Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM

ILMU BEDAH KHUSUS VETERINER


ACARA I : MENGHITUNG DOSIS ANASTESI, TEKNIK INJEKSI & INFUS
INTRAVENA

disusun oleh :

Nama : Muhammad Fariz Ash Shiddiq

NIM : 17/412434/KH/09330

DEPARTEMEN ILMU BEDAH DAN RADIOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2021
MENGHITUNG DOSIS ANASTESI, TEKNIK INJEKSI & INFUS INTRAVENA

I. JUDUL PRAKTIKUM
“Menghitung Dosis Anastesi, Teknik Injeksi & Infus Intravena”

II. PENDAHULUAN
Atropin Sulfat
Merupakan senyawa agen antikolinergik (memblokir efek asetilkolin pada reseptor
muskarinik). Sebagai agen antimuskarinik, atropin sulfat bekerja dengan memblokir
rangsangan kolinergik dan menyebabkan penurunan motilitas gastrointestinal, menurunkan
respirasi, dan sekresi gastrointestinal. Atropin adalah drug of choice untuk mengatasi
kelebihan aktivitas stimulasi oleh vagal pada beberapa kondisi klinis. Atropin juga digunakan
sebagai antidota untuk keracunan organophosphate (Papich, 2011).
Atropin biasa digunakan bersama dengan agen anastesi dan prosedur lainnya. Atropin
dapat digunakan selama resusitasi jantung, akan tetapi dalam dosis besar dapat menyebabkan
takikardia dan peningkatan kebutuhan oksigen pada myokardium. Atropin tersedia dalam
sediaan injeksi 400-, 500-, dan 540- mcg/ml dan 15 mg/ml. Penyimpanan atropin dapat pada
suhu ruang dalam kontainer yang tertutup rapat. Atropin dapat diberikan melalui jalur intra
vena, intra muskular, dan subkutan (Papich, 2011).
Dosis pada hewan yaitu : anjing 0.02-0.04 mg/kg q6-8h IV, IM, SC, kucing 0.02-0.04
mg/kg q6-8h IV, IM, SC, babi 0.02 mg/kg IV atau 0.04 mg/kg IM, ruminansia (digunakan
untuk mencegah salivasi) 0.02 mg/kg IV atau 0.04 mg/kg IM (Papich, 2011).

Ketamine Hydrochloride
Merupakan senyawa anastesi. Ketamin digunakan untuk prosedur anastesi jangka
pendek, durasi kerja ketamin umumnya 30 menit atau kurang. Ketamin sering
dikombinasikan dengan anastetik lain dan sedatif seperti benzodiazepine (diazepam) atau
alpha₂ agonis (medetomidine, dexmedetomidine, dan xylazine). Ketamin memiliki onset yang
cepat dan efek analgesik cukup kuat. Ketamin memiliki efek samping menyebabkan sakit bila
melalui IM. Tremor, spasmus otot, dan konvulsi dilaporkan terjadi setelah injeksi ketamin.
Ketamin juga memiliki efek samping , yaitu takikardia, hipersalivasi, meningkatkan
ketegangan otot, nyeri pada tempat penyuntikan, dan apabila dosis yang diberikan berlebih
dapat menyebabkan pemulihan berjalan lamban dan bahkan membahayakan (Papich, 2011;
Yusuf dkk., 2018).
Ketamin biasa digunakan secara kombinasi dengan anastetik dan anastetik tambahan
lainnya seperti xylazine, dexmedetomidine, medetomidine, acepromazine, opiates, dan
benzodiazepam (diazepam). Ketamin tersedia dalam sediaan larutan injeksu 100 mg/ml.
Dapat disimpan dalam kontainer yang tertutup rapat, terhindar dari cahaya, dan bisa di suhu
ruang. Dosis kecil biasa digunakan secara intravena, sedangkan pemberian dosis besar
melalui intramuskular (Papich, 2011).
Rute pemberian intravena, subkutan, intramuscular, epidural, intratekal, intraarticular,
intranasal, oral dan topical. Dosis untuk hewan yaitu, anjing 5.5-22 mg/kg IV atau IM
(direkomendasikan untuk memberikan tambahan sedativa atau tranzquilizer), kucing 2-25
mg/kg IV atau IM (direkomendasikan untuk memberikan tambahan sedativa atau
tranzquilizer), kuda, ruminansia dan babi dosisnya 2 mg/kg secara IV (Papich, 2011).

