Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU

BEDAH KHUSUS VETERINER


ACARA I : MENGHITUNG DOSIS ANASTESI, TEKNIK INJEKSI & INFUS
INTRAVENA

disusun oleh :

Nama : Fadli Putranto

NIM : 17/412417/KH/09313

DEPARTEMEN ILMU BEDAH DAN


RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN
HEWAN UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2021
MENGHITUNG DOSIS ANASTESI, TEKNIK INJEKSI & INFUS INTRAVENA
I. JUDUL PRAKTIKUM
“Menghitung Dosis Anastesi, Teknik Injeksi & Infus Intravena”

II. Pendahuluan
A. Injeksi Parenteral (IM, SC, IV)
1) Intramuskular (IM)
Dengan injeksi di dalam otot, obat yang terlarut bekerja dalam waktu 10-30
menit. Guna memperlambat resorpsi dengan maksud memperpanjang kerja
obat, sering kali digunakan larutan atau suspensi dalam minyak. Tempat injeksi
umumnya dipilih pada otot bokong yang tidak memiliki banyak pembuluh dan
saraf (Tjay dan Rahardja, 2015).
2) Subcutan (SC)
Injeksi di bawah kulit dapat dilakukan hanya dengan obat yang tidak
merangsang dan melarut baik dalam air atau minyak. Efeknya tidak secepat
injeksi intramuskuler atau intravena (Tjay dan Rahardja, 2015).
3) Intravena (IV)
Injeksi ke dalam pembuluh darah memiliki efek tercepat dalam waktu 18
detik, yaitu waktu satu peredaran darah, obat sudah tersebar ke seluruh jaringan.
Tetapi, lama kerja obat hanya singkat. Cara ini digunakan untuk mencapai
pentakaran yang tepat dan dapat dipercaya, atau efek yang sangat kuat. Tidak
untuk obat yang tak larut dalam air atau menimbulkan endapan dengan protein
atau butiran darah (Tjay dan Rahardja, 2015).
B. Anestesi
Anastetika digolongkan menjadi dua, yaitu anastetika lokal dan anastetika
umum. Anastetika lokal atau penghilang rasa setempat merupakan obat yang pada
penggunaan lokal merintangi secara reversibel penerusan impuls saraf ke SSP dan
dengan demikian menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri, gatal-gatal, panas,
atau dingin. Anestetika umum merupakan obat-obat yang dapat menimbulkan
anesthesia atau narkosa, yaitu suatu keadaan depresi umum dari pelbagai pusat di
SSP yang bersifat reversibel dimana seluruh perasaan dan keadaan ditiadakan (Tjay
dan Rahardja, 2015).
1) Ketamin
Ketamin adalah antagonis non kompetitif dari reseptor N-methyl-D-
aspartate (NMDA) dan juga mengikat reseptor opioid mu dan kappa. Obat ini
dilisensikan sebagai agen anestesi untuk prosedur diagnostic dan bedah dan
paling sesuai untuk prosedur dengan durasi yang pendek. Ketamine memiliki
peran dalam icu sebagai co-analgetic, dengan sifat ini dapat menghemat
penggunaan opioid karena memiliki sifat analgetik yang baik dalam dosis
subanaesthetics. Sifat analgesic ketamine dan mempertahankan pernafasan
berguna untuk prosedur dimana sangat penting untuk menjaga ventilasi spontan
dan menjaga reflex jalan nafas (Asmoro, 2017).
Induksi anestesi dapat dihasilkan dengan pemberian ketamine 1-2 mg/kg IV
atau 4-8 mg/kg IM. Injeksi ketamine IV dapat tidak menyebabkan nyeri atau
iritasi vena. Kebutuhan dosis IV lebih besar menunjukkan nilai signifikan
dengan efek first pass hepatic ketamine. Kesadaran hilang dalam 30-60 detik
setelah pemberian IV dan 2-4 menit setelah pemberian IM. Hilangnya
kesadaran berhubungan dengan mempertahankan secara normal atau sedikit
depresi terhadap reflex faring dan laring, kembalinya kesadaran terjadi 10-20
