobatan dan rehabilitasi), dan targetnya adalah
pasien (Ninla Elmawati Falabiba, 2019).
1.2 Rumusan Masalah
Bagaiman pencegahan primer, pencegahan sekunder, dan pencegahan primer
pada klien dengan HIV/AIDS?
1.3 Tujuan
1. Mengidentifikasi pencegahan primer pada klien dengan HIV/AIDS
2. Mengidentifikasi pencegahan sekunder pada klien dengan HIV/AIDS
3. Mengidentifikasi pencegahan tersier pada klien dengan HIV/AIDS
1.4 Manfaat
1. Bagi Masyarakat
Makalah ini dapat digunakan oleh masyarakat untuk menambah
pengetahuan tentang cara melakukan pencegahan primer, sekunder, dan
tersier pada penderita HIV/AIDS
2. Bagi Perawat
Makalah ini dapat digunakan sebagai referensi atau motivasi oleh perawat
dalam memberikan konseling atau edukasi kepada penderita HIV/AIDS
terkait pencegahannya
3. Bagi penulis
Makalah ini dapat digunakan sebagai pengembangan wawasan dan ilmu
pengetahuan dalam pembelajaran pencegahan primer, sekunder, dan teriser
terhadap klien dengan HIV/AIDS

3
BAB 2
ANALISIS JURNAL

1 Analisis Jurnal Pencegahan Primer

Judul/Author Study Design, Sample, Analisa Faktor hasil Kesimpulan


Variabel, Instrumen, Analisis
Pencegahan Design : penelitian deskriptif Karateristik responden sebagian besar Tingkat pengetahuan responden tentang HIV
Hiv/Aids Pada observasional terdiri dari kelompok usia 20–26 tahun & AIDS sebagian besar dalam kategori baik.
Anggota Tni-Al (54,02%). Sebagian besar responden Tingkat sikap responden tentang HIV &
Dilihat Dari adalah tamat SLTA (87,36%). Sebagian AIDS sebagian besar dalam kategori baik.
Pengetahuan Sampel : purposive sampling. besar responden belum menikah Tindakan responden tentang HIV & AIDS
Sikap Dan Jumlah sampel yang digunakan (52,87%). Masa kerja responden sebagian besar dalam kategori baik.
Tindakan (Yuhan yaitu sebesar 87 orang. sebagian besar pada kelompok >5 tahun
Wirahayu & (52,87%). Lama mobilitas penugasan
Satyabakti, 2014) Variabel : usia mempengaruhi sebagian besar pada >5 bulan (41%).
pengetahuan pencegahan
penularan hiv

Instrument : kuisioner
High variability Design : pengumpulan data Beban tinggi di Afrika Timur dan Analisis ini mengungkapkan kurangnya
in the (data collection) Selatan [17], dan menurut negara konsensus baik di antara dan di dalam
measurement of dengan beban tinggi vs. rendah (negara negara' dan pemangku kepentingan global'
HIV primary Sampel : situs web Kementerian dengan “tinggi” beban memiliki> 1% pengukuran pencegahan HIV. Meskipun
prevention Kesehatan untuk masing-masing prevalensi HIV dan negara-negara beberapa variabilitas diharapkan, temuan ini
activities and negara. Perwakilan dari masing- dengan “rendah” beban memiliki <1% menunjukkan kebutuhan untuk

4
outcomes Sayuri masing negara's Kementerian prevalensi HIV) [18]. Kami juga memfokuskan kembali perhatian pada
(Sekimitsu et al., Kesehatan dihubungi melalui membandingkan prevalensi HIV [18] ke pencapaian konsensus yang lebih besar pada
2020) informasi kontak yang tersedia jumlah indikator di NSP negara dan kerangka pengukuran global untuk
untuk umum yang ditemukan di menghitung Pearson's koefisien korelasi pencegahan HIV.
situs web. (r).

Variabel: variasi kecil dalam


pemilahan usia dan jenis kelamin
di antara negara dan pemangku
kepentingan global

Instrumen penelitian : -
Upaya Design : kualitatif dengan Dari hasil pemeriksaan tidak dijumpai Pada 80 orang WPS yang dilakukan
Pencegahan Dan pendekatan Deskriptif wanita yang terdeteksi positif pemeriksaan tidak ada ditemukan kasus HIV
Penanggulangan Verivikatif HIV/AIDS dan adanya peningkatan AIDS di wilayah Kelurahan Belawan 1 dan
Hiv/Aids Melalui pengetahuan tentang HIV AIDS Belawan Bahagia.
Peningkatan Sampel : 80 wanita beresiko di mengenai defenisi, tanda dan gejala,
Pengetahuan Dan wilayah Belawan Sumatera cara penularan dan cara pencegahannya.
Screening Utara. Sehingga diharapkan dengan
Hiv/Aids Pada peningkatan pengetahuan ini akan
Kelompok Variabel : Peningkatan mengurangi dan menghindari perilaku
Wanita Beresiko pengetahuan, screening, yang beresiko
Di Belawan HIV/Aids
Sumatera Utara
(Darti & Imelda, Instrument : pendidikan
2019) Kesehatan & konseling,