Xylazine Hydrochloride
Merupakan agonis Alpha₂-adrenergic. Alpha₂-adrenergic akan mengurangi pelepasan
neurotransmitter dari neuron. Alpha₂-adrenergic mengurangi transmisi via ikatan ke presinap
reseptor alpha₂ (feedback negatif reseptor). Hasilnya ialah penurunan outflow simpatetik,
analgesia, sedasi, dan anastesi. Xylazine digunakan untuk sedasi jangka singkat, anastesi, dan
analgesi pada kuda, anjing, kucing, sapi, dan hewan eksotik (Papich, 2011).
Seperti Alpha₂-adrenergic lainnya, xylazine digunakan untuk tambahan anestesi dan
alagesik. Durasi efek yang dihasilkan sekitar selama 30 menit. Dibandingkan dengan
xylazine, dexmedetomidine dan medetomidine menghasilkan sedasi dan analgesik yang lebih
baik dibandingkan pemberian xylazine pada anjing. Romifidine produksi efek sedasi yang
lebih panjang, diikuti detomidine, medetomidine, dan xylazine. Pada kucing xylazine dapat
menyebabkan emetika (McLean, 1993; Papich, 2011).
Xylazine biasa digunakan dengan mengkombinasikannya dengan obat lain seperti
ketamine atau butorphanol. Xylazine tidak berguna ketika hewan diberi premedikasi dengan
atropin. Xylazine tersedia dalam sediaan injeksi 20- dan 100-mg/ml, dapat disimpan dalam
kontainer rapat, terlindungi dari sinar, dan pada suhu ruang. Pemberian xylazine bisa melalui
suntikan intramuskular (IM) pada m. Bicep femoris, m. Quadriceps, m. Trapezius, Subkutan
(SC) dan intra nasal (IN). Dosis pada hewan yaitu, anjing 1.1 mg/kg IV dan 2.2 mg/kg untuk
IM, kucing 1.1 mg/kg untuk IM dan untuk emetik 0.4-0.5 mg/kg IV, kuda 1-2 mg/kg IM dan
0.5-1.1 mg/kg IV, babi 0.5-3 mg/kg IM (kombinasikan contoh 2 mg/kg xylazine + 10 mg/kg
ketamin secara IM), sapi 0.1-0.2 mg/kg IM dan 0.03-0,1 mg/kg IV, domba 0.1-0.3 mg/kg dan
0.05-0.1 mg/kg IV, kambing 0.05-0.5 mg/kg IM dan 0.01-0.5 mg/kg IV (Papich, 2011; Ede
dkk., 2019)

Terapi Cairan
Terapi cairan merupakan tindakan pengobatan esensial untuk pasien dalam kondisi kritis
atau memerlukan perawatan intensif. Terapi cairan harus menjadi perhatian serius untuk
pasien anjing dan kucing yang telah lama tidak mau makan dan minum. Dehidrasi merupakan
kondisi tubuh kekurangan cairan yang diikuti oleh kehilangan elektrolit, dan perubahan
keseimbangan asam-basa. Acuan yang dapat digunakan sebagai tanda pasien mengalami
dehidrasi adalah dengan melihat gejala klinis yang terjadi. Gejala klinis dehidrasi adapun :
hilangnya elastisitas kulit (turgor), membran mukosa kering, capillary refilling time yang
bertambah, kelelahan, depresi, shock, pemeriksaan laboratorium PCV dan plasma protein
meningkat, BJ urin lebih dari 1.035 (Suartha, 2010).
Berikut pada tabel dibawah menunjukkan perkiraan persentase dehidrasi berdasarkan
pemeriksaan fisik dan gejala klinis yang muncul akibat dehidrasi.

Tabel 1. Perkiraan persentase dehidrasi berdasarkan pemeriksaan fisik (Suartha, 2010).


