Anda di halaman 1dari 8

2015

Berdasarkan pemantauan Indonesia Corruption Watch (ICW), terdapat sejumlah 550 kasus korupsi
sepanjang 2015 yang ditangani oleh aparat penegak hukum masuk ke tahap penyidikan. Dari jumlah
tersebut, 308 kasus masuk tahap penyidikan pada semester pertama di 2015 dan 242 kasus pada
semester kedua. Adapun dari jumlah kasus tersebut, modus yang paling banyak digunakan adalah
penyalahgunaan anggaran dengan jumlah 134 kasus. Sementara kerugian negaranya mencapai Rp 803,3
miliar.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "ICW: Sepanjang Tahun 2015, Anggaran Negara 134
Kali Dikorupsi
", https://nasional.kompas.com/read/2016/02/24/17044021/ICW.Sepanjang.Tahun.2015.Anggaran.Neg
ara.134.Kali.Dikorupsi.. 
Penulis : Nabilla Tashandra

Terakhir kali diakses 21 Desember 2018

Antikorupsi.org, Jakarta, 25 Februari 2016 - Indonesia Corruption Watch (ICW) melakukan pemantauan
terhadap Penanganan Kasus Korupsi tahun 2015. Dinyatakan bahwa Kerugian Negara akibat kasus
korupsi mencapai Rp. 3,1 triliun.

Peneliti ICW Wana Alamsyah memaparkan, kerugian tersebut disebabkan banyaknya kasus korupsi yang
terjadi sepanjang tahun 2015, “Jumlahnya ada 550 kasus,” kata Wana saat peluncuran hasil pemantauan
ICW terhadap tren korupsi di Hotel Akmani, Rabu 24 Februari 2016.

Kerugian Negara Akibat Korupsi 2015 Sebesar 3,1 Triliun

Friday, 26 February, 2016 - 11:26

https://antikorupsi.org/id/news/kerugian-negara-akibat-korupsi-2015-sebesar-31-triliun

terakhir kali diakses 21 Desember 2018

2016
Secara keseluruhan kinerja penangan perkara kasus korupsi oleh Aparat Penegak Hukum (APH) selama
2016, ICW menemukan jumlah kasus korupsi sebanyak 482 kasus dengan jumlah tersangka 1.101
tersangka dan nilai kerugian negara mencapai Rp 1,45 triliun rupiah.

Kemudian, perbandingan penyidikan kasus korupsi semester I dan II 2016 terlihat adanya peningkatan
penyidikan kasus korupsi dari 202 kasus yang ditangani pada semester 1 menjadi 280 kasus di semester
2.
ICW: 482 Kasus korupsi rugikan negara Rp 1,4 T di 2016

Minggu, 19 Februari 2017 16:01Reporter : Ibnu Siena

https://www.merdeka.com/peristiwa/icw-482-kasus-korupsi-rugikan-negara-rp-14-t-di-2016.html

terakhir kali diakses 23 Desember 2018

Indeks Persepsi Korupsi Indonesia, 2012-2017

Data dari Transparansi Internasional tahun 2017 Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia pada tingkatan
rendah dengan nilai indeks 37 dari skala 0-100. Nilai 0 berarti suatu negara dengan korupsi tinggi,
sedangkan nilai 100 berarti suatu negara semakin bersih dari korupsi.

Posisi Indonesia peringkat 96 dari 180 negara. Di bawah Singapura, Brunei Darussalam, Malaysia dan
Timor Leste.

Periode 2012-2017 IPK Indonesia membaik, meskipun masih pada level rendah. Karena masih
banyaknya kasus korupsi yang terjadi di Indonesia. (IF)

SUMBER

Transparency International

https://lokadata.beritagar.id/chart/preview/indeks-persepsi-korupsi-indonesia-2012-2017-1546848065

terakhir kali diakses 23 Desember 2018


Rekapitulasi Tindak Pidana Korupsi.

PENINDAKAN  2004  2005  2006  2007  2008  2009  2010  2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 JUMLAH

Penyelidikan 23 29 36 70 70 67 54 78 77 81 80 87 96 123 127 1.098

Penyidikan 2 19 27 24 47 37 40 39 48 70 56 57 99 121 126 814

Penuntutan 2 17 23 19 35 32 32 40 36 41 50 62 76 103 101 669

Inkracht 0 5 14 19 23 37 34 34 28 40 40 38 71 84 75 547

Eksekusi 0 4 13 23 24 37 36 34 32 44 48 38 81 83 80 577

https://acch.kpk.go.id/id/statistik/tindak-pidana-korupsi

terakhir kali diakses 24 Desember 2018

Menurut Amir Santoso, terdapat lima pandangan yang dapat menjelaskan mengapa korupsi di Indonesia
sukar diberantas :