5
pemeriksaan darah

Perilaku Design : kualitatif dengan Dari kelompok Waria mereka Perilaku pencegahan penyakit HIV/AIDS
Pencegahan pendekatan Deskriptif menyatakan tetap serius menghadapi oleh kelompok WPS dan Waria sudah baik.
Hiv/Aids Pada Verivikatif penyakit HIV/AIDS didepan mata Hal ini terbukti tidak ada kasus baru
Kelompok merekauntuk itu mereka tetap waspada penderita HIV/AIDS dari kalngan mereka
Wanita Pekerja Sampel : 10 kelompok resiko untuk tetap menjaga agar tidak (WPS dan Waria)
Seks Dan Waria tinggi Wanita Pekerja Seks ketularan dengan berperilaku mencegah
(Murwanto, (WPS) dan 10 Waria ketularan penyakit
2014) HIV/AIDSSedangkan dari kelompok
Variabel : pengetahuan, sikap WPS menganggapnya sebagai hal
dan perilaku pencegahan biasa-biasa saja. Menurut mereka bukan
HIV/ADS hal yang asing lagi. karena mereka
terbiasa menghadapi dan yang lebih
Instrument : wawancara penting sudah terbiasa melakukan
pencegahan dengan menggunakan
kondom

6
2 Analisis Jurnal Pencegahan Sekunder

Judul/Author Study Design, Sample, Analisis Faktor Hasil Kesimpulan


Variabel, Instrumen, Analisis

PELAKSANAAN Study Design: Pelaksanaan Hasil dari data deskriptif menunjukkan Setelah dilakukan pengabdian masyarakat
MOBILE pendampingan terhadap pekerja bahwa sebagian besar responden tampak bahwa pengetahuan pekerja seks
VOLUNTARY seks yang akan disasar dalam berumur 20-35 tahun (53,6%), Perilaku meningkat, peningkatan serosurvei VCT
COUNSELING pemeriksaan VCT. seksual yang berisiko sangat dapat bagi pekerja seks. Ketersediaan kondom dan
TEST (VCT) meningkatkan gangguan kesehatan pelican meningkat. Pengobatan ARV bagi
PADA WANITA Sample: Seluruh pekerja seks reproduksi. Selain itu pekerja seks pekerja seks yang reaktif juga mengalami
PEKERJA SEKS komersial di lokasi Bungkulan sebagian besar melaporkan bahwa perubahan ke arah positif.
DI LOKASI Variabel: Mobile voluntary pemeriksaan VCT ini baru pertama kali
BUNGKULAN Counseling Test(VCT), Pekerja dilakukan yaitu sebanyak 69,6%.
(Putu Sukma Seks Komersial (PSK) Mobile VCT sangat memudahkan
Megaputri, Ni pekerja seks untuk melakukan
Made Karlina Instrumen: Alat dan bahan pemeriksaan secara berkala. adanya
Sumiari Tangkas, I yang dibawa saat pelaksanaan mobile VCT yang dilakukan dapat
Dewa Ayu mobile VCT adalah tabung meningkatkan kemauan pekerja seks
Rismayanti, Putu darah, spuit, APD (handscoon, untuk melakukan tes VCT, hasil survei
Indah Sintya Dewi, masker), label nama dan termos meningkat, deteksi dini HIV semakin
Putu Dian Prima untuk penyimpanan darah serta meningkat, pengobatanARV bagi
Kusuma Dewi) form pemeriksaan darah VCT pekerja seks yang sudah ditemukan
reaktif dapat segera dilakukan.
Analisis: Analisis secara
kualitatif berdasarkan hasil
wawancara dengan pekerja seks.

7
PEMANFAATAN Study Design: Waterfall Melalui E-Konselingsetiap pasien yang Implementasi Aplikasi e-Konseling untuk
APLIKASI E- akan melakukan konsultasi harus para penderita HIV sangat bermanfaat
KONSELING Variabel: Aplikasi E-Konseling, melakukan registrasi untuk menjadi alat komunikasi penderita saat akan
SEBAGAI Konsultasi, Pengobatan, mendapatkan username dan password melakukan konslutasi, mampu meberikan
PEDOMAN Penderita HIV untuk login dan pengguna aplikasi ini solusi bagi penderita HIV yang akan
PELAKSANAAN Instrumen:CPU, memori 2GB, akan lebih cepat mendapatkan berkonsultasi terhadap masalah yang
KONSULTASI Hardisk 500GB, Mouse Optik informasi, karena konselor bisa dihadapi, melalui aplikasi ini pengguna
DAN langsung menjawab pertanyaan dengan dapat lebih cepat mendapatkan informasi,
PENGOBATAN respon cepat, sebab dapat diakses dari karena konselor bisa langsung menjawab
UNTUK mana saja. Sehingga Konseling dan Tes pertanyaan dengan respon cepat dan bisa
PENDERITA HIV HIV dapat mempercepat penegakan diakses dari mana saja
(Hairil Kurniadi diagnosis HIV/AIDS, untuk mencegah
Siradjuddin, Saiful sedini mungkin terjadinya penularan
Do.Abdullah) atau peningkatan kejadian infeksi HIV
dan pengobatan lebih dini.