Tabel 2. Gejala klinis dehidrasi (Suartha, 2010).

Gejala klinis kehilangan cairan tubuh tidak akan tampak sampai tubuh kehilangan cairan
mencapai 5% dari total berat badan. Kehilangan cairan bila melebihi 7% akan menyebabkan
kulit pada mata masuk ke kantung mata dan elastisitas kulit menurun. Sirkulasi akan kolaps
bila kehilangan cairan tubuh mencapai 15%, dan hewan akan mati bila mencapai 20%
(Suartha, 2010).
Cairan yang hilang akibat dehidrasi harus diganti dalam waktu 24 jam. Jumlah yang
dibutuhkan tergantung atas persentase tingkat dehidrasi, proses penyakit, dan pertimbangan
dokter hewan. kebutuhan untuk mengatasi dehidrasi dapat dihitung dengan menggunakan
rumus :
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑐𝑎𝑖𝑟𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑙𝑢𝑘𝑎𝑛 = % 𝑑𝑒ℎ𝑖𝑑𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑥 𝐵𝐵 (𝑘𝑔)𝑥 1000 𝑚𝑙
(Suartha, 2010)
Cairan maintenance adalah cairan dalam tubuh pasien yang hilang secara normal. Pada anjing
yang shock diperlukan dosis cairan 40 – 90 ml/kg/jam sedangkan kucing 20 – 60
ml/kg/jam. Kebutuhan cairan untuk maintenance dapat dihitung dengan rumus :

𝐾𝑒𝑏𝑢𝑡𝑢ℎ𝑎𝑛 𝑐𝑎𝑖𝑟𝑎𝑛 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑚𝑎𝑖𝑛𝑡𝑒𝑛𝑎𝑛𝑐𝑒 = (30 𝑥 𝐵𝐵 𝑘𝑔) + 70


(Suartha, 2010)
Jenis cairan yang digunakan untuk terapi cairan dikelompokkan menjadi larutan kristaloid
dan koloid. Larutan kristaloid merupakan larutan yang dapat menembus membran sel dengan
mudah, mengandung elektrolit dalam berbagai komposisi. Kandungan utamanya adalah
natrium. Lebih dari 75% larutan ini akan meninggalkan ruang intravaskuler dalam waktu 30
menit pasca pemberian. Larutan koloid adalah larutan yang memiliki osmolalitas lebih tinggi
dari cairan ekstraseluler. Larutan ini tidak dapat menembus dinding pembuluh darah dan
mencaga tekanan osmosis cairan darah (Suartha, 2010).
Larutan kristaloid yang termasuk kedalam larutan hipotonik adalah NaCl 0,45% dan
Dextrose 2,5%. Larutan hipotonik ini memiliki osmolalitas lebih rendah dari cairan
ekstraseluler (serum darah) sehingga larutan ini cocok untuk maintenance pasien retensi
cairan atau gagal jantung dan tidak cocok untuk pasien keadaan shock. Larutan isotonik
adalah larutdan dengan osmolalitas sama dengan serum darah, cocok untuk maintenance dan
terapi shock. Contoh larutannya : Lactat Ringer’s solution, Normosol, Glukosa 5/10/20/50%
dan Nacl Fisiologis 0,9%. Larutan hipertonik adalah larutan yang memiliki osmolalitas lebih
tinggi dari serum, sehingga cocok untuk penderita shock karena meningkatkan tekanan
intravaskuler. Contoh larutan ini adalah NaCl 7,5% (Suartha, 2010).
Larutan koloid ada 3 macam yang biasa digunakan, yaitu : Hetastarch dengan berat
molekul lebih tinggi dari cairan ekstraseluler, Dextran dengan berat molekul lebih rendah dari
Hetastarch, dan Oxyglobin yang berfungsi sebagai sistem transportasi oksigen dalam tubuh.
Berikut pada tabel dibawah berisi larutan yang umum digunakan untuk terapi cairan :