menit setelah dosis induksi ketamine diberikan, tetapi kembali untuk orientasi
penuh membutuhkan waktu 60-90 menit. Masa pulihnya bahkan lebih lama
setelah injeksi IV berulang atau infus ketamine terus-menerus (Asmoro, 2017).
2) Xylazine
Xylazine adalah agonis Alpha-adregenic. Alpha-adregenic akan
mengurangi pelepasan neurotransmitter dari neuron. Alpha-adregenic akan
mengurangi transmisi via ikatan kek persinap reseptor alpha2(feedback negatif
reseptor). Hasilnya ialah penurunan outflow simpatetik, analgesia, sedasi, dan
anastesi. Xylazine digunakan untuk sedasi jangka singkat, anastesi, dan
analgesi pada kuda, anjing, kucing, sapi, dan hewan eksotik (Papich, 2011).
Seperti Alpha₂-adrenergic lainnya, xylazine digunakan untuk tambahan
anestesi dan alagesik. Durasi efek yang dihasilkan sekitar selama 30 menit.
Dibandingkan dengan xylazine, dexmedetomidine dan medetomidine
menghasilkan sedasi dan analgesik yang lebih baik dibandingkan pemberian
xylazine pada anjing. Romifidine produksi efek sedasi yang lebih panjang,
diikuti detomidine, medetomidine, dan xylazine. Pada kucing xylazine dapat
menyebabkan emetika (McLean, 1993; Papich, 2011).
Xylazine biasa digunakan dengan mengkombinasikannya dengan obat lain
seperti ketamine atau butorphanol. Xylazine tidak berguna ketika hewan diberi
premedikasi dengan atropin. Xylazine tersedia dalam sediaan injeksi 20- dan
100-mg/ml, dapat disimpan dalam kontainer rapat, terlindungi dari sinar, dan
pada suhu ruang. Pemberian xylazine bisa melalui suntikan intramuskular (IM)
pada m. Bicep femoris, m. Quadriceps, m. Trapezius, Subkutan (SC) dan intra
nasal (IN). Dosis pada hewan yaitu, anjing 1.1 mg/kg IV dan 2.2 mg/kg untuk
IM, kucing 1.1 mg/kg untuk IM dan untuk emetik 0.4-0.5 mg/kg IV, kuda 1-2
mg/kg IM dan 0.5-1.1 mg/kg IV, babi 0.5-3 mg/kg IM (kombinasikan contoh 2
mg/kg xylazine + 10 mg/kg ketamin secara IM), sapi 0.1-0.2 mg/kg IM dan
0.03-0,1 mg/kg IV, domba 0.1-0.3 mg/kg dan 0.05-0.1 mg/kg IV, kambing
0.05-0.5 mg/kg IM dan 0.01-0.5 mg/kg IV (Papich, 2011; Ede dkk., 2019)
3) Atropin
Atropin sulfat adalah senyawa agen antikolinergik yang berfungsi untuk
memblokir efek asetilkolin pada reseptor muskarinik. Sebagai agen
antimuskarinik, atropin sulfat bekerja dengan memblokir rangsangan
kolinergik dan menyebabkan penurunan motilitas gastrointestinal, menurunkan
respirasi, dan sekresi gastrointestinal. Atropin adalah drug of choice untuk
mengatasi kelebihan aktivitas stimulasi oleh vagal pada beberapa kondisi klinis.
Atropin juga digunakan sebagai antidota untuk keracunan organophosphate
(Papich, 2011).
Atropin biasa digunakan bersama dengan agen anastesi dan prosedur
lainnya. Atropin dapat digunakan selama resusitasi jantung, akan tetapi dalam
dosis besar dapat menyebabkan takikardia dan peningkatan kebutuhan oksigen
pada myokardium. Penyimpanan atropin dapat pada suhu ruang dalam
kontainer yang tertutup rapat. Atropin dapat diberikan melalui jalur intra vena,
intra muskular, dan subkutan (Papich, 2011).
Dosis pada hewan yaitu : anjing 0.02-0.04 mg/kg q6-8h IV, IM, SC, kucing
0.02-0.04 mg/kg q6-8h IV, IM, SC, babi 0.02 mg/kg IV atau 0.04 mg/kg IM,
ruminansia (digunakan untuk mencegah salivasi) 0.02 mg/kg IV atau 0.04
mg/kg IM (Papich, 2011).
C. Terapi Cairan