KARAKTERISTI Study Design: Penelitian ini Hasil penelitian di dapatkan 100 % Berdasarkan hasil penelitian mengenai
K PARTISIPAN merupakan penelitian Deskriptif. responden melakukan n pre test HIV/ Karakteristik Partisipan yang mengikuti
SKRINING AIDS, konseling HIV/ AIDS, post test screening HIV di KTH (Klinik Tes
HUMAN Sampel: Sampel ditentukan HIV. (95,3%) hasil tes Negatif dan hasil HIV/AIDS) Mandalika RSUD Praya Tahun
IMMUNODEFICI menggunakan rumus slovin tes Positif (4,8 %) pekerja seks, (52,6%) 2013, dapat disimpulkan bahwa Bila
ENCY dengan batas toleransi kesalahan yang positif HIV berjenis kelamin Laki- seseorang terdeteksi lebih awal maka kita
VIRUS/ACQUIRE 5% berarti yang memiliki tingkat laki, (63,2%) yang positif HIV/AIDS bisa mencegah kematian dan juga tidak
D akurasi 95%, sehingga diperoleh berumur 25-49 tahun perlu mengalami infeksi oportunistik.
IMMUNODEFICI jumlah sampel adalah 400
ENCY partisipan
SYNDROME Variabel: Konseling (pre test

8
(HIV/AIDS) DI dan post test) dan testing
KLINIK TEST sukarela (VCT).
HIV AIDS
MANDALIKA Instrumen: SPSS versi 18
RUMAH SAKIT
UMUM DAERAH
PRAYA(Ni Putu
Dian Ayu
Anggraeni, Fitra
Arsy Nur Cory’ah,
Rita Sopiatun)

9
3 Analisis Jurnal Pencegahan Tersier
Study Design, Sample,
Judul/Author Analisa Faktor hasil Kesimpulan
Variabel, Instrumen, Analisis

HUBUNGAN Design : Cross sectional. Berdasarkan analisis data diperoleh Terdapat hubungan antara dukungan
DUKUNGAN hasil sebagian besar responden memiliki keluarga dengan kepatuhan minum obat
KELUARGA Sampel : 30 pasiendengan karakteristik umur 20-49 tahun dengan ARV pada pasien HIV/AIDS dengan nilai p-
value 0,000
DENGAN HIV/AIDS presentase 33,3%, responden dengan
KEPATUHAN jenis kelamin perempuan 56,7%,
MINUM OBAT Variabel: Hubungan dukungan responden dengan pendidikan SMA
ANTIRETROVIR keluarga dengan kepatuhan 66,7%, responden dengan tipe keluarga
AL (ARV) PADA minum obat ARV pada pasien inti 76.7%. Dukungan keluarga dengan
PASIEN HUMAN HIV/AIDS Di kota Semarang. jumlah 43.3%, kepatuhan tinggi
IMMUNODEFICI terdapat 14 responden dengan
ENCY Instrument : Memberikan persentase 46.7%. Pada dukungan
VIRUS/ACQUIRE kuesioner, jumlah responden 30 keluarga selalu dan kepatuhan tinggi
D IMMUNE pasien dengan teknik meminum obat sejumlah 8 responden
DEFICIENCY pengambilan sampel dengan
SYNDROME total sampling
(HIV/AIDS) DI
RUMAH SAKIT Analisis: Uji Gamma.
ISLAM SULTAN
AGUNG
SEMARANG
(Afifah, 2019)

TINGKAT Design : Analytical Cross Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan Terdapat hubungan yang signifikan dengan

10
KEPATUHAN Sectional secara statistik terdapat hubungan yang kekuatan korelasi kuat secara statistik antara
MENGKONSUMS signifikan dengan kekuatan korelasi tingkat kepatuhan dengan jumlah CD4 pada
I OBAT Sampel : 90 pasien HIV AIDS kuat (r = 0,601) antara tingkat pasien HIV AIDS di klinik VCT RSUP
Sanglah pada periode September –
ANTIRETROVIR yang melakukan kunjungan ke kepatuhan dengan jumlah CD4 pada
November 2014. Selain itu terdapat
AL DENGAN Klinik VCT RSUP serta telah pasien HIV AIDS di klinik VCT RSUP hubungan yang kuat antara peningkatan
JUMLAH CD4 mengkonsumsi obat Anti Sanglah dalam periode September – jumlah CD4.
PADA PASIEN Retroviral paling tidak November 2014 (p<0,05). Hasil uji t-
HIV AIDS DI sekurangnya selama 6 bulan berpasangan secara statistik terdapat
KLINIK VCT perbedaan yang signifikan antara
RSUP SANGLAH Variabel: Hubungan antara tingkat kepatuhan mengkonsumsi obat
DALAM kepatuhan mengkonsumsi obat terhadap jumlah CD4 Awal dengan
PERIODE anti retroviral dengan jumlah jumlah CD4 Akhir dengan hubungan
SEPTEMBER – CD4. korelasi kuat (r = 0,64) pada pasien HIV
NOVEMBER 2014 AIDS di Klinik VCT RSUP Sanglah
(Manuaba&Yasa, Instrumen penelitian: Sumber dalam periode September 2014 –
2014) data meliputi data primer November 2014 (p<0,05). Hasil uji One
(wawancara kuisioner) dan Way Anova menunjukkan secara
sekunder (rekam medis pasien). statistik terdapat perbedaan hasil rerata
Jumlah CD4 yang signifikan (p<0,05)
Analisis: Korelasi Pearson, uji antar ketiga kelompok subjek penelitian
T-berpasangan, serta melakukan (kelompok patuh, kepatuhan sedang dan
uji One Way Anova. tidak patuh).
HUBUNGAN Design : Cross sectional Hasil penelitian menunjukkan sebagian Ada hubungan antara dukungan keluarga
ANTARA besar responden mendapatkan dengan kualitas hidup pasien. Bahwa pasien
DUKUNGAN Sampel: 28 pasien HIV/AIDS dukungan dari keluarga dalam HIV/AIDS yang menjalani terapi di klinik
Sehati RSUD dr. TC. Hillers Maumere
KELUARGA yang menjalani terapi di Klinik menjalani terapi yaitu 26 orang
sebagian besar memiliki kualitas hidup yang