Tabel 3. Larutan yang umu digunakan untuk terapi cairan (Suartha, 2010).
Larutan infus yang sering digunakan dalam terapi cairan ada ringer laktat, natrium
klorida 0,9%, dan dextrose 5%. Ringer laktat merupakan cairan kritaloid yang digunakan
untuk resusitasi pasien dengan kandungan elektrolit 130mM Na+, dan 109mM Cl-, 28mM
laktat, rerata pH 6,5 dan sedikit hipo-osmolar yaitu 272mOsm/L. Ringer laktat memiliki
keseimbangan asam basa yang lebih baik dibandingkan Natrium klorida 0,9% yang
dibuktikan pada percobaan bertahan hidup pada model tikus dengan hemorraghi yang masif.
Ringer laktat tidak boleh diberikan pada pasien dengan masalah hati karena laktat dalam
ringer laktat akan dimetabolisme di hati membentuk bikarbonat yang merupakan kunci untuk
mencegah asidosis. Ringer laktat juga mengancung kalsium yang bisa menyebabkan ikatan
anti koagulan selama transfusi darah sehingga menyebabkan penjendalan darah (Mane dkk.,
2017).
NaCl 0,9% merupakan cairan infus terapi dengan kandungan Na+ dan Cl- 154mM
dengan rata - rata pH 5 dan osmolaritas 308mOsm/L. Ringer laktat digunakan untuk
penyimpanan darah dan transfusi darah. Pada studi hewan dan manusia, NaCl 0,9% dalam
jumlah sedang hingga besar dapat menyebabkan hiperkolaremik asidosis dan odema
intestinal dan gangguan keseimbangan koloid lainnya. Hiperchloremia dapat menyebabkan
vasokontriksi renal, menurunkan arus arteri renal dan menurunkan GFR yang dapat
menyebabkan retensi garam dan air (Mane dkk., 2017)
Dextrose 5% memiliki osmolalitas 250 mOsm/L, tetapi osmolalitas plasma menurun
ketika glukosa di metabolisme, menyisakan airnya saja. Dextrose digunakan untuk mengatasi
kekurangan energi seperti akibat diare, hopoglikemia, dan sebagainya. Dextrose 5% tidak
mengandung elektrolit, sehingga tidak disarankan penggunaannya pada pasien yang
mengalami gangguan akibat kehilangan banyak elektrolit (Lorenz dkk., 1997; Montana dkk.,
2017)
Kecepatan pemberian cairan merupakan pengetahuan dasar untuk keperluan
maintenance cairan tubuh. Secara umum, rumus yang dapat digunakan sebagai acuan
memperkirakan kecepatan maksimal yang aman untuk pemberian infus IV :

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 (𝑘𝑔)𝑥 90 = ⋯ 𝑚𝑙 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛/𝑗𝑎𝑚


(Suartha, 2010)
Penghitungan jumlah tetes per menit untuk total volume yang diberikan pada hewan dapat
dihitung dengan cara :

𝑇𝑒𝑡𝑒𝑠 𝑝𝑒𝑟 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 = 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑥 𝑡𝑒𝑡𝑒𝑠 𝑝𝑒𝑟 𝑚𝑙 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡

(Suartha, 2010)
Dosis atau takaran obat merupakan banyaknya suatu obat yang dapat dipergunakan
atau diberikan kepada pasien, baik untuk obat luar maupun obat dalam. Dosis bertujuan untuk
memberikan efek terapeutik pada pasien yang menerimanya (Ansel dan Prince, 2006;
Syamsuni, 2006). Untuk melakukan perhitungan dosis, perlu menggunakan rumus :

𝑚𝑔
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 (𝐾𝑔) 𝑥 𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 ( 𝐵𝐵)
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 (𝑚𝑙) = 𝐾𝑔
𝑚𝑔
𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 ( )
𝑚𝑙
(Wannamaker dan Massey, 2009)
Untuk mengitung jumlah yang diperlukan dapat menggunakan rumus :
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑙𝑢𝑘𝑎𝑛
𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑠𝑒𝑑𝑖𝑎
𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛
= 𝑥 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑠𝑒𝑑𝑖𝑎 )
𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑦𝑎𝑛𝑔 ( 𝑡𝑎𝑏𝑙𝑒𝑡
𝑑𝑖𝑏𝑢𝑡𝑢ℎ𝑘𝑎𝑛
(Bosswick, 1997)
III. TUJUAN PRAKTIUM
1. Mengetahui macam jenis anastesi
2. Mengetahui macam jenis teknik injeksi
3. Mengetahui cara infus secara intravena