1. Akibat dari tidak mencukupinya gaji pegawai negeri yang berlangsung lama. Dalam rangka
memenuhi kebutuhan dengan gaji yang pas-pasan, PNS terpaksa menyalahgunakan wewenang
2. Kurang adanya kemauan yang sungguh-sungguh dari pemerintah, para tokoh pemerintahan dan
DPR untuk memberantas korupsi.
3. Praktik korupsi di Indonesia terjadi secara sistematik melalui pemanfaatn kelemahan dalam
system administrasi Negara beserta aturan-aturannya.
4. Akibat pembenaran budaya karena dalam bahasa lokal tidak ditemukan istilah atau kata yang
sinonim dengan korupsi maka bias dikatakan budaya, bangsa kita tidak menganggap suatu
tindakan yang kita anggap korupsi bukan korupsi
5. Sejak reformasi bergulir tahun 1998, korupsi bukannya berkurang tetapi makin meningkat dari
segi jumlah pelaku dan jumlah uang yang di korupsi

Santoso, Amir.2007.”FAKTOR-FAKTOR POLITIK,ADMINISTRASI DAN BUDAYA DALAM MASALAH KORUPSI


DI INDONESIA”. Jurnal Kebijakan dan Administrasi Publik Universitas Gadjah Mada Volume 11, Nomor 1,
Hal 87-89.

Ada 3 faktor yang menyebabkan seseorang korupsi atau disebut sebagai corruption triangle, yakni:

Korupsi hanya terjadi jika ada tekanan untuk memperoleh sesuatu dengan cara cepat. Tanpa adanya
tekanan, seseorang tidak akan melakukan korupsi. Tekanan ini bisa berasal dari dalam diri berupa
keinginan-keinginan untuk hidup mudah dan mewah, juga bisa berasal dari luar diri misalnya desakan
keluarga, lingkungan, dan sebagainya.

Korupsi hanya bisa terjadi apabila ada kesempatan untuk melakukannya. Dan orang-orang yang memiliki
kesempatan ini adalah mereka yang memiliki kekuasaan. Sekecil apa pun kekuasaan yang dimiliki
seseorang, selalu ada kecenderungan untuk menyalahgunakannya.

Orang yang karena tekanan memanfaatkan kesempatan untuk melakukan korupsi selanjutnya akan
membuat rasionalisasi-rasionalisasi bahwa tindakannya itu adalah sesuatu yang wajar. Rasionalisasi ini
akan membebaskan mereka dari rasa bersalah karena telah mengambil hak orang lain yang berada
dalam penguasaannya.

Mengapa Orang Korupsi?

December 9, 2016

http://www.ilm.co.id/smart-happiness/mengapa-orang-korupsi-2/

terakhir diakses 24 Desember 2018

REPUBLIKA.CO.ID, KENDARI - Auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, Lukman Hakim mengatakan,
ada empat faktor yang mendorong seseorang untuk melakukan tindak pidana korupsi yang merugikan
keuangan negara.

"Keempat faktor yang mendorong orang korupsi itu antara lain faktor kebutuhan, tekanan, kesempatan
dan rasionalisasi," katanya saat berbicara pada seminar nasional "Pemberantasan Kejahatan Perbankan,
Tantangan Pengawasan Bank dan Masyarakat" di Kendari, Senin (21/11)
Ia mengatakan, seseorang terdorong untuk melakukan tindak pidana korupsi karena ingin  memiliki
sesuatum namun pendapatannya tidak memungkinkan untuk mendapatkan yang diinginkan tersebut.
"Biasanya dorongan korupsi dari faktor kebutuhan ini dilakukan oleh orang-orang bersentuhan langsung
dengan pengelolaan keuangan," katanya.

Demikian pula dengan faktor tekanan, biasanya dilakukan karena permintaan dari seseorang kerabat
atau atasan yang tidak bisa dihindari. "Faktor tekanan ini bisa dilakukan oleh pengelola keuangan, bisa
juga oleh pejabat tertinggi di lingkungan instansi pemerintah," katanya.

Sedangkan faktor kesempatan, kata dia, biasanya dilakukan oleh pemegang kekuasaan dengan
memanfaatkan jabatan dan kewenangan yang dimiliki untuk memperkaya diri. Meskipun cara untuk
mendapatkan kekayaan tersebut melanggar undang-undang yang berlaku.

Demikian juga dengan rasionalisasi, biasanya dilakukan oleh pejabat tertinggi seperti bupati/walikota di
tingkat kabupaten/kota atau gubernur di tingkat provinsi. "Pajabat yang melakukan korupsi ini merasa
bahwa kalau dia memiliki rumah mewah atau mobil mewah, orang lain akan menganggapnya rasional
atau wajar karena dia adalah bupati atau gubernur," katanya.

Ini Empat Alasan Versi BPK, Mengapa Orang Lakukan Korupsi

Senin 21 Nov 2011 23:41 WIB

Red: Ajeng Ritzki Pitakasari

https://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/11/11/21/lv0rov-ini-empat-alasan-versi-bpk-
mengapa-orang-lakukan-korupsi

Terakhir diakses 24 Desember 2018

Pertama, perbuatan yang merugikan negara. Perbuatan yang merugikan negara, dapat di bagi menjadi
dua bagian, yaitu mencari keuntungan dengan cara melawan hukum dan  merugikan negara serta
menyalahgunakan jabatan untuk mencari keuntungan dan merugikan negara.