11
DENGAN VCT Sehati RSUD dr. T.C. (92,9%), responden terbanyak memiliki baik untuk mendapatkan keluarga dukungan
KUALITAS Hillers Maumere. kualitas hidup baik yaitu 27 orang selama terapi.
HIDUP PASIEN (96,4%), hasil uji Chi-Square diperoleh
HIV/AIDS YANG Variabel Penelitian: Hubungan nilai signifikansi 0,000 < (0,05%), hal
MENJALANI antara dukungan keluarga dan ini menunjukkan bahwa Ha diterima.
TERAPI DI kualitas hidup Pasien HIV/
KLINIK VCT AIDS yang menjalani program
SEHATI RSUD dr. terapi di Klinik VCT Sehati
T.C. HILLERS RSUD dr.T.C, Hillers Maumere.
MAUMERE(Aveli
nadanIdwan, 2018) Instument : Kuesioner, yang
meliputi kuesioner tentang
dukungan keluarga dan
kuesioner tentang kualitas hidup
pasien HIV/AIDS.

Analisis: Uji Chi-square dengan


nilai confidence interval 95%

12
BAB 3
PEMBAHASAN
3.1 Pencegahan Primer
Berdasarkan jurnal 1 menurut kelompok dapat dipahami bahwa sebagian
besar responden TNI –AL memahami tentang bahaya HIV/AIDS dan harus
dihindari. Karena usia rata-rata TNI-AL adalah 20-29 tahun yang merupakan
usia yang mudah dalam memahami sesuatu. Hal ini sependapat dengan yang
dikemukakanDitjen PPM dan PL (2013) dimana kelompok usia 20–29 tahun
adalah kelompok usia yang banyak terjadi kasus HIV/AIDS karena usia
tersebut dalam kelompok seksual aktif. Dan berdasarkan data menunjukkan
bahwa sebagian besar responden TNI-AL pendidikan terakhirnya tamat
SLTA (87,36%) hal ini menunjukkan bahwa responden sebagian besar
memiliki kategori pendidikan tinggi dan lebih mudah dalam memperoleh
informasi, pesan ataupun pengetahuannya. Hal ini diharapkan dengan
pendidikan yang tinggi dan kemampuan yang mudah dalam menerima
informasi atau pesan khususnya tentang pencegahan suatu penyakit.
Selain itu, para respon TNI-AL bersikap terbuka menerima informasi
yang diberikan dan antusias memberikan jawaban yang memuaskan
mengenai pertanyaan yang diberikan tentang HIV/AIDS dan bagaimana cara
mencegahnya, meskipun sebagian kecil masih ada yang tidak memahami
tentang apa itu HIV/AIDS , cara mencegahnya dan perilaku seks yang sehat
dan tidak menimbulkan dampak buruk seperti terkenanya HIV/AIDS. Hal ini
dipertegas oleh Damayanti (2012), yang menyatakan bahwa tingginya tingkat
pengetahuan belum tentu memiliki korelasi dengan perilaku sehat, namun
dengan cara mengetahui cara penularan HIV dan cara menghindarinya
merupakan langkah awal yang perlu dan penting untuk diketahui. Hal ini
diperjlas lagi oleh Notoatmodjo (2013), yang menyatakan bahwa pengetahuan
merupakan domain kognitif yang sangat penting terbentuknya tindakan
seseorang. Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku didasari
oleh pengetahuan, maka apa yang dipelajari antara lain perilaku tersebut akan
bersifat langgeng, sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh
pengetahuan maka tidak akan berlangsung lama. Hal ini berarti jika semakin

13
baik pengetahuan responden mengenai HIV/AIDS, maka akan mempengaruhi
tindakan yang tepat saat berhubungan seks agar terhindar dari penularan
HIV/AIDS.
Dari segi perilaku, para responden TNI-AL dalam upaya pencegahan
HIV/AIDS menyatakan bahwa mereka melakukan upaya pengecekan
kesehatan setiap 3 bulan sekali, pengecekan kesehatan sebelum berangkat
bertugas maupun berlayar, ikut serta dalam donor darah dan pemeriksaan
urikes.Selain itu sebagian besar para respon mengatakan bahwa informasi
tentang HIV/AIDS didapatkan melalui media elektronik, majalah, koran, serta
penyuluhan dari tenaga kesehatan, seminar, teman dari anggota TNI-AL yang
terkena HIV. Sehingga dengan adanya informasi mengenai HIV/AIDS
melalui media komunikasi tersebut dapat meningkatkan pengetahuan.
Pengetahuan yang diterima diharapkan nantinya mampu merubah sikap dan
perilaku untuk mencegah HIV/AIDS (Juliastika, 2011).
Berdasarkan jurnal 2 menurut kelompok dapat dipahami bahwa penyakit
HIV/AIDS merupakan penyakit yang menjadi masalah besar dibeberapa
negara bagian seperti Afrika, Rusia, Braszil, Thailand dan USA. Karena di
beberapa negara bagian tersebut maraknya kegiatan sex bebas yang berisiko
penularan penyakit HIV/AIDS. Sehingga pentingnya pendekatan dan
pencegahaan dalam upaya memberantas rantai HIV/AIDS. Hal ini diperjelas
olehDD Celentano dan C. Beyrer (2011) bahwa Pencegahan Primer HIV
perlu digalak yang ditargetkan ke populasi berisiko seperti banyaknya
dilakukan pembukaan tempat pelayanan konseling mengenai sex untuk
memudahkan dalam control penyebaran HIV/AIDS selain itu membantu
dalam perawatan untuk orang yang sudah terkena HIV dalam hal edukasi,
membantu mengatasi stigma yang akan muncul, dan pengobatan untuk
mengatasi HIV yang sudah diderita.
Sebagai strategi dalam pencegahan primer kelompok sasaran inti seperti
pekerja seks komersial perlu dilakukan pendekatan berupa edukasi berupa
penggunaan kondom untuk menimalkan terjadinya penyebaran HIV. Dalam
upaya untuk memantau pencepaian 100 % penggunaan kondom, dilakukan
penekanan kepada para pekerja seks komersial untuk menerapkan prinsip