Terapi cairan merupakan tindakan pengobatan esensial untuk pasien dalam


kondisi kritis atau memerlukan perawatan intensif. Terapi cairan harus menjadi
perhatian serius untuk pasien anjing dan kucing yang telah lama tidak mau
makan dan minum. Dehidrasi merupakan kondisi tubuh kekurangan cairan
yang diikuti oleh kehilangan elektrolit, dan perubahan keseimbangan asam-
basa. Acuan yang dapat digunakan sebagai tanda pasien mengalami dehidrasi
adalah dengan melihat gejala klinis yang terjadi. Gejala klinis dehidrasi adapun
: hilangnya elastisitas kulit (turgor), membran mukosa kering, capillary
refilling time yang bertambah, kelelahan, depresi, shock, pemeriksaan
laboratorium PCV dan plasma protein meningkat, BJ urin lebih dari 1.035
(Suartha, 2010).
Berikut pada tabel dibawah menunjukkan perkiraan persentase dehidrasi
berdasarkan pemeriksaan fisik dan gejala klinis yang muncul akibat dehidrasi.
Tabel 1. Perkiraan persentase dehidrasi berdasarkan pemeriksaan fisik
(Suartha, 2010).
Tabel 2. Gejala klinis dehidrasi (Suartha, 2010).

Cairan yang hilang akibat dehidrasi harus diganti dalam waktu 24 jam.
Jumlah yang dibutuhkan tergantung atas persentase tingkat dehidrasi,
proses penyakit, dan pertimbangan dokter hewan. kebutuhan untuk
mengatasi dehidrasi dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

Jumlah cairan yang diperlukan = % dehidrasi x BB (kg) x 100 ml


(Suartha, 2010)

Cairan maintenance adalah cairan dalam tubuh pasien yang hilang


secara normal. Pada anjing yang shock diperlukan dosis cairan 40 – 90
ml/kg/jam sedangkan kucing 20 – 60 ml/kg/jam. Kebutuhan cairan untuk
maintenance dapat dihitung dengan rumus :

Kebutuhan cairan untuk maintenance = (30 x BB (kg)) + 70


(Suartha, 2010)

Larutan infus yang sering digunakan dalam terapi cairan ada ringer
laktat, natrium klorida 0,9%, dan dextrose 5%. Ringer laktat merupakan
cairan kritaloid yang digunakan untuk resusitasi pasien dengan
kandungan elektrolit 130mM Na+, dan 109mM Cl-, 28mM laktat, rerata
pH 6,5 dan sedikit hipo-osmolar yaitu 272mOsm/L. Ringer laktat
memiliki keseimbangan asam basa yang lebih baik dibandingkan Natrium
klorida 0,9% yang dibuktikan pada percobaan bertahan hidup pada model
tikus dengan hemorraghi yang masif. Ringer laktat tidak boleh diberikan
pada pasien dengan masalah hati karena laktat dalam ringer laktat akan
dimetabolisme di hati membentuk bikarbonat yang merupakan kunci
untuk mencegah asidosis. Ringer laktat juga mengancung kalsium yang
bisa menyebabkan ikatan anti koagulan selama transfusi darah sehingga
menyebabkan penjendalan darah (Mane dkk., 2017).
NaCl 0,9% merupakan cairan infus terapi dengan kandungan Na+ dan
Cl- 154mM dengan rata - rata pH 5 dan osmolaritas 308mOsm/L. Ringer
laktat digunakan untuk penyimpanan darah dan transfusi darah. Pada studi
hewan dan manusia, NaCl 0,9% dalam jumlah sedang hingga besar dapat
menyebabkan hiperkolaremik asidosis dan odema intestinal dan gangguan
keseimbangan koloid lainnya. Hiperchloremia dapat menyebabkan
vasokontriksi renal, menurunkan arus arteri renal dan menurunkan GFR
yang dapat menyebabkan retensi garam dan air (Mane dkk., 2017)
Dextrose 5% memiliki osmolalitas 250 mOsm/L, tetapi osmolalitas
plasma menurun ketika glukosa di metabolisme, menyisakan airnya saja.
Dextrose digunakan untuk mengatasi kekurangan energi seperti akibat
diare, hopoglikemia, dan sebagainya. Dextrose 5% tidak mengandung
elektrolit, sehingga tidak disarankan penggunaannya pada pasien yang
mengalami gangguan akibat kehilangan banyak elektrolit (Lorenz dkk.,
1997; Montana dkk., 2017)