IV. MATERI DAN METODE


A. MATERI
1. Alat :
 Spuit : untuk menginjeksikan obat kepada pasien
 Infus set : set alat untuk memasukkan obat ke pasien
 Toniquet : membantu membendung area insersi untuk pemasangan infus
 IV catheter : catheter yang dimasukkan ke pembuluh darah vena

2. Bahan :
 Anjing BB 6 kg : sebagai probandus
 Alkohol : untuk mensterilkan area injeksi
 Obat : sediaan yang diinjeksikan pada pasien

B. METODE
 Pemberian obat PO

hewan di handling dan restrain tangan


dengankiri
baikdigunakan untuk menahan rahang atas hewan

ri tengah tangan kanan jari


digunakan
teunjukuntuk
dan ibu
menahan
jari dapat
rahang
digunakan
bawahuntuk
terbuka
mendorong obat (kapsul dan tablet) kebelakang lida
 Pemberian obat secara SC

ewan diletakkan diatas meja dan dihandling


satu restrain
tangan menarik
dengan baik
sedikit kulit ditengkuknya
tangan lainnya memegang jarum suntik

obat diinjeksikan padaujung


lipatan
jarum
dengan
semestinya
cepat bebas bergeraktarik
diantara
jarum
kulit
dandan
periksa
otot kembali daerah injeksi
 Pemberian obat secara IM

masukkan obat pada spuit sesuai dosis yang telah dihitung


hewan dihandling dan restrain dengan baik tentukan area injeksi

jarum suntik dipegang dengan atu tangan dan memasukkan jarum steril langsung melalu
muskular dapat dilakukan pada m. semimembranosis, m. semitendinosus
area injeksi disterilisasi dengan kapas alkohol

jika obat sudah masuk semua maka jarum dilepaskan dengan menarik m
apabila jarum sudah masuk maka dorong plunger ke depan untuk memasukkan obat
sudut jarum antara 45 atau 90 derajat

periksa daerah injeksi


apakah ada perdarahan
maupun kebocoran obat
 Pemberian obat secara IV
tentukan area injeksi, injeksi intra vena dapat dilakukan pada vena cephalic
ewan diletakkan diatas meja dan
satudihandling
memasukkanrestrain
obatdengan
pada jarum
baik sesuai dosis yang telah dihitung

jarum suntuk dipegang dengan satu tangan dan dimasukkan jarum steril langsung mel
ng area injeksi untuk membantu meraba area
area injeksi
vena yang
disterilisasi
akan diinjeksi
dengan kapas alkohol

suk aspirasi untuk mengetahui apakah ada aliran


jikadarah
obat sudah
yang masuk
masukkesemua
dalammaka
suntikan
jarum dilepaskan dengan menarik mund
bendungan dilepaskan lalu suntikan obat dengan mendorong plunger ke depan

periksa daerah injeksi


apakah ada perdarahan
maupun kebocoran
obat
 Pemasangan infus

bagian kunci yaitu roller champ ditutup terlebih dahulu


Hitung dosis infus yang akan diberikan infus set dibuka

jarum besar/spike disuntikkan pada bagian botol infus yangpastikan


untuk mengeluarkan
tinggi
roller cairan
clamp dengan
dibuka
cairanuntuk
infus
menekan
memastikan
drip chamber
cairan masuk pada tube dan menghabiskan udara yang

jarum kembali ditutup agar steril pemberian infus dilakukan secara IV


hewan di handling dan restrain dengan baik

bendung area insersi untuk membantu meraba area vena yang akan diinjeksi apabila kesulitan dapat menggunakan tourniquet di atas area insersi
jika infus set sudah siap, maka cukur rambut pasien pada area insersi
area insersi distrarilisasi dengan kapas alkohol