14
“Tanpa Kondom, Tanpa Seks” untuk layanan seks penetrative yang juga
informasi tersebut disebarkan melalui media massa dan program tempat kerja
sementara kondom akan disediakan gratis di tempat-tempat seks. Hal ini
dipertegas oleh Rojanapithayakorn (2013), yang dikemukakan bahwa dalam
upaya mereplikasi program ini di negara lain masih harus dilihat apakah dan
bagaimana program berbasis fasilitas ini dapat direplikasi untuk pekerja seks
yang kurang terorganisir, seperti pekerja seks jalanan atau pekerja seks
jalanan yang melakukan pekerjaan mereka secara rahasia. Sehingga dalam
mengatasi hal ini Kelly (2014) mengemukakan bahwa pentingnya juga
menjalin koneksi dengan para pemimpin komunitas sex bebas yang
diidentifikasi komunitas untuk melayani sebagai agen perubahan di
komunitas mereka untuk mengedukasikan tentang HIV/AIDS dan
penanggulangannya agar nantinya diharapkan tersampaikannyaIntervensi ini
menggunakan pemimpin rekan.
Berdasarkan jurnal 3 menurut kelompok dapat dipahami bahwa wanita
beresiko terkena HIV/AIDS sangat penting untuk dilakukan penyuluhan
mengenai HIV/AIDS, konseling serta dilakukannya screening HIV/AIDS
guna mengurangi penularan kepada masyarakat lain melalui hubuan seksual
yang dilakukan oleh penjaja seks yang datang ke cafe tersebut sebagai
pencegahan primer.
Seperti halnya yang dikatan oleh Komisi Penanggulangan AIDS
Nasional mengemukakan bahwa pengidap HIV dan AIDS di Indonesia
sebagian besar diketemukan diantara Wanita Penjaja komersial (WPS) yang
jumlahnya diperkirakan berkisar 190.000-270.000 orang pada tahun 2006.
Jumlah orang yang diperkirakan rawan tertular HIV sebanyak 13-20 juta
orang, kelompok masyarakat yang paling tinggi tingkat penularannya adalah
penjaja seks (homo/hetero), dan pengguna Napza suntik. Penderita HIV pada
wanita berisiko tinggi, hampir tak terhitung.
Upaya yang dilakukan pencegahan dan penanggulangan primer
HIV/AIDS melalui peningkatan pengetahuan dan screening HIV/AIDS pada
kelompok wanita beresiko di Belawan Sumatera Utara dengan subjek
sebanyak 80 wanita beresiko (penjaja seks) diwilayah tersebut didapatkan

15
hasil bahwa tidak ada wanita yang ditemukan menunjukkan hasil positive
HIV/AIDS, namun menurut kelompok walaupun didapatkan hasil demikian
bukan berarti kelompok WPS tersebut aman dan terhindar dari penularan
HIV/AIDS, WPS harus tetap di edukasi mengenai cara penularan HIV/AIDS
guna mencegah terjadinya penularan yang ditularkan oleh pengunjung yang
datang .
Berdasarkan jurnal 4 menurut kelompok bahwa penyakit HIV/AIDS
merupakan penyakit yang rentan terjadi pada kelompok wanita pekerja seks
dan waria dikarenakan kegiatan hubungan seksual yang dilakukan oleh
kelompok tersebut, pada jurnal subjek lokasi penelitian dilakukan di Kalianda
dan sekitarya Kabupaten Lampung selatan didapatkan hasil bahwa
pencegahan HIV/AIDS pada kelompok WPS dan waria di Kalianda dan
sekitarnya sangat baik, walaupun pengetahuan dan sikap mereka kurang
baik. hal ini menunjukkan bahwa masih adanya kesadaran dalam kelompok
tersebut dalam melakukan pencegahan mengenai HIV/AIDS walaupun
perilaku mereka adalah sebagai pekerja seksual. disamping itu dibuktikannya
tidak ada kasus baru mengenai penderita HIV/AIDS didaerah tersebut.
Notoatmojo menyatakan bahwa pengetahuan adalah merupakan “tahu”
dan ini terjadi setelah orang mengadakan penginderaan terhadap suatu objek
tertentu. Penginderaan terhadap objek terjadi melalui panca indera manusia,
pendengaran, penglihatan, penciuman, rasa dan raba dengan sendiri. Hal ini
sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan pada jurnal, pada dasarnya
WPS memberikan definisi tentang HIV dan AIDS, mengetahui penyebab
HIV dan AIDS dan jugamanfaat penggunakan kondom dalam hubungan
seksual berdasarkan pengindraan yang mereka miliki. Beberapa WPS
mendefinisikan HIV dan AIDS sebagai penyakit menular yang ditimbulkan
oleh virus, seks bebas, pengaruh jarum suntik dan juga didefinisikan sebagai
penyakit yang susah disembuhan dan tidak ada obatnya.
Pencegahan primer mengenai HIV/AIDS didaerah tersebut juga sudah
baik, dengan ditandai adanya jaringan kerjasama antar pihak terkait dalam
penanggulangan penyakit HIV/AIDS yang sudah terbentuk di lingkungan
Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan menandakan bahwa pemerintah dan