Kecepatan pemberian cairan merupakan pengetahuan dasar untuk


keperluan maintenance cairan tubuh. Secara umum, rumus yang dapat
digunakan sebagai acuan memperkirakan kecepatan maksimal yang aman
untuk pemberian infus IV :
Berat badan (kg) x 90 = …ml larutan/jam
(Suartha, 2010)
Penghitungan jumlah tetes per menit untuk total volume yang
diberikan pada hewan dapat dihitung dengan cara :
Tetes per menit = total volume x tetes per ml menit
(Suartha, 2010)

Dosis atau takaran obat merupakan banyaknya suatu obat yang dapat
dipergunakan atau diberikan kepada pasien, baik untuk obat luar maupun
obat dalam. Dosis bertujuan untuk memberikan efek terapeutik pada
pasien yang menerimanya (Syamsuni, 2006). Untuk melakukan
perhitungan dosis, perlu menggunakan rumus :

Volume (ml) = berat badan (Kg) x Dosis (mg/BB Kg)


Konsentrasi (mg/ml)

(Wannamaker dan Massey, 2009)

Untuk mengitung jumlah yang diperlukan dapat menggunakan rumus :

Jumlah yang diperlukan = dosis yang tersedia x jumlah yang tersedia dosis
yang dibutuhkan (pengenceran/tablet)

(Bosswick, 1997)
III. Tujuan
a. Mengetahui macam jenis anastesi
b. Mengetahui macam jenis teknik injeksi
c. Mengetahui cara infus secara intravena

IV. Materi dan Metode


A. MATERI
1. Alat :
• Spuit : untuk menginjeksikan obat kepada pasien
• Toniquet : membantu membendung area insersi untuk pemasangan infus
• IV catheter : catheter yang dimasukkan ke pembuluh darah vena
• Infus set : set alat untuk memasukkan obat ke pasien

2. Bahan :
• Obat : sediaan yang diinjeksikan pada pasien
• Anjing BB 6 kg : sebagai probandus
• Alkohol : untuk mensterilkan area injeksi

B. METODE
• Pemberian Obat PO
Hewan di handling dan restrain dengan baik ➞ tangan kiri digunakan untuk

menahan rahang atas hewan ➞ jari tengah tangan kanan digunakan untuk

menahan rahang bawah terbuka ➞ jari telunjuk dan ibu jari dapat digunakan
untuk mendorong obat (kapsul atau tablet) kebelakang lidah
• Pemberian Obat SC
Hewan diletakkan diatas meja dan dihandling restrain dengan baik ➞ satu

tangan menarik sedikit kulit ditengkuknya➞ tangan lainnya memegang jarum

suntik ➞ obat disuntikan pada lipatan kulit dengan cepat ➞ ujung jarum

semestinya bebas bergerak diantara kulit dan otot ➞ Tarik jarum dan periksa
kembali daerah injeksi
• Pemberian Obat IM
Hewan di handling dan restrain dengan baik ➞ memasukkan obat pada jarum
suntik sesuai dosis yang telah dihitung ➞ tentukan area injeksi ➞ injeksi
intramuskular dapat dilakukan pada m. semimembranosus, m.semitendinosus
➞ area injeksi disterilisasi dengan kapas alcohol ➞ jarum suntik dipegang
dengan satu tangan dan masukkan jarum steril langsung melalui kulit dan ke
otot yang mendasarinya ➞ sudut jarum antara 45° atau 90° ➞ apabila jarum
sudah masuk maka dorong plunger ke depan untuk memasukkan obat ➞ jika
obat sudah masuk semua maka jarum dilepaskan dengan menarik mundur
secara perlahan ➞ periksa daerah injeksi apakah ada perdarahan maupun
kebocoran obat.