menggunakan jarum yang asli atau


jarum
IV dipegang
cath lalu periksa
denganapakah
satu tangan
ada gelembung
dan masukkan jarum
apabila
langsung
jarum
melalui
sudah kulit
masuk danmaka
ke vena
akan terlihat aliran darah

tunggu beberapa saat untuk tetes yang kencang saat pertama


tourniquet dilepas dan infus dinyalakan atur kecepatan tetes infus sesuai perhitungannya

pasang balutan steril dan


plester pada jarum infus
supaya tidak gampang lepas
V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Seekor anjing golden retriever umur 8 bulan, BB 12 kg, menderita patah tulang, tidak
mau makan 3 hari sehingga dehidrasi 5%. Pada pemeriksaan sebelum operasi, hewan
kesakitan, suhu tubuh 40˚C. Pemeriksaan darah menujukkan penurunan Hb dan eritrosit
disertai peningkatan leukosit. Evaluasi kondisi mengharuskan dokter melakukan operasi.
Dokter memberikan instruksi pada asisten untuk berhati-hati terhadap permasalahan ini dan
memberikan catatan dosis atropine 0,04 mg/kgBB, xylazin 2 mg/kgBB dan ketamin 15
mg/kgBB.

Diketahui :
BB = 12 kg

Level dehidrasi 5% = 5
100 = 0,05
Umur 8 bulan = muda, sehingga maintenance cairan 110 ml/kg/hari dan jumlah tetes cairan
20 gtt/ml
Dosis : atropin 0,04 mg/kgBB, xylazin 2 mg/kgBB, ketamin 15 mg/kgBB
Konsentrasi : atropin = 0,25 mg/ml, ketamin = 100 mg/ml, xylazin = 20 mg/ml

Ditanya :
a. Berapa volume infus yang harus diberikan?
b. Berapa kecepatan tetes infusnya?
c. Berapa volume atropin, xylazin, dan ketamin yang harus diberikan?
d. Bila dokter memberikan injeksi Ampisilin dosis 7 mg/kgBB, berapa volume ampisilin
yang diberikan? Bila kemasan flakson mengandung 100 mg/ml
Jawab :
a. Berapa volume infus yang harus diberikan?

𝑑𝑒ℎ𝑖𝑑𝑟𝑎𝑠𝑖 = 𝑑𝑒𝑟𝑎𝑗𝑎𝑡 𝑑𝑒ℎ𝑖𝑑𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑥 𝐵𝐵 + (𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑚𝑎𝑖𝑛𝑡𝑒𝑛𝑎𝑛𝑐𝑒 𝑥 𝐵𝐵)

𝑑𝑒ℎ𝑖𝑑𝑟𝑎𝑠𝑖 = 0,05 𝑥 12 𝑘𝑔 + (110 𝑚𝑙 𝑥 12 𝑘𝑔 𝑥 1 ℎ𝑎𝑟𝑖)

𝑑𝑒ℎ𝑖𝑑𝑟𝑎𝑠𝑖 = 0,05 𝑥 12 𝑘𝑔 + (110 𝑚𝑙 𝑥 12 𝑘𝑔 𝑥 1 ℎ𝑎𝑟𝑖) = 1320,6 𝑚𝑙

Jadi, volume infus yang diberikan untuk pasien yang menderita dehidrasi ialah sebanyak
1320,6 ml
b. Berapa kecepatan tetes infusnya?

Karena kebutuhan anjing sebanyak 1320,6 ml, maka


𝑔𝑡𝑡 𝑔𝑡𝑡
1320,6 𝑚𝑙⁄24 𝑗𝑎𝑚 𝑥 15 ⁄ = 26412
𝑚𝑙
⁄ 24 𝑗𝑎𝑚

Tetes per menit


𝑔𝑡𝑡 𝑗𝑎𝑚 𝑔𝑡𝑡
26412 𝑥1 ⁄ = 18 ⁄
⁄24 𝑗𝑎𝑚 60 𝑚𝑛𝑡 𝑚𝑛𝑡

Tetes per detik


18 ⁄ =9 ⁄ =3 ⁄
𝑔𝑡𝑡 𝑚𝑛𝑡 𝑔𝑡𝑡30 𝑑𝑡𝑘 𝑔𝑡𝑡10 𝑑𝑡𝑘
Jadi, dibutuhkan 3 tetes per 10 detik kecepatan infusnya

c. Berapa volume atropin, xylazin, dan ketamin?