16
lembaga-lembaga yang menangani tentang HIV/AIDS didaerah tersebut tidak
acuh mengenai masalah HIV/AIDS serta penularan yang mungkin akan
terjadi di daerah tersebut .
3.2 Pencegahan Sekunder
Dari hasil analisa tiga studi jurnal yang membahas konseling dan test
HIV, didapatkan memiliki peluang sebagai upaya pencegahan sekunder yaitu
deteksi penyakit secara dini dan meningkatkan pengetahuan masyarakat. Hal
tersebut terbukti dari hasil satu studi yang mendapatkan menemukan
responden-responden positif mengidap penyakit HIV setelah dilakukan test
HIV. Selain itu dua studi mendapatkan hasil bahwa konseling menggunakan
aplikasi seperti e-konseling dan Voluntery counseling Test (VCT)-mobile
memudahkan pengguna untuk melakukan konseling dan pemeriksaan, dan
privasi pengguna aman. Pengguna e-konseling dan Voluntery counseling Test
(VCT)-mobile dapat melakukan konseling secara berkala tanpa rasa malu dan
takut degan keadaannya, sehingga pengetahuan pengguna meningkat terkait
HIV dan pencegahannya.
Pencegahan sekunder merupakan pencegahan lini kedua dari teori
pencegahan penyakit. Pencegahan sekunder bertujuan untuk mengurangi dan
meminimalisir prevalensi penyakit dengan durasi waktu yang cukup singkat.
Pencegahan sekunder terdiri dari deteksi dini dan pengobatan tepat (Porta,
2008). Upaya pencegahan sekunder meliputi Deteksi Dini dan Pengobatan
Tepat. Upaya deteksi dini HIV/AIDS salah satunya pada sasaran kelompok
berisiko tinggi yaitu kelompok pekerja seks.Upaya yang dilakukan dalam
bentuk pemantauan dan skrining dari puskesmas setempat. Pengamatan
dilakukan dengan mendata tempat-tempat yang digunakan sebagai lokalisasi
masyarakat dan skrining pada para pekerja seks (Kakaire et al. 2015). Metode
pelaksanaan pengabdian masyarakat yang dilakukan adalah berupa
pendampingan terhadap pekerja seks yang akan disasar dalam pemeriksaan
VCT. Proses pelaksanaan pengabdian masyarakat ini dengan menggunakan
konsep strategi social marketing volunteer meliputi tahap prehospital, hospital
dan pasca hospital. Pada tahap pre hospital meliputi pelaksanaan konseling
pra test VCT mulai dari konseling perilaku berisiko yang dapat

17
mempengaruhi kesehatan pekerja seks. Pada tahap hospital dimana pekerja
seks mulai bersedia dengan sukarela untuk dilakukan tes darah. Saat
pelaksanaan ini melakukan pendampingan dalam hal psikologi terkait dengan
penerimaan hasil tes nantinya. Pada tahap pasca hospital dimana pada proses
ini dilakukan di Puskesmas dengan melakukan pendampingan dari hasil yang
ditemukan berupa konseling pasca tes. Setelah itu pekerja seks yang
memperoleh hasil VCT reaktif maka selanjutnya akan dilakukan
pendampingan awal untuk pengobatan ARV, namun jika hasilnya non reaktif
pekerja seks akan secara perlahan diharapkan mandiri untuk melakukan
pemeriksaan selanjutnya 3 bulan kemudian.Upaya pengobatan yang spesifik
merupakan upaya tepat setelah mendapatkan pelaporan dari deteksi dini.
Walaupun HIV/AIDS sampai saat ini belum ditemukan obat paten untuk
menyembuhkan HIV/AIDS, namun peranan obat ARV dapat menjadi
penghambat perkembangan virus HIV di dalam tubuh. Keputusan untuk
memulai dan merubah terapi ARV harus dipantau dengan memonitor hasil
pemeriksaan lab baik plasma HIV RNA (Viral load) maupun jumlah sel CD4
+ T (Rumah & Sanglah 2011).
3.3 Pencegahan Tersier
Ketiga jurnal terpilih terkait pencegahan tersier bagi penderita HIV/
AIDS, masing- masing menjelaskan terkait dukungan keluarga dan kepatuhan
mengonsumsi obat ARV. Pada jurnal penelitian oleh Manuaba, dkk (2017),
menjelaskan bahwa tingkat kepatuhan mengonsumsi obat ARV memberikan
pengaruh terhadap jumlah CD4 pasien HIV/AIDS. Hasil uji yang dilakukan
oleh peneliti menyebutkan bahwa secara statistic terdapat hubungan yang
signifikan dengan kekuatan korelasi yang kuat antara tingkat kepatuhan
dengan jumlah CD4 pasien HIV. Hasil penelitian juga menyebutkan bahwa
terdapat perbedaan jumlah CD4 antara pasien yang memiliki kepatuhan
mengonsumsi ARV tidak patuh, sedang, dan patuh, dimana pada kelompok
patuh jumlah CD4 lebih banyak dibandingkan kelompok lainnya.
Pada jurnal penelitian oleh Afifah (2019) menjelaskan bahwa support
dan penerimaan positif dari keluarga akan memberikan pengaruh terhadap
kepatuhan mengonsumsi obat ARV. Hasil uji yang dilakukan oleh peneliti