• Pemberian Obat IV

Hewan di handling dan restrain dengan baik ➞ memasukkan obat pada jarum
suntik sesuai dosis yang telah dihitung ➞ tentukan area injeksi ➞ injeksi
intravena dapat dilakukan pada vena cephalica dan vena saphena ➞ bendung
area injeksi untuk membantu meraba area vena yang akan diinjeksi ➞ area
injeksi disterilisasi dengan kapas alkohol ➞ jarum suntik dipegang dengan
satu tangan dan masukkan jarum steril langsung melalui kulit dan ke vena
tersebut ➞ apabila jarum sudah masuk aspirasi untuk mengetahui apakah ada
aliran darah yang masuk ke dalam suntikan ➞ bendung dilepaskan lalu
suntikan obat dengan mendorong plunger ke depan ➞ jika obat sudah masuk
semua maka jarum dilepaskan dengan menarik mundur secara perlahan ➞
periksa daerah injeksi apakah ada perdarahan maupun kebocoran obat.

• Pemasangan Infus

Menghitung dosis infus yang akan diberikan sebagai terapi cairan ➞ infus set
dibuka ➞ bagian kunci yaitu roller clamp ditutup terlebih dahulu ➞ jarum
besar atau spike disuntikkan pada bagian botol infus untuk mengeluarkan
cairan infus➞ pastikan tinggi cairan dengan menekan drip chamber ➞ roller
clamp dibuka untuk memastikan cairan masuk pada tube dan menghabiskan
udara yang mengelumbung ➞ jarum kembali ditutup agar steril ➞ pemberian
infusdilakukan secara intravena ➞ hewan di handling dan restrain dengan
baik ➞ jika infus set sudah siap cukur bulu pasien pada area insersi ➞
bendung area insersi untuk membantu meraba area vena yang akan diinjeksi
apabila kesulitan dapat menggunakan tourniquet di atas area insersi ➞ area
insersi disteriliasi dengan kapas alcohol ➞ menggunakan jarum yang asli atau
iv cath lalu periksa apakah ada gelembung ➞ jarum dipegang dengan satu
tangan dan masukkan jarum langsung melalui kulit dan ke vena ➞ apabila
jarum sudah masuk maka akan terlihat aliran balik darah ➞ tourniquet dilepas
➞ infus dinyalakan kemudian disangkan pada jarum ➞ tunggu beberapa saat
untuk tetes yang kencang saat pertama ➞ atur kecepatan tetes infus sesuai
perhitungannya ➞ pasang balutan steril dan plester pada jarum infus.