Kedua, Suap. Dwi menjelaskan pengertian suap adalah semua bentuk tindakan pemberian uang atau
menerima uang yang dilakukan oleh siapa pun baik itu perorangan atau badan hukum (korporasi).
“Sekarang korporasi sudah bisa dipidana, makanya penting sekali dunia usaha mengerti audit. Jadi
penerimanya ini syaratnya khusus, penerimanya itu klasifikasinya ialah pegawai negeri atau
penyelenggara negara. Pasal diberikannya di depan atau DP dulu atau nanti di belakang diminta, itu
tidak menjadi persoalan, dua-duanya tetap suap-menyuap sepanjang kita memberikannya kepada dua
pihak tadi,” katanya.

Ketiga, gratifikasi. Yang dimaksud dengan korupsi jenis ini adalah pemberian hadiah yang diterima oleh
pegawai negeri atau penyelenggara negara. Gratifikasi dapat berupa uang, barang, diskon, pinjaman
tanpa bunga, tiket pesawat, liburan, biaya pengobatan, serta fasilitas-fasilitas lainnya. 
Keempat, penggelapan dalam jabatan. Kategori ini sering juga dimaksud sebagai penyalahgunaan
jabatan, yakni tindakan seorang pejabat pemerintah yang dengan kekuasaaan yang dimilikinya
melakukan penggelapan laporan keuangan, menghilangkan barang bukti atau membiarkan orang lain
menghancurkan barang bukti yang bertujuan untuk menguntungkan diri sendiri dengan jalan merugikan
negara. “Penggelapan dalam jabatan ini biasanya banyak memang khusus pegawai negeri karena yang
bisa melakukan ini adalah yang memiliki kewenangan,” ujarnya.

Kelima, pemerasan. Pemerasan adalah tindakan yang dilakukan oleh pegawai negeri atau penyelenggara
negara untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum atau dengan
menyalahgunakan kekuasaaannya dengan memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau
menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.
“Pemerasan ini seperti pungli. Nah, ini tadi bedanya apa dengan gratifikasi, pemerasan yang terima yang
maksa,” kata Dwi.

Keenam, perbuatan curang. Menurut Dwi, perbuatan curang ini biasanya terjadi di proyek-proyek
pemerintahan, seperti pemborong, pengawas proyek, dan lain-lain yang melakukan kecurangan dalam
pengadaan atau pemberian barang yang mengakibatkan kerugian bagi orang lain atau keuangan negara.

Ketujuh, benturan kepentingan dalam pengadaan. Pengadaan adalah kegiatan yang bertujuan untuk
menghadirkan barang atau jasa yang dibutuhkan oleh instansi atau perusahaan. “Ini juga biasanya
berlaku untuk panitia-panitia pengadaan yang ada di pemerintahan, kalau BUMN bisa juga kalau
dibiayain sama APBN ya,” tukasnya.

Ini Tujuh Kelompok Jenis Tindak Pidana Korupsi

Ada perbedaan yang mendasar antara penyuapan, gratifikasi, dan pemerasan.

Oleh KlikLegal.com

20 November 2017

https://kliklegal.com/ini-tujuh-kelompok-jenis-tindak-pidana-korupsi/

Terakhir diakses 26 Desember 2018

Tinda Pidana Korupsi Berdasarkan Jenis Perkara


                     
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1
PERKARA 4 5 6 7 8 9 0 1 2 3 4 5 6 7 8 JUMLAH

Pengadaan 2 1 8 1 1 1 1 1 8 9 1 1 1 1 9 180
Barang/Jasa 2 4 8 6 6 0 5 4 4 5

Perijinan 0 0 5 1 3 1 0 0 0 3 5 1 1 2 0 22

Penyuapan 0 7 2 4 1 1 1 2 3 5 2 3 7 9 1 507
3 2 9 5 4 0 0 8 9 3 1
1

Pungutan 0 0 7 2 3 0 0 0 0 1 6 1 1 0 0 21

Penyalahgun 0 0 5 3 1 8 5 4 3 0 4 2 1 1 0 46
aan 0
Anggaran

TPPU 0 0 0 0 0 0 0 0 2 7 5 1 3 8 4 29

Merintangi 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 3 0 0 2 2 9
Proses KPK

Jumlah 2 1 2 2 4 3 4 3 4 7 5 5 9 1 1 814
9 7 4 7 7 0 9 8 0 8 7 9 2 2
                     
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1
PERKARA 4 5 6 7 8 9 0 1 2 3 4 5 6 7 8 JUMLAH

1 6

https://acch.kpk.go.id/id/statistik/tindak-pidana-korupsi/tpk-berdasarkan-jenis-perkara

TPK Berdasarkan Jenis Perkara diposting di Statistik

Terakhir diakses 26 Desember 2018

Anda mungkin juga menyukai