18
menyebutkan bahwa secara statistic terdapat hubungan dengan keeratan
hubungan sangat kuat dan arah hubungan positif antara dukungan keluarga
dengan kepatuhan mengonsumsi obat ARV.
Pada jurnal penelitian oleh Avelina, dkk (2018) menjelaskan bahwa
support dan penerimaan positif keluarga akan meningkatkan kualitas hidup
pasien HIV/AIDS. Hasil uji yang dilakukan oleh peneliti menyebutkan bahwa
secara statistic diperoleh nilai hubungan yang signifikan antara dukungan
keluarga dengan kualitas hidup pasien HIV/AIDS.
Pencegahan tersier merupakan lini terakhir dari tahap pencegahan
penyakit. Pencegahan tersier bertujuan untuk membatasi akibat dari penyakit
yang dapat terjadi pada jangka waktu yang relatif lama dan juga memperbaiki
kualitas hidup seseorang untuk bisa lebih membaik (Porta, 2008). Dalam
topik penyakit HIV/AIDS hampir dipastikan orang yang terinfeksi HIV/AIDS
akan berujung pada kematian. Beberapa contoh yang bisa diterapkan adalah
penggunaan terapi ARV. Hingga sampai saat ini, hanya ARV yang masih
menjadi terapi efektif untuk menghambat perkembangan virus HIV dalam
menyerang CD4+T. Keterlambatan dalam penggunaan terapi ARV akan
meningkatkan mortalitas (Rumah & Sanglah, 2011).
HIV/ AIDS merupakan suatu virus yang menyerang sistim kekebalan
tubuh sampai seseorang menjadi AIDS. Partikel virus HIV akan bergabung
dengan sel DNA pasien, sehingga sekali terinveksi HIV maka seumur hidup
akan terinfeksi. Oleh karena itu dibutuhkan obat ARV untuk menekan atau
memperlambat laju pertumbuhan virus HIV sehingga pasien tidak sampai
pada kondisi AIDS (Astari, dkk, 2009). Kepatuhan mengonsumsi obat ARV
sangat menentukan seberapa berhasilnya pengobatan ARV dalam
meningkatkan CD4, karena jika seseorang lupa meminum satu dosis maka
virus akan menggandakan diri. Oleh karena itu sangat diperlukan kepatuhan
yang tinggi mengingat bahwa HIV adalah virus yang selalu bermutasi, jika
tidak mematuhi aturan pemakaian obat ARV, obat yang dikonsumsi tidak
dapat lagi memperlambat virus, sehingga perlu diganti dengan dosis yang
lebih tinggi (Morisky & Muntner, 2009). Kepatuhan pasien mengonsumsi
obat ARV akan memberikan pengaruh terhadap CD4 pasien HIV. Jumlah

19
CD4 pasien yang patuh mengonsumsi obat ARV akan mengalami
peningkatan. Hal tersebut dapat dilihat dari tanda- tanda klinis pasien yang
membaik, salah satunya tidak terjadinya infeksi opportunistic. Salain itu, uji
viral load merupakan cara yang informative dan sensitive untuk
mengidentifikasi keberhasilan terapi. Pengobatan dikatakan sukses secara
virulogik jika tingkat RNA plasma HIV-1 berada di bawah 400 kopi/ml atau
50 kopi/ml setelah 6 bulan terapi (Djoerban, dkk, 2006).
Pasien HIV akan menghadapi masalah fisik, psikologis, dan sosial.
Stigma dan diskriminasi akan membuat pasien HIV merasa dikucilkan.
Dukungan keluarga sangat dibutuhkan oleh pasien HIV sebagai support
system utama, sehingga dapat mengembangkan respon koping yang efektif
untuk beradaptasi dengan baik dalam menangani stressor. Dukungan dan
penerimaan positif keluarga akan memberikan semangat dalam kepatuhan
pasien menjalani pengobatan dan mengonsumsi obat ARV. Jika pasien patuh
menjalani pengobatan, maka kualitas hidup pasien HIV juga akan membaik
dan jumlah CD4 pasien juga akan meningkat. Hal tersebut dapat membantu
pasien HIV menjalani kehidupan sehari- hari dapat mendekati normal hingga
normal.

20
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan Hasil jurnal yang didapatkan bahwa
1. Pencegahan primer HIV/AIDS HIV/AIDS pengetahuan yang dimiliki
seseorang tentang HIV/AIDS menurunkan resiko orang terkena penyakit
itu sendiri, pendidikan yang tinggi juga menjadi faktor lain yang
mendukung perilaku seseorang untuk menghindari HIV/AIDS, selain
faktor diatas dukungan dari pemerintahan, petugas kesehatan, teman di
lingkungan kerja, informasi di publik melalui media elektronik, majalah,
koran sangat penting dalam pencegahan HIV/AIDS.
2. Pencegahan Sekunder HIV/AIDS hasil studi mengatakan konseling
menggunakan aplikasi seperti e-konseling dan Voluntery counseling Test
(VCT)-mobile memudahkan pengguna untuk melakukan konseling dan
pemeriksaan, dan privasi pengguna aman. Pengguna e-konseling dan
Voluntery counseling Test (VCT)-mobile dapat melakukan konseling
secara berkala tanpa rasa malu dan takut degan keadaannya, sehingga
pengetahuan pengguna meningkat terkait HIV, pencegahannya dan
pemberian obat yang tepat pada penggunanya.
3. Pencegahan Tersier dukungan keluarga dalam pengobatan ODHA sangat
penting dimana hasil studi mengatakan bahwa pasien HIV akan
menghadapi masalah fisik, psikologis, dan sosial. Stigma dan diskriminasi
akan membuat pasien HIV merasa dikucilkan di masyarakat oleh karena
itu pedampingan secara menyeluruh sangat penting dalam keberhasilan
pengobatan ODHA serta studi lain mengatakan bahwa adanya hubungan
yang signifikan dukungan keluarga yang positif dalam pengobatan
membantu peningkatan CD4+ pada pasien guna mempercepat
penyembuhan pasien.