V. Hasil dan Pembahasan


Kasus:
Seekor anjing Golden Retriever umur 8 tahun, BB 12 kg, menderita patah tulang, tidak
mau makan 3 hari sehingga dehidrasi 5%. Pada pemeriksaan sebelum operasi, hewan
kesakitan, suhu tubuh 40°C. Pemeriksaan darah menunjukkan penurunan Hb dan
Eritsosit disertai peningkatan leukosit. Evaluasi kondisi mengharuskan dokter
melakukan operasi. Dokter memberikan instruksi pada asisten untuk berhati-hati
terhadap permasalahan ini dan memberikan catatan dosis atropine 0,04 mg/kg BB,
silazin 2 mg/kg BB dan Ketamin 15 mg/kg BB.
Pertanyaan:
a. Berapa volume infus yang harus diberikan?
Volume infus yang diperlukan (dehidrasi)
= DD x BB + (dosis maintenance x BB)
*dosis maintenance : 110 ml/kg/hari
Jawab = 0.05 x 12 kg + (110 ml x 12 kg x 1 hari) = 1320,6 ml
b. Berapa kecepatan tetes
infusnya? Kecepatan tetes
infus
Jumlah infus yang diperlukan x administrasi tetes/ml
= 1320,6 ml/24 hours x 20 gtt/ml = 26.412 gtt/24 hours
Tetes per menit
26.412 gtt/24 hours x 1 hr/60min = 18.3 gtt/min (dibulatkan ke 18 gtt/min)
Tetes per detik
18 gtt/min = 9 gtt/30 sec = 3 gtt/10 sec = 1 gtt/3,3 sec
c. Berapa volume atropine, xylazine, dan ketamin yang harus
diberikan? Konsentrasi atropine : 0,25 mg/ml, ketamin 100 mg/ml
Atropine
12 kg x 0,04 mg/kg / 0,25 mg/ml = 1,92 ml

Ketamin
12 kg x x 15 mg/kg / 100 mg/ml = 1,8 ml
Xylazine
12 kg x 2 mg/kgBB / 20 mg/ml = 1,2 ml
d. Bila dokter memberikan injeksi Ampisilin dengan dosis 7 mg/kg BB, berapa
volume ampisilin yang diberikan, bila kemasan flakon mengandung 100 mg/ml.
12 kg x 7 mg/kg / 100 mg/ml = 0,84 ml

VI. Kesimpulan
• Atropin, ketamin, dan xylazine merupakan obat anastesi yang umum
digunakan
• Pemberian infus harus berdasarkan derajat dehidrasi dan kondisi yang
dialami pasien
• Jenis larutan infus yang umum digunakan yaitu ringer laktat, dextrose
5%, dan NaCl 0,9%
VII. Daftar Pustaka
Asmoro, A. A. 2017. Problematika Penanganan Sepsis: Ketamin, Awal sebuah
Pemikiran. Malang: UB Press

Bosswick, J, A. 1997. Perawatan Gawat Darurat. Jakarta : EGC.

Ede, T., Keyserlingk, M.V., Weary, D.M. 2019. Efficacy of Xylazine in Neonatal
Calves via Different Routes of Administration. Veterinary Journal.
Kee, J. L. dan Hayes, E.R. 2010. Farmakologi Pendekatan Keperawatan. Jakarta:
EGC

Lorenz, M.D., Cornelius, L.M., Ferguson, D.C. 1997. Small Animal Medizine
Theurapetics.New York : JP Lippincott Co.

Mane, A.S. 2017. Fluid Resuscitation : Ringer Lactate Versus Normal Saline-A
Clinical Study. Internasional Journal of Contemporary Medical Research
Vol. 4 Issue 1.

McLean, J. 1993. Veterinary Drug Handbook. In Australian Veterinary Journal


(Vol. 70, Issue 11). https://doi.org/10.1111/j.1751-
0813.1993.tb06092.x

Montana, J.R.G., Martin, M.J., Alonso, P. 2017. General Aspect and Current Fluid
Therapy in Cattle With Digestive Disease. American Journal of ANimal
and Veterinary Sciences 12 (3).

Papich, M.G. 2011. Saunder’s Handbook of Veterinary Drugs : Small and Large
Animal 3rd Edidion. Missouri : Elsevier.

Suartha, I.N. 2010. Terapi Cairan Pada Anjing dan Kucing. Jurnal Buletin Veteriner
Udayana Vol. 2 No. 2 : 69 – 83.

Syamsuni. 2006. Farmasetika dasar dan Hitungan Farmasi. Jakarta : EGC.


Tjay, T.H. dan Rahardja, K. 2015.Obat-obat Penting: Khasiat, Penggunaan, dan Efek-
efek Sampingnya. Jakarta: Elex Media Komputindo

Wanamaker, B, P., dan Massey, K, L. 2009. Applied Pharmacology for Veterinary


Technicians 4th Edition. Missouri : Elsavier.

Anda mungkin juga menyukai