- Volume atropin :
𝑚𝑔 𝑚𝑔
𝐵𝐵 (𝑘𝑔)𝑥 𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 ( ) 12 𝑘𝑔 𝑥 0,04
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 (𝑚𝑙) = 𝑘𝑔 𝑘𝑔
𝑚𝑔 𝑚𝑔 = 1,92 𝑚𝑙
𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 ( ) = 0,25
𝑚𝑙 𝑚𝑙
- Volume xylazin :
𝑚𝑔
𝐵𝐵 (𝑘𝑔)𝑥 𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 ( ) 𝑚𝑔
12 𝑘𝑔 𝑥 2
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 (𝑚𝑙) = 𝑘𝑔 𝑘𝑔
𝑚𝑔 = 1,2 𝑚𝑙
20
𝑚𝑔
= 𝑚𝑙
- Volume ketamin 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 ( )
: 𝑚𝑙
𝑚𝑔
𝐵𝐵 (𝑘𝑔)𝑥 𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 ( ) 12 𝑘𝑔 𝑥 15
𝑘𝑔 𝑚𝑔
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 (𝑚𝑙) = 𝑚𝑔 = 1,8 𝑚𝑙
𝑘𝑔
= 𝑚𝑔
100 𝑚𝑙
𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 ( )
𝑚𝑙
Jadi, banyak volume atropin, xylazin, dan ketamin yang diinjeksikan pada pasien yaitu secara
berurut 1,92 ml, 1,2 ml, 1,8 ml.
VI. KESIMPULAN

- Atropin, ketamin, dan xylazine merupakan obat anastesi yang umum digunakan
- Pemberian infus harus berdasarkan derajat dehidrasi dan kondisi yang dialami pasien
- Jenis larutan infus yang umum digunakan yaitu ringer laktat, dextrose 5%, dan NaCl
0,9%

VII. DAFTAR PUSTAKA

Bosswick, J, A. 1997. Perawatan Gawat Darurat. Jakarta : EGC.


Ede, T., Keyserlingk, M.V., Weary, D.M. 2019. Efficacy of Xylazine in Neonatal Calves via
Different Routes of Administration. Veterinary Journal.
Lorenz, M.D., Cornelius, L.M., Ferguson, D.C. 1997. Small Animal Medizine Theurapetics.
New York : JP Lippincott Co.
Mane, A.S. 2017. Fluid Resuscitation : Ringer Lactate Versus Normal Saline-A Clinical Study.
Internasional Journal of Contemporary Medical Research Vol. 4 Issue 1.
McLean, J. 1993. Veterinary Drug Handbook. In Australian Veterinary Journal (Vol. 70, Issue
11). https://doi.org/10.1111/j.1751-0813.1993.tb06092.x
Montana, J.R.G., Martin, M.J., Alonso, P. 2017. General Aspect and Current Fluid Therapy in
Cattle With Digestive Disease. American Journal of ANimal and Veterinary Sciences
12 (3).
Papich, M.G. 2011. Saunder’s Handbook of Veterinary Drugs : Small and Large Animal 3rd
Edidion. Missouri : Elsevier.
Suartha, I.N. 2010. Terapi Cairan Pada Anjing dan Kucing. Jurnal Buletin Veteriner Udayana
Vol. 2 No. 2 : 69 – 83.
Syamsuni. 2006. Farmasetika dasar dan Hitungan Farmasi. Jakarta : EGC.
Wanamaker, B, P., dan Massey, K, L. 2009. Applied Pharmacology for Veterinary
Technicians 4th Edition. Missouri : Elsavier.
Yusuf, M.C., Syafruddin., Roslizawaty. 2018. Pengaruh Ketamin-Xylazin Terhadap Onset dan
Sedasi Kucing Lokal (Felis catus) yang Diovariohisterektomi. Jurnal Ilmiah
Mahasiswa Veteriner 2 (4) : 599 – 603.

Anda mungkin juga menyukai