21
4.2 Saran
Pentingnya pencegahan primer, pencegahan sekunder, dan pencegahan
tersier pada HIV/AIDS mempengaruhi angka terjadinya pasien penderita
HIV/AIDS. Dalam hal ini masih banyak masyarakat yang belum mengetahui
pentingnya pencegahan pada HIV/AIDS, sehingga perlu dilakukannya
pengetahuan maupun konseling sejak dini terhadap masyarakat tentang
penyakit HIV/AIDS. Peran perawat dalam pelayanan keperawatan dengan
memberikan dukungan dalam aspek fisik, aspek psikologis, maupun aspek
spiritual bagi penderita HIV/AIDS melalui konseling secara langsung dan bisa
melalui suatu aplikasi yang diharapkan dapat membantu untuk kesadaran
penderita HIV/AIDS. Dukungan keluarga dalam pengobatan ODHA sangat
penting, dalam proses pencegahan bagi penderita HIV/AIDS.

22
DAFTAR PUSTAKA

Damayanti, Agustina, 2012. Upaya pencegahan penularan HIV/AIDS pada WBP


dilihat dari pengetahuan, sikap dan tindakan WBP terhadap HIV/AIDS
(Studi pada rumah tahanan negara kelas 1 Surabaya). Skripsi. Surabaya.
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga.

Darti, N. A., & Imelda, F. (2019). Upaya Pencegahan Dan Penanggulangan


Hiv/Aids Melalui Peningkatan Pengetahuan Dan Screening Hiv/Aids
Pada Kelompok Wanita Beresiko Di Belawan Sumatera Utara. Jurnal
Riset Hesti Medan Akper Kesdam I/BB Medan, 4(1), 13.
https://doi.org/10.34008/jurhesti.v4i1.56

DD Celentano dan C. Beyrer. 2011.Aspek Kesehatan Masyarakat HIV/AIDS di


Negara Berpenghasilan Rendah dan Menengah, DOI: 10.1007/978-0-
387-72711-0 2, c Springer Science+Business Media, LLC

Ditjen PPL., 2013 Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia Dilapor s/d Maret
2013. Jakarta.

Juliastika, Grace E. C. Korompis., Budi T. Ratag., 2011. Hubungan Pengetahuan


tentang HIV/AIDS dengan Sikap dan Tindakan Penggunaan Kondom
Pria pada Wanita Pekerja Seks di Kota Manado

Kakaire, O. et al., 2015. Clinical versus laboratory screening for sexually


transmitted infections prior to insertion of intrauterine contraception
among women living with HIV / AIDS : a randomized controlled trial. ,
30(7), pp.1573–1579.

Kelly, JA, Somlai, AM, Benotsch, EG, McAuliffe, TL, Amirkhanian, YA, &
Brown, KD, et al. 2014. Distance communication transfer of HIV
prevention interventions to service providers. Science, 305(5692), 1953–
1955.

Linda Astari, Sawitri, Yunia Eka Safitri, Desy Hinda P. 2009. Viral Load pada
Infeksi HIV (Viral Load in HIV Infection). Departemen/Staf Medik
Fungsional Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga/Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo.
Surabaya. 2009; 21(1): 31-32

Morisky, D. E. & Muntner, P. 2009. New Medication Adherence Scale Versus


Pharmacy Fill Rates in Senior with Hypertention. American Journal of
Managed Care. 2009; 15(1): 59-66

Murwanto, B. (2014). Perilaku Pencegahan Hiv / Aids Pada. Jurnal Kesehatan,


5(1), 22–23.

23
Notoatmodjo, Soekidjo, 2003 Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip Prinsip Dasar,
Rineka Cipta, Jakarta

Porta, M., 2008. A Dictionary of Epidemiology Fifth Edit.,

Rojanapithayakorn, W. 2013. The 100% condom use program in Asia.


Reproductive Health Matters, 14(28), 41–52.

Rumah, D.I. & Sanglah, S., 2011. Pengaruh Pemberian Kombinasi Anti Retro
Virus Lebih Awal Terhadap Mortalitas Pada Ko-Infeksi TBHIV. J Peny
Dalam, Volume 12, pp.121–125.

Sekimitsu, S., DePasse, J., Morrison, M., Mahy, M., Rice, B., Earle, K., Daley,
K., Larson, J., Carter, A., Garnett, G. P., & Holmes, C. B. (2020). High
variability in the measurement of HIV primary prevention activities and
outcomes. Journal of the International AIDS Society, 23(12), 1–9.
https://doi.org/10.1002/jia2.25645

Yuhan Wirahayu, A., & Satyabakti, P. (2014). Pencegahan Hiv/Aids Pada


Anggota Tni-Al Dilihat Dari Pengetahuan Dan Tindakan. Jurnal Berkala
Epidemiologi, 2(2), 161–170.

Zubairi Djoerban, Samsuridjal Djauzi. 2006.HIV/AIDS di Indonesia. Dalam:


Sudoyo, Aru. W, dkk. Ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Ed.IV jilid II.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006;
1803-7

24

Anda mungkin juga menyukai